• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kontrastif Kata Bermakna “Jatuh”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kontrastif Kata Bermakna “Jatuh”"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006

ANALISIS KONTRASTIF KATA BERMAKNA “JATUH”

Gustaf Sitepu

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Abstract

This research is intended to describe the contrastive form of the word “drop”. It is analyzed from dictionary and other sources based on empirical linguistic theory or (semantic) componential analysis theory. The result show nine entries for the word “drop” they are plunge, fall, fall forward, slide, drop inside, fall (hair) cal lapse, drip and spoil. Maybe there are many meanings for the word “drop” going into another meaning, but it won’t be discussed further here.

Key words: contrastive, drop, fall, fall (leaf), componential analysis theory

1.

PENDAHULUAN

Perkembangan komunikasi suatu bangsa dewasa ini sangat maju, sesuai dengan perkembangan pola berpikir masyarakat bangsa itu sendiri. Untuk itu bahasa dituntut mampu mendampingi pemakainya dalam segala bentuk komunikasi. Demikian pula halnya mempelajari bahasa pengetahuan, terutama dalam penguasaan kata–kata, di samping penguasaan pola–polanya. Dari beberapa pengalaman, dapat disimpulkan bahwa akan selalu sulit mempelajari suatu bahasa tanpa mengenal atau memahami dahulu kata–katanya.

Kata suatu hal yang amat penting bagi bahasa. Banyak pakar berbicara tentang kata dalam bahasa Indonesia, tetapi masih banyak kata yang belum dapat dijelaskan dengan baik. Penulis berusaha menjelaskan arti kata bermakna “jatuh” yang terdapat dalam kamus akan arti kata dapat terjawab.

Tujuan penelitian ini berusaha menjelaskan struktur semantik kata yang dilihat dari ciri–ciri pembedanya, yaitu:

a. menjelaskan kata yang bermakna “jatuh” b. membedakan sinonim secara jelas c. membantu memperjelas arti kata dalam

kamus melalui metode analisis dalam tulisan ini.

Suatu penganalisisan tentang sesuatu jelas membutuhkan teori untuk mencapai keobjektifannya. teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori linguistik empirirs atau teori semantik kompensional. Metodologi yang muncul meliputi beberapa cara, yaitu:

a. Mengumpulkan data dari kamus dan informasi lain yang mendukung.

b. Menganalisis kata yang telah terdaftar melalui pengontrasan.

c. Menjelaskan analisis dengan contoh kongkret.

d. Menerapkan pada pengajaran bahasa Indonesia dan pada pengkajian puisi Indonesia.

Setelah memperoleh informasi dari kamus dan sumber lain yang mendukung maka didaftarkanlah kata–kata yang bermakna “jatuh” sebanyak sembilan buah. Kesembilan kata itu adalah: cebur, tercebur, gugur, jerembab, terjerembab, longsor, perosok, terperosok, rontok, runtuh, tetes, tumpah.

1. Cebur, tercebur Kata tercebur berarti:

− jatuh ke dalam air atau benda cair yang relatif cukup dalam

− menimbulkan bunyi atau kesan cebur

2. Gugur

Kata gugur berarti:

− jatuh sebelum waktunya

− tentang daun–daunan atau buah–buahan. − dalam jumlah satu atau banyak

3. Jerembab, terjerembab Kata terjerembab berarti:

− jatuh, tiarap, menelungkup

− biasanya mengenai manusia dan binatang yang ukuran badannya besar.

4. Longsor

Kata longsor berarti:

− jatuh meluncur di permukaan yang miring − tentang tanah

− ukuran yang luas

5. Prosok, terperosok Kata terperosok berarti:

(2)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006

6. Rontok

Kata rontok berarti:

− gugur (buah, daun), luluh (rambut, bulu) − tanggal (gigi) , terkelupas (kulit, cat, bedak) − dalam jumlah banyak

− ikatan antara tempat asal dan benda yang terlepas biasanya masih cukup erat. Benda– benda itu jatuh karena kerusakan secara tiba– tiba.

7. Runtuh

Kata runtuh berarti:

− jatuh karena rusak

− tentang bangunan atau bagian bangunan yang terletak di bagian atas

− reruntuhannya berupa puing-puing yang berserakan

8. Tetes

Kata “tetes” berarti:

− jatuh berupa titik − tentang barang cair

9. Tumpah

kata tumpah berarti:

− jatuh karena tidak muat − tentang barang cair

− bentuknya tidak teratur

2. ANALISIS KONTRASTIF KATA

BERMAKNA “JATUH”

Istilah (generic term) yang dijadikan titik tolak dalam analisis adalah kata “jatuh”. Jadi, penulis akan menguraikan lebih mendetail kata tersebut sehingga terbatas pengertiannya. Kata “jatuh” berarti:

a. terlepas dari suatu tempat ke tempat yang lebih rendah.

b. tidak ada unsur kesengajaan

c. meliputi proses penurunannya dan sesampainya benda tersebut di tempat yang lebih rendah. Bukan posisi benda tersebut sesampainya di tempat yang lebih rendah.

2.1 Pengontrasan

Pengontrasan dilakukan atas seluruh kata pokok dengan istilah umum, kemudian antarkata pokok yang terdaftar. Adapun fungsi pengontrasan ini adalah untuk mencari ciri–ciri pembeda sehingga menambah kejelasan arti dari kata yang sama maknanya. Untuk memudahkan pengamatan lebih dahulu penulis mendaftarkan pengontrasan tersebut sebagai berikut:

(1)

tercebur x jatuh

(2)

gugur x jatuh

(3)

terjerembab x jatuh

(4)

longsor x jatuh

(5)

terperosok x jatuh

(6)

rontok x jatuh

(7)

runtuh x jatuh

(8)

tetes x jatuh

(9)

tumpah x jatuh

(10)

gugur x tercebur

(11)

terjerembab x tercebur

(12)

longsor x tercebur

(13)

terperosok x tercebur

(14)

rontok x tercebur

(15)

runtuh x tercebur

(16)

tetes x tercebur

(17)

tumpah x tercebur

(18)

terjerembab x gugur

(19)

longsor x gugur

(20)

terperosok x gugur

(21)

rontok x gugur

(22)

runtuh x gugur

(23)

tetes x gugur

(24)

tumpah x gugur

(25)

longsor x terjerembab

(26)

terperosok x terjerembab

(27)

rontok x terjerembab

(28)

runtuh x terjerembab

(29)

tetes x terjerembab

(30)

tumpah x terjerembab

(31)

terperosok x longsor

(32)

rontok x longsor

(33)

runtuh x longsor

(34)

tetes x longsor

(35)

tumpah x longsor

(36)

rontok x terperosok

(37)

runtuh x terperosok

(38)

tetes x terperosok

(39)

tumpah x terperosok

(40)

runtuh x rontok

(41)

tetes x rontok

(42)

tumpah x rontok

(43)

tetes x runtuh

(44)

tumpah x runtuh

(45)

tumpah x tetes

1. Tercebur x jatuh

(3)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006

Contoh:

a. Penumpang kapal banyak yang tercebur di laut yang ganas itu (pulau masalembo). b. Pak Jumono patah kakinya setelah jatuh dari

tangga yang dipanjatnya.

c. Setelah jatuh dari tangga, ibu Tobing langsung tercebur ke sumur.

2. Gugur x jatuh

Kata “gugur” berarti jatuh sebelum waktunya, sedangkan kata “jatuh” tidak terbatas oleh waktu. Jadi, yang membedakan kedua kata tersebut adalah waktu terlepasnya sesuatu dari pangkalnya. Dengan demikian, ciri pembeda yang muncul adalah waktu terlepas.

Contoh:

a. Daun rambutan itu berguguran disebabkan oleh angin puting beliung.

b. Jeruk itu jatuh sendiri karena masaknya. c. Orang itu jatuh dan menimpa dedaunan di

dahan itu sehingga banyak yang gugur.

3. Terjerembab x jatuh

Kata “terjerembab” berarti jatuh dengan permukaannya di bawah. Biasanya yang terjerembab adalah manusia atau binatang yang cukup besar, sedangkan kata “jatuh” bukan hanya dipakai untuk binatang (besar) atau manusia. Jadi, ciri pembeda yang muncul dari pengontrasan ini adalah benda yang terlepas.

Contoh:

a. Penjahat itu terjerembab setelah dibanting pemuda desa dan pisaunya jatuh di dekatnya.

4. Longsor x jatuh

Kata “longsor” berarti jatuh menuruti permukaan (yang miring), sedangkan kata “jatuh” langsung dari suatu tempat ke tempat yang lebih rendah tanpa melalui permukaan. Jadi, ciri pembeda yang muncul dari pengontrasan ini adalah cara turunnya benda itu.

Contoh:

a Tanah gunung Sinabung sering longsor pada waktu musim hujan.

b Pendaki itu akhirnya jatuh karena jangkar talinya terlepas.

c Dari tanah longsor itu terlihat batu–batu berjatuhan setelah mengenai benjolan-benjolan yang terdapat di pegunungan itu.

5. Terperosok x jatuh

Kata “terperosok” berarti jatuh di tempat yang sulit atau jatuh di lubang yang tidak diketahuinya terlebih dahulu, sedangkan kata “jatuh” tidak selalu di tempat demikian. Jadi, ciri pembeda yang muncul adalah tempat jatuhnya benda atau sasaran. Contoh:

a. Orang itu terkilir kakinya karena terperosok di lubang yang dibuat oleh anak–anak nakal.

b. Orang itu terperosok di rerumputan berduri, tetapi kayu yang dipikulnya tidak jatuh.

6. Rontok x jatuh

Kata “rontok” berarti jatuh dalam relatif banyak, sedangkan kata “jatuh” tidak selalu dihubungkan dengan jumlah yang banyak. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah jumlah benda yang terlepas atau ciri pembedanya adalah jumlah.

Contoh:

a. Belimbing itu rontok karena dahannya digoyang – goyang si Tigor.

b. Supir itu rontok giginya ketika mobilnya jatuh di jurang.

c. Gigi supir itu rontok ketika mobilnya jatuh ke jurang.

7. Runtuh x jatuh

Kata “runtuh” selalu dihubungkan dengan puing– puing yang berserakan, sedangkan kata “jatuh” tidak selalu dihubungkan dengan puing–puing tersebut. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah bentuk benda yang terlepas/ciri pembedanya adalah bentuk benda.

Contoh:

a. Genting–genting bangunan tua itu runtuh dari hari ke hari.

b. Orang yang berusaha memanjat bangunan tua itu akhirnya jatuh bersama runtuhnya dinding bangunan tua itu.

8. Tetes x jatuh

Kata “tetes” selalu dihubungkan dengan jatuhnya titik air/zat cair, sedangkan kata “jatuh” tidak selalu dihubungkan dengan zat cair. Jadi, ciri pembeda yang muncul adalah benda yang terlepas. Contoh:

a. Sisa air yang masih terdapat di dalam kaleng yang bocor menetes di atas dinding kamar mandi itu.

b. Kaleng di atas kamar mandi itu terguling jatuh sehingga airnya tumpah tidak menetes lagi.

9. Tumpah x jatuh

Kata “tumpah” selalu dihubungkan dengan zat cair, sedangkan kata “jatuh” tidak demikian. Jadi, ciri pembeda yang muncul adalah benda yang terlepas.

Contoh:

a. Karena kalengnya jatuh maka minyak yang ada di dalamnya habis tertumpah.

b. Janganlah kau isi kaleng itu penuh–penuh agar minyaknya tidak tumpah.

10. Gugur x tercebur

(4)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006

jatuh ke air. Benda yang ringan tersebut biasa terbawa angin dan tidak demikian untuk erat. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengontrasan ini adalah cara jatuhnya benda yang terlepas.

Contoh:

a. Dedaunan di pinggir sungai berguguran ditiup angin.

b. Setelah menabrak pohon, kijang itu langsung tercebur ke sungai sedangkan daun–daun asam itu berguguran memenuhi jalan raya.

11. Terjerembab x tercebur

Kata “terjerembab” menimbulkan kesan membentur, sedangkan pada kata “tercebur” timbul kesan menembus. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengotrasan ini adalah pertemuan antara benda dan tempat jatuhnya. Dengan singkat dapat disebut pertemuan.

Contoh:

a. Penerjun itu terjerembab mati karena parasutnya tidak berkembang.

b. Penerjun itu mungkin tidak mati seandainya tercebur ke laut.

12. Longsor x tercebur

Kata “longsor” berarti jatuh secara vertikal, sedangkan pada kata “tercebur” bendanya yang jatuh hampir selalu vertikal. Jadi, ciri pembeda yang muncul dari pengontrasan ini adalah gerak jatuh.

Contoh:

a. Hutan gundul di bukit itu akhirnya longsor karena hujan.

b. Batu besar yang terlempar akibat tanah longsor itu akhirnya tercebur di sungai.

13. Terperosok x tercebur

Kata “terperosok” selalu dihubungkan dengan tempat yang sulit, dari ketinggian yang relatif kecil, sedangkan kata “tercebur” dari jarak yang cukup tinggi. Jadi, ciri pembeda yang muncul dari pengontrasan ini adalah jarak antara tempat lepas benda dengan tempat jatuh benda. Singkatnya perbedaan terletak pada jarak.

Contoh:

a. Orang itu terperosok di lubang sedalam setengah meter.

b. Walaupun bus itu tercebur dari ketinggian sepuluh meter namun penumpangnya tidak ada yang meninggal karena air sungai itu cukup dalam.

14. Rontok x tercebur

Kata “rontok” akan selalu dihubungkan dengan jumlah yang banyak, sedangkan kata “tercebur” selalu menimbulkan kesan satu. Jadi, ciri pembeda yang muncul dari pengontrasan ini adalah jumlah benda yang terlepas atau jumlah.

Contoh:

a. Orang yang tercebur di sumur itu ditemukan dalam keadaan pingsan.

b. Walaupun gigi nenek itu sudah rontok, tetapi ia masih mampu menyeberangi jembatan tua tanpa khawatir tercebur ke sungai.

15. Runtuh x tercebur

Kata “runtuh” menimbulkan kesan bahwa kejadiannya tidak hanya berlangsung satu kali, sedangkan kata “tercebur” menimbulkan kesan hanya sekali terjadi. Jadi, ciri pembeda yang muncul dari pengontrasan ini adalah jumlah peristiwa atau peristiwa.

Contoh:

a. Dari hari ke hari bangunan tua itu runtuh sehingga ia berupa puing–puing yang berserakan.

b. Orang itu tercebur ke sungai bersama runtuhnya jembatan kayu yang tua itu.

16. Tetes x tercebur

Kata “tetes” selalu dihubungkan dengan titik benda cair, sedangkan kata “tercebur” selalu dihubungkan dengan benda cair yang melimpah. Jadi ciri pembeda yang muncul dari pengontrasan ini adalah volume/isi benda cair.

Contoh:

a. Orang yang tercebur di sungai itu akhirnya mati.

b. Setelah diangkat oleh orang banyak, dari sungai bertetes air dari pakaiannya.

17. Tumpah x tercebur

Kata “tumpah” menimbulkan kesan keluar, sedangkan pada kata “tercebur” timbul kesan masuk. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah arah.

Contoh:

a. Jangan terlalu penuh menuangkan teh, nanti banyak yang tumpah.

b. Penjual minyak itu tercebur di sungai dan minyak yang dipikulnya tumpah terbawa air.

18. Terjerembab x gugur

Kata “terjerembab” menimbulkan kesan bahwa tempat jatuhnya benda mempunyai daya pental yang besar, sedangkan pada kata “gugur” terkandung kesan bahwa tempat jatuh benda itu mempunyai daya pental yang besar. Pada kata “gugur” terkandung kesan bahwa tempat jatuh benda itu mempunyai daya pental kecil. Jadi, ciri pembeda yang muncul dari pengotrasan ini adalah daya pental.

Contoh:

a. Karena lelahnya korban itu terpeleset dan terjerembab di tanah.

(5)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006

19. Longsor x gugur:

Kata “longsor” berarti benda yang jatuh mengalami perpecahan atau perubahan bentuk, sedangkan pada kata “gugur”, benda yang jatuh tidak mengalami perubahan. Jadi yang membedakan pengontrasan ini adalah perubahan bentuk.

Contoh:

a. Gempa itu menyebabkan tanah longsor di mana–mana.

b. Angin ribut itu menyebabkan buah–buahan yang masih muda gugur.

20. Terperosok x gugur

Kata “terperosok” lebih menekankan tempat jatuh, sedangkan kata “gugur” lebih menekankan tempat lepas/pangkalnya. Jadi, ciri pembeda yang muncul dari pengontrasan ini adalah letak.

Contoh:

a. Mobil itu terperosok di jurang yang penuh duri.

b. Daun itu gugur dari tangkainya.

21. Rontok x gugur

Kata “rontok” mempunyai daerah arti yang lebih luas dibandingkan “gugur”. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengontrasan ini adalah daerah arti.

Contoh:

a. Gigi yang tanggal dapat disebut rontok. b. Gigi yang tanggal tidak dapat disebut gugur. c. Hampir seluruh rambut si sakit itu rontok

karena suhu badannya panas.

22. Runtuh x gugur

Kata “runtuh” biasa digunakan untuk benda–benda berukuran besar, sedangkan kata “gugur” untuk benda–benda yang relatif kecil. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah ukuran benda yang jatuh atau ukuran.

Contoh:

a. Bangunan tua yang runtuh itu menggoyangkan tanah sekitarnya.

b. Karena runtuhnya bangunan tua itu, dedaunan yang ada di sekitarnya berguguran.

23. Tetes x gugur

Kata “tetes” selalu dihubungkan dengan keadaan yang tenang, sedangkan kata “gugur” selalu dihubungkan dengan keadaan yang goyah. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengontrasan ini adalah kesan.

Contoh:

a. Daun–daun yang gugur itu terbang ke sana kemari terbawa angin.

b. Sisa air hujan itu menetes secara ritmis seolah–olah ikut menenangkan hati Susi.

24. Tumpah x gugur

Kata “tumpah” selalu tempat yang rendah, sedangkan kata “gugur” selalu dihubungkan dengan tempat yang tinggi. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengontrasan ini adalah ketinggian.

Contoh:

a. Karena belanga pecah, air yang ada di dalamnya tumpah semua.

b. Dari ketinggian lima belas meter, daun–daun yang gugur itu terbawa angin sejauh tiga puluh meter.

25. Longsor x terjerembab

Kata “longsor” mengandung tidak berhenti walau sampai tujuan, sedangkan kata “terjerembab” berarti langsung terhenti jika sampai tujuan. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengontrasan ini adalah sifat gerak benda yang jatuh itu atau sifat gerak.

Contoh:

a. Tanah longsor itu melanda rumah–rumah yang ada di kaki bukit itu.

b. Begitu dibanting ia terjerembab tidak berkutik.

26. Terperosok x terjerembab

Kata “terperosok” mempunyai arti jatuh di tempat yang tidak rata, sedangkan kata “terjerembab” biasanya mempunyai arti jatuh di tempat yang rata/datar. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah permukaan sasaran.

Contoh:

a. Amir terperosok di semak berduri. b. Badu terjerembab di lantai.

27. Rontok x terjerembab

Kata “rontok” mempunyai arti bahwa antara benda yang terlepas dengan pangkalnya sebelumnya mempunyai ikatan yang cukup kuat, sedangkan kata “terjerembab” tidak mempunyai ikatan. Artinya tidak pernah ada ikatan antara yang terlepas dengan pangkalnya. Jika ada, ikatan itu tidak erat dan bersifat sementara saja. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah erat tidaknya ikatan yang ada antara benda yang terlepas dengan pangkalnya. Ciri pembeda keduanya adalah kondisi ikatan.

Contoh:

a. Gigi petinju itu rontok ketika ia dipukuli lawannya dan terjerembab di kanvas.

b. Adik jatuh terjerembab dari atas pohon.

28. Runtuh x terjerembab

(6)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006

Contoh:

a. Bangunan yang telah rusak itu akhirnya runtuh juga.

b. Penerjun yang sehat itu akhirnya mati terjerembab di aspal karena parasutnya tidak berkembang.

29. Tetes x terjerembab

Kata “tetes” menimbulkan kesan lambat, sedangkan kata “terjerembab” selalu menimbulkan kesan cepat. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah kecepatan.

Contoh:

a. Hanya beberapa detik, pegulat yang sombong itu akhirnya terjerembab di lantai.

b. Anak–anak itu bergantian membuka tangannya untuk menangkap embun yang akan menetes dari daun pisang.

30. Tumpah x terjerembab

Kata “tumpah” mempunyai arti selalu turun ke segala arah sedangkan pada kata “terjerembab” tidak demikian. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah arah.

Contoh:

a. Awas jangan lewat di tempat minyak yang tertumpah itu!

b. Orang itu terjerembab karena tidak mengetahui bahwa tempat itu licin.

31. Terperosok x longsor

Kata “terperosok” mempunyai arti terbungkus oleh tempat jatuhnya, sedangkan kata “longsor” justru menutup tempat jatuhnya. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah posisi jatuhnya benda tersebut atau posisi jatuh.

Contoh:

a. Ia terperosok jauh di semak berduri itu.

b. Tanah longsor itu menutup daerah hampir lima hektar.

32. Rontok x longsor

Kata “rontok” mengandung arti jatuh tidak bersamaan, sedangkan kata “longsor” mengandung arti bersamaan. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengotrasan ini adalah cara.

Contoh:

a. Buah mangga itu akhirnya habis setelah beberapa hari rontok karena masak.

b. Tanah longsor itu begitu cepat sampai di tanah sehingga banyak menimbulkan korban.

33. Runtuh x longsor

Kata “runtuh” mempunyai makna tua, sedangkan pada kata “longsor” penyebab jatuhnya benda berasal dari luar.karena tua, penyebab jatuh/lepasnya benda berasal dari dalam. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah penyebab.

Contoh:

a. Bekas cerobong asap pabrik itu akhirnya runtuh dikarenakan usianya yang sangat tua. b. Di daerah tanah bergerak itu tidak boleh

didirikan bangunan. Karena jika tanahnya maka bangunannya akan runtuh.

34. Tetes x longsor

Kata “tetes” menimbulkan kesan khawatir, sedangkan pada kata “longsor” timbul kesan menakutkan. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah kesan. Contoh:

a. Poster penghematan energi berupa gambar tangan terbuka mengharapkan minyak yang menetes.

b. Ketakutan Anwar terungkap kembali setiap mendengar suara gemuruh. Tanah longsor bulan lalu masih terbayang di pelupuk matanya.

35. Tumpah x longsor

Kata “tumpah” selalu dihubungkan dengan tempat, sedangkan kata “longsor” tak pernah dihubungkan dengan tempat. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengontrasan ini adalah ada tidaknya tempat benda sebelum lepas dari pangkalnya atau milik. Contoh:

a. Guci itu pecah maka air yang ada di dalamnya tumpah.

b. Mula–mula tanah itu retak kemudian lepas dan akhirnya longsor.

36. Rontok x terperosok

Kata “rontok” menimbulkan kesan lepas, sedangkan kata “terperosok” menimbulkan kesan masuk. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengontrasan ini adalah jalan/perjalanan.

Contoh:

a. Setelah terguling, bus itu langsung terperosok masuk jurang dan kaca–kacanya rontok berserakan.

37. Runtuh x terperosok

Dalam kata “runtuh” terkandung kesan halus, sedangkan dalam kata “terperosok” terkandung kesan kasar. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah kesan.

Contoh:

a. Rumah tua di pinggir hutan itu sudah mulai runtuh.

b. Batu yang terlempar dari reruntuhan itu terperosok di rerumputan liar yang tumbuh di dekatnya.

38. Tetes x terperosok

(7)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006

Contoh:

a. Pendaki itu meneteskan air matanya setelah siuman dan sadar bahwa dirinya terperosok di jurang.

b. Gadis itu meneteskan air mata, ketika ia mendapat kabar bahwa pesawat yang ditumpangi kekasihnya terperosok ke luar landasan.

39. Tumpah x terperosok

Dalam kata “tumpah” terkandung makna menyebar, sedangkan dalam kata “terperosok” terkandung makna menyempit. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah arah.

Contoh:

a. Minyak dari mobil tangki itu tumpah sebagian setelah tutupnya terbuka karena terperosok di jurang.

40. Runtuh x rontok

Kata “runtuh” menimbulkan kesan mudah lepas dari pangkalnya, sedangkan kata “rontok” menimbulkan kesan sukar lepas dari pangkalnya. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah ikatan atau kondisi ikatan.

Contoh:

a. Bangunan tua itu runtuh karena tertimpa tanah longsor.

b. Para arkeologi menemukan candi lima meter di bawah permukaan tanah. Mereka memperkirakan bahwa dua ratus tahun yang lalu candi tersebut tertutup oleh tanah longsor.

41. Tetes x rontok

Kata “tetes” dihubungkan dengan air/benda cair, sedangkan kata “rontok” selalu dihubungkan dengan benda padat. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah benda yang terlepas. Contoh:

a. Banyak buah–buahan rontok ketika hujan angin datang menyerang.

b. Setelah hujan reda dari pepohonan bertetesanlah sisa air hujan yang masih menempel di daun–daun itu.

42. Tumpah x rontok

Kata “tumpah” menimbulkan kesan kecewa, sedangkan kata “rontok” menimbulkan kesan khawatir. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengontraan ini adalah kesan.

Contoh:

a. Walaupun sudah hati-hati, minyak yang dibawanya masih tumpah juga.

b. Sawo itu dipetiknya, sebelum kelelawar merontokannya.

43. Tetes x runtuh

Kata “tetes” menimbulkan kesan kecil, sedangkan kata “runtuh” menimbulkan kesan besar. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah ukuran. Contoh:

a. Kami terpaksa berteduh di bangunan tua yang hampir runtuh itu. Di mana–mana gentingnya bocor dan air bertetesan dari atap.

44. Tumpah x runtuh

Kata “tumpah” selalu dihubungkan dengan keadaan tiba–tiba, sedangkan kata “runtuh” tidak selalu demikian. Jadi, yang membedakan pengontrasan ini adalah waktu terlepas.

Contoh:

a. Batu bata yang terlempar dari asap bangunan yang runtuh itu mengenai tempayan, sehingga isi tempayan itu tumpah seluruhnya.

45. Tumpah x tetes

Kata “tumpah” menimbulkan kesan tidak teratur, sedangkan kata “tetes” menimbulkan kesan teratur. Jadi, ciri pembeda yang muncul dalam pengontrasan ini adalah susunan.

Contoh:

a. Botol yang kecil itu seharusnya diisi minyak wangi dengan meneteskannya saja, agar tidak tumpah.

2.2 Daftar Ciri Pembeda

Analisis tersebut mengetengahkan banyak ciri pembeda. Namun, ragamnya jauh lebih sedikit. Untuk itu berikut ini akan didaftarkan ciri pembeda yang muncul, sehingga mudah diamati. Ragam ciri pembeda tersebut adalah sasaran, waktu terlepas, benda yang terlepas, cara jatuh, jumlah, bentuk, pertemuan, gerak jatuh, jarak, peristiwa, volume, arah, daya pental, perubahan bentuk, sasaran, waktu terlepas, benda yang terlepas, jumlah, pertemuan, letak, daerah arti, ukuran, kesan, kecepatan, posisi jatuh, penyebab, milik, perjalanan, perhatian, susunan, kondisi benda.

3. PENERAPAN ANALISIS KONTRASTIF

PADA PENGAJARAN BAHASA

Sebuah analisis tidak mempunyai manfaat kalau tidak diterapkan sesuai dengan tujuannya. Di bawah ini penerapan pada pengajaran bahasa Indonesia hanya disinggung secara sepintas. Adapun tujuan utama dari penulisan ini adalah agar para pengajar mempunyai pedoman yang mantap tentang bagaimana mengajarkan kata dengan jelas dan menarik kepada para siswanya sebab selama ini belum banyak pedoman yang mantap tentang hal itu. Karena tidak ada pedoman, timbul kecenderungan untuk menyamakan arti kata–kata bersinonim yang ditemuinya dan ini merupakan bahaya besar yang harus segera diatasi.

Analisis di atas mengetengahkan pedoman. Pedoman untuk menerapkan analisis tersebut dalam pengajaran bahasa ialah:

(8)

LOGAT

JURNAL ILMIAH BAHASA DAN SASTRA Volume II No. 2 Oktober Tahun 2006

dibacanya, ini berarti timbul sesuatu yang baru atau harus timbul sesuatu yang baru di dalam bidang kognitifnya.

2. Siswa mampu membedakan secara jelas kata– kata yang dibacanya, kemudian dapat mencari–cari pembeda dari kata–kata yang ditemukannya dari sinonimnya. Ini berarti murid terampil dan diharapkan terampil mencari sendiri/menganalisis sendiri sinonim yang ditemukannya.

3. Diharapkan dari siswa ialah sikapnya dalam menghadapi kata. Hendaknya tidak mencampuradukkan arti kata dari sinonim yang dihadapinya, hanya karena tidak mengetahui cara pembedanya.

Jika diringkas ketiga harapan pengajar terhadap siswanya tersebut berupa aspek kognitif, psikomotoris dan afektif dan pengajaran akan dinilai berhasil jika telah sampai pada ketiga aspek tersebut. Agar sampai pada ketiga aspek (siswa tadi trampil dan bersikap positif), ada beberapa langkah membantu atau bahkan menjelaskan setiap kata yang telah, sedang atau akan dianalisis. Langkah – langkah tersebut adalah sebagai berikut.

1. Memberi contoh

Siswa/mahasiswa diberi contoh analisis suatu kata dan membedakannya dari kata lain yang hampir sama artinya.

2. Memberi penjelasan

Guru/staf pengajar menjelaskan kata melalui langkah–langkah analisis tersebut. Kemudian siswa mencari dan menjelaskan kata dengan cara yang sama.

3. Memberi intruksi

Guru/staf pengajar instruksi atau pekerjaan rumah kepada siswa sesuatu sinonim yang dihadapinya. Tentu saja untuk mencari ciri pembeda sebanyak–banyaknya.

4. Memancing pendapat

Guru/staf pengajar memancing siswa untuk berpendapat (mengevaluasi) tentang sinonim yang dijelaskannya. Pendapat siswa ditampung sebagai data baru kalau pendapat itu benar dan mendukung kejelasan arti. 5. Menjelaskan manfaat

Guru/staf pengajar meminatkan manfaat analisis, manfaat perbedaan arti kata dalam sinonim dan manfaat yang berwujud sikap positif dalam menghadapi berbagai hal yang hampir sama.

Tentu saja langkah–langkah ini tidak semudah dibayangkan pelaksanaannya. Kerja sama antara guru dan siswa sangat memegang peranan penting. Penulis berharap tulisan ini dapat membantunya.

4. SIMPULAN

Analisis kontrastif sangat bermanfaat terutama dalam bidang pengajaran. Pengetahuan guru atau pengajar terhadap berbedaan makna kata yang dijelaskan sangat penting. Dari analisis kontrastif pada kata yang bermakna jatuh dapat disimpulkan: 1. Arti kata lepas yang ada di dalam kamus

terutama bermakna “jatuh” harus didukung analisis yang mampu lebih menjelaskannya. 2. Kata–kata yang bersinonim harus

dikontraskan sehingga jelas perbedaan artinya. Hal ini tepat dibicarakan pada subpokok bahasan sinonim

3. Setiap pengontrasan harus dicari ciri–ciri pembeda sebanyak–banyaknya, melalui antarkata pokok yang bersinonim atau membandingkannya dengan istilah umumnya. 4. Setiap pendapat dalam pengontrasan tersebut

harus ditampung dan dipakai sebagai penjelas jika pendapat itu mendukung.

5. Sistem tugas kelihatannya lebih mengutungkan daripada menerangkan secara panjang lebar tentang pengontrasan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1994. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1975. Kurikulum Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdikbud.

Echoles, Jhon. M. 1982. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. 1977. Kamus Sinonim. Ende Flores: Nusa Indah.

Purwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Parera, Jos Daniel. 1992. Semantik. Jakarta: Erlangga.

Tampubolon, Saur M. 2004. Agenda IHT Kur 2004 SMA & MA. Jakarta: Sisdiknas.

Utomo, Widodo. 2003. Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Depdiknas.

Referensi

Dokumen terkait

Model dasar untuk penelitian ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian diantaranya adalah Rahayu (2011) menyelesaikan MALBP dengan metode guided GRASP dan metode

3.3-4.3.1 Anak mampu menggerakkan badan dengan lincah dan seimbang melalui kegiatan berdiri dengan satu kaki sambil merentangkan tangan sampai 10 hitungan dengan seimbang dan

Terbentuknya Forum Internasional Pendekatan Antar Mazhab-Mazhab Islam yang disingkat dengan FIPMI lebih disebabkan oleh konflik di tubuh umat Islam akhir-akhir ini yang

Dapatan ini adalah berkait rapat dengan penjelasan daripada Bik (1994) yang menerangkan kekurangan maklumat mengenai kepentingan sikap terhadap pendidikan telah memberikan

Beberapa hasil penting dari penelitian ini adalah: (a) responden di kedua wilayah umumnya menyatakan padi hibrida hingga saat ini belum berkembang karena petani belum yakin dan

37 MUHAMMAD AKBAR SIMP IV TANJUNG PATI JORONG TANJUNG PATI 38 ANISA PUTRI SIMPANG EMPAT JORONG TANJUNG PATI 39 SHAUFI ZAKI ALYUNO SIMPANG IV JORONG TANJUNG PATI 40 GIVARI NISATUL

Oleh karena itu, dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran pelaksanaan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Kota Sabang, perlu ada keselarasan

Kualitas Pelayanan yang terdiri dari Reliability (kehandalan), Responsivenss (daya tanggap), Assurane (Jaminan), Emphaty (empati) dan Tangible (bukti fisik) memiliki