• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. TEORI PENGERINGAN

Pengeringan adalah pengurangan atau penurunan kadar air bahan sampai

mencapai kadar air keseimbangan dengan udara normal di sekitarnya, dimana

penurunan mutu akibat jamur, aktivitas enzim dan insekta dapat diabaikan

(Henderson dan Perry, 1976). Menurut Brooker et al. (1974), pengeringan biji-

bijian dapat dianggap sebagai proses adiabatik, hal ini berarti bahwa panas yang

dibutuhkan untuk penguapan dari air yang terkandung di dalam biji-bijian disuplai

oleh udara pengeringan tanpa perpindahan panas secara konduksi atau radiasi dari

sekitarnya. Mujumdar & Devahastin, 2001 menyatakan, pengeringan adalah

operasi rumit yang meliputi perpindahan panas dan massa transient serta beberapa

laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia, yang pada akhirnya dapat

menyebabkan perubahan mutu hasil. Perubahan fisik yang mungkin terjadi

meliputi: pengkerutan, penggumpalan, kristalisasi, transisi gelas. Pada beberapa

kasus, dapat terjadi reaksi kimia atau biokimia yang diinginkan atau tidak

diinginkan, yang menyebabkan perubahan warna, aroma atau sifat aktifitas

kimianya.

Pada saat suatu bahan dikeringkan terjadi dua proses secara bersamaan,

yaitu: (1) perpindahan energi panas dari lingkungan untuk menguapkan air pada

permukaan bahan, dan (2) perpindahan massa (air) di dalam bahan akibat

penguapan pada proses pertama. Mekanisme pengeringan dapat dijelaskan

dengan teori tekanan uap. Air yang diuapkan terdiri dari air bebas dan air terikat.

Air bebas berada di permukaan bahan dan yang pertama kali akan mengalami

penguapan (Mujumdar dan Devahastin, 2001). Tahap pengeringan pada produk

pertanian pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua, tahap laju pengeringan

konstan dan tahap laju pengeringan menurun. Pada periode laju tetap, laju

pengeringan menyeluruh ditentukan hanya oleh kondisi pindah panas dan massa

yang berada di luar bahan yang dikeringkan, seperti suhu, kecepatan aliran udara,

tekanan total dan tekanan parsial uap air. Pada periode laju menurun, laju

perpindahan panas dan massa internal menentukan laju pengeringan. Pemodelan

pengeringan menjadi lebih rumit karena terdapat lebih dari satu mekanisme yang

berperan terhadap laju pindah massa total, dan bahkan peranan mekanisme-

mekanisme tersebut dapat berubah selama proses pengeringan (Mujumdar dan

Devahastin, 2001).

2.2.

PERKEMBANGAN PENELITIAN PENGERINGAN BERENERGI

SURYA

Pengeringan berenergi surya telah diteliti oleh berbagai peneliti di dunia

sejak puluhan tahun yang lalu. Thoruwa, Smith, Grant dan Johnstone, 1996

melakukan penelitian energi surya bangunan transparan dengan kolektor datar dan

PV sebagai penggerak kipas untuk mengatur aliran udara pada siang dan malam,

serta menggunakan dessicant (penyerap) dari bahan bentonite clay dan calsium

chloride yang dipasang pada bagian atas langsung di atas bak pengering.

Bentonite - Ca Cl

2

dikemas dalam baki berlubang dan di bagian atasnya ditutup

dengan insulasi transparan. Pengering didisain dalam dua modus operasi, yaitu:

1) Pada siang hari menggunakan udara yang dipanaskan surya dari kolektor datar

dan tidak tergantung pada pemanasan yang ditimbulkan oleh dessicant. 2) Pada

malam hari menggunakan udara paksa yang disirkulasikan melewati biji-bijian

dan melewati dessicant bed. Rata-rata penurunan kadar air yang dapat dicapai

dessicant adalah 5 % bk. Untuk mengeringkan 90 kg jagung dari kadar air 16.5 %

hingga 11.5 % pada radiasi surya rata-rata 567.7 W/m

2

dibutuhkan bentonite - Ca

Cl

2

sebanyak 32.5 kg. Berdasarkan penelitian ini rasio penggunaan energi surya

terhadap dessicant adalah 3 : 1.

Perkembangan penelitian mengenai pengering berenergi surya di Indonesia

telah dilakukan dengan berbagai bentuk disain untuk komoditas yang bermacam-

macam. Kamaruddin et al. (1994) mengenalkan pengering berenergi surya

dengan nama pengering Efek Rumah Kaca atau dikenal dengan nama pengering

ERK. Pengering berupa bangunan segiempat berdinding transparan, dilengkapi

dengan plat absorber dan rak atau bak sebagai wadah produk yang dikeringkan.

Dengan menyatukan absorber di dalam ruang pengering memberikan keuntungan

lebih dibanding dengan pengering berenergi surya lain, dengan kolektor terpisah

yang umumnya memerlukan luasan besar. Dengan demikian biaya pembuatan

alat pengering lebih dapat dihemat. Selanjutnya penelitian uji coba pengering

ERK dilakukan untuk berbagai komoditi, mulai dari produk tanaman pangan,

perkebunan, hortikultura hingga produk pangan.

Dyah (1997), pada percobaan pengeringan kopi berkapasitas 1.1 ton, dalam

bangunan berdinding transparan UV stabilized plastics tipe bak, menghasilkan

efisiensi pengeringan sebesar 57.7 % dan efisensi energi sebesar 6 MJ/kg uap air.

Dengan suhu pengeringan 37

o

C, untuk menurunkan kadar air kopi dari 68 % bb

sampai 13 % bb diperlukan waktu 72 jam, efektif pada siang hari. Efisiensi energi

cukup kecil, karena pengeringan hanya menggunakan energi surya tanpa pemanas

tambahan.

Nelwan (1991) menggunakan pengering ERK tipe rak untuk pengeringan

kakao. Plat hitam sebagai absorber diletakkan di atas rak pengering, dilengkapi

dengan kisi-kisi pengatur aliran udara pada setiap rak. Efisiensi pengering yang

dihasilkan adalah 18.4 % dan efisiensi energi 12.9 MJ/kg uap air. Dengan beban

228 kg kakao yang telah difermentasi, lama pengeringan untuk menurunkan kadar

air dari 80% bb hingga 7 % bb adalah 40 jam. Energi tambahan yang digunakan

selain energi surya adalah kerosene.

Condori dan Saravia, 1998 melakukan studi analitik tentang laju evaporasi

dua tipe pengering rumah kaca tipe konveksi paksa, yaitu sistem ruang tunggal

dan ruang ganda. Parameter performansi digunakan sebagai indikator untuk

membandingkan kedua bentuk pengering dan ketergantungannya terhadap peubah

operasi. Berdasarkan penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa pengering

rumah kaca dengan ruang ganda memberikan performansi untuk parameter suhu

yang lebih baik dibandingkan dengan pengering ruang tunggal. Namun ditinjau

dari segi biaya dan kepraktisan dalam sistem pengoperasian, pengering rumah

kaca ruang tunggal lebih murah dan sederhana dibandingkan dengan pengering

ruang ganda.

Garg dan Kumar (1998) memprediksi radiasi surya yang menimpa plat

absorber dan penutup kolektor pada pengering surya tipe lorong setengah silindris.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bangunan dengan orientasi Timur-Barat

memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan arah Utara-Selatan.

Setyoningrum (2001) meneliti sifat panas dalam ruangan menggunakan 3

macam bahan isolasi transparan untuk mengurangi kehilangan panas dan

memperbesar perolehan panas, yaitu plastik mika, polyethylene UV dan

polikarbonat. Bahan isolasi transparan dicirikan dengan tingginya transmisivitas

terhadap sinar surya dan rendahnya kehilangan infra merah. Berdasarkan hasil

percobaannya dinyatakan bahwa plastik polyethilen UV mempunyai daya

kehilangan infra merah terkecil dibandingkan dengan plastik mika dan

polikarbonat. Plastik mika mempunyai nilai ekonomis yang lebih baik

dibandingkan kedua plastik lainnya. Sedangkan daya transmisivitas polikarbonat

paling unggul dibandingkan dengan dua tipe lainnya.

2.3.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, D. B., F. W. Bakker – Arkema, and C. W. Hall. 1974. Drying Cereal

Grains., AVI Pub., Co., Inc. Wesport, Connecticut.

Condori, M. dan L. Saravia. 1998. The performance of forced convection

greenhouse driers. Renewable Energy, vol. 13, no. 4, pp 453-469. Britain.

Dyah, W. 1997. Analisis Pengeringan pada Alat Pengering Kopi (Coffea Sp.)

Efek Rumah Kaca Berenergi Surya. Tesis. Program Studi Keteknikan

Pertanian. Program Pesacasarjana IPB. Bogor.

Garg, H.P. dan R. Kumar. 1998. Studies on semi-cylindrical solar tunnel dryers:

estimation of solar irradiance. Renewable Energy. Elsevier Sc. Ltd.

Henderson,S. M. and Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. AVI Pub.,

Co., Inc. Wesport, Connecticut.

Kamaruddin, A., Tamrin, Wenur, F. dan Dyah W. 1994. Optimisasi dalam

Perencanaan Alat Pengering Hasil Pertanian dengan Energi Surya.

Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing I. Ditjen DIKTI, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. IPB. Bogor.

Mujumdar, A. S. dan S. Devahastin. 2001. Prinsip dasar pengeringan. Panduan

Praktis Mujumdar untuk Pengeringan Industrial. S. Devahastin. Alih

Bahasa: Tambunan, A. H., Edy H., Dyah W. dan Nelwan, L.O. Seri

Pustaka IPB Press.

Setyoningrum, H. 2001. Uji performansi pemerangkapan radiasi surya dengan

beberapa jenis plastik pada bangunan tembus cahaya. Skripsi FATETA

IPB.

Thoruwa, T.F.N., J.E. Smith, A.D. Grant dan C.M. Johnstone. 1996.

Development in solar drying using force ventilation and solar regenerated

dessicant materials. World Renewable Energy Conference.

BAB III. OPTIMISASI BIAYA KONSTRUKSI DAN OPERASI

Dokumen terkait