PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH DI SMA DHARMAWANGSA MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
oleh :
YUNI NELVIANTI NIM : 8146172071
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
YUNI NELVIANTI. Peningkatan Kemampuan Representasi dan Disposisi Matematis Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah di SMA DHARMAWANGSA Medan. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Representasi dan Disposisi Matematis
ii ABSTRACT
YUNI NELVIANTI. Increasing Mathematics Representation Ability and the students mathematics disposition Through Problem-Based Learning Instruction of Dharmawangsa Senior High School in Medan. Tesis. Field: Mathematics Education Program Post-Graduate Studies, State University of Medan, 2016.
Keywords: Problem-Based Learning, Mathematical Representation and the students mathematics disposition
iii
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah melimpahkan anugerah dan karunia-Nya kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Adapun tesis ini berjudul “Peningkatan Kemampuan Representasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMA Dharmawangsa Medan melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah”. sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Ucapan terima kasih dan penghargaan ditujukan khusus kepada:
Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana.
Dr. Edy Surya, M.Si. selaku pembimbing I yang dengan tulus dan sabar membimbing serta tidak hentinya memberikan motivasi dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S. selaku pembimbing II, yang dengan tulus dan sabar juga yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna dalam penyelesaian tesis ini.
Suami tercinta (Ali Mahfud), anak tersayang (M.Miftahul Huda), ayah dan ibu, adik-adik, keponakan (Rifqy, Ibrah, Izazi, Yasmine), seluruh keluarga, sahabat/teman, telah memberikan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Semoga Allah SWT merahmati Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Mungkin masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan proposal tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan dan masukan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Desember 2016 Penulis
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Indikator Kemampuan Representasi Matematis ... ...24
2.2 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... ...36
2.3 Sintaks Model Pembelajaran Biasa.……..………...43
2.4 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa ... 43
3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 67
3.2 Rancangan Penelitian ... 69
3.3 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Variabel Bebas dab Variabel Terikat. . 69
3.4 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 74
3.5 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 75
3.6 Pedoman penyekoran Tes Kemampuan Representasi Matematik ... 76
3.7 Kisi-Kisi Instrumen Disposisi Matematis ... 77
3.8 Skor Skala Disposisi Matematis ... 77
3.9 Daftar Nama Validator ... 78
3.10 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran. ... ….79
3.11 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy ... ….81
3.12 Interpretasi Koefisien Reabilitas Representasi Matematis ... ...82
3.13 Interpretasi Koefisien Reabilitas Disposisi Matematis ... ...83
3.14 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Representasi Matematis ... ...83
3.15 Hasil Uji Coba Skala Disposisi Matematis ... ...84
3.16 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik Yang Digunakan... 94
4.1 Hasil Rata-rata dan Simpangan baku KAM ... 98
4.2 Sebaran Sampel Penelitian ... 99
4.3 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematik ... 100
4.4 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematik Siswa ... 101
4.5 Deskripsi Pretest Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 102
4.6 Deskripsi Postest Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 103
4.7 Hasil Uji Normalitas Skor Postest Kemampuan Representasi Matematis ... 104
4.8 Hasil Uji Homogenitas Skor Postest Kemampuan Representasi Matematis ... 105
4.9 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Pretest Kemampuan Representasi Matematis kelompok Eksperimen dan Kontrol... 106
4.10 Hasil Pretest dan Postest Kemampuan Representasi Matematis Kelas Eksperimen (Pembelajaran Berbasis Masalah)………107
4.11 Hasil Pretest dan Postest Kemampuan Representasi Matematis Berdasarkan Indikator-Indikator ... 108
4.12 Deskripsi N-Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Berdasarkan Kategori Kemampuan AwalMatematik……...……...109
4.13 Deskripsi Pretest Skala Disposisi Matematis Siswa ... 110
4.14 Deskripsi Postest Skala Disposisi Matematis Siswa ... 110
ix
4.16 Uji Homogenitas Data Postest Skala Disposisi Matematis... 113
4.17 Hasil Uji T Perbedaan Rerata Data Postest Disposisi Matematis...114
4.18 Hasil Uji t Kemampuan Representasi Matematis Siswa………..116
4.19 Hasil Uji-t Disposisi Matematis Siswa………118
4.20 Hasil Uji Anava Kemampuan Representasi Matematis Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM………..119
4.21 Hasil Uji Anava Disposisi Matematis Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM………....121 4.22 Hasil Perhitungan N-Gain Kemampuan Representasi Matematis ... 123
4.23 Deskripsi N-Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Siswa Berdasarkan Kategori Kemampuan Awal Matematik…...123
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1.1 Pola Proses Jawaban Siswa ... …...6 2.1 Hubungan Timbal Balik antar Representasi Internal dan
Eksternal ... ...23 3.1. Bagan Tahapan Alur Penelitian….. ... ..96 4.1 Grafik (Diagram) Kemampuan Awal Matematika ... 98 4.2 Diagram Peningkatan N_Gain Kemampuan Representasi Matematis Berdasarkan Indikator-Indikator ... 109 4.3 Grafik Interaksi KAM dan Model Pembelajaran terhadap
Peningkatan Kemampuan Representasi Matematik ... 120 4.4 Grafik Interaksi KAM dan Model Pembelajaran terhadap
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia sedang melaksanakan pembangunan di segala
bidang, salah satunya bidang pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu
alat untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan
berkualitas. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan diharapkan akan
menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkemampuan unggul,
sehingga sumber daya manusia unggul tersebut akan mampu menghadapi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Dengan demikian
semakin ada tuntutan untuk mengimbangi kemajuan tersebut, tentunya diperlukan
peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting dipelajari
di jenjang pendidikan dasar dan menengah karena dapat melatih siswa berfikir
logis, dan mampu menyelesaikan masalah. Matematika merupakan alat untuk
menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas yang memegang
peranan penting. Kline (Rohendi, 2013:17) mengungkapkan “mathematic is not
an autonomous knowledge that can be perfect by itself,but was mainly to help
people in understanding and the mastering the problems of social,economic, and
nature”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pentingnya pelajaran
matematika diberikan agar dapat membantu untuk mengatasi masalah dalam
kehidupan nyata seperti ekonomi, sosial dan alam.
2
Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Menurut
Cornelius (Abdurrahman, 2012:253) mengemukakan bahwa:
”Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”.
Pendapat tersebut sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika dalam
KTSP 2006 menurut Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi yaitu: (1)
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam representasi. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4)
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
representasi.
Tujuan pendidikan matematika memberi tekanan pada penerapan
matematika. Tujuan tersebut berimplikasi pada upaya untuk menjadikan
pembelajaran matematika menarik bagi siswa sehingga mereka menjadi aktif dan
kreatif dalam mengikuti pembelajaran. Namun kenyataannya matematika adalah
3
terbukti dengan hasil belajar siswa yang belum mencapai target KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) Matematika. Berdasarkan dari data yang diperoleh pada
siswa kelas XI SMA Dharmawangsa Medan tahun pelajaran 2015 tampak hasil
belajar siswa di bidang matematika masih rendah, hal tersebut terlihat dari Ujian
Semester nilai rata-rata hasil Ujian Semester kelas XI2 hanya 50 sementara KKM
yang ditetapkan yaitu 70, (sumber nilai raport siswa tahun pelajaran 2015).
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa
dikarenakan banyak siswa yang menganggap matematika itu sulit dipelajari dan
karakteristik matematika yang bersifat abstrak. Abdurrahman (2012:251)
mengatakan bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah,
matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa.
Siswa menganggap matematika itu sulit, faktor salah satu penyebabnya
adalah kurangnya kemampuan representasi matematis siswa. Padahal kemampuan
representasi matematis dalam pembelajaran matematika sangat penting, karena
kemampuan representasi merupakan bagian yang esensial dari matematika dan
pendidikan matematika. Hal tersebut pentingnya kemampuan representasi dalam
standar proses diperkuat oleh NCTM (National Council of Theacher of
Mathematics) (2000) menyebutkan terdapat lima kemampuan dasar matematika
yang merupakan standar proses pendidikan matematika yaitu:
1. Kemampuan representasi (problem solving)
2. Kemampuan bernalar (reasoning)
3. Kemampuan berrepresentasi (communication)
4. Kemampuan membuat koneksi (connection)
4
Hwang dkk (2007), “While solving a mathematical application problem,
students need to observe and find out specific patterns or rules inside the problem.
That is, students need to formulate a concrete application problem into an
abstract mathematical problem. In the formulation process, students must have
multiple representation skills to articulate the same problem in different forms or
views”. Maksud pernyataan diatas adalah ketika siswa mengaplikasikan
penyelesaian masalah maka membutuhkan sebuah rumusan untuk menyelesaikan
masalah matematika yang abstrak tersebut dengan keahlian representasi untuk
mengungkapkan masalah yang sama dalam bentuk format yang berbeda.
Rahmi (Hutagaol, 2013:3) menyatakan bahwa representasi adalah
kemampuan siswa mengrepresentasikan ide/gagasan matematika yang dipelajari
dengan cara tertentu. Kemampuan representasi dapat dibentuk dalam proses
pembelajaran yang menekankan pada kemampuan representasi akan melatih siswa
dalam membangun pemahaman konsep dalam matematika sangat memerlukan
representasi berupa: simbol tertulis, gambar (model) ataupun obyek fisik. Hal ini
sesuai dengan dari beberapa indikator dari representasi yaitu menyajikan kembali
data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik, atau
table, membuat gambar untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi
penyelesaiannya, menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematis,
dan menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan
kata-kata (Mudzakir,2006).
Representasi memegang peranan penting dalam pembelajaran matematika.
Peranan representasi dijelaskan pula oleh National Council of Teachers of
5
Student can develop and deepen their understanding of mathematical concepts
and relationships as they create, compare, and use various representations.
Representations also help students communicate their thinking”. Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa representasi adalah pusat dari
pembelajaran matematika yang membantu pemahaman konsep matematika dan
membangun hubungan representasi matematika dalam mengekspresikan ide-ide
dan membangun pengetahuan matematikanya. Sedangkan Abdullah (2012)
menyatakan bahwa:
“Namun,karena disadari bahwa representasi matematika merupakan suatu hal yang selalu muncul ketika orang mempelajari matematika pada semua tingkatan/level pendidikan, maka dipandang bahwa representasi merupakan suatu komponen yang layak mendapat perhatian serius. Dengan demikian representasi matematik perlu mendapat penekanan dan dimunculkan dalam proses pengajaran matematika di sekolah”.
Tampak jelaslah dari pernyataan-pernyatan diatas menyatakan bahwa
kemampuan representasi matematis tersebut sangat penting ditumbuhkan dan
dikembangkan serta ditingkatkan untuk siswa dalam proses pembelajaran. Maka
diharapkan siswa mempunyai kemampuan representasi matematis untuk
pemahaman konsep matematis yang abstrak dan menyelesaikan masalah
matematis.
Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan
representasi siswa masih rendah. Fakta yang menunjukkan bahwa rendahnya
kualitas pendidikan matematika di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara
maju. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan OECD, PISA (2009) yang diikuti
oleh 65 negara, Indonesia mendapat peringkat 61 dengan skor 371 untuk literasi
6
Alhuda dan Rifqy berbelanja di toko Sparepart motor (bengkel) untuk membeli kebutuhan bengkelnya. Dia membeli 5 liter oli merk Enduro dan 4 liter oli merk Shell dengan harga tidak lebih dari Rp 92.000,00. dan Rifqy membeli 4 liter oli merk Shell dan 3 liter merk Enduro,dengan harga tidak lebih dari Rp 85.000,00. Buatlah model matematika dari masalah tersebut.
…
yang dilaporkan hasil survei Programme for International Student Assesment atau
PISA pada tahun 2009 (Organisation for Economic Cooperation and
Development atau OECD, 2010) menyatakan sekitar 95% siswa di Indonesia
belum mampu mengaitkan beberapa representasi yang berbeda dari suatu konsep
matematika serta menggunakan simbol dan konsep matematika sesuai indikator
kemampuan representasi yaitu ekspresi matematika. Ekspresi matematik yaitu
kemampuan untuk membuat model ataupun persamaan matematik dari suatu
masalah yang diberikan pada siswa atau mengubah situasi masalah matematika ke
dalam simbol-simbol matematika menjadi bentuk persamaan (model) matematika.
Selain itu rendahnya kemampuan representasi siswa juga terlihat pada
observasi awal yag penulis lakukan di SMA DHARMAWANGSA Medan dalam
menyelesaikan contoh soal sebagai berikut:
7
Gambar diatas adalah jawaban salah satu dari siswa yang menjawab salah.
Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa mengalami kesulitan
dalam mengemukakan ide matematikanya secara tertulis serta menjelaskan ide
matematika ke dalam kata-kata sendiri, siswa mengalami kesulitan merubah soal
tersebut ke dalam model matematika, ditemukannya kesalahan siswa dalam
menafsirkan soal sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai yang ditanyakan,
Dari hasil analisis proses jawaban soal yang diberikan dan diujikan kepada 40
orang siswa berkaitan dengan soal kemampuan representasi matematis diatas
hanya 4 orang (10%) yang menjawab dengan benar sesuai indikator, sedangkan
10 orang (25%) memberikan jawaban yang benar tetapi tidak lengkap, sedangkan
sisanya 24 orang (65%) memberikan jawaban yang salah yang tidak sesuai dengan
indikator kemampuan representasi yaitu ekspresi persamaan matematika yaitu
mengubah situasi masalah ke dalam simbol-simbol atau ide-ide matematika
menjadi bentuk persamaan atau model matematik.
Dari permasalahan di atas sesuai dengan indikator representasi matematis
siswa masih belum bisa menguasai representasi ekspresi matematis. Siswa belum
mampu mengemukakan simbol-simbol matematika dalam membuat model
matematika. Maka dalam hal ini kemampuan representasi matematis siswa masih
sangat perlu ditingkatkan, atau dengan kata lain kemampuan representasi
matematis sungguh masih rendah.
Selain kemampuan representasi matematis, juga perlu dikembangkan sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
8
Proses pengembangan representasi untuk pemahaman konsep lebih dalam dan
berfikir matematis di atas diharapkan akan membentuk kebiasaan, keinginan,dan
kesadaran, dedikasi dan kecenderungan yang kuat pada diri siswa untuk berpikir
dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif. Polking (Hendriana, 2010)
menamakan kecenderungan berbuat dan berpikir matematik seperti itu dengan
istilah disposisi matematik. Pentingnya disposisi dapat dipandang ikut
menentukan keberhasilan prestasi atau hasil belajar siswa. Hal diatas
menunjukkan bahwa betapa pentingnya disposisi matematis dalam pembelajaran
matematika.
Dalam proses belajar-mengajar, disposisi siswa terhadap matematika dapat
diamati dalam diskusi kelas. Disposisi siswa terhadap matematika terlihat ketika
siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri,
tanggung jawab, tekun, merasa tertantang, pantang putus asa, memiliki kemauan
untuk mencari cara lain dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah
dilakukan. Siswa yang memiliki disposisi tinggi akan lebih gigih, tekun, dan
berminat untuk mengeksplorasi dan mencoba hal-hal baru.
Namun yang menjadi permasalahan saat ini adalah siswa mengalami
hambatan dan ketakutan dalam menghadapi pembelajaran matematika. Siswa
selalu mengeluh tidak mempunyai kemampuan apa-apa terutama dalam
pembelajaran matematika. Saat mengikuti pembelajaran, siswa mudah menyerah
dan mengeluh sulit belajar. Jika diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas,
siswa takut secara berlebihan dan merasa tidak yakin dengan jawabannya, itu
9
Pada saat peneliti observasi di SMA Dharmawangsa Medan, Penulis telah
mewawancarai beberapa siswa tentang pembelajaran matematika di sekolah
tersebut. Siswa-siswa di sekolah tersebut cenderung melihat jawaban temannya
yang dianggap mereka lebih pintar matematika daripada percaya dengan hasil
jawaban mereka, bahkan untuk mengungkapkan jawaban mereka sendiri ke depan
kelas mereka tidak berani padahal jawaban mereka sudah benar. Siswa cenderung
malu ataupun malas tampil ke depan kelas. Sebagian siswa juga kurang berminat
dan tidak perduli bagaimana cara dapat menjawab penyelesaian soal-soal
matematika. Siswa juga menganggap matematika adalah pelajaran yang
membosankan dan menakutkan. Sementara itu guru tidak memberikan
kesempatan siswa untuk mengkontruksikan pengetahuan matematika yang akan
menjadi milik siswa. Hal tersebut penyebab rendahnya disposisi matematis siswa.
Kurangnya disposisi matematis juga dapat menyebabkan siswa menjadi tidak
percaya diri, malas, kurang gigih, dan kurang berminat.
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan selama menjadi pengajar
matematika di tingkat SMA dan wawancara beberapa guru sebagai teman sejawat
dan satu profesi sebagai pengajar di SMA Dharmawangsa Medan, rendahnya
representasi dan disposisi matematis siswa di SMA Dharmawangsa Medan
dikarenakan beberapa hal, di antaranya adalah :
1) Siswa belum mampu membuat model matematika (ekspresi atau
persamaan) dari soal-soal yang berbentuk soal cerita ataupun dalam bentuk
diagram, grafik ataupun tabel.
2) Terkadang siswa bisa menemukan jawaban dari soal cerita tetapi tidak
10
menjelaskan ide–ide matematika dengan baik, yaitu belum bisa
mengeneralisasikan soal cerita ke dalam model matematika.
3) Masih ada siswa yang belum mampu membuat kesimpulan dari materi
yang dipelajari.
4) Kurangnya minat dan disposisi siswa dalam belajar matematika karena
tidak percaya diri akan kemampuannya, akibatnya jadi tidak senang
belajar matematika sehingga disposisi matematis siswa masih rendah.
Rendahnya kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah model pembelajaran yang
digunakan oleh guru. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru
matematika kelas XI SMA Dharmawangsa Medan menunjukkan bahwa 80%
pembelajaran matematika dikelas masih bersifat oriented-teacher, artinya
pembelajaran yang terjadi masih banyak didominasi oleh guru, sementara siswa
duduk pasif menerima informasi pengetahuan dengan cara mencatat, meniru,
mendengarkan dan menghapal apa yang telah disampaikan oleh gurunya.
Fenomena proses pembelajaran guru di lapangan selama ini juga diperkuat
oleh Somerset dan Suryanto (Fachrurazi, 2011) yang mengemukakan bahwa
pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah
pembelajaran biasa yaitu ceramah, tanya jawab, pemberian tugas atau berdasarkan
kepada behaviourist dan structuralist. Sebagian guru matematika memulai proses
pembelajaran dengan membahas pengertiannya, lalu memberikan contoh-contoh
soal, lalu meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan sehingga siswa kurang
11
Selain itu hasil pengamatan penulis selama ini bahwa masih monoton
dalam memberikan materi pelajaran. Seharusnya guru matematika dalam kegiatan
belajar mengajar tidak harus terpaku dengan menggunakan satu model tetapi
model yang bervariasi agar jalannya pembelajaran tidak membosankan tetapi
menarik perhatian anak didik. Guru yang professional dan kreatif akan memilih
model pembelajaran yang lebih tepat. Menurut Ball (1988:16) menyatakan: “Good mathematics teaching, according to this view, should eventually result in meaningful understandings of concepts and procedures, as well as in understandings about mathematics: what it means to "do" mathematics and how one establishes the validity of answers, for instance”.
Pada prinsipnya tidak satupun model pembelajaran yang dapat dipandang
sempurna dan cocok untuk semua materi yang ada dalam setiap mata pelajaran.
Banyak model inovatif yang sesuai dengan pendekatan ilmiah yang menjadi inti
standar proses. Salah satu model tersebut adalah model Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) atau selama ini dikenal sebagai Problem Based Learning (PBL) .
Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) yaitu model pembelajaran
yang berpusat pada siswa (student centered). Peranan guru dalam pembelajaran
berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan
memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Seperti yang dikatakan Sagala (2009:196), “Peranan guru lebih banyak menetapkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin
belajar dan fasilitator belajar. Dengan dengan demikian, siswa lebih banyak
melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan
permasalahan dengan bimbingan guru”.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah ini dapat meningkatkan kualitas
12
pendapat Deslile (1997:22) menyatakan “Problem-based learning helps raise
the quality of education. With PBL strategies, teachers make the shift to higher
standards and greater performance...”. Adapun pendapat diatas bermakna
bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah, para guru dapat meningkatkan
standar pelaksanaan pembelajaran lebih baik lagi.
Wilkerson dan Gijselaers (Antonius, 2015) menjelaskan PBM bercirikan
berpusat pada siswa, guru lebih sebagai fasilitator, masalah iil- structured sebagai
pemicu awal dan kerangka kerja bagi strategi, penyelidikan, menuntun eksplorasi,
dan membantu siswa mengklarifikasi dan menulusuri jawaban atas pertanyaan
penyilidikannya. Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran berbasis
masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang sesuai dengan paradigma baru
yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Trianto (2009) menjelaskan bahwa manfaat pembelajaran berbasis masalah adalah “membantu siswa
mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, memecahkan masalah,
belajar berperan sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata dan simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri”.
Hasil penelitian Syafriani (2015) menyimpulkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat
meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Oleh karena itu, melalui
model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ini diharapkan kemampuan
representasi matematis siswa akan berkembang apabila mereka ikut serta dalam
kegiatan matematika, sehingga masalah benar-benar dipahami dan diselesaikan
oleh siswa dan juga dapat menumbuhkan disposisi matematis yaitu sikap percaya
13
semangat dalam kegiatan belajar matematika. Maka model pembelajaran berbasis
masalah dapat menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan representasi dan
disposisi matematis siswa dari pada pembelajaran biasa.
Selain model pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga berkontribusi
terhadap perkembangan kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa
yaitu kesiapan dan kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran. Kesiapan dan
kemampuan siswa itu ditentukan oleh Kemampuan Awal Matematis (KAM). Hal
ini dikarenakan matematika itu hierarkis, artinya saling keterkaitan antara satu
konsep dengan konsep yang lain, maka sudah semestinya seorang siswa itu
mampu mengikuti materi B karena sebelumnya sudah memahami konsep materi
A. Siswa tidak mungkin memahami konsep C jika tidak mengerti konsep B dan
tidak pula mengerti konsep B jika tidak memahami konsep A. Seperti Hudojo
(1998:3) menyatakan bahwa mempelajari konsep B yang mendasari kepada
konsep A, seseorang perlu memahami terlebih dahulu konsep A. Tanpa
memahami konsep A tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Sebagai
contoh, untuk menyelesaikan masalah tentang Sistem Pertidaksamaan Linier maka
siswa harus memahami konsep materi Pertidaksamaan Linier dan Sistem
Pertidaksaan Linier dan konsep yang lain lagi sebagai materi prasyarat yaitu
Sistem Persamaan Linier. Pembelajaran yang dilaksanakan dikatakan berhasil
seandainya kemampuan awal siswa tersebut rendah menjadi tinggi setelah
dilaksanakan pembelajaran. Kemampuan awal matematis siswa juga penting
untuk perkembangan kemampuan representasi dan disposisi matematis, hal ini
dikarenakan kemampuan awal matematis merupakan prestasi siswa yang didapat
14
Setiap siswa mempunyai kemampuan awal yang berlainan. Hal ini senada
dengan Sanjaya (2008:54) yang menyatakan bahwa tidak dapat disangkal adalah
setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokkan pada
siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Selain itu juga Ruseffendi (1991)
menyatakan bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan
ditemukan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan tinggi. Uno
(2006:61) juga mengungkapkan bahwa suatu kemampuan awal seorang siswa
mungkin baru mencapai tingkat pengenalan, sedangkan bagi siswa lain, untuk
kemampuan awal yang sama, sudah mencapai tingkat siap ulang atau siap pakai.
Dari beberapa pendapat diatas tersebut terlihat jelas bahwa kemampuan awal
setiap siswa itu berbeda-beda.
Kemampuan awal matematis siswa dijadikan modal awal siswa dalam
melakukan aktifitas pembelajaran sehingga siswa yang berada pada kelompok atas
lebih mudah memahami pembelajaran daripada kelompok lainnya (menengah dan
bawah). Pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan awal matematis
dimaksud untuk melihat ada atau tidaknya interaksi bersama antara model
pembelajaran dengan kemampuan awal matematis siswa terhadap perkembangan
kemampuan awal matematis siswa terhadap perkembangan kemampuan
representasi dan disposisi matematis siswa.
Dalam kegiatan belajar-mengajar, setiap materi yang disampaikan
hendaknya bisa diserap oleh siswa yang berkemampuan awal rendah, sedang
maupun yang berkemampuan awal tinggi. Menurut Benyamin S. Bloom seperti
yang dikutip Suparno (2001): "Untuk belajar yang bersifat kognitif apabila
15
maka betapapun baiknya kualitas pembelajaran tidak akan menolong siswa untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi”.
Namun tidak selamanya kemampuan awal tinggi pada siswa berimbas
pada prestasi siswa yang tinggi juga atau sebaliknya, semua itu dapat terjadi jika
dilakukan pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong siswa lebih aktif
dan penuh semangat dalam belajar. Guru tidak hanya dituntut untuk menguasai
materi, akan tetapi dalam pelaksanaannya perlu adanya perhatian dari guru untuk
mengkombinasikan beberapa metode pengajaran. Hal ini bertujuan agar siswa
tidak mudah bosan ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung,
sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat lebih baik dari yang sebelumnya.
Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran yang tepat menjadi hal
yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Maka penulis memilih model
pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini berdasarkan pengamatan di
sekolah tersebut.
Dari uraian tersebut, penulis melihat betapa pentingnya untuk melakukan
penelitian apakah ada peningkatan kemampuan representasi dan disposisi
matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah di
kelas XI SMA Dharmawangsa Medan, dengan judul “Peningkatan Kemampuan
Representasi Dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran
Berbasis Masalah di SMA Dharmawangsa Medan”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakasng masalah diatas, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
16
2. Kemampuan representasi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika setingkat SMA masih rendah.
3. Disposisi matematis siswa masih rendah
4. Pembelajaran matematika masih bersifat abstrak dan berpusat pada guru
(centered teacher).
5. Kemampuan Awal Matematika (KAM) siswa dalam mengikuti
pembelajaran masih rendah.
6. Metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif masih jarang
digunakan oleh guru.
7. Proses jawaban soal matematika yang diberikan siswa masih belum
sistematis dan banyaknya kesalahan-kesalahan dalam penyelesaian proses
penyelesaian jawaban siswa tersebut.
1.3 Batasan Masalah
Berkaitan dengan lokasi penelitian, penelitian ini terbatas pada
SMA Dharmawangsa Medan. Dalam melakukan penelitian ini dibuat
pembatasan masalah, agar masalah yang diteliti lebih efektif, jelas dan terarah.
Penelitian ini melibatkan siswa kelas XI, dan akan dilakukan tahun 2016
dengan meneliti permasalahan sebagai berikut:
1. Kemampuan representasi matematis siswa SMA masih rendah,
menjadi kendala dalam proses pembelajaran matematika.
2. Disposisi matematis siswa SMA terhadap pelajaran matematika
masih rendah.
3. Penggunaan pembelajaran berbasis masalah belum dipahami dan
17
4. Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal
matematika siswa terhadap kemampuan dan disposisi matematis.
5. Proses jawaban soal matematika yang diberikan kepada siswa
masih belum sistematis.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dapat dirumuskan masalah, sebagai
berikut:
1. Apakah kemampuan representasi matematis siswa melalui pembelajaran
berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran biasa?
2. Apakah disposisi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah
lebih baik daripada pembelajaran biasa?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan
awal matematika (KAM) siswa terhadap kemampuan representasi
matematis siswa?
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan
awal matematika (KAM) siswa terhadap disposisi siswa?
5. Apakah terdapat peningkatan kemampuan representasi matematis
siswa melalui pembelajaran berbasis masalah?
6. Apakah terdapat peningkatan disposisi matematis siswa melalui
pembelajaran berbasis masalah?
7. Bagaimanakah proses jawaban siswa dalam menyelesaikan
soal-soal yang terkait dengan kemampuan representasi matematis siswa
18
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk menganalisa bahwa kemampuan representasi matematik siswa
melalui pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran
biasa.
2. Untuk menganalisa kemampuan disposisi matematis siswa melalui
pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran biasa
3. Untuk menganalisa apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran
dengan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan
representasi matematis siswa.
4. Untuk menganalisa apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran
dengan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap disposisi
matematis siswa.
5. Untuk mengetahui bahwa terdapat peningkatan kemampuan
representasi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis
masalah.
6. Untuk mengetahui bahwa terdapat peningkatan kemampuan
disposisi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah.
7. Untuk menganalisa bentuk proses jawaban siswa dalam menyelesaikan
soal-soal yang terkait dengan kemampuan representasi matematis setelah
19
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:
1. Kepada peneliti, sebagai bahan acuan untuk dapat menerapkan model
pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan representasi
dan disposisi matematis siswa.
2. Kepada guru, sebagai sumber informasi dalam menentukan alternatif
model pembelajaran.
3. Kepada siswa, meningkatkan aktivitas dan kreativitas dalam pembelajaran
di kelas agar berkembangnya kemampuan representasi matematis dan
disposisi matematis siswa.
4. Untuk Kepala Sekolah, memberikan izin kepada setiap guru untuk
mengembangkan model-model pembelajaran untuk meningkatkan
kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa pada khususnya
dan hasil belajar matematika siswa pada umumnya.
5. Kepada khasanah ilmu pengetahuan, memperbaiki paradigma dan model
1
154 BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran berbasis
masalah dan pembelajaran biasa terhadap peningkatan kemampuan representasi
dan disposisi matematis siswa SMA Dharmawangsa Medan.
Berdasarkan analisis data hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan dalam penelitian ini, diperoleh beberapa temuan yaitu tercapainya
tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Dari hasil analisis diperoleh temuan dan
pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa
simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal
matematika, kemampuan disposisi matematis dan disposisi matematis siswa.
Adapun simpulan tersebut sebagai berikut:
1. Kemampuan representasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran
berbasis masalah lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan siswa
yang mendapat pembelajaran biasa.
2. Disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah
lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan siswa yang mendapat
pembelajaran biasa.
3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis
masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa
(tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan representasi
155
4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis
masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa
(tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan representasi
matematis.
5. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang diberi
pembelajaran berbasis masalah dengan rata-rata N-Gain sebesar 0,571.
6. Peningkatan disposisi matemais siswa yang diberi pembelajaran berbasis
masalah dengan rata-rata N-Gain sebesar 0,521.
7. Proses penyelesaian jawaban siswa terhadap tes kemampuan representasi
matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah menunjukkan
ketercapaiannya indikator kemampuan representasi matematik lebih baik
dibandingkan proses tersebut pada siswa yang mendapat pembelajaran
biasa.
5.1. Implikasi
Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan representasi dan
disposisi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah pada siswa
SMA DHARMAWANGSA Medan. Oleh karena itu beberapa implikasi dari
penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan representasi matematis siswa
2. Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan disposisi matematis siswa.
3. Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan dalam kelas sebagai
156
5.2. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian yang telah diuraikan,
selanjutnya berkaitan dengan hal itu berikut ini diberikan beberapa saran yang
perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap
penggunaan pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran
matematika khususnya. Sarannya adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru matematika
a. Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang
menekankan kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran
matematika yang innovatif khususnya dalam mengajarkan materi Sistem
Pertidaksamaan Linier.
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran
matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada materi Sistem
Pertidaksamaan Linier.
c. Agar model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif diterapkan pada
pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan
mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik
(Buku Guru, Buku Siswa, LAS, RPP, media yang digunakan). Karena
model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang
inovatif dan efektif. Diharapkan guru matematika dapat menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberi kesempatan pada
157
sendiri, berani berargumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan
kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian
matematika bukan lagi momok yang sangat menyulitkan bagi siswa.
d. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat
melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran
biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil
belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan kemampuan
representasi dan kemampuan disposisi matematik masih sangat asing bagi
guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah
atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan representasi dan
kemampuan disposisi matematik siswa.
b. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam meningkatkan kemampuan representasi dan disposisi
matematis siswa pada pokok bahasan Sistem Pertidaksamaan Linier
sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan
sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan
matematika yang lain.
3. Kepada peneliti Lain
Dalam penelitian ini model pembelajaran berbasis masalah yang
158
pembelajaran biasa. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar
membandingkan model pembelajaran yang lebih setara, misalnya model
pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan model pembelajaran
berbasis masalah yang dimodifikasi, seperti berbasis ICT. Dalam penelitian ini
variabel yang diteliti adalah kemampuan representasi dan disposisi matematis,
159
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. H. I. 2010. Peningkatan Kemamapuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kontekstual Yang Terintegrasi Dengan Soft Skill. Jurnal.Pendidikan Matematika FKIP Universitas Khairun.
Abdurrahman, M. 2012. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Arends, R. I. 2008. Learning to Teach. New York: McGraw Hill. Companies.
Baden, S. M. & Major, H. C. 2004. Foundations of Problem based-Learning. Society for Research into Higher Education and Open University Press. New York. USA
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2010. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs). Jakarta: BSNP.
Ball, L. D. 1998. Knowledge And Reasoning In Mathematical Pedagogy: Examining What Prospective Teachers Bring To Teacher Education. A Dissertation. Department of Teacher Education. Michigan State University
Deslile, R. 1997. How to Use Problem based-Learning in the Classroom. ASCD. Alexandria. Virginia. USA.
Etherington, M. B. 2011. Investigative Primary Science: A Problem-based Learning Approach.Australian Journal of Teacher Education. Volume 36 Issue 9.
Fergusson, G. A. 1989. Statistical Analisys In Psychology and Education. Sixt Edition, Singapore : Mc. Graw-Hill International Book.co.
Goldin, G. A. 1998. Representational system, learning, and problem solving in
mathematics. Journal of Mathematical Behavior. 17(2), 137-165.
Handriana, H. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung: Refika Aditama
Husnidar, M. I. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Didaktik Matematika. ISSN: 2355-4185.
160
Krawec, J. L. 2010. Problem Representation and Mmathematical Problem Solving of Students of Varying Mathematic Ability. A Dissertation. University of Miami.
Coral Gobles Florida.
Mandu. K.W.S & Suparta, N. 2013. Kontribusi Kemampuan Koneksi, Kemampuan Representasi, Dan Disposisi Matematis Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Sawasta di Kabupaten Manggarai. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Program Studi Matematika. Singaraja. Volume 2 Tahun 2013.
Mahfufah, D. I. 2015. Upaya Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Journal (Online). Diakses: 10 November 2015.
Musliha, H. F. 2012. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) NEGERI 1 Namorambe. Tesis tidak diterbitkan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.
Netter, J. 1974. Applied Linier Statistical Model. Illions : Richard D.Erwin,INC.
Rohendi, D. & Dulpaja, J. 2013. Connected Mathematics Project (CMP) Model Based on Presentation Media to the Mathematical Connection Ability of Junior High School Student. Journal of Education and Practice. Vol.4, No.4. Indonesia University of Education.
Roschelle, J. 2006. Effective Integration of Dynamic Representations and Collaboration to Enhance Mathematics and Science Learning. Journal. Keynote address at Curriculum Corporation 13th National Conference, Adelaide. SRI International, California, United States
Ruseffendi. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya. IKIP Semarang Press: Semarang.
Sabirin, M. 2014. Representasi Dalam Pembelajaran Matematika. JPM IAIN ANTASARI.Volume 01 Nomor 2.
Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
161
Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sibuea, L. M. 2015. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMK Taman Siswa Sukadamai Kabupaten Asahan Melalui Model Pembelajaran Masalah. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pasca Sarjana UNIMED.
Sudjana. 2005.Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.
Syafriani, E. 2015. Peningkatan Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Kemamapuan Representasi Matematis Siswa Kelas XI SMK-2 Swasta Panca Budi Medan Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED.
Trianto.. 2009. Mendesain Metode Pembelajaran Inovatif dan Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Yudhanegara, R.. 2014. Meningkatkan Kemampuan Representasi Beragam Matematis
Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Terbuka. Jurnal Ilmiah. Volume
1 Nomor 3. Karawang: FKIP Universitas Singaperbangsa Karawang
Yerushalmy, M. 2005. Functions Interactive Visual Representations Interactive Mathemathical Textbooks. International Journal of Computers for Mathematical Learning.10: 217–249