CONTROL DI KEBUN KLAMBIR V PTP NUSANTARA II TAHUN 2011
SKRIPSI
OLEH : MERISA JUNIANA
NIM. 071000142
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
GANGGUAN PEMBULUH DARAH VENA PADA PEKERJA QUALITY CONTROL DI KEBUN KLAMBIR V PTP NUSANTARA II
TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
MERISA JUNIANA NIM. 071000142
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang gangguan pembuluh darah vena pada pekerja Quality Control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Sampel merupakan total populasi dari seluruh pekerja QC yaitu 30 orang. Data primer di peroleh dengan cara observasi gangguan pembuluh darah vena dan pengukuran Indeks Massa Tubuh terkait dengan hubungan obesitas terhadap gangguan pembuluh darah vena kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data sekunder di peroleh dari profil perusahaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II dan ditelaah lebih jauh berdasarkan usia, masa kerja, obesitas, paritas dan keturunan.
Hasil penelitian yang diperoleh dari gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control adalah sebanyak 24 orang., dengan frekuensi terbesar berada pada usia 51-60 tahun sebanyak 14 orang (46,67%), telah bekerja dengan masa kerja lebih dari 20 tahun sebanyak 19 orang (63,33%), obesitas sebanyak 13 orang (43,33%), jumlah paritas 3 kali sebanyak 9 orang (30%), dan tidak ada pekerja QC yang memiliki keturunan gangguan pembuluh darah vena.
Disarankan agar pekerja QC sebaiknya memanfaatkan waktu istirahat selama 15 menit setiap 2 jam untuk relaksasi otot misalnya berjalan-jalan disekitar meja kerja untuk melancarkan peredaran darah atau duduk untuk mengistirahatkan tungkai, pekerja QC yang sudah berusia lanjut sebaiknya tidak bekerja dalam posisi kerja berdiri melainkan dapat dirotasi ke bagian lain yang posisi kerjanya tidak berdiri, makan makanan yang bergizi dan mengandung vitamin C dan E karena dapat membantu memperlancar sirkulasi peredaran darah, jaga berat badan tetap ideal bagi pekerja yang berada dalam kategori IMT gemuk-obesitas, jika pekerja berada dalam masa kehamilan sebaiknya tidak bekerja dengan posisi berdiri.
It has been done a research about vein disorders on quality control workers at Kebun Klambir V PTP Nusantara II in 2011.
It is a descriptive type of research. Sample represents the total population of all quality control workers which are 30 people. The primary data is obtained by doing observation of blood vessel disorders and measurement of body mass index associated to obesity linkaged to blood vessel disorders then it is presented in a frequency distribution table. The secondary data is obtained from the company profile.
The aim of the research is to know the description of vein disorders on quality control workers in Kebun Klambir V PTP Nusantara II and to analyze further based on age, working period, obesity, parity and heredity.
From the result obtained of venous blood vessel disorders on quality control workers as 24 people, by the biggest frequency at the age of 51-60 years as 14 people (46,67 %), working period by 20 years or more as 19 people (63,33 %), obesity as 13 people (43,33 %), mount of 3 times parity as 9 people (30 %), and there is no quality control workers who have a vein disorder heredity based.
It is recommended to workers should take advantage of a break for 15 minutes every 2 hours for a muscle relaxation such as a walk around the desk for circulation or sit down to rest his legs, QC workers who are elderly should not work in a working position standing but can be rotated to another part of his position does not stand, consume the nutritious food and contain vitamins C and E since it may swit the blood sirculation, keep the weight remains ideal for workers who are in a fat-obese BMI categories, if workers are in the pregnancy should does not work in a standing position.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Merisa Juniana
Tempat/Tanggal Lahir : Dumai / 24 Juni 1989
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : 2 dari 4 Bersaudara
Status Perkawinan : Belum Kawin
Alamat Rumah : Jln. Tunas Harapan no.17 Dumai-Riau.
Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1994-1995 : TK Karang Taruna Dumai
2. Tahun 1995-2001 : SD Negeri 024 Dumai
3. Tahun 2001-2004 : SMP Negeri 1 Dumai
4. Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 2 Dumai
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
nikmat kesehatan dan senantiasa memberi kemudahan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gangguan Pembuluh Darah Vena Pada Pekerja Quality Control Di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Tahun 2011”.
Rasa sayang, cinta dan terima kasih yang dalam kepada kedua orangtua,
kakak dan kedua adik penulis atas doa dan semangat serta memberikan semua yang
dibutuhkan penulis selama penyelesaian skripsi ini.
Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Penasihat Akademik yang telah
memberikan banyak bimbingan dan motivasi kepada penulis selama ini.
2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku ketua Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
3. Ir. Kalsum, M.Kesselaku dosen pembimbing I sekaligus Ketua Penguji dan Eka
Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II sekaligus Penguji I
yang telah begitu sabar memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran-saran
4. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku penguji II dan Umi Salmah, SKM, M.Kes
selaku Penguji III yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis
dalam menyempurnakan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
khususnya Departemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja yang telah
memberikan ilmu dan pengarahan serta Bu Ainun yang turut membantu dalam
kelancaran skripsi ini.
6. Direksi PTP Nusantara II di Tanjung Morawa yang memberi izin penelitian pada
perusahaan tersebut.
7. Bapak Edi Suranta dan seluruh pekerja di Kebun Klambir V PTP Nusantara II
yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.
8. Untuk teman-teman peminatan K3 dan teman-teman seperjuangan yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya .
9. Untuk Kak Rizka Annisa, yang selalu menemani melakukan penelitian dan meluangkan waktu dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Untuk Budi Hendri yang selalu setia menemani dan memberikan dukungan serta
semangat dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca
dan pengembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang.
Medan, Desember 2011
Penulis
vii
Halaman Pengesahan... i
ABSTRAK... ii
RIWAYAT HIDUP... iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 5
1.3. Tujuan Penelitian... 5
1.3.1. Tujuan Umum... 5
1.3.2. Tujuan Khusus... 5
1.4. Manfaat Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
2.1. Varices... 7
2.1.1. Definisi Varices... 7
2.1.2. Etiologi... 7
2.1.3. Patofisiologi... 9
2.1.4. Gejala Terjadinya Varices... 11
2.1.5. Pencegahan... 11
2.2. Ergonomi... 12
2.2.1. Sikap Tubuh Alamiah... 14
2.2.2. Sikap Kerja Berdiri... 15
2.3. Kerangka Konsep... 18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19
3.1. Jenis Penelitian... 19
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 19
3.2.1. Lokasi Penelitian... 19
3.2.2. Waktu Penelitian…... 19
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 19
3.3.1. Populasi... 19
3.3.2. Sampel... 19
3.4. Metode Pengumpulan Data... 20
3.4.1. Data Primer... 20
viii
3.5. Definisi Operasional Variabel... 20
3.6. Aspek Pengukuran... 21
3.7. Teknik Analisa Data... 22
BAB IV HASIL PENELITIAN... 23
4.1 Gambaran Umum Perusahaan... 23
4.1.1. Sejarah Singkat PTP Nusantara II... 23
4.1.2. Proses Produksi PTP Nusantara II... 24
4.2. Distribusi Pekerja Quality Control... 28
4.2.1. Usia... 28
4.2.2. Masa Kerja... 28
4.2.3. Obesitas... 29
4.2.4. Kehamilan atau Paritas... 30
4.3. Distribusi Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja Quality Control... 31
4.3.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena... 31
4.3.2. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Usia... 32
4.3.3. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Masa Kerja... 33
4.3.4. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Obesitas... 34
4.3.5. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Kehamilan Atau Paritas... 35
4.3.6. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Keturunan... 35
BAB V PEMBAHASAN... 36
5.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena Pada Tungkai Pekerja QC... 36
5.2 Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Usia... 39
5.3. Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Masa Kerja... 40
5.4. Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Obesitas... 42
5.5. Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Kehamilan/Paritas.. 43
5.6. Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Keturunan... 44
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 45
6.1. Kesimpulan... 45
6.2. Saran... 45
Halaman
Tabel 3.1. Batas Ambang IMT Untuk Indonesia... 22
Tabel 4.1. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II
Berdasarkan Usia pada tahun 2011... 28
Tabel 4.2. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2011...
28
Tabel 4.3. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II
Berdasarkan Obesitas pada tahun 2011... 29
Tabel 4.4. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Kehamilan/Paritas pada tahun 2011...
30
Tabel 4.5. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada
tahun 2011... 31
Tabel 4.6. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Usia dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada
tahun 2011... 32
Tabel 4.7. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Masa Kerja dan Gangguan Pembuluh Darah Vena
pada tahun 2011... 33
Tabel 4.8. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Obesitas dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada
tahun 2011... 34
Tabel 4.9. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Kehamilan/Paritas dan Gangguan Pembuluh Darah
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Patofisiologi Varices... 10
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian... 18
Di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Tahun 2011
Lampiran 2. Rekapitulasi Data Sampel
Lampiran 3. Nomogram yang memungkinkan seseorang mengetahui nilai IMT-nya.
Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang gangguan pembuluh darah vena pada pekerja Quality Control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Tahun 2011.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Sampel merupakan total populasi dari seluruh pekerja QC yaitu 30 orang. Data primer di peroleh dengan cara observasi gangguan pembuluh darah vena dan pengukuran Indeks Massa Tubuh terkait dengan hubungan obesitas terhadap gangguan pembuluh darah vena kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data sekunder di peroleh dari profil perusahaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II dan ditelaah lebih jauh berdasarkan usia, masa kerja, obesitas, paritas dan keturunan.
Hasil penelitian yang diperoleh dari gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control adalah sebanyak 24 orang., dengan frekuensi terbesar berada pada usia 51-60 tahun sebanyak 14 orang (46,67%), telah bekerja dengan masa kerja lebih dari 20 tahun sebanyak 19 orang (63,33%), obesitas sebanyak 13 orang (43,33%), jumlah paritas 3 kali sebanyak 9 orang (30%), dan tidak ada pekerja QC yang memiliki keturunan gangguan pembuluh darah vena.
Disarankan agar pekerja QC sebaiknya memanfaatkan waktu istirahat selama 15 menit setiap 2 jam untuk relaksasi otot misalnya berjalan-jalan disekitar meja kerja untuk melancarkan peredaran darah atau duduk untuk mengistirahatkan tungkai, pekerja QC yang sudah berusia lanjut sebaiknya tidak bekerja dalam posisi kerja berdiri melainkan dapat dirotasi ke bagian lain yang posisi kerjanya tidak berdiri, makan makanan yang bergizi dan mengandung vitamin C dan E karena dapat membantu memperlancar sirkulasi peredaran darah, jaga berat badan tetap ideal bagi pekerja yang berada dalam kategori IMT gemuk-obesitas, jika pekerja berada dalam masa kehamilan sebaiknya tidak bekerja dengan posisi berdiri.
It has been done a research about vein disorders on quality control workers at Kebun Klambir V PTP Nusantara II in 2011.
It is a descriptive type of research. Sample represents the total population of all quality control workers which are 30 people. The primary data is obtained by doing observation of blood vessel disorders and measurement of body mass index associated to obesity linkaged to blood vessel disorders then it is presented in a frequency distribution table. The secondary data is obtained from the company profile.
The aim of the research is to know the description of vein disorders on quality control workers in Kebun Klambir V PTP Nusantara II and to analyze further based on age, working period, obesity, parity and heredity.
From the result obtained of venous blood vessel disorders on quality control workers as 24 people, by the biggest frequency at the age of 51-60 years as 14 people (46,67 %), working period by 20 years or more as 19 people (63,33 %), obesity as 13 people (43,33 %), mount of 3 times parity as 9 people (30 %), and there is no quality control workers who have a vein disorder heredity based.
It is recommended to workers should take advantage of a break for 15 minutes every 2 hours for a muscle relaxation such as a walk around the desk for circulation or sit down to rest his legs, QC workers who are elderly should not work in a working position standing but can be rotated to another part of his position does not stand, consume the nutritious food and contain vitamins C and E since it may swit the blood sirculation, keep the weight remains ideal for workers who are in a fat-obese BMI categories, if workers are in the pregnancy should does not work in a standing position.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan Pasal 164 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
menyebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar
hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang
diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja meliputi pekerja sektor informal
dan formal. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja. Disebutkan pula bahwa
pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan menjamin
lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan
kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan
datang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat,
ramah lingkungan, sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktivitas yang pada
gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik bagi pengusaha
maupun tenaga kerja. Dengan demikian pemantauan dan pelaksanaan norma-norma
kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan
bekerja dan berusaha dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (Tambusai,2001).
Menurut Suma’mur P.K (1996) untuk efisiensi kerja yang optimal dan
sebaik-baiknya, pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang
antaranya tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap
badan, penserasian manusia dan mesin, pengekonomisan upaya. Cara dan lingkungan
tersebut perlu disesuaikan pula dengan tingkat kesehatan dan keadaan gizi tenaga
kerja yang bersangkutan.
Sulistiono dalam Imania menyatakan bahwa penyakit akibat kerja dapat
menimbulkan kelainan / cacat yang sukar / tidak bisa dipulihkan. Menyebabkan
hilangnya waktu kerja. Faktor fisik dan kondisi lingkungan kerja dapat menjadi
pendorong resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor fisik tersebut diantaranya
gerakan dengan kekuatan dan berulang tekanan statis pada otot dan tekanan oleh
mesin atau getaran dan suhu yang terlalu panas atau dingin. Faktor tersebut akan
semakin mempengaruhi dan dirasakan sebagai pemicu akibat kerja, setelah masa
kerja, waktu istirahat yang kurang dan pekerjaan yang monoton (Imania, 2009).
Masa kerja menunjukkan lamanya seseorang terkena paparan di tempat kerja,
semakin lama masa kerja maka akan semakin lama terkena paparan di tempat kerja
sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Melakukan pekerjaan
yang sama selama bertahun – tahun tanpa ada rotasi pekerjaan menyebabkan
pekerjaan tersebut membebani otot dan jaringan lunak yang sama dalam jangka
waktu tersebut (Luttman, 2003).
Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri
maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam
waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya
3
kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh
bagian bawah.
Sikap tubuh dalam bekerja harus merupakan sikap tubuh yang alami, tidak
dipaksakan dan tidak canggung, sehingga dicapai efisiensi dan produktivitas kerja
yang optimal dan memberikan kenyamanan waktu bekerja, diusahakan agar semua
pekerjaan dilakukan dalam sikap ergonomis harus diatur sedemikian rupa sehingga
tidak menyebabkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan dan bahaya-bahaya
kesehatan lainnya. Bekerja dengan posisi berdiri dan kurangnya gerakan otot pada
kaki lebih cepat menimbulkan kelelahan, bila hal ini berlangsung lama akan terjadi
gangguan pada organ tubuh lain seperti tengkuk, punggung, pinggang, juga dapat
menimbulkan varices pada kaki (Sinaga, 2005).
Pada saat individu berdiri dalam waktu yang lama, tekanan dinding vena akan
meningkat karena kerja katup tidak maksimal dan pengaruh gaya gravitasi bumi.
Penekanan yang cukup besar, akan menyebabkan dinding vena meregang dan
menyebabkan bentuk vena berubah. Bentuk vena lebih mudah berubah sebab vena
tidak memiliki otot polos. Perubahan bentuk akan diikuti dengan terganggunya fungsi
katup. Bila pekerjaan mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri
dengan posisi statis (diam), tapi tetap bergerak. Misalnya dengan berjalan di tempat,
agar otot tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung. Hal ini menjadi
salah satu pemicu varices. (Ronny, 2009)
Jantet G (1998) yang dikutip oleh Malik (1999) menyatakan bahwa insiden
varices tungkai per tahun pada wanita 2,6% dan pria 1,9%. Insiden meningkat dengan
dikutip oleh Malik (1999) pada penelitiannya mendapatkan 1226 penderita varices
tungkai dalam periode 1984 – 1989 dan penderita terbanyak usia 20 – 40 tahun
sedangkan perbandingan wanita dan pria adalah 9,95 : 1. Sandick NS (1992) yang
dikutip oleh Malik (1999) pada penelitiannya mendapatkan 84% kasus dengan
predisposisi genetik, kehamilan 30%, berdiri lebih dari 6 jam/hari 19%, pemakaian
kontrasespsi oral 18%, kegemukan 15%, paparan sinar ultraviolet 10% dan riwayat
tromboplebistis 0,4%.
Kebun Klambir V adalah salah satu kebun PTP Nusantara II yang menangani
tembakau. Salah satu proses produksi di kebun tersebut adalah sortasi yang dilakukan
didalam bangsal. Bagian sortasi merupakan bagian yang sangat terpenting dalam
kelancaran kegiatan di Kebun Klambir V. Semua daun tembakau yang telah dipanen
dikirim ke bangsal dan diterima oleh pekerja quality control (QC) yang kemudian memilah-milah daun tembakau tersebut dan menepuk-nepuk daun tembakau untuk
mengurangi debu yang ada didaun. Setelah selesai daun-daun tersebut disatukan
dalam beberapa ikatan yang kemudian di tumpuk untuk selanjutnya di rapihkan
bentuknya yang sudah keriput akibat proses pengeringan. Kemudian daun yang sudah
rapi bentuknya disortir berdasarkan kualitas warna daun yang kemudian siap untuk
dikirim kebagian fermentasi.
Berdasarkan survey pendahuluan dan pengamatan yang dilakukan kepada
pekerja QC tersebut selama proses pekerjaan tersebut mereka bekerja dengan sikap
berdiri dari awal bekerja sampai selesai dengan memilah-milah daun tembakau diatas
meja kerja yang telah disediakan. Selama berlangsungnya masa pensortiran daun
5
WIB. Walaupun diberikan waktu istirahat setiap 2 jam sekali selama 15 menit namun
pekerja lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaan daripada istirahat. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa lelah, pegal dan kebas pada bagian tungkai, bila terjadi
terus menerus akan mengakibatkan gangguan pembuluh darah vena. Dengan keadaan
tungkai yang lelah, pegal dan kebas yang dirasakan pekerja dapat menurunkan
produktivitas.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai
gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang
diteliti adalah “Bagaimana gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja
quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II tahun 2011”.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC
berdasarkan usia.
2. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC
berdasarkan masa kerja.
3. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC
berdasarkan obesitas.
4. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC
berdasarkan paritas/kehamilan.
5. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC
berdasarkan keturunan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Kebun Klambir V PTP Nusantara II dalam
menangani dan mencegah timbulnya gangguan pembuluh darah vena pada
pekerja QC.
2. Sebagai penambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman, khususnya
tentang penyakit gangguan pembuluh darah vena bagi penulis sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Varices
2.1.1. Definisi Varices
Varises (varices) adalah pembuluh darah balik (vena) yang melebar dan berkelok-kelok akibat gangguan (hambatan) aliran darah. Bila hanya melebar saja
disebut venektasi. Ini terjadi lantaran ketidakmampuan katub (klep) vena dalam
mengatur aliran darah. Akibatnya aliran darah yang seharusnya mengalir lancar ke
arah jantung, mengalami hambatan dan terjadi arus balik sebagian aliran darah dalam
pembuluh darah vena, sehingga pembuluh darah vena melebar dan berkelok-kelok.
Varices terutama terjadi pada tungkai, bisa terjadi pula pada vulva, skrotum,
esophagus bagian distal, dan rektum.
Diperkirakan varices pada ektremitas bawah terjadi pada satu diantara lima
orang di dunia. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita dan orang yang
pekerjaannya menuntut untuk berdiri lama.
2.1.2. Etiologi
Varices dibedakan menjadi primer dan sekunder. Namun, penyebab varices
vena yang pasti belum diketahui. Penderita dianggap mempunyai kelemahan pada
vena yang bersifat herediter, sehingga terbentuk varices yang primer dan spontan.
Varices sekunder merupakan gejala sisa thrombosis vena profunda akibat dilatasi
Faktor penyokong lain :
1. Faktor keturunan
Varices biasanya terjadi saat dewasa akibat perubahan hormon dan
bertambahnya berat badan. Ditunjukkan dengan terjadinya penyakit yang sama pada
beberapa anggota keluarga dan gambaran varices pada usia remaja, kemungkinan
besar disebabkan faktor keturunan.
2. Kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat hamil
yang menyebabkan kaki semakin terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki, tungkai,
pangkal paha dan perut bagian bawah pun terhambat.
3. Kurang gerak
Gaya hidup perkotaan yang kurang gerak, menyebabkan otot
sekitar pembuluh darah vena tidak mampu memompa darah secara maksimal.
4. Faktor berdiri lama
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Pada posisi
tersebut tekanan vena 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang diluar batas
kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katup. Bila pekerjaan
mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis
(diam), tapi tetap bergerak. Misalnya dengan berjalan di tempat, agar otot tungkai
9
5. Obesitas
Hal ini dihubungkan dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat
peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena.
6. Faktor usia
Pada usia lanjut insiden varices akan meningkat. Dinding vena menjadi lemah
karena lamina elastic menjadi tipis dan atrofik bersama dengan adanya degenerasi
otot polos. Disamping itu akan terdapat atrofi otot betis sehingga tonus otot menurun.
2.1.3. Patofisiologi
Penyebab varices primer adalah kelemahan struktural pada dinding pembuluh
darah yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena, karena daun
katup tidak mampu menutup dan menahan aliran refluks. Varices primer cenderung
terjadi pada vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau
kurangnya resistensi jaringan subkutan.
Varices sekunder disebabkan oleh gangguan patologi sistem vena dalam, yang
timbul kongenital atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan dilatasi vena-vena
permukaan, penghubung, atau kolateral. Misalnya, kerusakan katup vena pada sistem
vena dalam akan mengganggu aliran darah menuju jantung, resultan statis, dan
penimbunan darah menyebabkan hipertensi vena dalam. Jika katup vena penghubung
(penyambung) tidak berfungsi dengan baik, maka peningkatan tekanan sirkuit vena
dalam akan menyebabkan aliran balik darah ke dalam vena penghubung. Darah vena
akan dialirkan ke vena permukaan dari vena dalam. Hal ini merupakan faktor
ini, vena permukaan berfungsi sebagai pembuluh kolateral untuk sistem vena dalam,
memirau darah dari daerah yang mati.
Kontraksi Otot
Gambar 1. Patofisiologi varices
Keterangan : biasanya kerusakan diakibatkan karena adanya suatu hambatan aliran
darah dan tekanan hidrostatik yang terlalu besar. Aliran darah v.
Supervisialis
Dialirkan ke vena yang lebih besar
Katub vena kedalam v. Darah provunda
Jantung & paru
v. Supervisial v. Provunda
Terjadi kompartemen
11
2.1.4. Gejala terjadinya varices
1. Mula-mula kaki dan tungkai terasa berat, diikuti otot yang mudah pegal, kaku,
panas dan sakit di seputar kaki maupun tungkai. Biasanya rasa sakit dirasakan
menjelang malam, akibat tidak lancarnya aliran darah.
2. Mudah kram, meski kaki dalam kondisi santai.
3. Muncul pelebaran pembuluh darah rambut yang mirip jaring laba-laba (spider navy).
4. Perubahan warna kulit (pigmentasi) di seputar mata kaki, akibat tidak
lancarnya aliran darah. Kadang diikuti dengan luka di sekitar mata kaki yang
sulit sembuh.
5. Kaki bengkak (edema) karena adanya pembendungan darah.
6. Perubahan pada pembuluh vena luar, misalnya di betis bagian belakang
tampak urat kebiru-biruan dan berkelok-kelok. Keadaan ini merupakan gejala
varices kronis.
2.1.5. Pencegahan
1. Makan makanan bergizi dan olahraga teratur.
2. Hindari berdiri terlalu lama. Sedapat mungkin melakukan relaksasi jika dalam
aktifitas sehari-hari dituntut berdiri lama.
3. Hindari terlalu lama duduk dengan kaki menyilang. Posisi ini dapat
menghambat aliran darah dari tungkai ke arah jantung.
4. Hindari pemakaian pakaian bawah yang terlalu ketat.
5. Jika sedang bepergian jauh, usahakan meluruskan kaki secara berkala dan
6. Gunakan kaos kaki elastis untuk mencegah penekanan pada tungkai.
7. Bagi yang suka sepatu hak tinggi, dapat menggunakannya agar otot sekitar
varises berkontraksi dan untuk memperlancar aliran darah
2.2. Ergonomi
Ergonomi atau disebut rancang-bangun faktor manusia adalah studi untuk
peningkatan teori dan fisik dalam hal bekerja yang berguna untuk memastikan suatu
tempat kerja aman dan produktif. Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi adalah disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaanya. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari
keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi-teknologi
buatannya (Wignjosoebroto, 1995).
Menurut Suma’mur (1996), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kesehatan tenaga kerja adalah yang berhubungan dengan ergonomi yaitu sikap dan
cara kerja, beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang
tidak sesuai dan kerja yang berulang-ulang (Suma’mur, 1996).
Fungsi ergonomi adalah untuk mendesain tempat kerja, stasiun-kerja,
peralatan, dan prosedur dari para pekerja supaya tidak sampai pada batas
menimbulkan rasa lelah, gelisah, dan luka-luka atau kerugian secara efisien menuju
13
Menurut Suma’mur (1996), tujuan utama ergonomi ada 2 (dua), yaitu:
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain,
termasuk meningkatkan kenyamanan penggunaan untuk mengurangi
kelelahan (penyebab kesalahan) dan meningkatkan produktivitas.
2. Meningkatkan nilai-nilai kualitatif yang dapat diamati dan dirasakan namun
sulit diukur, seperti keamanan, mudah diterima oleh pemakai, kepuasan kerja,
dan kualitas hidup.
Sikap tubuh dalam bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang
dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda
terhadap tubuh. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipenaruhi oleh bentuk, susunan,
ukuran dan tata letak peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan(Suma’mur,
1996).
Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan,
kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar
bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling
berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan
kaki serta derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang.
Faktor-faktor tersebut akan menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam
bekerja. Sikap tubuh bisa dikatakan efisien jika :
a. menempatkan tekanan yang seimbang pada bagian-bagian tubuh yang berbeda.
b. membutuhkan sedikit usaha otot untuk bertahan.
2.2.1. Sikap Tubuh Alamiah
Sikap tubuh alamiah yaitu sikap atau postur dalam proses kerja yang sesuai
dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian
penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang sehingga keadaan
menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan muskuloskeletal dan sistem tubuh
yang lain (Baird dalam Merulalia, 2010).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh
dalam melakukan pekerjaan adalah :
a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri
secara bergantian.
b. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak
memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil.
c. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani,
melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk
bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan
sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu
aktivitas.
Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam
waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan
pada pekerja antara lain :
a. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan
15
b. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.
c. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan mengerakkan kaki,
tangan atau leher/kepala).
d. Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring,
bongkok).
Untuk bisa mencapai efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal serta
memberikan rasa nyaman pada saat bekerja bisa dilakukan dengan cara :
a. Menghindarkan sikap tubuh yang tidak alamiah.
b. Mengusahakan agar beban statis sekecil mungkin.
c. Membuat dan menentukan kriteria serta ukuran baku tentang sarana kerja (meja,
kursi, dll.) yang sesuai dengan antropometri pemakainya.
d. Mengupayakan agar sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan sikap duduk
atau kombinasi duduk dan berdiri.
2.2.2. Sikap Kerja Berdiri
Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan
mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, apalagi jika
memakai sepatu dengan bentuk atau ukuran yang tidak sesuai.
Beberapa penelitian telah berusaha untuk mengurangi kelelahan pada tenaga
kerja dengan posisi berdiri. Contohnya seperti yang diungkapkan Granjean (1988)
dalam Santoso (2004), merekomendasikan bahwa untuk jenis pekerjaan teliti, tinggi
meja diatur 10 cm di atas siku. Untuk jenis pekerjaan yang ringan, tinggi meja diatur
sejajar dengan tinggi siku. Dan untuk pekerjaan berat, tinggi meja diatur 10 cm di
Satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja berdiri adalah sikap kepala.
Keadaan kepala harus memberikan kemudahan bagi pelaksanaan pekerjaan. Leher
dalam keadaan fleksi atau ekstensi terus menerus menjadi penyebab kelelahan. Sudut
penglihatan yang baik untuk sikap berdiri diantara 230-270 ke arah bawah dari garis
horizontal.
Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri
maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam
waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya
sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan
kaki.
Setiap hari kaki bisa dipastikan digunakan untuk beraktivitas. Bahkan pada
orang yang hanya berbaring, di kakinya tetap berlangsung proses metabolisme. Saat
duduk atau berdiri dalam waktu yang cukup lama, dengan sepatu yang terlalu sempit
dan berhak tinggi akan mengganggu aliran darah dan cairan getah bening untuk
kembali ke jantung. Akibatnya tidak jarang kita merasakan sepatu yang kita kenakan
saat itu semakin sempit, punggung kaki dan jari-jari kaki kita jadi
membesar/bengkak.
Pada saat itulah aliran darah terhambat. Sisa-sisa metabolisme (antara asam
laktat) tertumpuk di pembuluh tersebut sehingga merasakan kelelahan yang luar
biasa. Walau pembuluh balik (vena) memiliki katup yang berfungsi sebagai
pintu/sekat, sehingga darah yang mengalir tidak kembali setelah melalui bagian per
bagian tapi juga tidak dapat kembali ke jantung karena harus melawan gaya gravitasi
17
memiliki kelemahan pada pembuluh darah balik dan mengakibatkan varises
(varicous vein).
Pada orang yang sampai mengalami varices bukan hanya pada ketidakindahan
masalahnya, tetapi juga rasa sakit yang ditimbulkan yang mengganggu. Bukan hanya
di pembuluh darah balik letak masalahnya tapi juga kelelahan ini dapat mengganggu
proses penyaluran darah kaya nutrisi ke kaki. Karena tekanan terlalu tinggi di
pembuluh balik dan di sel-sel menyebabkan aliran darah terhambat yang membuat
kaki kita semakin lelah.
Gangguan pembuluh darah vena selalu menimbulkan dampak terhadap
individu (pekerja) maupun perusahaan.
Dampak yang ditimbulkan terhadap pekerja antara lain :
1. Rasa tidak nyaman.
2. Minder dari segi kosmetik
3. Kehilangan keleluasaan.
4. Kehilangan pekerjaan.
Dampak terhadap perusahaan antara lain :
1. Pekerja mangkir kerja akibat sakit.
2. Hilangnya pekerja yang terampil di bidangnya.
3. Perlunya merekrut kembali karyawan baru untuk menggantikan pekerja yang
dinonaktifkan. Tingkat kemahiran pekerja baru belum tentu sama dengan yang
dinonaktifkan.
4. Penurunan produktivitas.
2.3. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian - Usia
- Masa kerja
- Obesitas
- Paritas/kehamilan
- keturunan Pekerja QC
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran
gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II tahun 2011.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kebun Klambir V PTP Nusantara II dengan
alasan belum pernah dilakukan penelitian yang sama di tempat tersebut.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian direncanakan pada bulan Mei sampai November 2011.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua pekerja QC dengan jumlah 30 orang.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah semua anggota populasi yaitu berjumlah 30
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
1. Observasi untuk melihat gangguan pembuluh darah vena yang diderita oleh
pekerja QC. Observasi dilakukan dengan melihat perubahan pembuluh darah
vena pada tungkai pekerja yaitu berupa adanya pembuluh darah vena yang
terlihat menonjol, berwarna kebiru-biruan dan berkelok-kelok.
2. Wawancara untuk mengetahui usia, masa kerja, jumlah paritas/kehamilan, dan
faktor keturunan/riwayat gangguan pembuluh darah vena.
3. Pengukuran Indeks Massa Tubuh pekerja QC.
3.4.2. Data Sekunder
1. Diperoleh dari kantor Direksi PTP Nusantara II yaitu data tentang profil
perusahaan.
2. Studi kepustakaan (Library Research)
3.5. Definisi Operasional Variabel
1. Pekerja QC adalah pekerja yang melakukan kegiatan penerimaan, pemilahan
dan penyortiran daun tembakau di Kebun Klambir V PTP Nusantara II.
2. Gangguan pembuluh darah vena adalah naiknya pembuluh darah balik (vena)
yang terlihat pada tungkai akibat gangguan (hambatan) aliran darah yang
dialami oleh pekerja QC.
3. Usia adalah lamanya hidup pekerja QC yang dihitung dari sejak dilahirkan
sampai ulang tahun terakhir pada saat penelitian dilakukan.
21
5. Obesitas adalah berat badan pekerja QC yang melebihi berat badan normal.
6. Paritas atau kehamilan adalah jumlah kehamilan yang mencapai usia viabilitas
(22 minggu) yang pernah dialami oleh pekerja QC.
7. Keturunan adalah gangguan pembuluh darah vena yang diderita juga oleh
anggota keluarga pekerja QC.
3.6. Aspek Pengukuran
1. Usia dihitung dalam tahun dan akan diklasifikasikan dalam range 10 tahun
agar terlihat variasi usia responden (skala ordinal).
2. Masa kerja dihitung dalam tahun dari pertama kali bekerja sebagai QC (skala
ordinal).
3. Obesitas
Berdasarkan definisi operasional maka pengukuran untuk obesitas adalah
dengan menggunakan rumus Indeks Masa Tubuh/IMT (Body Mass Index/BMI) :
IMT yang dihubungkan dengan risiko paling rentan terhadap kesehatan adalah
antara 22 dan 25.
Tabel 3.1. Batas ambang IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,5
Normal > 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat/obesitas > 27,0 Sumber : Depkes, 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, 1994.
Lampiran 3 menunjukkan nomogram yang memungkinkan sesorang
mengetahui nilai IMT-nya (skala ordinal).
4. Kehamilan/paritas dihitung dari banyaknya kehamilan yang mencapai usia
viabilitas yang pernah dilalui oleh pekerja QC (skala rasio).
5. Keturunan/riwayat keluarga dilihat dari anggota keluarga (dilihat dari silsilah
keluarga sebelum pekerja QC seperti ayah, ibu dan selanjutnya ke atas) yang
menderita gangguan pembuluh darah vena (skala nominal).
3.7.Teknik Analisa Data
Hasil yang diperoleh berdasarkan pengamatan terhadap para pekerja akan
diolah dan disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisa secara
deskriptif untuk menjelaskan gangguan pembuluh darah vena pada tungkai yang
23 BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah Singkat PTP Nusantara II
PTP. Nusantara II pada tahun 1869 dikelola oleh Pemerintah Belanda dengan
nama perusahaan Deli Maatschappij. Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia perusahaan ini menjadi kekuasaan belanda sepenuhnya, dan merupakan salah satu
dari 22 unit perusahaan milik PT. Perusahaan Nusantara II
Pada tahun 1910 perusahaan ini berganti nama menjadi NV.VDM (Verenidg Deli Maatschappijen). Sejak kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda, maka semua usaha-usaha yang dikelola oleh Belanda dialihkan menjadi milik Pemerintahan
Indonesia termasuk diantaranya adalah Perusahaan Perkebunan. Kemudian pada
tahun 1958 Pemerintahan Republik Indonesia mengambil alih NV. VDM dan diberi
nama PPN. BARU (Pusat Perkebunan Negara Baru).
Perusahaan ini menyebar di berbagai wilayah nusantara, maka tahun 1960
PPN. BARU berubah menjadi PPN Cabang Sumatera Utara Unit Sumut-1, hanya
berselang setahun yaitu pada tahun 1961. PPN Cabang Unit Sumut -1 berubah
menjadi PPN Sumut-1 yang dikhususkan memproduksi tembakau. Akibat dari
meningkatnya penjualan tembakau di pasar local maupun luar negeri serta daun
tembakau yang dihasilkan berkualitas, pada tahun 1963 PPN Sumut-1 berubah lagi
menjadi PPN Tembakau Deli-II. Lima tahun kemudian PPN Tembakau Deli-II
Pada tahun 1971 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pemerintahan
RI Nomor 5/KTP/UM/1974/PNP/IX yang isinya adalah perubahan nama dari PNP IX
berubah menjadi PT. Perkebunan Nusantara II. Dan nama inilah yang dipakai sampai
sekarang. PTP Nusantara II Klambir Lima memiliki 3 jenis komoditi yaitu:
Tembakau, Tebu, dan Kelapa Sawit. Pada pengolahan tembakau dilakukan pada
gudang pengolahan yaitu dari daun hijau daun tembakau hasil kebun sendiri diolah
menjadi daun tembakau kering setelah proses pemeraman. Produk hasil jadi dari
tembakau pada PTP Nusantara II Kebun Klambir Lima adalah daun tembakau kering.
Produk hasil tembakau PTP Nusantara II Kebun Klambir Lima diekspor ke
luar negeri yaitu Jerman dan Amerika Serikat (AS). Luas HGU (Hak Guna Usaha)
PTP Nusantara II Kebun Klambir Lima adalah : 2.050.47 Ha.
Pada PTP Nusantara II Kebun Klambir lima tenaga kerja keseluruhan
berjumlah 788 orang dimana pada bagian pensortiran berjumlah 230 orang dan 30
orang quality control selebihnya sebagai tenaga administrasi, manager, kepala dinas tanaman, kepala dinas pengolahan, asisten, mandor, dll. Tenaga kerja masuk pada
pukul 07.00 Wib sampai jam 16.00 Wib dan istirahat 1 jam (12.00 – 13.00).
4.1.2. Proses Produksi PTP Nusantara II
Proses produksi tembakau dari mulai pembibitan sampai menjadi daun
tembakau kering melewati beberapa tahap. Adapun tahapan tersebut adalah proses
penanaman di mulai dari penyemaian benih selama 25 hari, kemudian disiapkan
media tanaman yang terdiri dari campuran tanah, pupuk, kompos, pasir dan
25
media tanam dimasukkan kedalam plat-plat pembibitan. Setelah 40 hari tanaman
tembakau siap dipindahkan kekebun tembakau.
Proses pemeliharan tanaman tembakau membutuhkan perawatan berupa
pupuk supaya tanaman tembakaunya dapat tumbuh subur dan perawatan kimia yang
gunanya untuk memberantas hama atau gulma yang dapat merusak daun tembakau
tersebut. Seluruh proses pemeliharaan tanaman ini hingga pengutipan daun tembakau
menghabiskan waktu 40 hari.
Setelah umur tembakau cukup untuk dipanen maka dilakukan pemetikan daun
tembakau. Daun yang telah dipanen diangkut ke bangsal pengeringan. Pada saat
panen, tidak semuanya daun tembakau yang dipetik. Ada dua tingkatan daun yang
dipetik, biasanya daun bagian bawah lebih dahulu setelah beberapa hari kemudian
daun bagian atas. Tujuh daun keatas disebut dengan daun kaki ½, sedangkan lima
daun ke bawah disebut dengan daun pasir.
Proses pengeringan, untuk daun pasir (Z) waktu yang dibutuhkan dalam
pengeringan adalah 19 - 22 hari. Sedangkan untuk daun kaki ½ adalah 20 – 22 hari.
Dalam proses pengeringan, daun hijau tembakau tidak dikeringkan di bawah sinar
matahari langsung tetapi di dalam ruangan tertutup dengan menggunakan asap hasil
pembakaran batu bara.
Daun tembakau yang telah kering, diangkut dari bangsal pengeringan ke
gudang pensortiran. Selama tembakau berada digudang pensortiran suhu atau
temperatur ruangan sangat dijaga, sebab suhu yang tidak stabil mengakibatkan
yang ada di daun. Setelah selesai daun tersebut disatukan dalam beberapa ikatan,
yang kemudian di tumpuk. Selanjutnya daun tersebut dirapihkan bentuknya akibat
proses pengeringan. Kemudian daun yang telah dirapikan bentuknya disortir/dipilah
dan dilakukan pengelompokan yang terdiri dari daun tembakau lelang breman, non
lelang breman, dan daun gruis.
Perbedaan ketiga jenis produk jadi terdapat pada tekstur daun tembakau.
Untuk menilai tembakau yang berkualitas dilihat dari sisi ketebalan, kelenturan dan
warna tembakau. Pengelompokan tembakau ini sangat membutuhkan ketelitian.
Setelah daun tembakau dikelompokkan, kemudian dilakukan proses fermentasi agar
daun tembakau tersebut layu dan tahan lama. Suhu yang dibutuhkan pada proses ini
antara 45 -50°C.
Di dalam gudang ini selain dilakukan pensortiran daun tembakau sesuai
dengan jenis dan warna, juga harus dipastikan tidak terdapat lagi daun yang koyak
atau robek. Daun tembakau diikat di mana setiap ikatan terdiri dari 40 lembar.
Kemudian baru dilakukan pengepakan dan setelah berjumlah 150 pak dilakukan
pengebalan dan tidak lupa mencap setiap satu bal tembakau. Maka proses selesai
tembakau siap untuk diekspor.
Produksi tembakau Kebun Klambir Lima sebagian besar diekspor ke Jerman,
olah karenanya sebutan tembakau hasil jadi kebun ini adalah Lelang Breman.
Tembakau produksi Kebun Klambir lima merupakan salah satu produk Indonesia
27
Tahap-tahap proses tembakau mulai pembibitan sampai diekspor dapat dilihat
pada gambar 4.1 berikut:
[image:42.595.255.508.179.649.2]Sumber : Profil PTP Nusantara II
Gambar 3. Proses tembakau dari pembibitan sampai ekspor Pembibitan ± 40 Hari
Penanaman ± 70 Hari
Pemetikan
Sortasi 8 jam / hari Stapel D = 30 Hari Stapel C = 21 Hari Stapel B = 12 Hari Stapel A = 8 Hari Saring Ikat Kasar Pengeringan 22 Hari
Saring dan Uji Lab.
4.2. Distribusi Pekerja Quality Control 4.2.1. Usia
Distribusi usia pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun
2011 dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Usia pada tahun 2011
No Usia Jumlah (n) Persentase (%)
1 31 – 40 2 6,67
2 41 – 50 10 33,33
3 51 – 60 15 50,00
4 61 – 70 3 10,00
Jumlah 30 100,00
Pekerja QC berada dalam rentang usia termuda 37 tahun dan yang tertua 68
tahun. Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC
berada pada kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 15 orang (50%) dan frekuensi
terkecil berada pada kelompok usia 31 – 40 tahun sebanyak 2 orang (6,67%).
4.2.2. Masa Kerja
Distribusi masa kerja pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada
tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2011
No Masa Kerja ( tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
1 5 – 9 2 6,67
2 10 – 14 2 6,67
3 15 – 19 4 13,33
4 ≥ 20 22 73,33
[image:43.595.105.519.264.362.2] [image:43.595.109.521.599.698.2]29
Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC
bekerja dengan masa kerja ≥ 20 tahun sebanyak 22 orang (73,33%) dan frekuensi
terkecil telah bekerja dengan masa kerja 5 – 9 tahun dan 10 – 14 tahun,
masing-masing sebanyak 2 orang (6,67%). Hal ini menunjukkan bahwa masa kerja responden
sudah tergolong lama, artinya para pekerja QC sudah lama bekerja dengan sikap kerja
berdiri.
4.2.3. Obesitas
Obesitas adalah kondisi dimana seseorang memiliki berat badan lebih atau
kegemukan tingkat berat. Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami obesitas
atau tidak, dapat lihat dari hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh. Berdasarkan hasil
pengukuran tinggi badan dan berat badan pekerja QC maka dapat ditentukan IMT
pekerja QC seperti terlihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Obesitas pada tahun 2011
No Kategori IMT Jumlah
(n)
Persentase (%)
1 Normal >18,5–25,0 12 40,00
2 Gemuk Kelebihan berat
badan tingkat ringan > 25,0–27,0 5 16,67 Kelebihan berat
badan tingkat berat (obesitas)
>27,0 13 43,33
Jumlah 30 100,0
Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC
berada pada kategori gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat/obesitas) dengan
[image:44.595.111.519.480.627.2]4.2.4. Kehamilan atau Paritas
Menurut Manuaba (2010) paritas dibagi menjadi 3, yaitu primipara adalah
wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali, multipara (pleuripara)
adalah wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana
persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali, dan grandemultipara adalah wanita yang
telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali.
Distribusi kehamilan atau paritas pekerja QC di Kebun Klambir V PTP
Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Kehamilan/Paritas pada tahun 2011
No Kehamilan/Paritas Jumlah (n) Persentase (%)
1. Primipara (1 kali) 1 3,33
2. Multipara (2-5 kali) 26 86,67
3. Grande multipara (> 5 kali) 3 10,00
Jumlah 30 100,0
Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC
31
4.3. Distribusi Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja Quality Control 4.3.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada Tungkai Pekerja QC
Keluhan yang dialami akibat gangguan pembuluh darah vena pada tungkai
pekerja QC sangat beragam dan sering kali dirasakan menggangu karena rasa sakit
pada tungkai. Keluhan gangguan pembuluh darah vena yang dialami oleh pekerja QC
di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011
No Keluhan Ya Tidak Jumlah
n %
n % n %
1 Rasa pegal 27 90,00 3 10,00 30 100,00
2 Kebas 14 46,67 16 53,33 30 100,00
3 Lelah/mudah capek 26 86,67 4 13,33 30 100,00
4 Terlihat pembuluh darah vena berwarna kebiruan
24 80,00 6 20,00 30 100,00
Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui bahwa dari 30 orang pekerja QC
didapatkan 27 orang (90%) merasakan pegal pada tungkai, 14 orang (46,67%)
mengalami kebas, 26 orang (86,67%) merasakan lelah/mudah capek pada tungkai dan
sebanyak 24 orang (80%) positif menderita gangguan pembuluh darah vena pada
tungkai karena sudah terlihat pembuluh darah vena yang menonjol keluar dan
[image:46.595.110.527.329.442.2]4.3.2. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Usia
Faktor usia sangat mempengaruhi meningkatnya insiden gangguan pembuluh
darah vena. Semakin lanjut usia seseorang, maka insiden gangguan pembuluh darah
vena akan semakin meningkat. Distribusi pekerja QC di Kebun Klambir V PTP
Nusantara II berdasarkan usia dan gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011
dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Usia dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011
No Usia
(tahun)
Gangguan pembuluh darah vena Jumlah
Ya Tidak
n % n % n %
1 31 – 40 0 0,00 2 6,67 2 6,67
2 41 – 50 7 23,33 3 10,00 10 33,33
3 51 – 60 14 46,67 1 3,33 15 50,00
4 61 – 70 3 10,00 0 0,00 3 10,00
Jumlah 24 80,00 6 20,0 30 100,00
Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa dari 30 orang pekerja QC
terdapat 24 orang (80%) yang mengalami gangguan pembuluh darah vena dan berusia
lebih dari 41 tahun. Frekuensi pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh
darah vena terbesar berada pada kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 14 orang
[image:47.595.106.520.339.466.2]33
4.3.3. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Masa Kerja Masa kerja merupakan salah satu faktor penyokong terjadinya gangguan
pembuluh darah vena. Hal ini berkaitan dengan sikap kerja berdiri secara statis
selama 8 jam/hari. Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh
dan memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Distribusi
pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan masa kerja dan
gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Masa Kerja dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011
No Masa Kerja (tahun)
Gangguan pembuluh darah vena
Jumlah
Ya Tidak
n % n % n %
1 5 – 9 2 6,67 0 0,00 2 6,67
2 10 – 14 0 0,00 2 6,67 2 6,67
3 15 – 19 3 10,00 1 3,33 4 13,33
4 ≥ 20 19 63,33 3 10,00 22 73,33
Jumlah 24 80,00 6 20,00 30 100,00
Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa dari 24 orang pekerja QC yang
mengalami gangguan pembuluh darah vena, frekuensi terbesar telah bekerja dengan
masa kerja ≥ 20 tahun sebanyak 19 orang (63,33%). Namun, berdasarkan tabel diatas
terlihat bahwa pekerja QC dengan masa kerja yang paling singkat selama 5 – 9 tahun
[image:48.595.110.520.354.491.2]4.3.4. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Obesitas Obesitas dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pembuluh darah vena
karena adanya tekanan hidrostatik yang meningkat akibat peningkatan volume darah
serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena. Distribusi pekerja QC di
Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan obesitas dan gangguan pembuluh
darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Obesitas dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011
No Kategori IMT
Gangguan pembuluh
darah vena Jumlah
Ya Tidak
n % n % n %
1 Normal >18,5-25,0 6 20,00 6 20,00 12 40,00
2 Gemuk
Tingkat
ringan >25,0-27,0 5 16,67 0 0,00 5 16,67 Tingkat
berat (obesitas)
>27,0 13 43,33 0 0,00 13 43,33
Jumlah 24 80,00 6 20,00 30 100,00
Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa keseluruhan pekerja QC yang
berada dalam kategori obesitas mengalami gangguan pembuluh darah vena yaitu
sebanyak 13 orang (43,33%). Namun, dalam kategori normal terdapat 6 orang (20%)
[image:49.595.111.527.337.512.2]35
4.3.5. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Kehamilan atau paritas
Selama proses kehamilan berat badan bertambah dan mempengaruhi kekuatan
pembuluh darah vena dalam memompa darah. Distribusi pekerja QC di Kebun
Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan kehamilan atau paritas dan gangguan
pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Kehamilan/Paritas dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011
No Kehamilan/Paritas
Gangguan pembuluh darah vena
Jumlah
Ya Tidak
n % n % n %
1 Primipara (1 kali) 1 3,33 0 0,00 1 3,33
2 Multipara (2-5 kali) 20 66,67 6 20,00 26 86,67 3 Grande multipara (> 5
kali) 3 10,00 0 0,00 3 10,00
Jumlah 24 80,00 6 20,00 30 100,00
Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa frekuensi pekerja QC terbesar
yang mengalami gangguan pembuluh darah vena berada pada kelompok multipara (2-5 kali kehamilan) sebanyak 20 orang (66,67%). Namun, terdapat pekerja dalam
kelompok primipara (1 kali kehamilan/paritas) juga sudah mengalami gangguan pembuluh darah vena sebanyak 1 orang (3,33%).
4.3.6. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Keturunan atau Riwayat Keluarga
Berdasarkan wawancara langsung kepada pekerja QC, didapatkan hasil bahwa
tidak ada diantara pekerja QC yang memiliki keturunan/riwayat keluarga yang
[image:50.595.111.522.335.463.2]36
5.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena Pada Tungkai Pekerja QC Kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai dengan adanya penurunan
kinerja otot, perasaan lelah dan penurunan kesiagaan. Kelelahan kerja dalam suatu
industri berkaitan pada tiga gejala yang saling berhubungan yaitu perasaan lelah,
perubahan fisiologis dalam tubuh (saraf) dan pada keadaan normal yang disebabkan
oleh perubahan kimia setelah bekerja dan menurunnya kapasitas kerja (Sutalaksana
dkk, 1979).
Kelelahan kerja yang dialami oleh pekerja QC dipengaruhi oleh sikap kerja
yang berdiri secara monoton selama 8 jam perhari sehingga pekerja mengeluhkan
rasa pegal, kebas dan lelah/mudah capek pada tungkai pekerja. Kelelahan merupakan
suatu keadaan yang berbeda-beda tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan
kapasitas kerja dan ketahanan tubuh, yang terjadi pada setiap individu yang tidak
sanggup lagi melakukan aktivitasnya (Sinaga, 2005)
Dari hasil penelitian terhadap 30 orang pekerja QC diperoleh 27 orang (90%)
merasakan pegal, 14 orang (46,67%) mengalami kebas, 26 orang (86,67%)
merasakan lelah/mudah capek.
Cheatle dan Scott (1998) dalam Malik (1999) menyatakan penderita
insufisisiensi vena kronis (varises tungkai) biasanya mengeluh merasa nyeri, lelah
(fatigue), rasa pegal, kaki terasa berat dan bengkak, kejang otot betis terutama pada
malam hari, kulit terasa gatal di daerah pergelangan kaki, perasaan tungkai mudah
37
Oleh ILO (1983) dan Suma’mur (1993) salah satu penyebab timbulnya
kelelahan kerja adalah sifat kerja yang monoton atau kurang bervariasi, lingkungan
kerja (cuaca, cahaya dan kebisingan), faktor mental psikologis, penyakit-penyakit dan
gizi (Suma’mur P.K, 1995).
Penyebab terjadinya kelelahan secara fisiologis, yaitu akumulasi dari
substansi toksin (asam laktat) dalam darah, penurunan waktu reaksi. (Khairunnisa,
2001).
Kelelahan terjadi karena berkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan
peredaran darah, di mana produk-produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan
aktivasi otot. Ataupun mungkin bisa dikatakan bahwa produk sisa ini mempengaruhi
serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi
lambat bekerja jika sudah lelah.
Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui
peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia
(oksida glukosa) yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat
(produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk merubah
asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan,
sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontiniu. Ini berarti
keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu
berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk-produk sisa
dalam otot dan peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja
Sikap kerja selama bekerja, membuat timbulnya kelelahan fisik ataupun psikis
dengan gejala-gejala yang ditandai yaitu kelelahan otot yang dijumpai paling banyak
pada otot-otot kaki, pinggang, leher dan punggung (Nasution H.R, 1998)
Dari pekerjaan yang dilakukannya setiap hari, pekerja QC bekerja berdiri dari
awal sampai selesai. Sikap bekerja yang demikian adalah bekerja dengan kerja otot
statis. Keadaan peredaran darah otot statis, pembuluh-pembuluh darah tertekan oleh
pertambahan tekanan dalam otot dan dengan demikian peredaran darah dalam otot
menjadi berkurang. Otot yang berkontraksi statis tidak mendapat glukose dan oksigen
darah sehingga harus menggunakan cadangan-cadangan yang ada, sisa-sisa dari
metabolisme tidak dapat diangkut keluar melainkan tertimbun, hal ini mengakibatkan
terjadinya nyeri dan kelelahan pada otot. Jadi secara fisiologis kerja otot statis kurang
efisien karena lebih cepat menimbulkan kelelahan utama pada pekerja yang bekerja
berdiri. Bila berlangsung lama akan menimbulkan gangguan kesehatan lain seperti
sakit pinggang, nyeri punggung, varices. (Sinaga, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Workers Rights Consortium (2002) pada PT.
Dada-Purwakarta sebanyak 26 orang pekerja yang bekerja dengan sikap berdiri
dijumpai 20 orang mengalami sakit pinggang, ketidaknyamanan, kelelahan dan rasa
sakit yang sangat pada otot kaki, dan sering mengalami kesemutan, hal ini akibat dari
39
5.2. Gangguan Pembuluh Darah Vena berdasarkan Usia
Pada penelitian ini, rentang usia pekerja QC berkisar antara 37 – 68 tahun dan
frekuensi terbesar berada pada kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 15 orang
(50%). Dengan rentang usia tersebut membuat mereka sangat rentan terhadap
berbagai macam penyakit. Termasuk diantaranya gangguan pembuluh darah vena
karena insiden gangguan pembuluh darah vena akan meningkat dengan bertambahnya
usia.
Faktor usia pada pekerja dapat berpengaruh terhadap timbulnya perasaan
lelah, seperti umur tua akan terjadi penurunan kekuatan otot