• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesultanan Siak Sri Indra Pura: Islam dan perlawanan terhadap kolonialisme pada tahun 1706-1946 M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kesultanan Siak Sri Indra Pura: Islam dan perlawanan terhadap kolonialisme pada tahun 1706-1946 M"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA: ISLAM DAN

PERLAWANAN TERHADAP KOLONIALISME PADA

TAHUN 1760-1946 M

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora

Oleh :

AHMAD SUPANDI

108022000013

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

AHMAD SUPANDI 108022000013

Penulis mencoba mendeskripsi pengaruh agama Islam dan perlawanan terhadap kolonialis yang terjadi pada kerajaan-kerajaan di sekitar Pekanbaru, Riau. Adapun judul skripsi ini "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M". Kesultanan Siak Sri Indrapura ini merupakan kerajaan yang bernafaskan Islam dan sebagai pewaris yang sah dari Kerajaan Melaka-Johor. Pada 292 tahun silam tepatnya tahun 1723 M, Kota Siak Sri Indrapura yang terletak disekitar Sungai Jantan (Siak) sebagai pusat perdagangan regional dan internasional, terdapat pula sebuah bukti otentik berupa istana kerajaan hingga saat ini masih berdiri kokoh yakni Astana Asserayah Hasyimiyah, Istana ini menjadi pusat peradaban dan pemerintahan (city-state). Skripsi ini bertujuan untuk menunjukan akan adanya pengaruh agama Islam dalam sistem pemeritahan, kebudayaan, sosial-ekonomi yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman.

Kemudian mengetahui kedatangan kolonialis seperti, bangsa Portugis ke Selat Melaka, bangsa Belanda dan Jepang untuk memonopoli perdagangan serta menanamkan pengaruhnya, sehingga menumbulkan aksi perlawanan di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari awal periode hingga akhir (1723-1946 M). Sebagai penguat dari skripsi ini, penulis menukil beberapa tulisan para ahli sejarah melayu yang mendeskripsikan terkait judul dengan metode kualitatif seperti, teknik pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library research) hingga menyempatkan terbang ke Riau serta menggunakan beberapa pendekatan agama, sosio-politik, dan budaya.

(6)

ii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Peta Provinsi Riau 24 Oktober 1967-sekarang

Lampiran II: Gambar Posisi Kerajaan Kuno di Riau Abad VII-XIV M

Lampiran III : Gambar Istana Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin,

Komplek Makam Pahlawan Nasional Sultan Assaidis Syarif Kasim

Abdul Jalil Syaifuddin, Balai Rung Sari

Lampiran IV : Gambar Motif Tenun Siak

Lampiran V : Gambar Istana Peraduan Sultan Syarif Hasyim

Lampiran VI : Gambar Pernikahan Sultan Assaidis Syarif Kasim dengan Syarifah

Latifah Tengku Embung

Lampiran VII : Gambar Lambang Kesultanan Siak Sri Indrapura "Muhammad Bertangkup"

(7)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Nama-nama Sultan yang Pernah Menjabat di Kesultanan Siak Sri

Indrapura

Tabel 2 : Silsilah Sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahun 1723

1946

Tabel 3 : Struktur Administrasi Pemerintahan Belanda pada Tahun 1938-1942

Tabel 4 : Susunan Pemerintahan Masa Jepang pada Tahun 1942-1945

Tabel 5 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu

1898-1915

Tabel 6 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu

1915-1945

Tabel 7 : Alur Hubungan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan Kesultanan

(8)

iv

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas kita ucapkan selain rasa syukur atas segala curahan nikmat,

rahmat dan karunia-Nya dengan melafadzkan kalimat "Alhamdulillahiirabbil'alaamiin", penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dan semoga kita senantiasa berada dalam kategori

hamba-Nya yang selalu pandai bersyukur. Shalawat beriring salam tetap terpatri kepada sang

proklamotor Islam, yakni kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita

termasuk umatnya yang mendapatkan pertolongannya. Aamiin Yaa Rabbal'alamiin.

Sebagai insan akedemis di perguruan tinggi, maka harus menyelesaikan skripsi dan

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam rangka itulah penulis membuat

karya ilmiah dalam bentuk skrpsi yang berjudul :

“KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA : ISLAM DAN PERLAWANAN

TERHADAP KOLONIALISME PADA TAHUN 1760-1946 M”.

Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan dan

kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar

layak menjadi suatu khazanah literatur Sejarah dan Kebudayaan Islam Nusantara.

Pada kesempatan ini, perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih

dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi baik secara moral dan materil

yang begitu besar, hingga skripsi ini dapat selesai.

 Kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Kepada Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora

(9)

v

 Kepada H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan dan Sholikatus Sa'diyah, M.Pd,

selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Kapada Prof. Dr. Dien Majdid M.Hum, selaku guru besar dan sekaligus sebagai orang

tua bagi penulis, yang telah bersedia membimbing dengan penuh kesabaran dan penuh

dedikasi tinggi dan telah memberikan inspirasi bagi penulis.

 Kepada Pembimbing Akademik, Dr. H. M. Muslih Idris, MA, Lc, dan para dosen

terhaturkan salam ta'dzim dari penulis serta seluruh Civitas Akedemik Fakultas yang

telah memberikan pengetahuan baru selama menempuh studi di Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Kepada Drs. H. O.K Nizami Djamil, Drs. Suwardi Mohammad Samin, Dra. Elly Roza

M.Hum, Drs. H. Kadri Yasif. M.Pd selaku Kepala Dinas Pariwisata Seni Budaya dan

Olah Raga Kabupaten Siak, yang telah bertemu dan berbincang hangat dengan penulis

pada acara Seminar Internasional Sejarah Lisan Rumpun Melayu 2014 "Rumpun Melayu Dalam Perspektif Sejarah Dan Budaya" di Gedung Guru Riau, Pekanbaru pada tanggal 27-30 Maret 2014.

 Kepada kakanda Akbar, Kasmariadi, Suaib dan kawan-kawan Himpunan Mahasiswa

Islam Cabang Pekanbaru yang telah menemani dan membantu penulis selama berada

di Provinsi Riau.

 Kepada kedua orang tua tercinta Sarneti binti Sultan Tumanggung dan Ahmad Sahori

bin Muhammad Yatin dan Adik ku Bayti Witia telah menjadi semangat hidup dan

telah mendidik penulis dengan kasih sayang hingga menjadi pelita dalam hidup

penulis. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan senantiaasa berada dalam

selimut keberkahan dunia dan akhirat. Dari esemua sikap yang selama ini dirasakan,

(10)

vi

Besar di Lampung, Maninjau, Tanah Datar, Bukittinggi dan Kampung Kapuk Jakarta

Barat.

 Kepada orang tua dari kekasih hati penulis tersayang, umi Aminah dan abi Saruji, dan

terimakasih kepada calon istri idaman penulis, Ajizah Nabilah yang telah menjadi

penyemangat penulis dan sabar menunggu selama ini.

 Kepada keluarga besar Himpunan selama penulis berhimpun di Himpunan Mahasiswa

Islam Kofah, dan komisariat se-Cabang Ciputat (Komtar, Komfaksyi, Komfuf,

Komfakda, Kafeis, Kompsi, Komfastek, Komfakdik, Komfakdisa, Komipam, Komici,

dan Kotaro) yang hebat, dan kawan-kawan angkatan 2008 di Jurusan SKI, BSA, BSI,

IP, TARJAMAH. Kepada kawan-kawan di DEMA-FAH yang telah menemani dan

menghabiskan hari dan bersenda gurau di basement Adab tercinta dan membimbing,

menasehati, dan menegur keras disaat penulis berbuat kesalahan. Jayalah HMI,

Sukses buat kita semua dan Bahagia HMI.

Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi bagian

dalam pengembangan ilmu sejarah dan dapat dijadikan sebagai referensi. Amiin Yaa Rabbal 'alamiin.

Ciputat, 10 Juli 2015

Penulis,

(11)

vii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Lembar Pernyataan ... iii

Abstrak ... iv

Daftar Lampiran ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12

D. Tinjauan Pustaka ... 13

E. Metode Penelitian ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH A. Geografis dan Demografi ... 20

B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura ... 27

1. Sebelum Islam... 27

2. Proses Bercorak Islam... 31

3. Keriwayatan Pendiri... 35

BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA A. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan ... 46

(12)

viii

BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA TERHADAP

KOLONIALISME

A. Awal Mula Kedatangan Kolonialisme ... ... 85

1. Kedatangan Bangsa Portugis di Selat Melaka ... 86

2. Kedatangan Bangsa Belanda ... . 87

3. Kedatangan Bangsa Jepang ... ... 90

B. Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam Kekuasaan Kolonialisme... 91

1. Masa Pemerintahan Belanda…. ... 91

2. Masa Pendudukanm Jepang….. ... 99

C. Aksi Perlawanan Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura Terhadap Kolonialisme... 104

1. Penyerangan Benteng Belanda di Pulau Guntung ... ... 104

2. Reaksi Rakyat Pada Pemerintahan Militer Jepang ... ... 115

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ... 119

B. SARAN ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124

LAMPIRAN- LAMPIRAN

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Benua Kuning merupakan nama lain dari Benua Asia, adapun salah satu

kawasan yang berada di Benua Kuning adalah, wilayah Asia Tenggara, dari

sekian banyaknya negara yang berada di zona wilayah benua Asia seperti, Asia

Tengah, Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, namun penulis hanya

memfokuskan dalam pembahasan skripsi ini pada kawasan Asia Tengggara. Di

daerah Asia Tenggara terdapat beberapa negara yang dipisahkan oleh lautan

sempit yang berada diantara dua pulau yang dinamakan selat. Kawasan ini sungguh telah menoreh dan memiliki beberapa nilai sejarah peradaban dan

kebudayaan cukup besar yang dahulunya telah terjadi dikawasan ini, hal ini bisa

terjadi karena Asia Tenggara adalah kawasan "geostrategis" yang terletak pada posisi silang antara jalur perdagangan internasional yang memiliki kekayaan akan

sumber daya alamnya, tenaga kerja, dan sekaligus kawasan pasar yang potensial.

Kawasan Asia Tenggara adalah kawasan yang sangat identik dengan

aktivitas perniagaan antar bangsa-bangsa asing dan lokal, serta kawasan Asia

Tenggara terdapat jalur sutera yang berfungsi sebagai lalu lintas utama yakni,

Selat Malaka dan Selat Singgapura yang merupakan salah satu jalur yang sangat

ramai dilalui dan dipenuhi oleh kapal-kapal dagang.1 Kedua faktor itulah yang

menjadi magnet serta incaran bagi bangsa asing (Eropa) seperti Portugis, Belanda,

Inggris, Jepang dan lain-lain, untuk memonopoli perdagangan dan menguasai

1

(14)

2

kekayaan sumber daya alam serta menanamkan pengaruhnya pada

kerajaan-kerajaan yang berada di kawasan Asia Tenggara khususnya Nusantara yang kental

akan akulturasi budaya, agama, bahasa, sistem pemerintahan, dan sosial-ekonomi

karena dampak dari kedatangan bangsa asing di daerah kawasan Nusantara.

Pada abad VII dan XIII M, kedatangan negara asing tersebut tidak hanya

berperan sebagai pedagang saja, melainkan juga telah memberikan pengaruh dan

memperkenalkan agama yang terlebih dahulu sebelum Islam masuk di Nusantara

ataupun Asia Tenggara secara luas yaitu, agama dan budaya Hindu-Budha.2

Sehingga Asia Tenggara menjadi pusat keramaian dan menjadi pusat perdagangan

internasional, karena kawasan Asia Tenggara terdapat daerah-daerah yang

menjadi pusat perdagangan dan berkedudukan paling penting dalam perdagangan

internasional. Menurut penulis perairan Selat Melaka memegang peranan penting,

karena jalur dagang yang terbentang antara India dan Cina pasti melintasi Selat

Melaka sejak awal Masehi, pernyataan ini dibenarkan oleh D.G.E. Hall dalam

karyanya A History of South-East Asia, bahwa Melayu Sumateralah yang memulakan perhubungan dagang jalan laut ke negeri Cina, dan bukti-bukti yang

telah ada menunjukkan bahwa ahli-ahli perkapalan Melayu telah memainkan

peranan yang tidak kurang penting seperti India dalam perdagangan Asia

Tenggara dengan India dan Ceylon.

Kondisi di sekitar Selat Melaka pernah dikuasai oleh sebuah kerajaan yang

bercorak maritim dan memilik kekuasaan wilayah cukup besar, yakni Kerajaan

Sriwijaya. Kerajaan ini juga menjadikan Selat Melaka hingga Selat Sunda sebagai

2

(15)

3

pelabuhan pusat perdagangan. Mengenai wilayah-wilayah yang berada dibawah

kekuasaan Kerajaan Sriwijaya diantaranya, Pelembang, Aceh, Batak, Kampe

(Jambi Hilir), Semawe (wilayah Jambi), Selat Sunda, Pahang (Timur

Semenanjung), Trengganau (Semenanjung Pantai Utara Sumatera) dan Klantan,

Langkasuka (Pantai Barat Semenanjung), Jeletong (Semenanjung Tenggara

wilayah Jambi), Grahi, Tamralingga (Muangthai), Selangor, hingga Sailan (Sri

Langka). Pada 670-673 M, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Budha dan

sangat berpengaruh, tepat pada tahun 670-an salah satu pendeta termasyhur dari

Cina dalam perjalanannya ke India singgah untuk mengunjungi pusat Kerajaan

Sriwijaya, pendeta itu bernama I-Tsing.3

Pada akhir abad ke-X terdapat beberapa faktor kehancuran Kerajaan

Sriwijaya, faktor yang pertama ketika pemerintahan Kerajaan Sriwijaya berada di bawah kekuasaan Raja Udayadityawarman, pada masa itu pernah mengalami

kekalahan pada saat melakukan perlawanan armada laut dari Jawa dibawah

komando Raja Dharmawangsa Teguh. Pada faktor yang kedua abad ke-XI, Kerajaan Sriwijaya dibawah pemerintahan Sanggarwijaya menerima serangan dari

Kerajaan India (1023-1030 M), pada akhirnya raja dari Kerajaan Sriwijaya

menjadi tawanannya. Faktor ketiga tepat pada tahun 1377 M, Kerajaan Mojopahit dengan kekuatan besarnya berhasil mengalahkan Kerajaan Sriwijaya.

3

(16)

4

Akibat kekalahan tersebut yang terjadi pada akhir abad ke-XIII, Kerajaan

Sriwijaya mengalami keruntuhan karena didesak oleh tiga kekuatan,dari Utara,

orang-orang Siam 1292.4 Kekuatan lain dari dalam sendiri yaitu Melayu Jambi

yang telah dikuasai oleh Singosari pada tahun 1275-1293 M dan akhirnya

kekuatan ketiga ialah langsung Singosari dan Mojopahit. Setelah hancurnya

Kerajaan Sriwijaya berdampak di kemudian hari dengan bermunculan

kerajaan-kerajaan Melayu yang berada di bawah kekuasaannya. Dari beberapa faktor itulah

pengaruh Kerajaan Sriwijaya sudah melemah sehingga menyebabkan munculnya

kerajaan-kerajaan di sekitar Selat Melaka. Demikian di daerah Riau, terdapat

beberapa kerajaan Melayu yang namanya masih hidup dalam sejarah.

Kerajaan Melayu yang dimaksud adalah, Kerajaan Bintan atau Tumasik

dan Melaka, Kerajaan Kandia atau Kuantan, Kerajaan Gasib, Kerajaan Kritang

dan Inderagiri, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pekan Tua. Dalam pepatah Melayu

mengatakan "Patah tumbuh hilang berganti, tidakkan Melayu hilang di bumi", itulah semboyan orang Melayu, walaupun Sriwijaya runtuh namun setelah itu

tumbuh dan berkembang beberapa kerajaan Melayu yang bercorak Islam sekitar

Selat Melaka dan di daerah Riau. Melaka merupakan daerah lalu lintas dan

tentunya sangat ramai dikunjungi oleh pedagang-pedangan Islam. Mengapa hal

seperti ini bisa terjadi, dikarenakan Selat Melaka sangat penting dan sebagai pintu

gerbang (transito perdagangan) para pedagang muslim dan mubaligh (ulama)

untuk meneruskan perjalanannya ke Pantai Utara Brunei, Sulu, Melaka, Jawa dan

4

(17)

5

terus ke Maluku. Tepat pada tahun 1414 M, pada masa Sultan Muhammad

Iskandar Syah agama Islam mulai terasa di Kesultanan Melaka dan berlanjut pada

tahun 1445-1458 M, tepatnya pada masa Sultan Muzaffar Syah agama Islam

menjadi agama rsmi di Kesultanan Melaka. Pada saatitupula pengaruh

Hindu-Budha perlahan hilang dengan masuknya agama Islam di Riau dengan ditinjau

dari sudut sejarah dan geografis terdiri dua jalur, yakni melalui jalur perdagangan

dari luar negeri dan dalam negeri (antar daerah).5

Sejak adanya jalur perdaganga ini, para pedagang Islam (pendakwah)

mulailah Islamisasi di wilayah Riau dan sekitarnya dengan mengajarkan ajaran

katauhidandari kepercayaan lama masyarakat setempat yang sudah melekat yakni

Hindu-Budha dengan tanpa merusak tradisi, adat, dan budaya yang sudah ada.

Pada abad ke-IV-V di pedalaman kampung yang bernama Gasib yang berada

sekitar Sungai Jantan (Siak) terdapat sebuah kerajaan yang kental dengan ajaran

Hindu-Budha, yakni Kerajaan Gasib. Adapun daerah kekuasaan Kerajaan Gasib

cukup luas, yakni sepanjang aliran Sungai Jantan hingga perbatasan daerah

Minangkabau, Sumatera Barat.6 Kerajaan Gasib mendapatkan serangan dari

Kesultanan Melaka yang sedang melakukan ekpansi tanah daratan Riau dan

sekitarnya. Kesultanan Melaka menyadari akan potensi kekayaan alam dan

kualitas tanah yang subur akan menguntungkan di sektor perekonomian.

5

Daerah Riau jika dilihat dalam globe terlihat sangat strategis bagi lalu lintas pelayaran yang menghubungkan jalur pelayaran dari Arab, Cina ke India dan sebaliknya, adapun rincian route yang dimaksud sebagai berikut: Dari Arab, ke Teluk Persia, Cambay, Gujarat, Selat Melaka, Teluk Siam, Cina. Dan apabila terjadi pergantian angin (angin muson) di Laut Cina Selatan, maka pelayaran beralih dari Selat Melaka, ke Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Selat

Makassar, Philipina baru ke Cina. Dan dari jalur perdagangan dalam negeri (antar daerah) di Nusantara. Lihat Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru, 1976, hal. 120-125.

6

(18)

6

Tepat pada 1444-1477 M, Kerajaan Gasib berhasil ditaklukkan oleh

Kesultanan Melaka dibawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Setelah

dikalahkan oleh Kesultanan Melaka, Kerajaan Gasib berada di bawah empayar

Kesultanan Melaka. Mulailah proses Islamisasi yang dilakukan oleh Kesultanan

Melaka ketika dipimpin Sultan Mansyur Syah dengan menjadikan anak laki-laki

dari seorang Raja Gasib yang bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan

Gasib. Sehingga pada peristiwa ini raja yang bernama Megat Kudu mendapatkan

gelar yang kental dengan Islam, yakni Sultan Ibrahim dan otomatis menjadi

seorang muallaf karena melihat Kera Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai

ke-Islaman.7

Peristiwa ini berdampak dengan kemunculan beberapa kerajaan yang

bercorak Islam. Beberapa kerajaan yang kental dengan Hindu-Budha berbelok

keyakinannya atas pengaruh Kesultanan Melaka yang terlebih dahulu memeluk

Islam, diantaranya Kerajaan Gasib. Pengaruh agama Islam yang dibawa oleh

Kesultanan Melaka semakin besar dan mengalami puncak kegemilangan pada

masa Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M). Faktor berikutnya yang menyebabkan

Kesultanan Melaka berhasil memperluas daerah kekuasaanya diantara

kerajaan-kerajaan kecil yang bercorak Hindu-Budha dengan menggunakan kekuasaan

politiknya dan memasukkan negeri-negeri lain ke dalam sektor perdangangan dan

melakukan Islamisasi dijajaran para raja. Strategi ini sangat efektif, karena ketika

raja sudah memeluk agama Islam maka otomatis jajarannya dan rakyatnya akan

mengikuti apa yang dilakukan oleh rajanya. Kemudian Kesultanan Melaka juga

7

(19)

7

memberlakukan sistem perkawinan, dengan menikahkan antar kerajaan sangat

memperkuat keharmonisan di dalam keluarga-keluarga kerajaan. Dari semua

langkah tersebut sudah dilaksakan ketika penaklukkan Kerajaan Gasib sehingga

agama Islam masuk dan berkembang.Setelah Kerajaan Gasib ditaklukkan oleh

Kesultanan Melaka, Sultan Mansyur Syah menobatkan anak Raja Gasib yang

bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan Gasib di bawah kedaulatan

Kesultanan Melaka. Sehingga Megat Kudu menjadi menantu dan bergelar Sultan

Ibrahim. Pada tahun 1477-1488 M, ketika Sultan Alauddin Riayat Syah I menjadi

sultan di Kesultanan Melaka, maka di Kerajaan Gasib juga mengalami pergantian

Sultan Ibrahim digantikan anaknya bernama Raja Abdullah. Beranjak pada masa

Sultan Alauddin Riayat Syah I digantikan oleh Sultan Mahmud Syah I pada tahun

1488-1511 M, senada di Kerajaan Gasib digantikan juga Raja Abdullah dengan

Raja Husin. Pada periode inilah Kesultanan Melaka kedatangan tamu dari Eropa

untuk menguasai Melaka dan memonopoli perdagangan. Bangsa Portugis datang

ke Melaka dengan kekuatan penuh dan senjata yang memadai untuk merebut

Melaka dari Kesultanan Melaka hingga berhasil di taklukkan pada tahun 1511 M,

sehingga Sultan Mahmud Syah I sultan terakhir di Kesultanan Melaka menyingkir

ke Johordan memimindahkan pusat kekuasaannya ke Bintan. Pada tahun 1513 M,

Portugis kembali mengadakan penyerangan di Kara dan Bintan.

Sejak itulah Bintan dijadikan sebagai pusat pemerintahan Melayu Melaka

hingga sultan terakhir Melaka yang berkuasa di Johor (Kota Tinggi) hingga

wafatnya yakni Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M). Pada saat itu juga

Kemaharajaan Melayu dikenal Kesultanan Melayu Johor II (Melayu Riau)

(20)

8

Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719 M), pemerintahan selanjutnya oleh

Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (putera dari Sultan Mahmud Syah I yang telah

mangkat Dijulang, pemberian gelar ini karena Sultan terbunuh dalam Julungan8

yang dipakul oleh pelayannya ketika berangkat ke Masjid.9 Pada masa inilah

Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendirikan Kesultanan Siak Sri Indrapura di

Buantan pada tahun 1723-1746 M.10 Sultan Abdul Jalil Riayat Syah pada waktu

itu berada di Kuala Pahang, memfitnah Raja Kecik dengan mengatakan bahwa

Raja Kecik bukanlah seorang anak dari Encik Pong dan zuriat Sultan Mahmud

Syah II. Hal ini menyebabkan sebagian rakyat Johor cenderung membencinya,

sehingga membuat keadaan di pemerintahan Kesultanan Johor resah, seolah-olah

di Kesultanan Johor dipimpin oleh dua sultan. Pada akhirnya untuk menghindari

keributan yang terjadi maka Raja Kecik meninggalkan Johor dan pindah ke

Riau.Pada 1718-1719 M, Raja Kecik membangun kekuasaannya dan mendirikan

pusat pemerintahannya di Bintan, Tanjung Pinang. Kejadian diatas merupakan

bagian kecil permasalahan yang telah terjadi dan menimbulkan perpecahan intenal

di Kesultanan Johor, yang berimbas kepada rakyat sehingga menimbulkan

huruhara, karena rakyat Johor terpecah menjadi dua golongan, golongan pertama

ada yang berpihak kepada Raja Kecik dan golongan kedua yang berpihak kepada

Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar

rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan rakyat

yang memihak kepada Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.

8

Julungan adalah sebuah tandu kebesaran (usungan dengan pikulan yang mempunyai tempat duduk)

9

Prof. Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, cet.2, 1982), hal. 245.

10

(21)

9

Peperangan ini terjadi karena keduanya tidak bisa menahan diri dan emosinya.

Adapun dalam peperangan tersebut pihak dari Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV

mengalami kekalahan dan kemudian beliau pindah ke Pahang dan Raja Kecik

juga pindah dan menetap di Riau, sejak itulah Raja Kecik menjalankan

pemerintahan Kesultanan Johor-Riau. Dengan terjadinya dualisme di dalam

pemerintahan Kesultanan Johor sehingga terpecah daerah kekuasaannya menjadi

tiga pusat kekuasaan dan kemudian wilayah kekuasaan dibagi tiga, daerah

Terengganu dan Pahang berada di bawah pemerintahan Bendahara Abdul

Jalil(Sultan Abdul Jalil Riayat Syah). Sedangkan daerah Johor, Siak, Bengkalis,

dan Batu Bara berada dibawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat

wilayah yang telah dikuasai oleh orang Bugis yang pada saat itu membantu

Bendahara Abdul Jalil dalam perebutan tahta Kesultanan Johor dengan Raja

Kecik yaitu daerah Selanggor, Kelang dan Lingga berada dibawah pemerintahan

Daeng Merewah dan Daeng Manompok.11 Setelah pembagian wilayah tersebut

Raja Kecik mundur dan mencari daerah yang nyaman dan strategis untuk

menghimpun kekuatan dan mengkodusifkan pemerintahannya.

Pada akhirnya Raja Kecik menemukan suatu tempat dan merapat di Siak.

Adapun daerah Siak tepatnya di Buatan yang berada di sepanjang Sungai Siak

(Jantan) dipilih oleh Raja Kecik untuk membuat siasat dan dapat menuntut bela

atas pembunuhan ayahnya oleh Bendahara Abdul Jalil Riayat Syah.Langkah

pertamanya Raja Kecik mendirikan sebuah kerajaan yang pewaris sah Kesultanan

11

(22)

10

Johor, kerajaan tersebut nantinya bernama Kesultanan Siak yang berpusat di

Buantan (pedalaman Sungai Siak), meskipun berada di bawah pengaruh

kekuasaan Kesultanan Johor-Riau yang pada saat itu pusat pemerintahannya

terletak Bintan Hulu Sungai Riau. Raja Kecik pun dinobatkan sebagai Raja Siak

pertama pada tahun 1723 M, dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.

Segenap peristiwa singkat di atas menyimpulkan bahwa Kesultanan Siak

Sri Indrapura memiliki hubungan dengan Kesultanan Johor, dan Kesultanan Johor

memiliki hubungan dengan Kesultanan Melaka. Ketiga kerajaan ini merupakan

dinasti Kemaharajaan Melayu yang menjadi pusat peradaban Islam dikalangan

masyarakat Melayu Riau maupun Johor.

Dalam benak penulis terdapat pertanyaan, bagaimana proses Islamisasi

dan perkembanganya di Kesultanan Siak Sri Indrapura?, seberapa besar pengaruh

agama Islam disektor budaya, bahasa, sistem pemerintahan dan ekonomi-sosial?,

dan mengenai kedatangan bangsa asing di Kesultanan Siak Sri Indrapura serta

bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Pada permasalahan itu semua penulis

ingin merangkumnya dalam satu judul yaitu:Kesultanan Siak Sri Indrapura :

Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme 1760-1946 M."

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Demikian sepenggal kisah mengenai Kerajaan Gasib-Siak serta nanti akan

menjadi kerajaan yang bercorak Islam yang diperkasai oleh seorang anak laki-laki

yang terbuang dan sebagai zuriat dari pada Sultan terakhir di Kesultanan Melaka

yakni Sultan Mahmud Syah I, yang bernama Raja Kecik. Setelah Raja Kecik

(23)

11

pemerintahan tidak kondusif karena adanya orang-orang Bugis yang berkeliaran

diSelat Melaka, keberadaan orang Bugis nantinya akan menimbulkan beberapa

gejolak dan perpecahan selama roda pemerintahan, sehingga Raja Kecik beranjak

dari Melaka ke Buantan. Pada tahun 1723 M, di Buantan, Raja Kecik mendirikan

kerajaan baru yang merupakan pewaris dari Kesultanan Melaka yakni, Kesultanan

Siakdi bawah kendali Raja Kecik eksistensi Kesultanan Siak menjadi sebuah

kerajaan bahari dan pusat pelabuhan dan hingga disegani di daerah pesisir Timur

Sumatera dan di Semenanjung Melaka. Meskipun nantinya selama masa

pemerintahan Kesultanan Siak berada dalam tekanan imperialisme bangsa Eropa,

namun semua Sultan yang menggenggam kekuasaan tidak pernah gentar untuk

menghadapi bangsa asing itu, karena sang Sultan mendapatkan beberapa kekuatan

dan sokongan dari kerajaan-kerajaan yang berada di bawah taklukan Kesultanan

Siak. Berdasarkan latar belakang tentunya penulis mengkhususkan bahasan hanya

mengenai awal mula pembentukan dan berdirinya Kesultanan Siak yang terjadi di

sekitar Sungai Jantan (Siak), dari awal yang kental agama Hindu-Budha menjadi

kesultanan yang bercorak Islam dan juga mengkaji beberapa pengaruh Islam

terhadap, budaya, sistem pemerintahan dan sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Dari paparan tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah dalam penulisan

skripsi ini, adapun permasalahan dalam skripsi ini dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Sejarah awal mula pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.

b. Proses Kesultanan Siak Sri Indrapura yang sangat kental Hindu-Budha

menjadi Kerajaan yang Bercorak Islam.

(24)

12

d. Kesultanan Siak Sri Indrapura menghadapi kolonialisme.

e. Campur tangan kolonial di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri

Indrapura.

f. Aksi-aksi perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda dan Jepang di

Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Berdasarkan identifikasi masalah diatas agar tidak melangkah lebih jauh

pembahasan skripsi ini dan tidak mengalami pelebaran serta tetap terfokus pada

masalah, maka penulis membatasi masalah dalam tiga pertanyaan sebagai berikut:

1. Sejarah awal pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.

2. Masuk dan perkembangannya Agama Islam di Kesultanan Siak Sri

Indrapura.

3. Aksi perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan utama dari penelitian skripsi ini adalah :

a. Menggambarkan kondisi Kesultanan Siak Sri Indrapura dan

sebelumdan sesudah masuknya Agama Islam.

b. Mengetahui pengaruh agama Islam terhadap budaya, bahasa dan

sistem pemerintahan serta kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di

Kesultanan Siak Sri Indrapura.

c. Merincikanaksi perlawanan Kesultanan Siak Sri Indrapura dan

(25)

13 Adapun kegunaannya :

a. Untuk memberikan informasi ilmu pengetahuan sejarah khususnya

kawasan Asia Tenggara mengenai pengaruh agama Islam, kepada

mahasiswa/i atau masyarakat luas terkait sejarah kerajaaan Melayu

yang berada di Siak, Pekanbaru Riau yang terjadi pada tahun 1723

M.

b. Untuk dijadikan sumber kajian atau sember sejarah Islam di Asia

Tenggara, khususnya di tanah Melayu Siak, Riau, Pekanbaru.

c. Dapat bermanfaat sebagai alat bantu untuk memperluas khazanah

kepustakaan sejarah peradaban Islam di kawasan Asia Tenggara.

d. Dapat menambah pengetahuan masyarakat umum, mahasiswa/i dan

masyarakat Melayu yang berada di Provinsi Riau, khususnya di

Siak agar memahami sebuah sejarah yang panjang dan menjadikan

suatu pembelajaran yang telah terjadi pada masa Kemaharajaan

Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura,

sehingga menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian skripsi ini yang menjadi inspirasi terkait dengan judul

skripsi "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M" yang membahas tentang awal mulapembentukan dan perkembangan agama Islam di Kesultanan Siak Sri

Indrapura tentunya buku-buku yang akan digunakan terkait dengan judul.

(26)

14

menjadi dua, yang pertama sumber primer dalam buku karya dari seorang keturunan dari sekretaris pribadi Sultan Assaidis Syarif Kasim Tsani menduduki

kursi pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapuradalam karya yang ditulis oleh

Tim Penulis Drs. H. O.K Nizami Djamil dkk, yang berjudul Sejarah Kerajaan Siak, dalam buku ini merupakan acuan pertama penulis dan sangat terbantu dalam proses penulisan skripsi ini karena didalamnya membahas sangat jelas sejarah

Kerajaan Siak sebelum dan sesudah Islam masuk, mengenai adat dan budaya serta

dari bidang perekonomian Kerajaan Siak telah dijelaskan didalamnya. Kemudian

dalam buku berikutnya yang disusun oleh Tim Universitas Riau dkk, yang

awalnya merupakan draff seminar Sejarah Riau, seminar ini berlangsung pada tanggal 20-25 Mei 1975 M, dalam buku ini terdapat beberapa pembahasan

mengenai kesultanan Melayu adapun kesultanan Melayu yang disinggung dalam

buku ini adalah Kesultanan Siak, Indragiri, Pelalawan dan Rokan, kemudian

membahas kondisi Riau. Penulis juga mendapati buku karangan Elisa Netscher,

yang berjudul De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Bruining & Wijt 1870 yang telah diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk dengan judul Belanda Di Johor Dan Siak 1602-1865, penulis sangat bersyukur, karena telah mendapatkan buku ini yang begitu sulit untuk mendapatkannya. Di dalam buku ini sangat kental

pembahasan mengenai kondisi Siak dan menggambarkan akan kekuasaan

pemerintahan Belanda dari Johor hingga menjalar ke Siak, dalam buku ini juga

tercantum beberapa perjanjian Siak antara pihak Kesultanan Siak Sri Indrapura

dengan Belanda mengenai batas teritorial Riau dan perjanjian dibidang

perdagangan. Buku yang diterbitkan oleh Arsip Nasional Rapublik Indonesia

(27)

15

Pemerintahan V.O.C Dan Hindia-Belanda 1784-1909, buku ini terdapat perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh pemerintahan Hindia-Belanda yang

mengikat Kesultanan-kesultanan Riau dan taklukkannya. Arsip Nasional juga

menerbitkan buku yang berjudul Hikayat Iskandar Zurkarnain dan Syair Raja Siak, Dari Naskah W 113 & W273, buku ini terdapat dua naskah kuno yang aksara Arab Melayu (Jawi) dengan berbahasa Melayu.

Kategori sumber yang kedua yaitu sumber sekunder, dalam buku W.G. Shellaber, yang berjudul Sejarah Melayu mengulas secara rinci mengenai sejarah di Tanah Melayu dan peranannya, buku ini juga membahas mengenai sejarah awal

berdirinya Malaka dan berkembang sedemikian pesat sehingga menjadi incaran

bangsa Portugis yang kemudian menguasai Malaka pada tahun 1511 M. Dalam

buku karya Muhammad Yusoff Hashim Ph.D yang berjudul Kesultanan Melayu Malaka membahas beberapa aspek tentang Melaka pada Abad ke XV dan Abad ke XVI, terdapat juga bahasan mengenai hubungan tradisional Melaka-Siak

dilihat melalui penulisan Hikayat Siak atau Raja-raja Melayu.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi kembali masa lampau dari

objek yang diteliti melalui metode penelitianyang memberikan gambaran dan

pandangan serta dikuatkan dengan analisis penulis dari sumber-sumber yang

didapat dari beberapa kali melakukan kunjungan perpustakaan. Penelitian ini

jugasekilas membahas pada bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Tradisi

Islam. Dalam proses penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan

(28)

bermacam-16

macam material berupa buku-buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya

yang relevansinya dengan kajian skripsi ini.12 Kemudian dari data tersebut untuk

direkonstruksi kembali dengan meberikan gambaran serta analisa penulis melalui

pendekatan kualitatif.

Adapun pengertian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang

dapat diamati.13 Penulis memulai langkah pertama dengan mengumpulkan

data-data yang telah didapati dari beberapa hasil kunjungan di beberapa perpustakaan,

bahkan menyempatkan diri datang ke Riau.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan beberapa tahapan yang

disesuaikan dari buku pedoman akedemik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan

tahapan dalam penulisan sejarah, seperti :

1. Heuristik, Pengumpulan sumber tentunya menggunakan metode

library research dengan melakukan beberapa kunjungan untuk menemukan sumber yang berkaitan dengan judul skripi dari berbagai

kunjungsn perpustakaan diantaranya, Perpustakaan Utama UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan

Humaniora, Perpustakaan Imam Jama' Lebak Bulus, Jakarta Selatan,

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat,

Arsip Nasional Republik Indonesia, Ampera Raya, Jakarta Selatan,

Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat,

LAM (Lembaga Adat Melayu Riau), Pekanbaru Riau, dan lain-lain.

12

Mardalis, Metodologi Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 25.

13

(29)

17

2. Interpretasi, dengan memberikan tafsiran terhadap fakta sejarah yang terdapat dari fakta-fakta sejarah yang tercermin pada

peristiwa-peristiwa masa lampau dengan tahapan-tahapan seperti, diseleksi,

disusun, diberikan tekanan dan ditempatkan dalam urutan yang

kausal agar dapat disimpulkan data yang dimaksud dalam penulisan

skripsi ini.

3. Analisa, merupakan tahapan dengan menganalisis dan mengkritik sumber-sumber yang telah didapat oleh penulis. Kritik ini terbagi

menjadi dua penyaringan, yang pertama, mengacu pada kredibilitas

sumber, apakah dari beberapa kualitas sumber yang digunakan tidak

dimanipulasi, mengandung bias dan data-data dapat diklasifikasi

layak dan pantas dijadikan sebagai acuan sumber atau kurang layak

sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenerannya.

4. Historiografi, metode ini merupakan tahapan akhir dalam penulisan skripsi ini. Setelah data-data yang telah diinterpretasikan dengan

mengacu dari beberapa fakta sejarah dan dapat disusun strategi

dalam bentuk sistematika penulisan sejarah sesuai dengan judul

(30)

18 F. SistematikaPenulisan

Sistematika Penulisan dalam skripsi ini terdiri darilima bab, adapun

rinciannya di bawah ini :

BAB I PENDAHULUAN

Mengenai signifikasi judul yang dibahas terdiri dari, latar belakang

masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS

SEJARAH

Dalam bab ini memaparkan mengenai geografis dan demografis

kota Siak Sri Indrapura, selayang pandang sejarah dan awal mula

pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura ysng masih kental

Hindu-Budha hingga menjadi sebuah kerajaan yang bercorak Islam

(proses Islamisasi) serta keriwayatan pendiri Kesultanan Siak Sri

Indrapura.

BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA

Pada bab ini memaparkan periodisasi beriring dengan peristiwa

penting yangterjadi pada singgahsana pemerintahan Kesultanan

Siak Sri Indrapura dan mengulas perkembangan serta pengaruh

Agama Islam. Kemudian mengungkapkan unsur-unsur ke-Islaman

di dalam sistem pemerintahan, sektor keagamaan, kebudayaan dan

(31)

19

BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA

TERHADAP KOLONIALISME

Bab yang keempat ini mengenai kedatangan pihak kolonialisme di

Kesultanan Siak Sri Indrapura, posisi pemerintahan di Kesultanan

Siak Sri Indrapura yang berada di bawah kekuasaan kolonialisme,

campur tangan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, terdapat

juga mengenai aksi-aksi perlawanan sultan dan rakyat yang berada

dalam tekanan pihak kolonial.

BAB V PENUTUP

Pada bagian terakhir ini terdiri dari kesimpulan dari tiap-tiap bab

yang mampu menjawab dari batasan dan rumusan masalah.

Selanjutnya terdiri berupa saran untuk kebaikan dalam penelitian

ini, terdapat pula daftar pustaka, lembar lampiran dalam penulisan

(32)

20 BAB II

KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH

A. Geografis dan Demografis Siak Sri Indrapura

1. Geografis

Siak sebuah perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang. Di

perkampungan ini cikal-bakal terwujudnya sebuah peradaban dan kebudayaan

Melayu Islam yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Karena dahulu daerah

Siak menjadi pusat peradaban Islam Melayu yang berada di bawah imperium

Kersultana Melaka. Sehingga begitu kentalnya siar dan ajaran agama Islam di

Siak, yang berdampak dalam peradaban, kebudayaan, dan adat. Sampai saat ini

orang yang pandai dalam pengetahuan Islamnya dikenal dengan sebutan Orang Siak.14 Adapun bukti otentik dari pernyataan diatas terdapat beberapa peninggalan sejarah berupa sebuah Istana yang masih kokoh sebagai simbol kekuasaan pada

era pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang bernama Istana Asserayah Hasyimiah15, Balai Rung Sari16 dan adanya bagunan masjid kerajaan yang

14

Amir Lutfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991, hal.131 dan lihat juga Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007, hal. 5.

15

(33)

21

bernama Masjid Agung Syahabuddin17 ketiga institusi ini pada saat itu berperan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Siak dan sekitarnya. Siak merupakan

salah satu kabupaten baru di Provinsi Riau yang telah dibentuk sejak tahun 2000,

kabupaten Siak terbentuk awalnya sebuah kecamatan dan masih satu wilayah

dengan kabupaten Bengkalis namun terjadi pemekaran. Adapun jarak tempuh

Siak ke Pekanbaru Riau sekitar 65 km dari jalur darat.18

Pemerintahan Daerah Kabupaten Siak terbentuk berdasarkan ketetapan

dalam UU No. 53 tahun 1999, yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999 oleh

Faisal Tanjung pada saat itu selaku Mendagri (Menteri Dalam Negeri), sekaligus

diadakan pelantikan perdana bupati Siak yang dipimpin oleh H. Tengku Rafian

berdasarkan dengan Surat Keputusan Mendagri No.131.24-1129 tanggal 8

Oktober 1999. Pembentukan kabupaten Siak berawal dari keinginan masyarakat

yang pernah berada di bawah kebesaran daerah Siak untuk dijadikan wedana

(setara kabupaten) sebagai pembantu wilayah Tingkat II. Sejak tahun 1964,

gagasan ini sudah timbul dikalangan masyarakat Siak dengan membentuk panitia

yang akan mengadakan musyawarah besar (Mubes) masyarakat eks kewedanan

Siak pada 11 Juni 1999 dan menghasilkan suatu pernyataan sikap dari

Pada lantai kedua terdapat kamar tidur tamu, kamar mandi dimana sekarang hanya terdapat foto-foto peniggalan Sultan.

16

Balai Rung Sari adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai kantor Sultan, Dewan Kesultanan dan Kerapatan Tinggi. Namun sebelumnya ada bangunan Balai Rung Sari ini, sultan-sultan berpindah-pindah tempat nya.

17

Masjid Agung Syahabuddin merupakan peninggalan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada masa Sultan Siak X. Masjid ini dilengkapi dengan kubah yang bernama Kasimiah.Masjid ini terletak ditepi Sungai Siak dan masih digunakkan oleh penduduk Siak sampai saat ini.Dibagian Barat masjid terdapat makam Sultan, diantaranya makam Sultan Siak XII 1915-1945 dan para permasyurinya.

18

(34)

22

tokoh masyarakat yang mewakili dari kecamatan-kecamatan yang berada di

bawah kewedanan Siak dan pembentuk panitia Pembentukan Kebupaten Siak

pada tanggal 24 Mei 1999, panitia pembentukan ini diketuai oleh Wan Galib.

Selain untuk membentuk Siak menjadi sebuah kabupaten, panitia ini membentuk

Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Siak (KPPKS) yang diketuai oleh M

Azaly Djohan, komite ini bertanggung jawab untuk mengatur beberapa program

demi memajukan Kabupaten Siak. Semua gagasan dan sikap masyarakat Siak ini

mendapatkan respon positif dari Tim DPOP Departemen Dalam Negeri dan dari

Tim Komisi DPR RI untuk meresmikan Siak sebagai Kabupaten Siak berdasarkan

UU No. 53 tahun 1999.19

Kabupaten Siak memiliki luas wilayah 8.233,57 km² dan kota Siak Sri

Indrapura sebagai pusat administrasi, daerah ini berada pada posisi 1º16‘30" LU

dan 100º54‘21" 102º54‘21" 102º10‘59" BT, dengan suhu maksimum 32,7ºC

sedangkan suhu minimum 22,1ºC dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau

pada bulan Maret sampai bulan Agustus dan musim hujan pada bulan September

sampai bulan Februari. Kabupaten Siak memiliki iklim yang sama pada

wilayah-wilayah yang berada di Indonesia yakni beriklim tropis dan ketinggian Kabupaten

Siak ± 8 meter diatas permukaan laut.20

Adapun batas wilayah Kabupaten Siak, pada bagian Utara yang berbatasan

dengan Kabupaten Bengkalis, Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar,

Barat berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan bagian Timur berbatasan dengan

Kabupaten Bengkalis dan Pelalawan.

19

Prof. Drs. Suwardi, M.S dkk, PETA SEJARAH DAN BUDAYA PROVINSI RIAU, PT. Sutra Benta Perkasa, 2003, hal. 52-53.

20

(35)

23

Wilayah Kabupaten Siak tepatnya di Kota Siak Sri Indrapura yang terletak

di bibir sungai yang bernama Sungai Jantan (saat ini Sungai Siak) dan termasuk

daerah pesisir bagian Timur Sumatera. Sungai Siak Sri Indrapura ini ternyata

salah satu sungai terdalam dan terpanjang di negara ini, dengan panjang ± 300

kilometer. Sungai Siak Sri Indrapura berdekatan dengan Sungai Jantan, sungai ini

berfungsi sebagai uratnadi perekonomian sekaligus akses utama pengembangan

kebudayaan dan agama.21 Karena Sungai Siak Sri Indrapura dan Sungai Jantan

berfungsi sebagai jalur keluar-masuk barang-barang komoditi dari para pedagang

lokal maupun pedagang interlokal dan juga sebagai pintu gerbang perniagaan

yang sangat termashur, karena daerah ini sangat kaya akan sumber daya alamnya,

berupa karet, kelapa sawit, kelapa dan ikan terubuk.

2. Demografis

2.1 Kehidupan Mayarakat

Kabupaten Siak ini dari dahulu kala hingga saat ini terdapat suku asli yang

masih terasingkan dari peradaban, suku asli itu dapat diindentifikasi yakni Suku

Sakai. Suku Sakai ini hidup di pedalaman dan orang Sakai hidup dengan berburu

hewan dan bercocok tanam, mereka juga masih kental akan paham animisme dan

dinamisme. Adapun mengenai kehidupan masyarakat pada umumnya di Siak Sri Indrapura dikenal sebagai perantau hingga antar pulau untuk mencari dan

menuntut ilmu, bekerja serta melakukan aktifitas berdagang. Adapun mata

pencaharian masyarakatnya sangat beraneka ragam, antaralain perikanan ada yang

menjadi nelayan maupun peternak ikan terubuk. Pada sektor pertanian diantaranya

21

(36)

24

ada yang menjadi petani mulai daripetani padi, pohon karet dan kelapa sawit.

Kemudian masyarakat Siak Sri Indrapura terpaksa merantau untuk memenuhi

kehidupan mereka dengan berdagang, kebanyakan memilih berdagang diluar Siak

tepatnya di Pekan Baharu (pasar baru) pada saat itu merupakan pusat keramaian

kota yang selalu dipadati oleh aktivitas perdagangan, dan dewasa ini menjadi

Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau.

2.2 Kepercayaan Masyarakat

Dewasa ini, pada umumnya keyakinan yang dianut oleh penduduk Siak Sri

Indrapura adalah agama Islam, terlihat dari pengertian kata "Siak" mempunyai arti tersendiri dalam penyiaran agama Islam di daerah ini, kata Siak bermakna orang

yang mempunyai dan memahami pengetahuan agama Islam yang disebut "Orang Siak".22 Agama yang menjadi keyakinan masyarakat Melayu Islam di Siak adalah agama Islam yang bermazhab dari salah satu imam besar yang bernama Imam

Muhammad bin Idris Asy-Syaafi’i yang dikenal Imam Syafi'i, tidak hanya agama

Islam saja yang dianut, dewasa ini juga terdapat agama Hindu-Budha, Kristen dan

Kong Hu Tsu yang dianut dari sebagian kecil dari penduduk pribumi dan sebagian penduduk keturunan China yang berdomisili di Siak Sri Indrapura.

Pada masa kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapuraterdapat pula paham

"Animisme-Dinamisme"23 khususnya dipelosok kampung sebagai indentitas suku

22

Amir Luthfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, 1991, hal. 131. Lihat juga Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru : Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qaim, 1983.

23

(37)

25

asli yang berada di Mandau dan sekitar Siak yakni, Suku Sakai24,Suku Akit, Suku Hutan, Suku Petalangan, Suku Talang Mamak, dan Suku Duano. Semua suku asli tersebut masih dilestarikan oleh pemerintahan Siak Sri Indrapura.

2.3 Bahasa

Dalam percakapan untuk berkomunikasi penduduk di Riau khususnya

daerah Siak Sri Indrapura dengan menggunakan bahasa Melayu-Riau. Mengenai

sejarah bahasa Melayu berasal daripada rumpun bahasa Austronesia yang berasal dari bahasa Austris. Selain dari Austronesia terdapat juga bahasa rumpun Austro-Asia dan rumpun Tibet-Cina. Bahasa Melayu memiliki tiga periode, yakni periode

Bahasa Melayu Kuno, Bahasa Melayu Klasik dan Bahasa Melayu Modern.

Periode pertama, Bahasa Melayu kuno digunakan pada abad ke-VII-XIII, tepatnya pada masa imperium Kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu Bahasa Melayu

Kuno dijadikan sebagai lingua franca, karena bahasa Melayu tidak membedakan status sosial dan mudah dipengaruhi dari luar. Bahasa Melayu Kuno oleh bahasa

Sanskrit yang memperkaya pembendaharaan kata dari bahasa melayu. Karena

pada saat itu bahasa Sanskrit merupakan bahasa para bangsawan dan ilmuawan.

Bahasa melayu kuno dapat diidentifikasi dengan beberapa ciri sebagai berikut:

huruf b dibunyikan w (bulan-wulan), huruf e tidak dibunyikan (dengan-dngan atau dangan), awalan ber dibaca mar (berlepas-marlamas), awalan di dibaca ni

(diperbuat-niparwuat). Periode yang keduaBahasa Melayu Klasik, pada abad ke XIII, pada periode ini masa kegemilangan bahasa Melayu karena berada di tiga

24

(38)

26

zaman kerajaan yang besar, seperti Kesultanan Melaka, Kesultanan Acheh dan

Kesultanan Johor-Riau.

Pada masa yang berbeda ini, tiga kerajaan tersebut menjadikan bahasa

Melayu sebagai bahasa internasional dan bahasa wajib ketika melakukan aktivitas

berdagang diarea Semenanjung Melaka. Bahasa melayu juga sebagai media yang

efektif dalam proses Islamnisasi di Semenanjung Melayu. Seorang pegawai pada

masa pemerintahan Portugis yang bernama Jan Hugen van Lischotten yang

berkebangsaan Belanda mengatakan bahwa pada saat itu Bahasa Melayu dianggap

sebagai bahasa yang paling dihormati antara bangsa-bangsa negeri Timur.

Terdapat beberapa hipotesis yang terbangun, baik mengenai kedatangan

maupun tarikh kedatangannya yang mungkin saling melengkapi satu sama lain.

Dalam bahasa Arab-Melayu ini menjadi bahasa orang-orang Melayu pada masa

beberapa Kesultanandi tanah Melayu seperti, Kesultanan Pasai, Kesultanan Aceh,

Kesultanan Melaka, Kesultanan Johor-Riau, Kesultanan Siak Sri Indrapura.25

Demikian sekilas penjelasan mengenai bahasa Melayu, dan pada dahulu

masa pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu Islam yang pernah menjadikannya

sebagai bahasa internasional dan sebagai bahasa wajib setiap melakukan aktifitas

perdagangan dan sebagai alat komunikasi utama dalam penyebaran agama Islam

di kepulauan Melayu.

25

(39)

27

B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura

1. Sebelum Islam

Dewasa ini Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang masih memiliki

nilai sejarah dan peradaban Islam sangat kental di tanah Melayu. Terdapat

bagunan istana masjid, dan makam sultan yang mengisyaratkan dahulu pernah

berdiri sebuah kesultanan bercorak Islam, yakni Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Awalnya Kesultanan Siak Sri Indrapura bernama Kerajaan Gasib yang kental

dengan ajaran Hindu-Budha, dan berada di bawah empayar kerajaan maritim

yang kuat dan kokoh yakni Kerajaan Sriwijaya. Seperti yang telah dibahas

sebelumnya, ketika runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang pernah menampakkan

kakinya di Riau tepatnya di Muara Takus, Bangkinang, desa ini merupakan pusat

agama Budha tepatnya berada di komplek candi Muara Takus. Adapun jarak dari

Pekanbaru 135 kilometer, adapun letak candi Muara Takus terletak 2,5 kilometer

dari pusat desa dan berdampingan dari Sungai Kampar Kanan. Candi ini juga

menjadi saksi bisu bahwasannya dahulu pernah menjadi sebagai pelabuhan,

pernyataan ini tampak jelas terlihat dari masyarakat Kerajaan Sriwijaya terkenal

sebagai pelaut yang handal. Kapal-kapal besar yang datang dari penjuru untuk

bersandar di dermaga Muara Takus.

Daerah Muara Takus pada saat itu sebagai ibukota Kerajaan Sriwijaya atau

salahsatu pusat pembelajaran agama Budha yang merupakan misi utama dari India

dan dari daratan lainnya. Dari sususan candi ini dikelilingi oleh dinding 74 X 74

meter dan lokasi yang lebih luas dikelilingi dengan dinding dunia dengan ukuran

1,5 X 1,5 kilometer, yang menjangkau ketepian Sungai Kampar Kanan. Candi

(40)

28

dan beberapa kota ditemukan berdekatan dengan Jawa dari enam reruntuhan, dua

dari mereka merupakan lubang yang kosong. Tetapi empat lainnya dikenal dengan

Candi Tua, Candi Bungsu, Candi Mahligai Stupa dan Candi Patangka. Candi

Muara Takus ini terbuat dari bahan dasar berupa batu pasir, batu kali dan

batubara. Menurut sumber lokal, bahan batu bata yang digunakan untuk komplek

candi ini berasal dari Desa Pongkai yang terletak di hilir dari candi.26 Setelah

Kerajaan Sriwijaya hancur maka bermunculankerajaan-kerajaan yang bercorak

Islam seperti, Kerajaan Gasib, Kerajaan Inderagiri, Kerajaan Kampar, Kerajaan

Rokan, Kerajaan Pekantua dan lain-lain. Fenomena ini dapat terjadi karena daerah

Riau merupakan daerah yang terdapat beberapa sungai besar dan anak sungai,

adapun sungai besar tersebut, Sungai Inderagiri, Kampar, Rokan, Gangsal dan

Jantan (Siak) yang memiliki nilai sejarah dimana dari setiap nama-nama sungai

tersebut mengisyaratkan dahulu telahhadir dan pernah berdiri suatu kerajaan dari

setiap sungai tersebut karena nama dari kerajaan pada saat itu diambil dari nama

sebuah sungai.Pada bab ini, penulis berupaya mendeskripsikan kembali apa yang

telah terjadi di sepanjang Sungai Jantan (Siak) pada abad ke-XIV-XV M, yakni

anak Sungai Siak yang bernama Gasib, tempat ini sekarang berada di hulu Kuala

Mandau.27

Mengenai keberadaan Kerajaan Gasib memang sulit diungkap karena

keterbatasan sumber, namun berdasarkan pernyataan dari beberapa tokoh lokal

meyakini Kerajaan Gasib ini memang benar ada dan diketahui material bangunan

26

Adila Suwarno dkk, Siak Sri Indrapura, 2007, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta Agung Offest, hal. 16-17.

27

(41)

29

kerajaan berbahan dasar kayu yang besar dan kokoh. Istana kerajaan berbentuk

panggung dan ketinggiannya diperkirakan mencapai enam meter dan Kerajaan

Gasib ini memiliki seorang puteri mahkota yang cantik jelita bernama Puteri Kaca

Mayang. Pada masa pemerintahan Raja Begadai memiliki panglima perang yang

berawak gagah (besar), tinggi (panjang) dan pandai berperang yang bernama

Panglima Jimban (Panglima Panjang), gelar yang diberikan kepadanya disusaikan

dengan fisiknya (perawakan). Panglima Panjang ini telah menerima tugas besar

dari Raja Begadai untuk mempersiapkan serangan ke Aceh, serangan ini terpicu

karena Raja Begadai ingin memulangkan Puteri Kaca Mayang yang telah dipaksa

oleh Raja Aceh untuk dijadikan sebagai permaisyuri.

Kemudian Panglima Panjang lekas menuju Aceh dengan pasukannya,

hingga terjadi bentrokan antar keduanya. Pertempuran ini sudah lama terjadi,

berawal dari ekspansi Kesultanan Aceh di daerah kekuasaan Kerajaan Gasib yang

akan melakukan Islamisasi. Berhubung Kerajaan Gasib masih dipenuhi oleh

paham Hindu-Budha pihak Kerajaan Gasib jelas berontak karena akan merusak

semua tatanan masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Gasib.28

Dalam perjalanan Puteri Kaca Mayang menghembuskan nafasnya dan dibawanya

kabar kepada Raja Gasib, pada saat itu pula raja sangat terkejut akan wafatnya

Puteri Mahkota kesayangannya itu hingga terjatuh sakit karena berlarut dalam

kesedihan.

28

(42)

30

Setelah wafat puteri kesayangannya itu, Raja Gasib hijrah ke Gunung

Ledang yang berada di Melaka. Untuk sementara tahta kerajaan dipinggul oleh

panglima Jimban, meskipun sang panglima Jimban menguasai Kerajaan Gasib,

karena kesetiaanya kepada raja sangat tinggi,maka dirinya tidak ingin menari

dalam kesedihan yang dialami oleh rajanya itu. Kejadian tersebut secara ilmiah

memang belum dapat dibuktikan secara nyata,bermodalkan pada keyakinan

mayarakat setempat berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan disekitar area pusat

pemerintahan Kerajaan Gasib seperti, ditemukan mahkota Puteri Kaca Mayang, di

Tapung Kiri yang didapatkan dari seorang Bendahara dari Batu Gajah yang masih

menyimpan sebuah gagang keris yang diberikan oleh raja Gasib sebagai hadiah.

Bukti-bukti lainnya juga yang dimiliki Bendahara dari Tadun dari raja Gasib

berupa perisai dan dikuatkan oleh adanya makam yang diyakini oleh penduduk

setempat yakni makam Puteri Kaca Mayang. Adapun raja yang dapat diketahui

periode pertama bernama Raja Begadai, pernyataan ini berlandaskan Tarikh Cina

yang dikatakan didalamnya bahwa para raja yang berada di Gasib, Indragiri dan

Siantan pernah memohon perlindungan kepada Cina. Keadaan ini bisa dibenarkan

karena saat itu terjadi perluasan wilayah jajahan yang dilakukan oleh Kesultanan

Melaka yang mulai merambat ke sungai-sungai yang berada di Riau, menginggat

daerah ini memiliki sumber daya alam yang melimpah dan diiringi kepentingan

dakwah (syiar) Islam yang dilakukan oleh pengusa Kesultanan Melaka.29

Pada tahun 1444-1477 M, Kesultanan Melaka yang dikendalikan oleh

Sultan Mansyur Syah berhasil menjadikan Kerajaan Gasib yang kental akan

Hindu-Budha berada di bawah kedaulatan Kesultanan Melaka.

29

(43)

31

Berhubung Kesultanan Melaka telah menjadi kerajaan yang telah

terpengaruh oleh agama Islam maka status Kerajaan Gasib yang berada di bawah

taklukkannya maka raja dari Kerajaan Gasib yang bernama Permaisura ditawan

oleh Kesultanan Melaka. Selain daripada itu raja Gasib tidak hanya dijadikan

sebagai tawanan, sisi lain juga anak dari Permaisura yang bernama Megat Kudu

telah menjadi seorang muallaf dan dinobatkan sebagai raja untuk mengendalikan

kekuasaan Kerajaan Siak Gasib.30

2. Proses Bercorak Islam

Adapun dalam pemerintahan Kerajaan Gasib ini mengalami dua fase, fase

yang pertama Kerajaan Gasib yang bercorak Hindu-Budha dan fase yang kedua

Kerajaan Gasib bercorak Islam. Pada akhir abad ke-XIV, Kerajaan Majapahit

menyerang negeri Tumasik, dalam serangan tersebut Permaisyura melarikan diri

ke wilayah bagian utara tepatnya Semenanjung dan disanalah Permaisyura

mendirikan kerajaan baru yang nanti akan menjadi kerajaan besar yakni

Kesultanan Melaka.

Dalam perluasan kekuasaan Kerajaan Majapahit di dearah kekuasaan Raja

Begadai di Gasib, maka Raja Begadai memikirkan cara untuk menghadang para

pasukan perang yang kuat dari Kerajaan Majapahit. Raja Begadai bersiasat

dengan menggunakan taktik tipu muslihat untuk berkoalisi dengan Kerajaan

Majapahit. Kemudian Raja Begadai memerintahkan Panglima Panjang untuk

bergabung dengan pasukan perang Majapahit, taktik Raja Begadai ini dapat

terlaksana dengan mudah. Dengan mendapatkan sokongan dari pasukan perang

30

(44)

32

Kerajaan Gasib di bawah komando Panglima Panjang maka Kerajaan Majapahit

perlahan mulai memasuki Selat Melaka dan terus beranjak ke Laut Cina Selatan.31

Pada tahun 1433 M, Kerajaan Gasib di bawah kekuasaan Raja Begadai,

saat itu masih memeluk agama Hindu-Budha. Kerajaan Gasib terancam akan

ekspansi Kesultanan Melaka yang akan menyebarkan ajaran Islam. Daerah Gasib

yang berada di sekitar Sungai Jantan (Siak) memiliki keunggulan tanah yang baik

dan subur, tidak hanya kesuburan tanahnya daerah Gasib juga sangat kaya akan

sumber daya alam yang dihasilkan dari hutan dan perkebunannya berupa damar,

gaharu, getah sonde, rotan, dan biji-biji timah. Kekayaan alam ini sangat berguna

untuk perbendaharaan kerajaan, fenomena ini menjadikan magnet Kesultanan

Melaka untuk menguasai daerah Gasib dan sekitarnya.

Dalam Hikayat Cina, mengisahkan mengenai ekspansi Kesultanan Melaka ke Gasib, Raja Begadai segera memohon bantuan Cina dan Kerajaan Majapahit,

namun sangat disayangkan bantuan yang ditunggu-tunggu tak kunjung jua, karena

Kerajaan Majapahit sedang mengalami fase kemerosotan akibat munculnya

beberapa kerajaan di Nusantara (yang berada di pulau Jawa dan Selat Melaka)

telah berpindah haluan dari kepercayaan Hindu-Budha ke agama Islam.32

Melalui jalur pernikahan mulailah perubahan gelar raja menjadi sultan di

Kerajaan Gasib, dan pada fase yang pertama pemerintahan Kerajaan Gasib yang

bercorak Hindu-Budha beranjak menjadi fase yang kedua pada pemerintahan

Kerajaan Gasib yang bercorak Islam. Masuknya agama baru yakni Islam di Gasib

sama halnya seperti yang terjadi di daerah Nusantara. Adapun yang dimaksud

31

O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, 2011, hal. 9-10. 32

(45)

33

hadirnya Islam dengan penuh keramahan dan kedamaian terhadap agama yang

sudah ada sebelumnya dan karena agama Islam tidak pernah merusak adat dan

budaya yang telah berlaku jauh sebelum kedatangannya, seperti yang terjadi di

Gasib, justru agama Islam memadukan adat dan budaya Hindu-Budha dengan

beberapa unsur yang condong dengan nilai ke-Islaman, diantaranya pada upacara

adat seperti, membakar dupa, adat tepung tawar dipadukan dengan unsur

ke-Islaman adanya pengucapan salam dan diakhiri dengan doa. Seluruh peristiwa ini

bisa terlaksana karena apa yang telah dilakukan oleh para pendakwah Islam

mubalig (orang yang menyebarkan ajaran agama Islam) sesuai dengan ajaran Nabi

Muhammad ﷺ, bahwasannya agama Islam adalah agama yang penuh dengan

kedamaian, karena di dalam suatu riwayat"Sesungguhnya Aku (Nabi Muhammad SAW) diutus oleh Allah SWT, tidak lainhanya untuk menyempurnakan (memuliakan) akhlah".Berlandaskan itulah agama Islam perlahan mendapatkan respon positif dan berkembang begitu cepat di kalangan masyarakat Gasib

meskipun dahulunya kental dengan ajaran Hindu-Budha. Masuknya agama Islam

di Kerajaan Gasib ini karena posisi Gasib berada di bawah kekuasaan Kesultanan

Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Waktu demi waktu terus

berjalan di pemerintahan Kesultanan Melaka, hingga tiba saatnya Sultan Alauddin

Riayat Syah mangkat, kemudian tahta kerajaan selanjutnya diwariskan kepada

putera mahkotanya yang bernama Sultan Mahmud Syah I (1488-1511 M). Pada

masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah I mengalami masa kejayaan, tepatnya

selama dua puluh tiga tahun di Kesultanan Melaka dan berhasil menjadi pusat

(46)

34

Eksistensi Kesultanan Melaka ini tersiar hingga mancanegara, diantaranya

Cina, India, Arab dan sekitar negara-negara Asia Tenggara dan beberapa negara

Eropa. Kemudian Sultan Mahmud Syah I juga memperkuat kerjasama dengan

Kerajaan Cina disektor intern dan ekstern untuk kepentingan pemerintahannya.

Tindakan Sultan Mahmud Syah I ini semata melanjutkan perjuangan

daripada buyutnya yang menjadi Sultan Melaka yakni Sultan Mansyur Syah.

Kerjasama semakin harmonis antara Kesultanan Melaka dengan Kerajaan Cina

berlanjut dengan diadakan pernikahan antara Sultan Melaka dengan puteri-puteri

dari Kerajaan Cina. Berjalannya waktu maka Sultan Mahmud Syah I menobatkan

sultan baru di Kerajaan Gasib, dimana Sultan Abdullah digantikan oleh Sultan

Husin.33 Tantangan dan masalah terus menghampiri Sultan Mahmud Syah I

selama pemerintahan, sehingga Kesultanan Melaka mengalami fase kemerosotan

karena kedatangan bangsa asing, yakni bangsa Portugis. Mengenai kehadiran

bangsa-bangsa asing di dunia Timur dapat terjadi karena masalah polarisasi antara

negara Barat dengan negara Timur (Eropa dan Asia), sesungguhnya telah terulang

untuk kedua kalinya yang terjadi pada masa kekhalifahan Islam, dimana pada saat

itu agama Islam telah menguasai Pantai Utara Afrika hingga ke Semenanjung

Liberia sekitar tahun 711 M. Atas besarnya pengaruh agama Islam maka Portugis

dan Spanyol dan bagian negara Eropa lainnya berada di bawah kekuasaan agama

Islam. Kejayaan agama Islam pada saat itu dibuktikan dengan adanya pusat-pusat

peradaban Islam di Cordova dan Granada dan Laut Tengah dan terdapat pula

33

Gambar

Tabel 1  : Nama-nama Sultan yang Pernah Menjabat di Kesultanan Siak Sri

Referensi

Dokumen terkait