• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5.1 Masukan (input)

5.2.1 Upaya Pencegahan 85

Upaya pencegahan diare meliputi : Surveilans Epidemiologi Diare, Penyehatan Lingkungan, dan Penyuluhan Kesehatan. Hasil analisis dari kegiatan tersebut adalah : 1. Surveilans Epidemiologi Diare

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah, oleh karena itu pelaksanaan surveilans epidemiologi diare merupakan salah satu upaya pencegahan dalam mewaspadai timbulnya wabah diare. Sesuai dengan surat instruksi dari Kemenkes RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan No.PM.01.09/0/III;/223/2011 tentang Pengendalian penyakit diare, menegaskan bahwa untuk mewaspadai terjadinya KLB Diare, perlu dilakukan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) secara terus-menerus, melalui laporan mingguan (W2), dan membuat laporan secara berjenjang. Selain itu pada lokasi yang rawan KLB Diare, yaitu wilayah yang cakupan faktor resiko rendah seperti cakupan air bersih, penggunaan jamban keluarga, SPAL, tempat pembuangan sampah, dan PHBS perlu diberikan intervensi yang lebih baik.

Tujuan dari surveilans epidemiologi adalah agar diketahuinya situasi epidemiologi dan besarnya masalah penyakit diare di masyarakat, sehingga dapat dibuat perencanaan untuk pencegahan, penanggulangan maupun pengendaliannya di semua jenjang pelayanan. Prosedur dari surveilans epidemiologi diare adalah :

Gambar 5.1 Prosedur Surveilans Epidemiologi Diare

Pengumpulan data diare sudah berjalan dengan baik mulai dari Puskesmas hingga Pusat. Di Puskesmas Medan Deli pemegang program diare rutin melakukan pencatatan setiap hari (register) penderita diare yang datang ke sarana kesehatan maupun temuan kader di poyandu. Laporan rutin ini selanjutnya dikompilasi oleh penanggungjawab program diare di puskesmas kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Medan melalui laporan bulanan (LB) setiap bulannya. Selanjutnya petugas diare Dinas Kesehatan Kota Medan membuat rekapitulasi dari masing-masing Puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke tingkat Propinsi. Dari tingkat propinsi direkap berdasarkan Kabupaten/Kota secara rutin (bulanan) dan dikirm ke Pusat dengan menggunakan Formulir Rekapitulasi Diare.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa tenaga kesehatan rutin dan tepat waktu melaporkan kasus diare kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Laporan tersebut berupa laporan mingguan, bulanan dan tahunan. Data jumlah kunjungan kasus diare di

Pengumpulan Data Diare Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Penyebarluasan Hasil Interpretasi

Puskesmas Medan Deli dalam 3 tahun terakhir (2011 s/d 2013), dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1. Data Jumlah Kunjungan Kasus Diare di Puskesmas Medan Deli Tahun 2011 s/d 2013 No Bulan 2011 2012 2013 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 128 128 128 128 138 128 128 127 134 124 177 93 157 203 175 194 244 208 195 222 179 214 185 239 135 146 143 131 182 154 152 145 165 146 119 111 Jumlah 1561 2415 1729

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Medan

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah kasus diare di Puskesmas Medan Deli dalam 3 tahun terakhir mengalami peningkatan dan penurunan. Pada tahun 2011 jumlah kunjungan kasus diare dalam setahun berjumlah 1561 kunjungan kasus, pada tahun 2012 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu berjumlah 2415 kunjungan kasus dan pada tahun 2013 mengalami penurunan yaitu menjadi 1729 kunjungan kasus.

Dari hasil wawancara dengan Pemegang Program Diare diperoleh keterangan bahwa belum pernah terjadi kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Puskesmas Medan Deli. Adapun upaya atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Medan

Deli untuk mengatasi peningkatan kasus diare setiap tahunnya yaitu : penyuluhan diare, pemberian oralit, penyelidikan epidemiologi (PE) diare, dan home visit.

Di tingkat Dinas Kesehatan Kota Medan, surveilans epidemiologi hanya dipantau dari rekapitulasi laporan diare dari seluruh puskesmas setiap bulannya. Apabila terjadi peningkatan kasus diare hingga tiga kali lipat, Petugas Diare Dinas Kesehatan Kota Medan bersama dengan Petugas Surveilans dan Petugas Kesehatan Lingkungan segera turun ke lapangan untuk melihat penyebab terjadinya KLB Diare dan cepat melakukan tindakan penanggulangan. Apabila tidak terjadi peningkatan kasus yang mencolok, maka pemantauan hanya berdasarkan laporan diare tiap bulan saja, tidak ada tindakan khusus yang dilakukan.

Wuryanto, 2008 menyatakan bahwa surveilans epidemiologi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam mendukung pengendalian dan penanggulangan penyakit menular. Pelaksanaan suveilans epidemiologi yang belum berjalan dengan baik, tentunya akan berdampak pada proses penularan yang terus berlangsung di masyarakat.

2. Peningkatan Kesehatan Lingkungan

Penelitian Kamaruddin (2004) menunjukkan bahwa ada hubungan kejadian diare dengan faktor lingkungan yaitu ketersediaan jamban, sumber air bersih, tempat pembuangan sampah dan hygiene perorangan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Medan Deli tahun 2013, Persediaan Air bersih (PAB) masyarakat sebagian besar menggunakan air sumur gali

sumur gali yang digunakan oleh masyarakat kualitas airnya tidak baik karena telah tercemar dengan limbah pabrik yang berada dekat dengan pemukiman warga. Sehingga untuk kebutuhan air minum sehari-hari sebagian besar masyarakat menggunakan air kemasan isi ulang. Menggunakan air minum adalah air yang kita pergunakan sehari-hari untuk minum haruslah air bersih, agar tidak terkena atau terhindar dari penyakit (Depkes RI, 2007).

Penggunaan jamban oleh masyarakat yang berada di wilayah kerja Puskesmas Medan Deli sudah baik (88,75%), walaupun masih ada beberapa masyarakat yang tidak memiliki fasilitas jamban. Berdasarkan wawancara dengan kader posyandu dan kader PKK diketahui bahwa penduduk yang bertempat tinggal di Kelurahan Kota Bangun, tepatnya di daerah pinggiran rel kereta api masih ada yang buang air besar (BAB) sembarangan seperti di parit, pekarangan rumah, sungai, dll. Hal tersebut tentunya akan meningkatkan pencemaran lingkungan. Menurut Soekidjo (2007), untuk mencegah atau sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi kotoran manusia terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran manusia harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat.

Kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan dinilai masih rendah, Dari hasil wawancara dengan kader diketahui bahwa pengelolaan sampah tidak terkelola dengan baik, masyarakat masih ada yang buang sampah sembarangan ke sungai, ke parit dan di pekarangan rumah.

rendah. Sander, 2005 menyatakan bahwa pendidikan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular, yang salah satunya adalah penyakit diare.

Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam hal penyehatan lingkungan meliputi: pemeriksaan sanitasi rumah penduduk, pemeriksaan bakteriologis perusahaan air minum isi ulang, penyuluhan PHBS dan menjalin kerjasama dengan lintas sektor yaitu Pihak Kecamatan dan Pihak Kelurahan. Kegiatan yang dilakukan adalah melalui kegiatan gotong royong. Di Kecamatan Medan Deli gotong royong dilakukan 2 kali setiap minggunya yaitu gotong royong massal setiap hari sabtu dan gotong royong di kelurahan setiap hari minggu.

Hambatan dalam kegiatan penyehatan lingkungan adalah rendahnya peran serta masyarakat untuk ikut bertanggungjawab menjaga kebersihan lingkungan. Masyarakat banyak yang tidak perduli dan beranggapan bahwa kebersihan lingkungan hanya merupakan tanggungjawab pemerintah setempat saja yaitu : Camat, lurah dan kepala lingkungan. Padahal kegiatan royong sangat membutuhkan keterlibatan masyarakat.

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini hanya berupa himbauan dan mengajak masyarakat untuk terlibat aktif. Tidak ada sanksi atau teguran yang tegas kepada masyarakat yang tidak rutin ikut gotong royong dan tidak menjaga fasilitas umum yang telah disediakan oleh pemerintah seperti parit yang sudah

Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, khususnya di bidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa masyarakat bukanlah sebagai objek tetapi merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. Pada hakikatnya, kesehatan dipolakan mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab (Efendi, 2009).

Rendahnya partisipasi masyarakat dikarenakan rendahnya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan selama ini. Masyarakat hanya sekedar tahu bahwa lingkungan yang kotor dapat menimbulkan penyakit tanpa mau dan mampu untuk berbuat. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah harus lebih dekat dengan masyarakat dan menanamkan kesadaran masyarakat bahwa kebersihan itu penting untuk mencegah penularan penyakit dan keterlibatan masyarakat dalam hal itu sangat dibutuhkan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Friedmann (1992), peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan akan memengaruhi masyarakat dalam mengambil keputusan atau bertindak positif. Partisipasi masyarakat dapat berupa pemberdayaan masyarakat atau peran serta melaksanakan kegiatan program, seperti gotong royong dan penyuluhan yang ditanggungjawabi oleh masyarakat sendiri.

3. Penyuluhan Kesehatan

Promosi atau pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok

pengetahuan tersebut pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain dengan adanya promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku kesehatan dari sasaran (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan hasil wawancara dengan tenaga kesehatan di Puskesmas Medan Deli, pemberian informasi tentang diare dan penanganan terjadinya diare dilakukan melalui penyuluhan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat sehingga mampu untuk mengatasi masalah kesehatannya sendiri. Kegiatan penyuluhan dilakukan dengan kunjungan ke rumah penderita diare/Home Visit oleh petugas diare dan di posyandu dengan bantuan kader posyandu.

Berdasarkan penelitian kegiatan penyuluhan diare yang dilakukan di posyandu dan kunjungan ke rumah penderita diare/home visit tidak terprogram dengan baik. Kegiatan dilakukan secara insidentil apabila ditemukan masalah atau ada kegiatan tertentu bukan kegiatan yang direncanakan dari awal baik dalam hal materi, waktu pelaksanaan maupun pelaksana kegiatan.

Terkait dengan diare, informasi yang diterima masyarakat lebih dominan pada kegiatan kuratif sementara informasi tentang tindakan yang harus dilakukan untuk upaya preventif terjadinya diare kurang mendapat perhatian dari petugas kesehatan dan masyarakat. Masyarakat kurang memahami peranan lingkungan dalam terjadinya penyakit sehingga tidak ada usaha untuk meningkatkan kebersihan lingkungan untuk mencegah terjadinya diare.

Dalam hal penanganan diare pemahaman masyarakat sudah cukup baik dibandingkan dengan pengetahuan tentang pencegahan diare. Masyarakat sudah mengetahui tentang gejala diare, penanganan yang pertama yang bisa dilakukan sendiri, sampai dengan tanda-tanda yang harus diwaspadai untuk dilakukan tindakan lanjutan. Ibu balita sudah tahu pertolongan pertama yang dilakukan jika anak diare yaitu membuat larutan gula garam dan memberikan cairan yang lebih banyak dan membawa balita ke sarana kesehatan jika kondisi semakin memburuk. Pengetahuan dan tindakan masyarakat sebagian besar sudah tepat.

Hal ini dipengaruhi oleh sikap masyarakat dalam menerima suatu informasi yaitu masyarakat lebih tertarik dengan penanganan diare karena informasi tersebut membantu masyarakat untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan akan menimbulkan akibat yang merugikan apabila tindakan penanganan tidak dilakukan.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Leventhal cit. Azwar (2007) bahwa persuasi dapat diperkaya dengan pesan-pesan yang membangkitkan emosi yang kuat dalam diri seseorang. Apalagi bila pesan berisi rekomendasi mengenai bagaimana perubahan sikap dapat mencegah konsekuensi negatif dari pesan yang hendak diubah. Cara ini sangat efektif untuk perilaku yang berkaitan dengan kesehatan sehingga dapat dipahami apabila pesan mengenai penanganan diare lebih diterima masyarakat.

Kurang berhasilnya promosi kesehatan di masyarakat dipengaruhi oleh kegiatan yang dilakukan selama ini. Informasi yang diberikan kepada masyarakat selama ini lebih menonjolkan sisi kuratif. Masyarakat lebih banyak menerima informasi mengenai

penanganan diare. Selain itu dipengaruhi juga oleh frekuensi penyuluhan dan tehnik komunikasi yang digunakan. Teknik komunikasi yang digunakan lebih banyak menggunakan konseling tanpa menggunakan media lain.

Sejalan dengan hal tersebut Ewles (1994) menyatakan bahwa media bukan merupakan satu-satunya strategi promosi kesehatan tetapi seringkali harus disertai dengan pemberdayaan masyarakat dan organisasi masyarakat. Untuk itu dalam melakukan promosi pencegahan diare sebaiknya dilakukan sesuai dengan tahapan tahapan dalam perencanaan dan pelaksanaan program sehingga kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang berdasar pada analisis masalah dan kebutuhan masyarakat bukan sekedar kebutuhan program.

Pemahaman masyarakat mengenai faktor risiko terjadinya diare dari sisi lingkungan masih kurang sehingga kebutuhan masyarakat untuk mengetahui peranan lingkungan dalam pencegahan diare belum ada. Padahal berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa peranan lingkungan cukup besar dalam memengaruhi terjadinya diare di daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak terbiasa untuk melakukan pencegahan akan tetapi masyarakat terbiasa untuk melakukan tindakan setelah masalah muncul.

Promosi kesehatan adalah suatu program perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh, dalam konteks masyarakatnya. Bukan hanya perubahan perilaku (within people), tetapi juga perubahan lingkungannya. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak akan efektif, perilaku tersebut tidak akan bertahan lama.

Oleh sebab itu, promosi kesehatan bukan sekedar mengubah perilaku saja tetapi juga mengupayakan perubahan lingkungan, sistem, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).

Dari hasil penelitian, masyarakat mengharapkan agar penyuluhan diare dilakukan rutin setiap bulan dan dilakukan dengan mengumpulkan masyarakat di suatu tempat tidak dengan mengunjungi dari rumah ke rumah/home visit. Masyarakat menilai kunjungan dari rumah ke rumah selama ini tidak efektif karena tidak menjangkau seluruh masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Ester (2000), kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien/masyarakat merupakan bagian yang penting dalam menentukan tercapai atau tidaknya tujuan.

Untuk itu peran kader kesehatan dapat ditingkatkan sehingga dapat menjadi sumber pesan yang dipercayai dan dianggap mampu memberikan informasi. Usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan pelatihan kader kesehatan dan pembinaan rutin sehingga kader mampu menjadi penyuluh kesehatan yang handal.

Kader yang sebagian besar merupakan anggota PKK, mempunyai tugas yang mulia. Kader diharapkan dapat berperan sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat, penggerak masyarakat untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan seperti mendatangi posyandu dan melaksanakan hidup bersih dan sehat. Disamping itu kader juga dapat berperan sebagai orang yang pertama kali menemukan jika ada masalah kesehatan di daerahnya dan segera melaporkan ke tenaga kesehatan setempat. Kader merupakan penghubung antara masyarakat dengan tenaga kesehatan karena kader selalu berada di tengah-tengah masyarakat (Kemenkes RI, 2010).

Dokumen terkait