BAB II LANDASAN TEORI
E. Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa
Suatu proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil apabila tujuan
intruksional pembelajaran dapat tercapai. Tujuan pembelajaran adalah
pedoman sekaligus sasaran yang akan dicapai dalam kegiatan belajar
mengajar. Tercapainya tujuan intruksional sama halnya dengan keberhasilan
dalam pembelajaran (Djamarah dan Zain, 2010).
Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan intruksional, maka guru
perlu mangadakan tes prestasi untuk memberikan penilaian terhadap proses
keberhasilan belajar siswa dalam suatu proses belajar mengajar (Djamarah
dan Zain, 2010).
Proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah
yang sering dihadapi adalah sampai ditingkat mana prestasi (hasil) belajar
telah dicapai. Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses belajar
mengajar dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf. Menurut Djamarah dan
Zain (2010) tingkatan keberhasilan adalah sebagai berikut:
1. Istimewa/maksimal:
Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan dapat dukuasai oleh
siswa.
2. Baik sekali/optimal:
Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang diajarkan
dapat dikuasai oleh siswa.
3. Baik/minimal:
Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d. 75% saja
dikuasai oleh siswa.
4. Kurang:
Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% diuasai oleh
siswa.
Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang
dapat dibedakan, yakni tujuan pengajaran (instruksional), pengalaman (proses)
belajar-mengajar dan hasil belajar. Hubungan ketiga unsur tersebut
Bagan 2. Hubungan tiga unsur dalam belajar dan mengajar
Garis (a) menunjukkan hubungan antara tujuan instruksional dengan
pengalaman belajar, garis (b) menunjukkan hubungan antara pengalaman
belajar dengan hasil belajar, dan garis (c) menunjukkan hubungan tujuan
instruksional dan hasil belajar. Dari diagram di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa kegiatan penilaian dinyatakan oleh garis (c), yakni suatu tindakan atau
kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat
dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang
diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman belajar (poses
belajar-mengajar). Sedangkan garis (b) merupakan kegiatan penilaian untuk
mengetahui keefektifan pengalaman belajar dalam mencapai hasil yang
optimal.
Tujuan instruksional pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku
yang diinginkan pada diri siswa. Oleh sebab itu, dalam penilaian hendaknya
diperiksa sejauh mana perubahan tingkah laku siswa telah terjadi melalui
proses belajarnya. (Nana Sudjana, 1989: 2)
Penilaian hasil belajar menurut Nana Sudjana (1989: 3) adalah proses
pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai oleh siswa dengan
kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilainya adalah
(a) Tujuan instruksional Pengalaman belajar (proses belajar-mengajar) Hasil Belajar (b) (c)
hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotoris.
Nana Sudjana (1989: 22) menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan
nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni:
1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan kedua aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat
tinggi.
2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a)
gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan
perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan
kompelks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif .
Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai
oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa
dalam menguasai isi bahan pengajaran. Maka dalam penelitian ini hasil belajar
Menurut Benyamin Bloom dalam Nana Sudjana (1989: 22), aspek
kognitif terdiri atas enam tingkatan, yaitu:
1. Tipe hasil belajar: Pengetahuan (knowledge)
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata
knowledge. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat, sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan di samping pengetahuan
hafalan atau untuk diliingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, nama
tokoh. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu
dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan
atau pemahaman konsep-konsep lainnya.
2. Tipe hasil belajar: Pemahaman (comprehension)
Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi
dari pada pengetahuan. namun tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak
perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami perlu terlebih dahulu
mengetahui atau mengenal.
Pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan suatu
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada
tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan
kembali sesuatu yang telah ia dengar dengan kata-kata sendiri.
3. Tipe hasil belajar: Penerapan (aplication)
Penerapan adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi
khusus. Abstraksi tersebut merupakan ide, teori atau petunjuk teknis.
Mengulang-ulang menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan
hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi
baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah. Kecuali itu, ada satu
unsur lagi yang perlu masuk, yaitu abstraksi tersebut perlu berupa prinsip
atau generalisasi, yakni sesuatu yang umum sifatnya untuk ditetapkan pada
situasi khusus.
4. Tipe hasil belajar: Analisis (analysis)
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya atau susunannya. Analisis
merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari
ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai
pemahaman yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi
bagian-bagian yang tetap terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya,
untuk hal lain memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami
sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah dapat berkembang pada
seseorang, maka ia akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara
kreatif.
5. Tipe hasil belajar: Sintesis (synthesis)
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh
disebut sintesis. Berpikir berdasarkan pengetahuan hafalan, bepikir
pemahaman, berpikir aplikasi dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai
divergen. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir
divergen, pemecahan atau jawabannya belum dapat dipastikan.
6. Tipe hasil belajar: Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang
memungkinkan dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan,
metode, materi dengan menggunakan kriteria tertentu.
Dari uraian beberapa tingkatan dalam ranah kognitif, maka dalam
penelitian ini, soal pre-test dan post-test yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa, mengacu pada keenam tingkatan dalam
ranah kognitif tersebut serta membantu siswa untuk mencapai ketuntasan
belajar. Keberhasilan belajar diukur dengan cara membandingkan hasil dari
pre-test dan post-test, persentase ketuntasan terhadap KKM serta persentase klasifikasi keberhasilan belajar siswa.