PEMANFAATAN
FLY ASH
SEBAGAI BAHAN CAMPURAN
TANAH DENGAN KAPUR UNTUK PERKUATAN
PAVING BLOCK
PASCA PEMBAKARAN UNTUK
JALAN LINGKUNGAN
Oleh
RESTI YULI YANTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PEMANFAATAN FLY ASH SEBAGAI BAHAN CAMPURAN TANAH DENGAN KAPUR UNTUK PERKUATAN PAVING BLOCK PASCA
PEMBAKARAN UNTUK JALAN LINGKUNGAN OLEH
RESTI YULI YANTI
Paving block merupakan salah satu alternatif dari perkerasan semi lentur. Pada
umumnya paving block merupakan suatu komposisi bahan penutup permukaan tanah yang dibuat dari campuran semen portland, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak mengurangi mutu paving block. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut tentang alternatif lain dari paving block campuran semen dan pasir, salah satunya dengan memanfaatkan campuran tanah, fly ash dan kapur.
Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan. Komposisi campuran yang digunakan adalah 6%, 8% dan 10%, perbandingan antara fly ash dan kapur yaitu 1:1 dengan waktu pemeraman selama 14 hari. Kemudian dilakukan pengujian kuat tekan dan daya serap air.
Berdasarkan pengujian sifat fisik tanah asli, AASTHO mengklasifikasikan sampel
tanah pada kelompok A-7-6 (tanah lempung) sedangkan USCS
mengklasifikasikan sampel tanah sebagai tanah berbutir halus dan termasuk ke dalam kelompok CL. Nilai kuat tekan yang diperoleh berbanding lurus dengan jumlah komposisi fly ash dan kapur. Nilai kuat tekan sampel setelah pembakaran lebih besar dibandingkan dengan nilai kuat tekan sampel tanpa pembakaran. Namun, nilai kuat tekan yang diperoleh masih belum memenuhi spesifikasi dari SK SNI 03 – 0691- 1996 minimum 85 kg/cm2. Sedangkan untuk nilai daya serap air sebesar 3% - 10% telah memenuhi spesifikasi paving block SK SNI 03 – 0691- 1996.
ABSTRACT
UTILIZATION OF FLY ASH AS A MIXING MATERIAL OF SOIL AND LIME FOR STRENGTHENING POST-COMBUSTION BLOCK PAVING
FOR STREET ENVIRONMENT quality of block paving. Therefore, it is necessary to study other alternatives about paving block of cement and sand, one of them is by using a mixture of soil, fly ash and lime.
Soil samples tested in this study come from Karang Anyar, South Lampung. The composition of the mixture used is 6%, 8% and 10%, the comparison between fly ash and lime is 1:1 with curing time for 14 days. Then testing compressive strength and water absorption power were conducted.
Based on the physical properties of the original soil testing, AASTHO classify soil samples in group A-7-6 (clay) while USCS classifies soil samples as fine-grained soil and included it in the CL group. Compressive strength value obtained is directly proportional to the amount of the composition of the fly ash and lime. The compressive strength of the samples after burning is more than the value of compressive strength samples without burning. However, the compressive strength values obtained still did not meet the specifications of the SK SNI 03 - 0691-1996 minimum 85 kg/cm2. As for the value of water absorption power is 3% - 10% have fulfilled the specifications of paving block SK SNI 03-0691 - 1996.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR NOTASI ... vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Batasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Paving Block ... 5
B. Tanah ... 8
C. Tanah Lempung ... 18
D. Fly Ash ... 19
E. Kapur ... 26
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan Penelitian ... 29
B. Pelaksanaan Pengujian Tanah Asli. ... 30
C. Pelaksanaan Pencampuran dan Pencetakan Benda Uji ... 30
D. Bahan Pembakaran Sampel ... 33
E. Pelaksanaan Pengujian Kuat Tekan dan Daya Serap Air... 33
F. Urutan Prosedur Penelitian... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Asli ... 39
B. Klasifikasi Tanah Asli ... 44
C. Hasil Pengujian Pemadatan Tanah Campuran ... 47
D. Analisis Komposisi Paving Block Tanah... 49
E. Hasil Pengujian Nilai Kuat Tekan ... 53
F. Perbandingan Nilai Kuat Tekan Campuran Lainnya... ... 62
G. Pengujian Nilai Daya Serap air... 65
H. Pengujian Berat Jenis Tanah Campuran ... 68
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan pesatnya pembangunan maka sangat jelas kebutuhan akan
bahan perkerasan juga semakin meningkat. Masyarakat pada umumnya
memilih bahan perkerasan untuk jalan lingkungan menggunakan paving
block. Paving block merupakan salah satu alternatif dari perkerasan semi
lentur.
Paving block merupakan salah satu alternatif penutup atau pengerasan
permukaan tanah. Paving block juga dikenal dengan sebutan bata beton
(concrete block) atau conblock. Pada umumnya paving block merupakan
suatu komposisi bahan penutup permukaan tanah yang dibuat dari campuran
semen portland, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak
mengurangi mutu bata beton(SNI 03-0691-1996).
Paving block biasa digunakan di sekitar lingkungan rumah, kantor, lahan
parkir serta pertamanan. Pelaksanaan pemasangannya tidak memerlukan alat
berat serta dapat diproduksi secara massal. Selain itu paving block dapat
menahan beban statis, dinamis dan kejut juga dapat menahan panas dari
Hal di atas membuat paving block semakin diminati sebagai alternatif
perkerasan dengan beban ringan. Namun, ketersediaan pasir yang dirasa
semakin sulit untuk diperoleh dikarenakan hampir semua jenis
pembangunan dan perkerasan menggunakan pasir, maka dirasa perlu
ditinjau beberapa bahan alternatif yang sekiranya dapat menggantikan pasir
pada bahan baku pembuatan paving block. Selain itu melihat nilai ekonomis
dari semen yang juga semakin tinggi maka perlu ditinjau pula bahan-bahan
yang tersedia seperti fly ash atau kapur sebagai alternatif bahan pengikatnya.
Tanah selama ini hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku dari batu bata
yang tidak menahan beban struktur. Oleh karenanya, pambuatan bahan baku
paving block ini akan menggunakan bahan utama dari tanah. Diharapkan
tanah dengan campuran bahan additif berupa kapur dan fly ash sekiranya
dapat menahan beban ringan dan menjadi alternatif baru dalam perkerasan
jalan lingkungan.
Melihat dari ketersediaan fly ash batu bara dari PLTU Tarahan Lampung
yang jumlahnya sangat banyak dan belum dimanfaatkan dengan baik,
sehingga diharapkan fly ash sebagai bahan tambahan dalam pembuatan
paving block tanah ini dapat pula mengurangi dampak buruk lingkungan
yang cukup besar dan dapat dihasilkan penemuan baru tentang bahan
B. Rumusan Masalah
Pemanfaatan tanah yang selama ini hanya berupa material dari batubata
berpotensi besar dapat dimanfaatkan sebagai material penutup permukaan
tanah dengan tambahan fly ash yang banyak tersedia dan selama ini hanya
menjadi limbah serta kapur diharapkan dapat meningkatkan kekuatan. Oleh
karena itu, perlu dikaji lebih lanjut bagaimana optimasi dari pemanfaatan fly
ash sebagai bahan campuran tanah dengan kapur untuk perkuatan paving
block pasca pembakaran untuk jalan lingkungan.
C. Batasan Masalah
Ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Tanah Lempung berasal dari Karang Anyar, Lampung Selatan.
2. Fly Ash berasal dari PLTU Tarahan.
3. Pengujian karakteristik tanah berupa :
a. Uji kadar air
b. Uji analisis saringan
c. Uji berat jenis
d. Uji berat volume
e. Uji batas atterberg
f. Uji pemadatan tanah
4. Penambahan campuran dilakukan pada tiga kondisi, yaitu :
Campuran 1 = 3% fly ash + 3 % kapur + 94 % tanah
Campuran 3 = 5 % fly ash + 5 % kapur + 90 % tanah
5. Jenis cetakan paving block berupa persegi panjang dengan panjang sisi
200 mm, lebar 100 mm dan tebal 60 mm.
6. Pemeraman selama 14 hari.
7. Pembakaran selama 24 jam.
8. Pengujian kuat tekan setelah pemeraman namun tanpa pembakaran
sebanyak 3 sampel untuk masing-masing campuran.
9. Pengujian kuat tekan setelah pemeraman + pembakaran sebanyak 3
sampel untuk masing-masing campuran.
10. Pengujian daya serap air setelah pemeraman + pembakaran sebanyak 3
sampel untuk masing-masing campuran.
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengetahui karakteristik dari paving block campuran tanah, fly ash dan
kapur pasca bakar dilihat dari nilai kuat tekan dan daya serap terhadap
air.
2. Membandingkan kekuatan paving block hasil penelitian yang terbuat
dari tanah + fly ash + kapur dengan spesifikasi paving block
berdasarkan SNI 03-0691-1996.
3. Mencari salah satu alternatif bahan perkerasan jalan lingkungan.
Sehingga tidak hanya terpaku pada satu jenis bahan perkerasan dan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Paving Block
Paving block merupakan produk bahan penutup permukaan jalan yang terbuat
dari semen dan pasir. Paving block juga dikenal dengan sebutan bata beton
(concrete block) atau conblock. Pada umumnya paving block merupakan
suatu komposisi bahan penutup permukaan tanah yang dibuat dari campuran
semen portland, air dan agregat dengan atau tanpa bahan lainnya yang tidak
mengurangi mutu bata beton. (SNI 03-0691-1996)
Sifat fisik Paving block atau disebut juga bata beton harus mempunyai
kekuatan seperti pada Tabel. 1
Tabel 1. Kekuatan Fisik Paving Block
Pemasangan Paving block dapat dibuat mosaik dengan kombinasi warna
sesuai estetika yang dirancang, dapat berupa logo, tulisan dan batasan area
parkir atau petunjuk arah pada suatu daerah pemukiman.
Menurut SK SNI T – 04 – 1990 – F , klasifikasi paving block ini berdasarkan
atas bentuk, tebal, kekuatan, dan warna.
1. Klasifikasi Berdasarkan Bentuk
Klasifikasi berdasarkan bentuk paving block secara garis besar terbagi
atas dua macam, yaitu :
a. Paving block bentuk segi empat
b. Paving block bentuk segi banyak
2. Klasifikasi Berdasarkan Ketebalan
Klasifikasi berdasarkan ketebalan paving block terbagi menjadi tiga
macam yaitu :
a. Paving block dengan ketebalan 60 mm, untuk beban lalu lintas ringan.
b. Paving block dengan ketebalan 80 mm, untuk beban lalulintas sedang
sampai berat.
c. Paving block dengan ketebalan 100 mm, untuk beban lalulintas super
berat.
Pemilihan bentuk dan ketebalan dalam pemakaian harus disesuaikan
dengan rencana penggunanya, dalam hal ini juga harus diperhatikan kuat
3. Klasifikasi Berdasarkan Kekuatan
Pembagian kelas Paving block berdasarkan mutu betonnya adalah :
a.. Paving block dengan mutu beton I dengan nilai fc’ 34 – 40 Mpa
b. Paving block dengan mutu beton II dengan nilai fc’ 25,5 – 30 Mpa
c. Paving block dengan mutu beton III dengan nilai fc’ 17 – 20 Mpa
4. Klasifikasi Berdasarkan Warna
Berdasarkan warnanya paving block biasanya berwarna abu-abu, hitam,
dan merah. Paving block yang berwarna selain untuk menambah
keindahan juga dapat digunakan untuk memberi batas.
5. Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan pada beton dilakukan dengan menekan benda uji
silinder 150 mm x 300 mm pada standar ACI, SNI, dan kubus 150 mm x
150 mm pada standar Inggris. Kuat hancur dari Paving block dipengaruhi
oleh sejumlah faktor yaitu:
a. Jenis semen dan kualitasnya, mempengaruhi kekuatan rata-rata dan
kuat tekan bebas beton.
b. Jenis dan lekuk-lekuk bidang permukaan agregat.
c. Efisiensi dari perawatan (curing), kehilangan kekuatan sampai sekitar
40% dapat terjadi bila pengeringan diadakan sebelum waktunya.
d. Suhu, pada umumnya kecepatan pengerasan beton meningkat dengan
bertambahnya suhu. Pada titik beku kuat tekan akan tetap rendah
6. Bentuk-bentuk Penampang Paving Block
Tipe Segi enam Tipe Persegi panjang
Tipe Beralur Tipe X
Gambar 1. Bentuk-bentuk Penampang Paving Block
B. Tanah
1. Pengertian Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu
sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang
berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).
Dunn, 1980 berdasarkan asalnya, tanah diklasifikasikan secara luas
menjadi 2 macam yaitu :
a. Tanah organik adalah campuran yang mengandung bagian-bagian
yang cukup berarti berasal dari lapukan dan sisa tanaman dan
kadang-kadang dari kumpulan kerangka dan kulit organisme.
b. Tanah anorganik adalah tanah yang berasal dari pelapukan batuan
Tanah adalah kumpulan-kumpulan dari bagian-bagian yang padat dan
tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material
organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air
(Verhoef,1994). Craig (1991) tanah merupakan akumulasi partikel mineral
atau ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.
Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau
produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang
dapat digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan
pengambilan contoh (sampling) pada saat pemboran (Hendarsin, 2000).
Bowles (1991), tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari
salah satu atau seluruh jenis berikut :
a. Berangkal (boulders), yaitu potongan batuan yang besar, biasanya
lebih besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran ukuran 150
mm sampai 250 mm, fragmen batuan ini disebut sebagai kerakal
(cobbles) atau pebbes.
b. Kerikil (gravel), yaitu partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai
150 mm.
c. Pasir (sand), yaitu batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm.
Berkisar dari kasar (3 mm sampai 5 mm) sampai halus (< 1mm).
d. Lanau (silt), yaitu partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm
sampai 0,074 mm.
e. Lempung (clay), yaitu partikel mineral yang berukuran lebih kecil
f. Koloid (colloids), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari
0,001 mm.
2. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam
kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan
pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah
untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat
bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).
Klasifikasi tanah berfungsi untuk studi yang lebih terinci mengenai
keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan
sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi,
dan sebagainya (Bowles, 1989).
Sistem klasifikasi dimaksudkan untuk menentukan dan
mengidentifikasikan tanah dengan cara sistematis guna menentukan
kesesuaian terhadap pemakaian tertentu dan juga berguna untuk
menyampaikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah
serta mengelompokkannnya berdasarkan suatu kondisi fisik tertentu dari
tanah tersebut dari suatu daerah ke daerah lain dalam bentuk suatu data
Sistem klasifikasi tanah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur dan Ukuran
Sistem klasifikasi ini di dasarkan pada keadaan permukaan tanah yang
bersangkutan, sehingga dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah dalam
tanah. Klasifikasi ini sangat sederhana di dasarkan pada distribusi
ukuran tanah saja. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi kerikil
(gevel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay) (Das,1993).
b. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian
Pada sistem klasifikasi ini memperhitungkan sifat plastisitas tanah dan
menunjukkan sifat-sifat tanah yang penting. Pada saat ini terdapat dua
sistem klasifikasi tanah yang sering dipakai dalam bidang teknik. Kedua
sistem klasifikasi itu memperhitungkan distribusi ukuran butir dan
batas-batas Atterberg.
Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah sebagai hasil pengembangan
dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Tetapi yang paling umum
digunakan adalah:
a. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (Unified Soil Classification System/
USCS)
Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System
(USCS) diajukan pertama kali oleh Prof. Arthur Cassagrande pada
tahun 1942 untuk mengelompokkan tanah berdasarkan sifat teksturnya
Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer
(USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials
(ASTM) memakai USCS sebagai metode standar untuk
mengklasifikasikan tanah. Menurut sistem ini tanah dikelompokkan
dalam tiga kelompok yang masing-masing diuraikan lebih spesifik
lagi dengan memberi simbol pada setiap jenis (Hendarsin, 2000),
yaitu:
1) Tanah berbutir kasar, yaitu tanah yang mempunyai prosentase
lolos ayakan No.200 < 50 %.
Klasifikasi tanah berbutir kasar terutama tergantung pada analisa
ukuran butiran dan distribusi ukuran partikel. Tanah berbutir
kasar dapat berupa salah satu dari hal di bawah ini :
a) Kerikil (G) apabila lebih dari setengah fraksi kasar tertahan
pada saringan No. 4
b) Pasir (S) apabila lebih dari setengah fraksi kasar berada
diantara ukuran saringan No. 4 dan No. 200
2) Tanah berbutir halus, adalah tanah dengan persentase lolos
ayakan No. 200 > 50 %.
Tanah berbutir ini dibagi menjadi lanau (M). Lempung Anorganik
(C) dan Tanah Organik (O) tergantung bagaimana tanah itu
3) Tanah Organis
Tanah ini tidak dibagi lagi tetapi diklasifikasikan dalam satu
kelompok Pt. Biasanya jenis ini sangat mudah ditekan dan tidak
mempunyai sifat sebagai bahan bangunan yang diinginkan.
Tanah khusus dari kelompok ini adalah peat, humus, tanah
lumpur dengan tekstur organis yang tinggi. Komponen umum dari
tanah ini adalah partikel-partikel daun, rumput, dahan atau
bahan-bahan yang regas lainnya.
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Jenis Tanah Simbol Sub Kelompok Simbol
Kerikil
P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),
L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW
s GM Kerikil berlanau, campuran
kerikil-pasir-lanau
GC Kerikil berlempung, campuran
kerikil-pasir-lempung
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau
Batas-batas
SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.
Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang
di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,
kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan
tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
Sumber : Hary Christady, 1996.
b. Sistem klasifikasi AASHTO
Sistem Klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami
beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang,
yang diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade
and Granular Type Road of the Highway Research Board (ASTM Standar
No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan
untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar
(sub-base) dan tanah dasar (subgrade).
Dalam sistem ini tanah dikelompokkan menjadi tujuh kelompok besar yaitu
A1 sampai dengan A7. Tanah yang termasuk dalam golongan A-1 , A-2,
dan A-3 masuk kedalam tanah berbutir dimana 35% atau kurang dari
jumlah butiran tanah yang lolos ayakan No.200, sedangkan tanah yang
masuk dalam golongan A-4, A-5, A-6 dan A-7 adalah tanah lanau atau
lempung. A-8 adalah kelompok tanah organik yang bersifat tidak stabil
sebagai bahan lapisan struktur jalan raya, maka revisi terakhir oleh
AASHTO diabaikan (Sukirman, 1992). Percobaan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan data yang diperlukan adalah analisis saringan, batas cair, dan
Tabel 4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASTHO
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-1 A-3 A-2
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 Indeks Plastisitas (PI)
Maks 40
paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai bahan
tanah dasar Biasa sampai jelek
Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini :
1. Ukuran Butir
Kerikil : bagian tanah yang lolos saringan dengn diameter
75 mm dan tertahan pada saringan diameter 2 mm
(no. 10).
Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter
2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,0075
mm (no. 200)
Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter
0,075 (No. 200).
2. Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastis sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung
dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks
plastis indeks plastisnya 11 atau lebih.
3. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) di temukan di dalam
contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka
batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari
batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.
Data yang akan didapat dari percobaan laboratorium telah ditabulasikan pada
Tabel 4. Kelompok tanah yang paling kiri kualitasnya paling baik, makin ke
C. Tanah Lempung
Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel berukuran mikroskopik
dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur-unsur
penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai
luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tak mudah terkelupas hanya
dengan jari tangan. Selain itu, permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghi
dan Peck, 1987).
Sifat khas yang dimiliki oleh tanah lempung adalah dalam keadaan kering
akan bersifat keras, dan jika basah akan bersifat lunak plastis, dan kohesif,
mengembang dan menyusut dengan cepat, sehingga mempunyai perubahan
volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air.
Tanah lempung terdiri sekumpulan partikel-partikel mineral lempung dan
pada intinya adalah hidrat aluminium silikat yang mengandung ion-ion Mg, K,
Ca, Na dan Fe. Mineral-mineral lempung digolongkan ke dalam empat
golongan besar, yaitu kaolinit, smectit (montmorillonit), illit (mika hidrat) dan
chlorite. Mineral-mineral lempung ini merupakan produk pelapukan batuan
yang terbentuk dari penguraian kimiawi mineral-mineral silikat lainnya dan
selanjutnya terangkut ke lokasi pengendapan oleh berbagai kekuatan.
Tanah lempung lunak mempunyai karakteristik yang khusus diantaranya
kemampatan yang tinggi, indeks plastisitas yang tinggi, kadar air yang relatif
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah sebagai berikut (Hardiyatmo,
1999):
a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm.
b. Permeabilitas rendah.
c. Kenaikan air kapiler tinggi.
d. Bersifat sangat kohesif.
e. Kadar kembang susut yang tinggi.
D. Fly Ash
Fly Ash merupakan salah satu jenis partikulat yang dapat diklasifikasikan
dalam debu. Hal ini karena biasanya fly Ash dipengaruhi oleh gaya gravitasi
bumi. Abu terbang (fly ash) sebagai limbah PLTU berbahan bakar batu bara
dikategorikan sebagai limbah berbahaya (B3). Sehubungan dengan
meningkatnya jumlah pembangunan PLTU berbahan bakar batu bara di
Indonesia, maka jumlah limbah abu terbang juga akan meningkat yaitu
jumlah limbah PLTU pada tahun 2000 sebanyak 1,66 juta ton, sedangkan
pada tahun 2006 diperkirakan akan mencapai sekitar 2 juta ton.
1. Karakteristik Fly Ash (Abu Terbang)
Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran di
dalam furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa pembakaran serta di tangkap dengan mengunakan elektrostatic
precipitator. Fly ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang
pembangkit listrik. Fly ash terdiri dari bahan inorganik yang terdapat di
dalam batu bara yang telah mengalami fusi selama pembakarannya. Bahan
ini memadat selama berada di dalam gas-gas buangan dan dikumpulkan
menggunakan presipitator elektrostatik. Karena partikel-partikel ini
memadat selama tersuspensi di dalam gas-gas buangan, partikel-partikel
fly ash umumnya berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang terkumpul
pada presipitator elektrostatik biasanya berukuran silt (0.074 – 0.005 mm).
Bahan ini terutama terdiri dari silikon dioksida (SiO2), aluminium oksida
(Al2O3) dan besi oksida (Fe2O3)(Aziz1, Muchtar, dkk. 2006).
Tabel 5. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU di Indonesia
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi dalam kandungan mineral fly ash
dari batu bara adalah:
a. Komposisi kimia batu bara
b. Proses pembakaran batu bara
c. Bahan tambahan yang digunakan termasuk bahan tambahan minyak
untuk stabilisasi nyala api dan bahan tambahan untuk pengendalian
2. Proses Pembentukan Fly Ash (Abu Terbang)
Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun
terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau
grate system). Disamping itu terdapat system ke-3 yakni spouted bed system
atau yang dikenal dengan unggun pancar. Fluidized bed system adalah
sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower sehingga
benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik fluidisasi dalam
pembakaran batu bara adalah teknik yang paling efisien dalam
menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai medium
pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya dilakukan dengan
minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai temperatur bakar batu
bara (300oC) maka diumpankanlah batu bara. Sistem ini menghasilkan abu
terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu tersebut disebut dengan
fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed biasanya digunakan di
PLTU (Pembangkit Listruk Tenaga Uap). Komposisi fly ash dan bottom ash
yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah (80-90%) berbanding
(10-20%). Fixed bed system atau Grate system adalah teknik pembakaran
dimana batubara berada di atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem
ini kurang efisien karena batubara yang terbakar kurang sempurna atau
dengan perkataan lain masih ada karbon yang tersisa. Ash yang terbentuk
terutama bottom ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg.
Di China, bottom ash digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan besi
tekstil sebagai pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan
bottom ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah (15-25%)
berbanding (75-25%) (Koesnadi, 2008).
3. Sifat-sifat Fly Ash (Abu Terbang)
Abu terbang mempunyai sifat-sifat yang sangan menguntungkan di dalam
menunjang pemanfaatannya yaitu :
a. Sifat Fisik
Abu terbang merupakan material yang di hasilkan dari proses
pembakaran batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua
sifat-sifatnya juga ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat
mineral-mineral pengotor dalam batubara serta proses pembakarannya. Dalam
proses pembakaran batu bara ini titik leleh abu batu bara lebih tinggi
dari temperatur pembakarannya. Dan kondisi ini menghasilkan abu
yang memiliki tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang batu bara
terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau
berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batu bara
bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar
antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur
berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai
Adapun sifat-sifat fisiknya antara lain :
1. Warna : abu-abu keputihan
2. Ukuran butir : sangat halus yaitu sekitar 88 %
b. Sifat Kimia
Komponen utama dari abu terbang batu bara yag berasal dari
pembangkit listrik adalah silikat (SiO2), alumina(Al2O3), dan besi
oksida (Fe2O3), sisanya adalah karbon, kalsium, magnesium, dan
belerang.
Sifat kimia dari abu terbang batu bara dipengaruhi oleh jenis batubara
yan dibakar dan teknik penyimpanan serta penanganannya. Pembakaran
batu bara lignit dan sub/bituminous menghasilkan abu terbang dengan
kalsium dan magnesium oksida lebih banyak daripada bituminus.
Fly ash dapat bereaksi dengan kapur aktif dan air pada suhu kamar
(24oC – 27oC). Bereaksi secara kimia dengan kapur ikat bebas
(CaOH)2, dari hasil proses hidrasi membentuk perekat.
Adapun reaksi kimianya dapat dituliskan sebagai berikut:
Fly ash + Ca(OH)2 + H2O 3 CaO.SiO2.3H2O (C-S-H gel)
4.Klasifikasi Fly Ash
Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi dua kelas yaitu fly ash kelas F
dan kelas C. Perbedaan utama dari kedua ash tersebut adalah banyaknya
calsium, silika, aluminium dan kadar besi di ash tersebut.
Fly ash kelas F: merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran
batubara anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk
mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime,
hydrated lime, atau semen. Fly ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO
< 10%).
Fly ash kelas C: diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau
sub-bituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai sifat
self-cementing (kemampuan untuk mengeras dan menambah strength apabila
bereaksi dengan air) dan sifat ini timbul tanpa penambahan kapur. Biasanya
mengandung kapur (CaO) > 20%.
5. Pemanfaatan Fly Ash (Abu Terbang)
Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang
dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak
buruknya terhadap lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang batubara
digunakan dalam pabrik semen.
a. Portland Cement
Fly ash digunakan untuk pengganti portland cement pada beton karena
mempunyai sifat pozzolanic. Sebagai pozzoland sangat besar
meningkatkan strength, durabilitas dari beton. Penggunaan fly ash dapat
dikatakan sebagai faktor kunci pada pemeliharaan beton tersebut.
Penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian berat semen
padaumumnya terbatas pada fly ash kelas F. Fly ash tersebut dapat
menggantikan semen sampai 30% berat semen yang dipergunakan dan
dapat menambah daya tahan dan ketahanan terhadap bahan kimia.
Fly ash juga dapat meningkatkan workability dari semen dengan
berkurangnya pemakaian air. Produksi semen dunia pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 2 milyard ton, di mana penggantian dengan fly
ash dapat mengurangi emisi gas carbon secara dramatis.
b. Batu Bata
Batu bata dari ash telah digunakan untuk konstruksi rumah di Windhoek,
Nambia sejak tahun 1970, akan tetapi batu bata tersebut akan cenderung
untuk gagal atau menghasilkan bentuk yang teratur. Hal ini terjadi ketika
batu bata tersebut kontak dengan air dan reaksi kimia yang terjadi
Selain itu abu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat
beragam antara lain :
a. penyusun beton untuk jalan dan bendungan
b. penimbun lahan bekas pertambangan
c. bahan baku keramik, gelas, batubata, dan refraktori
d. bahan penggosok (polisher)
e. filler aspal, plastik, dan kertas
f. pengganti dan bahan baku semen
g. aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)
E. Kapur
Batu kapur merupakan salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh
sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain untuk bahan
bangunan, bahan penstabil jalan raya, pengapuran untuk pertanian. Bahan
Kapur adalah sebuah benda putih dan halus terbuat dari batu sedimen,
membentuk bebatuan yang terdiri dari mineral kalsium.
Istilah Umumnya kapur yaitu bahan yang mengandung kalsium anorganik, di
mana karbonat, oksida dan hidroksida mendominasi. Tepatnya, kapur adalah
kalsium oksida atau hidroksida kalsium.
1. Sifat-sifat batu kapur
Batu kapur mempunyai sifat yang istimewa, bila dipanasi akan berubah
dekarbonasi (pengusiran CO2) : hasilnya disebut kampur atau quick lime
yang dapat dihidrasi secara mudah menjadi kapur hydrant atau kalsium
hidroksida (Ca(OH)2). Pada proses ini air secara kimiawi bereaksi dan
diikat oleh CaO menjadi Ca(OH)2 dengan perbandingan jumlah molekul
sama.
2. Jenis-jenis Kapur
Berdasarkan SNI 03-4147-1996 terdapat 3 jenis kapur, yaitu:
a. Kapur tohor/ quick lime (CaO) adalah hasil dari pemanasan batuan
kapur, yang dalam perdagangan dapat dijumpai bermacam-macam
hasil pembakaran kapur ini.
b. Kapur padat / hydrated lime adalah bentuk hidroksida dari kalsium
atau magnesium yang dibuat dari kapur keras yang diberi air sehingga
bereaksi dan mengeluarkan panas. Digunakan terutama untuk bahan
pengikat dalam adukan bangunan.
c. Kapur hidraulik, CaO dan MgO tergabung secara kimia dengan
pengotor- pengotor. Oksida kapur ini terhidrasi secara mudah dengan
menambahkan air ataupun membiarkannya di udara terbuka, pada
reaksi ini timbul panas.
3. Pemanfaatan dari kapur diantaranya adalah :
a. Bahan bangunan.
Bahan bangunan yang dimaksud adalah kapur yang dipergunakan
untuk plester, adukan pasangan bata, pembuatan semen tras ataupun
b. Sebagai bahan ikat pada beton. Bila dipakai bersama-sama semen
portland, sifatnya menjadi lebih baik dan dapat mengurangi kebutuhan
semen portland.
d. Sebagai batuan jika berbentuk batu kapur.
III. METODE PENELITIAN
A. Bahan Penelitian
Pada penelitian paving block campuran tanah, fly ash dan kapur ini digunakan
bahan-bahan sebagai berikut :
1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari
daerah Karang Anyar, Lampung Selatan.
Dalam penelitian paving block tanah ini, tanah berperan sebagai bahan
baku utama.
2. Fly Ash yang berasal dari PLTU Tarahan, Lampung Selatan.
Fly ash diharapkan dapat berfungsi sebagai filler atau pengisi
rongga-rongga udara pada paving block tanah ini.
3. Kapur yang telah dihaluskan sampai berbentuk bubuk.
Kapur digunakan sebagai bahan perekat pengganti semen. Dengan bantuan
air maka diharapkan antara kapur, fly ash dan tanah dapat merekat dengan
baik.
B. Pelaksanaan Pengujian Tanah Asli
Pada penelitian ini pengujian pertama yang harus dilakukan adalah pengujian
sifat fisik tanah asli. Pengujian tanah asli ini dilakukan untuk melihat
karakteristik dari tanah yang akan digunakan. Kemudian hasilnya akan
dianalisis sesuai dengan ketentuan AASTHO dan USCS sehingga dapat
dilihat apakah sesuai atau tidak dengan karakteristik dari tanah lempung.
Pelaksanaan pengujian tanah asli dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah
Fakultas Teknik Universitas Lampung. Adapun jenis uji karakteristik tanah
adalah sebagai berikut:
Pengujian Sampel Tanah Asli (Uji Karakteristik)
1. Pengujian Kadar Air
2. Pengujian Analisa Saringan
3. Pengujian Batas Atterberg
4. Pengujian Berat Jenis
5. Pengujian Berat Volume
6. Pengujian Pemadatan Tanah
C. Pelaksanaan Pencampuran dan Pencetakan Benda Uji
Setelah tanah yang akan digunakan diketahui karakteristiknya sesuai dengan
karakteristik dari tanah lempung maka langkah selanjutnya adalah
pelaksanaan pencampuran dari tanah, kapur dan fly ash yang selanjutnya akan
Pada penelitian ini peneliti akan membuat benda uji dalam 3 komposisi
campuran yang berbeda yang bertujuan untuk melihat pengaruh dari jumlah
komposisi tanah, kapur dan fly ash dengan nilai kuat tekan dari benda uji.
Komposisi campuran 1 yaitu 94% tanah + 3% kapur + 3% fly ash, komposisi
campuran 2 yaitu 92% tanah + 4% kapur + 4% fly ash dan untuk komposisi
campuran 3 yaitu 90% tanah + 5% kapur + 5% fly ash.
Adapun metode pelaksanaan dari pencampuran dan pembuatan benda uji
untuk masing-masing komposisi campuran :
1. Fly ash dan kapur masing-masing disaring dengan saringan No. 4 (4,75
mm) diambil material lolos saring.
2. Fly ash dan kapur dicampur dengan sampel tanah yang telah ditumbuk
(butir aslinya tidak pecah) dan lolos saringan No. 4 (4,75 mm).
3. Setelah tercampur secara merata ditambahkan air sesuai dengan
perhitungan nilai kadar air optimum untuk masing-masing komposisi
campuran.
4. Kemudian campuran tanah dicetak menggunakan alat pencetak paving
yang berupa mesin cetak paving press bentuk persegi panjang dengan
panjang 200 mm, lebar 100 mm dan tebal 60 mm.
Adapun gambar penampang permukaan dari cetakan benda uji sebagai
Gambar 2. Penampang Cetakan Paving Block
Barikut ini jumlah kebutuhan benda uji untuk masing-masing campuran
berdasarkan pengujian :
a. Benda uji untuk pengujian nilai kuat tekan sebelum pembakaran
Campuran 1 sebanyak 3 buah benda uji
Campuran 2 sebanyak 3 buah banda uji
Campuran 3 sebanyak 3 buah benda uji
b. Benda uji untuk pengujian nilai kuat tekan pasca bakar
Campuran 1 sebanyak 3 buah benda uji
Campuran 2 sebanyak 3 buah banda uji
Campuran 3 sebanyak 3 buah benda uji
c. Benda uji untuk pengujian nilai daya serap air
Campuran 1 sebanyak 3 buah banda uji
Campuran 2 sebanyak 3 buah benda uji
Campuran 3 sebanyak 3 buah banda uji
5. Setelah proses pencetakan, kemudian benda uji diperam selama 14 hari.
6. Kemudian proses penjemuran selama 1 hari.
100 mm 200 mm
60 mm
200 mm
D. Pelaksanaan Pembakaran Sampel
Setelah proses pencampuran, pencetakan dan pemeraman benda uji maka
selanjutnya adalah pembakaran benda uji. Oleh karena benda uji ini terbuat
dari tanah, maka perlakuannya sama seperti pada proses pembuatan batubata.
Proses pembakaran benda uji ini diharapkan dapat meningkatkan kekuatan
dari benda uji seperti hal nya perlakuan pada batubata. Pembakaran benda uji
dilakukan dengan menyusun sampel secara bertingkat bersamaan dengan
pembakaran batubata. Pada proses pembakaran ini benda uji akan diletakkan
dibagian tengah susunan. Bagian bawah dibuat terowongan atau lubang yang
berguna untuk menaruh kayu bakar. Proses pembakaran ini berlangsung
selama 24 jam.
E. Pelaksanaan Pengujian Kuat Tekan dan Daya Serap Air
Pelaksanaan pengujian kuat tekan dan daya serap air dilakukan di
Laboratorium Bahan Bangunan Fakultas Teknik Universitas Lampung.
Adapun pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan dilakukan pada benda uji sebelum mengalami
pembakaran serta benda uji setelah melalui proses pembakaran.
Kuat tekan suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material
Pengujian kuat tekan menggunakan standar SK-SNI-03-0691-1989
tentang paving block.
Persamaan untuk pengujian kuat tekan dengan menggunakan Universal
Testing Machine adalah sebagai berikut:
Kuat tekan (P) : �
�
Keterangan :
F = Beban maksimum (N).
A = Luas bidang permukaan (m2)
P (beban)
Sampel
Gambar 3. Sketsa Uji Kuat Tekan
2. Pengujian Daya Serap terhadap Air
Pengujian daya serap air dilakukan pada benda uji yang telah melalui
proses pembakaran untuk tiap-tiap campuran.
Besar kecilnya penyerapan air pada benda uji sangat dipengaruhi oleh
pori-pori atau rongga. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam
benda uji maka akan semakin besar pula penyerapan airnya sehingga
ketahanannya akan berkurang. Pengukuran daya serap air merupakan 100 mm
persentase perbandingan antara selisih massa basah dengan massa kering.
Pengujian daya serap air ini bertujuan untuk menentukan besarnya
persentase air yang terserap oleh benda uji yang direndam selama 24 jam.
Daya serap air dirumuskan sebagai berikut :
daya serap air (%) = �� −��
�� x 100%
Keterangan : ��= massa basah benda uji (gr)
�� = massa kering benda uji (gr)
F. Urutan Prosedur Penelitian
Adapun urutan dari prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pengujian tanah asli untuk mendapat karakteristik dari tanah
sampel seperti uji kadar air, analisis saringan, berat jenis, berat volume,
batas atterberg dan uji pemadatan tanah.
2. Dari hasil pengujian percobaan analisis saringan dan batas atterberg
untuk tanah asli digunakan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan
klasifikasi tanah AASHTO dan USCS.
3. Melakukan pengujian pemadatan tanah untuk masing-masing campuran
guna mendapatakan nilai kadar air optimum untuk masing-masing
campuran.
Berikut ini jumlah benda uji yang akan dibuat sebanyak:
a. Benda uji untuk pengujian kuat tekan sebelum pembakaran
Campuran 1 (Fly ash 3%+kapur 3%+tanah 94%) sebanyak 3 buah
Campuran 2 ( Fly ash 4% +kapur 4%+tanah 92%) sebanyak 3 buah
Campuran 3 (Fly ash 5%+kapur 5%+tanah 90%) sebanyak 3 buah
b. Benda uji untuk pengujian kuat tekan setelah pembakaran
Campuran 1 (Fly ash 3%+kapur 3%+tanah 94%) sebanyak 3 buah
Campuran 2 ( Fly ash 4% +kapur 4%+tanah 92%) sebanyak 3 buah
Campuran 3 (Fly ash 5%+kapur 5%+tanah 90%) sebanyak 3 buah
c. Benda uji untuk pengujian daya serap air
Campuran 1 (Fly ash 3%+kapur 3%+tanah 94%) sebanyak 3 buah
Campuran 2( Fly ash 4% +kapur 4%+tanah 92%) sebanyak 3 buah
Campuran 3 (Fly ash 5%+kapur 4%+tanah 90%) sebanyak 3 buah
5. Melakukan pemeraman selama 14 hari.
6. Melakukan penjemuran sampel selama 1 hari.
7. Melakukan pengujian kuat tekan sebelum pembakaran.
8. Melakukan pembakaran selama 24 jam.
9. Melakukan normalisasi suhu.
10. Melakukan pengujian kuat tekan.
G. Analisis Hasil Penelitian
Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian paving block campuran
tanah, fly ash dan kapur ini akan ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik
hubungan serta penjelasan-penjelasan serta dapat di analisis diantaranya
adalah penjelasan dari hal-hal berikut :
1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam
bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi tanah
AASHTO dan USCS
2. Analilisis nilai kadar air optimum tiap-tiap campuran yang didapat dari uji
pemadatan tanah.
3. Analisis pengaruh kadar pencampuran fly ash dan kapur terhadap kuat
tekan paving block tanpa pembakaran.
4. Analisis pengaruh kadar pencampuran fly ash dan kapur terhadap kuat
tekan paving block sesudah pembakaran.
5. Analisis perbandingan nilai kuat tekan campuran lain.
6. Analisis nilai daya serap air paving block tanah + fly ash + kapur.
7. Analisis nilai berat jenis tanah campuran tanpa pembakaran dan setelah
pembakaran.
8. Dari seluruh analisis hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan
berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian yang
didapat. serta perbandingan data yang didapat dengan ketentuan-ketentuan
Gambar 4. Bagan Alir Penelitian Persiapan bahan dan peralatan
Pengujian tanah asli :
Kadar Air Analisis Saringan Berat Jenis Berat Volume Batas Atterberg Pemadatan Tanah
Penjemuran selama 1 hari
selesai
Pencampuran dan pencetakan Benda Uji
Pemeraman selama 14 hari
Pembakaran selama 24 jam
Pengujian daya serap air Peencetakan Benda Uji
Mulai
Pengujian kuat tekan
Hasil penelitian dan pembahasan
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap
paving block campuran tanah, fly ash dan kapur, maka diperoleh beberapa
kesimpulan :
1. Berdasarkan sistem klasifikasi AASTHO sampel tanah yang digunakan
dalam penelitian paving block tanah ini termasuk dalam golongan A-7-6
yang berarti termasuk dalam golongan tanah berlempung. Sedangkan
untuk sistem klasifikasi USCS maka tanah berbutir halus yang digunakan
termasuk kedalam kelompok CL yaitu tanah lempung anorganik dengan
plastisitas rendah sampai sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir,
lempung berlanau, lempung kurus.
2. Nilai kuat tekan tertinggi yang dihasilkan oleh paving block campuran
tanah, fly ash dan kapur berada pada campuran 3 dan terendah berada
pada campuran 1. Peningkatan nilai kuat tekan paving block berbanding
lurus dengan peningkatan jumlah fly ash dan kapur dalam campuran.
Penambahan semen pada campuran paving block yang berbeda dapat
yang lebih baik dibandingkan dengan kapur dalam pengikatan partikel
tanah.
3. Nilai kuat tekan yang dihasilkan paving block tanah ini masih sangat
rendah terutama untuk digunakan sebagai jalan lingkungan. Kuat tekan
yang dihasilkan masih belum memasuki spesifikasi SNI 03-0691-1996
untuk jalan lingkungan yaitu dengan kuat tekan 170 kg/cm2 –
200 kg/cm2. Paving block tanah ini juga masih belum mampu
menggantikan paving block campuran semen dan pasir yang sesuai
dengan spesifikasi SNI 03-0691-1996 haruslah memiliki kuat tekan
minimal 85 kg/cm2.
4. Nilai daya serap air yang dihasilkan dari paving block campuran fly ash,
kapur dan tanah ini semakin menurun seiring dengan penambahan jumlah
kapur dan fly ash. Nilai daya serap air yang dihasilkan paving block tanah
ini telah memenuhi spesifikasi nilai daya serap paving block berdasarkan
SNI 03-0691-1996 yaitu sebesar 3-10%.
5. Pada proses pencetakan benda uji hanya digunakan mesin press yang
memiliki tingkat tekanan yang berbeda dengan uji pemadatan tanah
modifikasi laboratorium. Sehingga kepadatan yang diperoleh tidak bisa
sebanding dengan kepadatan pada pengujian pemadatan tanah. Hal ini
yang menyebabkan masih banyak terdapat rongga udara dan air dalam
B. Saran
Untuk penelitian selanjutnya mengenai paving block dengan campuran tanah
disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :
1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kekuatan dari paving block
tanah perlu dikaji campuran-campuran lain yang dapat meningkatkan
kekuatan paving block tanah.
2. Untuk mengetahui tingkat kepadatan dari paving block tanah ini perlu
dikaji kembali mengenai alat pemadatan yang digunakan, baik
menggunakan mesin press ataupun dengan alat cetak paving block
manual.
3. Perlunya perhatian saat proses mobilisasi benda uji, baik saat proses
persiapan material di laboratorium, proses pencetakan benda uji, proses
pembakaran dan proses pengujian benda uji di laboratorium, agar lebih
berhati-hati dikarenakan benda uji yang mudah hancur.
4. Pada saat proses pencampuran dan pembakaran haruslah sangat
diperhatikan. Saat proses pencampuran harus dipastikan bahwa semua
bahan telah tercampur merata dan saat proses pembakaran haruslah
mendapatkan suhu yang baik. Jika pembakaran berada dibagian atas
dikhawatirkan tidak mendapatkan suhu yang optimal namun jika
pembakaran berada dibagian bawah dikhawatirkan suhu sangat tinggi
5. Sebaiknya dilakukan pembersihan alat/mesin sebelum melakukan
pengujian-pengujian di laboratorium dikarenakan hal ini dapat
mempengaruhi hasil yang akan didapat.
6. Penelitian yang lebih luas dan komprehensif masih diperlukan,
khususnya, utuk mendapatkan alternatif lain dari penutup permukaan
tanah yang lebih beragam selain dari paving block campuran semen dan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1990. Standar Nasional Indonesia T-04-1990-F: Klasifikasi Bata Beton. Dewan Standarisasi Nasional.
Anonim. 1996. Standar Nasional Indonesia 03-0691 – 1996: Kekuatan Fisik
Paving Block. Dewan Standarisasi Nasional.
Anonim. 1996. Standar Nasional Indonesia 03-4147-1996 : Spesifikasi Kapur
untuk Stabilisasi Tanah. Dewan Standarisasi Nasional.
Anonim. 2012. Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah
Universitas Lampung. UPT Percetakan Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Aziz, Muchtar, dkk. 2006. Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya Dan Evaluasinya Untuk Refraktori Cor. www.tekmira.esdm.go.id
Bowles, E. J. 1984. Sifat-sifat fisis dan geoteknis Tanah. PT. Glora aksara Pratama. Jakarta
Bowles, E. J. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. PT. Glora Aksara Pratama. Jakarta.
Bowles, E. J. Johan K. Helnim. 1991. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah
(Mekanika Tanah). PT. Glora Aksara Pratama. Jakarta.
Craig, R.F. 1991. Mekanika Tanah. PT. Glora Aksara Pratama. Jakarta.
Dirgahayu, Ketut. 2006. Pengaruh penambahan Fly Ash sebagai bahan Pengganti Semen dalam pembuatan Paving Block sebagai Bahan
Perkerasan Jalan. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Hendarsin, S. L. 2000. Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri Bandung. Bandung.
M. Das, Braja. 1995. Mekanika Tanah Jilid I (Prinsip-prinsip Rekayasa