• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN CAMPURAN TANAH DENGAN KAPUR UNTUK PERKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN UNTUK JALAN LINGKUNGAN (UTILIZATION OF FLY ASH AS A MIXING MATERIAL OF SOIL AND LIME FOR STRENGTHENING POST-COMBUSTION BLOCK PAVING FOR STREET ENVI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN CAMPURAN TANAH DENGAN KAPUR UNTUK PERKUATAN PAVING BLOCK PASCA PEMBAKARAN UNTUK JALAN LINGKUNGAN (UTILIZATION OF FLY ASH AS A MIXING MATERIAL OF SOIL AND LIME FOR STRENGTHENING POST-COMBUSTION BLOCK PAVING FOR STREET ENVI"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN

FLY ASH

SEBAGAI BAHAN CAMPURAN

TANAH DENGAN KAPUR UNTUK PERKUATAN

PAVING BLOCK

PASCA PEMBAKARAN UNTUK

JALAN LINGKUNGAN

Oleh

RESTI YULI YANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN CAMPURAN TANAH DENGAN KAPUR UNTUK PERKUATAN PAVING BLOCK PASCA

PEMBAKARAN UNTUK JALAN LINGKUNGAN OLEH

RESTI YULI YANTI

Paving block merupakan salah satu alternatif dari perkerasan semi lentur. Pada

umumnya paving block merupakan suatu komposisi bahan penutup permukaan tanah yang dibuat dari campuran semen portland, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak mengurangi mutu paving block. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut tentang alternatif lain dari paving block campuran semen dan pasir, salah satunya dengan memanfaatkan campuran tanah, fly ash dan kapur.

Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Komposisi campuran yang digunakan adalah 6%, 8% dan 10%, perbandingan antara fly ash dan kapur yaitu 1:1 dengan waktu pemeraman selama 14 hari. Kemudian dilakukan pengujian kuat tekan dan daya serap air.

Berdasarkan pengujian sifat fisik tanah asli, AASTHO mengklasifikasikan sampel

tanah pada kelompok A-7-6 (tanah lempung) sedangkan USCS

mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CL. Nilai kuat tekan yang diperoleh berbanding lurus dengan jumlah komposisi fly ash dan kapur. Nilai kuat tekan sampel setelah pembakaran lebih besar dibandingkan dengan nilai kuat tekan sampel tanpa pembakaran. Namun, nilai kuat tekan yang diperoleh masih belum memenuhi spesifikasi dari SK SNI 03 – 0691- 1996 minimum 85 kg/cm2. Sedangkan untuk nilai daya serap air sebesar 3% - 10% telah memenuhi spesifikasi paving block SK SNI 03 – 0691- 1996.

(3)

ABSTRACT

UTILIZATION OF FLY ASH AS A MIXING MATERIAL OF SOIL AND LIME FOR STRENGTHENING POST-COMBUSTION BLOCK PAVING

FOR STREET ENVIRONMENT quality of block paving. Therefore, it is necessary to study other alternatives about paving block of cement and sand, one of them is by using a mixture of soil, fly ash and lime.

Soil samples tested in this study come from Karang Anyar, South Lampung. The composition of the mixture used is 6%, 8% and 10%, the comparison between fly ash and lime is 1:1 with curing time for 14 days. Then testing compressive strength and water absorption power were conducted.

Based on the physical properties of the original soil testing, AASTHO classify soil samples in group A-7-6 (clay) while USCS classifies soil samples as fine-grained soil and included it in the CL group. Compressive strength value obtained is directly proportional to the amount of the composition of the fly ash and lime. The compressive strength of the samples after burning is more than the value of compressive strength samples without burning. However, the compressive strength values obtained still did not meet the specifications of the SK SNI 03 - 0691-1996 minimum 85 kg/cm2. As for the value of water absorption power is 3% - 10% have fulfilled the specifications of paving block SK SNI 03-0691 - 1996.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR NOTASI ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paving Block ... 5

B. Tanah ... 8

C. Tanah Lempung ... 18

D. Fly Ash ... 19

E. Kapur ... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Penelitian ... 29

B. Pelaksanaan Pengujian Tanah Asli. ... 30

C. Pelaksanaan Pencampuran dan Pencetakan Benda Uji ... 30

D. Bahan Pembakaran Sampel ... 33

E. Pelaksanaan Pengujian Kuat Tekan dan Daya Serap Air... 33

F. Urutan Prosedur Penelitian... 35

(8)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 39

B. Klasifikasi Tanah Asli ... 44

C. Hasil Pengujian Pemadatan Tanah Campuran ... 47

D. Analisis Komposisi Paving Block Tanah... 49

E. Hasil Pengujian Nilai Kuat Tekan ... 53

F. Perbandingan Nilai Kuat Tekan Campuran Lainnya... ... 62

G. Pengujian Nilai Daya Serap air... 65

H. Pengujian Berat Jenis Tanah Campuran ... 68

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan pesatnya pembangunan maka sangat jelas kebutuhan akan

bahan perkerasan juga semakin meningkat. Masyarakat pada umumnya

memilih bahan perkerasan untuk jalan lingkungan menggunakan paving

block. Paving block merupakan salah satu alternatif dari perkerasan semi

lentur.

Paving block merupakan salah satu alternatif penutup atau pengerasan

permukaan tanah. Paving block juga dikenal dengan sebutan bata beton

(concrete block) atau conblock. Pada umumnya paving block merupakan

suatu komposisi bahan penutup permukaan tanah yang dibuat dari campuran

semen portland, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak

mengurangi mutu bata beton(SNI 03-0691-1996).

Paving block biasa digunakan di sekitar lingkungan rumah, kantor, lahan

parkir serta pertamanan. Pelaksanaan pemasangannya tidak memerlukan alat

berat serta dapat diproduksi secara massal. Selain itu paving block dapat

menahan beban statis, dinamis dan kejut juga dapat menahan panas dari

(10)

Hal di atas membuat paving block semakin diminati sebagai alternatif

perkerasan dengan beban ringan. Namun, ketersediaan pasir yang dirasa

semakin sulit untuk diperoleh dikarenakan hampir semua jenis

pembangunan dan perkerasan menggunakan pasir, maka dirasa perlu

ditinjau beberapa bahan alternatif yang sekiranya dapat menggantikan pasir

pada bahan baku pembuatan paving block. Selain itu melihat nilai ekonomis

dari semen yang juga semakin tinggi maka perlu ditinjau pula bahan-bahan

yang tersedia seperti fly ash atau kapur sebagai alternatif bahan pengikatnya.

Tanah selama ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku dari batu bata

yang tidak menahan beban struktur. Oleh karenanya, pambuatan bahan baku

paving block ini akan menggunakan bahan utama dari tanah. Diharapkan

tanah dengan campuran bahan additif berupa kapur dan fly ash sekiranya

dapat menahan beban ringan dan menjadi alternatif baru dalam perkerasan

jalan lingkungan.

Melihat dari ketersediaan fly ash batu bara dari PLTU Tarahan Lampung

yang jumlahnya sangat banyak dan belum dimanfaatkan dengan baik,

sehingga diharapkan fly ash sebagai bahan tambahan dalam pembuatan

paving block tanah ini dapat pula mengurangi dampak buruk lingkungan

yang cukup besar dan dapat dihasilkan penemuan baru tentang bahan

(11)

B. Rumusan Masalah

Pemanfaatan tanah yang selama ini hanya berupa material dari batubata

berpotensi besar dapat dimanfaatkan sebagai material penutup permukaan

tanah dengan tambahan fly ash yang banyak tersedia dan selama ini hanya

menjadi limbah serta kapur diharapkan dapat meningkatkan kekuatan. Oleh

karena itu, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana optimasi dari pemanfaatan fly

ash sebagai bahan campuran tanah dengan kapur untuk perkuatan paving

block pasca pembakaran untuk jalan lingkungan.

C. Batasan Masalah

Ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Tanah Lempung berasal dari Karang Anyar, Lampung Selatan.

2. Fly Ash berasal dari PLTU Tarahan.

3. Pengujian karakteristik tanah berupa :

a. Uji kadar air

b. Uji analisis saringan

c. Uji berat jenis

d. Uji berat volume

e. Uji batas atterberg

f. Uji pemadatan tanah

4. Penambahan campuran dilakukan pada tiga kondisi, yaitu :

Campuran 1 = 3% fly ash + 3 % kapur + 94 % tanah

(12)

Campuran 3 = 5 % fly ash + 5 % kapur + 90 % tanah

5. Jenis cetakan paving block berupa persegi panjang dengan panjang sisi

200 mm, lebar 100 mm dan tebal 60 mm.

6. Pemeraman selama 14 hari.

7. Pembakaran selama 24 jam.

8. Pengujian kuat tekan setelah pemeraman namun tanpa pembakaran

sebanyak 3 sampel untuk masing-masing campuran.

9. Pengujian kuat tekan setelah pemeraman + pembakaran sebanyak 3

sampel untuk masing-masing campuran.

10. Pengujian daya serap air setelah pemeraman + pembakaran sebanyak 3

sampel untuk masing-masing campuran.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :

1. Mengetahui karakteristik dari paving block campuran tanah, fly ash dan

kapur pasca bakar dilihat dari nilai kuat tekan dan daya serap terhadap

air.

2. Membandingkan kekuatan paving block hasil penelitian yang terbuat

dari tanah + fly ash + kapur dengan spesifikasi paving block

berdasarkan SNI 03-0691-1996.

3. Mencari salah satu alternatif bahan perkerasan jalan lingkungan.

Sehingga tidak hanya terpaku pada satu jenis bahan perkerasan dan

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Paving Block

Paving block merupakan produk bahan penutup permukaan jalan yang terbuat

dari semen dan pasir. Paving block juga dikenal dengan sebutan bata beton

(concrete block) atau conblock. Pada umumnya paving block merupakan

suatu komposisi bahan penutup permukaan tanah yang dibuat dari campuran

semen portland, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak

mengurangi mutu bata beton. (SNI 03-0691-1996)

Sifat fisik Paving block atau disebut juga bata beton harus mempunyai

kekuatan seperti pada Tabel. 1

Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block

(14)

Pemasangan Paving block dapat dibuat mosaik dengan kombinasi warna

sesuai estetika yang dirancang, dapat berupa logo, tulisan dan batasan area

parkir atau petunjuk arah pada suatu daerah pemukiman.

Menurut SK SNI T – 04 – 1990 – F , klasifikasi paving block ini berdasarkan

atas bentuk, tebal, kekuatan, dan warna.

1. Klasifikasi Berdasarkan Bentuk

Klasifikasi berdasarkan bentuk paving block secara garis besar terbagi

atas dua macam, yaitu :

a. Paving block bentuk segi empat

b. Paving block bentuk segi banyak

2. Klasifikasi Berdasarkan Ketebalan

Klasifikasi berdasarkan ketebalan paving block terbagi menjadi tiga

macam yaitu :

a. Paving block dengan ketebalan 60 mm, untuk beban lalu lintas ringan.

b. Paving block dengan ketebalan 80 mm, untuk beban lalulintas sedang

sampai berat.

c. Paving block dengan ketebalan 100 mm, untuk beban lalulintas super

berat.

Pemilihan bentuk dan ketebalan dalam pemakaian harus disesuaikan

dengan rencana penggunanya, dalam hal ini juga harus diperhatikan kuat

(15)

3. Klasifikasi Berdasarkan Kekuatan

Pembagian kelas Paving block berdasarkan mutu betonnya adalah :

a.. Paving block dengan mutu beton I dengan nilai fc’ 34 – 40 Mpa

b. Paving block dengan mutu beton II dengan nilai fc’ 25,5 – 30 Mpa

c. Paving block dengan mutu beton III dengan nilai fc’ 17 – 20 Mpa

4. Klasifikasi Berdasarkan Warna

Berdasarkan warnanya paving block biasanya berwarna abu-abu, hitam,

dan merah. Paving block yang berwarna selain untuk menambah

keindahan juga dapat digunakan untuk memberi batas.

5. Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada beton dilakukan dengan menekan benda uji

silinder 150 mm x 300 mm pada standar ACI, SNI, dan kubus 150 mm x

150 mm pada standar Inggris. Kuat hancur dari Paving block dipengaruhi

oleh sejumlah faktor yaitu:

a. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata-rata dan

kuat tekan bebas beton.

b. Jenis dan lekuk-lekuk bidang permukaan agregat.

c. Efisiensi dari perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai sekitar

40% dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya.

d. Suhu, pada umumnya kecepatan pengerasan beton meningkat dengan

bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat tekan akan tetap rendah

(16)

6. Bentuk-bentuk Penampang Paving Block

Tipe Segi enam Tipe Persegi panjang

Tipe Beralur Tipe X

Gambar 1. Bentuk-bentuk Penampang Paving Block

B. Tanah

1. Pengertian Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)

mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu

sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang

berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi

ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

Dunn, 1980 berdasarkan asalnya, tanah diklasifikasikan secara luas

menjadi 2 macam yaitu :

a. Tanah organik adalah campuran yang mengandung bagian-bagian

yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan

kadang-kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme.

b. Tanah anorganik adalah tanah yang berasal dari pelapukan batuan

(17)

Tanah adalah kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan

tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material

organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air

(Verhoef,1994). Craig (1991) tanah merupakan akumulasi partikel mineral

atau ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.

Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau

produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang

dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan

pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).

Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari

salah satu atau seluruh jenis berikut :

a. Berangkal (boulders), yaitu potongan batuan yang besar, biasanya

lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150

mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut sebagai kerakal

(cobbles) atau pebbes.

b. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai

150 mm.

c. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm.

Berkisar dari kasar (3 mm sampai 5 mm) sampai halus (< 1mm).

d. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm

sampai 0,074 mm.

e. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil

(18)

f. Koloid (colloids), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari

0,001 mm.

2. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis

tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam

kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan

pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah

untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat

bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).

Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai

keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan

sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi,

dan sebagainya (Bowles, 1989).

Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan

mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan

kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk

menyampaikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah

serta mengelompokkannnya berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari

tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data

(19)

Sistem klasifikasi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran

Sistem klasifikasi ini di dasarkan pada keadaan permukaan tanah yang

bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam

tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana di dasarkan pada distribusi

ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil

(gevel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay) (Das,1993).

b. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian

Pada sistem klasifikasi ini memperhitungkan sifat plastisitas tanah dan

menunjukkan sifat-sifat tanah yang penting. Pada saat ini terdapat dua

sistem klasifikasi tanah yang sering dipakai dalam bidang teknik. Kedua

sistem klasifikasi itu memperhitungkan distribusi ukuran butir dan

batas-batas Atterberg.

Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah sebagai hasil pengembangan

dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Tetapi yang paling umum

digunakan adalah:

a. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/

USCS)

Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System

(USCS) diajukan pertama kali oleh Prof. Arthur Cassagrande pada

tahun 1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya

(20)

Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer

(USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials

(ASTM) memakai USCS sebagai metode standar untuk

mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem ini tanah dikelompokkan

dalam tiga kelompok yang masing-masing diuraikan lebih spesifik

lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis (Hendarsin, 2000),

yaitu:

1) Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase

lolos ayakan No.200 < 50 %.

Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa

ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir

kasar dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :

a) Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan

pada saringan No. 4

b) Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada

diantara ukuran saringan No. 4 dan No. 200

2) Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos

ayakan No. 200 > 50 %.

Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik

(C) dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu

(21)

3) Tanah Organis

Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu

kelompok Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak

mempunyai sifat sebagai bahan bangunan yang diinginkan.

Tanah khusus dari kelompok ini adalah peat, humus, tanah

lumpur dengan tekstur organis yang tinggi. Komponen umum dari

tanah ini adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan atau

bahan-bahan yang regas lainnya.

Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol

Kerikil

P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),

L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),

(22)

Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah USCS

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW

s GM Kerikil berlanau, campuran

kerikil-pasir-lanau

GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas

SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.

Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang

di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,

kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan

tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

(23)

b. Sistem klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and

Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami

beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang,

yang diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade

and Granular Type Road of the Highway Research Board (ASTM Standar

No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan

untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar

(sub-base) dan tanah dasar (subgrade).

Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu

A1 sampai dengan A7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 , A-2,

dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari

jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang

masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah lanau atau

lempung. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil

sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh

AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992). Percobaan yang dibutuhkan untuk

mendapatkan data yang diperlukan adalah analisis saringan, batas cair, dan

(24)

Tabel 4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum Tanah berbutir

(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 Indeks Plastisitas (PI)

Maks 40

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai bahan

tanah dasar Biasa sampai jelek

(25)

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini :

1. Ukuran Butir

Kerikil : bagian tanah yang lolos saringan dengn diameter

75 mm dan tertahan pada saringan diameter 2 mm

(no. 10).

Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter

2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,0075

mm (no. 200)

Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter

0,075 (No. 200).

2. Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah

mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung

dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks

plastis indeks plastisnya 11 atau lebih.

3. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) di temukan di dalam

contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka

batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari

batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada

Tabel 4. Kelompok tanah yang paling kiri kualitasnya paling baik, makin ke

(26)

C. Tanah Lempung

Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik

dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur

penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai

luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tak mudah terkelupas hanya

dengan jari tangan. Selain itu, permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghi

dan Peck, 1987).

Sifat khas yang dimiliki oleh tanah lempung adalah dalam keadaan kering

akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis, dan kohesif,

mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan

volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air.

Tanah lempung terdiri sekumpulan partikel-partikel mineral lempung dan

pada intinya adalah hidrat aluminium silikat yang mengandung ion-ion Mg, K,

Ca, Na dan Fe. Mineral-mineral lempung digolongkan ke dalam empat

golongan besar, yaitu kaolinit, smectit (montmorillonit), illit (mika hidrat) dan

chlorite. Mineral-mineral lempung ini merupakan produk pelapukan batuan

yang terbentuk dari penguraian kimiawi mineral-mineral silikat lainnya dan

selanjutnya terangkut ke lokasi pengendapan oleh berbagai kekuatan.

Tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya

kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif

(27)

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo,

1999):

a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm.

b. Permeabilitas rendah.

c. Kenaikan air kapiler tinggi.

d. Bersifat sangat kohesif.

e. Kadar kembang susut yang tinggi.

D. Fly Ash

Fly Ash merupakan salah satu jenis partikulat yang dapat diklasifikasikan

dalam debu. Hal ini karena biasanya fly Ash dipengaruhi oleh gaya gravitasi

bumi. Abu terbang (fly ash) sebagai limbah PLTU berbahan bakar batu bara

dikategorikan sebagai limbah berbahaya (B3). Sehubungan dengan

meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batu bara di

Indonesia, maka jumlah limbah abu terbang juga akan meningkat yaitu

jumlah limbah PLTU pada tahun 2000 sebanyak 1,66 juta ton, sedangkan

pada tahun 2006 diperkirakan akan mencapai sekitar 2 juta ton.

1. Karakteristik Fly Ash (Abu Terbang)

Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran di

dalam furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa pembakaran serta di tangkap dengan mengunakan elektrostatic

precipitator. Fly ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang

(28)

pembangkit listrik. Fly ash terdiri dari bahan inorganik yang terdapat di

dalam batu bara yang telah mengalami fusi selama pembakarannya. Bahan

ini memadat selama berada di dalam gas-gas buangan dan dikumpulkan

menggunakan presipitator elektrostatik. Karena partikel-partikel ini

memadat selama tersuspensi di dalam gas-gas buangan, partikel-partikel

fly ash umumnya berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang terkumpul

pada presipitator elektrostatik biasanya berukuran silt (0.074 – 0.005 mm).

Bahan ini terutama terdiri dari silikon dioksida (SiO2), aluminium oksida

(Al2O3) dan besi oksida (Fe2O3)(Aziz1, Muchtar, dkk. 2006).

Tabel 5. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU di Indonesia

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi dalam kandungan mineral fly ash

dari batu bara adalah:

a. Komposisi kimia batu bara

b. Proses pembakaran batu bara

c. Bahan tambahan yang digunakan termasuk bahan tambahan minyak

untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pengendalian

(29)

2. Proses Pembentukan Fly Ash (Abu Terbang)

Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun

terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau

grate system). Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted bed system

atau yang dikenal dengan unggun pancar. Fluidized bed system adalah

sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower sehingga

benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam

pembakaran batu bara adalah teknik yang paling efisien dalam

menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai medium

pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan

minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai temperatur bakar batu

bara (300oC) maka diumpankanlah batu bara. Sistem ini menghasilkan abu

terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut dengan

fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di

PLTU (Pembangkit Listruk Tenaga Uap). Komposisi fly ash dan bottom ash

yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah (80-90%) berbanding

(10-20%). Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran

dimana batubara berada di atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem

ini kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang sempurna atau

dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang terbentuk

terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg.

Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan besi

(30)

tekstil sebagai pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan

bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah (15-25%)

berbanding (75-25%) (Koesnadi, 2008).

3. Sifat-sifat Fly Ash (Abu Terbang)

Abu terbang mempunyai sifat-sifat yang sangan menguntungkan di dalam

menunjang pemanfaatannya yaitu :

a. Sifat Fisik

Abu terbang merupakan material yang di hasilkan dari proses

pembakaran batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua

sifat-sifatnya juga ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat

mineral-mineral pengotor dalam batubara serta proses pembakarannya. Dalam

proses pembakaran batu bara ini titik leleh abu batu bara lebih tinggi

dari temperatur pembakarannya. Dan kondisi ini menghasilkan abu

yang memiliki tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang batu bara

terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau

berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batu bara

bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar

antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur

berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai

(31)

Adapun sifat-sifat fisiknya antara lain :

1. Warna : abu-abu keputihan

2. Ukuran butir : sangat halus yaitu sekitar 88 %

b. Sifat Kimia

Komponen utama dari abu terbang batu bara yag berasal dari

pembangkit listrik adalah silikat (SiO2), alumina(Al2O3), dan besi

oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan

belerang.

Sifat kimia dari abu terbang batu bara dipengaruhi oleh jenis batubara

yan dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran

batu bara lignit dan sub/bituminous menghasilkan abu terbang dengan

kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada bituminus.

Fly ash dapat bereaksi dengan kapur aktif dan air pada suhu kamar

(24oC – 27oC). Bereaksi secara kimia dengan kapur ikat bebas

(CaOH)2, dari hasil proses hidrasi membentuk perekat.

Adapun reaksi kimianya dapat dituliskan sebagai berikut:

Fly ash + Ca(OH)2 + H2O 3 CaO.SiO2.3H2O (C-S-H gel)

(32)

4.Klasifikasi Fly Ash

Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F

dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya

calsium, silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut.

Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran

batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk

mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime,

hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO

< 10%).

Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau

sub-bituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat

self-cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah strength apabila

bereaksi dengan air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Biasanya

mengandung kapur (CaO) > 20%.

5. Pemanfaatan Fly Ash (Abu Terbang)

Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang

dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak

buruknya terhadap lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang batubara

digunakan dalam pabrik semen.

(33)

a. Portland Cement

Fly ash digunakan untuk pengganti portland cement pada beton karena

mempunyai sifat pozzolanic. Sebagai pozzoland sangat besar

meningkatkan strength, durabilitas dari beton. Penggunaan fly ash dapat

dikatakan sebagai faktor kunci pada pemeliharaan beton tersebut.

Penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian berat semen

padaumumnya terbatas pada fly ash kelas F. Fly ash tersebut dapat

menggantikan semen sampai 30% berat semen yang dipergunakan dan

dapat menambah daya tahan dan ketahanan terhadap bahan kimia.

Fly ash juga dapat meningkatkan workability dari semen dengan

berkurangnya pemakaian air. Produksi semen dunia pada tahun 2010

diperkirakan mencapai 2 milyard ton, di mana penggantian dengan fly

ash dapat mengurangi emisi gas carbon secara dramatis.

b. Batu Bata

Batu bata dari ash telah digunakan untuk konstruksi rumah di Windhoek,

Nambia sejak tahun 1970, akan tetapi batu bata tersebut akan cenderung

untuk gagal atau menghasilkan bentuk yang teratur. Hal ini terjadi ketika

batu bata tersebut kontak dengan air dan reaksi kimia yang terjadi

(34)

Selain itu abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat

beragam antara lain :

a. penyusun beton untuk jalan dan bendungan

b. penimbun lahan bekas pertambangan

c. bahan baku keramik, gelas, batubata, dan refraktori

d. bahan penggosok (polisher)

e. filler aspal, plastik, dan kertas

f. pengganti dan bahan baku semen

g. aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)

E. Kapur

Batu kapur merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh

sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan

bangunan, bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian. Bahan

Kapur adalah sebuah benda putih dan halus terbuat dari batu sedimen,

membentuk bebatuan yang terdiri dari mineral kalsium.

Istilah Umumnya kapur yaitu bahan yang mengandung kalsium anorganik, di

mana karbonat, oksida dan hidroksida mendominasi. Tepatnya, kapur adalah

kalsium oksida atau hidroksida kalsium.

1. Sifat-sifat batu kapur

Batu kapur mempunyai sifat yang istimewa, bila dipanasi akan berubah

(35)

dekarbonasi (pengusiran CO2) : hasilnya disebut kampur atau quick lime

yang dapat dihidrasi secara mudah menjadi kapur hydrant atau kalsium

hidroksida (Ca(OH)2). Pada proses ini air secara kimiawi bereaksi dan

diikat oleh CaO menjadi Ca(OH)2 dengan perbandingan jumlah molekul

sama.

2. Jenis-jenis Kapur

Berdasarkan SNI 03-4147-1996 terdapat 3 jenis kapur, yaitu:

a. Kapur tohor/ quick lime (CaO) adalah hasil dari pemanasan batuan

kapur, yang dalam perdagangan dapat dijumpai bermacam-macam

hasil pembakaran kapur ini.

b. Kapur padat / hydrated lime adalah bentuk hidroksida dari kalsium

atau magnesium yang dibuat dari kapur keras yang diberi air sehingga

bereaksi dan mengeluarkan panas. Digunakan terutama untuk bahan

pengikat dalam adukan bangunan.

c. Kapur hidraulik, CaO dan MgO tergabung secara kimia dengan

pengotor- pengotor. Oksida kapur ini terhidrasi secara mudah dengan

menambahkan air ataupun membiarkannya di udara terbuka, pada

reaksi ini timbul panas.

3. Pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah :

a. Bahan bangunan.

Bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang dipergunakan

untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan semen tras ataupun

(36)

b. Sebagai bahan ikat pada beton. Bila dipakai bersama-sama semen

portland, sifatnya menjadi lebih baik dan dapat mengurangi kebutuhan

semen portland.

d. Sebagai batuan jika berbentuk batu kapur.

(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Bahan Penelitian

Pada penelitian paving block campuran tanah, fly ash dan kapur ini digunakan

bahan-bahan sebagai berikut :

1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari

daerah Karang Anyar, Lampung Selatan.

Dalam penelitian paving block tanah ini, tanah berperan sebagai bahan

baku utama.

2. Fly Ash yang berasal dari PLTU Tarahan, Lampung Selatan.

Fly ash diharapkan dapat berfungsi sebagai filler atau pengisi

rongga-rongga udara pada paving block tanah ini.

3. Kapur yang telah dihaluskan sampai berbentuk bubuk.

Kapur digunakan sebagai bahan perekat pengganti semen. Dengan bantuan

air maka diharapkan antara kapur, fly ash dan tanah dapat merekat dengan

baik.

(38)

B. Pelaksanaan Pengujian Tanah Asli

Pada penelitian ini pengujian pertama yang harus dilakukan adalah pengujian

sifat fisik tanah asli. Pengujian tanah asli ini dilakukan untuk melihat

karakteristik dari tanah yang akan digunakan. Kemudian hasilnya akan

dianalisis sesuai dengan ketentuan AASTHO dan USCS sehingga dapat

dilihat apakah sesuai atau tidak dengan karakteristik dari tanah lempung.

Pelaksanaan pengujian tanah asli dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah

Fakultas Teknik Universitas Lampung. Adapun jenis uji karakteristik tanah

adalah sebagai berikut:

Pengujian Sampel Tanah Asli (Uji Karakteristik)

1. Pengujian Kadar Air

2. Pengujian Analisa Saringan

3. Pengujian Batas Atterberg

4. Pengujian Berat Jenis

5. Pengujian Berat Volume

6. Pengujian Pemadatan Tanah

C. Pelaksanaan Pencampuran dan Pencetakan Benda Uji

Setelah tanah yang akan digunakan diketahui karakteristiknya sesuai dengan

karakteristik dari tanah lempung maka langkah selanjutnya adalah

pelaksanaan pencampuran dari tanah, kapur dan fly ash yang selanjutnya akan

(39)

Pada penelitian ini peneliti akan membuat benda uji dalam 3 komposisi

campuran yang berbeda yang bertujuan untuk melihat pengaruh dari jumlah

komposisi tanah, kapur dan fly ash dengan nilai kuat tekan dari benda uji.

Komposisi campuran 1 yaitu 94% tanah + 3% kapur + 3% fly ash, komposisi

campuran 2 yaitu 92% tanah + 4% kapur + 4% fly ash dan untuk komposisi

campuran 3 yaitu 90% tanah + 5% kapur + 5% fly ash.

Adapun metode pelaksanaan dari pencampuran dan pembuatan benda uji

untuk masing-masing komposisi campuran :

1. Fly ash dan kapur masing-masing disaring dengan saringan No. 4 (4,75

mm) diambil material lolos saring.

2. Fly ash dan kapur dicampur dengan sampel tanah yang telah ditumbuk

(butir aslinya tidak pecah) dan lolos saringan No. 4 (4,75 mm).

3. Setelah tercampur secara merata ditambahkan air sesuai dengan

perhitungan nilai kadar air optimum untuk masing-masing komposisi

campuran.

4. Kemudian campuran tanah dicetak menggunakan alat pencetak paving

yang berupa mesin cetak paving press bentuk persegi panjang dengan

panjang 200 mm, lebar 100 mm dan tebal 60 mm.

Adapun gambar penampang permukaan dari cetakan benda uji sebagai

(40)

Gambar 2. Penampang Cetakan Paving Block

Barikut ini jumlah kebutuhan benda uji untuk masing-masing campuran

berdasarkan pengujian :

a. Benda uji untuk pengujian nilai kuat tekan sebelum pembakaran

Campuran 1 sebanyak 3 buah benda uji

Campuran 2 sebanyak 3 buah banda uji

Campuran 3 sebanyak 3 buah benda uji

b. Benda uji untuk pengujian nilai kuat tekan pasca bakar

Campuran 1 sebanyak 3 buah benda uji

Campuran 2 sebanyak 3 buah banda uji

Campuran 3 sebanyak 3 buah benda uji

c. Benda uji untuk pengujian nilai daya serap air

Campuran 1 sebanyak 3 buah banda uji

Campuran 2 sebanyak 3 buah benda uji

Campuran 3 sebanyak 3 buah banda uji

5. Setelah proses pencetakan, kemudian benda uji diperam selama 14 hari.

6. Kemudian proses penjemuran selama 1 hari.

100 mm 200 mm

60 mm

200 mm

(41)

D. Pelaksanaan Pembakaran Sampel

Setelah proses pencampuran, pencetakan dan pemeraman benda uji maka

selanjutnya adalah pembakaran benda uji. Oleh karena benda uji ini terbuat

dari tanah, maka perlakuannya sama seperti pada proses pembuatan batubata.

Proses pembakaran benda uji ini diharapkan dapat meningkatkan kekuatan

dari benda uji seperti hal nya perlakuan pada batubata. Pembakaran benda uji

dilakukan dengan menyusun sampel secara bertingkat bersamaan dengan

pembakaran batubata. Pada proses pembakaran ini benda uji akan diletakkan

dibagian tengah susunan. Bagian bawah dibuat terowongan atau lubang yang

berguna untuk menaruh kayu bakar. Proses pembakaran ini berlangsung

selama 24 jam.

E. Pelaksanaan Pengujian Kuat Tekan dan Daya Serap Air

Pelaksanaan pengujian kuat tekan dan daya serap air dilakukan di

Laboratorium Bahan Bangunan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan dilakukan pada benda uji sebelum mengalami

pembakaran serta benda uji setelah melalui proses pembakaran.

Kuat tekan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material

(42)

Pengujian kuat tekan menggunakan standar SK-SNI-03-0691-1989

tentang paving block.

Persamaan untuk pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal

Testing Machine adalah sebagai berikut:

Kuat tekan (P) : �

Keterangan :

F = Beban maksimum (N).

A = Luas bidang permukaan (m2)

P (beban)

Sampel

Gambar 3. Sketsa Uji Kuat Tekan

2. Pengujian Daya Serap terhadap Air

Pengujian daya serap air dilakukan pada benda uji yang telah melalui

proses pembakaran untuk tiap-tiap campuran.

Besar kecilnya penyerapan air pada benda uji sangat dipengaruhi oleh

pori-pori atau rongga. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam

benda uji maka akan semakin besar pula penyerapan airnya sehingga

ketahanannya akan berkurang. Pengukuran daya serap air merupakan 100 mm

(43)

persentase perbandingan antara selisih massa basah dengan massa kering.

Pengujian daya serap air ini bertujuan untuk menentukan besarnya

persentase air yang terserap oleh benda uji yang direndam selama 24 jam.

Daya serap air dirumuskan sebagai berikut :

daya serap air (%) = �� −��

�� x 100%

Keterangan : ��= massa basah benda uji (gr)

�� = massa kering benda uji (gr)

F. Urutan Prosedur Penelitian

Adapun urutan dari prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pengujian tanah asli untuk mendapat karakteristik dari tanah

sampel seperti uji kadar air, analisis saringan, berat jenis, berat volume,

batas atterberg dan uji pemadatan tanah.

2. Dari hasil pengujian percobaan analisis saringan dan batas atterberg

untuk tanah asli digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan

klasifikasi tanah AASHTO dan USCS.

3. Melakukan pengujian pemadatan tanah untuk masing-masing campuran

guna mendapatakan nilai kadar air optimum untuk masing-masing

campuran.

(44)

Berikut ini jumlah benda uji yang akan dibuat sebanyak:

a. Benda uji untuk pengujian kuat tekan sebelum pembakaran

Campuran 1 (Fly ash 3%+kapur 3%+tanah 94%) sebanyak 3 buah

Campuran 2 ( Fly ash 4% +kapur 4%+tanah 92%) sebanyak 3 buah

Campuran 3 (Fly ash 5%+kapur 5%+tanah 90%) sebanyak 3 buah

b. Benda uji untuk pengujian kuat tekan setelah pembakaran

Campuran 1 (Fly ash 3%+kapur 3%+tanah 94%) sebanyak 3 buah

Campuran 2 ( Fly ash 4% +kapur 4%+tanah 92%) sebanyak 3 buah

Campuran 3 (Fly ash 5%+kapur 5%+tanah 90%) sebanyak 3 buah

c. Benda uji untuk pengujian daya serap air

Campuran 1 (Fly ash 3%+kapur 3%+tanah 94%) sebanyak 3 buah

Campuran 2( Fly ash 4% +kapur 4%+tanah 92%) sebanyak 3 buah

Campuran 3 (Fly ash 5%+kapur 4%+tanah 90%) sebanyak 3 buah

5. Melakukan pemeraman selama 14 hari.

6. Melakukan penjemuran sampel selama 1 hari.

7. Melakukan pengujian kuat tekan sebelum pembakaran.

8. Melakukan pembakaran selama 24 jam.

9. Melakukan normalisasi suhu.

10. Melakukan pengujian kuat tekan.

(45)

G. Analisis Hasil Penelitian

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian paving block campuran

tanah, fly ash dan kapur ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik

hubungan serta penjelasan-penjelasan serta dapat di analisis diantaranya

adalah penjelasan dari hal-hal berikut :

1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam

bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah

AASHTO dan USCS

2. Analilisis nilai kadar air optimum tiap-tiap campuran yang didapat dari uji

pemadatan tanah.

3. Analisis pengaruh kadar pencampuran fly ash dan kapur terhadap kuat

tekan paving block tanpa pembakaran.

4. Analisis pengaruh kadar pencampuran fly ash dan kapur terhadap kuat

tekan paving block sesudah pembakaran.

5. Analisis perbandingan nilai kuat tekan campuran lain.

6. Analisis nilai daya serap air paving block tanah + fly ash + kapur.

7. Analisis nilai berat jenis tanah campuran tanpa pembakaran dan setelah

pembakaran.

8. Dari seluruh analisis hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan

berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian yang

didapat. serta perbandingan data yang didapat dengan ketentuan-ketentuan

(46)

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian Persiapan bahan dan peralatan

Pengujian tanah asli :

Kadar Air Analisis Saringan Berat Jenis Berat Volume Batas Atterberg Pemadatan Tanah

Penjemuran selama 1 hari

selesai

Pencampuran dan pencetakan Benda Uji

Pemeraman selama 14 hari

Pembakaran selama 24 jam

Pengujian daya serap air Peencetakan Benda Uji

Mulai

Pengujian kuat tekan

Hasil penelitian dan pembahasan

(47)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap

paving block campuran tanah, fly ash dan kapur, maka diperoleh beberapa

kesimpulan :

1. Berdasarkan sistem klasifikasi AASTHO sampel tanah yang digunakan

dalam penelitian paving block tanah ini termasuk dalam golongan A-7-6

yang berarti termasuk dalam golongan tanah berlempung. Sedangkan

untuk sistem klasifikasi USCS maka tanah berbutir halus yang digunakan

termasuk kedalam kelompok CL yaitu tanah lempung anorganik dengan

plastisitas rendah sampai sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir,

lempung berlanau, lempung kurus.

2. Nilai kuat tekan tertinggi yang dihasilkan oleh paving block campuran

tanah, fly ash dan kapur berada pada campuran 3 dan terendah berada

pada campuran 1. Peningkatan nilai kuat tekan paving block berbanding

lurus dengan peningkatan jumlah fly ash dan kapur dalam campuran.

Penambahan semen pada campuran paving block yang berbeda dapat

(48)

yang lebih baik dibandingkan dengan kapur dalam pengikatan partikel

tanah.

3. Nilai kuat tekan yang dihasilkan paving block tanah ini masih sangat

rendah terutama untuk digunakan sebagai jalan lingkungan. Kuat tekan

yang dihasilkan masih belum memasuki spesifikasi SNI 03-0691-1996

untuk jalan lingkungan yaitu dengan kuat tekan 170 kg/cm2 –

200 kg/cm2. Paving block tanah ini juga masih belum mampu

menggantikan paving block campuran semen dan pasir yang sesuai

dengan spesifikasi SNI 03-0691-1996 haruslah memiliki kuat tekan

minimal 85 kg/cm2.

4. Nilai daya serap air yang dihasilkan dari paving block campuran fly ash,

kapur dan tanah ini semakin menurun seiring dengan penambahan jumlah

kapur dan fly ash. Nilai daya serap air yang dihasilkan paving block tanah

ini telah memenuhi spesifikasi nilai daya serap paving block berdasarkan

SNI 03-0691-1996 yaitu sebesar 3-10%.

5. Pada proses pencetakan benda uji hanya digunakan mesin press yang

memiliki tingkat tekanan yang berbeda dengan uji pemadatan tanah

modifikasi laboratorium. Sehingga kepadatan yang diperoleh tidak bisa

sebanding dengan kepadatan pada pengujian pemadatan tanah. Hal ini

yang menyebabkan masih banyak terdapat rongga udara dan air dalam

(49)

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai paving block dengan campuran tanah

disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kekuatan dari paving block

tanah perlu dikaji campuran-campuran lain yang dapat meningkatkan

kekuatan paving block tanah.

2. Untuk mengetahui tingkat kepadatan dari paving block tanah ini perlu

dikaji kembali mengenai alat pemadatan yang digunakan, baik

menggunakan mesin press ataupun dengan alat cetak paving block

manual.

3. Perlunya perhatian saat proses mobilisasi benda uji, baik saat proses

persiapan material di laboratorium, proses pencetakan benda uji, proses

pembakaran dan proses pengujian benda uji di laboratorium, agar lebih

berhati-hati dikarenakan benda uji yang mudah hancur.

4. Pada saat proses pencampuran dan pembakaran haruslah sangat

diperhatikan. Saat proses pencampuran harus dipastikan bahwa semua

bahan telah tercampur merata dan saat proses pembakaran haruslah

mendapatkan suhu yang baik. Jika pembakaran berada dibagian atas

dikhawatirkan tidak mendapatkan suhu yang optimal namun jika

pembakaran berada dibagian bawah dikhawatirkan suhu sangat tinggi

(50)

5. Sebaiknya dilakukan pembersihan alat/mesin sebelum melakukan

pengujian-pengujian di laboratorium dikarenakan hal ini dapat

mempengaruhi hasil yang akan didapat.

6. Penelitian yang lebih luas dan komprehensif masih diperlukan,

khususnya, utuk mendapatkan alternatif lain dari penutup permukaan

tanah yang lebih beragam selain dari paving block campuran semen dan

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1990. Standar Nasional Indonesia T-04-1990-F: Klasifikasi Bata Beton. Dewan Standarisasi Nasional.

Anonim. 1996. Standar Nasional Indonesia 03-0691 – 1996: Kekuatan Fisik

Paving Block. Dewan Standarisasi Nasional.

Anonim. 1996. Standar Nasional Indonesia 03-4147-1996 : Spesifikasi Kapur

untuk Stabilisasi Tanah. Dewan Standarisasi Nasional.

Anonim. 2012. Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah

Universitas Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Aziz, Muchtar, dkk. 2006. Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya Dan Evaluasinya Untuk Refraktori Cor. www.tekmira.esdm.go.id

Bowles, E. J. 1984. Sifat-sifat fisis dan geoteknis Tanah. PT. Glora aksara Pratama. Jakarta

Bowles, E. J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Glora Aksara Pratama. Jakarta.

Bowles, E. J. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah

(Mekanika Tanah). PT. Glora Aksara Pratama. Jakarta.

Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. PT. Glora Aksara Pratama. Jakarta.

Dirgahayu, Ketut. 2006. Pengaruh penambahan Fly Ash sebagai bahan Pengganti Semen dalam pembuatan Paving Block sebagai Bahan

Perkerasan Jalan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hendarsin, S. L. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.

M. Das, Braja. 1995. Mekanika Tanah Jilid I (Prinsip-prinsip Rekayasa

(52)

Gambar

Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block
Gambar 1. Bentuk-bentuk Penampang Paving Block
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah USCS
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai berikut: (1) Banyak siswa yang berpendapat bahwa

Sedangkan kekurangan dari model Problem Based Learning yaitu persiapan pembelajaran memerlukan alat, sarana dan prasana yang tidak semua sekolah memilikinya, sulit

 Produk yang ditawarkan harus berkualitas. Perilaku konsumen yang didasarkan pada teori instrumental conditioning mengharuskan pemasaran menciptakan dan menawarkan produk

pada komponen pallete Data Access klik DataSource, pindahkan kursor mouse pada form data module tempatkan disebelah komponen Table, dan klik.. Pada form properti

Perancangan sistem informasi manajemen stok pada penelitian ini menghasilkan sistem peringatan yang akan memberitahukan kepada bagian dapur ketika stok makanan ataupun minuman

1) Ketepatan Kebijakan : Dilihat dari ketepatan kebijakan, dengan adanya kebijakan pajak reklame ini, kebijakan ini dapat menyelesaikan permasalahan pajak reklame yang

Perusahaan SKF, Svenska kullagerfabriken merupakan sebuah perusahaan multinasional yang menghasilkan berbagai macam sistem pelumas dan mesin, terutama produksi

Maka dengan adanya kasus tersebut penulis tertarik untuk meneliti tradisi penarikan kembali harta seserahan pasca perceraian yang terjadi di Kelurahan Titian Antui Kecamatan