• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi dan Manfaat Komoditas Pepaya

Menurut sejarah, tanaman pepaya berasal dari Amerika Tengah. Beberapa literatur memastikan bahwa plasma nutfah pepaya berasal dari negara Meksiko dan Kosta Rika. Pedagang Spanyol telah berjasa dalam menyebarluaskan tanaman pepaya dari kawasan Amerika ke berbagai negara di dunia. Daerah pusat penyebaran tanaman pepaya diantaranya adalah Florida, Hawai, India, Afrika Selatan dan Australia. Dalam perkembangan selanjutnya, budidaya tanaman pepaya telah menyebar luas di negara-negara yang telah dikenal daerah pertaniannya, baik negara yang beriklim tropis, maupun negara subtropis (Rukmana, 1995).

Di Indonesia, tanaman pepaya tersebar di berbagai daerah dan bahkan telah menjadi tanaman perkarangan pada umumnya. Sentra penanaman pepaya di Indonesia meliputi daerah Jawa Barat (Sukabumi), Jawa Timur (Malang), Yogyakarta (Sleman), Lampung Tengah, Sulawesi Selatan (Toraja), dan Sulawesi Utara (Manado) (BPPT, 2005).

Pepaya tergolong komoditas yang populer serta memiliki manfaat yang cukup beragam. Buah pepaya masak yang mudah rusak dapat diolah menjadi sari pepaya atau dodol pepaya. Buah pepaya pada industri makanan sering dijadikan bahan baku pembuatan saus tomat atau cabai, yaitu untuk menambah cita rasa, warna dan kadar vitamin. Batangnya dapat dijadikan bahan campuran pada pakan ternak melalui proses pengeringan dan pengirisan. Selain itu, produk sampingan pepaya dalam bentuk enzim papain dari getah pepaya juga sering dimanfaatkan untuk kebutuhan industri pengolahan daging kalengan, bir, permen karet serta industri farmasi sebagai bahan pemecah protein (Rahardi, 2004).

Saat ini, IPB dari lembaga Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) telah memiliki beberapa varietas/genotipe pepaya unggulan. Varietas/genotipe yang dimiliki IPB diantaranya adalah Arum Bogor, Prima, Carisya, IPB 4, IPB 5, Sukma, IPB 8, Calina dan IPB 10.

Karakteristik Fisiologis Benih Pepaya

Ada beberapa karakteristik fisiologis dari benih pepaya yang penting untuk diketahui. Berdasarkan hasil penelitian Furutani dan Nagao (1989), diketahui bahwa perkecambahan benih pepaya meningkat ketika dilakukan perlakuan suhu berganti dari suhu 240C sebelum ditransfer pada suhu 320C. Namun, perlakuan suhu berganti dari suhu 320C ke suhu 240C ternyata tidak meningkatkan perkecambahan. Perlakuan suhu berganti pada benih pepaya dari suhu 24 0C dan kemudian dikecambahkan pada suhu 320C ternyata dapat mencegah benih dari pengaruh dormansi.

Benih pepaya yang diproses dari buah masak pohon akan memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi. Benih pepaya yang berasal dari buah matang atau buah lewat matang adalah yang paling tepat untuk perbanyakan (Sangakkara ,1995). Sementara Lubangaol (2008) menyatakan bahwa benih yang berasal dari buah pepaya mengkal yang telah diperam selama 0 hari memiliki viabilitas dan vigor benih yang rendah. Pemeraman buah pepaya mengkal dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Pemeraman buah pepaya mengkal selama 4 dan 7 hari menghasilkan viabilitas dan vigor yang sama baiknya dengan benih yang berasal dari buah pepaya matang pohon dengan semburat kuning 80 - 85 %. Hal serupa juga dinyatakan oleh Murniati dan Fatimah (2008), yaitu benih pepaya yang berasal dari buah yang dipanen saat semburat 30 - 40 % kuning kemudian diikuti pemeraman selama empat hari ternyata memiliki potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, kecepatan tumbuh benih dan indeks vigor yang sama baik dengan benih yang berasal dari buah pepaya matang pohon (80 - 90% kuning).

Pengeringan merupakan salah satu proses penting dalam produksi benih. Melalui proses pengeringan yang baik dan sesuai prosedur dapat meningkatkan viabilitas dari benih ortodoks atau intermediet. Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengeringan pada benih pepaya, lama pengeringan tidak berpengaruh nyata pada viabilitas benih pepaya Varietas Arum Bogor, Prima, Carisya dan Genotipe IPB 5. Genotipe IPB 5 memiliki viabilitas yang tetap tinggi dengan KA sangat rendah (2.75%) di akhir pengeringan yang diindikasi oleh potensi tumbuh maksimum (PTM) sebesar 87.50%, daya berkecambah (DB) sebesar 80% dan kecepatan tumbuh maksimum (KCT) sebesar 6.36 %. Fakta tersebut menunjukkan

sifat benih yang tahan terhadap pengeringan. Viabilitas benih genotipe IPB 8 mengalami penurunan nyata yang dipengaruhi oleh lama pengeringan, tetapi berdasarkan hasil uji tetrazolium (TTZ) masih menunjukkan adanya benih yang hidup sebesar 52% (Pramoedinata, 2007).

Perkecambahan pada benih pepaya ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh faktor cahaya, tetapi juga kulit (testa) benih. Dalam kondisi gelap, daya berkecambah benih pepaya yang dikeringkan dengan cahaya matahari belum dapat mencapai daya berkecambah maksimum, tetapi hanya 21.7%. Tingkat pengupasan kulit benih ternyata berpengaruh terhadap daya berkecambah benih dalam kondisi gelap. Benih yang dibuang sedikit kulitnya menunjukkan rata-rata daya berkecambah 35%, sedangkan yang dikupas seluruhnya 54.42%. Kemungkinan peranan cahaya dalam perkecambahan benih pepaya adalah dalam pembentukkan Phytochrome infra merah. Berkembangnya benih yang dikupas kulitnya pada kondisi gelap disebabkan benih telah membentukPhytocromepada saat benih dikupas. Jadi, tidak berkecambahnya benih pada kondisi gelap bukan disebabkan impermeabilitas kulit benih terhadap air (Suwarno, 1984).

Kematangan buah akan berefek pada kualitas benih pepaya. Sangakkara, (1995) menyatakan bahwa tingkat kedewasaan, kehadiran sarkotesta dan metode pengeringan berefek pada kualitas benih. Sementara Sariet al. (2005) menyatakan bahwa penurunan kadar air benih pepaya hingga sekitar 6% dan dengan adanya sarkotesta yang tetap dipertahankan selama proses pengeringan tidak menyebabkan hilangan viabilitas benih. Namun demikian, pada uji perkecambahan tidak semua menunjukkan hasil yang sama dengan uji tetrazolium. Benih pepaya Varietas Arum Bogor tanpa sarkotesta dapat dikeringkan dengan aman hingga kadar air 6% tanpa adanya kerusakan akibat desikasi dan tanpa terjadinya induksi dormansi.

Vigor bibit pepaya tidak dipengaruhi oleh ukuran benih, tetapi dipengaruhi oleh interaksi antara letak benih dengan varietas. Pada Varietas Cibinong dan Dampit, benih dari bagian ujung buah menghasilkan bibit yang cenderung lebih baik daripada benih yang di bagian pangkal buah. Sedang pada Varietas Jingga, pertumbuhan bibit cenderung lebih baik dihasilkan oleh benih dari bagian pangkal buah (Maisyaroch dan Suwarno, 1986). Sementara Nerson (2007) menyatakan

bahwa kualitas benih dapat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh dari induk, kematangan benih pada saat panen, prosedur ekstraksi benih dan kondisi penyimpanan.

Sifat Benih Pepaya

Benih pepaya tergolong benih intermediet. Benih pepaya bersifat intermediet dan dapat disimpan selama 3 - 6 tahun pada suhu 50C dan RH 40 - 60%, tetapi akan kehilangan viabilitas jika disimpan pada suhu di bawah 00C (Walters dan Towill, 2000). Sementara Sari et al. (2005) menyatakan bahwa benih pepaya termasuk golongan benih ortodoks karena hasil penelitiannya pada benih pepaya Arum Bogor menyebutkan bahwa penurunan kadar air benih tanpa sarkotesta hingga 6 % tidak menyebabkan hilangnya viabilitas maupun terjadinya dormansi.

Benih pepaya disamping tergolong benih ortodoks, ternyata juga tergolong intermediet. Wulandari (2009), berdasarkan hasil penelitiannya mengenai sifat benih menyatakan bahwa benih pepaya memiliki sifat ortodoks dan intermediet. Benih pepaya Varietas Sukma masih memiliki viabilitas hingga akhir periode simpan pada suhu dingin (± -20ºC). Pada perlakuan suhu kamar, viabilitas benih dapat dipertahankan hingga akhir penyimpanan. Diduga benih pepaya Varietas Sukma memiliki sifat benih ortodoks. Benih pepaya Varietas Arum Bogor yang disimpan pada suhu dingin telah kehilangan viabilitas sejak awal periode penyimpanan. Benih pada kondisi suhu kamar dapat dipertahankan viabilitasnya hingga penyimpanan bulan ketiga. Diduga benih pepaya Varietas Arum Bogor memiliki sifat benih intermediet. Pada benih pepaya Varietas Calina yang disimpan pada suhu kamar maupun suhu dingin, viabilitas benih tetap dapat dipertahankan hingga akhir periode simpan. Diduga benih pepaya Varietas Calina menunjukkan sifat benih ortodoks.

Perbedaan antara sifat benih ortodoks dengan sifat benih intermediet adalah berdasarkan respon benih terhadap lama simpan pada lingkungan yang kering. Semua benih yang tahan desikasi pada 5% KA dan di bawah 5% menunjukkan sifat ortodoks (10% - 13% RH pada 200C). Hampir semua atau semua benih tahan desikasi sampai 10% - 12.5% KA dan kurang dari 10% KA akan menurunkan viabilitas benih menunjukkan sifat intermediet (40% - 50% RH pada 200C).

Hampir semua benih tidak tahan pada desikasi sampai 15% - 20% KA menunjukkan sifat rekalsitran (≥ 70% RH pada 200

C). Jika semua atau sebagian besar benih bertahan pada proses desikasi sebelum simpan, tetapi banyak yang mati setelah 12 bulan lama penyimpanan maka kemungkinan benih memiliki sifat intermediet. Jika semua atau sebagian besar benih bertahan pada proses desikasi sebelum simpan, serta banyak benih hidup setelah 12 bulan lama penyimpanan maka kemungkinan benih memiliki sifat ortodoks (Hong dan Ellis, 1996).

Perkecambahan Benih

Perkecambahan yang terjadi pada benih dipengaruhi oleh faktor yang bersifat eksternal maupun internal. Menurut Stabell et al. (1988), suplai oksigen level tinggi dapat menstimulasi benih untuk berkecambah. Sementara Nerson (2007) menyatakan bahwa temperatur yang tepat kemungkinan menjadi faktor paling penting , tetapi perubahan komposisi gas , potensial air dan hormon juga termasuk faktor yang mengatur perkecambahan.

Diketahui bahwa perlakuan primingdapat memberikan pengaruh positif pada benih. Nerson (2007) menyatakan bahwa perlakuanpriming dapat meningkatkan perkecambahan, khususnya ketika diaplikasikan pada benih berkualitas rendah atau benih pada kondisi stres lingkungan. Erinnovita et al.(2008) menambahkan bahwa perlakuan priming dengan pasir pada benih kacang panjang (Vigna

unguiculata Hask. Ssp. Sesquipedalis) dapat meningkatkan daya tumbuh

sebanyak 33.33% menjadi 52.00% dan meningkatkan kecepatan tumbuh sebesar 1.72%/etmal menjadi 2.65%/etmal.

Desikasi benih pepaya sampai kadar air lebih rendah dari 10% akan mengurangi tingkat perkecambahan secara signifikan. Pengeringan benih pepaya di bawah naungan dan suhu lingkungan akan menjaga tingkat perkecambahan pada derajat yang lebih tinggi dibandingkan bila benih dikeringkan menggunakan oven (Sangakkara, 1995).

Kehadiran sarkotesta menghambat perkecambahan benih pepaya secara signifikan dan meningkatkan angka kecambah abnormal. Membuang sarkotesta akan meningkatkan angka perkecambahan benih pepaya. Lama penyimpanan akan

mengurangi angka perkecambahan benih, terutama ketika benih dikeringkan dengan oven (Sangakkara, 1995).

Benih pepaya yang dikeringkan dengan sinar matahari menunjukkan daya berkecambah yang paling tinggi dalam kondisi gelap dibandingkan dengan benih lainnya. Hal ini disebabkan karena intensitas cahaya yang diterima embrio pada saat benih dikeringkan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya, bahkan pada benih yang tidak dikeringkan atau dikeringkan dengan oven 400C hampir tak ada cahaya yang mencapai embrio (Suwarno, 1984).

Dormansi Benih Pepaya

Dormansi adalah suatu keadaan benih hidup yang tidak tumbuh pada kondisi lingkungan yang cukup mendukungnya untuk tumbuh. Menurut Sariet al. (2005), benih pepaya yang mengalami proses pengeringan dengan sarkotesta yang tetap melekat menyebabkan benih mengalami induksi dormansi. Upaya mempertahankan sarkotesta dengan kandungan senyawa fenoliknya yang tinggi pada saat proses desikasi dalam kondisi udara beroksigen diduga meningkatkan impermeabilitas benih pepaya dan mengakibatkan dormansi. Dias et al. (2010) menambahkan bahwa benih segar pepaya dapat mengalami dormansi pascapanen yang dimana akan pecah setelah enam bulan penyimpanan.

Adanya kandungan senyawa fenolik yang tinggi pada sarkotesta benih pepaya dapat menghalangi benih untuk tumbuh berkecambah. Menurut Sariet al. (2007) dalam penelitian terkait kandungan total senyawa fenolik pada benih pepaya menyatakan bahwa benih bersarkotesta memiliki kandungan fenolik dua hingga tiga kali lipat lebih banyak dari pada benih tanpa sarkotesta. Benih bersarkotesta memiliki kandungan total fenolik >327mg/100g bobot kering benih, sedangkan benih tanpa sarkotesta <165mg/100g bobot kering benih. Kandungan senyawa fenolik benih bersarkotesta berkurang selama periode penyimpanan sehingga pada akhir periode simpan 15 minggu relatif sama dengan kandungan senyawa fenolik benih tanpa sarkotesta. Kandungan senyawa fenolik yang sangat tinggi tidak dapat dimanfaatkan sebagai antioksidan penunda kemunduran benih.

Senyawa Pra Perkecambahan Benih

Senyawa pra perkecambahan benih berfungsi untuk meningkatkan kemampuan benih untuk dapat berkecambah, seperti halnya atonik dan KNO3. Menurut

Djumiayah dan Aliudindalam Sumpena (2006), atonik adalah zat tumbuh buatan yang mengandung bahan aktif isomer nitrofen 01 yang fungsinya dapat merangsang pertumbuhan dan mengatasi kerontokan bunga. Ursulum dalam Sumpena (2006) menambahkan bahwa atonik mudah diserap dalam jaringan tanaman, mempercepat aliran protoplasma di dalam sel dan merangsang perakaran sehingga mampu memberikan kekuatan bagi seluruh sel tanaman.

Terbukti pada beberapa percobaan yang telah dilakukan, atonik dapat memberikan pengaruh positif pada perkecambahan benih. Menurut Zaghdani (2002), perlakuan pra perkecambahan pada benih tomat menggunakan larutan atonik 0.25 ml/l ternyata dapat meningkatkan persentase perkecambahan, kecambah normal dan panjang akar. Pada benih mentimun, perlakuan pra perkecambahan menggunakan larutan atonik 0.25 ml/l yang direndam selama delapan jam secara signifikan meningkatkan persentase rasio kecambah vigor dan memiliki kecenderungan meningkatkan persentase perkecambahan akhir dan rasio kecambah normal. Djanaguiramanet al. (2005) juga menyatakan bahwa perlakuan atonik dengan konsentrasi 3 ppm pada benih kapas dan tomat dapat menghasilkan perkecambahan yang maksimum. Sumpena (2006) menambahkan bahwa pemberian atonik dengan konsentrasi 2.0 ml/l meningkatkan vigor kecambah normal tanaman mentimun kultivar "Saturnus".

Kalium nitrat (KNO3) merupakan bahan kimia yang paling banyak digunakan

untuk mempromosikan perkecambahan benih. Konsentrasi 0.1% sampai 0.2% KNO3biasa digunakan dalam pengujian perkecambahan serta direkomendasikan

oleh badan resmi asosiasi analisis benih dan asosiasi internasional pengujian perkecambahan untuk banyak spesies benih tanaman (Copeland dan Mc Donald, 2001). Berdasarkan hasil penelitian Furutani dan Nagao (1993), benih pepaya yang direndam dalam larutan KNO31 M memperlihatkan tingkat perkecambahan

yang lebih tinggi dari pada kontrol, yaitu sebesar 50% jika dibandingkan dengan kontrol yang hanya 11%. Perendaman benih pepaya pada larutan KNO3mengatasi

Sari et al. (2005) juga menyatakan bahwa kehadiran lautan KNO3 mampu

meningkatkan kecepatan tumbuh benih. Secara umum perlakuan pra perkecambahan dengan larutan KNO3yang dilakukan pada benih pepaya mampu

meningkatkan vigor berbeda nyata dengan benih tanpa perlakuan larutan KNO3.

Namun, perlakuan larutan KNO3 belum cukup untuk mematahkan dormansi

pada benih bersarkotesta.

Perlakuan pra perkecambahan dengan larutan KNO3juga memiliki efek positif

terhadap perkecambahan benih Prunus avium L tanpa dan dengan kulit benih. Perendaman pada 7.500 ppm dan 10.000 ppm larutan KNO3 memberikan hasil

perkecambahan yang signifikan, yaitu 64.54% untuk benih yang masih tertutup kulit benih dan 74.24% untuk benih tanpa kulit benih (Çetinbaş dan Koyuncu, 2006). Yucel dan Yilmaz (2009) menambahkan bahwa konsentrasi rendah dari KNO3 (0.5%, 1%) dapat meningkatkan persentase perkecambahan benih Salvia

cyanescans, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi dapat menghambat

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian kadar air dan viabilitas benih. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Mei sampai dengan November 2010.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih pepaya yang telah disimpan pada periode 6-180 minggu dalam kondisi kamar dengan RH 55-77% dan suhu 25.6-30.90C. Benih pepaya berasal dari Varietas Arum Bogor, Prima, Carisya, Genotipe IPB 5 dan IPB 8 yang didapatkan dari PKBT IPB.

Bahan lain yang digunakan, yaitu air murni, larutan senyawa pra perkecambahan (KNO3 dan atonik), pasir, dithane dan plastik. Peralatan yang

digunakan, yaitu tray (200 lubang), hygro-thermometer, gelas ukur, gelas kultur kecil, pipet, timbangan digital, alat siram (sprayer) dan seperangkat alat pengujian kadar air yang meliputi desikator, cawan, pencapit, oven dengan suhu 103 ± 2oC, serta alat tulis.

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian

Penelitian terdiri atas lima percobaan terpisah yang dilakukan berdasarkan pengujian benih dari setiap varietas/genotipe pepaya. Pengujian tidak dimaksudkan untuk membandingkan hasil antar varietas/genotipe benih pepaya, tetapi melihat perbandingan hasil antar kelompok periode simpan benih dalam satu varietas/genotipe benih pepaya. Kelompok benih berdasarkan pada periode simpan benih dari masing-masing varietas/genotipe pepaya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kelompok Periode Simpan Benih pada Masing-Masing Varietas /Genotipe Pepaya, serta Kadar Air Benihnya

Nomor

Percobaan Varietas/GenotipeBenih Pepaya Kelompok PeriodeSimpan Benih Kadar AirBenih

1 Arum Bogor 21 Minggu 10.55% 27 Minggu 11.48% 32 Minggu 7.36% 39 Minggu 8.08% 48 Minggu 10.74% 64 Minggu 10.60% 112 Minggu 8.40% 180 Minggu 9.47% 2 Prima 10 Minggu 12.25% 29 Minggu - 71 Minggu 10.01% 123 Minggu 8.66% 131 Minggu 10.05% 135 Minggu 9.74% 3 Carisya 6 Minggu 11.18% 29 Minggu 8.76% 62 Minggu 6.89% 86 Minggu 11.88% 120 Minggu 13.56% 4 IPB 5 10 Minggu 13.61% 29 Minggu 12.22% 69 Minggu 13.45% 115 Minggu 12.85% 141 Minggu 9.60% 5 IPB 8 27 Minggu 11.38% 83 Minggu 11.10% 84 Minggu 11.31% 92 Minggu 11.18% 142 Minggu 9.77% 156 Minggu 10.71%

Setiap kelompok periode simpan benih diuji dengan perlakuan pra perkecambahan. Perlakuan pra perkecambahan yang digunakan adalah :

a. Perendaman benih pada air murni (P1) b. Perendaman benih pada larutan atonik (P2) c. Perendaman benih pada larutan KNO3 (P3)

Konsentrasi larutan atonik yang dipakai adalah sebesar 0.5%. Sementara konsentrasi larutan KNO3 yang dipakai adalah sebesar 10% (Sari et al., 2005).

Uji dari setiap satu kombinasi perlakuan (perlakukan pra perkecambahan x kelompok periode simpan benih) dilakukan secara triplo. Benih pepaya yang akan disemai, juga dilakukan pengujian kadar air untuk menentukan kadar air awal benih. Pengujian kadar air dilakukan secara duplo.

Percobaan dilakukan dengan menggunakan analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan tiga unit ulangan. Model rancangan yang digunakan adalah:

Yij= μ + αi+εij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan pra perkecambahan ke-i dan ulangan

ke-j

μ = rataan umum

αi = pengaruh perlakuan pra perkecambahan ke-i

εij = pengaruh acak pada perlakuan pra perkecambahan ke-i dan ulangan ke-j

i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3

Jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengamatan, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakanDuncan’s MultipleRange Test (DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian

a. Pengelompokkan Benih Pepaya

Benih dari varietas/genotipe pepaya dikelompokkan dengan jumlah yang sesuai untuk persemaian dan pengujian kadar air. Persemaian setiap satu kombinasi perlakuan membutuhkan sebanyak 90 butir benih (30 butir benih per unit). Jadi, untuk satu kelompok benih membutuhkan sebanyak 270 butir benih. Beberapa kelompok benih yang tidak memenuhi jumlah sebanyak 270 butir benih, dapat diambil 75 butir benih (25 butir benih per unit) atau disesuaikan dengan jumlah benih yang ada untuk setiap satu kombinasi perlakuannya. Pengujian kadar air dilakukan secara duplo, dengan mengambil sebanyak 100 butir benih (50 butir benih per unit).

b. Pengamatan Karakter Fisik Benih dari Setiap Varietas/Genotipe Pepaya Pengamatan karakter fisik benih setiap varietas/genotipe pepaya dilakukan sebelum dilaksanakannya pengujian viabilitas dan vigor benih. Pengamatan Karakter fisik benih meliputi bobot 100 butir benih, panjang benih, lebar benih dan warna benih.

c. Pembuatan Larutan Atonik dan Larutan KNO3

Larutan atonik dan KNO3 merupakan bentuk perlakuan pra perkecambahan

pada benih pepaya. Komposisi bahan aktif yang terkandung dalam senyawa atonik meliputi natrium ortho-nitrofenol 2 g/l (gram/liter), natrium para-nitrofenol 3 g/l, natrium 2-4 dinitrofenol 0.5 g/l dan natrium 5 nitroguaiakol 1 g/l. Cara membuat larutan atonik 0.5% adalah dengan mengencerkan 5 ml larutan atonik murni dengan air hingga mencapai volume 1000 ml. Larutan KNO310% dibuat dengan

cara menimbang 3 g KNO3, kemudian dilarutkan dengan akuades hingga

mencapai volume 30 ml (volume larutan yang dipakai untuk merendam benih). d. Penyemaian Benih

Benih yang telah dikelompokkan kemudian siap untuk disemai dalam tray berisi media pasir. Pasir yang digunakan adalah pasir yang telah diayak halus dan telah diberi perlakuan pestisidadithane2 g/l (Wulandari, 2009).

Sebelum disemai, benih direndam pada air murni atau larutan pra perkecambahan (atonik atau KNO3) selama satu jam. Masing-masing lubangtray

diisi oleh satu benih.Tray yang telah diisi oleh benih kemudian diletakkan pada lokasi yang cukup tersinari cahaya matahari. Penyiraman dilakukan setiap hari, tepatnya pagi hari. Apabila kondisi cuaca kering dengan suhu yang relatif tinggi maka penyiraman dapat dilakukan dua kali, yaitu pagi dan sore hari.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

a. Daya Berkecambah (DB)

Perhitungan dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal (KN) yang tumbuh selama periode perkecambahan dalam dua kali pengamatan. Waktu perhitungan DB yang umum digunakan dengan menghitung persentase kecambah normal (KN) adalah pada 14 hari setelah tanam (HST) dan 30 HST (Wulandari, 2009). DB dihitung dengan menggunakan rumus :

DB = ∑ KN I + ∑ KN II

∑ BT x 100%

Keterangan :

DB = Daya berkecambah benih

KN I = Jumlah kecambah normal pada pengamatan hari pertama KN II = Jumlah kecambah normal pada pengamatan hari kedua BT = Jumlah benih yang disemai

b. Indeks Vigor (IV)

Indeks vigor (IV) ditentukan dengan cara menghitung persentase kecambah normal (KN) yang tumbuh pada perhitungan pertama. Pengamatan indeks vigor dilakukan pada perhitungan pertama, yaitu pada saat 14 HST. IV dihitung dengan menggunakan rumus :

IV = ∑ KN I

∑ BT x 100%

Keterangan :

IV = Indeks vigor

KN I = Jumlah kecambah normal pada pengamatan hari pertama BT = Jumlah benih yang disemai

c. Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum (PTM) benih diperoleh dengan menghitung jumlah benih yang mampu tumbuh menjadi kecambah normal maupun kecambah abnormal. PTM benih dihitung pada akhir periode pengamatan yang dilakukan pada 30 HST. PTM dihitung dengan menggunakan rumus :

PTM = ∑ KNA

∑ BT x 100%

Keterangan :

PTM = Persentase potensi tumbuh maksimum

KNA = Jumlah kecambah normal + kecambah abnormal BT = Jumlah benih yang disemai

d. Kecepatan Tumbuh Benih (KCT)

Kecepatan tumbuh benih (KCT) diperoleh dengan menghitung persentase

waktu perkecambahan dalam kondisi optimum. Kecepatan tumbuh benih (KCT)

dihitung dengan menggunakan rumus :

N W N W N W Nn Wn

KCT  1 1 2 2 3 3 Keterangan :

KCT = Kecepatan tumbuh benih (% KN/etmal)

N 1, 2, ..., a = Pertambahan persentase kecambah normal pada setiap W 1, 2, .., a W 1, 2, ..., a = Periode dari saat semai hingga pengamatan ke-1, 2, ..., a (etmal) e. Panjang Hipokotil Kecambah (PH)

Panjang hipokotil kecambah diukur pangkal hipokotil sampai dengan titik tumbuh daun. Pengukuran panjang hipokotil dilakukan pada 30 HST. Satuan dalam sentimeter (cm).

f. Benih Utuh yang Masih Segar

Benih utuh diamati pada akhir periode percobaan. Pengamatan terhadap benih utuh dilakukan melalui metode pemotongan benih tidak tumbuh yang masih tersisa pada media pasir. Hal ini bertujuan untuk melihat benih yang masih segar dengan kemungkinan keadaan embrio benih yang masih hidup. Jumlah benih utuh yang masih segar dinyatakan dalam satuan persen (%).

g. Kadar Air (KA) Benih

Dokumen terkait