D. Metode Pengukuran
3. Tingkat Trofik
Perairan Teluk Kendari sebagai perairan semi tertutup memiliki enam kelompok trofik, yaitu detritus, fitoplankton, zooplankton, makroavertebrata bentik, ikan herbivora fitoplanktivora, dan karnivora. Keenam kelompok tersebut menduduki tingkat trofik yang berbeda dalam ekosistem.
Tingkat trofik ikan dominan di perairan Teluk Kendari tertera pada Tabel 10. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar ikan dominan adalah herbivora (fitoplanktivora) dengan nilai Trophi berkisar 2,06–2,34. Kisaran nilai tersebut
menunjukkan bahwa ikan dominan di perairan ini berada pada tingkat trofik rendah. Semakin rendah nilai tersebut maka semakin kecil energi yang dibutuhkan oleh ikan dominan untuk memperoleh makanannya dan akan dapat tumbuh dengan jumlah yang lebih banyak (Nontji, 2006).
Tabel 10. Tingkat trofik ikan dominan di perairan Teluk Kendari
No. Ikan Makanan Trophi Tingkat
Trofik
Utama Tambahan
1 Teri * Fitoplankton Zooplankton 2,17 Herbivora
2 Japuh * Fitoplankton Zooplankton 2,26 Herbivora
3 Tembang * Fitoplankton Zooplankton 2,25 Herbivora
4 Siro * Fitoplankton Zooplankton 2,28 Herbivora
5 Gargahing * Fitoplankton Zooplankton 2,19 Herbivora
6 Peperek cina ** Fitoplankton Zooplankton 2,15 Herbivora
7 Biji nangka ** Fitoplankton Zooplankton 2,20 Herbivora
8 Kembung perempuan * Fitoplankton Zooplankton 2,25 Herbivora
9 Kembung lelaki * Fitoplankton Zooplankton 2,31 Herbivora
10 Peperek secutor ** Fitoplankton Zooplankton 2,12 Herbivora
11 Belanak * Fitoplankton Detritus 2,09 Herbivora
12 Peperek blochii Fitoplankton Detritus 2,08 Herbivora
13 Peseng;peseng * Fitoplankton Detritus 2,06 Herbivora
14 Kuweh * Fitoplankton Makroavertebrata bentik 2,24 Herbivora
15 Kurisi juwana ** Fitoplankton Makroavertebrata bentik 2,34 Herbivora
Kurisi besar** Ikan Fitoplankton 3,42 Karnivora
Keterangan :
* = Pelagis ** = Demersal
Idealnya ikan peseng peseng, peperek blochii, dan belanak (Trophi = 2,06–2,09)
mempunyai jumlah populasi yang banyak di perairan karena hanya membutuhkan energi yang sedikit dalam memperoleh makanannya dan dapat tumbuh lebih banyak. Namun karena populasi tersebut kurang mampu memanfaatkan makanan yang bervariasi di perairan, ditunjukkan oleh rendahnya luas relung (Tabel 8), maka jumlah populasi ikan tersebut lebih rendah dibandingkan populasi ikan tembang dan siro yang mempunyai luas relung lebih besar.
Dominasi ikan fitoplanktivora di perairan ini berkaitan dengan kemampuan ikan tersebut dalam mengambil makanan di perairan. Ikan planktivora mengambil makanannya dengan cara penyaringan. Walaupun perairan keruh, namun kekeruhan 5–10 NTU tidak membatasi ikan tersebut dalam mencari makanannya, seperti yang dilaporkan pada ikan planktivora Oncorhynchus keta dan Theragra chalcogramma (de Robertis et al., 2003). Gerking (1994) menyatakan bahwa ikan planktivora umumnya mengambil makanannya dengan cara menyaring. Partikel makanan yang masuk akan terperangkap dalam tapis insang sedangkan partikel kecil yang tidak dimanfaatkan akan dikeluarkan melalui operkulum yang terbuka saat melakukan penyaringan. Engraulidae, Clupeidae, dan Scombridae merupakan contoh famili yang mengambil makanannya melalui cara penyaringan (Vandewalle et al., 2000 dan Salman et al., 2005). Kondisi tersebut dapat menjelaskan penyebab dominasi ikan herbivora fitoplanktivora di perairan Teluk Kendari. Selain itu, dominasi ikan planktivora yang berada pada tingkat trofik rendah juga disebabkan oleh kurangnya populasi ikan pemangsa di perairan ini (Tabel 10). Frank et al. (2005) dan Myers et al. (2007) melaporkan bahwa berkurangnya kelimpahan karnivora yang diindikasikan dengan penurunan rata-rata panjang dan bobot individu dalam populasi akan merubah struktur trofik dalam ekosistem. Rendahnya kelimpahan populasi tersebut akan menghasilkan peningkatan tingkat trofik rendah karena mangsa terhindar dari pemangsaan. Kondisi tersebut menyebabkan sumber daya ikan secara bertahap berubah dari spesies yang berada di tingkat trofik atas menjadi spesies yang berada pada tingkat trofik bawah dalam jejaring makanan (Jaureguizar & Milessi, 2008 dan Freire & Pauly, 2010).
Berbeda dengan ikan fitoplanktivora, jumlah populasi ikan karnivora, detritivora, bentivora, dan herbivora makrofita di perairan ini sangat rendah (Lampiran 9). Hal ini berkaitan dengan tidak ditemukannya lagi daerah makanan seperti hamparan makroalga dan tumbuhan lamun akibat tingginya kekeruhan (0,42–10,25 NTU), total padatan
tersuspensi (255–418 mg L-1) (Irawati, 2011), dan tekanan sedimentasi (Bappeda, 2000). Kondisi tersebut diduga membatasi keberadaan populasi ikan tersebut di perairan.
Tingginya kekeruhan dapat mengurangi jangkauan penglihatan pada ikan karnivora (piscivora) dalam mencari makanannya seperti ukuran, bentuk, dan warna makanan sehingga membatasi keberadaan ikan tersebut di perairan ini (Kneib, 1987; Barrett et al., 1992; Blaber et al., 1995; dan Carter et al., 2010). Di perairan lain, tingkat pemangsaan ikan piscivora, Anoplopoma fimbria, lebih rendah tiga kali lipat pada kekeruhan 5 NTU daripada di air yang jernih, dan mangsa tidak ada yang dikonsumsi pada kekeruhan 10 NTU (de Robertis et al., 2003). Pada ikan cod Atlantik, Godus morhua, walaupun peredaman cahaya pada 28 m-1 tidak banyak berpengaruh terhadap aktivitas mencari makanan karena adanya chemoreceptor, namun kekeruhan yang tinggi (peredaman cahaya sampai 17 m-1) menyebabkan ikan tersebut membutuhkan energi yang lebih besar dalam mencari makanannya di perairan (Meager & Batty, 2007).
Tingginya kekeruhan dan padatan tersuspensi juga menyebabkan ikan bentivora membutuhkan energi yang lebih besar dalam mencari makanannya dalam perairan. Kondisi tersebut kurang menguntungkan dalam pembelanjaan energi karena kekeruhan menghambat visual lokasi mangsa seperti yang dilaporkan oleh Staudinger & Juanes (2010) pada ikan flounder, Paralichthys dentatus. Konsekuensinya, jarak untuk mendeteksi mangsa yang dekat akan berkurang, aktivitas pengejaran akan lebih tinggi dan peluang gagal cukup besar. Torres-Navarro & Lyons (1999) juga melaporkan bahwa ikan detritivora, Agonostomus monticola (Pisces: Mugilidae), di perairan Mexico berkurang jumlah konsumsinya terhadap alga saat kekeruhan tinggi di musim hujan dibandingkan saat musim kemarau. Selain membatasi dalam hal makanan, kekeruhan dan sedimentasi juga menyebabkan tertutupnya habitat dan daerah pemijahan yang cocok bagi ikan di perairan Teluk Kendari, seperti yang juga terjadi di perairan lain (Henley et al., 2000 dan Bunt et al., 2004).
4. Jejaring makanan
Dalam menggambarkan jejaring makanan, ikan dominan di perairan ini dikelompokkan ke dalam lima kelompok berdasarkan nilai Trophi (Tabel 10), sebagai
berikut :
a. Kelompok I (Trophi = 2,0–2,10), terdiri atas ikan belanak, peperek blochii, dan peseng-
b. Kelompok II (Trophi = 2,11–2,20), terdiri atas ikan teri, gargahing, peperek cina, biji
nangka, dan peperek secutor.
c. Kelompok III (Trophi = 2,21–2,30), terdiri atas ikan japuh, tembang, siro, kembung
perempuan, dan kuweh.
d. Kelompok IV (Trophi = 2,31–2,41), terdiri atas ikan kembung lelaki dan kurisi juwana.
e. Kelompok V (Trophi = 3,42), hanya terdiri atas ikan kurisi dewasa.
Melalui jejaring makanan berdasarkan kebiasaan makanan dapat diketahui arah aliran energi yang terjadi antar kelompok trofik dalam komunitas ikan di perairan Teluk Kendari (Gambar 14). Gambar tersebut menunjukkan bahwa di perairan ini, tingkat trofik terendah (Trophi = 1) terdiri atas komponen fitoplankton dan detritus seperti yang juga
ditemukan di perairan Gulf Thailand (Christensen & Walters, 2004), Brazil Selatan (Velasco & Castello, 2005), dan Brazil bagian tenggara (Rocha et al., 2007). Sebaliknya di perairan Raja Ampat Papua (Pitcher et al., 2007), Brazil Timur (Freire et al., 2008), dan Srilangka (Haputhantri et al., 2008), tingkat trofik terendah selain terdiri atas komponen fitoplankton dan detritus, juga terdiri atas fitobentos dan zooxanthella pada karang. Di perairan Teluk Kendari, Gulf Thailand, Brazil Selatan dan Brazil bagian tenggara, fitoplankton sebagai komponen autotrof bersifat generalis sedangkan di perairan Raja Ampat Papua, Brazil Timur, dan Srilangka, komponen autotrof-nya lebih spesialis yang berarti peranan atau fungsi di dalam komunitas telah terbagi-bagi menjadi lebih sempit dan oleh karenanya spesies penyusun tersebut lebih terspesialisasi.
Gambar 14 juga menunjukkan bahwa energi dalam bentuk aliran materi/makanan yang masuk dalam satu kelompok (tanda panah) merupakan hasil dari pemangsaan terhadap trofik di bawahnya. Energi tersebut digunakan untuk pemeliharaan tubuh, memperbesar biomassa, untuk reproduksi, dan ada energi yang hilang karena digunakan untuk respirasi, mati karena pemangsaan, dan yang tidak terasimilasi akan masuk ke dalam siklus detritus.
Selain melalui rantai makanan perambanan, tingkat trofik ikan di perairan ini juga didukung oleh rantai makanan detritus (Gambar 14). Pada kelompok ikan dominan, terlihat bahwa rantai makanan perambanan lebih berperan dibandingkan rantai makanan detritus. Kondisi tersebut di dasarkan pada kebiasaan makanan ikan dominan di perairan ini yang bersifat herbivora fitoplanktivora (Tabel 8 dan 9). Sebaliknya untuk kelompok makroavertebrata bentik, rantai makanan detritus yang lebih berperan dibandingkan rantai
Keterangan : = Pemangsaan Fitoplanktivora = # $ % $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ $ sp., $ $ $ Planktivora = # & $ $ $ ' $ ' $ $ $ # $ % ( $ $ $ $ ) $ * $ $ $ + $ ) $ ) $ ' $ ' $ ! $ Bentivora = $ % sp. 1$ % $ $ + $ $ * $ $ ) $ $ + $ + $ $ % sp.$ % $ , Karnivora = $ $ $ $ + $ $ $ $ % $ Karnivora puncak =
Gambar 14. Jejaring makanan populasi ikan dominan (A) dan komunitas ikan (B) di perairan Teluk Kendari
A
makanan perambanan, seperti yang dilaporkan oleh Kennish (2000), Byrén (2004), dan de Master et al. (2011).
Di perairan Teluk Kendari, biomassa total fitoplankton yang ditentukan berdasarkan klorofil a sebesar 15.870 kg th-1. Dari total biomassa tersebut hanya sebagian yang dapat mendukung tingkat trofik di atasnya. Jika efisiensi transfer energi antar tingkatan trofik hanya sebesar 10% (Odum, 1998; Jennings et al., 2003; Nontji, 2006), maka biomassa fitoplankton sebesar 15.870 kg th-1 hanya dapat mendukung biomassa trofik kedua (zooplankton, makroavertebrata bentik, dan ikan fitoplanktivora) sebanyak 1.587 kg th-1, yang selanjutnya dapat mendukung biomassa trofik ketiga, ikan karnivora pemakan herbivora (kurisi dewasa) sebesar 159 kg th-1.
Uraian di atas menunjukkan bahwa besarnya energi dalam bentuk makanan yang diperoleh di setiap tingkatan trofik terlihat cukup rendah. Sementara energi dalam bentuk makanan tersebut dipindahkan dari satu jenjang ke jenjang berikutnya maka sebagian besar energi tersebut akan hilang sebagai entropi dan dipakai dalam proses metabolisme oleh organisme seperti respirasi, berenang, makan, pertumbuhan, dan reproduksi.
Kecilnya ukuran ikan yang tercermin dari rataan panjang dan bobot di perairan ini (Tabel 6) menunjukkan bahwa: 1) perairan Teluk Kendari hanya dimanfaatkan oleh sebagian besar populasi ikan sebagai daerah pengasuhan dan saat dewasa bermigrasi ke perairan lain untuk melengkapi siklus hidupnya; 2) ketersediaan makanan di perairan kecil (0,41-2,87 mg chl a m-3) , sehingga juwana ikan yang menetap di kawasan tersebut tidak dapat tumbuh optimal dan berakibat pada ukuran dan bobot tubuh ikan yang rendah. Sementara induk ikan akan cenderung mencari daerah lain untuk memijah yang mampu menyediakan makanan bagi keturunannya; dan 3) hanya sebagian kecil energi potensial dari makanan yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan ikan. Idealnya sumber daya makanan yang tersedia di perairan dapat digunakan oleh setiap populasi ikan untuk tumbuh, memperbesar biomassa, dan bereproduksi, selain dimanfaatkan untuk respirasi atau kembali ke detritus. Namun kenyataannya kondisi tersebut tidak ditemukan di perairan Teluk Kendari. Keadaan tersebut disebabkan oleh energi potensial makanan lebih banyak digunakan untuk pemeliharaan tubuh dalam menoleransi kondisi perairan yang kurang menguntungkan (kekeruhan dan padatan tersuspensi perairan tinggi). Irawati (2011) melaporkan bahwa padatan tersuspensi di perairan ini cukup tinggi yaitu berkisar antara 255–418 mg L-1. Tingginya kekeruhan dan padatan tersuspensi tersebut menyebabkan populasi ikan mengalami gangguan pertumbuhan, seperti yang dilaporkan oleh Birtwell (1999) pada ikan Arctic grayling, Thymallus arcticus arcticus. Jika
konsentrasi padatan tersuspensi lebih besar dari 100 mg L-1 maka dapat menimbulkan gangguan pada ikan tersebut dalam aktivitas mencari makanan sehingga laju pertumbuhannya menjadi terhambat.
Walaupun ikan planktivora cukup dominan di perairan ini dan aktivitas mencari makanannya tidak dibatasi oleh kekeruhan, namun kondisi tersebut menyebabkan sebagian besar energi yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi makanan dari tingkat trofik di bawahnya digunakan terlebih dahulu untuk pemeliharaan tubuh dalam hal menoleransi kondisi perairan yang tidak menguntungkan. Semakin banyak energi yang dibutuhkan untuk menyesuaikan kondisi tersebut maka energi untuk pertumbuhan semakin rendah dan akhirnya berdampak pada rendahnya bobot tubuh ikan di perairan ini.
D. Pengelolaan Sumber Daya Ikan
Perairan Teluk Kendari sebagai perairan semi tertutup merupakan perairan estuari atau perairan transisi antara perairan tawar dan laut. Pengelolaan sumber daya di wilayah ini sangat dibutuhkan mengingat kawasan ini merupakan wilayah penting bagi ikan air tawar, laut, dan kemungkinan ikan-ikan yang menggunakan daerah ini sebagai jalur migrasi.
Sejak pengoperasian alat tangkap ikan seperti bagan, sero, jaring, bahan peledak dan beracun dihentikan di perairan Teluk Kendari (SK Gubernur Sulawesi Tenggara No. 930 tahun 1995), usaha penangkapan ikan di perairan ini berkurang. Dengan aturan tersebut diharapkan sumber daya ikan di perairan Teluk Kendari menjadi lebih baik (jumlah individu, ukuran panjang, dan rataan bobot meningkat).
Rendahnya populasi ikan di perairan ini yang tercermin dari jumlah individu, panjang dan bobot tubuh yang rendah (Tabel 6, Lampiran 9 dan 11) terjadi akibat pertumbuhan ikan yang rendah. Hal ini berkaitan dengan kemampuan pulih ikan yang membutuhkan waktu yang panjang, ketersediaan sumber daya makanan yang rendah, dan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, walaupun kegiatan penangkapan telah dihentikan.
Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan pengelolaan sumber daya ikan berdasarkan pendekatan interaksi trofik dengan mempertimbangkan komponen ekosistem seperti produktivitas primer, sumber daya ikan dan berbagai pola hubungan makan- memakan atau rantai dan jaring makanan. Pengelolaan sumber daya ikan diarahkan agar pemanfaatan sumber daya ikan menjadi optimal dengan menjamin kelestariannya.
Beberapa upaya alternatif yang dapat dilakukan dalam menunjang upaya tersebut adalah: perlindungan habitat ikan, pengendalian kekeruhan, dan pengembangan perikanan rekreasi di perairan Teluk Kendari.