ANALISIS TERJEMAHAN AYAT-AYAT BERTEMA SURGA
PADA SURAT AR-RAHMAN
DITINJAU DARI GRAMATIKA BAHASA ARAB
Skripsi diajukan kepada Jurusan Tmjamah Fakultas Adab dan Humaniora Program Studi Arab>< Indonesia
Untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra
Oleh
MARJUKI NIM. 0024118570
JURUSAN T ARJAMAJfI
FAI<.UL T AS ADAB DAN 1-IUMANIORA
VIN
SYARIF I-IIDAYATULLAH JAKARTA
DITINJAU DARI GRAMATIKA BAHASA ARAB
Skripsi
Diajulrnn kepada Fakultas Adab dau Humaniora Jurusan Tarjamah
Program studi Arab><Indonesia Untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra
Penyusun:
MARJUKI NIM: 0024118570
Dibawah Bimbiugan:
セᄋ@
'
drNセョ。@
セ。G[NZゥ@
Ismail MANIP: 150 254 962
FAKUL TAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (lJIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Skripsi yang be1judul "Analisis Terjemahan Ayat-ayat Bertema Surga pada Surat Ar-Rahman Ditinjau dari Gramatika Bahasa Arab", telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adah dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) SyarifHidayatullah Jakruia pada tru1ggal 26 Juli 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untulc memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (SI) pada Jurus3!1 Trujamah Arab>< Indonesia.
Drs. Abdullah, M. Ag NIP: 150 262 446
Ja.kruia, 26 Juli 2006
Sidang Munaqasyah
Sekretaris Merangkap Anggota
Mセ@
セlセ@
NIP: 150 268 589Anggota Penguji
Zubair.
NIP: 150 295 496
Pembimbing
セᄋ@
セMMMAGMBB@
Puji dan syukur atas Allah SWT, Zat Yang Maha Menguasai, yang telah
memberikan taufik-Nya kepada penulis. Hanya dengan taufik-Nya, penulis
akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebaga.i tugas akhir untuk
mencapai gelar Sarjana, yaitu Sarjana Sastra. Gelar yang tidak hanya menuntut
kemapanan intelektualitas semata tentunya, tetapi juga membutuhkan dedikasi
konkrit untuk menghadirkan keramahan hidup, menciptakan kehidupan dan
peradaban universal yang diridhai-Nya.
Salawat dan salam bagi Muhammad SAW, Nabi !;ekaligus pemimpin
te1tinggi umat Islam dengan keagungan moralitas yang agung. Karena "politik
kejujuran dan "politik keikhlasan" Beliau, Islam hingga saat ini mampu
mengokohkan identitasnya tidak hanya sebagai sebuah agama, tetapi juga sebagai
sebuah peradaban. Kesahajaan politik yang pernah Beliau tunjukan sewaktu
membangun komunitas Madinah adalah pelajaran mahaharga bagi kita yang saat
ini tengah mengalam i satu masa di mana mnat, akibat berbagai tempaan
"akulturasi kultural'', mengalami "kejumudan modern''.
Dan tentunya banyak pihak yang telah membantu kesuksesan penulis
dalam merampungkan skripsi ini. Karena bantuan, dorongan, se1ta nasihat-nasihat
mereka, skripsi ini bisa menjadi satu bentuk pengabdian akademis sekaligus
"almarnater" penulis di U!N Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu, penulis
2. Bapak Ors. Abdullah, M.Ag, selaku Ketua program studi Tarjamah
Arab-lndonesia dan Ors. Ikhwan Azizi, sebagai Sekretari:> Jurusan Tarjamah
Arab-Indonesia. Keduanya telah membantu urusan-urusan perkuliahan
selama penulis menempuh studi di Tarjmah Arab-Indonesia.
3. Bapak. DR. H Ahmad Satori Ismail, MA atas birnbingannya kepada
penulis selama pengerjaan skripsi ini. Bapak Ustadz Hafidz Hurmat, atas
diskusi-diskusi selama bimbingan tentu menjadi penyempurna muatan
skripsi ini.
4. Seluruh Dosen di Fakultas Adab dan Humaniora yang telah memberikan
ilmu pengetahuan dan wawasan terbaiknya bagi penulis. Untuk seluruh
Staf dan Karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Adab
dan Humaniora alas pengadaan literatur dan informasi-informasi yang
penulis perlukan untuk penulisan skripsi ini. Serta Staf dan Karyawan
Perpustakaan Ma'had Utsman bin Affan Jakarta.
5. Kedua orang tua tercinta; Ibunda Sami' binti Djaok dan al-marhum
Ayahanda Samin bin Sikun atas segala pengorbanan yang selama ini telah
diberikan kepada penulis. Jejak kasih, didikan sayang dan teladan
keislaman Ayahanda dan Ibunda adalah modal awal bagi penulis untuk
berislam yang transformatif.
6. lkhwan dan akhwat Dewan Pimpinan Ranting Pa1tai Keadilan Sejahtera
hanya mengajak untuk mendewasakan rasa dan sikap sayang kita, tetapi
lebih dari itu, ia sesungguhnya menyuruh kepada kita untuk meraih
kasih-Nya Yang Maha Sempurna.
Akhirnya skripsi ini tidak luput dari kelalaian. Sebagai satu bentuk karya
ilmiah, kesahihan sebuah skripsi tentu tidak hanya datang dari teks-teks yang
menjadi sumber penulisan, tetapi juga dari pemikiran penulis yang mungkin
masih memiliki keterbatasan tsaqofah Islamiyah. Mudah-rnudahan skripsi ini
dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya baik oleh civitas akademik UIN Syarif
Hidayatullah, maupun masyarakat um um yang ingin mengikmi jejak penulis.
Teriring rasa bahagia atas terselesaikannya skripi ini yang juga
mengandung kedudukan karena di hari WISUDA nanti tidak dapat disaksikan
Ayahanda tercinta. Sekali lagi penulis ucapkan jazakumullah khairan katsiran
kepada semua pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam mencapai
kesuksesan.
Wassalam
Transliterasi penulisan Arab kedalam huruf Latin pada skripsi ini, berpedoman pada buku, "Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah" terbitan logos, Jakarta cetakan tahun 2000.
Huruf Arab HurufLatin Keterangan
I Tidak dilambangkan
y b be
..:;; t te
..;:; ts te dan es
c
J ... Jec
h ht
kh kadanhaセ@ d de
セ@ dz de dan zet
) r er
j z zet
'-"'
JP
dh de danhaJ, th te danha
.I> zh zet dan ha
' koma terbalik di atas hadap kanan
t.
t
gh ge dan haJ
f efJ
q ki.!) k ka
J
l elr
m em0 n en
J w we
,,,
h haセ@
' aposrrof
<
I = i dan garis lengkung di atas, sebagai tanda bacaan i yang panjang seperti =gila
Ci = u dan garis lengkung di atas, sebagai tanda bacaan u yang panjang seperti = yagf1lu
bb huruf yang sama, sebagai tanda bacaan tasyclid seperti = rabbana
Catalan:
KATA PENGANTAR ... i
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
DAFTAR ISi ... viii
BABI PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... I B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Metode Penelitian ... 7
E. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II TEORI TERJEMAH ... 10
A. Hakikat dan Definisi Pene1jemahan ... I 0 B. Langkah-langkah Penerjemahan ... 14
I. Tahap Analisis ... 14
2. Tahap Pengalihan ... 15
3. Tahap Penyerasian ... 16
C. Metode-metode Pene1jemahan ... ... 17
I. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber. .. . . . .. ... . .. . ... . .. .. . .. . .. . . .. ... .... .. . .. . .. .. . .. . .. ... . . 17
2. Hukum terjemah maknawiyah atau tafsiriyah ... 23
E. Tafsir dan Takwil al-Quran ... 26
1. Pengertian tafsir dan takwil.. ... .' ... ... .. ... . . ... ... ... ... ... 27
2. Perbedaan antara tafsir dan takwil ... 31
BAB III SUR GA DAN NAMA-NAMANY A ... 34
A. Pakaian, Perhiasan, Mahkota, Permadani, dan Ranjang Penghuni Surga ... 34
1. Pakaian, perhiasan, dan mahkota ... 34
2. Permadani .... : ... 37
3. Ranjang ... 39
B. Kenikmatan Penghuni Surga Melihat Allah SWT ... 41
C. Istri-istri Penghuni Surga ... 44
D. Ciri-ciri Bidadari-bidadari Surga ... 48
E. Nama-nama Surga ... 51
BAB IV ANALISIS DATA ... 62
A. Tentang Surat Ar-Rahman ... 62 B. Analisis terjemahan ayat-ayat bertema surga
A. Latar Belakang
Sifat bahasa yang sistematis mengakibatkan bahasa dapat diteliti dan
dikaji atas bagian-bagiannya yang berupa satuan terbatas yang terkombinasi.
Melalui kombinasi bahwa dapat pula diramalkan kaiclah-kaidahnya. Sifat
bahasa yang sistematis mengakibatkan peneliti dapat meneliti bahasa
berdasarkan subsistem dan bahasa bukanlah sistem yang tunggal, bahasa
terdiri atas subsistem fonologi, gramatika (morfologi-sintaksis) dan leksikon.
Melalui tataran bahasa atau subsistem dapat diteliti subsistem-subsistem
tersebut. Bagian-bagiannya dapat diteliti, meskipun tidak ada pemisahan yang
besar di antaranya, karena bahasa unsur-unsurnya (subsitem-subsistemnya)
membentuk satu kesatuan yang utuh. (the whole unified de Seassure). 1
Dalam ilmu bahasa, setiap subsistemnya seperti kata atau frasa dalam
sebuah kalimat mempunyai fungsi yang mengaitkannya dengan kata atau frasa
lain yang ada dalam kalimat tersebut. Fungsi itu bersifat sintaksis, artinya
berkaitan dengan urutan kata atau frasa dalam kalimat. Fungsi sintaksis utama
dalam bahasa adalah predikat, subjek, objek, pelengkap dan keterangan.2
Pendekatan gramatikal, sering juga dinamakan pendekatan objektif,
pendekatan formal, atau pendekatan analitik. Be1tolak dari asumsi dasar
bahwa ayat-ayat suci Al-Qur'an bertujuan untuk menunjukan kebesaran
1 DH .. T. Fatimah Djadjasudarma,
A1etode Linguistik, Ancangan }.fetode Penelitian dan
Kajia, (Bandung: Eresco, 1993) h. 28
2
1-Iarimurti l(ridalaksana, et. al., Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Tuhan dan ke Esaan-Nya serta mendorong manusia selurulmya untuk mengadakan observasi dan penelitian demi lebih rnenguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya.3
Mengenai hal ini lbnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan dalam bukunya, yang memuat banyak sekali akan hadis-hadis yang marfu kepada Rasulullah Shallal/dhu Alaihi wa Sallam, atsar-atsar mauquf para sahabat, misteri-misteri yang ada dalam ayat-ayat Al-Qur' an, kata-kata mutiara, penjelasan terhadap berbagai masalah dan penggugah terhadap prinsip-prinsip
asma' dan sifat Allah Subhdnahu wa Ta 'la. Ia berkata, "Jika pembaca membacanya maka imannya meningkat."4
Dari pendapat di atas ada beberapa ha] yang perlu digarisbawahi yakni ayat-ayat suci Al-Qur'an mengandung misteri-misteri yang dapat menguatkan clan meningkatkan iman kepada Allah Subhdnahu wa Ta 'la. Definisi Al-Qur'an secara etimologis berasal dari kata qara 'a mempunyai arti mengumpulkan clan menghimpun, dan qird 'h berarti menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu clengan yang lain clalam satu ucapan yang tersusun rapih. Qur'an pacla mulanya seperti qird'h, yaitu mashdar (infinitif) dari kata qara 'a, qird 'atan, qur 'dnan5• Allah Subhdnahu wa Ta 'la berfirman:
3
DR. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an. (Bandung: Mizan, 1994) cet ke-Vl,
h. 51
4 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah,
Artinya:
"Sesungguhnya atas tangungan kamilah mengumpulkan (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacanya maka ikutilah bacaan itu." ( QS: Al Qiyamah: 17-18)
Qur'anah di sini bermii qird 'atahu (bacaannya/cara membacanya). Jadi kata itu adalah mashdar menurut wazan (tasrif, konjungsi) "'.fu'lan" dengan vokal "u" sepe1ii "gufran" dan "syu!a·an". Kita dapat mengatakan qara'tuhu, qur'an, qirii'atan wa qur'anan, artinya sama saja. Disini maqru' (apa yang dibaca) diberi nama Qur'an (bacaan) yakni penamaan maf'Ctl dengan masdar.6
Umat manusia sebagian akan di tempatkan di surga dan yang lainnya di neraka. Surga mempunym banyak nama sesuai dengan sifat-sifatnya. Objeknya tetap satu sesuai dengan dzatnya dan ia Batu arti dalam sudut panclang ini. Ia berbeda sesuai clengan sifat-sifat clan ia berbeda dari suclut pandang ini. Begitu juga nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'la, nama-nama kitab-Nya, nama-nama Rasul-Nya, nama-nmna hari akhirat, dan nmna-nama neraka.7
Surga dalam bahasa Arab ialah 4.l;...11 al Jannah. Nama di alas mencakup negeri tersebut dan seluruh jenis kenikmatan, kelezatan, kebahagiaan, kesenangan dan hal-hal yang menyejukkan mata. Termasuk kata セi@ al-janfnu yang berarti janin karena ia tersimpan dalam rahim. Dan
w4JI
al-jdnnuut+ll al:il'innu adalah ular kecil yang sangat halus. Dari sini 0t::...;JI al-bustanu
yang berarti taman, dinamakan 4..i.,...li al-jannatu (surga) karena ia menutupi orang yang masuk ke dalamnya dengan pepohonan. Penamaan dengan kata ini hanya diperkenankan pada tempat yang banyak pepohonannya dan banyak jenisnya. セi@ Al-jinnatu adalah apa saja yang biasa dipakai untuk menutupi dirinya, baik perisai atau lainnya. 8
Firman Allah Subhanahu wa Ta 'la:
( \ '"\ :a.b\;!;.I)
Artinya:
"lvfereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai"
(QS: Al-Mujadilah:16)
Maksudnya bahwa mereka bersembunyi dengan sumpah-sumpahnya dari penolakan orang-orang yang beriman terhadapnya.
Para sahabat Nabi Muhammad Shallalldhu Alaihi wa Sallam, para
tabi 'in, dan ta bi' tabi 'in, ah/us Sunnah dan Ahlul Hadits seluruhnya termasuk para fugaha', pengikut aliran tasawuf dan orang-orang yang zuhud menyakini eksistensi surga dan mengesahkannya berdasarkan (teks-teks) Al-Qur'an, Sunnah dan informasi para rasul terdahulu dan terakhir. Para rasul tanpa terkecuali mengajak umat manusia ke surga. Mereka membeberkan profil surga dengan utuh kepada umatnya.9
padahal mereka sedemikian tinggi tingkatfashahah dan balaghah-nya. Hal ini tiada lain karena Qur'an adalah mukjizat.10
Fashahah artinya maknanya jelas dan terang. Anda berkata, "Afshahash Shubhu", yakni "pagi telah jelas". Kalima! yang fasih adalah kalimat yang jelas malmanya, mudah bahasanya dan baik susunarmya. Oleh karena itu, setiap kata dalam kalimat yang fasih itu harus sesuai dengan pedoman sharaf, jelas maknanya, komunikatif, mudah lagi enak.11
Ba!Gghah mendatangkan makna yang agung dan jelas, dengan ungkapan yang benar danfasih, memberi bekas yang berkesan di lubuk hati, dan sesuai dengan situasi, kondisi, dan orang-orang yang diajak bicara.12 Unsur-unsur balaghah adalah kalimat, makna, dan susunan kalimat yang memberikan kekuatan, pengaruh clalam jiwa, clan keinclahan. Juga kejelian dalam memilih kata-kata clan uslub sesuai tempat bicara, waktu, tema, clan konclisi para penclengar, dan emosional yang dapat mempengm·uhi dan menguasai mereka.13
Aclapun aspek-aspek kemukjizatan Al-Qur'an antara lain mencakup: I) kemukjizatan bahasa, 2) kemukjizatan ilmiah, clan 3) kemultjizatan tasyri.'
Oleh karena itu, penulis bermaksucl untuk menganalisis te1jemahan ayat-ayat Qur'an Al-Karim clengan penclekatan gramatikal. Dengan menjaclikan objek kajian sebagai sosok yang berdiri sendiri, mempunyai rangka dan bentuknya sencliri. Juga dikatakan penclekatan struktural yang berusaha
'0 Manna' Khalil al-Qattan, Studi llmu-i/mu Qur'an, (Bogar: Litera Antar Nusa, 1996), cet. Ke-3, h. 371
11
berlaku adil terhadap objek kajian tanpa rnengikutsertakan hal-hal yang berada di luarnya.
Al-Qur' an terdiri dari 114 surat dan 10. 779 ayat. Setiap ayat-ayat terse but memiliki tema yang beragam. Di sini penulis hanya mengangkat ayat-ayat yang bertemakan surga dan rnengambil dari surat Ar-Rahman, surat yang ke lima puluh lima. Mengapa tema surga yang saya angkat? Karena kita semua tentu teramat sangat ingin masuk kedalamnya. Dan kita juga sangat menginginkan bertemu dengan Allah Subhdnahu wa Ta 'la. Dengan dernikian skripsi ini saya beri judul:
"Analisis Terjemahan Ayat-ayat Bertema Surga pada Surat
Ar-Rahmi'm Ditinjau dari Gramatika Baltasa Arab"
B. Penunusan dan Pembatasan Masalah
Perumusan masalah skripsi ini adalah sebagai berikut,
1. Bagaimanakah fungsi sintaksis ayat-ayat berterna :mrga dalarn surat Ar-Rahman?
2. Bagaimanakah terjemahan ayat-ayat bertema surga dalam surat Ar-Rahrnan ditinjau dari gramatika bahasa Arab?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuannya adalah sebagai berikut,
I. Dapat mengetahui fungsi sintaksis ayat-ayat bertema surga dalam surat Ar-Rahman.
2. Dapat mene1jemahkan ayat-ayat tersebut ke dal.am bahasa Indon'esia menurut gramatika bahasa Arab. Adapun manfaatnya adalah untuk menambah wawasan penulis dalam kajian linguistik Arab dan linguistik Indonesia.
D. Metode Penelitian I. Metocle penelitian,
Analisis gramatikal memang merupakan penclekatan yang populer dan seringkali digunakan para peneliti pada umumnya atau penelaah sastra khususnya. Kekuatan analisis ini adalah (I) analisis gramatikal memberi peluang untuk melakukan telaahan yang lebih rinci dan Jebih dalam, (2) analisis ini mencoba melihat objek sebagai sebuah karya clengan hanya mempersoalkan apa yang ada di dalam dirinya, (3) karena analisis yang objektif dan bersifat analitik banyak memberi umpa11 balik kepacla penulis clan dapat mendorong penulis untuk menulis secara lebih hati-hati clan teliti.
2. Metode pengumpulan data,
Data diambil dan dikumpulkan dari Al-Qur'an clan terjemahannya ke
dalam bahasa Indonesia oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah/
Pentafsir Al-Qur'an yang telah disahkan clan dicetak oleh Departemen
Agama Republik Indonesia.
3. Tehnik penulisan,
Tehnik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku, "Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi JAIN Syarif Hidayatullah" terbitan
logos, Jakarta cetakan tahun 2000.
E. Sistematika Penulisan
Bab pertama yakni, Pendahuluan yang terdiri dari; Latar Belakang,
Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab keclua yakni, Teori Tarjamah yang tercliri dari; Hakikat dan Definisi
Pene1jemahan, Langkah-langkah Penerjemahan meliputi, Analisis,
Pengalihan, Penyerasian. Metode-metode Penerjemahan meliputi, Metode
yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber clan Metode yang
memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran. Tarjamah Al-Quran, serta
Tafsir dan Takwil Al-Quran.
Bab ketiga yakni, Surga clan Nama-namanya. Meliputi: Pakaian,
Penghuni Surga Melihat Allah s.w.t. Istri-istri Penghuni Surga. Ciri-ciri
Bidadari-bidadari Surga. Dan Nama-nama Surga
Bab keempat yakni, Analisis Data, yang meliputi: Tentang Surat
Rahman, Analisis terjemahan ayat-ayat bertema surg;a dalam surat
Ar-Rahmiln.
A. Hakikat dan Definisi Penerjemahan
Menerjemahkan ialah menyampaikan berita yang terkandung dalam
bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa penerima atau bahasa sasaran (BSa)
supaya isinya benar-benar mendekati aslinya. Untuk memberikan definisi
tentang terjemah, kita dapat membedakannya dari dua sudut pengertian yaitu
pengertian secara etimologis (bahasa) dan pengertian secara terminologis
(istilah).
I. Pengertian secara etimologis.
Kata terjemah 1 berasal dari bahasa Arab "<i.A:-_,:JI " yang
kedudukannya sebagai masdar yaitu dari mddi rubdi al-miljarrad dalam
proses derivasinya kata ini dapat dilihat sebagai berikut 2;
1 Bahasa Indonesia yang baku tampak n1enggunakan istilah
"te1jemah' (bukan tarjamah)
sebagaimana dapat dilihat dalam berbagai kamus dan buku-buku terjemahan. Namun demikian sebagian dari ilmuan dan penulis buku tetap ada yang menggunakan istilah tarjan1ah. Seperti ;
A. Hasan Bangil dalam bukunya Tatja1nah Bu/ugh a/-Mara1n, tcrbitan Pustaka Taman
beke1jasama dengan Persatuan Islam Bangil, 1991. KH. Sholeh, H. A. A. Dahlan dan Yus Rusamsi
dalan1 karya besarnya a/-A111in al-Qur'dn Ta1ja111ah Sunda, terbitan CV. Diponegoro, Bandung,
1992.
2
Muham1nad Ma'su1n bin Ali, al-An1silah at-Tasri'jiyyah, (Surabaya, Maktabah asy
Dalam kitab Ushu/
fl
at-Taftir, Muhammad bin Shalih al Asimainimengatakan bahwa kata terjemah secara bahasa adalah :
"Terjemah secara bahasa adalah menetapkan suatu makna yang '
mampu menberikan keterangan dan kejelasan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), kita jumpai arti terjemah yaitu "menyalin"
(memindahkan) dari suatu bahasa ke bahasa yang lain atau
mengalihbahasakan.3 Dari penjelasan secara etimologi teijemah dapat
dipahami bahwa substansi dari te1jemah adalah memindahkan bahasa
sumber kepada bahasa sasaran.
2. Pengertian secara terminologi.
Sedangkan istilah 'terjemah' secara terminologi didefinisikan dengan
berbagai macam pengertian di antaranya adalah sebagai berikut ;
Menurut Harimurti Kridalaksana, terjemah adalah memindahkan
suatu amanat dari bahasa sumber (Bsu) ke dalam bahasa penerima (Bsa)
dengan pe1iama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua
mengungkapkan gaya bahasanya 4•
Nida dan Taber mendefinisikan istilah "terjemah" dengan:
Translation consists in reproducing in the receptor language message, firs
3
Pusat Pembinaan dan Perken1bangan Bahasa, Kanzus Besar Bahasa Jndonesia,(Jakarta:
Balai Pustaka, 1998) cet ke-1, h. 938.
4
I-Iarilnurti Kridalaksana, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa, (Ende Flores: Nusa Indah,
in terms of meaning and secondly in terms of style5• (menerjemahkan
merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima
yang secara sedekat-dekatnya dan sewajar-wajarnya yang sepadan dalam
pesan bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua
menyangkut gayanya).
Ada juga yang mendefinisikan istilah terjemah dengan menciptakan
padanan yang paling dekat dengan bahasa penerima terhadap pesan-pesan
bahasa smnber, pe11ama dalam ha! makna dan kedua pada gaya
bahasanya.6 Rochayah Mahali Menurut Catford and Newmark
sebagaimana yang dikutip Rochayah Mahali mendefinisikan istilah
terjemah dengan; The replacement of textual material in one language by
equivalent tekstual material in another language. (mengganti bahan teks
dalam bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dengan bahasa
sasaran). Sedangkan Newmark memberikan definisi yang serupa, namun
lebih jelas yaitu; Rendering the meaning of lex in to another language in
to way of the author mended the tex. (menerjemahkan makna suatu teks
ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksud pengarang). 7
Adapun kata te1jemah dalam bahasa Arabnya
"4Ji"
dalammendefinisikannya secara istilah para ulama memfokuskan objek
terjemahannya pada penerjemahan Al-Qur'an saja. Dalam mendefinisikan
istilah terjemah, mereka secara umum pada prinsipnya sama dengan apa
5
Engene A. Nida and Taber, The Teo1y and Practice of Translation, (Leiden: the Uniten
Bible Sociates, 1974) h. 12
6 Nurachman Hanafi,
Teori dan Senf Jvfenerjen1ah, (Endo Flores: Nusa Indah, 1986) h. 25
7
yang telah didefinisikan oleh para ahli linguistik di atas. Di antara mereka
yang mendefinisikan terjemah Al-Qur'an dapat dilihat dalam kitab
At-Tibyanfi Ulzrm al-Qur'an.
Muhammad Ali as-Sabuni, pengarang kitab ters1:but mengatakan;
.
(0T
セi|@Ll) ;;_..,
-1\ a;Jj\0
'l
.
I. I, .lh.I . . .•セj@
r
-·.r' f i i f "if-;!-'-"c-::-
c...v
u"Mene1jemahkan Al-Qur 'an kepada bahasa lain yang bukan bahasa Arab dan mencetak terjemahan ini kedalam beberapa naskah agar dapat ditelaah oleh orang-orang yang tidak mengerti bahasa Arab (bahasa Al-Qur 'an) sehingga ia bisa memahami maksud kitab Allah Subhanahu wa ta 'ala dengan perantara te1jemah."8
Dalam buku at-Tqfsir wa al-Mufassirun, karya Muhammad Husayn
az-Dzhahabi salah seorang pakar ilmu Al-Qur'an dari Al-Azhar
University, Mesir mengatakan bahwa istilah terjemah mengandung dua
macam pengertian, yaitu;
"Mene1jemahkan (mengalihkan) suatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain, tanpa menje/askan makna asal yang diteljemahkan itu.
8
ivluhammad Ali as-Sabuni, Studt J/11111 Qur'an, te1jen1ahan A111inuddin, (Bandung: PT.
Hal ini seperti dilakukan dengan menempatkan sinonim (murodif) pada tempat sinonimnya dari suatu bahasa."
"Meryelaskan atau menafsirkan suatu pembicaraan. dengan menerangkan maksud yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan bahasa yang lain.9
Dari berbagai definisi te1jemah di atas, dapat disimpulkan bahwa
terjemah mensyaratkan adanya persamaan dan penyesuaian 'pesan' yang
disampaikan penulis naskah dengan pesan yang diterima oleh pembabaca.
B. Langkah-Langkah Penerjemahan
I. Tahap Analisis.
Ketika seorang penulis menuliskan sesuatu tentunya ia ingin
menyampaikan maksud tertentu kepada pembacanya. Hal ini juga berlaku bagi naskah yang merupakan perwujudan perasaan seperti puisi. Mustahil
seorang penulis puisi menulis sesuatu tanpa ingin perasaannya yang
diwujudkan dalam puisi tersebut juga dapat dirasakan orang lain. Dengan
dem ikian, setiap naskah bukanlah ha! yang sakral, justru karena tidak
sakral itulah maka suatu naskah bahasa sumber perlu dianalisis terlebih
dahulu.
Analisis dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan sebagai
berikut:
9
Muhai111nad 1-Iusayn az-Zhahabi, At-Tafsir wa al-1\111/assirun, (Beirut: Dar al-Fikri, l 994).
a. Apa? ( contoh: Apa tema yang dibicarakan?)
b. Siapa? (contoh: Siapa yang menjadi penulis naskah?)
c. Kapan? (contoh: Kapan buku tersebut ditulis dan clipublikasikan?)
d. Dimana? ( contoh: Dimana penulis menuliskan karangannya?)
e. Mengapa? (contoh: Mengapa penulis mengangkat tema tersebut?)
f. Bagaimana? (contoh: Bagaimana penulis melakukan penelitian?)
Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat kita rangkum menjacli 5W+ IH,
yaitu what, who, when, wrere, why, dan how. Dengan kata lain, pe11anyaan
seputar buku atau naskah itu untuk memuclahkan kita apa maksud
pengarang menuliskan suatu tema. Apakah untuk menjelaskan sesuatu
(eksposisi), atau untuk memberukan paparan dan cerita (narasi), atau untuk
mempertahankan pendapat (argumentasi), ataukah antuk mempengaruhi
pendapat publik (persuasi), ataukah suatu ajakan sendiri. Sesudah
mempunyai gambaran yang jelas, barulah ia dapat memulai proses
selanjutnya.
2. Tahap Pengalihan.
Seorang penerjemah dalam tahapan ini berupaya untuk
menggantikan unsur naskah bahasa sumber dengan unsur naskah bahasa
sasaran yang sepadan. Sepadan pada segala unsur dalam naskah, baik
bentuk maupun isi materinya. Tetapi, kesepadanan bukanlah kesamaan.10
Pada tahapan pengalihan ini pun, seorang penerjemah mengajukan
beberapa pertanyaan sebagai pertimbangan dalam melakukan kegiatan
pengalihan. Di antara pertanyaan tersebut adalah; A pakah maksud yang
ingin disampaikan pengarang tersebut harus dipertahankan dalam naskah
terjemahan? Dapatkah penerjemah mengubah maksud dalam naskah?
Kalau boleh mengubah seberapa jauh atau seberapa banyak dan mengapa?
Jawaban dasar terhadap pertanyaan ini adalah; penerjemah harus
mempertahankan maksud yang ingin disampaikan pengarang.11
Pertanyaan selanjutnya yang mungkin tirnbul dalam tahap
pengalihan ini adalah; Bagaimana penerjemah menyampaikan maksud
yang sepadan tersebut ke dalam bahasa sasaran? Apakah masih dapat
digunakan kalimat yang serupa? Misalnya, bagaimana
kalimat-kalimat informasi dalam bahasa sumber dapat tetap sama yaitu menberikan
informasi di dalam bahasa sasaran? Alai bahasa apa yang perlu digunakan
c!alam ha! ini?
Apabila naskah sumber yang diterjemahkan sangat sukar dan
melibatkan kata-kata yang bennakna ganda, kata-kata yang mengandung
emosi dan sebagainya, maka pene1jemah dapat saja bolak-balik dari tahap
analisis ke pengalihan dan sebaliknya sampai ia yakin benar bahwa
pemahaman dan analisisnya sudah benar.
3. Tahap Penyerasian.
Sesudah tahap analisis dan tahap pengalihan dilalui, tahap terakhir
yang harus dijalani adalah tahap penyerasian.
Pada tahap ini penerjemah dapat menyesuaikan bahasanya yang
masih terasa "kaku" untuk disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran. Di
samping itu, mungkin juga terjadi penyerasian dalam hal peristilahan,
misalnya apakah menggunakan istilah yang baku atau istilah umum dalam
kehidupan sehari-hari.
Pada tahap penyerasian ini, penerjemah dapa1 melakukan sendiri,
atau membiarkan orang lain melakukannya. Akan lebih baik jika
penyerasian itu dilakukan oleh orang lain.
C. Mctode-Metode Pcnerjemahan.
Newmark, seperti yang dikutip Rochayah, mengajukan dua metode
penerjemahan yaitu: 12
l. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber.
Pada metode jenis pe1iama, pene1jemah berupaya mewujudkan
kembali dengan setepat-tepatnya makna kontekstual bahasa sumber.
Meskipun dijumpai hambatan sintaksis dan semantis pada bahasa sasaran,
yakni hambatan bentuk dan makna.
Metode ini melahirkan beberapa metode pene1jemehan sebagai
berikut:
a. Penerjemahan kata demi kata.
Metode te1jemahan jenis ini biasanya kata-kata bahasa sasaran
(Bsa) langsung diletakkan di bawah versi bahasa sumber (Bsu).
kata dalam Bsu diterjemahkan di luar konteks dan kata-kata yang bersifat kultural dipindahkan apa adanya. Umumnya metode ini dipergunakan sebagai tahapan pra pene1jemahan pada pene1je111ahan naskah yang sangat sukar atau untuk memahami mekanisme bahasa sumber.
b. Pene1je111ahan harfiyah
Kontruksi gramatikal Bsu dicarikan padanannya yang terdekat dalam Bsa. Tetapi pene1jemahan leksikal atau kata-katanya dilakukan terpisah dari konteks. Metode ini dapat digunakan sebagai metode pada tahap awal pengalihan.
c. Penerjemahan setia.
Pene1jemahan setia mencoba mereproduksi makna kontekstual bahasa sumber dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Di sini kata-kata yang bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih tetap dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan bahasa sumber, sehingga hasil terjemahan kadang-kadang terasa kaku dan sering kali asing. Metode ini dapat dimanfaatkan untuk membantu penerjemah dalam proses awal pengalihan.
d. Penerjemahan semantis.
dengan penerjemahan setia, penerjemahan sc:mantis harus pula
mempertimbangkan unsur estetika bahasa sumber dengan
mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran.
Selain itu, kata yang hanya sedikit bermuatan budaya dapat
diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional.
Bila dibandingkan dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantis
lebih fleksibel, sedangkan penerjemahan setia lebih terikat oleh bahasa
sumber.13
2. Metode yang memberikan penekanan pada bahasa sasaran (Bsa).
Adapun metode jenis kedua, pene1jemah berupaya menghasilkan
dampak yang relatif sama dengan yang diharapkan oleh penulis asli
terhadap pembaca versi Bsu. Metode jenis kedua melahirkan juga
beberapa metode penerjemahan, tetapi penulis hanya menyampaikan dua
metode saja untuk melengkapi keempat metode pene1jemahan
sebelumnya. Kedua metode itu adalah:
a. Pene1jemahan bebas.
Metode ini merupakan pene1jemahan yang mengutamakan isi
dan mengorbankan bentuk naskah Bsu. Bia.sanya, metode ini
berbentuk sebuah para frase yang dapat lebih panjang atau lebih
pendek dari aslinya. 14
13
ibid, h. 49-52
b. Penerjemahan komunikatif.
Metode ini mengupayakan reproduksi makna kontekstual yang
demikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi
langsung dapat dimengerti.
D. Tarjamah al-Qur'an.
Komunikasi di antara kedua belah pihak dengan satu bahasa merupakan
lambang bagi kesamaan komunitas sosial dalam segala bentuknya. Dalam hal
ini Allah berfirman:
Artinya:
セi@
:./i:
セ@
', \
セ@
'''Iセセセ@ / /
/
,
v'j
Pセ@
Uj
j[Nセ@
セ@
/
,
" Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya15
, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada
mereka. Maka Allah menyesatkm/6 siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (Q.S: Ibrahim {14}: 4)
Al-Qur'an mulia diturunkan kepada Rasul berbangsa Arab dengan
bahasa Arab yang jelas. Fenomena ini merupakan tuntunan sosial bagi
15
Al Quran diturunkan dalan1 bahasa Arab itu, bukanlah berarti balnva Al Qu1an untuk
bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh 1nanusia
16
disesatkan Allah berarti: bah\va orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau
1nen1ahami petunjuk-petunjuk Allah. dalan1 ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau
keberhasilan risalah Islam. Dan sejak saat itu bahasa Arab menjadi satu bagian
dari eksistensi Islam dan asas komunikasi penyampaian dakwahnya.17
Tugas Rasul SAW adalah menyampaikan risalah kepada seluruh umat
manusia. Hal ini telah dinyatakan Al-Qur'an di beberapa ayat, antara lain:
0 )
セ@
Artinya:
Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan 6'ang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".(Q.S: al-A'raf{7}: 158)
H|aZセI@
Artinya:
"Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui. "(Q.S: Saba{34}:
28)
17
Mannft' Khalil al-Qattfin, i\1abdhis fl 'Ulf1111i/ Qur'iin, (Jakarta: P.T Pustaka Litera
Adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang masuk kedalam naungan
agama baru ini (agama Islam), untuk menyambutnya dalam bahasa kitabnya
secara lahir dan batin sehingga ia dapat menjalankan kewitjiban-kewajibannya,
dan terjemahan Qur'an tidak diperlukan Jagi baginya selama Qur'an itu telah
dite1jemahkan bahasa dan kearabannya menjadi keimanan dan keislaman. 18 Manna' Khal11 al-Qattan membagi pengertian terjemah Qur'an menjadi
dua arti:19
I. Terjemah hm:fiyah, yaitu mengalihkan Jafaz-lafaz dari satu bahasa ke
dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga
susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa
pertama.
2. Terjemah tafairiyah atau teljemah maknmviyah, yaitu menjelaskan makna
pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata
bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
1. Hukum te1jemah harfiyah.
Terjemah harfiyah, seperti telah dijelaskan di atas tidak mungkin
dapat dicapai dengan baik jika konteks bahasa asli dan cakupan semua
maknanya tetap dipertahankan. Sebab, karakteristik setiap bahasa berbeda
satu dengan yang lain dalam hal tertib bagian-bagian kalimatnya.
Misalnya; Jumlah
fl
'liyah (kalimat verbal) dalam bahasa Arab dimulaidengan
fl
'il (predikat) kemudianfa
'il (subyek), baik dalam kalimat tan ya18 Ibid, h. 443
(istifhdm), muddf didahulukan atas muddf ilaih, dan mau§lif atas §i/at,
kecuali dalam iddfah tasybih ( susunan muddf dan muddf ilaih yang
mengandung arti menyerupakan) Selain itu, bahasa Arab di celah-celahnya
mengandung rahasia-rahasia bahasa yang tidak mungkin dapat digantikan
oleh ungkapan lain dalam bahasa non Arab. Dalam pada' itu, Al- Qur'an
berada pada puncak fasahdh dan baldgah bahasa Arab. Qur' an
mempunyai karakteristik susunan, rahasia uslub, pelik-pelik makna, dan
kemukjizatan lainnya yang semua itu tidak dapat diberikan oleh bahasa
apa pun dan mana pun juga.20
Dengan demikian, penerjemahan Qur' an dengan te1jemahan
harfiyah, betapapun pene1jemah memahami betul bahasa, uslub-uslub dan
susunan kalimatnya, dipandang telah rnengeluarkan Qur'an dari
keadaannya sebagai Qur'an.21
2. Hukurn te1jernah rnaknawiyah atau terjernah tafsiriyah.
Al-Qur'an al-Karim, demikian juga sernua kalarn Arab yang ba/ig,
rnernpunyai rnakna-rnakna asli (pokok) dan rnakna-rnakna sdnawi
(sekunder). Yang dirnaksud dengan rnakna asli ialah makna yang difaharni
secara sarna oleh setiap orang yang mengetahui pengertian lafaz secara
mu/rad ( berdiri sendiri) dan mengetahui pula segi-segi susunannya secara
global. Sedangkan yang dimaksud dengan rnakna sanawi ialah
karakteristik (keistimewaan) susunan kalirnat yang rnenyebabkan suatu
20 Ibid, h. 444 21 Ibid,
perkataan berkualitas tinggi. Dan dengan makna inilah Qur'an dinilai
sebagai mukjizat.22
Menerjemahkan makna-makna sanawi Qur'.an bukanlah hal yang
mudah sebab tidak terdapat satu bahasa pun yang sesuai dengan bahasa
Arab dalam dalalah (petunjuk) lafaz-lafaznya terhadap makna-makna yang
oleh ahli ilmu Bayan dinamakan khawassut tarkib (karakteristik susunan).
Hal demikian tidak mudah didakwakan seseorang.
Adapun makna-makna asli, dapat dipindahkan ke dalam bahasa lain.
Dalam al-Muwajfaqat, Syatibi menyebutkan makna-makna asli dan
makna-malma tsanawi, bahwa mene1jemahkan Qur'an dengan
memperhatikan makna-makna asli adalah mungkin. Dari segi inilah
dibenarkan menafsirkan Qur'an dan menjelaskan makna-maknanya
kekalangan awam atau mereka yang tidak mempunyai pemahaman kuat
untuk mengetahui makna-maknanya.23
Namun demikian, te1jemahan makna-makna asli itu tidak terlepas
dari kekeliruan karena satu bu ah lafaz dalam Qur' an terkadang
mempunyai dua makna atau lebih yang diberikan oleh ayat. Maka dalam
keadaan demikian biasanya pene1jemah hanya meletakan satu lafaz yang
hanya menunjukan satu makna, karena ia tidak mendapatkan lafaz serupa
dengan lafaz Arab yang dapat memberikan lebih dari satu makna itu.
Pendapat yang dipilih oleh Syatibi di atas yang dianggapnya sebagai
hujjah tentang kebolehan mene1jemahkan makna asli Qur'an tidaklah
22 Ibid, h. 444-445
mutlak. Sebab, sebagian ulama membatasi membatasi penerjemahan seperti itu dengan kadar darurat dalam menyampaikan dakwah. Yaitu yang berkenaan dengan tauhid dan rukun-rukun ibadah, tidak lebih dari itu. Sedangkan, bagi mereka yang ingin menambah pengetahuannya, diperintahkan untuk mempelajari bahasa Arab.24
Manna' Khal11 al-Qattan, juga menjelaskan; apabila ulama Islam melakukan penafsiran Qur' an, dengan cara mendatangkan malma yang dekat, mudah dan kuat; kemudian penafsiran ini dite1jemahkan dengan penuh kejujuran dan kecermatan, maka cam demikian dinamakan te1jemah tafsir Qur 'an atau te1jemah tafsiriyah, dalam arti mensyarahi (mengomentari) perkataan dan menjelaskan maknanya dengan bahasa lain. Usaha seperti ini tidak ada halangannya, karena Allah Subhanahu wa Ta 'ala mengutus Muhammad Shallalliihu Alaihi wa Sal/am, untuk menyampaikan risalah Islam kepada seluruh umat manusia, dengan segala bangsa dan ras yang berbeda-beda.25 Nabi Shallalliihu Alaihi wa Sallam
menjelaskan:
"Setiap nabi hanya diutus kepada kaumnya secara khusus, sedang aim diutus kepada manusia seluruhnya."26
Terjemah tafsir Qur'an seperti telah disebutkan itu dapat dinamakan te1jemah tafsiriyah. Corak terjemah ini berbeda dengan terjemah maknawiyah, sekalipun para peneliti tidak membedakan antara keduanya.
24
Ibid, h. 446 25
Sebab dalam te1jemah maknawiyah terkesan seakan-akan penerjemah
telah mengambil makna-makna Qur'an dengan berbagai aspeknya dan
memindahkannya ke dalam bahasa asing, non Arab, sebagaimana dalam
te1jemahan selain Qur'an yang biasa disebut "terjemah yang sesuai dengan
bahasa aslinya." Penafsir berbicara dengan gaya seorang pemberi
penjelasan terhadap makna kalam sesuai dengan pemahamannya,
seakan-akan ia berkata kepada manusia, "Ini adalah apa yang saya pahami dari
ayat anu." Sedangkan penerjemah berbicara dengan gaya seorang yang
mengetahui makna kalam secara sempurna dan menuangkannya ke dalam
lafaz-lafaz bahasa lain. Kedua ha! ini jauh berbeda. Sebab, penafsir akan
mengatakan dalam menafsirkan ayat, "Maksudnya sepe1ii ini ... ", lalu ia
mengemukakan pemahamannya yang terbatas itu. Sedang penerjemah
mengatakan: "Makna perkataan ini adalah makna ayat itu sendiri." Dan
kita telah mengetahui apa (bahaya, kemustahilan) yang terkandung di
dalam penerjemahan makna tsanm1>i ini.27
E. Tafsir dan Takwil al-Qur'an.
Qur'anul Karim adalah sumber tasyri pertama bagi umat Muhammad.
Dan kebahagiaan mereka tergantung pada pemahaman maknanya,
pengetahuan rahasia-rahasianya dan pengamalan apa yang terkandung di
dalamnya Kemampuan setiap orang dalam memahami lafaz dan ungkapan
Qur'an tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gamblang dan
ayat-27
ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar di antara mereka ini
adalah suatu ha! yang tidak dipertentangkan lagi. Kalangan awam hanya dapat
memahami makna-maknanya yang zahir dan pengertian ayat-ayatnya secara
global, sedangkan kalangan cerdik cendikia dan terpelajar akan dapat
menyimpulkan pula dari padanya makna-makna' yang menarik. Dan di antara
kedua kelompok ini terdapat aneka ragam dan tingkat pemahaman. Maka
tidaklah mengherankan j ika Qur' an mendapatkan ーセイィ。エゥ。ョ@ besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam rangka menafsirkan
kata-kata garib (aneh, ganjil) atau mentakwilkan tarkib (susunan kalimat).28
I. Pengertian Tafsir dan Takwil.
Tafsir secara etimologi mengikuti wazan 'tafil' berasal dari akar
kata al-fasr (f, s, r) yang berarti menjelaskan, menyikap dan menampakkan
atau menerangkan makna yang abstrak. Kata ke1janya mengikuti wazan
'daraba-yadribu' dan 'nasara-yansuru'. Dikatakan fasara
(asy-syai'a)-yafsiru' dan yafsuru-fasran' dan fasarahu', artinya abanahu (menjelaskan).
Kata at-tafsir dan al-fasr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap
yang tertutup. Dalam Lisdnul 'Arab dinyatakan: kata "al-fasr" berarti
menyingkap sesuatu yang tertutup, sedangkan kata "at-tafsir" berarti
menyingkap suatu lafaz yang musykil, pelik. 29 Dalam Qur'an dinyatakan:
(II : 0li _rill)
Qセ@
.:;
セヲェ@
J;..11-i
:'!JG.
J'1
セ@
::_isjt;.
u3
,.. ,.. ,.. ,.. ::; ,..
28 Ibid, h. 455
29
Artinya:
"Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membmva) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya." (QS: Al-Furqan[25]: 33)
Maksudnya , "paling baik penjelasan dan perinciannya." Di antara
kedua bentuk kata itu, al-fasr dan at-taftir, kata at-taftirlah yang paling
ban yak d igunakan.
Tafsir menurut istilah, sebagaimana didefinisikan Abu 1-Iayyan ialah:
"Ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-Iafaz Qur'an,
tentang petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika berdiri
sendiri maupun ketika tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan
baginya ketika tersusun serta hal-hal Iain yang melengkapinya."30
Menurut az-Zarkasyi: "Tafsir adalah ilmu untuk rnemaharni
Kitabullah yang diturunkan kepada Muhammad, menjelaskan
rnakna-maknanya serta rnengeluarkan hukurn dan hikrnahnya."31
Takwil secara etirnologi berasal dari kata "au!" yang berarti kembali
ke asal. Dikatakan ':IC.j ':ljl セャ@ i.ll mtinya, kembali kepadanya. Dan セセ|@ Jjl
mtinya, rnemikirkan, memperkirakan dan menafsirkannya. Atas
dasar ini maka takwil kalam dalam istilah mempunyai dua makna:
Pertama, takwil kalam dengan pengertian sc:suatu makna yang
kepadanya mutakallimin (pembicara, orang pertarna) mengembalikan
perkataannya atau sesuatu makna yang kepadanya suatu kalam
30 Ibid,
h. 456 31
dikembalikan. Dan kalam itu kembali dan merujuk kepada makna
hakikinya yang merupakan esensi sebenarnya yang d imaksud. Ka lam ada
dua macam insya' dan ikhbar. Salah satu yang termasuk insya' adalah amr
(kalimat perintah). 32
Maka takwilul amr ialah esensi perbuatan yang diperintahkan.
Misalnya hadits yang diriwayatkan Aisyah r.a., ia berkata: "Adalah
Rasulullah membaca di dalam ruku' dan sujudnya subhanallah wabi
hamdika Allahwnmagfir If. Beliau mentakwilkan (menjalankan perintah)
Qur'an" {H.R. Bukhari dan Muslim}. Yaitu finnan Allah:
Artinya:
"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. "{QS: An-Nasr: (110]: 3}
Sedangkan takwilul ikhbar ialah esensi dari apa yang diberitakan itu
sendiri yang benar-benar terjadi. Misalnya firman Allah:
Artinya:
"Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Qur'an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) Al Qur'an itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan Al Qur'an itu, berkatalah orang-orang yang melupakannya sebelum itu: "Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami membawa yang hak, maka adakah bagi kami pemberi syafa 'at yang akcm memberi syafa 'at bagi kami, atau dapatkah kami dikembalikan (ke dunia) sehingga kami dapat beramal yang lain dari yang pernah kami amalkan?" Sungguh mereka telah merugikan diri mereka sendiri dan telah lenyaplah dari mereka tuhan-tuhanyang mereka ada-adakan." {Q:S. al-A'rafp]: 52-53}
Dalam ayat ini Allah menceritakan bahwa Dia telah menjelaskan
Kitab, dan mereka tidak menunggu-nunggu kecuali takwil-nya, yaitu
datangnya apa yang diberitakan Qur'an akan terjadi, seperti hari kiamat
dan tanda-tandanya serta segala apa yang ada di akhirat berupa buku
catatan am al (suhuj), neraca am al (mizan ), surga, neraka dan lain sebagainya.
Kedua, takwilul kalam dalam arti menafsirkan dan menjelaskan
maknanya. Pengertian inilah yang dimaksudkan lbn Jarir at-Tabari dalam
tafsir-nya dengan kata-kata: "Pendapat tentang "takwil"firman Allah ini ...
begini dan begitu ... "dan kata-kata: "Ahli takwil berbeda pendapat tentang
ayat ini." Jadi kata "takwil" di sini adalah tafsir.33
2. Perbedaan antara tafsir dengan takwil.
Para ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antara tafsir dan
takwil. Berdasarkan pada pembahasan di atas tentang makna tafsir dan
takwil, kita dapat menyimpulkan pendapat terpenting diantaranya sebagai
berikut: 34
a. Apabila kita berpendapat, takwil adalah menafsirkan perkataan dan
menjelaskan maknanya, maka tafsir dan takwil adalah dua kata yang
berdekatan atan sama maknanya. Termasuk pengertian ini adalah do'a
Rasulullah untuk Ibn Abbas: "Ya Allah, berikanlah kepadanya
kemampuan untuk memahami agama dan ajarkanlah kepadanya takwil.
b. Apabila kita berpendapat, takwil adalah esnsi yang dimaksud dari
suatu perkataan, maka takwil dari talab (tuntunan) adalah esensi dari
perbuatan yang dituntut itu sendiri dan takwil dari khabar adalah
esensi sesuatu yang diberitakan. Alas dasar ini maka perbedaan antara
tafsir dengan takwil cukup besar; sebab tafsir me:rupakan syarah dan
penjelasan bagi suatu perkataan dan penjelasan ini berada dalam
pikiran dengan cara memahaminya dan dalam lisan dengan ungkapan
yang menunjukannya. Sedangkan takwil adalah •osensi dari sesuatau
yang berada dalam realita (bukan dalam pikiran). Misalnya, jika
dikatakan: "Matahari telah terbit", maka takwil ucapan ini adalah
terbitnya matahari itu sendiri. lnilah penge1tian takwil yang lazim
34
dalam bahasa Qur'an sebagaimana telah kemukakan. Allah Ta'ala
berfirman:
セセ@
0l5--
セ@
Ijセ@
セ@
::,.
セNNjQ@
セNLNLᆪ@
di£
;J,};
/ /,., / .... .... ,..
•
::;,.Jl,&11 ( \ '\ - I A
セNヲエI@Artinya:
"Atau (patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya." Katakan/ah: "(Ka/au benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggi/ (untuk membuatnya) se/ain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka be/um mengetahuinya dengan sempurna padahal be/um datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka te/ah mendustakan (rasu/). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu. "(Q:S Yunus [10]: 38-39)
Yang dimaksud dengan takwil di sini ialah terjadinya sesuatu yang di
beritakan.
d. Dikatakan tafsir adalah apa yang telah jelas di dalam Kitabullah atau
tertentu (pasti) dalam Sunnah yang shahih karena maknanya telah jelas
dan gamblang. Sedangkan takwil adalah apa yang disimpulkan para
yang berhubungan dengan riwayat sedang takwil adalah apa yang
berhubungan dengan dirayah.
e. Dikatakan pula, tafsir lebih banyak dipergunakan dalam
(menerangkan) lafaz dan mufradat (kosa kata), sedangkan takwil
banyak dipergunakan dalam (menjelaskan) makna dan susunan
A. Pakaian, Perhiasan, Mahkota, Permadani dan Ranjan;g Penghnni Surga
Surga yang Allah SWT janjikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman
melebihi kapasitas pengetahuan yang dapat mengungkapkan tentang hakikat
surga dan apa yang ada di dalamnya untuk orang-orang yang beriman. 1 Allah
ta'a/a berfirman:
"Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka ke1jakan. " (Qs: As-Sajadah: 17)
Di dalam semua itu terdapat hikmah, sehingga manusia mempersiapkan
diri untuk mendapatkannya dan bekerja demi mencapainya, serta agar manusia
berlomba-lomba karenanya. Allah SWT menyebutkan sebagian sebagian
sifat-sifatnya di dalam Al-Qur'an agar kita dapat membayangkannya, dan
menyebutkan apa yang dipersiapkan untuk hamba-hamba-Nya yang beriman
adalah agar mereka mengetahui bahwa perkara besar telah menunggu mereka
yang melampaui semua bayangan, angan-angan dan cita mereka, sehingga
mereka berkeinginan untuk beke1ja mencari keridhaan Allah SWT, taat dan
beribadah kepada-Nya.2
I. Pakaian, Perhiasan dan Mahkota
Allah Ta'ala befirman,
1 Mahir Ahmad Ash-Shufi, Ensik!opedia Surga (kenikmatan, istana, dan bidadarinya)
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), cet-1, h. 32
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat ypng aman. (Yaitu) di dalam taman-taman dan mata air-mata air. Mereka 1nemakai sutra yang ha/us dan sutra yang tebal, ( duduk) berhadap-hadapan." (Qs: Ad-Dukhan: 51-53).
Di ayat yang lain, Allah Ta'ala befirman,
c.'.JJl)D1
JS:-
セ@
セ@
, , ,
-(i\-i·
"Dalam surga tersebut mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di alas dipan-dipan yang indah. ltulah pahala yang sebaik-bailmya dan tempat istirahat yang indah." (Qs: Al-Kahfi: 30-31 ).
Sekelompok pakar tafsir berkata, "Sundus adalah bulu dari sutra
sejenis dibaj. Jstabraq adalah kain sutra tebal." Ulama lainnya berkata,
"Istabraq tidak hanya sekedar tebal, namun ia tebal dan halus." Zajjaz
berkata, "Sundus dan istabraq adalah dua jenis sutra. Sutra yang paling
bagus adalah yang be1warna hijau dan pakaian yang paling halus adalah
sutra. Untuk penghuni surga disediakan pakaian yang menghimpun dua
halus dan enak dipakai di badan.3 Allah Ta 'la befirman, "Dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutra. "(Qs: Al-Hajj: 23).
Allah Ta 'la befirman,
"lvfereka memakai pakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang fer/mat dari perak." (Qs: Al-Insan: 21).
Cobalah renungkan, kata "mereka diberi pakaian", yang menandakan bahwa pakaian tersebut terlihat jelas dan memperindah bangunan fisik mereka. Pakaian yang mereka kenakan tidak ada bandingannya.4
Para pakar Al-Qur'an berbeda pendapat mengenai di-nashab-kannya kata aliyahum dan di-rafa '-kannya lee dalam dua qird 'ah (bacaan). Para pakar bahasa juga berbeda pendapat mengenai di-nashab-kannya, apakah dalam posisi sebagai dzaraf ataukah ha!. Para pakar tafsir juga berbeda pendapat tentang apakah pakaian tersebut diperuntukkan bagi pelayan-pelayan tampan yang mengitari penghuni surga ataukah bagi penghuni surga itu sendiri? Yang benar bahwa kata aliyahum di-nashab dalam posisinya sebagai dzarqf Karena aliyan bermaknajauqa (di atas), maka ia diberlakukan seperti katafauqa. 5
3
lbnu Qayyim Al-Jauziyyah, Tamasya ke Surga, (Jakarta: Di\rul Falah, 2003 /1424 H),
Nabi Muhammad Shallalldhu Alaihi wa Sallam yang bersabda,6
"Seandainya saja penghuni surga muncul ke bumi kemudian perhiasan gelangnya kelihatan, maka sinar gelang tersebut menutupi sinar matahari sebagaimana sinar matahari menutupi cahaya bintang-bintang. "(Diriwayatkan Ahmad dan Tirmdzi).
Rasulullah Shallalldhu Alaihi wa Sal/am berbincang-bincang dengan para sahabat. Dalam perbincangannya, beliau menyeliplcan pembahasan tentang perhiasan penghuni surga. 7 Kata beliau,
"Mereka diberi gelang dari emas dan perak dan diberi mahkota intan berlian. Di atas kepala mereka terdapat mahkota dan intan berlian dan mutiara yakut. Di alas kepala mereka juga terdapat mahkota seperti mahkota raja. Afereka senantiasa muda, be/um tumbuh jenggotnya dan memakai celak. "
2. Permadani
Adapun tentang permadani, Allah Ta 'la befirman,
(V \ : 0Ll--)1)
c)L..,_,._セ@ IセI@
セMM
0))
セ@
Pセ@
:!' ,, ,, :!' :!'
,.,,. .J. J ,.,... J .. 0 ,,.. ,. JI
セ@
_?.:
セQセェI@
セ@ セ@
J
).:.s:,
a:.,__;;,'_;.
y1:,s-·r:,
a:.,_;:;
セG[L@
セ@
(\ "\-\ 1
ZセwiI@"Di dalamnya terdapat tahta-tahta yang ditinggikan. Dan gelas-gelas yangterletak (di dekatnya). Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun. Dan permadani-permadani yang terhampar." (Qs: Al-Ghasyiyah: 13-16).
Hisyam menyebutkan dari Abu Basyar dari Sa'id bin Jubair yang berkata bahwa ar-rqfrqfu adalah taman surga. Ismail bin Aliyyah menye-butkan dari Abu Raja' dari Hasan tentang firman Allah Ta 'la, "Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang
indah." (Ar-Rahman: 76). Kata Hasan, bahwa al-'abqariyyu adalah per-madani. Orang-orang Madinah juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata al- 'abqariyyu pada ayat di atas adalah permadani. Adapun yang dimaksud dengan kata an-namariqu, Al-Wahidi berkata, "Yang dimaksud adalah bantal. Ini adalah pendapat sebagian besar ulama. Kata tunggalnya adalah numruqdtun." Menurut Al-Farra', "Kata tunggal kata
an-namdriqu adalah nimraqah. ,!!
adalah az-zaribah menurut mayoritas besar pakar bahasa. Sedang
mabtsutsah, adalah yang dihamparkan dan disebarkan.9
Tentang ar-rafi'afu, Laits berkata, "Ar-Rafi'afi< adalah jenis pakaian berwarna hijau yang dihamparkan. Kata tunggalnya adalah rafi'afdtun."
Abu Ubaidah berkata, "Ar-Rafarif adalah permadani." Kata Abu Ishaq, "Banyak orang mengatakan bahwa kata ar-raji·afi1 di sini maksudnya adalah taman surga. Ada lagi yang mengatakan bahwa ar-rafi"afu adalah bantal. Ada lagi yang mengatakan bahwa ar-rqfrafu adalah sprai. Ada lagi yang mengartikan bahwa ar-rafrqfu adalah sisa sprai yang dijadikan kasur." Mubarrad berkata, ''Ar-Rqfi·afu adalah sisa pakaian yang dijadikan sebagai kasur atau Iainnya oleh para raja." Al-Wahidi berkata, "Definisi yang paling mendekati kebenaran adalah definisi terakhir. Sebab orang-orang Arab menamakan sobekan tenda dan kain yang dijahit di bawah tenda dengan sebutan rafi"afi1,. Misalnya hadits tentang wafatnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "A1aka dibukalah rafi"afu. Kami lihat wajah beliau putih seperti kertas mushaf "10
3. Ranjang
"Mereka bertelekan di atas ranjang-ranjang berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jelita "
(Qs: Ath-Thur: 20).
Di ayat yang lain, Allah Ta'la befirman,
"Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu. Dan segolongan kecil dari orang-orang yang belakangan. 1Vfereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata. Seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan." (Qs: Al-Waqi'ah: 13-16)
Allah Ta'lajuga befirman,
.
)( \ l
:yl;..il)
セェN[O@
セIG⦅[L@
lg)
,
"Dan ranjang-ranjang yang tinggi" (Qs: Al-Ghasyiyah: 13).
Pada rangkaian ayat di atas, Allah Ta 'la menjelaskan bahwa
ranjang-ranjang penghuni surga adalah berderetan antara yang satu dengan yang
lain. Tidak ada yang posisinya membelakangi atau berjauhan dengan
ranjang-ranjang lainnya. Selain itu, Allah Ta 'la menjelaskan bahwa
ranjang-ranjang merel(a bertal1takan en1as dan per1nata. Arti asal kata
maudhunah atau al-wad/mu adalah tumpukan dan susunan yang tebal.11
Abu Ubaidal1, Farra', Mubarrad dan Ibnu Qutaibah berkata,
"Mau-dhunah adalah ditenun dengan rekat dan tebal seperti halnya perisai yang
Kata mereka, "Maksud dari kata maudhunah pada ayat di atas adalah ditenun dengan bongkahan emas dan dijalin dengan intan berlian, mutiara yakut dan mutiara zabmjad." Hasyim berkata bahwa berkata kepada kami Hushain dari Mujahid dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma yang berkata, "Arti maudhunah adalah dilumuri dengan emas." Ali bin Abu Thalhah berkata dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma tentang arti kata
maudhiinah, "lvfaudhiinah adalah berderetan." Selain itu, Allah Ta 'la
menerangkan bahwa raitjang-ranjang tersebut tinggi.12
Atha' berkata dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma yang berkata, "Ranjang-ranjang yang terbuat dari emas, di lapisi dengan mutiara zabar-jad, intan berlian dan mutiara yakut. Ranjang-ranjang tersebut ukurannya sepanjang Makkah dan Ailah." Al-Kalbi berkata, "Ketinggian ranjang di surga adalah seratus hasta. Jika seseorang ingin duduk di atasnya, maka ranjang tersebut merendahkan diri kepada orang tersebut hingga orang tersebut duduk di atasnya. Jika orm1g tersebut sudah duduk di atasnya, maka ranjang naik ke tempatnya semula dengan membawa orang terse but."
"Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya." (Qs: Al-Baqarah: 223).
"Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang beriman) pada hari mereka menemui-Nya adalah salam." (Qs: ;\1-Ahzab: 44).
"Barangsiapa mengharapkan pe1jumpaa11 dengan Tuhannya." (Qs: Al-Kahfi: 110).
Para pakar bahasa telah sepakat bahwa jika kata pertemuan dinisbahkan kepada Yang Maha Hidup dan Maha Selamat maka itu berarti melihat dengan mata kepala.13
Begitu juga firman Allah Subhdnahu wa Ta 'la,
"Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. " (Qs: Al-Insyiqaq: 6).
Jika dhomir ha' pada kata mulaqihi pada ayat di atas kembali kepada amal perbuatan, maka amal perbuatan tersebut dilihat di kitab catatan amal perbuatan dalam keadaan utuh. Jika kembali pada Allah Subhdnahu wa Ta 'la,
セ@ C) ,,. ;;:.:I
('\',
Zセ@
y.)
o)\,!jj
HNセQ@
ゥセi@
;:;...w
Bagi orang-orang yang berbuat baik ada pahala yang baik (al-husna) dan tam-bahannya. (Qs: Yunus: 26).
Yang dimaksnd dengan al-husna pada ayat di atas adalah surga dan ziyddah adalah melihat wajah Allah Yang Mulia. Begitulah penafsiran Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, orang yang mendapatkan wahyu Al-Qur'an dan para sahabat generasi sepeninggalnya.
Ali Ash-Sabuni berkata: Firman Allah "Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga)", artinya: orang-orang yang berbuat baik, beriman dan beramal shalih akan mendapatkan ganjaran yang terbaik, yaitu surga. "Dan tambahannya", artinya: memandang wajah Allah SWT yang Maha Mulia.15
Ibnu Katsir berkata: Kata "tambahan" dari firman Allah SWT "Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga)dan
Sebagaimana diriwayatkan Muslim dalam Shahih-nya hadits dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Shuhaib Radhiyalldhu Anhu yang berkata, 17
"Rasulullah Shallalldhu Alaihi wa Sallammembaca ayat berikut, 'Bagi orang-orang yang berbuat baik ada pahala yang baik (al-husna) dan tambahannya'. " Kemudian sabda beliau, "Jika penghuni surga telah memasuki surga dan penghuni neraka telah memasuki neraka, maka penyeru memanggil, Wahai penghuni surga, sesungguhnya Allah mempunyai janji zmtuk kalian yang ingin Dia penuhi!' Penghuni surga berkata, Janji apa yang dimaksud? Bukankah Allah telah memberatkan timbangan amal kami, membuatputih wajah kami, memasukkan kami ke dalam surga dan menjauhkan kami dari neraka?' Lalu tirai dibuka, mereka pun melihat Allah. Mereka tidak diberi sesuatu yang lebih mereka sukai ketimbang melihat Allah. Itulah yang dimaksud dengan ziyddah (tambahan)'." (Diriwayatkan Muslim, Tirmidzi dan Ahmad).
C. Istri-istri Pcnghuni Surga
"Dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya." ( Qs: Al-Baqoroh: 25 )
Al-Azwiii adalah jamak dari kata zaujun. Wanita adalah pasangan laki-laki dan laki-laki-laki-laki adalah pasangan wanita. Inilah arti yang benar tentang maksud kata al-Azwdj. Itulah bahasa Quraisy dan dengannya Al-Qur'an diturunkan. Ada kalangan bangasa Arab yang mengatakan, "Zaujah (istri). " ini pun amat langka dan nyaris tidak mereka ueapkan. Adapun kata
ayat cliatas aclalah wanita yang snci clari menstruasi, urine, nifas, tinja, ingns, Judah clan seluruh kotoran wanita-wanita clunia. Selain itu, ia clisucikan hatinya clari akhlak yang jelek clan perilaku bejat. Disucian lisannya clari perkataan kotor clan jorok. Disucikan cintanya sehingga ia ticlak tertarik kepacla laki-laki selain suamlnya. Dan pakaiannya cli::ucikan sehingga ticlak terkena najis clan kotoran.19
(ct :
06:...lll) .Lf.?⦅I⦅jセ@
セgLNセェI@
2-JJJS--"" / "" ,,. /
"Demikian/ah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari yang bermataje/ita." (Qs: Acl-Dukhan: 54)
Al-Hur aclalah jamak clari kata haura' yaitu wanita mucla usia yang cantik mernpesona, kulitnya mulus clan biji matanya :;angat hitam. Zaicl bi