• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN DISPOSISI MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI SMA DHARMAWANGSA MEDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN DISPOSISI MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI SMA DHARMAWANGSA MEDAN."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

BERBASIS MASALAH DI SMA DHARMAWANGSA MEDAN

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh :

YUNI NELVIANTI NIM : 8146172071

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

YUNI NELVIANTI. Peningkatan Kemampuan Representasi dan Disposisi Matematis Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah di SMA DHARMAWANGSA Medan. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Representasi dan Disposisi Matematis

(7)

ii ABSTRACT

YUNI NELVIANTI. Increasing Mathematics Representation Ability and the students mathematics disposition Through Problem-Based Learning Instruction of Dharmawangsa Senior High School in Medan. Tesis. Field: Mathematics Education Program Post-Graduate Studies, State University of Medan, 2016.

Keywords: Problem-Based Learning, Mathematical Representation and the students mathematics disposition

(8)

iii

(9)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah melimpahkan anugerah dan karunia-Nya kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Adapun tesis ini berjudul “Peningkatan Kemampuan Representasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMA Dharmawangsa Medan melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah”. sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Ucapan terima kasih dan penghargaan ditujukan khusus kepada:

 Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

 Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana.

 Dr. Edy Surya, M.Si. selaku pembimbing I yang dengan tulus dan sabar membimbing serta tidak hentinya memberikan motivasi dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

 Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S. selaku pembimbing II, yang dengan tulus dan sabar juga yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna dalam penyelesaian tesis ini.

 Suami tercinta (Ali Mahfud), anak tersayang (M.Miftahul Huda), ayah dan ibu, adik-adik, keponakan (Rifqy, Ibrah, Izazi, Yasmine), seluruh keluarga, sahabat/teman, telah memberikan dukungan dalam penyelesaian tesis ini. Semoga Allah SWT merahmati Bapak/Ibu serta saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Mungkin masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan proposal tesis ini, untuk itu penulis mengharapkan sumbangan dan masukan berupa pemikiran yang terbungkus dalam saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Desember 2016 Penulis

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Indikator Kemampuan Representasi Matematis ... ...24

2.2 Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... ...36

2.3 Sintaks Model Pembelajaran Biasa.……..………...43

2.4 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa ... 43

3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 67

3.2 Rancangan Penelitian ... 69

3.3 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Variabel Bebas dab Variabel Terikat. . 69

3.4 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 74

3.5 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Representasi Matematis ... 75

3.6 Pedoman penyekoran Tes Kemampuan Representasi Matematik ... 76

3.7 Kisi-Kisi Instrumen Disposisi Matematis ... 77

3.8 Skor Skala Disposisi Matematis ... 77

3.9 Daftar Nama Validator ... 78

3.10 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran. ... ….79

3.11 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy ... ….81

3.12 Interpretasi Koefisien Reabilitas Representasi Matematis ... ...82

3.13 Interpretasi Koefisien Reabilitas Disposisi Matematis ... ...83

3.14 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Representasi Matematis ... ...83

3.15 Hasil Uji Coba Skala Disposisi Matematis ... ...84

3.16 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik Yang Digunakan... 94

4.1 Hasil Rata-rata dan Simpangan baku KAM ... 98

4.2 Sebaran Sampel Penelitian ... 99

4.3 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematik ... 100

4.4 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematik Siswa ... 101

4.5 Deskripsi Pretest Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 102

4.6 Deskripsi Postest Tes Kemampuan Representasi Matematis Siswa ... 103

4.7 Hasil Uji Normalitas Skor Postest Kemampuan Representasi Matematis ... 104

4.8 Hasil Uji Homogenitas Skor Postest Kemampuan Representasi Matematis ... 105

4.9 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Pretest Kemampuan Representasi Matematis kelompok Eksperimen dan Kontrol... 106

4.10 Hasil Pretest dan Postest Kemampuan Representasi Matematis Kelas Eksperimen (Pembelajaran Berbasis Masalah)………107

4.11 Hasil Pretest dan Postest Kemampuan Representasi Matematis Berdasarkan Indikator-Indikator ... 108

4.12 Deskripsi N-Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Berdasarkan Kategori Kemampuan AwalMatematik……...……...109

4.13 Deskripsi Pretest Skala Disposisi Matematis Siswa ... 110

4.14 Deskripsi Postest Skala Disposisi Matematis Siswa ... 110

(11)

ix

4.16 Uji Homogenitas Data Postest Skala Disposisi Matematis... 113

4.17 Hasil Uji T Perbedaan Rerata Data Postest Disposisi Matematis...114

4.18 Hasil Uji t Kemampuan Representasi Matematis Siswa………..116

4.19 Hasil Uji-t Disposisi Matematis Siswa………118

4.20 Hasil Uji Anava Kemampuan Representasi Matematis Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM………..119

4.21 Hasil Uji Anava Disposisi Matematis Berdasarkan Pembelajaran dan Kategori KAM………....121 4.22 Hasil Perhitungan N-Gain Kemampuan Representasi Matematis ... 123

4.23 Deskripsi N-Gain Kemampuan Representasi Matematis Siswa Siswa Berdasarkan Kategori Kemampuan Awal Matematik…...123

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1.1 Pola Proses Jawaban Siswa ... …...6 2.1 Hubungan Timbal Balik antar Representasi Internal dan

Eksternal ... ...23 3.1. Bagan Tahapan Alur Penelitian….. ... ..96 4.1 Grafik (Diagram) Kemampuan Awal Matematika ... 98 4.2 Diagram Peningkatan N_Gain Kemampuan Representasi Matematis Berdasarkan Indikator-Indikator ... 109 4.3 Grafik Interaksi KAM dan Model Pembelajaran terhadap

Peningkatan Kemampuan Representasi Matematik ... 120 4.4 Grafik Interaksi KAM dan Model Pembelajaran terhadap

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pemerintah Indonesia sedang melaksanakan pembangunan di segala

bidang, salah satunya bidang pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu

alat untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan

berkualitas. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan diharapkan akan

menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkemampuan unggul,

sehingga sumber daya manusia unggul tersebut akan mampu menghadapi

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Dengan demikian

semakin ada tuntutan untuk mengimbangi kemajuan tersebut, tentunya diperlukan

peningkatan kualitas pendidikan dalam berbagai bidang, diantaranya matematika.

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting dipelajari

di jenjang pendidikan dasar dan menengah karena dapat melatih siswa berfikir

logis, dan mampu menyelesaikan masalah. Matematika merupakan alat untuk

menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan berkualitas yang memegang

peranan penting. Kline (Rohendi, 2013:17) mengungkapkan “mathematic is not

an autonomous knowledge that can be perfect by itself,but was mainly to help

people in understanding and the mastering the problems of social,economic, and

nature”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pentingnya pelajaran

matematika diberikan agar dapat membantu untuk mengatasi masalah dalam

kehidupan nyata seperti ekonomi, sosial dan alam.

(14)

2

Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Menurut

Cornelius (Abdurrahman, 2012:253) mengemukakan bahwa:

”Lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”.

Pendapat tersebut sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika dalam

KTSP 2006 menurut Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi yaitu: (1)

Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,

dalam representasi. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang

meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,

menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (4)

Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan

matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

representasi.

Tujuan pendidikan matematika memberi tekanan pada penerapan

matematika. Tujuan tersebut berimplikasi pada upaya untuk menjadikan

pembelajaran matematika menarik bagi siswa sehingga mereka menjadi aktif dan

kreatif dalam mengikuti pembelajaran. Namun kenyataannya matematika adalah

(15)

3

terbukti dengan hasil belajar siswa yang belum mencapai target KKM (Kriteria

Ketuntasan Minimal) Matematika. Berdasarkan dari data yang diperoleh pada

siswa kelas XI SMA Dharmawangsa Medan tahun pelajaran 2015 tampak hasil

belajar siswa di bidang matematika masih rendah, hal tersebut terlihat dari Ujian

Semester nilai rata-rata hasil Ujian Semester kelas XI2 hanya 50 sementara KKM

yang ditetapkan yaitu 70, (sumber nilai raport siswa tahun pelajaran 2015).

Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa

dikarenakan banyak siswa yang menganggap matematika itu sulit dipelajari dan

karakteristik matematika yang bersifat abstrak. Abdurrahman (2012:251)

mengatakan bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah,

matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh para siswa.

Siswa menganggap matematika itu sulit, faktor salah satu penyebabnya

adalah kurangnya kemampuan representasi matematis siswa. Padahal kemampuan

representasi matematis dalam pembelajaran matematika sangat penting, karena

kemampuan representasi merupakan bagian yang esensial dari matematika dan

pendidikan matematika. Hal tersebut pentingnya kemampuan representasi dalam

standar proses diperkuat oleh NCTM (National Council of Theacher of

Mathematics) (2000) menyebutkan terdapat lima kemampuan dasar matematika

yang merupakan standar proses pendidikan matematika yaitu:

1. Kemampuan representasi (problem solving)

2. Kemampuan bernalar (reasoning)

3. Kemampuan berrepresentasi (communication)

4. Kemampuan membuat koneksi (connection)

(16)

4

Hwang dkk (2007), “While solving a mathematical application problem,

students need to observe and find out specific patterns or rules inside the problem.

That is, students need to formulate a concrete application problem into an

abstract mathematical problem. In the formulation process, students must have

multiple representation skills to articulate the same problem in different forms or

views”. Maksud pernyataan diatas adalah ketika siswa mengaplikasikan

penyelesaian masalah maka membutuhkan sebuah rumusan untuk menyelesaikan

masalah matematika yang abstrak tersebut dengan keahlian representasi untuk

mengungkapkan masalah yang sama dalam bentuk format yang berbeda.

Rahmi (Hutagaol, 2013:3) menyatakan bahwa representasi adalah

kemampuan siswa mengrepresentasikan ide/gagasan matematika yang dipelajari

dengan cara tertentu. Kemampuan representasi dapat dibentuk dalam proses

pembelajaran yang menekankan pada kemampuan representasi akan melatih siswa

dalam membangun pemahaman konsep dalam matematika sangat memerlukan

representasi berupa: simbol tertulis, gambar (model) ataupun obyek fisik. Hal ini

sesuai dengan dari beberapa indikator dari representasi yaitu menyajikan kembali

data atau informasi dari suatu representasi ke representasi diagram, grafik, atau

table, membuat gambar untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi

penyelesaiannya, menyelesaikan masalah dengan melibatkan ekspresi matematis,

dan menuliskan langkah-langkah penyelesaian masalah matematika dengan

kata-kata (Mudzakir,2006).

Representasi memegang peranan penting dalam pembelajaran matematika.

Peranan representasi dijelaskan pula oleh National Council of Teachers of

(17)

5

Student can develop and deepen their understanding of mathematical concepts

and relationships as they create, compare, and use various representations.

Representations also help students communicate their thinking”. Berdasarkan

pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa representasi adalah pusat dari

pembelajaran matematika yang membantu pemahaman konsep matematika dan

membangun hubungan representasi matematika dalam mengekspresikan ide-ide

dan membangun pengetahuan matematikanya. Sedangkan Abdullah (2012)

menyatakan bahwa:

“Namun,karena disadari bahwa representasi matematika merupakan suatu hal yang selalu muncul ketika orang mempelajari matematika pada semua tingkatan/level pendidikan, maka dipandang bahwa representasi merupakan suatu komponen yang layak mendapat perhatian serius. Dengan demikian representasi matematik perlu mendapat penekanan dan dimunculkan dalam proses pengajaran matematika di sekolah”.

Tampak jelaslah dari pernyataan-pernyatan diatas menyatakan bahwa

kemampuan representasi matematis tersebut sangat penting ditumbuhkan dan

dikembangkan serta ditingkatkan untuk siswa dalam proses pembelajaran. Maka

diharapkan siswa mempunyai kemampuan representasi matematis untuk

pemahaman konsep matematis yang abstrak dan menyelesaikan masalah

matematis.

Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan

representasi siswa masih rendah. Fakta yang menunjukkan bahwa rendahnya

kualitas pendidikan matematika di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara

maju. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan OECD, PISA (2009) yang diikuti

oleh 65 negara, Indonesia mendapat peringkat 61 dengan skor 371 untuk literasi

(18)

6

Alhuda dan Rifqy berbelanja di toko Sparepart motor (bengkel) untuk membeli kebutuhan bengkelnya. Dia membeli 5 liter oli merk Enduro dan 4 liter oli merk Shell dengan harga tidak lebih dari Rp 92.000,00. dan Rifqy membeli 4 liter oli merk Shell dan 3 liter merk Enduro,dengan harga tidak lebih dari Rp 85.000,00. Buatlah model matematika dari masalah tersebut.

yang dilaporkan hasil survei Programme for International Student Assesment atau

PISA pada tahun 2009 (Organisation for Economic Cooperation and

Development atau OECD, 2010) menyatakan sekitar 95% siswa di Indonesia

belum mampu mengaitkan beberapa representasi yang berbeda dari suatu konsep

matematika serta menggunakan simbol dan konsep matematika sesuai indikator

kemampuan representasi yaitu ekspresi matematika. Ekspresi matematik yaitu

kemampuan untuk membuat model ataupun persamaan matematik dari suatu

masalah yang diberikan pada siswa atau mengubah situasi masalah matematika ke

dalam simbol-simbol matematika menjadi bentuk persamaan (model) matematika.

Selain itu rendahnya kemampuan representasi siswa juga terlihat pada

observasi awal yag penulis lakukan di SMA DHARMAWANGSA Medan dalam

menyelesaikan contoh soal sebagai berikut:

(19)

7

Gambar diatas adalah jawaban salah satu dari siswa yang menjawab salah.

Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan siswa mengalami kesulitan

dalam mengemukakan ide matematikanya secara tertulis serta menjelaskan ide

matematika ke dalam kata-kata sendiri, siswa mengalami kesulitan merubah soal

tersebut ke dalam model matematika, ditemukannya kesalahan siswa dalam

menafsirkan soal sehingga jawaban yang diberikan tidak sesuai yang ditanyakan,

Dari hasil analisis proses jawaban soal yang diberikan dan diujikan kepada 40

orang siswa berkaitan dengan soal kemampuan representasi matematis diatas

hanya 4 orang (10%) yang menjawab dengan benar sesuai indikator, sedangkan

10 orang (25%) memberikan jawaban yang benar tetapi tidak lengkap, sedangkan

sisanya 24 orang (65%) memberikan jawaban yang salah yang tidak sesuai dengan

indikator kemampuan representasi yaitu ekspresi persamaan matematika yaitu

mengubah situasi masalah ke dalam simbol-simbol atau ide-ide matematika

menjadi bentuk persamaan atau model matematik.

Dari permasalahan di atas sesuai dengan indikator representasi matematis

siswa masih belum bisa menguasai representasi ekspresi matematis. Siswa belum

mampu mengemukakan simbol-simbol matematika dalam membuat model

matematika. Maka dalam hal ini kemampuan representasi matematis siswa masih

sangat perlu ditingkatkan, atau dengan kata lain kemampuan representasi

matematis sungguh masih rendah.

Selain kemampuan representasi matematis, juga perlu dikembangkan sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin

tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan

(20)

8

Proses pengembangan representasi untuk pemahaman konsep lebih dalam dan

berfikir matematis di atas diharapkan akan membentuk kebiasaan, keinginan,dan

kesadaran, dedikasi dan kecenderungan yang kuat pada diri siswa untuk berpikir

dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif. Polking (Hendriana, 2010)

menamakan kecenderungan berbuat dan berpikir matematik seperti itu dengan

istilah disposisi matematik. Pentingnya disposisi dapat dipandang ikut

menentukan keberhasilan prestasi atau hasil belajar siswa. Hal diatas

menunjukkan bahwa betapa pentingnya disposisi matematis dalam pembelajaran

matematika.

Dalam proses belajar-mengajar, disposisi siswa terhadap matematika dapat

diamati dalam diskusi kelas. Disposisi siswa terhadap matematika terlihat ketika

siswa menyelesaikan tugas matematika, apakah dikerjakan dengan percaya diri,

tanggung jawab, tekun, merasa tertantang, pantang putus asa, memiliki kemauan

untuk mencari cara lain dan melakukan refleksi terhadap cara berpikir yang telah

dilakukan. Siswa yang memiliki disposisi tinggi akan lebih gigih, tekun, dan

berminat untuk mengeksplorasi dan mencoba hal-hal baru.

Namun yang menjadi permasalahan saat ini adalah siswa mengalami

hambatan dan ketakutan dalam menghadapi pembelajaran matematika. Siswa

selalu mengeluh tidak mempunyai kemampuan apa-apa terutama dalam

pembelajaran matematika. Saat mengikuti pembelajaran, siswa mudah menyerah

dan mengeluh sulit belajar. Jika diminta untuk mengerjakan soal di depan kelas,

siswa takut secara berlebihan dan merasa tidak yakin dengan jawabannya, itu

(21)

9

Pada saat peneliti observasi di SMA Dharmawangsa Medan, Penulis telah

mewawancarai beberapa siswa tentang pembelajaran matematika di sekolah

tersebut. Siswa-siswa di sekolah tersebut cenderung melihat jawaban temannya

yang dianggap mereka lebih pintar matematika daripada percaya dengan hasil

jawaban mereka, bahkan untuk mengungkapkan jawaban mereka sendiri ke depan

kelas mereka tidak berani padahal jawaban mereka sudah benar. Siswa cenderung

malu ataupun malas tampil ke depan kelas. Sebagian siswa juga kurang berminat

dan tidak perduli bagaimana cara dapat menjawab penyelesaian soal-soal

matematika. Siswa juga menganggap matematika adalah pelajaran yang

membosankan dan menakutkan. Sementara itu guru tidak memberikan

kesempatan siswa untuk mengkontruksikan pengetahuan matematika yang akan

menjadi milik siswa. Hal tersebut penyebab rendahnya disposisi matematis siswa.

Kurangnya disposisi matematis juga dapat menyebabkan siswa menjadi tidak

percaya diri, malas, kurang gigih, dan kurang berminat.

Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan selama menjadi pengajar

matematika di tingkat SMA dan wawancara beberapa guru sebagai teman sejawat

dan satu profesi sebagai pengajar di SMA Dharmawangsa Medan, rendahnya

representasi dan disposisi matematis siswa di SMA Dharmawangsa Medan

dikarenakan beberapa hal, di antaranya adalah :

1) Siswa belum mampu membuat model matematika (ekspresi atau

persamaan) dari soal-soal yang berbentuk soal cerita ataupun dalam bentuk

diagram, grafik ataupun tabel.

2) Terkadang siswa bisa menemukan jawaban dari soal cerita tetapi tidak

(22)

10

menjelaskan ide–ide matematika dengan baik, yaitu belum bisa

mengeneralisasikan soal cerita ke dalam model matematika.

3) Masih ada siswa yang belum mampu membuat kesimpulan dari materi

yang dipelajari.

4) Kurangnya minat dan disposisi siswa dalam belajar matematika karena

tidak percaya diri akan kemampuannya, akibatnya jadi tidak senang

belajar matematika sehingga disposisi matematis siswa masih rendah.

Rendahnya kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah model pembelajaran yang

digunakan oleh guru. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru

matematika kelas XI SMA Dharmawangsa Medan menunjukkan bahwa 80%

pembelajaran matematika dikelas masih bersifat oriented-teacher, artinya

pembelajaran yang terjadi masih banyak didominasi oleh guru, sementara siswa

duduk pasif menerima informasi pengetahuan dengan cara mencatat, meniru,

mendengarkan dan menghapal apa yang telah disampaikan oleh gurunya.

Fenomena proses pembelajaran guru di lapangan selama ini juga diperkuat

oleh Somerset dan Suryanto (Fachrurazi, 2011) yang mengemukakan bahwa

pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah

pembelajaran biasa yaitu ceramah, tanya jawab, pemberian tugas atau berdasarkan

kepada behaviourist dan structuralist. Sebagian guru matematika memulai proses

pembelajaran dengan membahas pengertiannya, lalu memberikan contoh-contoh

soal, lalu meminta siswa mengerjakan soal-soal latihan sehingga siswa kurang

(23)

11

Selain itu hasil pengamatan penulis selama ini bahwa masih monoton

dalam memberikan materi pelajaran. Seharusnya guru matematika dalam kegiatan

belajar mengajar tidak harus terpaku dengan menggunakan satu model tetapi

model yang bervariasi agar jalannya pembelajaran tidak membosankan tetapi

menarik perhatian anak didik. Guru yang professional dan kreatif akan memilih

model pembelajaran yang lebih tepat. Menurut Ball (1988:16) menyatakan: “Good mathematics teaching, according to this view, should eventually result in meaningful understandings of concepts and procedures, as well as in understandings about mathematics: what it means to "do" mathematics and how one establishes the validity of answers, for instance”.

Pada prinsipnya tidak satupun model pembelajaran yang dapat dipandang

sempurna dan cocok untuk semua materi yang ada dalam setiap mata pelajaran.

Banyak model inovatif yang sesuai dengan pendekatan ilmiah yang menjadi inti

standar proses. Salah satu model tersebut adalah model Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBM) atau selama ini dikenal sebagai Problem Based Learning (PBL) .

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) yaitu model pembelajaran

yang berpusat pada siswa (student centered). Peranan guru dalam pembelajaran

berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan

memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Seperti yang dikatakan Sagala (2009:196), “Peranan guru lebih banyak menetapkan diri sebagai pembimbing atau pemimpin

belajar dan fasilitator belajar. Dengan dengan demikian, siswa lebih banyak

melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan

permasalahan dengan bimbingan guru”.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah ini dapat meningkatkan kualitas

(24)

12

pendapat Deslile (1997:22) menyatakan “Problem-based learning helps raise

the quality of education. With PBL strategies, teachers make the shift to higher

standards and greater performance...”. Adapun pendapat diatas bermakna

bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah, para guru dapat meningkatkan

standar pelaksanaan pembelajaran lebih baik lagi.

Wilkerson dan Gijselaers (Antonius, 2015) menjelaskan PBM bercirikan

berpusat pada siswa, guru lebih sebagai fasilitator, masalah iil- structured sebagai

pemicu awal dan kerangka kerja bagi strategi, penyelidikan, menuntun eksplorasi,

dan membantu siswa mengklarifikasi dan menulusuri jawaban atas pertanyaan

penyilidikannya. Berdasarkan pendapat di atas, model pembelajaran berbasis

masalah (PBM) merupakan pembelajaran yang sesuai dengan paradigma baru

yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Trianto (2009) menjelaskan bahwa manfaat pembelajaran berbasis masalah adalah “membantu siswa

mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, memecahkan masalah,

belajar berperan sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata dan simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri”.

Hasil penelitian Syafriani (2015) menyimpulkan bahwa pembelajaran

dengan menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat

meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Oleh karena itu, melalui

model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ini diharapkan kemampuan

representasi matematis siswa akan berkembang apabila mereka ikut serta dalam

kegiatan matematika, sehingga masalah benar-benar dipahami dan diselesaikan

oleh siswa dan juga dapat menumbuhkan disposisi matematis yaitu sikap percaya

(25)

13

semangat dalam kegiatan belajar matematika. Maka model pembelajaran berbasis

masalah dapat menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan representasi dan

disposisi matematis siswa dari pada pembelajaran biasa.

Selain model pembelajaran, terdapat faktor lain yang diduga berkontribusi

terhadap perkembangan kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa

yaitu kesiapan dan kemampuan siswa dalam mengikuti pelajaran. Kesiapan dan

kemampuan siswa itu ditentukan oleh Kemampuan Awal Matematis (KAM). Hal

ini dikarenakan matematika itu hierarkis, artinya saling keterkaitan antara satu

konsep dengan konsep yang lain, maka sudah semestinya seorang siswa itu

mampu mengikuti materi B karena sebelumnya sudah memahami konsep materi

A. Siswa tidak mungkin memahami konsep C jika tidak mengerti konsep B dan

tidak pula mengerti konsep B jika tidak memahami konsep A. Seperti Hudojo

(1998:3) menyatakan bahwa mempelajari konsep B yang mendasari kepada

konsep A, seseorang perlu memahami terlebih dahulu konsep A. Tanpa

memahami konsep A tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Sebagai

contoh, untuk menyelesaikan masalah tentang Sistem Pertidaksamaan Linier maka

siswa harus memahami konsep materi Pertidaksamaan Linier dan Sistem

Pertidaksaan Linier dan konsep yang lain lagi sebagai materi prasyarat yaitu

Sistem Persamaan Linier. Pembelajaran yang dilaksanakan dikatakan berhasil

seandainya kemampuan awal siswa tersebut rendah menjadi tinggi setelah

dilaksanakan pembelajaran. Kemampuan awal matematis siswa juga penting

untuk perkembangan kemampuan representasi dan disposisi matematis, hal ini

dikarenakan kemampuan awal matematis merupakan prestasi siswa yang didapat

(26)

14

Setiap siswa mempunyai kemampuan awal yang berlainan. Hal ini senada

dengan Sanjaya (2008:54) yang menyatakan bahwa tidak dapat disangkal adalah

setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokkan pada

siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Selain itu juga Ruseffendi (1991)

menyatakan bahwa dari sekelompok siswa yang dipilih secara acak akan

ditemukan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan tinggi. Uno

(2006:61) juga mengungkapkan bahwa suatu kemampuan awal seorang siswa

mungkin baru mencapai tingkat pengenalan, sedangkan bagi siswa lain, untuk

kemampuan awal yang sama, sudah mencapai tingkat siap ulang atau siap pakai.

Dari beberapa pendapat diatas tersebut terlihat jelas bahwa kemampuan awal

setiap siswa itu berbeda-beda.

Kemampuan awal matematis siswa dijadikan modal awal siswa dalam

melakukan aktifitas pembelajaran sehingga siswa yang berada pada kelompok atas

lebih mudah memahami pembelajaran daripada kelompok lainnya (menengah dan

bawah). Pengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan awal matematis

dimaksud untuk melihat ada atau tidaknya interaksi bersama antara model

pembelajaran dengan kemampuan awal matematis siswa terhadap perkembangan

kemampuan awal matematis siswa terhadap perkembangan kemampuan

representasi dan disposisi matematis siswa.

Dalam kegiatan belajar-mengajar, setiap materi yang disampaikan

hendaknya bisa diserap oleh siswa yang berkemampuan awal rendah, sedang

maupun yang berkemampuan awal tinggi. Menurut Benyamin S. Bloom seperti

yang dikutip Suparno (2001): "Untuk belajar yang bersifat kognitif apabila

(27)

15

maka betapapun baiknya kualitas pembelajaran tidak akan menolong siswa untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi”.

Namun tidak selamanya kemampuan awal tinggi pada siswa berimbas

pada prestasi siswa yang tinggi juga atau sebaliknya, semua itu dapat terjadi jika

dilakukan pembelajaran yang tepat sehingga dapat mendorong siswa lebih aktif

dan penuh semangat dalam belajar. Guru tidak hanya dituntut untuk menguasai

materi, akan tetapi dalam pelaksanaannya perlu adanya perhatian dari guru untuk

mengkombinasikan beberapa metode pengajaran. Hal ini bertujuan agar siswa

tidak mudah bosan ketika kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung,

sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat lebih baik dari yang sebelumnya.

Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran yang tepat menjadi hal

yang sangat penting untuk dipertimbangkan. Maka penulis memilih model

pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini berdasarkan pengamatan di

sekolah tersebut.

Dari uraian tersebut, penulis melihat betapa pentingnya untuk melakukan

penelitian apakah ada peningkatan kemampuan representasi dan disposisi

matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah di

kelas XI SMA Dharmawangsa Medan, dengan judul “Peningkatan Kemampuan

Representasi Dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran

Berbasis Masalah di SMA Dharmawangsa Medan”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakasng masalah diatas, maka dapat

diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :

(28)

16

2. Kemampuan representasi matematis siswa dalam menyelesaikan masalah

matematika setingkat SMA masih rendah.

3. Disposisi matematis siswa masih rendah

4. Pembelajaran matematika masih bersifat abstrak dan berpusat pada guru

(centered teacher).

5. Kemampuan Awal Matematika (KAM) siswa dalam mengikuti

pembelajaran masih rendah.

6. Metode pembelajaran yang kreatif, inovatif dan efektif masih jarang

digunakan oleh guru.

7. Proses jawaban soal matematika yang diberikan siswa masih belum

sistematis dan banyaknya kesalahan-kesalahan dalam penyelesaian proses

penyelesaian jawaban siswa tersebut.

1.3 Batasan Masalah

Berkaitan dengan lokasi penelitian, penelitian ini terbatas pada

SMA Dharmawangsa Medan. Dalam melakukan penelitian ini dibuat

pembatasan masalah, agar masalah yang diteliti lebih efektif, jelas dan terarah.

Penelitian ini melibatkan siswa kelas XI, dan akan dilakukan tahun 2016

dengan meneliti permasalahan sebagai berikut:

1. Kemampuan representasi matematis siswa SMA masih rendah,

menjadi kendala dalam proses pembelajaran matematika.

2. Disposisi matematis siswa SMA terhadap pelajaran matematika

masih rendah.

3. Penggunaan pembelajaran berbasis masalah belum dipahami dan

(29)

17

4. Interaksi antara model pembelajaran dengan kemampuan awal

matematika siswa terhadap kemampuan dan disposisi matematis.

5. Proses jawaban soal matematika yang diberikan kepada siswa

masih belum sistematis.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dapat dirumuskan masalah, sebagai

berikut:

1. Apakah kemampuan representasi matematis siswa melalui pembelajaran

berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran biasa?

2. Apakah disposisi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah

lebih baik daripada pembelajaran biasa?

3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan

awal matematika (KAM) siswa terhadap kemampuan representasi

matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan

awal matematika (KAM) siswa terhadap disposisi siswa?

5. Apakah terdapat peningkatan kemampuan representasi matematis

siswa melalui pembelajaran berbasis masalah?

6. Apakah terdapat peningkatan disposisi matematis siswa melalui

pembelajaran berbasis masalah?

7. Bagaimanakah proses jawaban siswa dalam menyelesaikan

soal-soal yang terkait dengan kemampuan representasi matematis siswa

(30)

18

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk menganalisa bahwa kemampuan representasi matematik siswa

melalui pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran

biasa.

2. Untuk menganalisa kemampuan disposisi matematis siswa melalui

pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada pembelajaran biasa

3. Untuk menganalisa apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran

dengan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan

representasi matematis siswa.

4. Untuk menganalisa apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran

dengan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap disposisi

matematis siswa.

5. Untuk mengetahui bahwa terdapat peningkatan kemampuan

representasi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis

masalah.

6. Untuk mengetahui bahwa terdapat peningkatan kemampuan

disposisi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah.

7. Untuk menganalisa bentuk proses jawaban siswa dalam menyelesaikan

soal-soal yang terkait dengan kemampuan representasi matematis setelah

(31)

19

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:

1. Kepada peneliti, sebagai bahan acuan untuk dapat menerapkan model

pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan representasi

dan disposisi matematis siswa.

2. Kepada guru, sebagai sumber informasi dalam menentukan alternatif

model pembelajaran.

3. Kepada siswa, meningkatkan aktivitas dan kreativitas dalam pembelajaran

di kelas agar berkembangnya kemampuan representasi matematis dan

disposisi matematis siswa.

4. Untuk Kepala Sekolah, memberikan izin kepada setiap guru untuk

mengembangkan model-model pembelajaran untuk meningkatkan

kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa pada khususnya

dan hasil belajar matematika siswa pada umumnya.

5. Kepada khasanah ilmu pengetahuan, memperbaiki paradigma dan model

(32)

1

154 BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian ini berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran berbasis

masalah dan pembelajaran biasa terhadap peningkatan kemampuan representasi

dan disposisi matematis siswa SMA Dharmawangsa Medan.

Berdasarkan analisis data hasil penelitian dan pembahasan yang telah

diuraikan dalam penelitian ini, diperoleh beberapa temuan yaitu tercapainya

tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Dari hasil analisis diperoleh temuan dan

pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa

simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal

matematika, kemampuan disposisi matematis dan disposisi matematis siswa.

Adapun simpulan tersebut sebagai berikut:

1. Kemampuan representasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran

berbasis masalah lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan siswa

yang mendapat pembelajaran biasa.

2. Disposisi matematis siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah

lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan siswa yang mendapat

pembelajaran biasa.

3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis

masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa

(tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan representasi

(33)

155

4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis

masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa

(tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan representasi

matematis.

5. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang diberi

pembelajaran berbasis masalah dengan rata-rata N-Gain sebesar 0,571.

6. Peningkatan disposisi matemais siswa yang diberi pembelajaran berbasis

masalah dengan rata-rata N-Gain sebesar 0,521.

7. Proses penyelesaian jawaban siswa terhadap tes kemampuan representasi

matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah menunjukkan

ketercapaiannya indikator kemampuan representasi matematik lebih baik

dibandingkan proses tersebut pada siswa yang mendapat pembelajaran

biasa.

5.1. Implikasi

Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan representasi dan

disposisi matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah pada siswa

SMA DHARMAWANGSA Medan. Oleh karena itu beberapa implikasi dari

penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan untuk meningkatkan

kemampuan representasi matematis siswa

2. Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan untuk meningkatkan

kemampuan disposisi matematis siswa.

3. Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan dalam kelas sebagai

(34)

156

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian yang telah diuraikan,

selanjutnya berkaitan dengan hal itu berikut ini diberikan beberapa saran yang

perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap

penggunaan pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran

matematika khususnya. Sarannya adalah sebagai berikut:

1. Bagi guru matematika

a. Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang

menekankan kemampuan representasi dan disposisi matematis siswa dapat

dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran

matematika yang innovatif khususnya dalam mengajarkan materi Sistem

Pertidaksamaan Linier.

b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai

bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran

matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada materi Sistem

Pertidaksamaan Linier.

c. Agar model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif diterapkan pada

pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan

mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik

(Buku Guru, Buku Siswa, LAS, RPP, media yang digunakan). Karena

model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang

inovatif dan efektif. Diharapkan guru matematika dapat menciptakan

suasana pembelajaran yang menyenangkan, memberi kesempatan pada

(35)

157

sendiri, berani berargumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan

kreatif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian

matematika bukan lagi momok yang sangat menyulitkan bagi siswa.

d. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori

pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat

melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran

biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil

belajar siswa.

2. Kepada Lembaga terkait

a. Pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan kemampuan

representasi dan kemampuan disposisi matematik masih sangat asing bagi

guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah

atau lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan hasil belajar

matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan representasi dan

kemampuan disposisi matematik siswa.

b. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu

alternatif dalam meningkatkan kemampuan representasi dan disposisi

matematis siswa pada pokok bahasan Sistem Pertidaksamaan Linier

sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan

sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan

matematika yang lain.

3. Kepada peneliti Lain

Dalam penelitian ini model pembelajaran berbasis masalah yang

(36)

158

pembelajaran biasa. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar

membandingkan model pembelajaran yang lebih setara, misalnya model

pembelajaran berbasis masalah dibandingkan dengan model pembelajaran

berbasis masalah yang dimodifikasi, seperti berbasis ICT. Dalam penelitian ini

variabel yang diteliti adalah kemampuan representasi dan disposisi matematis,

(37)

159

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. H. I. 2010. Peningkatan Kemamapuan Representasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kontekstual Yang Terintegrasi Dengan Soft Skill. Jurnal.Pendidikan Matematika FKIP Universitas Khairun.

Abdurrahman, M. 2012. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.

Arends, R. I. 2008. Learning to Teach. New York: McGraw Hill. Companies.

Baden, S. M. & Major, H. C. 2004. Foundations of Problem based-Learning. Society for Research into Higher Education and Open University Press. New York. USA

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2010. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs). Jakarta: BSNP.

Ball, L. D. 1998. Knowledge And Reasoning In Mathematical Pedagogy: Examining What Prospective Teachers Bring To Teacher Education. A Dissertation. Department of Teacher Education. Michigan State University

Deslile, R. 1997. How to Use Problem based-Learning in the Classroom. ASCD. Alexandria. Virginia. USA.

Etherington, M. B. 2011. Investigative Primary Science: A Problem-based Learning Approach.Australian Journal of Teacher Education. Volume 36 Issue 9.

Fergusson, G. A. 1989. Statistical Analisys In Psychology and Education. Sixt Edition, Singapore : Mc. Graw-Hill International Book.co.

Goldin, G. A. 1998. Representational system, learning, and problem solving in

mathematics. Journal of Mathematical Behavior. 17(2), 137-165.

Handriana, H. 2014. Penilaian Pembelajaran Matematika. Bandung: Refika Aditama

Husnidar, M. I. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Didaktik Matematika. ISSN: 2355-4185.

(38)

160

Krawec, J. L. 2010. Problem Representation and Mmathematical Problem Solving of Students of Varying Mathematic Ability. A Dissertation. University of Miami.

Coral Gobles Florida.

Mandu. K.W.S & Suparta, N. 2013. Kontribusi Kemampuan Koneksi, Kemampuan Representasi, Dan Disposisi Matematis Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Sawasta di Kabupaten Manggarai. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha. Program Studi Matematika. Singaraja. Volume 2 Tahun 2013.

Mahfufah, D. I. 2015. Upaya Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelas VII SMP Negeri 16 Yogyakarta Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Journal (Online). Diakses: 10 November 2015.

Musliha, H. F. 2012. Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa Dengan Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) NEGERI 1 Namorambe. Tesis tidak diterbitkan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

Netter, J. 1974. Applied Linier Statistical Model. Illions : Richard D.Erwin,INC.

Rohendi, D. & Dulpaja, J. 2013. Connected Mathematics Project (CMP) Model Based on Presentation Media to the Mathematical Connection Ability of Junior High School Student. Journal of Education and Practice. Vol.4, No.4. Indonesia University of Education.

Roschelle, J. 2006. Effective Integration of Dynamic Representations and Collaboration to Enhance Mathematics and Science Learning. Journal. Keynote address at Curriculum Corporation 13th National Conference, Adelaide. SRI International, California, United States

Ruseffendi. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya. IKIP Semarang Press: Semarang.

Sabirin, M. 2014. Representasi Dalam Pembelajaran Matematika. JPM IAIN ANTASARI.Volume 01 Nomor 2.

Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

(39)

161

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sibuea, L. M. 2015. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa SMK Taman Siswa Sukadamai Kabupaten Asahan Melalui Model Pembelajaran Masalah. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pasca Sarjana UNIMED.

Sudjana. 2005.Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Syafriani, E. 2015. Peningkatan Kemampuan Berfikir Kreatif Dan Kemamapuan Representasi Matematis Siswa Kelas XI SMK-2 Swasta Panca Budi Medan Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED.

Trianto.. 2009. Mendesain Metode Pembelajaran Inovatif dan Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Yudhanegara, R.. 2014. Meningkatkan Kemampuan Representasi Beragam Matematis

Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah Terbuka. Jurnal Ilmiah. Volume

1 Nomor 3. Karawang: FKIP Universitas Singaperbangsa Karawang

Yerushalmy, M. 2005. Functions Interactive Visual Representations Interactive Mathemathical Textbooks. International Journal of Computers for Mathematical Learning.10: 217–249

Gambar

Tabel Weiner Tentang Keterkaitan Variabel Bebas dab Variabel Terikat. . 69
Gambar                                                                                                      Halaman Pola Proses Jawaban Siswa .................................................................
table, membuat gambar untuk memperjelas masalah dan memfasilitasi
Gambar 1.1 Pola Proses Jawaban Siswa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

berlaku di Indonesia, Perusahaan menghitung, menetapkan dan membayar sendiri besarnya jumlah pajak yang terhutang. Efektif pada tahun pajak 2008 dan tahun-tahun

Indofood Sukses Makmur, Tbk sudah memiliki kinerja keuangan yang baik, hal ini disebabkan EVA yang cenderung meningkat pada tahun 2006

Sahabat MQ/ operasi pasar yang diadakan Bulog yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kecamatan/ mengecewakan mayarakat kecamatan Danurejan// Hal

Semua itu (dewasa, berakal sehat, kuat, dan mampu, asalkan berkeadaan miskin) bukankah menjadi halangan bagi seorang anak untuk mendapatkan nafkah dari orang tuanya. Perbedaan

– Untuk menyimpan perubahan baik data juga struktur database. – Misal create tabel baru, maka mungkin saja tidak disimpan kedalam database buffer cache, tp akan disimpan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Vo2Max dan Mental Toughness pendaki PAMOR 14 Peaks Expedition IV.. Untuk dapat menjawab permasalahan

Atas dasar tersebut penulis mengangkat judul Pembuatan Website Informasi Dunia Wanita Menggunakan Joomla 1.0.15. Dimana website ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai