PEMBUATAN PROTOTIPE DYE SENSITIZED SOLAR CELL DENGAN DYE KLOROFIL BAYAM MERAH
SKRIPSI
DELOVITA GINTING
070801040
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA
PERNYATAAN
PEMBUATAN PROTOTIPE DYE SENSITIZED SOLAR CELL DENGAN DYE KLOROFIL BAYAM MERAH
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan,19 Agustus 2011
PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pembuatan Prototipe Dye Sensitized Solar Cell Dengan Dye Klorofil Bayam Merah”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Drs. M. Syukur, MS. selaku pendamping I atas bimbingan,
pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi.
2. Bapak Tulus Ikhsan Nasution, S.Si, M.Sc selaku pendamping II atas bimbingan, pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi.
3. Bapak Dr.Marhaposan Situmorang selaku kepala departemen fisika Universitas Sumatera Utara.
4. Ayahanda Robinson Ginting dan Ibunda Jusmiati serta adik-adikku Delvina Ginting Dan Royi Aidiltra Ginting atas semua kasih sayang, dukungan moril maupun materil serta doa yang selalu menyertai penulis.
5. Martin Pipin Girsang yang dengan sabar banyak memberikan doa, waktu, perhatian, serta dukungan yang sangat besar kepada penulis.
6. Moraida Hasanah, Fitri susanti, Maryanto Purba, Ismatul Husna, Juli Harni, serta seluruh mahasiswa fisika stambuk 2007.
7. Seluruh staf pegawai terutama kak Tini dan kak Yuspa di Departemen Fisika FMIPA USU.
Serta umumnya kepada semua pihak yang telah berkontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini.
Penulis berharap fabrikasi DSSC ini sebagai studi awal pengembangan bidang energi baru terbaharukan di Jurusan Fisika FMIPA USU. Prototype yang telah dibuat masih banyak memiliki kelemahan yang membutuhkan penyempurnaan. Akhir kata, penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat untuk khalayak umum.
Medan,19 Agustus2011
PEMBUATAN PROTOTIPE DYE SENSITIZED SOLAR SELL DENGAN DYE KLOROFIL BAYAM MERAH
ABSTRAK
Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) adalah suatu alat/piranti yang dapat mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. DSSC merupakan sel surya generasi ketiga yang terdiri dari semikonduktor TiO2 yang terletak pada substrat kaca berkonduksi dan
direndam dengan dye.Dyeyang digunakan berasal dari daun bayam (Blitum Rubrum) dan substrat yang dipakai berasal dari kaca Kaca konduktif (TCO) jenis ITO (Indium tin oxide). Konstruksi DSSC menggunakan sistem berlapis (sandwich) yang terdiri dari elektroda kerja (semikonduktor TiO2 -zat warna- elektrolit) dan elektroda lawan
(karbon) yang keduanya diletakkan pada kaca berkonduksi supaya terjadi siklus electron. Dari hasil analisis, dengan spektroskopi UV-VIS absorbsi cahaya dye ekstraksi daun bayam diketahui bahwa dye dapat menyerap spektrum cahaya pada panjang gelombang 676.5 nm, analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan morfologi permukaan TiO2 yang beronggga-rongga dengan
PROTOTYPE FABRICATION DYE-SENSITIZED SOLAR CELL USING DYE CHLOROPHYLL OF RED SPINACH
ABSTRACT
2.3.2. Prinsip Kerja DSSC 10
2.3.3. Material DSSC 13
2.3.3.1. Substrat 13
2.3.3.2. Elektroda 13
2.3.3.3. Elektrolit 14
2.3.3.4. Katalis Counter Elektroda 15
2.3.3.5. Dye 15
2.3.4. Klorofil sebagai dye 15
2.3.5. Perakitan DSSC 17
2.3.5.1. Persiapan Substrat 17
2.3.5.2. Persiapan Larutan TiO2 18
2.3.5.3. Deposisi Lapisan Elektroda dan Counter Elektroda 19
2.3.5.4. Annealing dan Sintering Titania Elektroda 22
2.3.5.5. Ektraksi Dye dan Pewarnaan Titania Elektroda 22
Bab 4 Hasil Dan Pembahasan
4.1. Analisis Nanopori 31
4.2. Analisis Absorbsi Daun Bayam 32
4.3. Analisis Sel surya 33
Bab 5 Kesimpulan Dan Saran 36
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Tabel panjang gelombang spektrum optik 32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Struktur sel surya Silikon p-n junction 6
Gambar 2.2. Skema Kerja Sel Surya Silikon 7
Gambar 2.12. Susunan elektroda yang akan dilapisi 21
Gambar 2.13. Screen printing teknik 21
Gambar 3.1. Alur Tahapan Pembuatan DSSC dan Pengujian 25
Gambar 3.2. Ilustrasi Skema Area Deposisi Pasta Tio2 28
Gambar 3.3. Skema Rangkaian Listrik Pengujian Sel surya 29
Gambar 4.1. Hasil SEM Sampel TiO2 31
Gambar 4.2. Grafik UV-VIS dari dye daun bayam 33
Gambar 4.3. Grafik karakteristik I-V(a) sumber cahaya berjarak 30 cm dari sel surya (b) sumber cahaya berjarak 20 cm
dari sel surya (c) sumber cahaya berjarak 10 cm dari
sel surya
PEMBUATAN PROTOTIPE DYE SENSITIZED SOLAR SELL DENGAN DYE KLOROFIL BAYAM MERAH
ABSTRAK
Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) adalah suatu alat/piranti yang dapat mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. DSSC merupakan sel surya generasi ketiga yang terdiri dari semikonduktor TiO2 yang terletak pada substrat kaca berkonduksi dan
direndam dengan dye.Dyeyang digunakan berasal dari daun bayam (Blitum Rubrum) dan substrat yang dipakai berasal dari kaca Kaca konduktif (TCO) jenis ITO (Indium tin oxide). Konstruksi DSSC menggunakan sistem berlapis (sandwich) yang terdiri dari elektroda kerja (semikonduktor TiO2 -zat warna- elektrolit) dan elektroda lawan
(karbon) yang keduanya diletakkan pada kaca berkonduksi supaya terjadi siklus electron. Dari hasil analisis, dengan spektroskopi UV-VIS absorbsi cahaya dye ekstraksi daun bayam diketahui bahwa dye dapat menyerap spektrum cahaya pada panjang gelombang 676.5 nm, analisis menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan morfologi permukaan TiO2 yang beronggga-rongga dengan
PROTOTYPE FABRICATION DYE-SENSITIZED SOLAR CELL USING DYE CHLOROPHYLL OF RED SPINACH
ABSTRACT
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber energi terbesar yang tersedia di bumi adalah energi radiasi yang berasal dari
matahari berkisar 69% dari total energi pancaran matahari. Bumi menerima energi
radiasi dari matahari kira-kira sebesar 2 x 1017Watt setiap harinya. Energi sebesar itu
akan sayang sekali jika tidak dimanfaatkan, sehingga diperlukan suatu alat yang
mampu mengkonversi energi radiasi matahari menjadi energi listrik, diantaranya
adalah sel surya (West, 2003).
Efek photovoltaic pertama kali ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839. Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar matahari mengenai elektroda
pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954, trio Bell Laboratories, Chapin, Fuller dan
Pearson, menemukan sebuah fenomena p-n junction yang dapat mengubah radiasi sinar matahari menjadi tenaga listrik pertama kalinya dan material yang dipergunakan
yaitu berupa silikon (Si).
Tetapi seiring dengan perkembangan nanoteknologi, dominasi tersebut
bertahap mulai tergantikan dengan hadirnya sel surya generasi terbaru, yaitu dye-sensitized solar cell(DSSC). DSSC merupakan salah satu kandidat potensial sel surya generasi mendatang, hal ini dikarenakan tidak memerlukan material dengan
kemurnian tinggi sehingga biaya proses produksinya yang relatif rendah. Berbeda
dengan sel surya konvensional dimana semua proses melibatkan material silikon itu
sendiri, pada DSSC absorbsi cahaya dan separasi muatan listrik terjadi pada proses
dari pita konduksi ke pita valensi, karena dengan band gap yang lebar tersebut akan
membuat ruang reaksi fotokatalis dan absorpsi oleh dye akan menjadi lebih banyak atau dengan kata lain spektrum absorbsi menjadi lebar.
Salah satu semikonduktor ber-bandgap lebar yang sering digunakan yaitu
Titanium Dioxide (TiO2). TiO2 mempunyai band gap (energi celah) sebesar 3,2 – 3,8
eV. TiO2 juga sering digunakan karena inert, tidak berbahaya, dan semikonduktor
yang murah, selain memiliki karakteristik optik yang baik. Namun untuk aplikasinya
dalam DSSC, TiO2 harus memiliki permukaan yang luas sehingga dye yang
teradsorbsi lebih banyak yang hasilnya akan meningkatkan arus. Selain itu
penggunaan bahan dye yang mampu menyerap spektrum cahaya yang lebar dan cocok dengan pita energi TiO2juga merupakan karakteristik yang penting. Molekul dyeyang
mampu mengabsorbsi cahaya adalah antocyanin. Buah-buahan ataupun tumbuhan yang memiliki warna gelap seperti merah, hitam atau ungu mempunyai antocyanin tersebut.
Kelompok studi di Jepang telah mencoba lebih dari dua puluh jenis dye alami dari ekstrak tumbuhan diantaranya adalah kol merah, kunyit, teh hijau, dan
sebagainya. Ekstrak dye atau pigmen tumbuhan yang digunakan sebagai fotosensitizer salah satunya berupa ekstrak klorofil (Sasaki dkk, 2008) atau antocyanin (Wongcharee, 2006).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mengisolasi klorofil sehingga mampu menjadi dye pada system DSSC?
2. Bagaimana membuat DSSC menggunakan dye klorofil daun bayam?
1.3. Batasan Masalah
Beberapa batasan perlu diberikan agar permasalahan yang akan dibahas menjadi
terarah. Batasan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan prototipeDye-Sensitized Solar Cell menggunakan semikonduktor nanopartikel TiO2.
2. Parameter yang akan dikaji yaitu penggunaan dyeklorofil bayam merah (Blitum Rubrum) terhadap efisiensi yang dihasilkan sel surya.
3. TiO2dilapiskan pada TCO menggunakan metode doctor blade pada fabrikasi
DSSC.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penyusunan tugas akhir ini adalah:
1. Menghasilkan prototipe Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC) skala laboratorium yang dapat mengkonversi energi surya menjadi listrik dengan menggunakan dye
klorofil bayam merah (Blitum Rubrum)
1.5. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dilaboratorium Polimer Universitas Sumatera Utara (USU).
Pengujian sampel TiO2 dilaksanakan dilaboratorium fisika Institut Tekhnologi
Bandung (ITB). Pengujian absorbsi dye dilaksanakan dilaboratorium Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU).
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan
diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk
proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir
penelitian dan prosedur penelitian.
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang
diperoleh dari penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Energi surya
Energi surya merupakan sumber energi yang tak habis-habisnya berpotensi memenuhi
sebagian besar energi masa depan dengan konsekuensi minimal yang merugikan
lingkungan. Ini mengindikasi bahwa energi surya adalah yang paling menjanjikan
sumber energi kon vensional(Kreith,1978).
2.2. Sel Surya Fotovoltaik
2.2.1 Umum
Sel surya fotovoltaik merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi sinar
matahari secara langsung menjadi energi listrik. Pada asasnya sel tersebut merupakan
suatu diode semikonduktor yang bekerja menurut suatu proses khusus yang
dinamakan proses tidak seimbang (non-equibilirium process) dan berlandaskan efek fotovoltaik (photovoltaic effects) (Kadir,1995).
Efek fotovoltaik ini ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839, dimana
Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar matahari mengenai elektroda
pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954 peneliti di Bell Telephone menemukan untuk pertama kali sel surya silikon berbasis p-n junction dengan efisiensi 6%. Sekarang ini,
sel surya silikon mendominasi pasar sel surya dengan pangsa pasar sekitar 82% dan
2.2.2 Prinsip Kerja Sel Surya Konvensional Silikon
Prinsip kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction. Pada sel surya terdapat junction antara dua lapisan tipis yang terbuat dari bahan semikonduktor yang masing-masing diketahui sebagai semikonduktor jenis p ( positif
) dan semikonduktor jenis n ( negatif ). Struktur sel surya konvensional silikon p-n junction dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur sel surya Silikon p-n junction (sumber : Halme, 2002)
Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping silikon dengan unsur dari
golongan V sehingga terdapat kelebihan elektron valensi dibanding atom sekitar. Pada
sisi lain semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh golongan III sehingga
elektron valensinya defisit satu dibanding atom sekitar. Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n disambungkan maka akan terjadi difusi hole dari tipe-p menuju tipe-n dan difusi elektron dari tipe-n menuju tipe-p. Difusi tersebut akan meninggalkan daerah
yang lebih positif pada batas tipe-n dan daerah lebih negatif pada batas tipe-p. Batas
tempat terjadinya perbedaan muatan pada p-n junction disebut dengan daerah deplesi. Adanya perbedaan muatan pada daerah deplesi akan mengakibatkan munculnya medan listrik yang mampu menghentikan laju difusi selanjutnya. Medan listrik
difusi sehingga secara keseluruhan tidak ada arus listrik yang mengalir pada
semikonduktor p-n junction. tersebut.
Ketika junctiondisinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar pita energi material tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita
valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan
hole ini dapat bergerak dalam material sehingga menghasilkan pasangan
elektron-hole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari
area-n akaarea-n kembali ke area-p sehiarea-ngga mearea-nyebabkaarea-n perbedaaarea-n potearea-nsial daarea-n arus akaarea-n
mengalir. Skema cara kerja sel surya silikon ditunjukkan pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Skema Kerja Sel Surya Silikon (sumber : Halme, 2002)
2.2.3 Performansi Sel Surya
2.2.3.1. Karakteristik I-V Fotovoltaik
Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat cahaya diperoleh dari
kemampuan perangkat sel surya tersebut untuk memproduksi tegangan ketika diberi
beban dan arus melalui beban pada waktu yang sama. Kemampuan ini
Gambar 2.3 Karakteristik Kurva I-V pada Sel Surya (sumber Halme, 2002)
Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit (I
SC) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang dapat
mengalir sehingga tergangannya maksimum, disebut tegangan open circuit. (V
OC).
Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum disebut titik
daya maksimum (MPP).
2.2.3.2 Fill Factor dan Efisiensi Kuantum
Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor(FF), dengan persamaan,
ܨ ܨ=ಾ ು ು.ூಾ ು ು
ೀ .ூೄ (2.1)
Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya dari sel surya didapat
dari persamaan,
ܲெ ୀܸை .ܫௌ .ܨ ܨ (2.2)
Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan
ߤ = ಾ ಲ
ೌ ೌ ೌ (2.3)
Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas performansi
suatu sel surya. Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang
lebih penting lagi adalah kualitas illuminasi. Misalnya total intensitas cahaya dan
intensitas spektrum yang terdistribusi. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran
harus dikembangkan sejalan dengan pengujian sel surya di laboraturium (Halme,
2002).
2.3. Dye-sensitized Solar Cell
2.3.1. Umum
Tingginya efisiensi konversi energi surya menjadi listrik dari DSSC merupakan salah
satu daya tarik berkembangnya riset mengenai DSSC di berbagai negara akhir-akhir
ini, selain dari proses produksi yang simpel dan biaya produksi yang murah. Beberapa
hasil penelitian dari peneliti-peneliti DSSC.
. Di Indonesia sendiri penelitian tentang DSSC telah banyak dilakukan seperti
oleh Septina dkk pada tahun 2007, Penelitian tersebut dilakukan dengan metode
nanopori TiO2 yaitu sol-gell dan sebagai bahan dye digunakan buah delima. Hasil
yang didapatkan adalah tegangan listrik sebesar 162,4 mV dari prototipe DSSC
tersebut dengan intensitas penyinaran pada siang hari.
Selain itu ada juga Pangestuti (Universitas Diponegoro) pada tahun 2010 yaitu
pembuatan DSSC berbasis TiO2 dengan dye buah buni. Dari penelitian tersebut
didapatkan tegangan listrik sebesar 0,223 Volt.
Dye Sensitized Solar Cell (DSSC), sejak pertama kali ditemukan oleh Professor Michael Gratzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik penelitian
Berbeda dengan sel surya konvensional, DSSC adalah sel surya
fotoelektrokimia sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium transport muatan.
Selain elektrolit, DSSC terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari nanopartikel TiO2, molekul dye yang teradsorpsi di permukaan TiO
2, larutan elektrolit dan katalis
yang semuanya dideposisi diantara dua kaca konduktif, seperti terlihat pada Gambar
2.4.
.
Gambar 2.4. Struktur Dye-sensitized Solar Cell (sumber : Sastrawan,2006)
Pada bagian atas dan alas sel surya merupakan glass yang sudah dilapisi oleh TCO (Transparent Conducting Oxide) biasanya ITO, yang berfungsi sebagai elektroda dan counter-elektroda. Pada TCO counter-elektroda dilapisi katalis untuk mempercepat reaksi redoks dengan elektrolit. Pasangan redoks yang umumnya
dipakai yaitu I-/I3- (iodide/triiodide). Pada permukaan elektroda dilapisi oleh lapisan
tipis TiO2yang mana dyeteradsorpsi di lapisan TiO2. Dye yang umumnya digunakan
yaitu jenis ruthenium complex.
2.3.2. Prinsip kerja DSSC
Pada dasarnya prinsip kerja dari DSSC merupakan reaksi dari transfer elektron. Proses
pertama dimulai dengan terjadinya eksitasi elektron pada molekul dyeakibat absorbsi photon. Dimana ini merupakan salah satu peran dari sifat TiO2 fasa anatase yaitu
fotokatalis. TiO
dibandingkan fasa rutil. Ilustrasi proses fotokatalis pada TiO2 dapat dilihat pada
gambar 2,5.
Gambar 2.5. Ilustrasi proses fotokatalis (sumber : Subiyanto,H,dkk.2009)
Elektron tereksitasi dari ground state (D) ke excited state (D
*
).
D + e- D* (2.4)
Elektron dari excited state kemudian langsung terinjeksi menuju conduction
band (ECB) titania sehingga molekul dye teroksidasi (D +
). Dengan adanya donor
elektron oleh elektrolit (I
-) maka molekul dye kembali ke keadaan awalnya (ground state) dan mencegah penangkapan kembali elektron oleh dyeyang teroksidasi.
2D
Gambar 2.6. Skema Kerja dari DSSC (sumber : Halme, 2002)
Setelah mencapai elektroda TCO, elektron mengalir menuju counter-elektroda melalui rangkaian eksternal. Dengan adanya katalis pada counter-elektroda, elektron diterima oleh elektrolit sehingga hole yang terbentuk pada elektrolit (I
3
-), akibat donor
elektron pada proses sebelumnya, berekombinasi dengan elektron membentuk iodide
(I-).
I
3
-+ 2e
3I
-
(2.7)
Iodide ini digunakan untuk mendonor elektron kepada dye yang teroksidasi, sehingga terbentuk suatu siklus transport elektron. Dengan siklus ini terjadi konversi
2.3.3. Material DSSC
2.3.3.1. Substrat
Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparent Conductive Oxide) yang merupakan kaca transparan konduktif. Material substrat itu sendiri berfungsi
sebagai badan dari sel surya dan lapisan konduktifnya berfungsi sebagai tempat
muatan mengalir.
Material yang umumnya digunakan yaitu flourine-doped tin oxide (SnO2:F
atau FTO) dan indium tin oxide (In2O3:Sn atau ITO) hal ini dikarenakan dalam proses
pelapisan material TiO2kepada substrat, diperlukan proses sintering pada temperatur
400-500oC dan kedua material tersebut merupakan pilihan yang cocok karena tidak
mengalami defectpada range temperatur tersebut.
2.3.3.2. Elektroda
Penggunaan oksida semikonduktor dalam fotoelektrokimia dikarenakan kestabilannya
menghadapi fotokorosi. Selain itu lebar pita energinya yang besar (3,2 – 3,8 eV),
dibutuhkan dalam DSSC untuk transparansi semikonduktor pada sebagian besar
spektrum cahaya matahari. Selain semikonduktor TiO2, yang digunakan dalam
penelitian ini, semikonduktor lain yang digunakan yaitu ZnO, CdSe, CdS, WO3,
Fe2O3, SnO2, Nb2O5, dan Ta2O5. Namun TiO2 masih menjadi material yang sering
digunakan karena efisiensi DSSC menggunakan TiO2masih belum tertandingi.
Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan
brookite. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa yang umum dan merupakan fasa yang
disintesis dari mineral ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher, oksida besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan temperatur tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor sehingga menghasilkan TiO2 rutile dengan
kurang dari 11 nm, fasa brookite pada ukuran partikel 11 – 35 nm, dan fasa rutile
diatas 35 nm.
Untuk aplikasinya pada DSSC, TiO2yang digunakan umunya berfasa anatase
karena mempunyai kemampuan fotoaktif yang tinggi. Selain itu TiO2dengan struktur
nanopori yaitu ukuran pori dalam skala nano akan menaikan kinerja sistem karena
struktur nanopori mempunyai karakteristik luas permukaan yang tinggi sehingga akan
menaikan jumlah dyeyang teradsorp yang implikasinya akan menaikan jumlah cahaya yang terabsorbsi ( Zhang,H dan Banfield,J.F,2000).
2.3.3.3. Elektrolit
Elektrolit yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I-) dan triiodide (I3-) sebagai
pasangan redoks dalam pelarut. Karakteristik ideal dari pasangan redoks untuk
elektrolit DSSC yaitu,
1. Potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung sesuai dengan potensial
redoks dari dyeuntuk tegangan sel yang maksimal.
2. Tingginya kelarutan terhadap pelarut untuk mendukung konsentrasi yang tinggi
dari muatan pada elektrolit.
3. Pelarut mempunyai koefisien difusi yang tinggi untuk transportasi massa yang
efisien.
4. Tidak adanya karakteristik spektral pada daerah cahaya tampak untuk menghindari
absorbsi cahaya datang pada elektrolit.
5. Kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk tereduksi maupun teroksidasi.
6. Mempunyai reversibilitas tinggi.
2.3.3.4. Katalis Counter Elektroda
Katalis dibutuhkan untuk merpercepat kinetika reaksi proses reduksi triiodide pada
TCO. Platina, material yang umum digunakan sebagai katalis pada berbagai aplikasi,
juga sangat efisien dalam aplikasinya pada DSSC. Platina dideposisikan pada TCO
dengan berbagai metoda yaitu elektrokimia, sputtering, spin coating, atau pyrolysis.
Walapun mempunyai kemampuan katalitik yang tinggi, platina merupakan
material yang mahal. Sebagai alternatif, O’regan dan Gratzel, M. 1996
mengembangkan desain DSSC dengan menggunakan counter-elektroda karbon sebagai lapisan katalis. Karena luas permukaanya yang tinggi, counter-elektroda karbon mempunyai keaktifan reduksi triiodide yang menyerupai elektroda platina.
2.3.3.5. Dye
Seperti telah dijelaskan diatas, fungsi absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye yang teradsorpsi pada permukaan TiO2. Dye yang umumnya digunakan dan mencapai
efisiensi paling tinggi yaitu jenis ruthenium complex.
Walaupun DSSC menggunakan ruthenium complex telah mencapai efisiensi yang cukup tinggi, namun dye jenis ini cukup sulit untuk disintesa dan ruthenium complex komersil berharga mahal. Alternatif lain yaitu penggunaan dye dari buah-buahan, khususnya dye antocyanin. Antocyanin ini yang menyebabkan warna merah dan ungu pada banyak buah dan bunga. Salah satu pigmen cyanin yang memegang
peranan penting dalam proses absorbsi cahaya yaitu cyanidin 3-O-β-glucoside.
2.3.4. Klorofil sebagai dye
pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai dye. Zat-zat tersebut ditemukan pada daun atau buah, yaitu antosianin, klorofil, dan xantofil.
Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang muncul sesuai dengan pH
tumbuhan. Antosianin merupakan pigmen vacuolar yang larut dalam air pada
tumbuhan, terdapat pada buah, bunga, dan daun. Xantofil dan klorofil merupakan
pemegang peranan penting dalam proses fotosintesis. Xantofil merupakan pigmen
kuning grup karotenoid pada daun. Klorofil merupakan pigmen warna hijau dan
paling banyak ditemukan pada tumbuhan hijau dan menjadi penyerap utama cahaya
tampak penyinaran. Kesemua zat tersebut menyatu dalam daun untuk melakukan
fotosintesis.
Penelitian tentang antosianin pada DSSC ini telah lebih dulu dikembangkan.
Akan tetapi, penelitian tentang klorofil dan xantofil terus dilakukan. Peneliti telah
membuktikan bahwa klorofil dan xantofil dapat tereksitasi dengan adanya penyinaran
pada penerapan dye. Sebagai hasil pengembangannya, peneliti telah mendapatkan efisiensi konversi energi yang lebih baik pada turunan dye klorofil tersebut karena memiliki gugus karboksilat.
Klorofil adalah pigmen utama yang berfungsi menyerap cahaya dan
mengubahnya menjadi energi kimia yang dibutuhkan dalam mereduksi
karbondioksida menjadi karbohidrat dalam proses fotosintesis. Klorofil merupakan
komponen yang menarik sebagai fotosensitizer pada daerah visible (Zat ini terdapat pada kloroplas dalam jumlah banyak serta mudah diekstraksi ke dalam pelarut aseton.
Krolofil memiliki struktur klorofil seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7
mengandung satu inti porfirin dengan satu atom Mg yang terikat kuat ditengah, dan
satu rantai dihidrokarbon panjang tergabung melalui gugus asam karboksilat
Gambar 2.7. Mg terdapat pada struktur molekuler klorofil (Poruka dalam skripsi Arrohmah, 2007)
Gambar 2.8. Spektrum absorbsi klorofil a dan klorofil b (Poruka dalam skripsi
Arrohmah, 2007)
2.3.5. Perakitan DSSC
2.3.5.1 Persiapan Substrat
Terlebih dahulu substrat kaca dipotong sesuai dengan ukuran sel surya yang
diinginkan. Gores kaca dengan glass cutterdi bagian kaca yang tidak ada lapisan TCO nya. Jangan potong di bagian kaca yang ada lapisan TCO karena akan merusak
sebagian lapisan TCO. Pakai bantuan penggaris untuk membuat goresan di kaca
Substrat harus ditangani dengan hati-hati seperti halnya perangkat optik untuk
menghindari goresan pada permukaan. Sebelum substrat dilapisi dengan TiO2 atau
karbon substrat kaca ditempatkan di dalam wadah bersih dan direndam dalam larutan
2-propanol atau ethanol selama 5 menit agar tidak ada penambahan nilai hambatan
pada kaca TCO. Setelah pembersihan selesai substrat dikeluarkan dari wadah dan
biarkan terlebih dahulu hingga semua pelarut menguap.
2.3.5.2 Persiapan Larutan Tio2dan deposisi karbon
Larutan TiO2 yang digunakan untuk melapisi elektroda dibuat dari campuran bubuk
TiO2 (ukuran partikel rata-ratanya adalah 25 nanometer) air suling, 2-propanol
sebagai pelarut dan asam asetat glacial. Berbagai pelarut (etanol dan aseton) telah
digunakan pada rasio yang berbeda dengan air suling dengan pelarut menunjukkan
hasil yang optimal. Asam asetat membantu untuk mengurangi resistansi seri dari
lapisan TiO2 dan meningkatkan penyerapan zat pada permukaan partikel TiO2
Mawyin (2009) menyebutkan ada tiga teknik yang berbeda digunakan untuk
deposit lapisan counter-elektroda. Pertama, substrat dilapisi dengan jelaga yang dihasilkan oleh lilin. Kedua, grafit dari pensil. Dan yang terbaik adalah counter -elektroda dari platina, yang dapat dilihat pada gambar 2.9.
.
2.3.5.3. Deposisi Lapisan Elektroda dan Counter Elektroda
Beberapa teknik yang dapat dipakai dan disesuaikan dengan larutan TiO2 yang dibuat
agar menghasilkan lapisan yang seragam. Beberapa teknik tersebut sebagai berikut :
a. Doctor-blade
Teknik ini adalah teknik yang paling sering digunakan. Pertama kali yang harus
dilakukan adalah membentuk bingkai area TiO2 yang akan dideposisikan pada substrat
dengan menggunakan scocth tape yang berguna mengontrol ketebalan dari TiO2.
Kemudian dengan menggunakan rod glass untuk meratakan TiO2 pada substrat,
dimulai dari ujung bingkai. Namun, sedikit sulit untuk mengontrol keseragaman
ketebalan lapisan TiO2. Karena ketebalan dari lapisan TiO2 bergantung pada
banyaknya larutan TiO2 yang dideposisikan pada substrat dan gerakan rod glass.
Biasanya lapisan lebih tebal di tempat pertama kali kita mengaplikasikan TiO2.
Gambar 2.10. Doctor blade teknik (sumber David Martineau,2011)
b. Electrospinning
Teknik ini berusaha untuk mendeposisikan TiO2 pada permukaan yang lebih lebar
menggunakan alat yang disebut electrospinning. Electrospinning terdiri dari jarum
suntik yang mengandung bahan yang akan disimpan dan mounting plate yang menjadi
plate di kisaran 1000 volt. Ketika cairan di dalam jarum suntik secara perlahan
dipompa keluar, solusi akan mendorong dengan kecepatan tinggi menuju target karena
adanya medan listrik.
Gambar 2.11. Electrospinning teknik (sumber http://www.neotherix.com/images/electrospinning.gif)
Gambar di atas merupakan skema sederhana dari proses electrospinning. Sebuah larutan polimer (larutan TiO2) diadakan di dalam tabung suntik (A)
diumpankan ke jarum logam (B). Sebuah power supply tegangan tinggi (C) terhubung
ke jarum dan dari jarum akan mengelurkan semprotan larutan polimer (D). Larutan
akan mengering dalam perjalanan, sehingga akan terbentuk lapisan halus pada substrat
(E).
c. Screen Printing
Setelah bekerja dengan teknik sebelumnya masalah yang paling penting yang harus
dipecahkan adalah keseragaman ketebalan coating. Catatan beberapa perusahaan komersial telah mengembangkan fabrikasi skala industri untuk sel surya organic,
teknik produksi yang digunakan untuk memproduksi sel-sel ini dengan mengekstrusi
lapisan TiO2melalui mesh (saringan) dengan ukuran diameter pori yang sangat kecil,
kemudian TiO2dipaksa melalui mesh (saringan) dengan alat penekan squeegee.
Teknik ini tidak hanya digunakan dengan pembuatan sel surya organik tetapi
Matshushita Jepang dengan film tipis sel surya CdTe . Beberapa manfaat dari teknik
ini adalah kesederhanaan prosedur, kemampuan untuk deposit lapisan TiO2 pada
susunan substrat pada saat yang bersamaan, seperti terlihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.12. Susunan elektroda yang akan dilapisi (sumber http://www.solarnenergy.com/contents_img/326074.jpg)
Gambar 2.13. Screen printing teknik (sumber http://www.solarnenergy.com/contents_img/879099.jpg)
d. Cold spraying
Teknik terakhir yang menghasilkan hasil yang paling konsisten adalah variasi dari
proses deposisi yang telah digunakan sebelumnya. Teknik ini terdiri dari lukisan
permukaan substrat konduktif dengan menggunakan sikat udara. Perangkat cold spraying terdiri dari pistol penyemprotan dengan nozzle yang berfungsi untuk menembakkan TiO2pada substrat, yang didorong dengan udara terkompresi sehingga
Sebuah faktor penting untuk dipertimbangkan adalah rasio dari pelarut (misalnya
2-propanol) dengan TiO2 . Pelarut yang terdapat dalam larutan akan menguap dalam
perjalanan menuju target. Oleh karena itu, jumlah pelarut dalam larutan TiO2 harus
lebih banyak dibandingkan dengan teknik Doctor-blade, dalam rangka menghindari gumpalan partikel (Mawyin,2009).
2.3.5.4. Annealing dan Sintering Titania Elektroda
Elektroda yang telah dideposisikan TiO2 pada permukaannya, kemudian disinter.
Proses ini bertujuan membentuk kontak dan adhesi yang baik yang baik antara larutan
dengan substrat kaca TCO. Temperatur annealing tidak terlalu tinggi untuk mengubah fase dari TiO2 nano-partikel (anatase) yang digunakan dalam lapisan. Temperatur
annealing yang lazim digunakan untuk elektroda adalah ~500 oC dan untuk counter-elektroda ~450 oC. Sintering elektroda dapat menggunakan oven, atau kompor listrik dengan pengatur suhu.
2.3.5.5. Ektraksi Dye dan Pewarnaan Titania Elektroda
Dye dapat diperoleh dari inorganic dye dan organic dye. Organic dyedapat diperoleh dari tumbuhan atau buah yang mengandung antocyanin yang kemudian diambil ekstraknya dan dicampurkan dengan methanol dan air untuk mendapatkan dye yang murni. Untuk inorganic dye dapat diperoleh dari perusahaan-perusahaan perakitan solar sel.
Ketika Titania Elektroda sudah mencapai suhu kamar, proses pewarnaan dapat
dilakukan. Biasanya dicelupkan ke dalam dye selama beberapa menit atau setangah jam. Semakin lama elektroda dicelupkan maka akan semakin baik pewarnaan pada
2.3.5.6. Menumpuk Elektroda dan Penambahan Elektrolit
Langkah terakhir dalam perakitan DSSC adalah menyatukan elektroda yang telah
disiapkan terlebih dahulu. Substrat elektroda dan counter-elektroda dilekatkan
bersama-sama dengan offset untuk membiarkan daerah yang tidak dilapisi dari sisi
konduktif substrat sebagai kontak listrik . Substrat digabungkan bersama-sama
menggunakan binder klip, klip diposisikan dekat dengan tepi untuk membiarkan
jumlah maksimum cahaya yang dapat diterima sel. Kemudian teteskan elektrolit pada
permukaan antara substrat. Tunggu 15 menit agar elektrolit diserap dengan sempurna
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Peralatan dan Bahan Penelitian
3.1.1 Peralatan :
1. Gelas kimia 25 ml
2. Tungku Pemanas (Hot Plate) dengan pengatur suhu 3. Tabung ukur 10 ml dan 25 ml
4. Pipet
5. Kaca konduktif (TCO) jenis ITO (Indium tin oxide) dengan resistansi 28,6 6. Pengaduk magnetik dengan pemanas (Stirer magnetikdengan hot plate) 7. Cawan petri/lumpang
14. Lux meter untuk mengukur intensitas cahaya
3.1.2 Bahan :
1. Nanopartikel TiO2dari Bratachem, Indonesia
2. Methanol dari Merck
3. Ethanol dari Merck
5. Potassium iodide (KI) (0,5 M) dari Merck 6. Iodine (I2) dari Merck (0,05 M)
7. PVA (Polyvinyl Alcohol) dari Bratachem, Indonesia
8. Asam asetat dari Merck
9. Acetonitrile dari Merck
10. Klorofil bayam (Blitum Rubrum) 11. Lilin sebagai sumber carbon
3.2. Tata Laksana Penelitian
Untuk mengetahui Secara umum alur tahapan penelitian ini ditunjukkan pada Gambar
3.1.
3.2.1. Pengujian TiO2
SEM (Scanning Electron Microscopy) SEM digunakan untuk menganalisa struktur
morfologi dari sampel TiO2. Pengujian SEM dilakukan di laboratorium SEM Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITB Bandung. Sampel yang dikirimkan pada
laboratorium SEM ITB adalah sampel TiO2 yang dibeli di Brathacem Bandung.
Sampel yang sudah berbentuk serbuk halus sudah dapat langsung diuji tanpa perlu
penambahan perlakuan.
3.2.2. Preparasi Pasta TiO2
TiO
2 akan dideposisikan dengan teknik lapisan tebal sehingga sebelumnya dibuat TiO2
dalam bentuk pasta, yaitu dengan prosedur pembuatan sebagai berikut :
1. Tambahkan Polyvinyl Alcohol (PVA) sebanyak 10%berat kedalam air,
kemudian diaduk diatas stirrer pada temperatur 80oC. Suspensi ini akan
berfungsi sebagai binder dalam pembuatan pasta hingga larutan tercampur
baik.
2. Tambahkan suspensi tersebut kepada TiO2 sebanyak kurang lebih 10%volume.
Kemudian digerus oleh mortar sampai terbentuk pasta yang baik untuk
dilapiskan.
3. Untuk mendapatkan pasta yang optimal didapatkan dengan mengatur
banyaknya binder dan juga bila diperlukan ditambahkan juga air pada
campuran binder dan TiO2.
3.2.3. Preparasi Larutan Dye
1. Daun bayam sebanyak 100 gram dibersihkan terlebih dahulu dengan air, agar
2. Daun bayam yang sudah dibersihkan ditiriskan hingga kering.
3. Daun bayam yang telah kering digerus hingga halus dengan menggunakan
mortar kemudian diambil ektrak bayam (kira-kira menghasilkan ekstrak
sebanyak 20 ml).
4. Tambahkan 4 ml methanol, 1 ml asam asetat dan 5 ml aquadest (20:5:25 perbandingan volume) sebanyak 10 ml pada ekstrak daun bayam. Asam asetat membantu untuk mengurangi resistansi seri dari lapisan TiO2dan meningkatkan
penyerapan zat pewarna pada "= O" dan "-OH" pada lapisan Tio2 pada substrat, paduan ini merujuk pada disertasi Mawyin 2009.
5. Larutan kemudian disaring dengan menggunakan kertas kasa agar sisa daun
bayam tertinggal.
6. Larutan dye disimpan dalam wadah tertutup agar tidak terjadi kontaminasi.
3.2.4. Preparasi Elektrolit
Larutan elektrolit iodide/triiodide dibuat dengan prosedur yang merujuk dari
penelitian Septina 2007 sebagai berikut:
3. Larutan disimpan dalam botol tertutup karena larutan elektrolit mudah
menguap.
3.2.5. Preparasi Counter-Elektroda Karbon
Sebagai sumber karbon digunakan karbon dari pembakaran lilin. TCO dipanaskan di
atas api lilin hingga karbon merata atau seluruh TCO sudah berwarna hitam merata.
sangat panas. Setelah dingin, bersihkan piggiran kaca TCO dengan cotton buds dan buat kontak pada ketiga pinggir kaca sekitar 2 mm.
3.2.6. Assembly DSSC
Setelah masing-masing komponen DSSC berhasil dibuat kemudian dilakukan
assembly (perakitan) untuk membentuk sel surya dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pada TCO yang telah dipotong menjadi ukuran 3,5 x 1,4 cm dibentuk area tempat
TiO
2 dideposisikan dengan bantuan Scotch tape pada bagian kaca yang konduktif
sehingga terbentuk area sebesar 3 x 1 cm dengan ilustrasi seperti pada Gambar
3.5.Scotch tape juga berfungsi sebagai pengatur ketebalan pasta TiO
2.
Gambar 3.2. Ilustrasi skema area deposisi pasta TiO
2
2. Nanopartikel TiO2dideposisikan diatas area yang telah dibuat pada kaca konduktif
dengan metoda doctor-blading yaitu dengan menggunakan rod glass untuk meratakan pasta TiO2 pada substrat. Kemudian lapisan dikeringkan di atas hot plate pada temperatur 1500C selama lebih kurang 30 menit.
3. Lapisan TiO2 kemudian direndam dalam larutan dye selama kurang lebih 60
menit. Telah ditemukan bahwa waktu 60 menit adalah waktu terbaik untuk
perendaman subtrat TiO2 pada dye (Mawyin,2009). Dengan waktu ini dye sudah
4. Counter-elektroda karbon kemudian diletakkan diatas lapisan TiO2dengan struktur
sandwich dimana di masing-masing ujung diberi offset sebesar 0,2 cm untuk
kontak elektrik. Kemudian agar struktur selnya mantap dijepit dengan klip pada
kedua sisi.
5. Larutan elektrolit kemudian diteteskan kira-kira sebanyak 2 tetes kepada ruang
antara kedua elektroda. Dan sel surya siap untuk diuji.
3.3. Pengujian
3.3.1. Pengujian Absorbsi Dye
Profil absorbsi dari dye dianalisi dengan menggunakan UV-VIS Spektrometer dengan
instrumen U-1800 Spectrophotometer. Panjang gelombang cahaya yang digunakan
yaitu antara 200-800 nm dan lebar slit 1 nm..
Pengujian absorbsi dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi, Program
studi Farmasi, USU Medan
3.3.2. Pengujian Sel Surya
Pada sel surya yang telah dirangkai dilakukan pengujian yaitu dengan cara sebagai
berikut :
1. Susunlah rangkaian seperti pada gambar:
2. Aturlah potensiometer R sehingga tegangan pada voltmeter bernilai nol (V=0). Catatlah arus yang terbaca pada amperemeter sebagai Isc(arus singkat).
3. Putalah potensiometer sehingga diperoleh pasangan nilai V – I. ulangi langkah ini untuk berbagai nilai V – I.
4. Aturlah potensiometer R sehingga arus pada amperemeter bernilai nol (I=0). Catatlah tegangan yang terbaca pada voltmeter sebagai Voc(tegangan terbuka).
Untuk mengetahui pengaruh intensitas cahaya terhadap karekteristik I-V dari sel surya dengan memvariasikan besar intesnsitas yaitu mengatur jarak sumber cahaya
dengan sel surya. Pada penelitian ini dilakukan dengan jarak 30 cm, 20 cm, dan 10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisis Nanopori TiO2
Gambar 4.1. menunjukkan gambar SEM sampel TiO2yang menunjukkan bahwa ukuran
partikel dan pori umumnya lebih kecil dari 100 nm. Dimana pengujian (SEM) menunjukkan morfologi permukaan lapis tipis TiO2 yang beronggga-rongga dengan
ukuran berkisar antara 0,065 mm – 0,113 mm atau 65-113 nm.
Gambar 4.1. Hasil pengujian SEM sampel TiO2
Struktur nanopori dari TiO2merupakan karaktersitik penting untuk aplikasinya
memperbanyak jumlah dyeyang teradsorb. Dari gambar SEM terlihat sampel mempunyai interkoneksi antar partikel yang baik. Interkoneksi partikel ini dibutuhkan agar jalur difusi elektron menjadi lebih singkat.
4.2. Analisis Absorbsi Daun Bayam
Absorbansi merupakan kuantitas yang menyatakan kemampuan bahan dalam
menyerap (mengabsorbsi) cahaya. Senyawa organik mampu mengabsorbsi cahaya
sebab senyawa organik mengandung elektron valensi yang dapat dieksitasi ke tingkat
energi yang lebih tinggi. Salah satu senyawa organik tersebut adalah klorofil.
Karakteristik absorbansi klorofil dalam mengabsorbsi ini menjadi hal yang
penting dalam pemanfaatannya, yaitu sebagai dyepada sistem DSSC. Oleh karena itu perlu dilakukan uji absorbansi hasil isolasi klorofil bayam. Dengan mengetahui
karakteristik absorbansi klorofil bayam, maka fungsional klorofil dye pada sistem DSSC dapat dikonfirmasi.
Profil absorbsi cahaya dari daun bayam dianalisis menggunakan UV-VIS
Spektrometer. Terlihat pada grafik UV-VIS pada Gambar 4.2. terdapat puncak pada panjang gelombang 676 nm menandakan bahwa klorofil yang ada pada daun bayam
dapat mengabsorb cahaya dengan panjang gelombang 676 nm yang masih dalam
spektrum cahaya tampak seperti yang terlihat pada tabel 4.1. sinar tampak berada pada
rentang 400 – 750 nm.
Gambar 4.2. Grafik UV-VIS dari dye daun bayam
4.3. Karakteristik I-Vsel surya
Sel surya merupakan sebuah piranti yang mampu mengubah secara langsung energi
cahaya menjadi energi listrik. Proses pengubahan energi ini terjadi melalui efek
fotolistrik. Efek fotolistrik adalah peristiwa terpentalnya sejumlah elektron pada
permukaan sebuah logam ketika disinari seberkas cahaya.
Arus (I) dan tegangan (V) yang dihasilkan ketika sel memperoleh penyinaran merupakan karakteristik setiap sel surya. Karakteristik ini selalu disajikan dalam
bentuk kurva hubungan I dan V. Arus keluaran (I) serta tegangan (V) yang dihasilkan ketika sel memperoleh penyinaran merupakan karakteristik setiap sel surya.
Karakteristik ini selalu disajikan dalam bentuk kurva hubungan I dan V. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisrik sel surya dipengaruhi oleh intensitas
cahaya.
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa intensitas sangat berpengaruh
terhadap besarnya daya yang dikeluarkan oleh sel surya. Makin besar intensitas maka
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.3. Grafik karakteristik I-V(a) sumber cahaya berjarak 30 cm dari sel surya (b) sumber cahaya berjarak 20 cm dari sel surya (c) sumber cahaya
Dari grafik hubungan arus terhadap tegangan untuk beberapa tingkat intensitas dari
tingkat intensitas 4,27856 W/݉ଶ, 6,4328 W/݉ଶ sampai dengan intensitas 17,204 W/݉ଶdiketahui bahwa makin besar radiasi, maka arus keluaran sel surya makin besar, begitu juga dengan tegangan maksimum yang dihasilkan akan meningkat dengan
adanya peningkatan intensitas. Dapat di lihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Performansi sel surya dengan dye klorofil bayam merah dari intensitas yang berbeda
1. sumber cahaya berjarak 30 cm dari sel surya (4,27856 W/)
Isc (mA) Voc (mV) FF Pmax (mW) m(%)
0,06 39 0,145 0,3393 0,026
2. sumber cahaya berjarak 20 cm dari sel surya (6,4328 W/)
Isc (mA) Voc (mV) FF Pmax (mW) m(%)
0,1 62 0,137 0,8494 0,044
3. sumber cahaya berjarak 10 cm dari sel surya (17,204 W/)
Isc (mA) Voc (mV) FF Pmax (mW) m(%)
0,2 78 0,219 3,4164 0,066
Dari penelitian untuk tingkat intensitas cahaya 4,27856 W/m2diperoleh untuk
kondisi daya maksimum pada arus 0.02 mA dengan tegangan 17 mV. Pada Intensitas
cahaya 6,4328 W/m2 diperoleh kondisi daya maksimum pada arus 0.032 mA dengan
tegangan 26.6 mV. Pada intensitas cahaya 17,204 W/m2 diperoleh kondisi daya
maksimum pada arus 0.085 mA dengan tegangan 40.3 mV. Data ini dapat di lihat
pada LAMPIRAN D.
Seberapa besar energi cahaya dari lampu yang dapat diubah menjadi energi
listrik dapat diketahui dari efisiensi konversi sel tersebut. Dari data di atas kita dapat
melihat bahwa efisiensi sel surya semakin bertambah dengan bertambahnya intensitas
cahaya yang digunakan, itu disebabkan karena karena peningkatan daya maksimum
yang dihasilkan sel surya berbanding lurus dengan peningkatan intensitas cahaya yang
diberikan pada sel surya hal ini berpengaruh juga pada peningkatan efesiensi sel surya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan yang telah dilakukan dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan pembuatan prototipe dye-sensitized solar cell (DSSC) dengn menggunakan kombinasi bahan inorganik TiO2
dengan bahan organik dye dari ekstraksi daun bayam merah.
2. DSSC yang dibuat berhasil mengkonversi energi surya menjadi energi listrik.
3. Karakteristik-karakteristik yang menentukan performansi sel surya diantaranya
struktur TiO2, jenis dye, dan intensitas cahaya. Struktur TiO2 yang dibutuhkan
adalah yang berukuran nanopori dimana pengujian (SEM) menunjukkan
morfologi permukaan lapis tipis TiO2 yang beronggga-rongga dengan ukuran
berkisar antara 65-113 nm. Dari hasil analisis, dengan spektroskopi UV-Vis
absorbsi cahaya dye ekstraksi daun bayam diketahui bahwa dye dapat menyerap spektrum cahaya pada panjang gelombang 676.5 nm. Intensitas
cahaya berpengaruh pada efesiensi dari sel surya.
4. Diperoleh Sel surya yang dapat mengkonversi energi surya menjadi energi
listrik dengan efesiensi sel surya (m) sebesar 0.066 % dengan intensitas cahaya
5.2. Saran
Untuk penelitian lebih lanjut dari skripsi ini disarankan :
1. Perlu dikaji lebih jauh mengenai pengaruh berbagai karakteristik komponen
DSSC terhadap performansi sel surya.
2. Perlu dilakukan pengujian deposisi TiO2 pada substratdengan menggunakan
Scanning Electron Microscope (SEM).
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai desain sel yang optimal untuk
DAFTAR PUSTAKA
Arrohmah. 2007. Studi Karakteristik Klorofil Daun Sebagai Material Photodetector Organik. Skripsi Fisika MIPA Surakarta:UNS.
Halme,J.2002.Dye sensitized Nanostructured and Organic Photovoltaic Cells :
Technical Review And Preeliminary Test, Master Thesis. Espoo: Helsinki University of Technology.
Kadir,Abdul,1995, Energi:Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi,Edisi kedua.Jakarta: Universitas Indonesia.369.
Kreith,Frank,1978,Principles of Solar Engineering. Hemisphere publishing Corporation, United States of America.1.
O’regan dan Gratzel, M. 1996. A Low-Cost, High Efficiency Solar Cell Based On Dye-Sensitized Colloidal Tio2 Films. Nature Vol. 353. Issue 6346, 737. Mawyin,J.A.2009. Characterization Of Anthocyanin Based Dye-Sensitized Organic
Solar Cells (DSSC) And Modifications Based On
Bio-Inspired Ion Mobility Improvement. Dissertation.New York: Stony Brook University.
Martineau,David.2011. Dye Solar Cells for Real The Assembly Guide for Making Your Own Solar Cells. Switzerland: Solaronix SA.
Pangestuti, Diah,2010,Pembutan Dye Sensitized Solar Cell (Dssc) Dengan Sensitizer Antosianin Dari Buah Buni (Antidesma bunius L). Laporan Penelitian, Semarang:UNDIP.
Sasaki Shin-Ichi, dkk. 2008. Syntesis, Modification, And Optical Properties Of C3-Ethynylated Chlorophyll Derivatives.Tetrahedron Letters 49. Hal 4133-4115.
Sastrawan,R.2006.Photovoltaic modules of dye solar cells.Disertasi. Breisgau.University of Freiburg.
Septina, wilman dkk. 2007. Pembuatan Solar Cell Murah dengan Bahan-Bahan Organik-Inorganik. Laporan Penelitian Bidang Energi. Bandung:.ITB.
Subiyanto,H,dkk.2009. Pelapisan Nanomaterial Tio2 Fasa Anatase pada Nilon
Menggunakan Bahan Perekat Aica Aibon dan Aplikasinya Sebagai Fotokatalis.
Jurnal Nanosains & Nanoteknologi:ITB.
Wongcharee,K.2006. Dye-Sensitized Solar Cell using natural dyes extracted from rosella and blue pea flowers. Elsevier. doi:10.1016/j.solmat.2006.1
LAMPIRAN A
Beberapa foto dokumen foto selama dilangsungkannya penelitian,
dapat dilihat pada foto-foto di bawah ini :
Gambar 1. Bahan-bahan pembuatan pasta dan elektrolit
Gambar 2. Bahan-bahan pembuatan dye
LAMPIRAN B
HASIL PENGUJIAN SAMPEL TIO
2MENGGUNAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
LABORATORIUM SCANNING ELECTRON MICROSCOPE
Jalan Ganesha 10 Bandung 40132, Gedung Basic Science Center A, Telp (022) 2517011
http://sem.fmipa.itb.ac.id
Sampel
No Order
TiO2
262
Tanggal Uji 28 Juni 2011
Operator
Pembesaran
Susana, S.Si
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
LABORATORIUM SCANNING ELECTRON MICROSCOPE
Jalan Ganesha 10 Bandung 40132, Gedung Basic Science Center A, Telp (022) 2517011
http://sem.fmipa.itb.ac.id
Sampel
No Order
TiO2
262
Tanggal Uji 28 Juni 2011
Operator
Pembesaran
Susana, S.Si
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
LABORATORIUM SCANNING ELECTRON MICROSCOPE
Jalan Ganesha 10 Bandung 40132, Gedung Basic Science Center A, Telp (022) 2517011
http://sem.fmipa.itb.ac.id
Sampel
No Order
TiO2
262
Tanggal Uji 28 Juni 2011
Operator
Pembesaran
Susana, S.Si
LAMPIRAN D
Hasil pengukuran dari percobaan yang telah di lakukan :
1. Dengan jarak sumber cahaya terhadap sel surya = 30 cm
Isc (mA) Voc FF Pmax (mW) m(%)
1. Dengan jarak sumber cahaya terhadap sel surya 20 cm
ߤ= 0,8494mW/ 3 x 10
ି ସmଶ
6,4328 W/m2
ߤ= 0,044%
1. Dengan jarak sumber cahaya terhadap sel surya 10 cm
Isc (mA) Voc FF Pmax (mW) m(%)
0,2 78 0,219 3,4164 0,066
Dengan perhitungan sebagai berikut :
ܨ ܨ=ܸெ .ܫெ
ܸை .ܫௌ
ܨ ܨ
=
ସ ,ଷ ௫ , ଼ ହ ଼ ௫ ,ଶ = 0,219 ܲெ ୀܸை .ܫௌ .ܨ ܨ
ܲெ ୀ78ݔ0,2ݔ0,219 ܲெ ୀ3,4164mW ܲ ு ୀ11500ܮ ݑ ݔ
1݈ ݑ ݔ= 1݈ ݑ ݉ ݁ ݊/݉ଶ
1݈ ݑ ݉ ݁ ݊/݉ଶ = 0,001496ܹ ܽ ݐ ݐ/݉ଶ
ܲ ு ୀ17,204 Watt/݉ଶ ߤ= ಾ ಲ /
ೌ ೌ ೌ
ߤ= 3,4164mW/3 x 10
ି ସmଶ
17,204 W/mଶ