• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Terminologi Pascapanen Padi

Pengertian pascapanen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai dipasarkan kepada konsumen dalam bentuk beras. Kegiatan pascapanen meliputi pemanenan (harvesting), perontokan (threshing), pengangkutan (transportation), pembersihan (cleaning), pengeringan (drying), penyimpanan (storage), penggilingan (hulling atau polishing), dan pemasaran (marketing) (Patiwiri, 2006).

Padi biasanya dipanen pada kadar air sekitar 20-24%. Alat panen yang digunakan umumnya adalah sabit atau menggunakan ani-ani (10-15%) dan sebagian yang lain menggunakan peralatan mekanis seperti mechanical binder atau combine harvester (5%). Perontokan gabah sebagian besar dilakukan langsung di sawah setelah panen dengan cara menginjak-injak menggebot ke atas kayu atau bambu, memukul dengan kayu atau perontok pedal, dan menggunakan power thresher, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan dan pengeringan.

Proses pengeringan gabah bertujuan untuk menurunkan kadar air gabah agar dicapai tingkat kadar air yang aman untuk disimpan atau untuk penggilingan. Kadar air yang baik untuk penyimpanan adalah 14%. Pengeringan gabah biasanya masih dilakukan dengan cara penjemuran. Setelah dikeringkan gabah dapat langsung digiling atau disimpan.

Penggilingan gabah yang telah dikeringkan adalah usaha untuk memisahkan kulit gabah (sekam) dan dedak dari butir gabah untuk diolah menjadi beras sosoh (polish rice). Susut yang terjadi cukup besar selama proses penggilingan, setelah proses pemanenan dan perontokan. Oleh karena itu, penggilingan memerlukan perencanaan dan pemilihan alat yang baik (Surajit K. De Datta, 1981).

Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik gabah sangat perlu diketahui karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran gabah menjadi beras putih. Butiran gabah memiliki bentuk awal berupa gabah kering giling (GKG), masih memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih.

Kualitas fisik gabah ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan persen (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase barat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin rendah. Kualitas gabah akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling.

Rendemen giling =

x 100% ... (1)

Dimana :

Wsosoh = Berat beras sosoh (kg) Wgabah = Berat gabah (kg)

5 Berat sosoh yang dimaksud adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Selain dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan.

Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung dan sebagainya. Termasuk pula dalam kategori kotoran adalah butir-butir gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit) dan gabah patah.

Tabel 3. Standar mutu gabah berdasarkan SNI No. 01-0224-1987

Kriteria mutu Mutu I

(%)

Mutu II (%)

Mutu III (%)

Kadar air (maks) 14 14 14

Gabah hampa (maks) 1 2 3

Butir rusak + butir kuning

(maks) 2 5 7

Butir mengapur + gabah muda

(maks) 1 5 10

Gabah merah (maks) 1 2 4

Benda asing (maks) - 0.5 1

Gabah varietas lain (maks) 2 5 10

B. Proses Penggilingan Padi

Langkah awal pada tahap ini adalah menyiapkan gabah yang akan digiling. Gabah yang telah dimasukkan dalam karung dikeluarkan untuk kemudian dijemur. Proses ini dilakukan di lantai jemur khusus yang telah dibuat. Saat penjemuran gabah dibolak-balik secara kontinu. Tujuannya adalah memperoleh tingkat kekeringan yang seragam. Hal ini biasanya dilakukan sebanyak dua kali dengan masing-masingnya berdurasi 6 jam atau disesuaikan dengan keadaan cuaca. Setelah gabah kering, yaitu dengan kadar air ideal kurang lebih sebesar 14% gabah telah siap untuk digiling.

Penggilingan padi adalah salah satu tahapan pascapanen padi yang terdiri dari rangkaian beberapa proses untuk mengolah gabah menjadi beras siap konsumsi. Gabah yang dimasukkan pada proses penggilingan padi adalah gabah kering giling (GKG). Gabah kering giling (GKG) adalah gabah yang memiliki kadar air kurang lebih 14% dan hasilnya berupa beras sosoh berwarna putih yang siap dikonsumsi.

Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan. Bagian-bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan Bagian-bagian utama yang berupa beras akan dipertahankan. Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butir beras akan patah selama mengalami proses penggilingan. Menurut Esmay et al. (1979), operasi penggilinganyang baik akan menghasilkan kualitas beras yang baik, susut rendah dan biaya pengolahan yang rendah pula.

Pada Gambar 1 ditunjukkan perubahan bobot butiran padi pada tahap-tahap proses penggilingan padi. Diagram ini disebut diagram Sankey sesuai dengan nama penemunya. Nilai-nilai numerik di dalam diagram Sankey dapat berbeda-beda bergantung pada varietas padi yang digiling serta sistem penggilingan padi yang dipakai. Nilai-nilai yang ditunjukkan pada gambar 1 adalah

nilai-6 nilai untuk padi yang berasal dari Amerika yang berbutir panjang (long grain).

Seperti tampak pada Gambar 1, gabah kering panen yang memiliki kadar air sekitar 20% akan menurun beratnya sebanyak 7% setelah mengalami proses pengeringan hingga menjadi gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14%. Apabila tidak langsung digiling, gabah terlebih dahulu disimpan dalam bentuk gabah kering giling.

Gambar 1. Diagram Sankey

Gabah kering giling yang memiliki kadar air sekitar 14% dan kotoran sekitar 3% dianggap sebagai bobot awal (100%) yang merupakan masukan terhadap proses penggilingan. Proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan kotoran-kotoran yang berjumlah kira-kira 3% dari bobot gabah awal. Selanjutnya gabah bersih mengalami proses pemecahan kulit, di mana sekam yang berbobot 20% dari bobot gabah awal akan terlepas dari butiran gabah, dan akan tersisa dari beras pecah kulit sebanyak 77%. Beras pecah kulit kemudian melalui proses penyosohan untuk memisahkan bekatulnya dan untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Akibat proses ini diperoleh bekatul sebanyak 10% dari berat gabah awal, beras kepala sebanyak 15%. Persentase sekam dan bekatul semata-mata disebabkan oleh perbedaan varietas padi, sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai.

Yang disebut sebagai hasil utama proses penggilingan padi adalah beras sosoh, yaitu gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar. Jadi, hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir. Jumlah yang dihasilkan dapat diperkirakan dari diagram Sankey pada gambar 1, yaitu sekam sebanyak 20%, bekatul 10%, dan menir 2% dari berat gabah awal yang digiling. Hasil-hasil samping tersebut memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sekam dipakai sebagai bahan bakar atau media tumbuh tanaman hidroponik,

7 bekatul dipakai sebagai bahan pakan ternak, makanan manusia, minyak bekatul (brain oil) dan menir biasanya diolah lebih lanjut menjadi tepung beras dan pakan ternak (Patiwiri, 2006).

Dari proses penggilingan padi akan dihasilkan beras kepala (nead rice), beras patah (broken rice), dan menir (Bor S. Luh, 1980). BULOG memberikan klasifikasi ukuran yang berbeda, yaitu menir memliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang ayakan 2.0 mm, beras patah memiliki ukuran 2/10 sampai 6/10 bagian beras utuh, sedangkan beras kepala memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh. Hasil utama proses penggilingan padi adalah beras sosoh, yaitu beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir disebut sebagai hasil sampingan karena tidak dikonsumsi sebagai nasi. Jadi hasil samping proses penggilingan padi berupa sekam, bekatul, dan menir.

Untuk menjalankan rangkaian penggilingan padi diperlukan rangkaian mesin/alat yang keselurahannya disebut sistem penggilingan padi. Rangkaian mesin-mesin berfungsi mengupas kulit gabah (sekam), memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkupas (beras pecah kulit), melepaskan lapisan bekatul dari beras pecah kulit dan yang terakhir memoles beras hingga siap dikonsumsi dan memiliki penampakan yang menarik.

Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi dapat berupa rangkaian yang lengkap atau hanya rangkaian beberapa buah mesin. Kelengkapan rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir penggilingan. Untuk menghasilkan hasil penggilingan yang baik, sistem penggilingan padi seharusnya terdiri dari rangkaian-rangkaian mesin yang lengkap. Namun dengan adanya keterbatasan modal untuk pengadaan mesin-mesin penggilingan padi secara lengkap, maka suatu sistem penggilingan padi dapat mengurangi rangkaian mesin yang dipakai. Hal ini tentu saja akan mengurangi kuantitas dan kualitas beras hasil penggilingan.

1. Pemecahan Kulit (Husking, Hulling, Shelling)

Pemecahan atau pengelupasan kulit bertujuan untuk melepaskan kulit gabah dengan kerusakan sekecil mengkin pada butiran beras. Bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma dan glume atau keseluruhannya disebut sekam. Mesin yang dipakai misalnya husker, huller

atau sheller.

Sebagian besar gabah yang dimasukan ke dalam mesin pemecah kulit akan terkelupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkelupas. Butiran gabah yang terkelupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Gabah yang belum terkelupas dapat berupa gabah utuh atau gabah yang telah pecah kulitnya, namun sekam belum terlepas dari butiran berasnya. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkelupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.

Untuk mendapatkan kualitas pengupasan yang baik, yaitu efisiensi pengupasan yang baik adalah jika efisiensi pengupasan yang tinggi dan tingkat beras patah yang rendah, maka perlu dilakukan penyetelan mesin pemecah kulit secara tepat. Apabila mesin diatur untuk mendapatkan efisiensi pengupasan yang tinggi, biasanya tingkat kerusakan beras yang terjadi akan tinggi pula. Sebaliknya, apabila mesin diatur untuk mendapatkan tingkat beras patah yang rendah, biasanya efisiensi pengupasan yang dihasilkan akan rendah pula.

Ada dua prinsip pemecahan atau pengupasan kulit gabah yaitu mesin-mesin yang memakai prinsip pemecahan kulit dengan dua tegangan geser berlawanan yang disebut kelompok friksional, dimana dinding bahan penggesek memberikan gaya gesekan pada sisi-sisi gabah. Sedangkan yang memakai prinsip pemecahan dengan satu tegangan geser disebut kelompok sentrifugal. Pada kelompok sentrifugal , untuk menimbulkan tegangan geser yang cukup untuk pengupasan, gabah dibenturkan dengan kecepatan tinggi.

8 Tabel 4. Klasifikasi mesin pemecah kulit

Kelompok Tipe

Friksional Hand mill

Engelberg

Under runner disk husker Rubber roll husker

Sentrifugal Impact husker

Impeller husker Vacum husker

Sumber: Patiwiri, 2006

Ada beberapa jenis husker antara lain engelberg husker, under-runner disc husker, rubber roll husker, impact husker, impeller husker, dan vacum husker.

a. Engelberg husker

Mesin pemecah kulit tipe Engelberg (Engelberg husker) atau disebut juga tipe silinder besi, merupakan tipe paling awal mesin pemecah kulit. Pertama kali mesin Engelberg dirancang untuk dapat melakukan dua jenis pekerjaan, yaitu pemecahan kulit dan penyosohan. Penggunaan mesin Engelberg semakin berkurang dengan diciptakannya mesin-mesin baru yang lebih maju.

Mesin ini bekerja dengan prinsip pemberian dua tegangan geser berlawanan pada dua sisi gabah. Tegangan yang terjadi sebagai akibat dari adanya gesekan silinder yang berputar. Pada sisi luar silinder terdapat tonjolan-tonjolan besi sebanyak 5-6 buah yang dipasang membujur di sepanjang sisi silinder. Tonjolan-tonjolan inilah yang bersama dengan pisau pengupas yang akan menjepit dan menggesek gabah pada waktu silinder berputar.

b. Under-runner disc husker

Mesin under-runner disk husker memecahkan sekam dengan dua buah piringan. Kedua piringan tersebut dipasang di atas yang lain. Piringan yang terletak di atas di pasang diam tidak bergerak, sedangkan piringan yang terletak di bawah berputar. Karena piringan memiliki permukaan gesek yang terbuat dari batu, mesin ini disebut juga stone disc husker atau pelmolen.

c. Rubber roll husker

Mesin pemecah kulit tipe rol karet (rubber roll husker) memecahkan sekam dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan. Kedua rol karet tersebut diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan. Untuk mendapatkan hasil pengupasan yang baik, jarak antar kedua rol diatur sekitar 0.5-0.8 mm, yaitu lebih kecil daripada ketebalan satu butir gabah. Rol yang berputar dengan kecepatan tinggi dinamai rol utama, sedangkan rol lainnya dinamakan rol pembantu. Rol utama juga disebut fixed roll karena dipasang pada suatu poros stasioner, sedangkan rol pembantu disebut movable roll karena posisinya dapat digeser untuk mengatur jarak antara kedua rol. Rol utama berputar dengan kecepatan sudut 1050 rpm, sedangkan rol pembantu berputar dengan kecepatan 800 rpm, atau kira-kira 24% lebih lambat daripada rol utama. Kedua rol mempunyai diameter yang sama, berkisar antara 150-250 mm

9 tergantung kapasitas yang direncanakan. Tebalnya berkisar antara 60 mm sampai 250 mm. Mekanisme pemecahan kulit oleh rol karet ditunjukkan pada gambar 2 (Patiwiri, 2006).

Gambar 2. Mekanisme pemecahan kulit dengan rol karet

Rol utama yang berputar lebih cepat biasanya mengalami keausan yang lebih cepat. Untuk alasan ekonomis, daripada mengganti dengan rol baru, akan lebih baik menukar kedua rol, yaitu rol pembantu menjadi rol utama dan rol utama menjadi rol pembantu. Selanjutnya rol utama akan aus lebih cepat, sehingga diameter kedua rol akan cenderung menjadi sama. Setelah kedua rol menjadi sangat aus, yaitu bagian rol karet sudah hampir habis, kedua rol harus diganti dengan rol baru. Pertukaran dan penggantian rol ditunjukkan dengan ilustrasi pada Gambar 3.

Gambar 3. Penukaran dan penggantian rol karena mengalami keausan

d. Impact Husker

Pemecah kulit tipe benturan memakai prinsip pengupasan dengan aplikasi gaya gesekan pada satu sisi gabah. Untuk memberikan gerakan yang cepat kepada gabah, gabah diputar dengan piringan berbentuk lingkaran. Blade-blade karet yang dipasang miring di luar sisi piringan dengan sudut 45˚ yang berlaku sebagai permukaan gesek. Pada waktu terlempar keluar dari piringan, butiran gabah telah memiliki kecepatan dan gaya sentrifugal yang cukup.

10

e. Impeller husker

Pemecah kulit tipe impeller merupakan penyempurnaan dari tipe benturan. Bagian yang disempurnakan adalah permukaan gesek. Butiran gabah diputar dengan piringan yang memiliki kisi-kisi berupa blade. Kumpulan blade yang berputar tersebut berlaku sebagai

impeller. Di samping adanya gaya gesekan yang menahan butiran beras, gabah juga tetap mengalami gaya sentrifugal ke arah luar piringan. Akibat adanya dua gaya tersebut, butiran gabah terpuntir dan terkupas. Pengupasan pada blade-blade ini mengakibatkan 20-50% gabah terkupas (Patiwiri 2006).

f. Vacum husker

Mesin pemecah kulit tipe vakum memiliki prinsip kerja mirip dengan tipe impact

(benturan). Gabah diputar dengan kecepatan tinggi dan kemudian dibenturkan dengan kuat pada dinding karet di pinggiran piring pemutar. Setelah sekam pecah, seluruh butiran diisap keluar oleh isapan udara yang sangat kuat. Hal ini membuat butiran-butiran tertarik dan sekam yang belum terlepas dari butiran beras akan terlepas karena kuatnya isapan. Karena kuatnya isapan tersebut, tipe ini disebut tipe vakum.

2. Pemisahan Sekam

Pemisahan sekam dilakukan setelah pemecahan kulit. Tujuan pemisahan sekam adalah memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh yang belum terkupas selama proses pemecahan kulit. Sekam harus dipisahkan karena penyosohan tidak akan berfungsi baik apabila beras pecah kulit masih bercampur sekam. Disamping itu, tanpa pemisahan sekam persentase beras patah pada penyosohan akan lebih tinggi dan kualitas beras sosoh akan menjadi rendah. Mesin yang digunakan untuk pemisahan ini disebut husk aspirator atau aspirator.

Gambar 4. Aspirator dengan rubber roll husker

Prinsip pemisahan sekam sangat sederhana, yaitu memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh berdasarkan perbedaan berat jenisnya. Pada umumnya mesin pemisah sekam dilengkapi dengan kipas untuk menghisap sekam dan debu. Beras pecah kulit dan gabah akan tetap mengalir ke bawah karena tidak terisap oleh kipas akibat daya beratnya. Beberapa mesin pemisah

11 sekam juga dilengkapi ayakan bergetar untuk memisahkan beras pecah kulit dan dedak kasar sebelum proses pemisahan sekam. Hal ini perlu dilakukan karena beras patah dan dedak kasar memiliki nilai ekonomis.

3. Pemisahan Gabah dan Beras Pecah Kulit

Setelah proses pemecahan kulit dan pemisahan sekam akan dihasilkan campuran beras pecah kulit dan gabah yang masih utuh. Beras pecah kulit dan gabah utuh harus dipisahkan karena memerlukan penanganan yang berbeda. Beras pecah kulit akan diteruskan ke mesin penyosoh, sedangkan gabah utuh akan dikirim kembali ke mesin pemecah kulit. Mesin yang digunakan adalah paddy separator atau separator. Semakin tinggi effisiensi mesin pemecah kulit maka semakin tinggi jumlah beras pecah kulit yang dihasilkan dan semakin rendah jumlah gabah utuh yang tidak terkelupas (Patiwiri, 2006).

Dengan adanya perbedaan karakteristik tersebut telah ditemukan mekanisme yang dapat memisahkan gabah dari butiran beras pecah kulit yaitu dengan cara menampi. Karena gabah lebih ringan, maka butiran-butiran gabah akan terkumpul ke tempat yang berbeda pada bidang penampi. Di samping itu, karena terdapat perbedaan ukuran, dipakai juga prinsip pemisahan dengan mengayak. Ayakan yang dipakai memiliki ukuran lubang yang dapat menahan gabah dan meloloskan beras pecah kulit.

4. Penyosohan

Hasil penggilingan pertama atau beras pecah kulit pada proses pemecahan kulit (husking) yang dihasilkan masih mengandung lapisan bekatul yang membuat beras berwarna gelap kecoklatan. Hal tersebut menjadikan penampakan beras kurang menarik dan rasa nasi yang kurang enak. Maka dari itu perlu dilakukan penyosohan menggunakan mesin penyosoh beras. Untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras dilakukan suatu tahap kegiatan yang disebut penyosohan. Tahap ini disebut juga tahap whitening atau polishing. Disebut whitening karena tahap ini berfungsi merubah beras menjadi beras putih, sedangkan disebut polishing karena permukaan beras digosok untuk membuang lapisan bekatul sehingga didapat beras putih.

Hasil dari tahap ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dan hasil sampingan berupa dedak dan bekatul. Untuk mendapatkan hasil yang baik, tahap ini biasanya dilakukan beberapa kali, baik pada mesin yang sama atau mesin yang berbeda. Mesin-mesin yang dipakai dalam kegiatan penyosohan disebut whitener atau polisher dan dapat ditambah dengan mesin pengkilap serta pencuci (refiner) yang berfungsi mengkilapkan dan mencuci permukaan beras. Makin sering proses penyosohan dilakukan, maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak (Patiwiri, 2006).

Untuk mencapai tujuan penyosohan, yaitu melepaskan lapisan bekatul dari butiran beras dan memberikan warna mengkilap pada beras, butiran beras perlu digosok. Terdapat dua cara menggosok yang diterapkan pada mesin-mesin penyosoh, yaitu menggerinda dengan suatu permukaan kasar dan menekan serta menggesek dengan permukaan rata.

Prinsip menggerinda biasanya diterapkan pada mesin-mesin penyosoh yang dipakai pada tahapan awal penyosohan. Pada tahapan ini, bagian luar butiran perlu dikikis untuk membuang lapisan bekatul. Untuk mengikis diperlukan permukaan kasar yang terbuat dari batu abrasif. Seperti tampak pada Gambar 5a, butiran beras pecah kulit dijepit pada suatu ruang penyosohan. Permukaan abrasif digerakkan dengan kecepatan tinggi, sehingga permukaan kasar tersebut

12 berfungsi seperti gerinda yang mengikis permukaan beras. Selain itu, butiran beras di dalam ruang penyosohan juga cenderung ikut bergerak, sehingga terjadi gesekan antara sesama butiran beras dan antara butiran beras dengan permukaan yang diam. Gesekan-gesekan tersebut juga mengakibatkan lepasnya kulit ari.

a. Menggerinda b. Menekan dan menggesek Gambar 5. Prinsip kerja mesin-mesin penyosoh

Pada prinsip menekan dan menggesek, permukaan yang dipakai menggesek butiran beras dan kecepatan pergerakan permukaan gesek berbeda dari prinsip menggerinda. Prinsip ini biasanya diterapkan pada mesin-mesin penyosoh yang dipakai pada tahap pertengahan atau akhir dari penyosohan. Karena tujuan utamanya bukan mengikis butiran beras, permukaan kasar dan kecepatan gerakan permukaan gesek yang tinggi tidak diperlukan. Sebagai gantinya, yang diperlukan adalah tekanan yang tinggi terhadap butiran beras dan adanya gerakan-gerakan yang membuat butiran beras bergesekan. Tekanan dihasilkan oleh himpitan kedua permukaan dan gerakan-gerakan butiran beras disebabkan oleh perputaran permukaan gesek. Gesekan-gesekan butiran beras pada tekanan tinggi akan melepaskan sisa lapisan dan membuat permukaan beras menjadi rata. Perbedaan tipe abrasif dan tipe tekanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan mesin penyosoh tipe abrasif dan mesin penyosoh tipe tekanan

Sumber: Patiwiri, 2006

5. Pemisahan Beras Berdasarkan Ukuran

Beras hasil penyosohan berupa campuran butiran beras yang memiliki berbagai ukuran. Adanya berbagai ukuran tersebut disebabkan oleh adanya butiran-butiran beras yang patah selama pemecahan kulit dan penyosohan. Untuk memisahkan beras kepala dan beras patah diperlukan

Dokumen terkait