• Tidak ada hasil yang ditemukan

K

o

n

se

n

tr

a

si

N

H

3

(m

M

)

P1

P2

P3

P4

Gambar 3. Hubungan konsentrasi NH3 (mM) dengan interaksi antara perlakuan ransum dengan waktu inkubasi (Jam)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa adanya interaksi antara faktor A (perlakuan) dan faktor B (waktu inkubasi) dalam menghasilkan konsentrasi NH3. Pada Gambar 3, interaksi P1, P2, dan P3 dengan waktu inkubasi dalam menghasilkan konsentrasi NH3 dalam penelitian ini mengikuti persamaan kuadratik yaitu Y = -

27 0,0282X2 + 0,324X + 2,0422 dengan nilai R2 = 0,8634 (86,34%) untuk P1, Y = 0,087X2 - 0,32X + 2,791 dengan nilai R2 = 0,9888 (98,88%) untuk P2, dan Y = 0,1265X2 - 0,442X + 2,8615 dengan nilai R2 = 0,9978 (99,78%) untuk P3, sedangkan interaksi P4 dengan waktu inkubasi dalam menghasilkan konsentrasi NH3 mengikuti persamaan linear yaitu Y = 0,1065X + 3,2872 dengan nilai R2 = 0,6987 (69,87%). Konsentrasi VFA

VFA total merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia yang menyediakan 70 - 80% kebutuhan energi ternak (Maurice, 1987). Asam lemak atsiri (VFA) merupakan hasil fermentasi karbohidrat dalam rumen dan terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pemecahan karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana. Tahap berikutnya adalah fermentasi gula sederhana menjadi produk fermentasi diantaranya VFA (Preston dan Leng, 1987). Total VFA dihasilkan selain dari proses fermentasi karbohidrat (asam asetat, asam propionat dan asam butirat), juga berasal dari proses fermentasi protein berupa asam lemak rantai cabang (asam isobutirat, asam valerat dan asam isovalerat).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi VFA sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh ransum perlakuan (faktor A), waktu inkubasi (faktor B), dan kelompok yaitu cairan rumen yang digunakan, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara kedua faktor. Uji ortogonal kontras memperlihatkan adanya perbedaan diantara perlakuan dan waktu inkubasi yang diterapkan.

Uji ortogonal kontras pada faktor A (perlakuan ransum) menunjukkan bahwa penggunaan suplemen dapat meningkatkan konsentrasi VFA total. Konsentrasi VFA total terendah dihasilkan oleh ransum jerami padi saja (P1), yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan ransum JP dengan suplemen dedak padi (P2), SKN (P3) dan ransum komplit (P4). Ketiga suplemen juga menghasilkan konsentrasi VFA total yang sangat berbeda nyata (P<0,01). Uji ortogonal kontras pada faktor B (perlakuan waktu inkubasi) menunjukkan bahwa meningkatnya waktu inkubasi dapat meningkatkan konsentrasi VFA total. Konsentrasi VFA total tertinggi dihasilkan pada waktu inkubasi 5 jam yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan waktu inkubasi 1 dan 3 jam.

Waktu inkubasi yang optimal menghasilkan konsentrasi VFA tertinggi adalah waktu inkubasi 5 jam yaitu sekitar 52,78 - 102,21 mM dengan rataan 75,44 mM.

28 Lamanya waktu inkubasi dapat mempengaruhi produksi VFA yang dihasilkan, proses metabolisme karbohidrat akan menghasilkan konsentrasi VFA yang tinggi pada awal inkubasi. Hungate (1966) menyatakan bahwa VFA naik pada jam ke-4 sampai ke-5 kemudian menurun lagi hingga mencapai jumlah yang sama dengan ketika berada pada awal fermentasi. Menurut Danirih (2004), suplementasi ke dalam ransum dapat memproduksi VFA total optimum sebesar 126,25 - 144,77 mM pada waktu inkubasi 2 - 4 jam. Rahmawati (2001) menyatakan semakin lamanya waktu inkubasi menyebabkan konsentrasi VFA menurun karena telah digunakan oleh mikroba rumen untuk membentuk protein mikroba.

Hasil uji lanjut ortogonal polinomial menunjukkan bahwa hubungan antara konsentrasi VFA total dengan waktu inkubasi dalam penelitian mengikuti persamaan kuadratik Y = 7,3725X2 - 19,971X + 217,31, dengan nilai R2 = 0,677; Y adalah nilai duga konsentrasi VFA total (mM) dan X adalah waktu inkubasi dalam penelitian (jam), hal ini berarti, berdasarkan turunan dari persamaan tersebut, terlihat bahwa konsentrasi VFA total maksimum akan terjadi pada waktu inkubasi 1,35 jam dengan nilai diterminasi 67,7%. Kondisi ini dikarenakan solubilitas dari suplemen (dedak padi dan SKN) pada ransum berbasis jerami padi di dalam rumen bukan dikarenakan aktivitas dari mikroba rumen tersebut. Hal ini senada dengan Sutardi (1980) bahwa pada 1 - 1,5 jam waktu inkubasi pakan merupakan awal penentu dari kadar NH3 dan atau VFA suatu pakan yang berasal dari solubilitas dari pakan itu sendiri. Terjadinya peningkatan konsentrasi VFA pada waktu inkubasi yang berbeda (Gambar 4) ini dikarenakan kondisi ekologi mikroba rumen yang lebih mantap sehingga meningkatnya aktivitas mikroba rumen dalam mencerna ransum berbasis jerami padi. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian Novianto (2009) bahwa pada 6 jam waktu inkubasi, konsentrasi VFA total jerami padi lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah dan serat sawit (110,9 vs 82,3 dan 88 mM) jika difermentasi oleh bakteri pencerna serat dari rayap dan rumen domba. Lamanya waktu inkubasi memberikan kesempatan kepada bakteri untuk memaksimalkan mencerna serat kasar. Selain itu, tingginya kandungan selulosa dari jerami padi kemungkinan akan lambat difermentasi dan adanya silika juga dapat melambatkan fermentasi sehingga produksi VFA yang tinggi baru dapat dicapai pada saat 6 jam inkubasi.

29 Pada Gambar 4 dapat dilihat interaksi P1, P2, P3, dan P4 dengan waktu inkubasi dalam menghasilkan konsentrasi VFA mengikuti persamaan kuadratik yaitu Y = 1,8878X2 - 6,387X + 37,525 dengan nilai R2 = 0,6208 (62,08%) untuk P1, Y = 1,5637X2 - 1,537X + 39,137 dengan nilai R2 = 0,6694 (66,94%) untuk P2, Y = 2,0882X2 - 6,26X + 55,32 dengan nilai R2 = 0,7145 (71,45%) untuk P3, dan Y = 1,8328X2 - 5,787X + 85,324 dengan nilai R2 = 0,4391 (43,91%) untuk P4.

0

20

40

60

80

100

120

140

0

1

2

3

4

5

6

Waktu Inkubasi (Jam)

K

o

n

se

n

tr

a

si

V

F

A

(

m

M

)

P1

P2

P3

P4

Gambar 4. Hubungan konsentrasi VFA (mM) dengan interaksi antara perlakuan ransum dengan waktu inkubasi (Jam)

Konsentrasi rata - rata VFA total yang dihasilkan dari perlakuan P1 sebesar 40,39 mM. Hasil ini belum termasuk produksi normal VFA menurut McDonald et al. (1995), dengan rataan sebesar 70 - 150 mM. Perlakuan penambahan suplemen dapat meningkatkan konsentrasi VFA total pada P2, P3, dan P4. Komposisi pakan suplemen yang digunakan pada perlakuan P2, P3, dan P4 memiliki nilai fermentabilitas yang lebih baik daripada jerami padi, sehingga penambahan dedak padi, tepung daun, tepung ikan, minyak kelapa, molasses, dan mineral mix meningkatkan konsentrasi VFA total dari perlakuan P1. Produksi VFA cairan rumen dipengaruhi oleh sumber energi (Bampidis dan Robinson, 2006) dan jenis pakan,

30 VFA yang tinggi menunjukkan peningkatan kandungan protein dan karbohidrat mudah larut dari pakan (McDonald et al., 1995). Dalam rumen, karbohidrat hampir sepenuhnya difermentasi menjadi VFA sehingga memasok sumber energi bagi pertumbuhan mikroba rumen (Bergman, 1990). Pengaruh karbohidrat mudah terfermentasi terhadap kadar VFA cairan rumen masih beragam antar peneliti. Percobaan Hristov et al. (2005) menghasilkan total VFA ransum yang mengandung dekstrosa jagung lebih rendah daripada ransum dengan sumber karbohidrat lainnya. Golombeski et al. (2006) menghasilkan total VFA yang sama antara ransum yang mengandung gula mudah terfermentasi dan ransum tanpa gula. Khosarani et al.

(2001) yang menggunakan barley sebagai sumber karbohidrat nonstrukturalnya, memperoleh total VFA cairan rumen yang lebih tinggi daripada yang menggunakan jagung. Persamaan hasil percobaan sebelumnya dengan percobaan ini adalah penggunaan karbohidrat mudah larut dari pakan seperti dedak padi, molasses, minyak kelapa (CPO), barley, dan pakan sumber karbohidrat mudah larut lainnya dapat meningkatkan konsentrasi VFA total.

Degradabilitas

Degradabilitas menunjukkan tingkat degradasi oleh mikroba rumen. Daya degradasi bahan pakan berhubungan erat dengan penyediaan zat makanan bagi ternak. Semakin besar daya degradasi suatu bahan makanan maka semakin besar pula zat makanan yang diperoleh ternak, berlaku juga sebaliknya. Rataan DBK dan DBO hasil penelitian disajikan pada Tabel 6.

Degradabilitas Bahan Kering (DBK) dan Bahan Organik (DBO)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa DBK dan DBO dipengaruhi oleh ransum perlakuan (faktor A) (P<0,01), waktu inkubasi (faktor B) (P<0,01), dan kelompok yaitu cairan rumen yang digunakan (P<0,05), tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara kedua faktor. Uji ortogonal kontras memperlihatkan adanya perbedaan diantara perlakuan dan waktu inkubasi yang diterapkan.

Uji ortogonal kontras pada faktor A (perlakuan ransum) menunjukkan bahwa penggunaan suplemen dapat meningkatkan nilai DBK dan DBO. Nilai DBK dan DBO terendah dihasilkan oleh ransum jerami padi (JP) saja (P1) yang berbeda nyata (P<0,05) dengan ransum JP dengan suplemen dedak padi (P2). Kedua perlakuan P1

31 dan P2 sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan perlakuan ransum JP dengan SKN (P3) dan ransum komplit (P4) yang dimana perlakuan ransum komplit (P4) sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan perlakuan ransum JP dengan SKN (P3). Uji ortogonal kontras pada faktor B (perlakuan waktu inkubasi) menunjukkan bahwa meningkatnya waktu inkubasi dapat meningkatkan nilai DBK dan DBO. Nilai DBK dan DBO tertinggi dihasilkan pada waktu inkubasi 5 jam saja, yang sangat berbeda nyata (P<0,01) dengan waktu inkubasi 1 dan 3 jam.

Tabel 6. Efek Perlakuan dan Waktu Inkubasi terhadap Rataan Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik

Peubah Waktu Inkubasi

Ransum dasar jerami padi + suplemen

Rataan TS (P1) DP (P2) DP dan SKN (P3) RK (P4) % DBK 1 Jam 14,11±1,21 14,62±0,19 17,65±0,28 20,23±0,92 16,65±2,85 Bb 3 Jam 14,72±0,45 15,61±0,47 18,47±0,30 20,73±0,63 17,38±2,75 Ba 5 Jam 16,32±1,05 16,68±0,17 19,05±0,52 23,57±3,05 18,91±3,34 A Rataan 15,05±1,14 Cb 15,64±1,03 Ca 18,39±0,71 B 21,51±1,80 A 17,65±2,88 DBO 1 Jam 12,98±1,22 14,11±0,54 16,41±0,26 19,16±0,84 15,66±2,73 B 3 Jam 14,01±0,66 14,46±0,65 16,89±0,72 19,22±0,57 16,15±2,41 B 5 Jam 14,82±0,97 16,10±0,73 17,59±0,77 21,42±3,01 17,48±2,86 A Rataan 13,93±0,92 Cb 14,89±1,06 Ca 16,96±0,59 B 19,93±1,29 A 16,43±2,55 Keterangan : P1 = Jerami padi (100%) tanpa suplemen; P2 = Jerami padi (82,78%) + Dedak padi

(17,22%); P3 = Jerami padi (80,39%) + Dedak padi (16,72%) + Suplemen kaya nutrien (2,89%); P4 = Ransum komplit (100%). Superskrip huruf besar pada baris dan kolom yang sama menandakan sangat berbeda nyata (P<0,01). Superskrip huruf kecil pada baris dan kolom yang sama menandakan berbeda nyata (P<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian, waktu inkubasi 5 jam merupakan waktu inkubasi yang optimal menghasilkan nilai degradabilitas tertinggi dibandingkan waktu inkubasi yang lain (P<0,01), hal ini karena BK dan BO yang terdegradasi semakin tinggi sejalan lamanya proses fermentasi, jika fermentasi terjadi lebih lama maka aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi pakan semakin meningkat. Kondisi ini sesuai dengan Lubis (1992) yang menyatakan pengukuran degradasi dalam rumen sangat ditentukan oleh faktor kelarutan bahan pakan dan waktu inkubasi.

Hasil uji ortogonal polinomial menunjukkan bahwa hubungan antara nilai DBK dan DBO dengan waktu inkubasi dalam penelitian mengikuti persamaan linier Y = 2,2556X + 63,82, dengan nilai R2 = 0,7368 dan Y = 1,8158X + 60,272 dengan nilai R2 = 0,6492; Y adalah nilai duga DBK dan DBO (%) dan X adalah waktu

32 inkubasi dalam penelitian (jam), hal ini berarti, setiap tambahan 1 jam waktu inkubasi akan menghasilkan peningkatan DBK dan DBO sebesar 2,2556 dan 1,8158% dengan nilai diterminasi 73,68 dan 64,92%.

0 5 10 15 20 25 30 35 0 1 2 3 4 5 6

Waktu Inkubasi (Jam)

N il a i D B K ( % ) P1 P2 P3 P4 0 5 10 15 20 25 30 0 1 2 3 4 5 6

Waktu Inkubasi (Jam)

N il a i D B O ( % ) P1 P2 P3 P4

Gambar 5. Hubungan Nilai DBK dan DBO (%) dengan interaksi antara perlakuan ransum dengan waktu inkubasi (Jam)

Pada Gambar 5 dapat dilihat interaksi P1, P2, dan P3 dengan waktu inkubasi dalam menghasilkan konsentrasi DBK dalam penelitian ini mengikuti persamaan linier yaitu Y = 0,5509X + 13,397, dengan nilai R2 = 0,503 (50,3%) untuk P1, Y =

33 0,5167X + 14,087, dengan nilai R2 = 0,9042 (90,42%) untuk P2, Y = 0,352X + 17,333, dengan nilai R2 = 0,7331 (73,31%) untuk P3, hal ini berarti, setiap tambahan 1 jam waktu inkubasi akan menghasilkan peningkatan DBK sebesar 0,5509% untuk P1, 0,5167% untuk P2, dan 0,352% untuk P3. Sedangkan untuk P4 mengikuti persamaan kuadratik yaitu Y = 0,2923X2 - 0,9177X + 20,854, dengan nilai R2 = 0,4355 (43,55%), hal ini berarti, berdasarkan turunan dari persamaan tersebut, terlihat bahwa nilai DBK maksimum akan terjadi pada waktu inkubasi 1,57 jam.

Interaksi P1 dan P3 dengan waktu inkubasi dalam menghasilkan konsentrasi DBO dalam penelitian ini mengikuti persamaan linier yaitu Y = 0,4592X + 12,557, dengan nilai R2 = 0,4247 (42,47%) untuk P1, dan Y = 0,2948X + 16,076, dengan nilai R2 = 0,4227 (42,27%) untuk P3, hal ini berarti, setiap tambahan 1 jam waktu inkubasi akan menghasilkan peningkatan DBO sebesar 0,4592% untuk P1 dan 0,2948% untuk P3. Efek interaksi P2 dan P4 dengan waktu inkubasi terhadap DBO dalam penelitian ini mengikuti persamaan kuadratik yaitu Y = 0,1616X2 - 0,4732X + 14,426, dengan nilai R2 = 0,6917 (69,17%) untuk P2, dan Y = 0,2671X2 - 1,0372X + 19,929, dengan nilai R2 = 0,2919 (29,19%) untuk P4, hal ini berarti, berdasarkan turunan dari persamaan tersebut, terlihat bahwa nilai DBO maksimum akan terjadi pada waktu inkubasi 1,46 jam untuk P2 dan 1,94 jam untuk P4.

Nilai rataan DBK dan DBO terendah terdapat pada perlakuan P1 yaitu 15,05 dan 13,93% (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan P2. Pemberian jerami padi tanpa penambahan suplemen dan waktu inkubasi yang pendek merupakan faktor penyebabnya. Jerami padi memiliki komponen SK yang tinggi, SK biasanya kaya akan lignin dan selulosa (Sutardi, 1980). Selulosa berfungsi sebagai penguat pada batang tumbuhan, lignin untuk melindungi selulosa dari aksi kimiawi maupun biologis, sedangkan hemiselulosa pengikat selulosa dengan lignin (Lee, 1992). Jerami padi terdiri atas 37,7% selulosa, 22,0% hemiselulosa dan 16,6% lignin (Dewi, 2002). Kandungan lignin yang tinggi memperlambat aktivitas mikroba rumen (Selly, 1994) sehingga pakan menjadi sukar larut dan jumlah pakan yang didegradasi menjadi sedikit. Meskipun dilindungi oleh lignin, jerami padi masih dapat dihidrolisis menjadi glukosa oleh mikroorganisme selulotik seperti Trichoderma

34 Perlakuan kedua penambahan dedak padi sebesar 17,22% meningkatkan nilai DBK dan DBO sebesar 15,64 dan 14,89% dibandingkan perlakuan pertama, hal ini karena adanya zat pati dalam karbohidrat mudah larut pada dedak padi yang akan digunakan oleh mikroorganisme rumen pada tahap awal pertumbuhannya sebagai energi, setelah itu diikuti oleh penggunaan nutrien lainnya, akibatnya mikroorganisme dapat berkembang dengan baik, lebih banyak mengeluarkan enzim pencerna sehingga aktivitasnya lebih aktif, akibatnya degradabilitas meningkat.

Perlakuan ketiga penambahan dedak padi sebesar 16,72% dan SKN sebesar 2,89% meningkatkan nilai DBK dan DBO sebesar 18,39 dan 16,96% dibandingkan perlakuan kedua dan pertama, hal ini karena (1) rasio jerami padi yang menurun sejalan dengan meningkatnya rasio SKN, perubahan rasio ini mengakibatkan menurunnya fraksi serat yang terutama berasal dari jerami padi sehingga memudahkan proses degradasi atau fermentasi serat tersebut; (2) adanya zat pati dalam karbohidrat mudah larut pada dedak padi yang akan digunakan oleh mikroorganisme rumen pada tahap awal pertumbuhannya sebagai energi, setelah itu diikuti oleh penggunaan nutrien lainnya, akibatnya mikroorganisme dapat berkembang dengan baik, lebih banyak mengeluarkan enzim pencerna sehingga aktivitasnya lebih aktif, akibatnya degradabilitas meningkat; (3) penggunaan beberapa bahan pakan seperti tepung ikan dan tepung daun juga dapat menyediakan beberapa zat makanan yang dibutuhkan mikroorganisme rumen; (4) sumber protein pada SKN (tepung daun yaitu daun turi) dapat mempengaruhi peningkatan nilai degradabilitas karena daun turi mengandung zat antinutrisi yaitu saponin. Saponin merupakan agen defaunasi protozoa sehingga mampu menjaga keseimbangan ekosistem dalam rumen dimana populasi bakteri meningkat akibatnya lebih banyak mengeluarkan enzim pencerna sehingga aktivitasnya lebih aktif, akibatnya degradabilitas meningkat.

Perlakuan ransum komplit (P4) merupakan perlakuan yang optimal dibandingkan yang lain dalam menghasilkan nilai DBK dan DBO yaitu sebesar 21,51 dan 19,93%, hal ini karena beberapa faktor berikut : (1) Komposisi bahan pakan pada ransum komplit (P4) mengandung bahan pakan sumber karbohidrat mudah dicerna (readily available carbohydrate, RAC) yaitu dedak padi, molasses, dan minyak kelapa serta agen defaunasi protozoa yaitu minyak kelapa dan daun turi

35 pada tepung daun. Sari (1989) menyatakan bahwa penambahan molasses pada ransum dapat mengakibatkan mikroorganisme rumen mampu merombak SK pada dinding sel sehingga serat kasar menjadi lebih cepat dicerna dan molasses merupakan karbohidrat mudah larut dan banyak energi dari bahan tersedia yang mampu mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dengan cepat. Lebih lanjut Sutardi (1995) menjelaskan bahwa minyak kelapa memiliki daya defaunasi protozoa yakni 44% sehingga mampu menjaga keseimbangan ekosistem dalam rumen dimana populasi bakteri meningkat; kondisi ini menyebabkan pengeluaran enzim pencerna lebih banyak sehingga aktivitasnya lebih aktif, akibatnya degradabilitas meningkat. (2) Sumber protein pada ransum komplit (tepung daun yaitu daun turi) dapat mempengaruhi peningkatan nilai degradabilitas karena daun turi mengandung zat antinutrisi yaitu saponin. Saponin merupakan agen defaunasi protozoa yang dapat menyebabkan meningkatnya populasi bakteri dalam ekosistem rumen yang terjaga keseimbangannya; peningkatan ini menyebabkan peningkatan produksi enzim pencerna dan aktivitas yang lebih aktif sehingga proses degradasi menjadi lebih tinggi. (3) Imbangan penggunaan jerami padi dengan SKN dalam ransum komplit yang berubah, dimana rasio jerami padi menjadi lebih kecil daripada jerami padi dalam perlakuan lainnya. Penggunaan jerami padi yang semakin kecil menandakan berkurangnya fraksi serat yang sulit dicerna, dan sebaliknya bertambahnya fraksi zat makanan yang mudah dicerna; keadaan ini akan memudahkan proses pencernaan.

Kecernaan

Kecernaan didefinisikan dengan cara menghitung bagian zat makanan yang tidak dikeluarkan melalui feses, zat makanan tersebut akan diserap oleh ternak (McDonald et al., 1995). Kecernaan pakan biasanya dinyatakan berdasarkan BK dan BO sebagai suatu koefisien atau presentase (%). Kecernaan zat-zat makanan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan. KCBK dan KCBO hasil penelitian disajikan pada Tabel 7.

36 Tabel 7. Efek Perlakuan terhadap Rataan Koefisien Kecernaan Bahan Kering dan

Organik (KCBK dan KCBO)

Peubah

Ransum dasar jerami padi + suplemen

TS (P1) DP (P2) DP dan SKN (P3) RK (P4)

%

KCBK 21,86±9,29 C 22,89±9,56 C 25,69±8,53 B 28,77±8,33 A KCBO 20,64±9,55 C 21,27±9,42 C 25,18±8,45 B 27,71±8,24 A

Keterangan : P1 = Jerami padi (100%) tanpa suplemen; P2 = Jerami padi (82,78%) + Dedak padi (17,22%); P3 = Jerami padi (80,39%) + Dedak padi (16,72%) + Suplemen kaya nutrien (2,89%); P4 = Ransum komplit (100%). Superskrip huruf besar pada baris yang sama menandakan sangat berbeda nyata (P<0,01).

Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa KCBK dan KCBO dipengaruhi oleh ransum perlakuan (P<0,01) dan blok yaitu cairan rumen yang digunakan (P<0,01). Uji ortogonal kontras memperlihatkan adanya perbedaan diantara perlakuan yang diterapkan.

KCBK dan KCBO terendah pada perlakuan P1 tanpa suplementasi sebesar 21,86% dan 20,64% (P<0,05). Menurut Setyadi (2006), nilai KCBK dan KCBO wafer ransum berbasis jerami padi yang ditambahkan bahan perekat (molasses) sebesar 19,10% dan 26,94%. Rendahnya kecernaan perlakuan P1 dalam percobaan ini dikarenakan komponen SK yang tinggi pada perlakuan tersebut. Jerami padi memiliki komponen SK yang tinggi, SK yang kaya lignin dan selulosa (Sutardi, 1980). Sofyan dkk (2004) menilai SK, selulosa, dan lignin jerami padi sebesar 35,1%, 33,0%, dan 6,95%. Kandungan lignin yang tinggi memperlambat aktivitas mikroba rumen (Selly, 1994) sehingga pakan menjadi sukar larut dan jumlah pakan yang dicerna menjadi sedikit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa KCBK dan KCBO semakin meningkat dengan adanya perbaikan pada pakan. Pada perlakuan kedua dengan penambahan dedak padi sebesar 17,22% mampu meningkatkan KCBK dan KCBO dibandingkan perlakuan pertama walaupun hasil uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini dikarenakan dengan adanya zat pati dalam karbohidrat yang relatif lebih mudah larut pada dedak padi yang akan digunakan oleh mikroorganisme rumen pada tahap awal pertumbuhannya sebagai sumber energi, setelah itu diikuti oleh penggunaan nutrien lainnya, akibatnya mikroorganisme dapat berkembang dengan

37 baik, lebih banyak mengeluarkan enzim pencerna sehingga aktivitasnya lebih aktif, akibatnya kecernaan meningkat.

Optimalisasi ransum berdasar jerami padi dengan penambahan SKN pada perlakuan P3 menghasilkan nilai rataan kecernaan yang sangat berbeda nyata dengan perlakuan kedua dan pertama (P<0,01). Sumber protein pada SKN (tepung ikan dan tepung daun) dapat mempengaruhi dalam peningkatan nilai kecernaan. Pada proses pembuatan tepung ikan, adanya proses pemanasan dalam pengolahannya sehingga protein mengalami denaturasi atau terjadi perubahan struktur alaminya (pemanasan mengakibatkan protein membuka struktur aslinya) yang mengakibatkan terjadi perubahan kimiawi dan kelarutan proteinnya menjadi lebih sukar di dalam rumen (McDonald et al., 1982) sehingga tahan akan degradasi oleh mikroba rumen. Bahan pakan penyusun tepung daun, yaitu daun lamtoro dan turi memiliki zat antinutrisi yaitu tanin. Tanin merupakan senyawa sekunder yang terdapat pada tumbuhan legum dan dapat berikatan dengan protein, sehingga menyebabkan protein resisten terhadap degradasi oleh protease di dalam rumen, tetapi protein tersebut diharapkan masih dapat dicerna dan diserap setelah keluar dari rumen. KCBK dan KCBO juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda (Sutardi, 1980).

Ransum komplit pada perlakuan P4 merupakan perlakuan yang optimal menghasilkan KCBK dan KCBO tertinggi sebesar 28,77% dan 27,71% (P<0,01), hal ini dikarenakan komposisi bahan pakan pada ransum komplit (P4) mengandung bahan pakan sumber energi (karbohidrat) dan protein sukar larut di dalam rumen seperti dedak padi, molasses, minyak kelapa, tepung daun, dan tepung ikan, dengan perbandingan rasio yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan P3.

Hasil KCBK dan KCBO semua perlakuan berkisar 21,86 - 28,77% dan 20,64 - 27,71% masih tergolong rendah. Hogan dan Leche (1981) melaporkan bahwa komponen jerami padi tanpa perlakuan tambahan yang dapat dicerna secara in vitro

sebesar 45 - 50%. Anitasari (2008) melaporkan kisaran normal KCBK yaitu 50,7 - 59,7%. Perbedaan ini dapat diakibatkan oleh sumber jerami padi, umur panen dan komposisi zat makanan yang berbeda, selain itu, dapat juga dikarenakan cairan rumen yang digunakan kemungkinan memiliki populasi mikroorganisme (terutama bakteri) yang rendah, ini dibuktikan dengan penelitian Sari (2011) yang melaporkan

38 bahwa populasi bakteri total dan protozoa pada cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 5,24 (x108 sel/ml) dan 11,23 (x105 sel/ml), hal ini berbeda dengan Pradhan (1994) yang melaporkan bahwa jumlah bakteri dan protozoa rumen pada sapi yang diberi pakan berserat tinggi sebesar 13,2 (x108 sel/ml) dan 1,15 (x105 sel/ml). Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulan, pH fermentasi, suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan penyangga (buffer) (Selly, 1994).

39 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan ransum dasar jerami padi tanpa suplementasi dan dengan suplemen dedak padi menghasilkan fermentabilitas dan kecernaan yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan pemberian suplemen berupa SKN atau diintegrasikan dalam bentuk ransum komplit berbasis jerami padi secara in vitro. Perbaikan penggunaan ransum berbasis jerami padi dapat dilakukan dengan menggunakan SKN baik dalam bentuk suplemen tunggal atau digabungkan dalam ransum komplit.

Saran

Penambahan jumlah penggunaan SKN perlu dilakukan agar dapat memperbaiki fermentabilitas, degradabilitas, dan kecernaan in vitro ransum berbasis jerami padi. Perlu adanya penelitian lebih lanjut baik secara in vivo maupun in vitro

untuk mendapatkan level SKN terbaik sehingga dapat memperbaiki fermentabilitas, degradabilitas, dan kecernaan ransum berbasis jerami padi.

40 UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillaahirabbil ‘aalamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala limpahan nikmat, rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Suryahadi, DEA sebagai dosen pembimbing utama serta pembimbing akademik dan Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc sebagai dosen pembimbing anggota atas segala bimbingan, arahan dan perhatiannya selama kuliah, penelitian hingga penulisan skripsi. Kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc sebagai dosen penguji seminar, Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Rur.Sc dan Dr. Jakaria, S.Pt, M.Si. sebagai dosen penguji tugas akhir atas saran dan kritik dalam perbaikan skripsi ini, serta kepada segenap civitas akademika Fakultas Peternakan IPB atas sumbangsih ilmu dan bantuan yang tak ternilai kepada penulis.

Kepada Prof. Dr. Ir. Edison Munaf, M.Eng. dan Prof. Dr. Ir. Rahmiana Zein, M.Sc. (dosen F-MIPA Universitas Andalas) yang telah membiayai kuliah penulis hingga mendapatkan gelar Sarjana Peternakan.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dian Anggraeni dan Adriani, S.Si atas bantuannya selama di Laboratorium. Diki Sunaryo selaku teman satu bimbingan satu perjuangan. Fatma Sari selaku teman satu penelitian satu perjuangan. Penghuni Wisma Biru, Nanda dan Mubarok atas dukungan dan keceriaan selama penulisan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman INTP 44, Umam, Nadia, Emon, Fatmi, Faris, Putri, Imo, Sulis, Sapril, Dedew, Ade, Jasiska, rekan asisten Formulasi Ransum dan Sistem Informasi Pakan, Yasir, Elisa, Adi, Tantri, Kenedy, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak atas bantuan selama tugas akhir. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang

Dokumen terkait