• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep etos kerja menurut hadis (studi Analisis Sanad)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep etos kerja menurut hadis (studi Analisis Sanad)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapat Gelar

Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh Abdul Rasyid 104034001227

JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

(2)
(3)
(4)

i

KATA PENGANTAR

ا ا ا

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji syukur hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan Tafsir Hadis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan Salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, manusia pilihan pembawa risalah Islam yang ajarannya tidak lapuk tertelan jaman.

Selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, baik berupa dukungan moral maupun materi. Dalam kesempata ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa memberikan bantuannya. Ucapan terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada :

1. Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Bapak Prof. Dr. Zainun Kamal. 2. Ketua Jurusan Tafsir Hadis, Dr. Bustamin, M.Si

3. Sekretaris jurusan Tafsir Hadis, Dr. Lili Ummi Kaltsum, MA.

4. Pembimbing Bapak Drs. Harun Rasyid, MA, atas pengorbanan waktu dan kesabarannya dalam membimbing, mengarahkan dan memotivasi sehingga penulisan skripsi ini selesai.

5. Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, khususnya dosen-dosen di jurusan Tafsir Hadis yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

(5)

ii

berharap semua skripsi ini memberikan sumbangsih khazanah keilmuan dan bermanfaat bagi pembaca, khusunya bagi penulis.

Jakarta, 13 Februari 2011

(6)

iii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi kata-kata arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada buku Chicago and Turabian Style, University of California Berkeley.

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا - Tidak dilambangkan

ب B Be

ت

T Te

ث

Th Te dan ha

ج

J je

ح

ḥ ha dengan titik bawah

خ

kh ka dan ha

د

D da

ذ

dh de dan ha

ر

R er

ز

Z zet

س

S es

ش

Sh es dan ha

ص

ṣ es dengan titik bawah

ض

ḍ de dengan titik bawah

ط

ṭ te dengan titik bawah

ظ

ẓ zet dengan titik bawah

ع

، koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

غ

gh ge dan ha

ف

F ef

ق

Q ki

ك

K ka

ل

L el

م

M em

ن

(7)

iv

ي

Y ye

Vokal

Vokal dalam bahasa arab, seperti bahasa indonesia, terdiri dari vokal tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). Untuk vokal tunggal penulisannya adalah:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin keterangan

َ

A fath}ah}

ِ

I kasrah

ُ

U d{ammah

Adapun vokal rangkap penulisannya adalah:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin keterangan

َ ي

Ay a dan ye

َ و

Aw a dan we

ِ ي

i> i dengan garis di atas

Vokal panjang (Madd)

Ketentuan penulisan vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin keterangan

#ـــ

a> a dengan garis di atas

$ــ

i> I dengan garis di atas

%ــ

u> U dengan garis di atas

Adapun ى yang terletak pada akhir kata juga menunjukkan huruf vokal panjang yang tertulis a, contoh:

Penulisan Kata Arab

Hatta> ّ

(8)

v Ta>' Marbu>t}ah (ة)

a. Ketika ada kata benda (noun) dan kata sifat (adjective) diakhiri dengan huruf ة, atau didahului dengan kata sambungلا dan diikuti kata sifat (na't), maka ة ditulis dengan huruf h, contohnya:

Penulisan Kata Arab

s}ala>h ة

al-Risa>lah al-bahi>yah اا

b. Ketika ada kata yang diakhiri dengan ةdiikuti oleh kata benda (isim), maka huruf ة ditulis t, contohnya:

Penulisan Kata Arab

Wizara>t al-Tarbiyah اةرازو

Mir'a>t al-zama>n ناةا

c. Ketika ada huruf yang berakhiran dengan ة berkedudukan sebagai kata keterangan , maka ة ditulis ة (tan), contoh:

Penulisan Kata Arab

faj'atan ًة)*+

Shaddah (Tashdid)

Shaddah atau tashdid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda,

namun dalam penulisan ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda shaddah itu, contoh:

Penulisan Kata Arab

shawwa>l لاَّ!

s}awwara راَّ

Kata Sandang

Kata Sandang, yang dalam sistem bahasa Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dituliskan menjadi huruf ا, baik diikuti oleh huruf shamshiyah maupun qamariyah,

(9)

vi

Penulisan dan ا

Penulisan Kata Arab

Ah{mad ibn Muhammad ibn Abi> al-Rabi>' (ا'ا%&% ا

Sharh Ibn ‘Aqi>l‘ala Alfi>yat -ا,+"*+اح!

(10)

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

PEDOMAN TRANSLITERASI...iii

DAFTAR ISI ...vii

\ BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ...1

B. Pembatasan dan perumusan masalah...6

C. Tujuan penulisan ...6

D. Metodologi penelitian...6

E. Tinjauan pustaka ...7

F. Sistematika penulisan ...8

BAB II : KONSEP ISLAM TENTANG ETOS KERJA A. Etos Kerja 1. Pengetian Etos Kerja ...9

2. Karakteristik Etos Kerja ...12

3. Urgensi dan Tujuan Etos kerja ...15

B.Ajaran Islam Tentang Etos Kerja ...19

BAB III : HADIS-HADIS TENTANG ETOS KERJA A. Materi Hadis Tentang Etos Kerja dan Terjemahnya...26

B. Asbabul Wurud Hadis Etos Kerja...33

C. Pemikiran Ulama Tentang Etos kerja...34

BAB IV : ANALISA KUALITAS HADIS DAN PEMAHAMAN KONTEKSTUAL HADIS A. Analisa Sanad Hadis Tentang Etos Kerja ...36

B. Kandungan Makna Hadis Tentang Etos Kerja...55

(11)

viii

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran adalah dasar Tasyri‘ Islam (hukum Islam) yang pertama. Sedangkan as-sunnah merupakan dasar Tasyri‘ Islam yang kedua. Keduanya merupakan sumber ajaran Islam. H{{adi>s/sunnah menempati posisi yang penting dalam kehidupan umat Islam. Sebab didalamnya terdapat aturan-aturan yang tidak terdapat dalam al-Qur’an, karena al-Qur’an masih bersifat global, maka penjelas dari al-Qur’an itu adalah h{adi>s. Tetapi, dalam periwayatan h{adi>s kadang terdapat kelemahan-kelemahan di dalamnya, untuk itu perlu diadakan pengkajian tentang h{adi>s-h{adi>s dimaksud.

Manusia tidak bisa dilepaskan dari pekerjaan. Manusia diciptakan oleh Tuhan bukan hanya sebagai hiasan pekerjaan, tetapi juga sebagai suatu ciptaan yang diberi tugas, dan salah satu tugasnya ialah memelihara ciptaan ini dengan pekerjaannya. Dengan demikian, kerja merupakan tugas Ilahi, yang mengandung kewajiban dan hak.

(13)







.

(

ع

: 10 (

Artinya : Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.( al-Jumuah: ayat 10)

Ayat tersebut di atas, menjelaskan bahwa kaum muslimin dianjurkan untuk bekerja keras. Sebab bekerja dan kesadaran bekerja mempunyai dua dimensi yang berbeda menurut pandangan Allah dan Rasul-Nya, karena makna dan hakikat bekerja adalah fitrah manusia yang dapat memanusiakan manusia itu sendiri lewat bekerja. Sedangkan dari kesadaran bekerja akan melahirkan nilai yang lebih bermakna dalam hidup.

Ajaran Islam sangat menyeimbangkan antara kekuatan-kekuatan material, ekonomi dan politik dengan daya moral yang bersifat rohani, menyeimbangkan antara kebutuhan individu dengan kepentingan masyarakat.

Namun perlu disadari bahwa seorang muslim bekerja tidaklah hanya sekedar untuk mendapatkan gaji, pangkat atau hanya sekedar menjaga gengsi agar tidak disebut sebagai pengangguran. Karena kesadaran bekerja secara produktif akan melahirkan semangat dan tanggung jawab yang merupakan ciri khas dan karakter kepribadian seorang muslim.

Maka semua hasil pekerjaan seorang muslim yang dilakukan untuk menafkahi istri, anak dan pembantunya, pekerjaan dapat dikatakan sebagai sha>daqah. Hal ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad saw :

ع

ع ع

ع

ع

خ

ث

(14)

3

ع ص

ج ط

(

)

Terjemahnya : Telah menceritakan kepadaku Muhamma>d ibn Kasi>r, telah mengkabarkan kepadaku Sufya>n ibn Mansu>r, dari Ibrahi>m, dari Uma>rah ibn Umair, dari budaknya, ia bertanya kepada Aisyah ra, di Hijir Yatim, makanan dari hartamu sendiri, ia berkata : Rasulullah saw bersabda, ‚Sesungguhnya sebaik-baik makanan adalah hasil dari tangannya sendiri, dan hasil usahanya itu untuk anak-anaknya‛(HR. Abi Daud).

Dari konteks ayat dan h{adi>s diatas, Toto Tasmara berpendapat sebagai berikut:

‚ayat diatas harus dilihat dalam pengertian dan tafsir aktual yang membumi dan workable, khususnya dalam memberikan dorongan kepada kita semua yang telah ditunjuk sebagai khai>ru umma>h, sosok umat pilihan yang mempunyai potensi untuk mencapai amal prestatif yang terpuji, dapat dibanggakan dan berdimensi luas.‛ 2

Kiranya menghadapi pasar bebas , umat Islam harus meningkatkan etos kerja yang dimilikinya, sebab apabila ini tidak segera dilakukan oleh umat Islam khususnya di Indonesia, umat islam akan terpinggirkan. Karena era pasar bebas sudah nampak di depan mata. Sebuah era yang mengharuskan setiap orang berkompetensi untuk dapat mempertahankan hidupnya dan memperoleh kelayakan hidup di dunia dengan menggunakan skill dan pengetahuan yang mumpuni sehingga dapat menikmati fasilitas yang memadai.

Dari h{adi>s tersebut di atas, disebutkan bahwa Islam sangat menganjurkan untuk berusaha sebab hasil usaha itu disamping merupakan kewajiban bagi sang

1Sulaiman Ibn al-Asy‘As as-Syizistani,Sunan Abi> Dau>d, kitab al-buyu, bab Ar-rajulu ya'kulu min maalin waladihi (Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1998),h. 544

(15)

suami, hal itu juga merupakan sedekah orang yang memberi nafkah kepada keluarganya tersebut.

Islam juga tidak mengajarkan umatnya untuk meminta-minta, hal ini sesuai dengan h{adi>s Nabi saw sebagai berikut :

ع ع عف ع ع

ف

ع ع

ث

ع

ع ص

ف ع

ع

:

ئ

ع

،

خ ع

Terjemahnya : Telah menceritakan Qutaiba>h ibn Sa‘id dari Ma>lik ibn Anas dari Na>fi‘ dari Ibn Umar r.a. bahwa Rasulullah bersabda: ketika beliau di atas mimbar sedang membicarakan masalah sedekah dan menghindari perbuatan meminta-minta, Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang dibawah. Tangan yang diatas adalah memberi dan tangan yang dibawah adalah peminta-minta.4

Dari h{adi>s diatas dianjurkan kepada umat Islam untuk memberi dan dilarang untuk meminta-minta, karena tangan yang memberi itu lebih baik dari tangan yang diberi.

Fenomena sekarang ini, kadang orang sering diberi dari pada memberi, hal ini dapat disaksikan di tengah-tengah kota dan pinggiran kota, dimana gelandangan dan pengemis yang disebut dengan gepeng, merupakan pemandangan keseharian di kota-kota besar di Indonesia, bahkan pencurian, penganiayaan, penodongan dan perampokan sering terjadi baik lokal maupun Nasional. Salah satu faktor pemicu kesalahan tersebut menurut asumsi penulis karena persoalan ekonomi. Maka orang berfikir untuk cepat mendapatkan uang

3 Abi> al-Husai>n Muslim Ibn al-Hajjaj Ibn Muslim al-Khusyairi an-Naisaburi, kitab Zakat, bab bayan inna al-yadul al-Ulya khaiirun Min al-Yadul as-Shufla (Beirut : Dar al-Kutub al-Alamiah, th),h. 413

(16)

5

dengan cara mudah, padahal Islam sangat melarang hal itu. Untuk itu, penelitian terhadap hadis tentang etos kerja ini menarik untuk diteliti, sebab Islam di Indonesia masyarakatnya merupakan mayoritas pemeluk Islam, maka kepada umat Islam dituntut untuk membangun etos kerja dan membangun umat dengan meningkatkan taraf ekonomi yaitu dengan bekerja keras sebagaimana banyak dianjurkan dalam al-Qur’an dan H{adi>s.

Untuk lebih jauh perlu dilakukan pencarian terhadap h{adi>s ini, karena sangatlah penting mengingat para ulama melalui penelitiannya telah membagi hadis kepada h{adi>s sha>hi>h, h{adi>s hasan, dan h{adi>s dhai>f. Dengan demikian, maka banyak h{adi>s yang mardu>d (ditolak)/karena cacat pada sanad atau matannya.

Untuk itu, perlu diadakan penelitian terhadap suatu h{adi>s guna mengetahui validitas h{adi>s tersebut, agar suatu h{adi>s dapat diketahui apakah ia dapat dijadikan hujja>h atau tidak dalam menetapkan hukum. Inilah yang menjadi landasan penelitian ulama terhadap h{adi>s-h{adi>s terutama dari segi sanadnya yang ditempuh dengan metode takhri>j.

Arti dari Takhri>j adalah upaya penelitian kembali atau mengeluarkan suatu h{adi>s dari kitab-kitab h{adi>s. Untuk menganalisa keadaan sanadnya, baik aspek keseimbangan , mata rantai perawi, maupun tingkat kredibilitas para rawi. Karena dengan demikian akan diketahui tingkat validitas h{adi>s.

(17)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengkaji atau menelaah suatu permasalahan tentunya tidak terlepas dari pembahasan dalam berbagai aspek terkait dengan masalah tersebut. Namun penjelasan yang detail juga dapat membuat penelitian tersebut cenderung bersifat bias dan tidak tentu arah. Hal itu dikarenakan banyaknya masalah yang ditentukan dalam penelitian.

Dalam permasalahan yang melatarbelakangi pembahasan ini, maka penulis membatasi penelitian berkaitan dengan topik h{adi>s ini, yaitu pada penelitian jalur sanad al-Da>rimi>, dan Abi> Dau>d.

Dari uraian diatas, maka perumusan masalah dalam skripsi ini, dapat dirumuskan sebagai berikut: ‚ Bagaimanakah kualitas sanad h{adi>s Nabi tentang Etos kerja?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penyusunan skripsi ini adalah untuk mengetahui h{adi>s-h{adi>s yang mempunyai korelasi dengan etos kerja sekaligus mengetahui sejauhmana kualitas sanad dan matannya. Juga memberikan motivasi ataupun dorongan kepada setiap muslim agar senantiasa semangat dalam mencari rizqi Allah SWT dimuka bumi ini yang tentunya dengan konsep-konsep yang sesuai dengan syariat Islam sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW untuk mensejahterakan diri, keluarga dan umat secara umum baik di dunia maupun di akherat.

D. Metodologi Penelitian

(18)

7

penyelidikan sanad h{adi>s dengan merujuk kepada sumber primer yang tersebut diatas. Sedangkan untuk mengkaji h{adi>s tersebut, penulis menggunakan alat bantu yang berupa kitab-kitab kamus. Seperti kitab al-Mu‘jam al-Mufahras Li alfa>d{ al-H{adi>s al-Nabawi>, Mausu>a‘ah al-At}ra>f al-H{adi>s al-Na>bawi> al-Shari>f, Mifta>h} Kunu>z al-Sunna>h, kitab Rija>l al-H{adi>s, kitab Shara>h} al-H{adi>s, kitab Tahdhi>b al-Tahdhi>b dan kitab Tahdhi>b al-Kama>l Fi asma>’ al-Rija>l. Adapun data sekunder merupakan sumber pendukung yang masih ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini.

Dalam penyusunan dan menyelesaikan skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptip analitis, yakni melalui pengumpulan data dan pendapat muhadditsin, untuk kemudian dijadikan sebuah kesimpulan. Sedangkan tehnik penulisan skripsi ini, penulis mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi yang ada di pedoman Akademik Tahun 2004/2005 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

E. Tinjauan Pustaka

(19)

F. Sistematika Penyusunan

Untuk mencapai suatu kesimpulan dan agar penulisan lebih sistematis, maka dituangkan dalam bentuk penulisan yang disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan landasan umum penelitian dari skripsi ini. Bab ini memberikan umum penelitian isinya mengenai pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah yang memberikan gambaran secara global bentuk dan isi penelitian, Pembatasan dan Perumusan masalah, Metodologi penelitian serta sistematika penyusunannya

Bab kedua, mengenai kerangka teori yang menguraikan berbagai macam permasalahan mengenai etos kerja, yang didalamnya terdapat, pengertian etos kerja, karakteristik etos kerja, urgensi dan tujuan etos kerja,serta ajaran islam tentang etos kerja.

Bab ketiga, Hadis-hadis tentang etos kerja yang didalamnya terdapat materi hadis tentang etos kerja, as-babul wurud dan pemikiranan ulama tantang etos kerja.

Bab keempat, Analisa kualitas hadis dan pemahaman kontekstual hadis yang berisikan analisa sanad hadis tentang etos kerja, kandungan makna hadis tentang etos kerja, dan relevansi hadis tentang etos kerja dengan kondisi kekinian.

Bab kelima, Merupakan penutup dari skripsi ini, yang berisikan kesimpulan yang didasari pada bab-bab yang sebelumnya, dan juga termuat didalamnya saran-saran, dan diakhiri dengan Daftar Pustaka

(20)

9

BAB II

KONSEP ISLAM TENTANG ETOS KERJA

A. Etos Kerja

1. Pengertian Etos Kerja

Etos kerja terdiri dari dua suku kata yang berbeda, yaitu ‚etos‛ dan ‚Kerja‛. Secara etimologis etos berasal dari kata Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja.

Kemudian pada perkembangannya etos berarti juga ‚ethic‛ yaitu, pedoman, moral dan perilaku, atau dikenal pula ‚etiket‛ yang artinya cara bersopan santun yang dalam agama disebut sebagai akhlak.

Etika berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang, maka hendaknya setiap pribadi harus mengisi etika tersebut dengan nilai-nilai yang syar`i dalam arti yang aktual, sehingga cara dirinya mempersepsi sesuatu selalu positif dan sejauh mungkin terus berupaya untuk menghindari hal yang negatif. Dengan demikian makna etos disini adalah norma, serta cara diri memandang, mempersepsi dan meyakini sesuatu.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia etos berarti pandangan hidup yang khas suatu golongan sosial. Sedangkan etos kebudayaan adalah sifat, nilai, dan adat istiadat khas yang member watak pada kebudayaan suatu golongan sosial dimasyarakat.1 Dan dalam arti yang sederhana makna etos menurut Jansen Sinamo adalah adat istiadat atau kebiasaan.2

Kata yang kedua adalah Kerja yang dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan atau diperbuat.

(21)

Atau dapat pula diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau mata pencaharian.3

Dalam kamus munji>d di sebutkan kerja berarti,‘`amila, kasaba dan sa`a, namun kata kasaba memiliki arti yang menunjukan pada sebuah pekerjaan yang menghasilkan keuntungan.4

‚Kerja‛ jika dijalankan sesuai ajaran Islam, ia merupakan salah satu bentuk jihad yang tidak dapat dipisahkan dari signifikansi religius dan spiritual yang tercakup didalamnya. Didalam bahasa Arab kata ‚kerja‛ biasanya disebut ‘amal dan shun’ yang nanti akan melahirkan berbagai derivasinya, seperti ma’mal (laboratorium) atau shâni’ (produsen). Diantara kedua kata ini, yang pertama berarti ‚tindakan‛, sedangkan yang kedua berarti ‚membuat‛ atau ‚memproduksi‛ sesutau yang dalam pengertian artistik dan keterampilan.

Sedangkan menurut Toto Tasmara, kerja adalah segala aktifitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani), dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.

Pada kehidupan sehari-hari manusia memiliki dua macam fungsi; pertama, bertindak didalam atau terhadap dunia. Kedua, membuat sesuatu dengan mengolah ulang bahan-bahan dan objek-objek yang diambil dari dunia sekelilingnya. Pada prinsipnya, etika (etos) kerja dalam Islam melingkupi dua macam fungsi ini, yaitu ‘amal atau s}un’, sebab ajaran Islam melingkupi seluruh jaringan tindakan perbuatan manusia. Sementara prinsip-prinsip aspek shun’ atau ‚seni‛ dalam pengertian primordial kata itu, berkaitan dengan dimensi spiritual pewahyuan Islami.

(22)

11

Apabila etos dihubungkan dengan kerja, maknanya menjadi lebih khas. Etos kerja adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata dengan arti yang menyatu. Makna khas itu adalah bahwa etos kerja merupakan concern pragmatis. Ia membentuk perilaku individual dan social masyarakat. Dapat pula bermakna semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau kelompok. Selain itu juga sering diartikan sebagai setiap kegiatan manusia yang dengan sengaja diarahkan pada suatu tujuan tertentu. Tujuan itu adalah kekayaan manusia itu sendiri, entah itu jasmani atau rohani atau pertahanan terhadap kekayaan yang telah diperoleh.

Dengan demikian etos kerja merupakan sikap atau pandangan manusia terhadap kerja yang dilakukan, yang dilatarbelakangi nilai-nilai yang diyakininya. Nilai-nilai itu dapat berasal dari suatu agama tertentu, adat istiadat, kebudayaan, serta peraturan perundang-undangan tertentu yang berlaku dalam suatu negara.5

Dengan kata lain, etos kerja dapat juga berupa gerakan penilaian dan mempunyai gerak evaluatif pada tiap-tiap individu dan kelompok. Dengan evaluasi itu akan tercipta gerak grafik menanjak dan meningkat dalam waktu-waktu berikutnya. Ia juga bermakna cermin atau bahan pertimbangan yang dapat dijadikan pegangan bagi seseorang untuk menentukan langkah-langkah yang akan diambil kemudian. Ringkasnya, etos kerja adalah double standar of life yaitu sebagai daya dorong di satu sisi, dan daya nilai pada setiap individu atau kelompok pada sisi yang lain. Etos kerja, jika dikaitkan dengan agama berarti sikap atau pandangan atau semangat manusia terhadap kerja yang dilakukan, yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama yang dianutnya.

Sedangkan menurut Musa Asy`ari etos kerja berarti refleksi dari sikap hidup yang mendasar dalam menghadapi kerja. Sebagai sikap hidup yang mendasar, maka kerja pada dasarnya juga merupakan cerminan dari pandangan

(23)

hidup yang berorientasi pada nilai nilai yang berdimensi transenden. Oleh karena itu, salah satu hal yang ingin dicari sebagai sumber untuk menemukan etos kerja adalah dari agama. Karena agama bagi pemeluknya merupakan system nilai yang mendasari seluruh aktifitas hidupnya, maka kerja merupakan perwujudan dan realisasi diri dari ajaran agama.6

2. Karakteristik Etos Kerja

Karakteristik orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah yang memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia pilihan (khai>ru Umma>h).

Secara eksplisit karakteristik etos kerja dapat digambarkan pada nilai-nilai berikut:

a. Memilki jiwa kepemimpinan (leadership)

Pemimpin berarti mengambil peran secara aktif untuk mempengaruhi orang lain, agar orang lain tersebut dapat berbuat sesuai dengan keinginannya. Kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengambil posisi dan sekaligus memainkan peran, sehingga kehadiran dirinya memberikan pengaruh pada lingkungannya. Dia larut dalam keyakinannya tapi tidak segan untuk menerima kritik, bahkan mengikuti apa yang terbaik.

Karakteristik dari seorang pemimpin bukan tipikal pengekor, terima jadi. Karena sebagai seorang pemimpin dia sudah dilatih untuk berpikir kritis, analitis karena dia sadar bahwa seluruh hidupnya akan diminta pertanggungjawabanya di hadapan Allah SWT.

(24)

13

b. Evaluasi diri.

Mengenai evaluasi diri untuk memotivasi etos kerja dalam sebuah atsar disebutkan:

ع

ع

،

غ

خ ع

"Bekerjalah untuk duniamu, seakan-akan engkau akan hidup selama-lamanya dan beribadahlah untuk akhirat seakan-akan engkau akan mati besok".

Umar ibn Khattab pernah berkata: maka hendaklah kamu menghitung diri kamu sendiri, sebelum datang hari dimana engkau yang akan diperhitungkan dan hal ini sejalan dan senapas dengan firman Allah yang berbunyi:7







Terjemahnya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(QS.al-Hasyr:18)

Setiap langkah dalam kehidupannya selalu memperhitungkan segala aspek dan resikonya dan tentu saja sebuah perhitungan yang rasional, tidak percaya dengan tahayul apalagi segala macam mistik atribut kemusyrikan. Komitmen pada janji dan disiplin pada waktu merupakan citra seorang muslim sejati.

Didalam bekerja dan berusaha, akan tampaklah jejak seorang muslim yang selalu teguh pendirian, tepat janji, dan berhitung dengan waktu.

(25)

c. Menghargai waktu

Tentang pentingnya makna dan pemanfaatan waktu sebagai mana tersurat dalam al-A'shr ayat 1-3. Waktu adalah rahmat yang tiada terhitung nilainya. Baginya pengertian terhadap makna waktu merupakan rasa tanggung jawab yang sangat besar. Sehingga sebagai konsekuensi logisnya dia menjadikan waktu sebagai wadah produktivitas.

Menyusun tujuan, membuat perencanaan kerja, dan kemudian melakukan evaluasi atas hasil kerja dirinya, merupakan salah satu cirri dan karakter seorang mujahid. Seorang mujahid adalah tipikal manusia yang sangat memperhatikan waktu. Baginya waktu adalah sehelai kertas kehidupan yang harus ditulis dengan deretan kalimat kerja dan prestasi.

d. Hidup berhemat dan efisien

Dia akan selalu berhemat karena seorang mujahid adalah seorang pelari marathon-lintas alam, yang harus berjalan dan lari jarak jauh. Maka akan tampaklah dari cara hidupnya yang sangat efisien di dalam mengelola setiap "resources" yang dimilikinya. Dia menjauhkan sikap yang tidak produktif dan mubadzir karena mubadzir adalah sekutunya setan yang maha jelas.

Dia berhemat bukanlah dikarenakan ingin menumpuk kekayaan, sehingga melahirkan sifat kikir individualistis. Tetapi berhemat dikarenakan ada satu reserve, bahwa tidak selamanya waktu itu berjalan secara luas, ada up and down, sehingga berhemat berarti mengestimasikan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang.

e. Ulet dan pantang menyerah

(26)

15

dengan berbagai inovasi, dan mampu memberikan prestasi yang tinggi bagi lingkungannya.

Sikap istiqa>mah, kerja keras, tangguh dan ulet akan tumbuh sebagai bagian dari kepribadian diri kita seandainya kita mampu dan gemar hidup dalam tantangan. Menyadari hal ini maka seorang muslim yang mempunyai etos kerja, berupaya untuk membuat tantangan, target, dan arah kemana mereka harus menuju.

Pribadi muslim yang membumi, mampu melihat realitas dan dari pengalamannya mampu merangkum dan melakukan berbagai improvisasi untuk mengelola tantangan atau tekanan menjadi satu kekuatan.

3. Urgensi dan tujuan etos kerja

Urgensi dan tujuan menjadi pengrajin dan perintah bekerja keras dalam Islam, bukanlah sekedar memenuhi naluri, yakni hidup untuk kepentingan perut. Islam memberikan pengarahan kepada satu tujuan filosofis yang luhur, tujuan yang mulia, tujuan yang ideal yang sempurna yakni untuk berta`abud, memperhambakan diri, mencari keridhaan Allah SWT.

Semua usaha dan aktifitas seorang muslim, baik bercorak duniawiah maupun bercorak ukhrawiyah pada hakekatnya tertuju pada suatu titik tumpuan falsafah hidup muslim, yaitu keridhaan Allah SWT. Seperti yang ditandaskan dalam firman Allah SWT.























(27)

Selain dari tujuan etos kerja diatas Hamzah Ya'`qub mengklasifikasikan urgensi dan tujuan etos kerja yaitu:8

1. Memenuhi kebutuhan hidup

Kita hidup di dunia ini mempunyai sejumlah kebutuhan yang bermacam-macam yang terbagi kedalam tiga tingkatan:

a. Kebutuhan Primer (Pokok) seperti kebutuhan makanan, minuman,

pakaian, dan tempat tinggal.

b. Kebutuhan sekunder seperti keperluan terhadap kendaraan, radio dan

sebagainya.

c. Kebutuhan Lux (mewah) seperti manusia memiliki perabot lux,

kendaraan mewah dan sebagainya.

Islam menyuruh memenuhi keperluan tersebut dan sebaiknya tidak melawan naluri secara terpaksa. Islam menyuruh makan dan minum yang h{ala>l, suci bersih dan sehat. Islam menyuruh menutup aurat dengan menikmati pakaian yang diturunkan Allah. Selanjutnya Allah memberikan kepandaian dan kecakapan kepada manusia melindungi dirinya ketika istirahat dengan menciptakan rumah.

Sudah barang tentu untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut, baik makan, minum,pakaian dan tempat tinggal mustilah tanpa dengan ikhti>ya>r dan rajin bekerja sebagai manifestasi dari nilai etos kerja

Ikhti>ya>r memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari adalah perintah agama tercakup dalam alquran surat Al-Qashas ayat 77

(28)

17

















Terjemahnya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.( Al-Qashas ayat 77)

Perintah menunaikan tugas dan tanggung jawab kita dihadapan Allah adalah prinsip dalam doktrin Islam melalui pengabdian kita terhadap Allah.

1. Memenuhi nafkah keluarga

Suami atau kepala rumah tangga adalah bertanggung jawab atas

kesejahteraan dan keharmonisan rumah tangga. Seperti ditegakan oleh Rasulullah dalam hadis muttafaqun alaihi berikut:

ف ع ج

، ع ع

ع

ع

ف

، ع ع

ج ف ع

، ع

ع ع

ع

Terjemahnya: kamu sekalian adalah pengurus dan akan dimintai pertanggungjawaban dalam hal kepengurusannya. Suami adalah pemimpin terhadap keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban dari kepemimpinannya.

(29)

Kewajiban tanggungjawab tersebut menimbulkan konsekuensi bagi suami sebagai kepala keluarga. Fungsi dan tanggungjawabnya itulah yang mengharuskannya bangkit bergerak dan rajin bekerja.

Memenuhi kebutuhan keluarga bukan hanya kewajiban dan tanggungjawab semata, melainkan juga kebajikan yang mendapatkan pahala. Dengan kata lain memberikan nafqah pada keluarga juga termasuk ibadah dalam pengertian yang luas. Itulah salah satu tujuan yang mulia etos kerja dalam pandangan Islam.

2. Menolak kemungkaran

Diantara tujuan ideal dari etos kerja adalah menolak sejumlah kemungkaran yang mungkian dapat terjadi pada orang yang menganggur. Dengan bekerja dan berusaha berarti menghilangkan salah satu sifat dan sikap yang buruk berupa kemalasan dan penggangguran.

Dalam doa Rasulullah saw disebutkan memohon perlindungan dari kemalasan. Apabila etos kerja dapat ditegakkan sebaik-baiknya, maka kesulitan yang menimpa pribadi dan masyarakat dapat dihindari. Aktifitas kerja yang ditata dalam pola-pola yang benar berdasarkan prinsip syariat Islam akan menghilangkan segala kesulitan dan sebaliknya menumbuhkan kesejahteraan dan kemakmuran.

Apabila garis sosial menjadi sejahtera maka kemungkaran lainnya dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan. Seperti pencurian, perampokan, perjudian, korupsi dan sebagainya. Perbuatan buruk itu timbul dalam situasi dan kondisi sosial yang buruk dan ketiadaan lapangan kerja.

(30)

19

Islam kerja bukanlah sekedar untuk dunia saja, bukan hanya mengejar gaji, juga bukan semata untuk menepis gengsi. Akan tetapi merupakan bentuk tanggung jawab dengan semangat tauhid (Uluhiyah) yang semua aktifitas kerja seorang muslim harus diniatkan untuk beribadah dan mencari ridha kepada Allah SWT.

B.Ajaran Islam Tentang Etos Kerja

10 Dawam Raharjo, Islam Transformasi Sosial Ekonomi (Yogyakarta:Lembaga Studi Agama dan Filsafat,1999), hal.247

11 Sahlan Samlawi, Pedoman dan Penghayatan Ajaran Moralitas Islam (Jakarta: Penebar Aksara, 1999), h.52

Manusia secara fitrah tidak bisa dipisahkan oleh pekerjaan. Manusia diciptakan oleh Allah bukan hanya sebagai hiasan pekerjaan, namun juga sebagai suatu ciptaan yang diberikan tugas, dan salah satunya adalah memelihara ciptaannya yaitu menjadi khali>fah dimuka bumi.10

Al-Qur`an dan sunah bagi setiap muslim merupakan suatu pedoman landasan moral di dalam melaksanakan pekerjaannya, demi terbentuknya kualitas etos kerja yang tinggi. Etos kerja pribadi muslim dapat dikatakan sebagaimana yang dikemukakan Sahlan Samlawi " perilaku moral semestinya bersendikan pada ajaran Islam bagi seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Karena etos kerja pribadi muslim adalah akhlak seseorang dalam bekerja menurut ajaran Islam.11

(31)

12 Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, Shahi>h al-Bukha>ri> (Beirut:Dar al-Fikr, 1994), Juz 3, h. 12

13 Misbahul Munir, Ajaran-Ajaran Ekonomi Rasulullah, Kajian Hadis Nabi dalam Persperktif Ekonomi (Malang: Uin Press, 2007), Cet 1, h. 105

memanfaatkan rezeki. Kerja atau berusaha merupakan senjata utama untuk memerangi kemiskinan dan juga merupakan faktor utama untuk memperoleh penghasilan dan unsur penting untuk memakmurkan bumi dengan manusia sebagai Khalifah seizin Allah. Ajaran Islam, menyingkirkan semua faktor penghalang yang menghambat seseorang untuk bekerja dan berusaha di muka bumi. Banyak ajaran Islam yang secara idealis memotivasi seseorang, seringkali menjadi kontra produktif dalam pengamalannya. Ajaran ‚tawakkal‛ yang seringkali diartikan sebagai sikap pasrah tidaklah berarti meninggalkan kerja dan usaha yang merupakan sarana untuk memperoleh rezeki. Nabi Muhammad SAW, dalam sejumlah h{adi>s, sangat menghargai ‚kerja‛, seperti salah satu h{adi>snya.

ع ع خ ع ث ع

ع خ

ث

ع ص

ع ع

ّ عط

ع ع

خ

ع

Terjemahnya: Telah menceritakan Ibrahi>m ibn Mu>sa, telah mengkabarkan Isa> ibn Yu>nus dari Tsau>rin dari Kha>lid ibn Ma‘da>n dari Mikda>m RA. Dari Rasulullah saw beliau bersabda: tidak seorangpun memakan satu makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan dari hasil kerja tangannya dan sesungguhnya Nabi Dau>d itu makan dari hasil kerja tangannya.13

(32)

21

berdagang lewat jalan darat dan laut dengan gigih dan ulet. Mereka bekerja dan berusaha sesuai dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing.

Dalam beberapa ayat di al-Qur’an, Allah telah menjamin rezeki dalam kehidupan seseorang, namun tidak akan diperoleh kecuali dengan bekerja atau berusaha, antara lain pada Surah al-Jumu‘ah ayat 10, dinyatakan:



Terjemahnya: Apabila telah ditunaikan Shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.‛

(33)

14 Yusuf Qardhawi, kiat islam mengentaskan kemiskinan (Jakarta: Gema insani Press), hal. 63











Terjemahnya:. Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh Telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.an-Nisa : 100)

Ajaran Islam, sangat memotivasi seseorang untuk bekerja atau berusaha, dan menentang keras untuk meminta-minta (mengemis) kepada orang lain. Islam tidak membolehkan kaum penganggur dan pemalas menerima sha>da>qah, tetapi orang tersebut harus didorong agar mau bekerja dan mencari rezeki yang halal sebagaimana h{adi>s Rasulullah SAW yang berbunyi:

ع ع

ف ث ع ع ص

ث

ع ص

ع ع ع ع ع

ف ج

ف

(34)

23

Oleh karena itu, Islam, memberikan peringatan keras kepada yang meminta-minta (mengemis), sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibn Qayyi>m, bahwa mengemis kepada orang lain adalah tindakan zalim terhadap Rabbul‘alamin, hak tempat meminta, dan hak pengemis itu sendiri.

Tindakan zalim terhadap hak Rabbu>l‘alami>n artinya meminta, berharap, menghinakan diri, dan tunduk kepada selain Allah. Ia meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, mempersembahkan sesuatu bukan kepada yang berhak, dan berlaku zalim terhadap tauhid dan keikhlasan. Berlaku zalim terhadap tempat meminta artinya menzalimi orang yang diminta sebab dengan mengajukan permintaan, ia menghadapkan orang yang diminta kepada pilihan sulit antara memuhi permintaannya atau menolaknya. Jika orang itu terpaksa memenuhi permintaanya, ada kemungkinan disertai dengan rasa dongkol.

Namun bila tidak memberi, orang itu akan merasa malu. Sedangkan berlaku zalim terhadap diri sendiri artinya seorang pengemis menghina diri sendiri, menghamba bukan kepada Sang Pencipta, merendahkan martabat diri, dan rela menundukkan kepala kepada sesama makhluk. Ia menjual kesabaran, ketawakkalan, dan melalaikan tindakan mencegah diri dari mengemis kepada orang lain. Islam menuntun setiap orang untuk mendayagunakan semua potensi dan mengarahkan segala dayanya, betapa pun kecilnya. Islam melarang seseorang mengemis sedangkan ia mempunyai sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk membuka peluang kerja yang akan mencukupi kebutuhannya.

(35)

15 Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim (Jakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), cet. 2, h. 15

lahir dan batin, hubungan antara keduanya ibarat matahari dengan pancaran sinarnya, karena Islam memancarkan etos kerja yang baik, agar aktifitas mendapatkan hasil yang terbaik, mulia dan terhormat.15

Masyarakat Islam, baik penguasa maupun rakyat, diminta untuk mengerahkan segenap potensinya untuk menghilangkan kemiskinan. Mereka harus memanfaatkan semua kekayaan, sumber daya manusia maupun sumber daya alam sehingga akan meningkatkan produksi serta berkembangnya berbagai sumber kekayaan secara umum yang akan berdampak dalam pengentasan umat dari kemiskinan.

Umat Islam diminta bergandengtangan menghilangkan semua cacat yang dapat merusak bangunan masyarakatnya. Masyarakat Islam dituntut menciptakan lapangan kerja dan membuka pintu untuk berusaha (berbisnis). Di samping itu, juga harus menyiapkan tenaga-tenaga ahli yang akan menangani pekerjaan tersebut.

(36)

25

16 Hamzah Ya`qub, Etos Kerja Islami, Petunjuk Pekerjaan yang Halal dan Haram dalam Syariat Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya), hal. 1

kerja agar tidak tertinggal oleh yang lain, sebagaimana firman Allah SWT:























(

ع

:

11

)

Terjemahnya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(QS.13/ ar-Ra’d: 11)

Hamzah Ya'`kub berpendapat bahwa manusia adalah makhluk kerja yang ada persamaannya dengan hewan yang juga bekerja dengan gayanya sendiri. Tetapi tentu lain dengan caranya. Hewan bekerja semata berdasarkan naluriah, tidak ada etos, kode etik dan pendayagunaan akal, tapi manusia memilikinya.16

(37)

26

Kemauan kerja merupakan fitrah dalam kejiwaan manusia yang hukumnya telah diputuskan oleh kebutuhan manusia untuk meujudkan keinginannya. Islam mempertajam, mempersiapkan dan menolong kemauan ini agar tercapai sesuai dengan apa yang diinginkan oleh manusia itu sendiri.

Dapat kita lihat hal itu ketika Islam menanamkan dalam jiwa muslim bahwa usaha yang baik adalah yang tidak terpisah dari imannya, dan bahwa ia wajib berusaha dengan bersungguh-sungguh.

Hadis yang terkait dengan etos kerja adalah sangat banyak diantaranya sebagai berikut:

1. Dalam h{adi>s al-Bu>kha>ri> Rasulullah bersabda:

ع خ ع ث ع

ع خ

ث

ع ص

ع ع

ع

ّ عط

ع ع

خ

ع

Terjemahnya: Telah menceritakan Ibrahi>m ibn Mu>sa, Isa> ibn Yu>nus berkata dari Tsau>rin dari Kha>lid ibn Ma‘da>n dari Mikdam RA. Dari Rasulullah saw beliau bersabda, Tidak seorangpun memakan satu makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan dari hasil kerja tangannya dan sesungguhnya Nabi Daud itu makan dari hasil kerja tangannya.

(38)

27

2. Selanjutnya Nabi Muhammad saw memberi motivasi kepada umatnya agar ia dapat bersedekah dari hasil usahanya dengan melalui istri dan dengan sedekah yang dikeluarkannya itu,istri dapat pahala karena dia mensedekahkan dan juga suami dapat pahala karena suamilah yang bersedekah. Sesuai hadis Rasulullah saw.

ع

ع ج ث

ع ث

ع

ع

ع ص

ع

ئ ع

ج

ج

غ

عط

ع ج

ع ص

Terjemahnya : Telah menceritakan Utsma>n ibn Abi> Syai>bah, Ja>rir berkata dari Mansu>r dari Abi> Wa'il dari Masru>k dari Aisyah RA. Aisyah berkata: Rasulullah saw bersabda. Apabila seorang istri bersedekah dari makanan yang ada dirumahnya sedekah yang tidak merusak maka ia mendapatkan pahala dari sedekahnya itu dan juga suaminya mendapat pahala (dari sedekah yang dikeluarkan istrinya ) karena dialah yang mengusahakannya.

3. Selanjutnya Nabi menjelaskan keutamaan orang yang etos kerjanya tinggi sehingga menjadi orang kaya dan dengan kekayaannya itu ia dapat memberikan kepada orang yang miskin. Sesuai dengan hadis Rasulullah saw.

ث ص ث ع ث ث ص ع ث

ع ص

ع

ف

خ ع

غ

2Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, S{ahi>h al-Bukha>ri (Beirut:Dar al-Fikr, 1994), Juz 2, h. 143

(39)

Terjemahnya : Telah menceritakan ‘Umar ibn Hafs, menceritakan kepada kami Abi>, menceritakan kepada kami al-A`‘masi>, menceritakan kepada kami Abu> Sha>lih, menceritakan kepadaku Abu> Hu>rairah RA, berkata: Nabi saw bersabda: Sedekah yang paling utama adalah yang dikeluarkan oleh orang kaya dan tangan diatas ( memberi ) lebih baik daripada tangan dibawah ( penerima ).

Selanjutnya Nabi Muhammad saw. Menjelaskan prioritas utama sedekah itu sebaiknya diutamakan atau didahulukan keluarga, kemudian berikutnya baru pada orang lain. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw.

ع

خ

ع

ع ع خ

ع ث

ع ص

ع ع

ع

خ

ع

غ ظ ع

Terjemahnya : Telah menceritakan ‘Abdan, mengkabarkan kepadaku Abdulla>h dari Yu>nus dari Juhri>, berkata Sa‘i>d ibn Musayya>b dari Abu> Hu>rairah, Rasulullah saw bersabda sebaik-baik sedekah adalah yang diluar orang kaya dan mulailah ( kamu memberi) kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu.

4. Rasulullah saw melarang umatnya bermasa bodoh dan bersikap menyerah atas kesusahan-kesusahannya karena utang atau karena terdesak utang atau terdesak oleh kebutuhan. Nabi saw pada suatu hari pernah masuk masjid, di sana beliau mendapatkan sahabatnya, Abu> Uma>mah berada dimasjid selain waktu shalat, dan bertanyalah Nabi kepadanya tentang masalah yang dihadapinya. Jawab Abu> Uma>mah, saya tertimpa banyak kesusahan dan menanggung banyak utang. Nabi berkata, maukah kamu ku ajari beberapa kalimat yang apabila kamu mau mengucapkannya maka Allah selesaikan utangmu dan membukakan kesusahan hatimu, Abu Umamah menjawab tentu ya Rasulullah, lalu nabi bersabda :

(40)

29

Terjemahnya : Ya Allah aku berlindung kepadamu dari kesusahan dan kesedihan, kelemahan, kemalasan, kikir, penakut dan lari menanggung utang dan paksaan orang orang.

5. Selanjutnya Nabi saw sangat mencela orang yang malas yang tidak berusaha dan kerjaannya hanya meminta-minta. Selain beliau mencela sikap seperti itu, juga mengabarkan bahwa orang yang kerjanya didunia ini hanya meminta-minta maka nanti di hari kiamat ia bangkit dengan tidak memiliki daging sedikitpun di wajahnya.hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw.

ع عأ ع

ع

خ ف ه ع ث

ع ه ص ه

ع ه

:

خ

ع طع

ف اج

خ ظ ع ط ف

Terjemahnya : Telah menceritakan ‘Abdulla>h ibn Yu>suf, telah mengkabarkan kepadaku Ma>lik, dari Abi> al-Zina>d, dari al-A‘ra>j, dari Abi> Hu>rairah RA, Rasulullah saw bersabda: Demi Allah apabila seseorang diantara kamu menyiapkan talinya, lalu datang membawa gulungan kayu bakar diatas punggungnya itu adalah lebih baik baginya daripada ia mendatangi seorang laki laki dan meminta minta padanya sehingga ia diberi atau tidak.

Selanjutnya pada hadis lain Nabi menjelaskan:

5 Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, S{ahi>h al-Bukha>ri (Beirut:Dar al-Fikr, 1994), Juz 7, h. 205

(41)

ع عج ع ع ث ث

ث

ع

ع ع ع ع ع

ع ص

ج

ف

ع ج

Terjemahnya : Telah menceritakan Yahya> ibn Bu>kair, menceritakan kepadaku Lai>ts dari ‘Ubaidilla>h ibn Abi> Ja‘far, aku mendengar Hamza>h ibn ‘Abdulla>h ibn ‘Umar, ia berkata aku mendengar ‘Abdulla>h ibn ‘Umar RA, berkata: Nabi saw bersabda: Orang yang senantiasa di dunia ini meminta-minta kepada sesama manusia, maka di hari kiamat ia datang dengan tidak memiliki daging sama sekali diwajahnya.

Dari uraian tersebut diatas maka sangat jelaslah bagi kita bahwasanya agama samawi mengajarkan pada penganutnya agar menjadi manusia pekerja dan dalam bekerja harus punya semangat besar sehingga dengan semangat besar itu dapat menjadi manusia produktif atau menghasilkan berbagai kebutuhan dan kepentingan manusia pada umumnya, pribadi dan keluarga pada khususnya, sehingga kita terhindar dari kehidupan sengsara, melarat dan meminta-minta, sebab sikap seperti itu sangat dikecam oleh Rasulullah saw.

Dalam buku karangan Toto Tasmara diantara hadis yang berkaitan dengan etos kerja adalah :

ع

ع ع

ع

ع

خ

ث

ف ف

ف ع

ئ ع

ع ع

(42)

31

ع ص

ج ط

(

)

Terjemahnya : Telah menceritakan kepadaku Muhamma>d ibn Kasi>r, telah mengkabarkan kepadaku Su>fyan ibn Mansu>r dari Ibrahi>m dari ‘Uma>rah ibn ‘Umai<r dari budaknya, ia bertanya kepada ‘Aisyah ra, di Hiji>r Yati>m, makanan dari hartamu sendiri, ia berkata : Rasulullah saw bersabda, ‚Sesungguhnya sebaik-baik makanan adalah hasil dari tangannya sendiri, dan hasil usahanya itu untuk anak-anaknya‛(HR.Abi Daud).

Dan yang lainnya

ع ع عف ع ع

ف

ع ع

ث

ع

ع ص

ف ع

ع

:

ئ

ع

،

خ ع

Terjemahnya : Telah menceritakan Qu>tai>bah ibn Sa‘i>d dari Ma>lik ibn Ana>s dari Na>fi‘ dari Ibn ‘Umar r.a. bahwa Rasulullah bersabda: ketika beliau di atas mimbar sedang membicarakan masalah sedekah dan menghindari perbuatan meminta-minta, Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang dibawah. Tangan yang diatas adalah memberi dan tangan yang dibawah adalah peminta-minta. (HR Muslim).10

Dari hadis diatas dianjurkan kepada umat Islam untuk memberi dan dilarang untuk meminta-minta, karena tangan yang memberi itu lebih baik dari tangan yang diberi.

8 Sulaiman Ibn al-Asy'As as-Syizistani, Sunan Abi> Dau>d, kitab al-Buyu, Bab Ar-rojulu ya'kulu min maalin waladihi (Beirut: Dar Ibnu Hazm, 1998), h. 544

9 Abi al-Husain Muslim Ibni al-Hujjaj Ibni Muslim al-Khusyairi an-Naisaburi, kitab Zakat, Bab bayan inna al-yadul al-Ulya khaiirun Min al-Yadul as-Shufla (Beirut : Dar al-Kutub al-Alamiah, th),h. 413

(43)

Dan hadis riwayat al-Tirmidhi>.11

ص خ غ ط

ع

ط

(

ج خ

)

.

Terjemahnya : Kalau kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal niscaya Allah memberi rizqi kepada kalian sebagai mana burung diberi rizqi, ia berangkat pagi dengan perut kosong dan kembali denga perut terisi.

Dalam hadis lain disebutkan.

ه ع

ع

ع ع ع

ع

:

ع ه ص ه

:

ف آ ص

ف

ف ،

ع ، ف ف ع ،

Terjemahnya :Telah menceritakan Marwa>n ibn Mua>wiyah dari ‘Abd al-Rahma>n ibn Abi> Syu>mailah Ibn ‘Ubaidilla>h ibn Mahshan dari bapaknya berkata: Rasulullah bersabda: Barang siapa yang pada pagi harinya merasa aman ditengah-tengah kaumnya, sehat tubuhnya dan memiliki pangan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia dengan segala isinya.(HR.al-Bukhari)

Pada hadis yang lain juga Rasulullah saw mengapresiasi orang yang bekerja sebagaimana hadis al-Bukha>ri>12

11Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami (Jakarta: Gema Insani Pres, 2002), hal 13.

(44)

33

ث ف ط

غ ث ع ع ث

ع ص

ع

ع ج ع

ع

ج

Terjemahnya :Telah menceritakan kepadaku ‘Ali ibn Iya>s, Abi> Ghassa>n Muhamma>d ibn Mutharri>f, berkata kepadaku Muhamma>d ibn al-Munkadi>r, dari Ja>bi>r bin Abdulla>h, sesungguhnya Rasulullah bersabda: Allah mengasihi mereka yang berusaha dan bekerja untuk kehidupan mereka.(HR.al-Bukhari)

B. Asbabul Wurud Hadis Tentang Etos Kerja

Dari hadis-hadis yang berkaitan dengan etos kerja diatas terdapat as-babul wurud yang menerangkan tentang etos kerja diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukha>ri>, Abi> Da>ud, al-Na>sai>

ع

خ

ع

ع ع خ

ع ث

ع ص

ع ع

ع

ع

غ ظ ع

خ

(

ج خ

)

Terjemahnya : Telah menceritakan ‘Abdan, mengkabarkan kepadaku ‘Abdulla>h, dari Yu>nus, dari Juhri>, berkata: Sa‘i>d ibn Musayya>b, telah mendengar Abu> Hu>rairah, Rasulullah saw bersabda: Sebaik-baik sedekah adalah yang diluar orang kaya dan mulailah( kamu memberi) kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu.(HR al-Bukhari)

(45)

Asba>bul wuru>d :

Sebagaimana yang telah disebutkan pada h{adi>s" Ibda biman ta`ulu" dari h{adi>s Ha>kim ibn Hazm didalam riwayat Bai>haqi> dari Abu> Hu>rairah dengan tambahan: Siapa yang paling membutuhkan?". Jawab nabi" " Istrimu yang berkata:" berilah aku makan, jika tidak, ceraikanlah aku" kepadamu pembantumu yang berkata: " berilah aku makan jika tidak juallah aku." Kepada anakmu yang berkata:" kepada siapa kau menaruh iba?

Kata Al-Ha>fiz al-Iraqi> dan muridnya Burha>n Al-Ha>libi>: " penjelasan ini mauquf sampai kepada Abu> Hu>rairah. Didalam"Al-Huda" oleh Ibn al-Qayi>m diterangkan bahwa didalam An-Nasai> h{adi>s ini disampaikan oleh Abu> Hu>rairah secara Marfu‘` berbunyi: Ibda Biman Ta`ulu". Rasulullah ditanya orang: siapa yang paling membutuhkan? Jawab beliau seperti h{adi>s diatas.

Didalam: "Su>nan al-Kubra>" diriwayatkan dari Ibn Ahma>r. Juga Ibn Qurqu>l meriwayatkan di dalam "Mathla'ul Anwar", yang as-bab al-wurudnya: "Bahwa seorang laki telah bersedekah dengan salah satu dari dua buah bajunya yang disedekahkan orang kepadanya. Rasulullah telah melarangnya, dan beliau berkata: "sebaik-baik shadaqah ialah……….dan seterusnya".

C. Pemikiran Ulama Tentang Etos Kerja

(46)

35

mencari rizqi menghalangi untuk mengingat Allah sebagai pemberi rizqi. Sebab dalam dzikrullah terletak keuntungan dan kejayaan, kebahagiaan yang besar.14

Selain Ibn Katsi>r, Al-Mara>ghi> dalam tafsirnya juga mengungkapkan bahwa orang mukmin dituntut untuk bekerja baik untuk dunia maupun untuk kehidupannya di akherat, sampai beliau mengutip sebuah atsar yang berkaitan dengan etos kerja.

ع

ع

،

غ

خ ع

Terjemahnya : Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.15

Dalam al-Qur`an dan Tafsirnya terbitan Universitas Islam Indonesia disebutkan bahwa hendaknya muslim bertebaran di muka bumi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setelah memenuhi kewajibannya terhadap sang Khaliq, bekerja dengan senantiasa mengingat Allah sebanyak-banyaknya, menghindari diri dari kecurangan, penyelewengan dan berbagai bentuk kemungkaran lainnya.16

Dengan demikian dari pemikiran dan pandangan para ulama diatas dapat disimpulkan bahwa etos kerja merupakan hal yang sangat urgen untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya, keluarga dan orang yang menjadi tanggungannya serta untuk bermuamalah dengan masyarakat, namun yang perlu diingat bahwa bekerja harus disertai dengan bentuk pengabdian diri kepada Allah dengan selalu ingat kepada-Nya agar rizqi yang didapatkan menjadi berkah sehingga tercapai juga kehidupan bahagia dunia akhirat.

14 Salim Bahresy dan Said Bahresy, Terjemah, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8 (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), hal. 125

15 Ahmad Mushtafa Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi ( Semarang: Toha Putra, 1989), Jilid 28, hal. 170

(47)

BAB 1V

ANALISA KUALITAS H{ADI<S

DAN PEMAHAMAN KONTEKSTUAL H{ADI<S

A. Analisa Sanad H{adi>s Tentang Etos Kerja

Pada bab sebelumnya penulis telah menyebutkan h{adi>s-h{adi>s yang relevan tentang etos kerja, namun sebagai pembatasan pada bab ini penulis hanya

mentakhrij dua h{adi>s etos kerja

. H{adi>s tentang etos kerja yang pertama

ع ع

ث ث ث ص ع خ

ع ه ص

ع

:

ذ

خ

ع

، غ ظ ع

(

)

Terjemahnya: Telah mengkabarkan ‘Abdulla>h ibn Sha>lih, laits dan Hisya>m berkata dari Abi> Hu>rairah saya mendengar Rasululllah SAW bersabda: Sebaik-baik sedekah adalah yang diluar orang kaya dan mulailah ( kamu memberi) kepada orang-orang yang menjadi tanggunganmu.( HR.al-Darimi)

Hadis yang Kedua

(48)

37

ع ص

ج ط

(

)

Sebelum menganalisa sanad h{adi>s, penulis akan berusaha mentakhrij h{adi>s tentang etos kerja dengan menggunakan metode takhri>j h}adi>s bi al-faz{ atau penelusuran h{adi>s melalui kata-kata dengan merujuk pada kitab Mu`‘jam al-Mufa>hras al-H{adi>s al-Na>bawi> yang ditulis oleh A.J.Weinsinck (W.1939).

Penelusuran h{adi>s-h{adi>s tentang etos kerja

غ ظ ع

خ

Pada h{adi>s etos kerja penulis menemukan penggalan kata yang di telusuri adalah sebagai berikut:

(

ص

)

Data yang diperoleh dalam Mu`‘jam pada h{adi>s ini dan yang akan digunakan sebagai rujukan adalah18 :

:

39

.

:

21

.

ع ص ع ع

ع

ث ع

ث

ع

ع ج ع

ع

ف

ج ء ج

ع ص

ع

ع ف

غ

ص ف

ف ع ص

ث ع

ع ف ف

ث

ع ص

17Sulaiman Ibnu al-Asy'As as-Syizistani, Sunan Abi Daud, kitab al-Buyu, Bab Ar-rajulu ya'kulu min maalin Waladuhu (Yordania : Dar al-A'lam, 2003), h. 578

18 A.J.Weinsinck, al-Mu‘jam al-Mufahras al-H{adi>s al-Nabawi. (W.1939),Jilid 3

(49)

ث

ع ص

ع

ع ف

عج ص ف ف ف

ع ص

خ ف خ

ف

ع ص

ف

ع

ف

ع ث ص

خ

غ ظ ع

ع ع

ث ث ث ص ه ع خ

ع ه ص ه

ع

:

ع

خ

غ ظ

ع

(

)

Pada h{adi>s yang kedua penulis menemukan penggalan kata yang ditelusuri adalah sebagai berikut:

ج ط

Sedangkan data yang diperoleh dari h{adi>s yang kedua dengan metode Takhri>j al-H{adi>s bi al-Fa>z{ adalah sebagai berikut:19

:

ع

15

:

22

:

ع

1

ج

:

،

1

،

64

:

6

.

31

،

41

،

42

،

127

،

162

،

193

،

201

،

203

،

220

al-Bukha>ri>:

ع ع خ ع ث ع

ع خ

ث

ع ص

ع ع

(50)

39

ّ عط

ع ع

خ

ع

.

al-Tirmi>dhi>:

ع عأ ث ئ

ث ع

ث

ئ ع ع ع ع ع

ع

ع ه ص

ذ

ا

ط

د

.

ع

ف

ع ع ج

.

ث

ع

.

ئ ع ع ع ع

ع ع

ع

.

ئ ع ع ع ع

Referensi

Dokumen terkait