• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Desentralisasi pendidikan dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Desentralisasi pendidikan memberikan kewenangan kepada sekolah yang dikenal dengan otonomi pendidikan atau sekolah, yang hakekatnya berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu lulusan lembaga pendidikan dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Desentralisasi pendidikan di pertegas kembali dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Pelaksanaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Akan tetapi dalam praktikannya lebih didominasi pihak pemerintah. Selain itu, permasalahan lain yang dihadapi oleh dua (2) Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lampung Tengah ialah masih rendahnya mutu pendidikan seperti: tenaga kependidikan, fasilitas, manajemen, proses pembelajaran dan prestasi siswa.

Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pelaksanaan Desentralisasi Pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lampung Tengah? (2) Bagaimanakah faktor penghambat Desentralisasi Pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lampung Tengah?

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan ialah data primer dan data sekunder, yaitu melalui wawancara dan mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data melalui studi pustaka dan studi lapangan, dikelola dengan cara pemeriksaan data, klasifikasi data, sistemasi data, dan dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi pendidikan pada tingkat SMP di Kabupaten Lampung Tengah masih dapat dikatakan tidak sesuai dengan aturan yang ada, meskipun mendapat bantuan dari program Pemerintah Daerah yaitu berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, tidak jarang dana tersebut dipergunakan untuk pembiayaan tenaga honorer yang bekerjasama dengan komite sekolah, dimana komite sekolah yang dibentuk belum sepenuhnya menjalankan tugas dan haknya, karena hanya sebatas formalitas belaka. Maka dari itu, sebaiknya di lakukan upaya koordinasi yang intensif antar instansi terkait seperti BSNP, LPMP, Pengawas, dan Dinas Pendidikan, serta peran serta masyarakat. Faktor penghambatnya yaitu, tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum pembelajaran dilaksanakan.

(2)

ABSTRACT

THE IMPLEMANTATION OF EDUCATION DECENTRALIZATION IN LEVEL OF JUNIOR HIGH SCHOOL AT THE CENTRAL

LAMPUNG REGENCY by:

ARDILLAH REFIANTARI AGUNG

Education decentralization was established since the application of No. 20 constitution in 2003 related to the national education system. It gives special authority to the school which then well-known as education autonomy or school autonomy which positively correlated to the quality of institution graduates and the efficiency of education management. This decentralization is re-underlined in the No. 23 constitution in 2014. The application is a total responsibility of family, society and government. Yet, it is practically dominated by the government. Besides, there also some complication that the regency has to face. There are teachers, facility, management, learning process and students achievement. Related to above problem, this research will be about first how does this decentralization at the level of junior high school in the regency of Central Lampung? Second, what are factors that obstruct the decentralization at the level of junior high school in the regency of Central Lampung?

This research is an law normative-empiric research with descriptive type. Data provided is primary and secondary data which collected by interview and law primary, secondary and tertiary data collection. Data collection is obtained by literature review and field study, managed by data checking, data classification, data systematization and analyzed qualitatively.

The result shows a low quality decentralization application in the level of junior high school in the regency of Central Lampung although it has been supported by the government through School Operational Supports (BOS). Yet, this supports is frequently used to cover the honorary teacher resource which collaborated with the school council which formed as part of formality and has not optimally functioned. Conerning above problem, it is suggested that institution of the authority like BSNP, LPMP, Supervisor and Bureau of Education totally supported by the society may coordinate each and other for intensive

collaboration. Another obstacle is, there’s no clear objectives before learning is

applied.

(3)

PELAKSANAAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN LAMPUNG

TENGAH

Oleh

Ardillah Refiantari Agung

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada Tanggal 05 Oktober 1992, Penulis bernama Ardillah Refiantari Agung, terlahir sebagai anak ke dua dari lima bersaudara dari pasangan Rizal Fahlefi Agung dan Dewi Suryantina.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis, yaitu: 1. TK Pertiwi Metro yang diselesaikan pada tahun 1998.

2. SD Pertiwi Teladan Metro yang diselesaikan pada tahun 2004. 3. SMP Negeri 1 Metro yang diselesaikan pada tahun 2007. 4. SMA Negeri 1 Metro yang diselesaikan pada tahun 2010.

Selanjutnya pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, program pendidikan Strata 1 (S1) dan mengambil bagian Hukum Administrasi Negara (HAN).

Penulis juga telah mengikuti program pengabdian langsung kepada masyarakat yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Mulya Asri, Kecamatan Tulang Bawang Barat, Kabupaten Tulang Bawang selama 40 (empat puluh) hari, pada bulan Januari 2015.

(7)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan kerendahan hati dan puji syukur atas kehadirat

Allah SWT kupersembahkan skripsiku yang sederhana

ini kepada :

Kedua orang tuaku tercinta, yang telah mendoakan,

membesarkan, mendidik, mendukung, memberi

dorongan dan selalu menanti keberhasilanku.

Seluruh keluarga besarku.

Para dosen yang telah mendidikku.

Sahabat-sahabatku tercinta terima kasih atas doa dan

dukungan yang kalian berikan.

(8)

MOTO

Cara untuk menjadi di depan adalah memulai

sekarang. Jika memulai sekarang, tahun depan

Anda akan tahu banyak hal yang sekarang tidak

diketahui, dan Anda tak akan mengetahui masa

depan jika Anda menunggu-nunggu

(Nabi Muhammad Saw )

Kita tidak bisa mengajari orang apapun Kita

hanya bisa membantu mereka menemukannya di

dalam diri mereka..

(Galileo Galilei)

Yang hebat didunia ini bukanlah tempat dimana

kita berada Melainkan arah yang kita tuju

(9)

SANWACANA

Segala Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menciptakanku dengan segala kelebihan dan kekuranganku, karena atas rahmat dan kehendak-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Selesainya skripsi ini merupakan ikhtiar penulis yang tidak bisa lepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof.Dr. Heryandi, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas lampung

(10)

4. Bapak Satria Prayoga, S.H.,M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan meluangkan waktu membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat berarti buat penulisan skripsi ini.

6. Ibu Marlia Eka, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang telah memberikan sumbang saran serta kritik yang tentunya berati dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Para Dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

membantu penulis dalam proses akademis dan kemahasiswaan.

8. Drs. Rizal Fahlefi Agung dan Dra. Dewi Suryantina Orang tua saya, terimakasih dengan segala doa dan dukungan, perhatian dan yang tiada hentinya terus memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Saudaraku, Deri Aznelia Agung S.E.,M.M., Syarinia Febriantika Agung, Bella Safitri Agung. Muhammad Anugrah Agung, terimakasih telah memotifasi untuk selesainya skripsi ini.

10. Seluruh keluarga besar saya di Metro, terimakasih atas dukungannya untuk saya.

11. Dan seluruh keluarga besar saya di Bandar Lampung, terimakasih juga atas dukungan untuk saya.

12. Saudara Sepupu saya, Puji Permata Utami dan Puji Kurnia Putri, Puji Indah Permatasari, Fitria Insya Fitri Terimakasih bantuan dan dukungan selama ini, Sukses untuk kalian.

(11)

14. Sahabat terbodoh, Evi Andriani, Tiffany Anandhini Putri Ramli, Citra Febri Puspita, Cerlicha Rilasa terimakasih untuk dukungan, hinaan, dan semangat hingga selesainya skripsi ini.Makaseya !!!

15. Sahabatku, mbek, andika babik,nanang,angga,aton,ica,indah,dan untuk anak SOSRO terimakasih untuk semuanya.

16. Sahabat-sahabat yang selalu menemani warna-warninya dunia kampus, Rekas, Ririn, Dewi, Adis, Citra,Yulia, Terimakasi telah membantu dan memberi semangat selama ini.

17. Teman teman seperjuangan FH Unila angkatan 2011, Hendra, Heri, Sendy, Gesta, Ayu, Rae, Hani, Ulfa, Beni,Farah, Fitri,Abi, Reni,dan lain-lain.

18. Teman-teman KKN Periode Januari 2015 Desa Mulya Asri, Kec. Tulang Bawang Barat, Kab.Tulang Bawang Tami, Putri, Ica, Denty, Nurul, Lian, Yasin, Terimakasi yaa untuk semua nya.

19. Orang Tua ku di KKN, Mba Opi, Mas Frans, Mas Ulin, Bapak Aris, terimakasih semangat dan nasehat yang kalian berikan selama di Mulya Asri.. 20. Almamater-ku Keluarga Besar Universitas Lampung tercinta yang sudah

memberi banyak ilmu pengetahuan serta wawasan yang tentu sangat berharga dan berguna untuk menjalani hidup kedepan.

21. Semua pihak dan rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(12)

akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga Tuhan senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Aamiin

Bandar Lampung, Oktober 2015

Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

2.3.1. Sumber-sumber Pendidikan ... 20

2.3.2. Tujuan Pendidikan ... 21

2.3.3. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam bidang pendidikan ... ... 22

2.4 Pengertian Desentralisasi Pendidikan ... 26

2.4.1. Desentralisasi Pendidikan Suatu Keharusan ... 27

2.4.2. Tuntutan-tuntutan Desentralisasi Pendidikan... 27

2.4.3. Prasyarat Keberhasilan Proses Desentralisasi Pendidikan ... 28

2.4.4. Desentralisasi Pendidikan pada Tingkat Sekolah... 29

2.4.5. Kelebihan dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan ... 34

2.5 Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Di Daerah ... 35

3. METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Pendekatan Masalah ... 39

3.2 Sumber Data ... 40

3.3 Prosedur Pengelolaan Data dan Teknik Pengumpulan Data .... 42

(14)

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44

4.2. Pelaksanaan Desentralisasi Pendidikan Pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama di Lampung Tengah ... 49

4.3. Faktor Penghambat Desentralisasi Pendidikan pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama di Lampung Tengah ... 72

5. PENUTUP ... 76

5.1. Kesimpulan ... 76

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Daftar Perkembangan Jumlah Pendidikan ... 46

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Keadaan dunia senantiasa berubah terus. Perubahan tersebut berlangsung cepat, menyeluruh, mendalam dan serba tak terduga. Kehidupan yang sebelumnya statis dan senantiasa berlangsung secara alami sebagaimana pada era-era sebelumnya, harus berubah menjadi dinamis dan selalu diikhtiarkan serta penuh penyesuaian-penyesuaian. Bahkan tidak itu saja, agar terbawa oleh arus perubahan diperlukan lompatan-lompatan yang sebelumnya mungkin tak pernah terpikirkan.

Melihat perubahan demikian, maka bangsa manapun di dunia ini tidak akan pernah maju bila mengabaikan pembangunan pendidikan. Pembangunan pendidikan merupakan kunci dan pilar utama dari sektor-sektor lainnya. Mengabaikan sektor pembangunan pendidikan berdampak besar kepada sektor-sektor lainnya pula. Bangsa yang maju tentunya lebih menomorsatukan pembangunan pendidikan.

(17)

2

pusat menjadi pemain utama yang menentukan orientasi dan tujuan berbagai kebijakan pendidikan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana sejumlah kewenangan telah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melakukan kreasi, inovasi, dan improvisasi dalam upaya pembangunan daerahnya, termasuk juga dalam bidang pendidikan. Desentralisasi dapat juga dipahami sebagai penyerahan wewenang politik dan perundang-undangan untuk perencanaan, pengambilan,keputusan dan manajemen Pemerintahan dari Pemerintahan Pusat kepada Daerah/Wilayah Administrasi Negara.1

Desentralisasi pendidikan secara resmi dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Desentralisasi pendidikan memberikan kewenangan kepada sekolah yang dikenal dengan lembaga pendidikan. Kewenangan tersebut memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada sekolah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia sesuai dengan potensi daerah yang ada.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentinga sendiri mengambil keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari itu.2

1

Bambang Yudoyo.Otonomi Daerah. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta,2001, hlm.20

2

(18)

3

Dikaitkan dengan persoalan pelaksanaan desentralisasi dalam manajemen pendidikan, patut dicermati, bahwa paradigma yang terulang dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 didasarkan pada demokrasi pemerintahan, pemberdayaan aparatur pemerintah dan masyarakat, serta peningkatan pelayanan umum kepada masyarakat.Secara operasional, undang-undang tersebut menuju kearah kemandirian segala lapisan masyarakat dalam segala aspeknya, termasuk dalam bidang pendidikan. Persoalan yang mendasar yang patut dipertegas ialah pihak-pihak yang harus berperan dalam pelaksanaan pendidikan. Sekalipun telah disepakati bahwa pelaksanaan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Akan tetapi bila dalam praktikannya lebih didomonasi pihak pemerintah. Dengan sendirinya pihak-pihak yang paling bertanggungjawab dalam kegagalan-kegagalan pencapaian tujuan pendidikan ialah pemerintah.

(19)

4

Berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2011-2015 dan Evaluasi Renstra Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Tengah tahun 2011-2014, maka setiap akhir tahun dibuat pengukuran atas pencapaian kinerja.Pengukuran kinerja merupakan metode manajemen yang di gunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas pencapaian kebijakan, tujuan, program dan sasaran. Melalui metode pengukuran kinerja dapat di simpulkan kiranya Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Tengah dinyatakan berhasil atau tidak. Proses pengukuran kinerja dilakukan dengan langkah secara bertahap dengan penetapan indikator kinerja pelaporan atau pencapaian kinerja.

Berdasarkan hal tersebut, maka Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Tengah sebagai salah satu unsur dari lembaga teknis daerah, dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya bertanggung jawab langsung ke Bupati Lampung Tengah, dituntut untuk menyampaikan laporan pelaksanaan tugas pada setiap akhir tahun Anggaran.Dalam praktik desentralisasi pendidikan itu maka dikembangkanlah yang dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ). MBS berpotensi menawarkan partisipasi masyarakat, pemeranataan, efisiensi, serta manajemen yang bertumpu pada tingkat sekolah. MBS Berfungsi untuk menjamin bahwa semakin rendahnya kontrol pemerintah pusat, tetapi semakin meningkatnya otonomi sekolah untuk menentukan sendiri apa yang perlu diajarkan dan mengelola sumber daya yang ada disekolah untuk berinovasi dan berimprovisasi.3

3

(20)

5

Proses Belajar Mengajar (PBM) dan sistem penilaian merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu sekolah, oleh karena itu perlu adanya pengembangan strategi pembelajaran dan sistem penilaian, supervisi dan monitoring pelaksanaanya, khususnya di Kabupaten Lampung Tengah.Adapun salah satu indikator penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diukur dengan Angka Partisipasi Kasar (APK). Pada tahun 2005, APK tingkat SMP sebesar 85,22 % dan pada akhir 2006 telah mencapai 88,68 %. Target penuntasan Wajar 9 tahun harus dicapai pada tahun 2008/2009 dengan APK minimum 95 % . Dengan demikian, pada saat ini masih ada sekitar 1,5 juta anak usia 13-15 tahun yang masih belum mendapatkan layanan pendidikan dasar. Selain masalah pencapaian target APK, permasalahan lain yang dihadapi adalah masih rendahnya mutu pendidikan yang antara lain mencakup masalah tenaga kependidikan, fasilitas, manajemen, proses pembelajaran dan prestasi siswa. Dengan demikian, pemerintah Kabupaten Lampung Tengah memiliki tugas yang penting dalam meningkatkan mutu pendidikan di daerahnya, khususnya di SMPN 2 Gunung Sugih dan SMPN 2 Punggur, Kabupaten Lampung Tengah.

(21)

6

dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat.

Desentralisasi pendidikan pada hakekatnya berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu lulusan lembaga pendidikan dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Apabila sekolah dapat dikelola dengan optimal oleh personalia yang profesional, pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak-pihak yang lebih dekat dan tahu tentang kebutuhan dan potensi sekolah, maka mutu pendidikan akan semakin menunjukan pada tingkat maksimal sesuai yang diharapkan.

(22)

7

Sejalan dengan desentralisasi pendidikan tersebut, lahirlah MBS sebagai bentuk pengelolaan organisasi sekolah secara desentralistik. MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dengan maksud agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan. Namun dengan diberikannya otonomi ini, sekolah tetap mengacu pada kewenangan yang didelegasikan kepada sekolah dan berpegang teguh pada tujuan MBS serta prinsip-prinsip implementasinya yang bersifat desentralistik.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian

(23)

8

1.2.Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup 1. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah peneliti uraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah pelaksanaan Desentralisasi Pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lampung Tengah?

b. Bagaimanakahfaktor penghambat Desentralisasi Pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lampung Tengah?

2. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada dua ruang lingkup pembahasan, yaitu dalam bidang Perencanaan, Pelaksanaan maupun Pengawasan Desentralisasi Pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lampung Tengah.

1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui pelaksanaan yang terjadi terhadap Desentralisasi Pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lampung Tengah.

(24)

9

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a.Kegunaan Teoritis

1) Diharapkan hasil penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu hukum khususnya hukum administrasi negara.

2) Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk dijadikan arah penelitian lebih lanjut pada masa yang akan datang.

b.Kegunaan Praktis

1) Bagi Pemerintah Provinsi Lampung dan Instansi yang terkait, dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dalam hal Pelaksanaan Desentralisasi Pendidikan pada tingkat sekolah di Kabupaten Lampung Tengah .

2) Bagi masyarakat dapat memberikan masukan bagi masyarakat umum, berupa informasi-informasi mengenaiDesentralisasi Pendidikan pada tingkat sekolah di Kabupaten Lampung Tengah.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan atau wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai tujuan yang diharapkan.Implementasi atau pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan.

Adapun pengertian pelaksanaan yaitu :

1. Pelaksanaan adalah salah satu kegiatan yang dapat dijumpai dalam proses administrasi, hal ini sejalan dengan pengertian yang dilakukan Liang Gie et, al, lebih lanjut Bintoro Tjokroadmudjoyo mengemukakan bahwa pelaksanaan sebagai proses dapat kita pahami dalam bentuk rangkaian kegiatan yakni berawal dari kebijakan guna mencapai tujuan maka kebijakan itu diturunkan dalam suatu program proyek.4

2. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia merumuskan pengertian pelaksanaan atau penggerakan sebagai upaya agar tiap pegawai atau tiap

4

(26)

11

anggota organisasi berkeinginan dan berusaha mencapai tujuan yang telah direncanakan.5

3. Wiestra, dkk mengemukakan pengertian pelaksanaan sebagai usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, siapa yang akan melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya dan kapan waktu dimulainya.6

4. Abdullah mengemukakan bahwa implementasi adalah suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut sekolah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengembalian keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula.7

5. Pelaksanaan diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan tertentu yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau program dalam kenyataannya. 6. Pelaksanaan atau Implementasi yakni konsep dinamis yang melibatkan secara

terus menerus usaha-usaha yang mencari apa yang dilakukan, mengatur aktivitas-aktivitas yang mengaruh pada pendapat suatu program ke dalam dampak.8

7. Pelaksana adalah orang yang mengerjakan atau melakukan rencana yang telah disusun, sedangkan pelaksanaan adalah perihal (perbuatan,usaha) melaksanakan rancangan.

Febiyanti Putri. Pelaksanaan Pemberian Izin Oleh Kepolisian di Kota Bandar Lampung.

Skripsi.Universitas Lampung. 2014

8

Hisyam Djihad dan Suyanto. Pelaksanaan Pendidikan di Indonesia Memasuki Millenium III,

(27)

12

Pengertian Implementasi atau Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha-usaha yang dilaksanakan yang dikemukakan oleh Abdullah bahwa Implementasi adalah suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetepkan semula.

Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan maupun di luar lapangan. Di mana dalam kegiatannya melibatkan beberapa unsur disertai dengan usaha-usaha dan didukung oleh alat-alat penunjang.

Selain itu perlu adanya batasan waktu dan penentuan tata cara pelaksanaan. Berhasil tidaknya proses inplementasi, Menurut Edward, yang dikutip oleh Abdullah,dipengaruhi oleh faktor-faktor yang merupakan syarat terpenting berhasilnya suatu proses implementasi.

Faktor-faktor tersebut adalah :

1. Komunikasi, merupakan suatu program yang dapat dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi yang disampaikan. 2. Resouces (sumber daya), dalam hal ini maliputi empat komponen yaitu

(28)

13

tugas sebagai tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan.

3. Disposisi, Sikap dan komitmen daripada pelaksanaan terhadap program khususnya dari mereka yang menjadi implemetasi program khususnya dari mereka yang menjadi implementer program

4. Struktur birokrasi. Yaitu SOP (Standar Operating Procedures).yang mengatur tata aliran dalam pelaksanaan program. Jika hal ini tidak sulit dalam mencapai hasil yang memuaskan, karena penyelesaian masalah-masalah akan memerlukan penanganan dan penyelesaian khusus tanpa pola yang baku.

2.2. Pengertian Desentralisasi

Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan.

(29)

14

Menurut Amrah Muslimin, mengartikan desentralisasi adalah pelimpahan wewenang pada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.9

Desentralisasi mempunyai nilai apabila dapat membantu organisasi mencapai tujuan dengan efisien. Faktor – faktor yang mempengaruhi derajat desentralisasi adalah sebagai berikut :

1. Filsafat manajemen

2. Ukuran dan tingkat pertumbuhan ekonomi 3. Strategi dan lingkungan organisasi

4. Penyebaran geografis organisasi 5. Pengawasan yang efektif

6. Kualitas manajer

7. Keaneka – ragaman produk dan jasa

8. Karkteristik – karakteristik organisasi lainnya

Desentralisasi dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana sejumlah kewenangan telah diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melakukan kreasi, inovasi, dan improvisasi dalam upaya pembangunan daerahnya, termasuk juga dalam bidang pendidikan. Desentralisasi pendidikan secara resmi dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

9

(30)

15

Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional.10

Menurut Umiarso dan Gojali Konsep penyelenggaraan pendidikan yang bersifat desentralisasi dikenal dengan manajemen berbasis sekolah yang merupakan perubahan paradigma pengelolaan pendidikan yang semula berpusat pada pemerintah pusat beralih ke pengelolaan pendidikan pada pola manajemen dimana sekolah tersebut yang mengelolanya.

Urusan-urusan Pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang ,kepada Daerah,baik yang menyangkut penentuan kebijaksanaan,

perencanaan,pelaksanaan, maupun yang menyangkut segi pembiayaannya. Demikian pula perangkat pelaksanaannya adalah perangkat Daerah itu sendiri, terutama Dinas-dinas Daerah.11

Sesuai dengan tuntutan reformasi dan demokratisasi di bidang pendidikan, pengelolaan pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keinginan dan tujuan bangsa Indonesia dalam penyelenggaran pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh dalam pendidikan dasar, propenas menyebutkan kegiatan pokok dalam upaya memperbaiki manajemen pendidikan dasar di Indonesia adalah:

10

Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta,Rineka Cipta, 2004. hlm. 63

11

(31)

16

1. Melaksanakan desentralisasi bidang pendidikan secara bertahap, bijaksana dan profesional, termasuk peningkatan peranan stakeholders sekolah;

2. Mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan secara desentralisasi untuk meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat;

3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti diversifikasi penggunaan sumber daya dan dana;

4. Mengembangkan sistem insentif yang mendorong terjadinya kompetensi yang sehat baik antara lembaga dan personil sekolah untuk pencapaian tujuan pendidikan

5. Memberdayakan personil dan lembaga, antara lain melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga profesional.

6. Meninjau kembali semua produk hukum di bidang pendidikan yang tidak sesuai lagi dengan arah dan tuntutan pembangunan pendidikan; dan

7. Merintis pembentukan badan akreditasi dan sertifikasi mengajar di daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga kependidikan secara independen.12

Menurut Manor, kebijakan Desentralisasi berasal dari kebutuhan untuk memperkuat pemerintah daerah dalam rangka menjembatani jurang pemisah antara negara dan masyarakat lokal. Negara yang mempunyai populasi yang besar dan wilayah yang luas cenderung lebih terdesentralisasi karna sangat sulit dan mahal untuk memerintah secara efektif ketika populasi dan wilayah begitu luas. Negara mempunyai wilayah luas biasanya mempunyai variasi yang besar dalam

12

(32)

17

hal iklim, geografi, dan basis ekonomi, sehingga penyediaan pelayanan pemerintah yang sangat seragam akan berakibat inefisiensi.13

Bentuk-bentuk Desentralisasi dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Devolution (devolusi) : Merupakan bentuk umum dari desentralisasi dimana daerah otonom merupakan suatu bentukan hukum yang berdiri sendiri. Pemerintah pusat dalam hal ini menyerahkan sebian fungsinya atau membentuk unit pemerintah yang tidak berada dibawah kendali pemerintah pusat secara langsung.

2. Delegation (delegasi) : Merujuk pada penyerahan pengambilan kebijakan dan kewenangan administratif untuk tindakan tertentu kepada institusi atau organisasi yang semi-independen, misalnya badan usaha milik negara atau perusahaan pembangunan regional.

3. Deconcentration (dekonsentrasi): Mencakup transfer kewenangan administratif yang spesifik dalam hal pengambilan kebijakan,keuangan,dan fungsi manajemen dalam lingkup yuridiksi unit pemerintahan pusat.

4. Political or Democratic decentralization (desentralisai politik) : Mencakup seluruh seluruh transfer kewenangan administratif, fiskal dan politik. Bentuk ini adalah bentuk desentralisasi yang paling dibutuhkan untuk keberhasilan suatu kebijakan desentralisasi suatu negara.14

Tujuan utama desentralisasi adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan utnuk mengurangi beban kerja pemerintah pusat dalam upaya mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah. dengan kata lain tujuan

13

Rudy, Hukum Pemerintah Daerah Perspektif Konstitusionalisme Indonesia. Indepth Publishing, Bandar Lampung,2012, hlm.17

(33)

18

desentralisasi adalah untuk merangsang kepekaan elit lokal terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat daerah.

Dalam hal ini berkaitan dengan tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.

Desentralisasi pendidikan perlu dilakukan karena berbagai studi tentang desentralisasi menunjukkan bahwa pekerjaan yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim, mengandung unsur ketidakpastian, dan berada dalam lingkungan yang cepat berubah tidak dikelola secara sentralistik. Pendidikan dan secara khusus lagi sekolah yang selama ini dikelola secara sentralistik justru menimbulkan banyak masalah. Oleh karena itu, sekolah yang memiliki karakteristik seperti itu harus didesentralisasikan.15

Dalam konteks penyelenggaraan desentralisasi di bidang pendidikan, terdapat banyak persoalan muncul, karena pelaksanaan desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang pemerintahan lainnya yang pada dasarnya terkonsentrasi pada tingkat kabupaten dan kota. Desentralisasi pendidikan justru tidak hanya terhenti pada tingkat kabupaten dan kota, tetapi justru lebih jauh yaitu sampai pada tingkat sekolah.

15

Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah. Teori, Model dan Aplikasi ,PT Grasindo,Jakarta .

(34)

19

Adanya otonomi dalam pengelolaan pendidikan merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para personel, menawarkan partisipasi langsung pihak-pihak terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

2.3. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.

Pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 ) adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Beberapa pengertian tentang pendidikan:

(35)

20

2. Pendidikan juga berati lembaga-lembaga yang bertanggung jawang menciptkan cita-cita(tujuan) pendidikan,isi,sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi: keluarga,sekolah dan masyarakat (negara). 3. Pendidikan pula merupakan hasil atau prestasi yang dicapai oleh

perkembangan manusia dan usaha lembaga-lembaga tersebut dalam mencapai tujuannya. Pendidikan dalam hal ini merupakan tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan sebagai satu kesatuan.16

Usaha dan tujuan pendidikan dilandasi oleh pandangan hidup orang tua, lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan, masyarakat dan bangsanya. Tujuan pendidikan diabadikan untuk kebahagiaan individu,keselamatan masyarakat dan kepentingan negara.17

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal (3), tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

2.3.1. Sumber- Sumber Pendidikan Beberapa sumber-sumber Pendidikan yaitu: a. Materi yang dipelajari peserta didik

b. Metode yang dipakai untuk belajar dan mengajar c. Berbagai alat peraga

16

Noor Syam. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Usaha Nasional Surabaya,Malang,1987. hlm.7-8

(36)

21

d. Berbagai media pendidikan

e. Orang-orang seperti pengelola, guru, narasumber, dan pengawas f. Dana pendidikan

g. Sarana pendidikan h. Prasarana pendidikan18

2.3.2. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita- cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan

1. Pasal 31 ayat (3) menyebutkan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan

keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”

2. Pasal 31 ayat (5) menyebutkan “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan

bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.”

2.3.3. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Bidang Pendidikan

Kewenangan pemerintah pusat dalam bidang pendidikan telah di terangkan dengan jelas dalam PP Nomor.25 tahun 2000 tentang Kewenangan pemerintah

18

(37)

22

pusat dan pemerintah daerah sebagai daerah otonom. Kewenangan tersebut harus di patuhi dan taati oleh setiap daerah, guna menghasilkan mutu sekolah yang baik.

Pemerintah pusat masih mempertahankan bentuk-bentuk kewenangan di dunia pendidikan. Hal ini terlihat jelas pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi, khususnya pada Pasal 2 ayat(11), bidang pendidikan tercantum 10 butir kewenangan yang masih dipegang oleh pemerintah pusat, di antaranya terdapat tujuh hal yang penetapannya masih digenggam oleh pemerintah pusat, yaitu :

1. Menetapkan standar kompetensi siswa 2. Menetapkan standar materi pelajaran pokok

3. Menetapkan persyaratan perolehan dan penggunaan gelar akademik 4. Menetapkan pedoman pembiayaan penyelenggaraan pendidikan

5. Menetapkan persyaratan penerimaan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa

6. Menetapkan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah, dan luar sekolah

7. Mengatur dan mengembangkan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh, serta mengatur sekolah internasional.19

Pemerintah pusat juga memiliki wewenang untuk menentukan pedoman anggaran biaya pendidikan. Pedoman ini dapat digunakan sebagai acuan bagi daerah dalam

19

(38)

23

menentukan anggaran pendidikan yang akan dipakai dalam satu tahun. Adanya pengawasan dari pemerintah dapat mencegah pungutan liar atau penyalahgunaan yang lain dalam hal anggaran sekolah. Kewenangan pemerintah pusat dalam bidang pendidikan lainnya yaitu penetapan kalender pendidikan, dimana pemerintah pusat harus telah penetapkan hari aktif untuk kegiatan belajar setiap tahunnya, selain itu pemerintah juga memiliki wewenang untuk menetapkan jam belajar efektif dimana setiap tingkat pendidikan memiliki jam efektif untuk belajar setiap minggunya berbeda, semakin tinggi tingkat pendidikan ( SD – SMP – SMA) maka semakin bertambah jam belajar efektifnya.

Kewenangan – kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pada dasarnya adalah pedoman paling dasar, dimana setiap sekolah atau instansi pendidikan lainnya dapat mengembangkan dasar penetapan tersebut. Pemerintah pusat lebih berperan dalam hal pengawasan pelaksanaan pendidikan agar mutu pendidikan dapat ditingkatkan dan penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar tidak menyimpang dari pedoman pendidikan. Adanya standar – standar yang ditetapkan oleh pemerintah ditujukan agar pendidikan di Indonesia mengalami kemajuan dan persamaan disetiap daerahnya. Meskipun dalam kenyataannya tetap terdapat perbedaan, namun hal itu tertutupi dengan adanya standar nasional yang diwujudkan oleh adanya ujian nasional di berbagai tingkat pendidikan.

Kewenangan pemerintah daerah meliputi:

a. Menyelenggarakam sendiri sebagian urusan pemerintahan

(39)

24

c. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas

d. Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dalam melakukan pendistribusian kewenangan antara pemerintah pusat dengan daerah, membedakan urusan yang bersifat concurrent yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilakukan bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Selain itu urusan pemerintah yang bersifat absolut, yaitu yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Dengan demikian, setiap urusan yang bersifat concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi dan juga ada urusan pemerintahan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.

Bidang Pendidikan dan Kebudayaan :

a. Penetapan standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya.

b. Penetapan standar materi pelajaran pokok.

(40)

25

e. Penetapan persyaratan penerimaan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa.

f. Penetapan persyaratan pemintakatan/zoning, pencarian, pemanfaatan, pemindahan, penggandaan, sistem pengamanan dan kepemilikan benda cagar budaya serta persyaratan penelitian arkeologi.

g. Pemanfaatan hasil penelitian arkeologi nasional serta pengelolaan museum nasional, galeri nasional, pemanfaatan naskah sumber arsip, dan monumen yang diakui secara internasional.

h. Penetapan kalender pendidikan dan jumlah jam belajar efektif setiap tahun bagi pendidikan dasar, menengah dan luar sekolah.

i. Pengaturan dan pengembangan pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh serta pengaturan sekolah internasional.

j. Pembinaan dan pengembangan bahasa dan sastra Indonesia.

Menurut Undang- Undang Nomor. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 12 bahwa Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:

a. Pendidikan, b. Kesehatan,

c. Pekerjaan umum dan penataan ruang,

d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman,

(41)

26

Maka dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Daerah memiliki kewenangan dalam hal pendidikan.

2.4.Pengertian Desentralisasi Pendidikan

Pengertian desentralisasi pendidikan menurut Hurst (1985), bahwa “the

decentralization process implies the transfer of certain function from small group

of policy-makers to a small group of authorities at the local level” dengan kata lain desentralisasi merupakan proses penyerahan fungsi-fungsi tertentu dari sekelompok kecil pembuat kebijakan kepada satu kelompok kecil pemegang kekuasaan pada tataran local. Definisi Hurst tersebut telah menggambarkan dengan jelas proses penyerahan fungsi-fungsi pemerintahan yang kemudian diberikan kepada pemerintah daerah.20

Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Hak dan Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah.Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban

Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan Pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam

penyelenggaraan pendidikan”.21

20

Agus Salim. Indonesia Belajarlah! Membangun Pendidikan Indonesia, 2007, Yogyakarta, Tiara Wacana,, hlm. 257-258.

(42)

27

2.4.1. Desentralisasi Pendidikan Suatu Keharusan

Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi pendidikan yaitu,

a. Pembangunan masyarakat demokrasi, suatu masyarakat yang antara lain mengakui akan hak-hak manusia. Didalam masyarakat demokratis dihormati adanya perbedaan pendapat dan kepatuhan terhadap keputusan bersama yang telah diambil oleh semua anggota, dituntut adanya tanggung jawab individu dan tanggung jawab sosial dari masing-masing anggotanya,dalam melaksanakan keputusan bersama itu.

b. Pengembangan social capital, Sistem pendidikan yang sentralistis yang mematikan kemampuannya berinovasi tentunya tidak sesuai dengan pengembangan suatu masyarakat demokrasi yang terbuka. Oleh sebab itu Desentralisasi Pendidikan berati lebih mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat yang mempunyai pendidikan itu sendiri.

c. Peningkatan daya saing bangsa, Dalam suatu masyarakat otoriter dan statis, daya saing tidak mempunyai tempat. Oleh sebab itu, masyarakat akan sangat lamban perkembangannya. 22

2.4.2. Tuntutan-Tuntutan Desentralisasi Pendidikan

Desentralisasi bukanlah sekedar dekonsentrasi kekuasaan Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom. Desentralisasi Pendidikan berkenaan dengan masalah yang sangat mendasar yaitu pendidikan adalah milik rakyat dan untuk rakyat.

Pendidikan sebagai proses pembudayaan tidak terlepas dari tuntutan-tuntutan hidup bersama masyarakat yang berbudaya. Oleh sebab itu, Desentralisasi

22

(43)

28

Pendidikan mempunyai dua tuntutan yaitu, akuntabilitas terhadap masyarakat sebagai pemiliknya(akuntabilitas horizontal), dan selanjutnya didalam hidup bersama sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia, maka pendidikan juga mempunyai fungsi di dalam pengembangan social capital persatuan bangsa Indonesia. Inilah yang disebut akuntabilitas vertikal pendidikan nasional.23

2.4.3.Prasyarat Keberhasilan Proses Desentralisasi Pendidikan

Keberhasilan desentralisasi pendidikan setidaknya akan tergantung pada beberapa faktor pendukung. Di bawah ini akan dikemukakan empat faktor penunjang keberhasilan desentralisasi pendidikan, yaitu :

1. Menerapkan deregulasi, meningkatkan fleksibilitas melalui penerapan

deregulasi merupakan kunci utama untuk memacu efektivitas desentralisasi pendidikian di daerah dan sekolah. deregulasi merupakan proses pemangkasan jalur birokrasi yang terlalu ketat dan panjang. Deregulasi juga berarti menghilangkan rantai birokrasi yang terlalu banyak. Sebagai system semestinya bukan untuk mempersulit dan memperlambat proses, tetapi sebaliknya memperlancar proses layanan pendidikan yang diperlukan oleh masyarakat.

2. Menerapkan semiotonom atau melaksanakan desentralisasi secara bertahap

dan berkesinambungan.

3. Melaksanakan kepemimpinan demokratis dan partisipatif dalam

penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

23

(44)

29

4. Menerapkan profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan

desentralisasi pendidikan. 24

2.4.4. Desentralisasi Pendidikan Pada Tingkat Sekolah

Desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah merupakan satu bentuk desentralisasi yang langsung sampai ke ujung tombak pendidikan di lapangan. Jika lembaga dinas pendidikan kecamatan, dan dinas pendidikan kabupaten/kota lebih memiliki peran sebagai fasilitator dan koordinator proses pembinaan, pengarahan, pemantauan dan penilaian, maka sekolah seharusnya diberikan peran lebih nyata dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.

Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional.

Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan kekuasaan sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami

24

(45)

30

realitas pendidikan berada pada tempat yang dikendalikan. Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang pasti tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah.

Bentuk desentralisai pendidikan yang paling mendasar adalah dilaksanakan oleh sekolah, dengan menggunakan komite sekolah sebagai wadah pemberdayaan peran serta masyarakat, dan dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) sebagai proses pelaksanaan layanan pendidikan secara nyata di dalam masyarakat.

Tujuan penyelenggaran pendidikan adalah untuk mewujudkan manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, berbudi luhur, menguasai ilmu, teknologi dan seni, berwawasan masa depan dan global, berbasiskan nilai – nilai luhur budaya lokal dan kebangsaan serta berwatak demokratis dan mandiri. Bahwa berdasarkan kewenangan, kebutuhan, kemampuan dan tanggung jawab Pemerintah Daerah, perlu dibangun dan dikembangkan komitmen bersama diantara pemangku penyelenggaraan sistem pendidikan secara demokratis, terbuka, partisipatif, bermartabat, dan bertanggung jawab.25

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) 2000-2004, dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat perlu dibentuk Dewan Pendidikan di tingkat

25

(46)

31

kabupaten/kota, dan Komite Sekolah di tingkat satuan pendidikian, baik di tingkat kabupaten/kota ataupun sekolah.26

Beberapa urusan dalam bidang pendidikan yang secara langsung dapat diserahkan kepada sekolah adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan tata tertib sekolah

2. Memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas

yang tersedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan tenaga admistratif yang dimiliki.

3. Menetapkan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler yang diadakan dan

oleh sekolah. dalam hal ini, dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan masa depan lulusnya, sekolah perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kkurikulum nasional dengan kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum dengan meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah.

4. Pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat

diberikan kepada sekolah, dengan memperhatikan standar dan ketentuan yang ada.

5. Penghapusan barang dan jasa dapat dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan

mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten.

6. Proses pengajaran dan pembelajaran. Ini merupakan kewenangan professional

sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan sekolah.

26

(47)

32

7. Urusan teknis edukatif yang lain sejalan dengan konsep manajemen berbasis

sekolah (MBS) merupakan urusan yang sejak awal harus menjadi tanggung jawab dan kewenangan sekolah.27

Desentralisasi pengelolaan sekolah perlu diletakkan dalam rangka mengisi kebhinekaan dalam wadah negara kesatuan yang dijiwai oleh rasa persatuan dan kesatuan bangsa; bukan berdasarkan kepentingan kelompok dan daerah secara sempit. Pelaksanaan desentralisasi dalam pengelolaan sekolah memerlukan kesiapan berbagai perangkat pendukung di daerah. Sedikitnya terdapat empat hal yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan desentralisasi berhasil, yaitu:

a. Undang-undang No. 20 tahun 2003 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional

b. Pembinaan kemampuan daerah

c. Pebentukan perencanaan unit yang bertanggung jawab untuk menyusun perencanaan penddikan

d. Perangkat sosial, berupa kesiapan masyarakat setempat untuk menerima dan membantu menciptakan iklim yang kondusif bagi pelaksanaan desentralisasi tersebut.

Adapun wewenang daerah yang didelegasikan kepada pihak sekolah mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Perencanaan dan Evaluasi. Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sekolah sesuai dengan kebutuhannya (school-based plan). Oleh karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan

27

(48)

33

hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah membuat rencana peningkatan mutu. Sekolah berwenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya.

2. Pengelolaan Kurikulum dan proses pembelajaran yang dilakukan bersama-sama dengan komite sekolah, orang tua dan masyarakat. Dalam penyusunan kurikulum, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi) kurikulum, namun tidak mengurangi standar isi yang berlaku secara nasional. Selain itu, sekolah diberi kebebasan untuk mengembanhgkan kurikulum muatan lokal. Sedangkan dalam proses pembelajaran, sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. Secara umum, strategi/metode/teknik pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran siswa.

(49)

34

4. Pelayanan Siswa. Pelayanan siswa, mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan/pembinaan/pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja sampai pada pengurusan alumni. 5. Pengelolaan Iklim Sekolah. Iklim sekolah (fisik dan non fisik) yang kondusif

akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/espektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa.28

2.4.5. Kelebihan Dan Kelemahan Desentralisasi Pendidikan

Berikut kelebihan dari desentralisasi pendidikan :

1. Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki

2. Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional

3. Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat

4. Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.

28

(50)

35

Adapun kelemahan yang mungkin timbul dalam implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan melalui Undang-undang Otonomi Daerah adalah:

a. Kurang siapnya SDM daerah terpencil.

b. Tidak meratanya pendapatan asli daerah (PAD), khususnya daerah-daerah miskin,

c. Mental korup yang telah membudaya dan mendarah daging, d. Menimbulkan raja-raja kecil di daerah surplus,

e. Dijadikan komoditas,

f. Belum jelasnya pos-pos pendidikan, sehingga akan cukup merepotkan Depdiknas dalam mengalokasikannya. Hasilnya akan menguntungkan departemen-departemen lain yang mengelola pendidikan atau pelatihan, padahal departemen lain telah memperoleh dana dari APBN. sementara itu, hasilnya masih diragukan karena ditangani bukan oleh para ahli/profesional pendidikan.

Kelemahan-kelemahan diatas tentu harus dicarikan jalan keluarnya agar dapat diminimalisasi keberadaannya.29

2.5.Landasan Yuridis Pelaksanaan Pendidikan Daerah

Tuntutan reformasi yang sangat penting adalah demokratisasi, yang mengarah pada dua hal yakni pemberdayaan masyarakat dan pemberdayaan pemerintah daerah (otda). Hal ini berarti peranan pemerintah akan dikurangi dan memperbesar partisipasi masyarakat. Demikian juga perana pemerintah pusat yang bersifat sentralistis dan yang telah berlangsung selama 50 tahun lebih, akan

29

(51)

36

diperkecil dengan memberikan peranan yang lebih besar kepada pemerintah daerah yang dikenal dengan sistem desentralisasi. Kedua hal ini harus berjalan secara simultan inilah yang merupakan paradigma baru, yang menggantikan paradigma lama yang sentralistis.

Konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan yang dituangkan dalam Undang-Undang Sisdiknas 2003 bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan Pasal (4) disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan, serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan , nilai kultural, dan kemajemukan bangsa ayat (1). Karena pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat ayat (3), serta dengan memberdayakan semua komponen masyarakat, melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

(52)

37

Dengan adanya desentralisai penyelenggaraan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, maka pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat Pasal 46 ayat (1). Bahkan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggungjawab menyediakan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Undang Undang

Dasar Negara RI tahun 1945 “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan

sekurang-kurangnya duapuluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional” - Pasal 46 ayat (2). Itulah sebabnya dana pendidikan, selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan, harus dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan, dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) (pasal 49 ayat 1). Khusus gaji guru dan dosen yang diangkat oleh pemerintah (pusat) dialokasikan dalam APBN Pasal 49 ayat (2).

Sumber pendanaan pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan Pasal 47 ayat (1). Dalam memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut maka pemerintah pusa), pemerintah daerah, dan masyarakat mengerahkan sumber daya yang ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 47 ayat (2). Oleh karena itu maka pengelolaan dan pendidikan harus berdasarkan prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik Pasal 48 ayat (2).

(53)

38

tugas oleh presiden Pasal 50 ayat (1), yaitu menteri pendidikan nasional. Dalam hal ini pemerintah pusat menentukan kebijakan nasional dan standard nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional Pasal 50 ayat (2). Sedangkan pemerintah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah. Khusus untuk pemerintah kabupaten/kota diberi tugas untuk mengelola pendidikan dasar dan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal. 30

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kemudian dijadikan landasan hukum dalam penyelenggaraan desentralisasi pendidikan dengan ketentuan kewenangan sebagai berikut.

1. Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan;

2. Pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan dan evaluasinya;

3. Pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.

30

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Masalah

Pendekatan ini adalah penelitian hukum normatif empiris.Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.

Pendekatan hukum normatif adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan baku utama, menelaah hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, konsepsi hukum, pandangan dan doktrin-doktrin hukum, peraturan dan sistem hukum dengan menggunakan data sekunder, diantaranya asas, kaidah, norma dan aturan hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya, dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan erat dengan penelitian.

(55)

40

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditetukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.31

Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1) Pendekatan Yuridis Normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan pada bahan- bahan pustaka yang berupa literatur dan peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. 2) Pendekatan Yuridis Empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara

menggali informasi dan melakukan penelitian di lapangan guna mengetahui secara lebih jauh mengenai permasalahan yang dibahas. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan Dinas Pendidikan dan perwakilan pihak dari 3 (tiga) Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Lampung Tengah.

3.2. Sumber Data

3.2.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan-keterangan dan pendapat dari para responden dan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan melalui wawancara dan observasi. Penelitian skripsi ini dilakukan di Dinas Pendidikan di Kabupaten Lampung Tengah dan perwakilan pihak dari 3 (tiga) Sekolah Menengah Pertama(SMP) di Kabupaten Lampung Tengah.

31

(56)

41

3.2.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, yang terdiri dari bahan baku primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu:

1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan

2. Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan

3. Peraturan Daerah Lampung Tengah No.18 tahun 2009 tentang sistem penyelenggaraan pelayanan pendidikan di Kabupaten Lampung Tengah b. Bahan hukum sekunder, meliputi:

Bahan hukum yang sekunder yang digunakan adalah literatur-literatur,makalah-makalah dan tulisan-tulisan hasil karya kalangan hukum atau instansi terkait yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tarsier yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Kamus Besar Bahasa Indonesia

2. Peraturan Perundang-undangan

(57)

42

3.3. Prosedur Pengolahan Data dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Studi Pustaka

Metode ini dilakukan dengan cara melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah, mencatat, dan membuat ulasan bahan-bahan pustaka yang ada kaitannya dengan persalahan yang akan diteliti. Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat sekunder ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, antara lain :

1. Bahan hukum primer, meliputi peraturan perundang-undangan baik pada tingkat pusat maupun daerah;

2. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari buku-buku dan artikel-artikel yang berhubungan dengan penelitian (baik dalam bentuk surat kabar, majalah, jurnal, maupun tulisan-tulisan lainnya);

3. Bahan hukum tersier yang memberikan informasi mengenai kedua bahan hukum diatas berupa kamus, ensiklopedia,bibliografi, dan sebagainya. b. Studi Lapangan

(58)

43

c. Pengelolaan Data

Data yang terkumpul kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data. Data tersebut diolah melalui proses :

1. Pemeriksaan Data, yaitu memeriksa data yang didapatkan untuk mengetahui apakah data yang didapat itu relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila terdapat data yang salah maka akan dilakukan perbaikan. 2. Klasifikasi data, yaitu data yang telah selesai diseleksi kemudian diklasifikasi sesuai dengan jenisnya dan berhubungan dengan masalah penelitian.

3. Sistemasi data, yaitu menempatkan data pada masing-masing bidang pembahasan yang dilakukan secara sistematis.

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan serta menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari suatu penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi, dan pengetahuan umum.

(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa:

1. Pelaksanaan Desentralisasi Pendidikan Pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama Di Kabupaten Lampung Tengah belum berjalan dengan baik meskipun sudah 75% menggunakan sistem Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah yang berada di Lampung Tengah belum sepenuhnya melibatkan masyarakat, hanya fokus pada perbaikan dan pencitraan sekolah semata. Sarana dan prasarana yang belum cukup memadai dan sistem pendidikan yang dapat dikatakan belum efektif dan efesien demi menunjang keberhasilan siswa-siwa di dua sekolah tersebut. Hubungan antara sekolah masyarakat setempat dapat dikatakan belum berhasil, karena pasalnya jalinan hubungan tersebut tidak hanya sebatas pada bantuan dana dari masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) diisi dengan nilai minimal pencapaian ketuntasan kompetensi belajar peserta didik yang ditetapkan oleh satuan

Pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional (dengan menggerakkan seluruh elemen), terbuka (rapor online telah memberikan keterbukaan bagi wali murid di

Jadi hipotesis nihil ( Ho ) dalam penelitian ini adalah : “Tidak Ada Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Akhlak Peserta Didik Di SMP (SAIM) Sekolah Alam

Satuan pendidikan dalam binaan Kementerian mendata peserta AN (peserta didik, pendidik, dan kepala satuan pendidikan) ke pangkalan data Dapodik. Pengelola data di setiap

Ditampilkan salah satu ayat Al Quran tentang sifat Allah, peserta didik dapat menentukan sifat wajib Allah yang terdapat pada ayat

Secara operasional, pendidikan berwawasan kebangsaan adalah layanan bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan untuk meningkatkan paham, rasa, dan semangat

Tesis ini berupaya untuk mengungkap usaha guru dalam membentuk karakter Islami peserta didik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada SMP di Kecamatan