• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N- total dan P-total Sedimen

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai N-total dan P-total sedimen di setiap stasiun selama penelitian cukup bervariasi, yaitu masing-masing berkisar antara 0.0230-3.921% dan 0.0237-0.0812% (Lampiran 5 dan Gambar 19). Nilai N-total tertinggi dijumpai di stasiun A2 (3.9210%) pada musim Barat, sedangkan nilai terendah terdapat di stasiun C (0.0230%) pada musim Timur. Nilai P-total sedimen tertinggi terdapat di stasiun A1 (0.0812%) pada musim Peralihan II, sedangkan nilai terendah di stasiun C (0.0237%) pada musim Peralihan I.

Berdasarkan pada hasil analisis varians (Anova), diperoleh konsentrasi N- total sedimen berbeda signifikan secara spasial (p<0.05), sedangkan secara temporal konsentrasinya tidak berbeda signifikan (p>0.05). Sementara itu, konsentrasi P-total sedimen secara spasial tidak berbeda signifikan (p>0.05), namun secara temporal konsentrasinya berbeda signifikan (p<0.05) (Lampiran 6).

77

Dari uji lanjut Tukey, nilai rata-rata N-total sedimen di stasiun A1, A2 dan A3 berbeda signifikan dengan stasiun B1, B2 dan C (Lampiran 6). Nilai rata-rata konsentrasi N-total sedimen tertinggi dihasilkan di stasiun A1 sebesar 3.2285% dan nilai rata-rata terendah terdapat di stasiun C yaitu sebesar 0.0778%. Kemudian, nilai rata-rata P-total sedimen pada musim Peralihan II berbeda signifikan dengan musim Timur dan Peralihan I, sedangkan dengan musim Barat dihasilkan nilai yang tidak berbeda signifikan.

Musim Musim

Gambar 19. Variasi konsentrasi N-total dan P-total sedimen secara spasial dan temporal di perairan Selat Dompak (A1 = padang lamun rapat/lebat; A2 = padang lamun kurang rapat/lebat; A3 = padang lamun sangat jarang; B1 = mangrove Rhizophora sp.; B2 = mangrove Sonneratia sp.; C = bare area).

N-total 0.0000 0.9000 1.8000 2.7000 3.6000 4.5000

Timur P eralihan I B arat P eralihan II

Ka nd u n g an N- to ta l (% ) K an dun gan P-to ta l (%) P-total 0.0000 0.0200 0.0400 0.0600 0.0800 0.1000

Timur P eralihan I B arat P eralihan II

Stasiun A1 A2 A3 B1 B2 C

Nitrogen total (N-total) adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik yang berupa N-NO3, N-NO2, dan N-NH3 yang bersifat larut; dan nitrogen organik yang

berupa partikulat yang tidak larut dalam air. Nilai P-total ini menggambarkan jumlah total fosfor, baik berupa partikulat maupun terlarut, anorganik maupun organik. Fosfor anorganik biasa disebut soluble reactive phosphorus, misalnya ortofosfat. Fosfor organik banyak terdapat pada perairan yang banyak mengandung bahan organik.

Karbon Organik Total (TOC) Sedimen

Hasil pengukuran selama penelitian menunjukkan bahwa nilai TOC berkisar 0.09-6.03% (Lampiran 7). Nilai TOC sedimen di lokasi penelitian bervariasi secara spasial dan temporal (Gambar 20). Nilai rata-rata TOC tertinggi terdapat di stasiun A1 sebesar 4.87% pada musim Barat, sedangkan nilai rata-rata TOC terendah dijumpai di stasiun C dengan nilai 0.42% juga pada musim Barat.

78

Musim Peralihan II

Musim Peralihan I Musim Barat

Musim Timur

Hasil analisis varians (Anova) menunjukkan bahwa nilai rata-rata TOC berbeda signifikan (p<0.05) antar stasiun (secara spasial) pada setiap musim, namun nilainya tidak berbeda signifikan (p>0.05) antar kedalaman sedimen (Lampiran 8). Ini berarti nilai TOC dianggap sama di semua kedalaman sedimen. Dari uji lanjut Tukey, diperoleh nilai rata-rata TOC di stasiun C berbeda signifikan dengan setiap stasiun lainnya pada musim Timur (Lampiran 8). Pada musim Peralihan I, nilai rata-rata TOC di stasiun A1 berbeda signifikan dengan stasiun B1 dan C; serta stasiun A2, A3 dan B2 berbeda signifikan dengan stasiun C. Pada musim Barat, stasiun A1 berbeda dengan stasiun B1, serta stasiun C berbeda dengan stasiun A2, A3, B1 dan B2. Sementara, pada musim Peralihan II, stasiun C berbeda signifikan dengan setiap stasiun lainnya. Nilai rata-rata TOC tertinggi pada setiap musim dijumpai di stasiun A1, sedangkan nilai terendah terdapat di stasiun C.

Berdasarkan pada hasil analisis varians di setiap stasiun, ternyata nilai TOC di stasiun A2, A3, B1 dan B2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar musim, sedangkan di stasiun A1 dan stasiun C nilainya tidak berbeda signifikan (p>0.05) antar musim (Lampiran 9). Hasil uji lanjut Tukey antar musim (Lampiran 9) menunjukkan bahwa nilai rata-rata TOC pada musim Peralihan I berbeda signifikan dengan musim Peralihan II di stasiun A2, sedangkan di stasiun A3 nilainya berbeda pada musim Peralihan I dengan musim Barat. Di stasiun B1,

Kedalam

an Sedimen

(c

m)

TOC (%) TOC (%) TOC (%) TOC (%)

Gambar 20. Variasi TOC sedimen secara spasial dan temporal serta profil vertikalnya di perairan Selat Dompak (A1 = padang lamun rapat/lebat; A2 = padang lamun kurang rapat/lebat; A3 = padang lamun sangat jarang; B1 = mangrove Rhizophora sp.; B2 = mangrove Sonneratia sp.; C = bare area).

79

nilai TOC pada musim Peralihan I berbeda dengan musim Timur dan Peralihan II, sementara di stasiun B2 nilainya pada Peralihan I berbeda dengan musim Barat dan Peralihan II. Jika dilihat dari hasil uji analisis varians antar kedalaman sedimen (Lampiran 9), ternyata hanya di stasiun B1 yang tidak berbeda signifikan (p>0.05). Ini berarti nilai TOC dianggap sama di semua kedalaman sedimen di stasiun B1. Sementara, di stasiun A1, A2, A3, B2 dan C menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) antar kedalaman sedimen. Hasil uji lanjut Tukey nilai TOC antar kedalaman sedimen di setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 9.

Dari hasil analisis varians (Anova) di setiap kedalaman sedimen, diperoleh nilai rata-rata TOC yang berbeda signifikan (p<0.05) antar stasiun terdapat di kedalaman 0–5 cm, 5–10, 10–15 cm, 15–20 cm dan 20–25 cm, namun nilainya tidak berbeda signifikan (p>0.05) di kedalaman 25–30 cm. Sementara, nilai rata- rata TOC yang berbeda signifikan (p<0.05) antar musim hanya dijumpai di kedalaman 15–20 cm dan 25–30 cm (Lampiran 10). Hasil uji lanjut Tukey nilai TOC antar stasiun dan antar musim di setiap kedalaman sedimen dapat dilihat pada Lampiran 10.

Bervariasinya nilai TOC sedimen di perairan Selat Dompak tampaknya berkaitan dengan fraksi sedimen. Kadar karbon dan nutrien sedimen meningkat dengan penurunan ukuran butir sedimen karena adsorbsi bahan organik di atas permukaan mineral dan mempunyai daya ikat (afinitas) yang tinggi pada sedimen halus. Proses adsorpsi membantu mempertahankan bahan organik dan berkorelasi positif dengan lumpur. Hedges dan Keil (1995) menyatakan bahwa akumulasi bahan organik di perairan pantai dikontrol oleh sejumlah besar proses yang berpengaruh atas transpor dan deposisi sedimen halus. Bahan organik ditransportasikan dari daratan melalui run-off ke laut dapat memberikan kontribusi karbon dalam sedimen, misalnya lignin yang berasal dari tumbuhan mangrove. Bahan organik yang masuk ke laut melalui sistem sungai, dapat berbentuk partikulat (POC) maupun terlarut (DOC). Karbon organik dapat berasal dari tumbuhan atau biota perairan, baik yang hidup maupun mati dan menjadi detritus, kemudian mengendap di sedimen.

Perubahan karbon sedimen dan konsentrasi nutrien dalam sedimen disebabkan oleh faktor-faktor berikut: Pertama, peningkatan laju produksi bahan

80

organik dalam ekosistem karena bahan organik partikel disuplai ke sedimen yang menyebabkan pemasukan nutrien yang berlebihan (Nixon 1995). Kedua, mineralisasi (perombakan bahan organik) menurunkan konsentrasi karbon dan nutrien sedimen. Nutrien terlarut dilepaskan dari sedimen ke kolom air. Karbon dilepaskan sebagai gas CO2 dan sebagai DOC. Laju meneralisasi lebih cepat

ketika oksigen terlarut berada di bawah kondisi anaerob. Nilai pH yang rendah dapat juga menurunkan laju mineralisasi dan memperbesar akumulasi bahan organik (Kristensen et al. 1995). Ketiga, laju sedimentasi yang tinggi dapat mengurangi kontak antara bahan organik dan oksigen terlarut dalam kolom air, dan oleh karena itu dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap konsentrasi karbon dan nutrien dalam sedimen (Harnett et al. 1998). Keempat, adanya mekanisme penyangga fosfat, yaitu total fosfat yang dipertukarkan antara sedimen dan air untuk mempertahankan konsentrasi P kolom air (Erftemeijer & Middelburg 1993). Kelima, reduksi sulfat meningkatkan pelepasan P dari sedimen karena beberapa besi oksihidroksida yang berikatan dengan fosfat dikonversi menjadi besi sulfida yang tidak berikatan dengan P (Roden & Edmunds 1997). Keenam, permukaan sedimen dapat menghasilkan peningkatan P jika P dilepaskan oleh reduksi sulfat pada kedalaman sedimen dan kemudian dijebak oleh besi oksihidroksida dalam lapisan permukaan sedimen yang beroksigen (Roden & Edmunds 1997). Ketujuh, peningkatan transpor sedimen yang disebabkan oleh erosi dapat melemahkan konsentrasi total nitrogen dan TOC dalam sedimen karena unsur-unsur pokok anorganik (mineral dan lempung) dapat mencairkan konsentrasi bahan organik. Erosi dapat meningkatkan konsentrasi total fosfat dalam sedimen karena P melekat pada permukaan mineral (Köster & Meyer-Reil 2001). Kedelapan, konsentrasi karbon dan nutrien sedimen meningkat dengan penurunan ukuran butiran karena adsorbsi bahan organik di atas permukaan mineral dan mempunyai daya ikat (afinitas) yang tinggi pada sedimen halus (Hedges & Keil 1995). Kesembilan, penurunan aliran air payau dapat mengubah jumlah bahan organik yang masuk ke perairan pantai yang dapat mengubah laju akumulasi bahan organik tersebut ke dalam sedimen (Köster & Meyer-Reil 2001).

81

Bahan Organik Total (TOM) Sedimen

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai TOM sedimen berkisar 1.16- 49.7% (Lampiran 7). Nilai TOM sedimen di lokasi penelitian menunjukkan nilai yang cukup beragam atau bervariasi secara spasial dan temporal (Gambar 21). Nilai rata-rata konsentrasi TOM sedimen yang tertinggi terdapat di stasiun A1 sebesar 43.1% pada musim Timur, sedangkan nilai rata-rata terendah dijumpai di stasiun C sebesar 1.62% pada musim Timur.

Musim Peralihan II

Musim Peralihan I Musim Barat

Musim Timur

TOM (%) TOM (%) TOM (%) TOM (%)

Kedalam

an Sedimen

(c

m)

Stasiun A1 A2 A3 B1 B2 C

Gambar 21. Variasi TOM sedimen secara spasial dan temporal serta profil vertikalnya di perairan Selat Dompak (A1 = padang lamun rapat/lebat; A2 = padang lamun kurang rapat/lebat; A3 = padang lamun sangat jarang; B1 = mangrove Rhizophora sp.; B2 = mangrove Sonneratia sp.; C = bare area).

Nilai TOM sedimen berkaitan dengan tipe sedimen dan kondisi lingkungan. Nilai yang tinggi ditemukan pada tipe sedimen berbutiran halus (stasiun A1, A2, A3, B1 dan B2), sedangkan nilai terendah dijumpai pada tipe sedimen berbutiran kasar (stasiun C). Keberadaan kandungan bahan organik berkaitan dengan fraksi sedimen. Pada sedimen yang berfraksi halus, persentase kandungan bahan organik lebih tinggi daripada sedimen yang berukuran kasar (Köster & Meyer-Reil 2001).

Hasil analisis varians (Anova) nilai TOM antar stasiun pada setiap musim menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05), sedangkan nilainya tidak berbeda signifikan (p>0.05) antar kedalaman sedimen pada setiap musim (Lampiran 11). Artinya, nilai TOM dianggap sama di semua kedalaman sedimen. Dari uji lanjut Tukey (Lampiran 11), diperoleh nilai rata-rata TOM di stasiun C berbeda signifikan dengan setiap stasiun lainnya, dan stasiun A1 berbeda dengan

82

stasiun B1 dan C pada musim Timur. Pada musim Peralihan I dan Barat, nilai rata-rata TOM di stasiun C berbeda signifikan dengan setiap stasiun lainnya, dan stasiun A1 berbeda dengan stasiun A2, A3, B1 dan C. Sementara, pada musim Peralihan II, stasiun A1 berbeda signifikan dengan setiap stasiun lainnya, stasiun C juga berbeda signifikan dengan setiap stasiun lainnya, stasiun B1 berbeda dengan stasiun A1, A2, B2 dan C. Nilai rata-rata TOM tertinggi pada setiap musim terdapat di stasiun A1, sedangkan terendah dijumpai di stasiun C.

Berdasarkan pada hasil analisis varians nilai TOM antar musim di setiap stasiun (Lampiran 12), ternyata nilainya yang berbeda sinifikan (p<0.05) hanya dijumpai di stasiun A2, sedangkan di stasiun lainnya tidak berbeda signifikan (p>0.05) antar musim. Hasil uji lanjut Tukey antar musim di stasiun A2 menunjukkan bahwa nilai TOM pada musim Timur berbeda signifikan dengan musim Barat (Lampiran 12). Nilai rata-rata TOM tertinggi dijumpai pada musim Timur, sedangkan nilai terendah terdapat pada musim Barat. Sementara itu, hasil uji analisis varians nilai TOM antar kedalaman sedimen di setiap stasiun (Lampiran 12) menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05). Ini berarti bahwa nilai TOM mempunyai sebaran yang tidak merata secara vertikal di setiap stasiun. Hasil uji lanjut Tukey antar nilai TOM kedalaman sedimen di setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 12.

Dari hasil analisis varians (Anova) nilai TOM antar stasiun di setiap kedalaman sedimen, ternyata yang tidak berbeda signifikan (p>0.05) hanya terdapat di kedalaman 0–5 cm, sedangkan nilainya di setiap kedalaman sedimen yang lainnya berbeda signifikan (p<0.05). Sementara, nilai rata-rata TOM antar musim di setiap kedalaman sedimen tidak berbeda signifikan (p>0.05). Hasil uji lanjut Tukey nilai TOM antar stasiun di setiap kedalaman sedimen dapat dilihat pada Lampiran 13.

Bervariasinya nilai TOM sedimen antar stasiun di lokasi penelitian selain berkaitan dengan tipe sedimen dan kondisi lingkungannya, juga berhubungan dengan sumbernya. Keberadaan nilai TOM yang cukup tinggi di stasiun A1, A2, A3, B1 dan B2 disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang berperan sebagai pensuplai bahan organik dalam jumlah besar di areal ini. Sumber utama bahan organik sedimen di ekosistem padang lamun (stasiun A1, A2 dan A3) adalah

83

jaringan tumbuhan lamun, baik yang berupa serasah maupun sisa-sisa tumbuhan lamun, yang setiap tahunnya dapat tersedia dalam jumlah besar, serta adanya suplai bahan organik dari sungai dan ekosistem mangrove di sekitarnya. Batang dan akar tumbuhan lamun akan terombak oleh meiofauna dan jasad renik, yang akhirnya akan menjadi komponen sedimen. Dengan demikian, jaringan tumbuhan lamun itu merupakan makanan bagi meiofauna dan jasad renik sedimen. Sementara, hewan pemakan tumbuhan lamun, kotorannya ataupun hewan yang telah mati akan mengalami proses perombakan (dekomposisi) yang sama seperti di atas, yang pada akhirnya menjadi bahan organik sedimen pula.

Di samping itu, kondisi hidrologi perairan (seperti arus) merupakan pendukung keberadaan TOM di lingkungan tersebut. Arus akan membawa bahan- bahan organik dari lingkungan mangrove di sekitar perairan. Kawasan hutan mangrove mampu menghasilkan bahan organik yang besar sumbangannya terhadap produktivitas perairan pantai, karena partikel yang ada dalam air berasal dari pohon-pohon mangrove terutama dari daun dan ranting yang jatuh. Pada lingkungan yang tidak terganggu, aliran nutrien dari kawasan mangrove akan meningkatkan produktivitas ekosistem padang lamun yang selanjutnya berfungsi sebagai produktivitas primer. Bahan organik yang berasal dari lingkungan mangrove tersebut akan disebarkan oleh arus ke perairan sekitarnya (padang lamun) dan terkurung atau terperangkap di lingkungan padang lamun. Dengan melemahnya arus, bahan organik tersebut akan terendapkan dan menyatu dengan sedimen oleh cengkraman akar lamun yang saling mengikat.

Sementara, rendahnya nilai TOM sedimen di stasiun C disebabkan oleh tidak adanya faktor-faktor yang berperan sebagai pensuplai bahan organik dalam jumlah besar ke lokasi ini, seperti sungai, padang lamun, dan hutan mangrove. Pengaruh arus yang kuat dan kondisi sedimen dengan butiran fraksi yang kasar menyebabkan bahan organik sulit untuk terakumulasi di sedimen. Nybakken dan Bertness (2005) menyatakan bahwa sedimen berpasir umumnya mempunyai kandungan bahan organik lebih sedikit dibandingkan dengan sedimen berlumpur. Namun, keberadaannya dalam sedimen berpasir dapat berasal dari pengendapan organisme yang mati dan sisa-sisa berbagai organisme dan plankton yang tersuspensi dalam kolom air dan terbawa pada waktu terjadi arus pasang dan

84

gelombang. Peningkatan kandungan bahan organik di lingkungan tersebut sulit terjadi, tetapi keberadaannya di dalam sedimen cenderung stabil.

Kandungan bahan organik sedimen mempunyai berperanan penting terhadap sifat fisik-kimiawi sedimen, antara lain mempengaruhi kemantapan agregat sedimen, penyedia nutrien dan komponen pembentuk tubuh jasad dalam sedimen. Bahan organik juga mempengaruhi sifat-sifat mekanikal sedimen. Sebagian besar pengaruhnya adalah meningkatkan kohesi antara partikel-partikel sehingga resuspensi dibatasi. Zabel dan Hensen (2006) mengatakan bahwa akumulasi dan laju penenggelaman bahan organik ke dalam sedimen, dapat mempengaruhi komposisi kimia sedimen dan berperan penting dalam siklus nutrien.

Bahan organik yang tersedimentasi merupakan sumber makanan bagi meiofauna, jasad renik dan organisme bentos lainnya. Libes {1992) mengatakan bahwa organisme-organisme ini juga mengubah karakteristik fisika, kimia dan geologi sedimen. Sebagai contoh, organisme pemakan deposit (Deposit feeders) mengubah distribusi ukuran partikel. Tipe bioturbasi (gangguan biologis) ini menyebabkan gradien kimia yang homogen dan meningkatkan suplai oksigen ke dalam sedimen. Organisme lain, seperti organisme penggali dan pembuat tabung menyebabkan heterogennya kimia sedimen. Adanya aktivitas penggalian sedimen oleh makrofauna dapat mengalirkan oksigen ke dalam lapisan sedimen, sehingga sedimen dalam kondisi beroksigen. Dengan demikian, hal ini dapat membantu meiofauna dan mikroorganisme dalam proses perombakan bahan organik yang terdeposit pada sedimen. Selain itu, keberadaan makrofauna pada sedimen dapat mempengaruhi laju penghancuran atau perombakan bahan organik dan detritus yang terdeposit pada permukaan sedimen (Kristensen & Mikkelsen 2003).

Di samping faktor yang disebutkan di atas, keberadaan oksigen di dalam sedimen juga dapat berasal dari proses pertukaran nutrien dan oksigen dari air ke sedimen yang melibatkan interaksi dua proses biologi dan kimia dalam metabolisme komunitas bentik. Pertukaran material dari sedimen-air (sediment- water exchange) atau sebaliknya merupakan komponen integral dari siklus nutrien dan oksigen terlarut dalam badan air di perairan dangkal. Pengaliran ini menggambarkan interaksi kedua proses biologi dan kimia yang dapat dijadikan sebagai indikator metabolisme komunitas bentik (Dailey 2006).

85

Konsentrasi oksigen dalam sedimen akan sangat berpengaruh baik terhadap kegiatan jasad renik dan meiofauna maupun terhadap keadaan bahan organik dalam sedimen. Dalam hal ini, penurunan konsentrasi oksigen dalam sedimen akan mengurangi kegiatan jasad renik dan meiofauna, sehingga penguraian bahan organik tidak berlangsung dengan baik. Pelapukan yang berlangsung hanya akan membebaskan asam-asam organik, karbondioksida, gas hidrogen, metana, senyawa sulfida dan senyawa-senyawa lainnya. Oleh sebab itu, oksigen yang cukup sangat diperlukan dalam proses penguraian bahan organik tersebut.

Faktor utama yang mengontrol keberadaan oksigen dan siklus biogeokimia oksigen di dalam sedimen adalah suplai bahan organik ke dalam sedimen. Pengambilan oksigen maksimum di sedimen terjadi selama musim panas ketika suplai bahan organik dari kolom air cukup besar. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan tingginya kandungan bahan organik dalam sedimen sehingga terjadi penurunan oksigen yang nyata (Libes 1992). Meiofauna dan jasad renik yang kurang aktif hanya akan memperbesar penumpukan bahan organik sehingga unsur hara tertentu menjadi tidak tersedia bagi pertumbuhan tumbuhan lamun. Dengan demikian, jelaslah bahwa oksigen bereranan penting dalam pelapukan bahan-bahan organik dalam sedimen.

Pada sedimen yang bertekstur halus, kegiatan meiofauna dan jasad renik dalam proses perombakan bahan organik akan mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan oleh sedimen yang bertekstur demikian berkemampuan menimbun bahan-bahan organik yang lebih tinggi yang kemudian terjerap pada kisi-kisi mineral sedimen. Dalam keadaan terjerap pada kisi-kisi mineral sedimen tersebut, meiofauna dan jasad renik akan sulit merombaknya.

Derajat Keasaman (pH) Sedimen

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai pH sedimen berkisar 6.4-7.9 (Lampiran 7). Nilai pH sedimen di lokasi penelitian menunjukkan nilai yang cukup beragam atau bervariasi secara spasial dan temporal (Gambar 22). Nilai pH sedimen menurun dengan bertambahnya kedalaman sedimen. Nilai pH ini sangat bergantung pada nilai Eh sedimen (Golterman 1990).

86

Stasiun A1 A2 A3 B1 B2 C

Musim Peralihan II

Musim Peralihan I Musim Barat

Musim Timur pH pH pH pH Kedalam an Sedimen (c m)

Gambar 22. Variasi pH sedimen secara spasial dan temporal serta profil vertikalnya di perairan Selat Dompak (A1 = padang lamun rapat/lebat; A2 = padang lamun kurang rapat/lebat; A3 = padang lamun sangat jarang; B1 = mangrove Rhizophora sp.; B2 = mangrove Sonneratia sp.; C = bare area).

Berdasarkan pada hasil analisis varians (Anova) nilai pH antar stasiun pada setiap musim (Lampiran 14), diperoleh perbedaan nilai pH yang signifikan (p<0.05) pada musim Timur, Peralihan I dan Barat, sedangkan pada musim Peralihan II nilainya tidak berbeda signifikan (p>0.05). Dari uji lanjut Tukey, diperoleh nilai rata-rata pH pada musim Timur di stasiun A1, A2 dan C berbeda signifikan dengan stasiun A3, B1 dan B2 (Lampiran 14). Nilai rata-rata pH tertinggi pada musim ini terdapat di stasiun A1 dan terendah di stasiun B1 dan B2. Pada musim Peralihan I, nilai rata-rata pH di stasiun A1 berbeda dengan stasiun A2, A3 dan B1; stasiun A2 dan B1 berbeda dengan stasiun A1, A3 dan C; dan stasiun A3 dengan stasiun A2, A3, B1 dan B2. Sementara, nilai pH pada musim Barat di stasiun A1 berbeda dengan stasiun A3, serta stasiun C berbeda dengan stasiun A3, B1 dan B2. Nilai rata-rata pH tertinggi pada musim Peralihan I dan Barat terdapat di stasiun C, sedangkan nilai terendah di stasiun A3.

Nilai pH antar kedalaman sedimen pada setiap musim yang berbeda signifikan (p<0.05) hanya pada musim Barat (Lampiran 14), sedangkan pada musim lainnya nilai pH antar kedalaman sedimen dianggap sama. Hasil uji lanjut Tukey antar kedalaman sedimen pada musim Barat menunjukkan bahwa nilai pH di kedalaman 0–5 cm berbeda signifikan dengan kedalaman 20–25 cm dan 25–30 cm (Lampiran 14).

87

Nilai pH sedimen antar musim di setiap stasiun berdasarkan pada uji analisis varians menunjukkan nilai yang berbeda signifikan (p<0.05) (Lampiran 15). Dari uji lanjut Tukey (Lampiran 15), diperoleh nilai rata-rata pH di stasiun A1 pada musim Barat berbeda signifikan dengan setiap musim lainnya, dan musim Timur berbeda dengan musim Peralihan I. Di stasiun A2, nilai rata-rata pH pada musim Timur dan Peralihan II berbeda signifikan dengan musim Peralihan I dan Barat. Di stasiun A3, nilai rata-rata pH pada musim Peralihan II berbeda signifikan dengan setiap musim lainnya, dan musim Timur berbeda dengan musim Barat. Di stasiun B1, nilai rata-rata pH pada musim Peralihan II berbeda signifikan dengan setiap musim lainnya, dan musim Peralihan I berbeda dengan musim Barat. Di stasiun B2, nilai rata-rata pH pada musim Peralihan I dan Peralihan II berbeda signifikan dengan setiap musim lainnya. Di stasiun C, nilai rata-rata pH pada musim Barat berbeda signifikan dengan musim Peralihan I dan Peralihan II. Nilai rata-rata pH tertinggi di stasiun A1 dijumpai pada musim Timur dan terendah musim Barat, sedangkan di stasiun A2, A3, B1, B2 dan C, nilai tertinggi terdapat pada musim Peralihan II dan terendah pada musim Barat.

Sementara itu, dari hasil uji analisis varians nilai pH antar kedalaman sedimen di setiap stasiun (Lampiran 15), ternyata nilai pH yang berbeda signifikan (p<0.05) antar kedalaman sedimen hanya dijumpai di stasiun C, sedangkan di stasiun lainnya sebaran nilai pH tidak berbeda signifikan (p>0.05) antar kedalaman sedimen. Hasil uji lanjut Tukey antar kedalaman sedimen di stasiun C menunjukkan bahwa nilai pH yang berbeda signifikan hanya di kedalaman 0–5 cm dengan kedalaman 25–30 cm saja (Lampiran 15).

Dari hasil analisis varians (Anova) nilai pH di setiap kedalaman sedimen

Dokumen terkait