• Tidak ada hasil yang ditemukan

2Ο€β„Ž 𝑔𝑔 = 𝑔𝑔𝑇𝑇2β„Ž 𝑔𝑔 (2.24) atau L2/T2 = gh (2.25) karena C = L/T maka persamaan (2.25) dapat ditulis:

C = οΏ½π‘”π‘”β„Ž (2.26) atau:

L = CT =οΏ½π‘”π‘”β„Ž T (2.27)

2.2.8 Transformasi Gelombang

Dalam proses menuju tepian pantai, gelombang mengalami beberapa proses perubahan tinggi gelombang. Diantaranya proses pendangkalan (wave shoaling), proses refraksi (refraction), proses difraksi (difraction), atau proses pantulan

(reflection) sebelum gelombang itu pecah (wave breaking) (Widi, 1997). Proses

pendangkalan adalah proses berkurangnya ketinggian gelombang akibat adanya perubahan kedalaman. Hal ini juga berakibat kepada berkurangnya kecepatan gelombang sehingga puncak gelombang yang ada si air dangkal bergerak lebih lambat dibandingkan dengan puncak gelombang yang berada di perairan dalam. Proses refraksi adalah proses berubahnya arah gerak puncak gelombang yang

mengikuti bentuk kontur kedalalaman laut. Shoaling dan refraksi sama-sama disebabkan oleh pendangkalan kedalaman. Sedangkan difraksi adalah proses pembelokan arah gelombang akibat terhalang oleh pemecah gelombang, sehingga gelombang masuk ke dearah dibelakang penghalang tersebut. Transformasi gelombang dapat dilihat lebih jelas pada penjalaran gelombang pada laut dangkal.

2.2.8.1 Pendangkalan (shoaling)

Hubungan antara tinggi gelombang dan kedalaman perairan dapat diturunkan dengan menganggap fluks energi adalah tetap di setiap titik.

J E0 = J E1 (2.28) Eo n0 C0 = E1 n1 C1 1 8 ρgHo2 noCo = 1 8 ρgH12 n1C1 𝐻𝐻1 𝐻𝐻𝑐𝑐 = �𝑑𝑑𝑐𝑐𝐢𝐢𝑐𝑐 𝑑𝑑1𝐢𝐢1 (2.29)

H/Ho = Ks, dimana Ks= Koefisien Shoaling, maka:

Ks = 𝐻𝐻 𝐻𝐻𝑐𝑐 = �𝑑𝑑𝑐𝑐𝐢𝐢𝑐𝑐 𝑑𝑑𝐢𝐢 (2.30) n = 0,5 οΏ½1 + 𝐻𝐻 2π‘˜π‘˜β„Ž 𝑐𝑐sinh ⁑(2π‘˜π‘˜β„Ž)οΏ½ (2.31) no = 0,5

Jika k adalah angka gelombang atau k=2Ο‰/L dan nilai persamaan n

dimasukkan, koefisien shoaling (Ks) dapat ditulis dalam persamaan:

Ks =οΏ½tanh π‘˜π‘˜β„Ž οΏ½1+1 2π‘˜π‘˜β„Ž

sinh 2 π‘˜π‘˜β„ŽοΏ½ (2.32) Persamaan (2.32) menunjukkan bahwa koefisien shoaling adalah murni fungsi kh atau h/L. Dimana kondisi untuk perairan yang dangkal (C=οΏ½π‘”π‘”β„Ž) dan

Ks =οΏ½2οΏ½π‘”π‘”β„ŽπΆπΆ = �𝑔𝑔0 8π‘‘π‘‘β„ŽοΏ½1/4 = 0.4464�𝑔𝑔0 β„Ž 4 (2.33) 2.2.8.2 Refraksi Gelombang

Refraksi terjadi bila penjalaran gelombang dari perairan yang lebih dalam ke lebih dangkal tidak tegak lurus garis kontur. Selain adanya perubahan kedalaman air, peristiwa refraksi gelombang juga diakibatkan oleh adanya perbedaan kecepatan gelombang yang biasanya disertai juga dengan perubahan panjang gelombang yang mengecil. Gambar 2.7 menunjukkan pola refraksi yang terjadi pada sebuah pulau kecil di lautan di mana pola refraksi tersebut digambarkan oleh garis puncak gelombang (wave crest) dan sinar gelombang (wave ray).

Gambar 2.7 Peristiwa refraksi gelombang (Triatmodjo, 1999)

Pada kontur ideal (garis kontur sejajar dengan garis pantai), berdasarkan gambar 2.8 berlaku Hukum Snellius.

𝑙𝑙𝑖𝑖𝑑𝑑 𝛼𝛼1 𝑐𝑐1 = 𝑙𝑙𝑖𝑖𝑑𝑑 𝛼𝛼2 𝑐𝑐2 (2.34) di mana Puncak gelombang Garis Gelombang Kontur kedalaman

Ξ±1 = sudut datang antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar dimana gelombang melintas.

Ξ±2 = sudut datang yang sama diukur saat garis puncak gelombang melintasi kontur dasar.

C1 = kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur awal. C2 = kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur berikutnya.

Gambar 2.8 Garis refraksi yang melewati garis kontur sejajar pantai (Sorensen. 1978)

Penentuan tinggi gelombang di suatu lokasi perairan dangkal menggunakan rumus:

H = Ho Ks Kr (2.35)

Kr = �𝐡𝐡1

𝐡𝐡2 = �𝑐𝑐𝑐𝑐𝑙𝑙𝛼𝛼𝑐𝑐𝑐𝑐𝑙𝑙𝛼𝛼12 (2.36) di mana

H = tinggi gelombang di perairan lokal. Ho = tinggi gelombang pada laut dalam.

Ks = koefisien pendangkalan (shoaling coefficient). Kr = koefisien refraksi (refraction coefficient).

B1 = jarak ortogonal antara dua lintasan gelombang sebelum gelombang melintasi kontur dasar.

B2 = jarak ortogonal antara dua lintasan gelombang sesudah gelombang melintasi kontur dasar.

Tetapi secara umum , kontur lepas pantai tidak teratur dan bervariasi sepanjang pantai dan perubahan garis kontur kedalaman atau batimetri berlangsung secara kontinu, tetapi untuk mempermudah perhitungan refraksi, batimetri dapat diβ€˜diskret’kan atau dibuat tidak kontinu, yaitu dapat dilihat pada gambar 2.9

Gambar 2.9 Batimetri kontinu dan β€˜diskret’

Koefisien refraksi juga dapat dicari dengan menggunakan diagram refraksi, ada dua metode yang dapat digunakan yaitu:

1. Metode ortogonal gelombang.

Metode orthogonal dikemukakan oleh Arthur (1952). Teori ini berdasarkan snell’s law (Gambar 2.7).

𝑙𝑙𝑖𝑖𝑑𝑑 𝑑𝑑1

𝑙𝑙𝑖𝑖𝑑𝑑 𝑑𝑑2 =𝐢𝐢1𝐢𝐢2= 𝑔𝑔1𝑔𝑔2 (2.37)

di mana

Ξ±1 dan Ξ±2 = sudut antara garis kedalaman dengan puncak gelombang C1 dan C2 = kecepatan jalar gelombang pada tempat yang ditinjau L1 dan L2 = panjang gelombang

Bila Persamaan (2.37) diterapkan pada suatu pantai dengan kedalaman garis paralel maka: 𝑔𝑔0 sin 𝑑𝑑0 = 𝑔𝑔1 sin 𝑑𝑑1 = 𝑋𝑋 𝑏𝑏0 𝐢𝐢𝑐𝑐𝑙𝑙 𝑑𝑑0 = 𝑏𝑏1 𝐢𝐢𝑐𝑐𝑙𝑙 𝑑𝑑1 𝐾𝐾𝐾𝐾 = �𝑏𝑏0 𝑏𝑏1 = �𝐢𝐢𝑐𝑐𝑙𝑙 𝑑𝑑0 𝐢𝐢𝑐𝑐𝑙𝑙 𝑑𝑑1 (2.38) Perlu dicatat bahwa koefisien refraksi Kr pada dasarnya berawal dari konsep energi konservasi yang dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝐻𝐻1 = 𝐻𝐻0. 𝐾𝐾𝐾𝐾. 𝐾𝐾𝑙𝑙 (2.39) di mana

H0 dan H1 = tinggi gelombang awal dan tinggi gelombang pada lokasi tertentu Kr = koefisien refraksi

Ks = koefisien shoaling

Penggambaran refraksi metode orthogonal dapat dipermudah dengan cara grafis yaitu menggunakan template refraksi (SPM, 1984).

2. Metode Diagram

Metode diagram yang dimaksud di sini adalah menggunakan diagram perubahan arah dan tinggi gelombang dan koefisien refraksi-shoaling (Dean dan Dalrymple, 1992) yang dapat digunakan untuk menghitung arah gelombang, koefisien refraksi dan shoaling. Namun demikian metode ini digunakan untuk kontur kedalaman yang lurus dan parallel (Dean dan Dalrymple, 1992). Input untuk metode ini adalah kedalaman awal ho, sudut gelombang Ξ±o dan periode T. Dari ketiga input tersebut dapat dihitung sudut pergi gelombang Ξ±, koefisien refraksi dan koefisien shoaling. Koefisien shoaling dan koefisien refraksi digunakan untuk menghitung tinggi gelombang.

3. Metode Grafis Panjang Gelombang

Metode grafis panjang gelombang menggunakan perhitungan panjang gelombang untuk setiap kontur kedalaman yang ditinjau. Panjang gelombang yang dihitung di setiap titik pada kontur kedalaman dengan interval tertentu membentuk pola puncak gelombang (wave crest) dan sinar gelombang (wave ray) yang akan menampilkan suatu pola refraksi gelombang. Metode panjang gelombang ini menggunakan persamaan hubungan dispersi gelombang untuk mencari nilai bilangan gelombang (wave number). Nilai bilangan gelombang (k) akan digunakan untuk mencari nilai kecepatan (C). Selanjutnya nilai C digunakan untuk memperoleh nilai panjang gelombang L yang akan digambar di kertas grafik (Kamphuis, 2002).

2.2.8.3 Difraksi Gelombang

Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti pemecah gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok di sekitar ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung di belakangnya, seperti terlihat pada Gambar 2.9. Fenomena ini dikenal dengan difraksi gelombang. Garis puncak gelombang di belakang rintangan membelok dan mempunyai bentuk busur lingkaran dengan pusatnya pada ujung rintangan. Dianggap bahwa kedalaman air adalah konstan. Apabila tidak maka selain difraksi juga terjadi refraksi gelombang. Biasanya tinggi gelombang berkurang di sepanjang puncak gelombang menuju daerah terlindung.

Gambar 2.10 Difraksi gelombang di belakang rintangan (Triatmodjo, 1999)

Pada rintangan (pemecah gelombang) tunggal, tinggi gelombang di suatu tempat di daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut terhadap ujung rintangan r, sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan titik tersebut dengan ujung rintangan Ξ² dan sudut antara arah penjalaran gelombang dan rintangan ΞΈ . Perbandingan antara tinggi gelombang di titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi gelombang datang disebut koefisien difraksi K’.

HA = K’ Hp (2.40) K’ = f (ΞΈ ,Ξ² ,r / L) (2.41) 2.2.8.4 Refleksi Gelombang

Gelombang datang yang mengenai / membentur suatu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam perencanaan bangunan pantai, terutama pada bangunan pelabuhan. Refleksi gelombang di dalam pelabuhan akan menyebabkan ketidaktenangan di dalam perairan. Untuk mendapatkan ketenangan di dalam perairan, maka bangunan-bangunan yang ada di pelabuhan / pantai harus dapat menyerap / menghancurkan

energi gelombang. Suatu bangunan yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan bisa menyerap energi gelombang lebih banyak dibanding dengan bangunan tegak dan masif. Pada bangunan vertikal, halus dan dinding tidak permeable, gelombang akan dipantulkan seluruhnya.

Besar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang datang Hi :

X =𝐻𝐻𝐾𝐾

𝐻𝐻𝑖𝑖 (2.42)

Koefisien refleksi bangunan diestimasi berdasarkan tes model. Koefisien refleksi berbagai tipe bangunan disajikan dalam Tabel 2.4. berikut ini :

Tabel 2.3. Koefisien refleksi

Sumber: Triatmodjo, 1999

Tipe bangunan X

Dinding vertikal dengan puncak diatas air Dinding vertikal dengan puncak terendam Tumpukan batu sisi miring

Tumpukan balok beton

Bangunan vertikal dengan peredam energi (diberi lubang)

0,7 – 1,0 0,5 – 0,7 0,3 – 0,6 0,3 – 0,5 0,05 – 0,2

Dinding vertikal dan tak permeable memantulkan sebagian besar gelombang. Pada bangunan seperti itu koefisien refleksi adalah X=1 dan tinggi gelombang yang dipantulkan sama dengan tinggi gelombang datang. Gelombang di depan dinding vertikal merupakan superposisi dari kedua gelombang dengan periode, tinggi dan angka gelombang yang sama tetapi berlawanan arah.

Apabila refleksi adalah sempurna X=1 maka :

Ξ· = Hi cos kx cos Οƒ t (2.43)

2.2.5.5 Gelombang Pecah

Dari rumus transformasi gelombang H = Kr Ks Ho pada kedalaman kecil (d β‰ˆ 0) akan diperoleh tinggi gelombang yang sangat tinggi. Hal ini tidak mungkin terjadi karena kenyataannya di tepi pantai dengan kedalaman d β‰ˆ 0, tinggi

gelombang H β‰ˆ 0. Fenomena ini disebabkan karena gelombang yang bergerak ke pantai, pada kedalaman tertentu akan mengalami proses pecah gelombang (breaking wave). Kedalaman dimana gelombang pecah terjadi diberi notasi db dan tinggi gelombang pecah diberi notasi Hb.

Tinggi gelombang pecah dapat dihitung dengan rumus berikut ini. 𝐻𝐻𝑏𝑏

𝐻𝐻′0 =3,3(𝐻𝐻′ 01

𝑔𝑔0)1/3 (2.44)

Kedalaman air dimana gelombang pecah diberikan oleh rumus berikut : 𝑑𝑑𝑏𝑏

𝐻𝐻𝑏𝑏 = 1 π‘π‘βˆ’(𝑑𝑑𝐻𝐻𝑏𝑏

𝑔𝑔𝑇𝑇2) (2.45) Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh

persamaan berikut :

a = 43,75 (1 – e-19 m) (2.46)

b = 1,56

di mana

Hb : tinggi gelombang pecah

H’o : tinggi gelombang laut dalam ekivalen Lo : panjang gelombang di laut dalam

db : kedalaman air pada saat gelombang pecah

m : kemiringan dasar laut g : percepatan gravitasi T : periode gelombang

Dengan mengambil berbagai harga db maka dapat menentukan harga Hb dengan cara coba-coba. Harga db dan Hb digambarkan dalam grafik. Perpotongan antara grafik H = Ks xKr xHo dan grafik Hb merupakan lokasi gelombang pecah.

Dokumen terkait