• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Jaringan Kerjasama Terhadap Inovasi Dan Kinerja Usaha Mikro Kedelai Olahan Kedelai.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Jaringan Kerjasama Terhadap Inovasi Dan Kinerja Usaha Mikro Kedelai Olahan Kedelai."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN JARINGAN KERJASAMA TERHADAP INOVASI DAN

KINERJA USAHA MIKRO KECIL OLAHAN KEDELAI

ELYA NURWULLAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Jaringan Kerjasama Terhadap Inovasi dan Kinerja Usaha Mikro Kecil Olahan Kedelai adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)
(5)

RINGKASAN

ELYA NURWULLAN. Peran Jaringan Kerjasama Terhadap Inovasi dan Kinerja Usaha Mikro Kedelai Olahan Kedelai. Dibimbing oleh SUHARNO dan NETTI TINAPRILLA.

Sektor UMKM merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia karena mampu meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kesenjangan, menurunkan tingkat kemiskinan, membangun ekonomi perdesaan. UMKM diyakini mampu menciptakan efek pengganda yang besar pada sektor pertanian karena mayoritas UMKM berbasis sektor pertanian. Usaha Mikro dan Kecil (UMK) berbahan baku kedelai akan menjadi fokus penelitian ini ditengah perannya sebagai komoditas pangan strategis di Indonesia dan ketergantungan yang tinggi pada kedelai impor. Masalah keterbatasan sumberdaya yang dimiliki seperti anggaran, kualitas SDM, teknologi dan informasi menyebabkan UMK makin tergantung kepada pihak-pihak eksternal dan didorong untuk bekerjasama dalam suatu bentuk ikatan dalam jaringan kerjasama Industri olahan kedelai. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan aktivitas jaringan kerjasama dan inovasi pada UMK pengolahan kedelai; untuk menganalisis peran jaringan kerjasama dalam meningkatkan inovasi pada UMK pengolahan kedelai; untuk menganalisis peran mediasi inovasi atas pengaruh jaringan kerjasama terhadap kinerja UMK di industri pengolahan kedelai.

Survei ini merupakan studi empiris yang dilakukan di beberapa kluster sentra industri pengolahan tahu dan tempe di 4 wilayah yaitu Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tegal, Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Pemilihan lokasi penelitian menggunakan purposive sampling merupakan sentra perajin tahu dan tempe yang intensif melakukan kerjasama dengan berbagai pihak. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa subyek berupa sikap, opini, pengalaman responden yang diperoleh melalui wawancara terstruktur menggunakan kuisioner. Daftar Pertanyaan dibuat menggunakan teknik pensekalaan 1-5 dengan data ordinal. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan structural equation model (SEM) PLS untuk memprediksi hubungan korelasi. Perangkat lunak yang digunakan SPSS versi 17, SMART PLS versi 2.0. Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah: jaringan kerjasama 4 pihak eksternal berperan positif terhadap inovasi dan inovasi memediasi peran tidak langsung jaringan kerjasama terhadap kinerja UMK industri olahan kedelai.

(6)

secara efektif karena hubungan lemah antara mitra atau karena UMK tidak dapat mengekstrak nilai dari jaringan mereka. Tidak searahnya upaya peningkatan ikatan jaringan kerjasama dengan pemerintah terhadap tingkat inovasi para perajin lebih dimaknai sebagai belum berhasilnya upaya pemerintah dalam membangun daya inovasi para perajin. Program-program yang telah dijalankan sudah intensif, akan tetapi baru menyentuh aspek kognitif dan pengetahuan baru bagi para perajin sehingga belum mampu meningkatkan daya inovasi para perajin. Pada 4 kluster para perajin sangat minim berinovasi dalam bahan baku.

Penelitian ini merupakan rintisan pada industri berbasis kedelai dan adanya penambahan variabel baru dari model serupa pada penelitian-penelitian terdahulu yaitu keterlibatan pihak LSM sebagai variabel pihak eksternal yang banyak terlibat dalam UMK tahu tempe

.

(7)

SUMMARY

ELYA NURWULLAN. The Role of Collaboration Networks on Innovation and Performance, Empirical Evidence from MSEs’ Soybean Processing. Supervised by SUHARNO and NETTI TINAPRILLA.

Micro, small and medium enterprises (MSMEs) empowering becomes an important issue on economic development in Indonesia, because of it’s potential on improving sosial welfare, moderating income gap, reducing poverty rate, and boosting rural development. These broaden roles of MSMEs on development is happening because it has a strong backward linkage with agriculture sector. Micro and Small Enterprises (MSEs) in soybean processing will be the focus of this study because of its role as a strategic food commodities in Indonesia and the high dependence on imported soybean. Limited resource issues such as budget, quality of human resources, and information technology causes SMEs increasingly dependent on external parties and are encouraged to work together in a form of bonding in the soybean processing industry cooperation network. The purpose of this study was to analyze the activities of a network of cooperation and innovation in MSEs soybean processing; to evaluate the role of the network of cooperation in promoting innovation in MSEs soybean processing; to investigate the effect on innovation cooperation network and the performance of MSEs in the soybean processing.

In this study, the source of data were mainly taken from series of survey, which is an empirical study conducted in clusters tofu and tempe in 4 regions: Sumedang, South Jakarta, West Jakarta and Tegal. Selection of research using purposive sampling location is the center of tofu and tempe intensive cooperation with various parties. Data used in this study a subject in the form of attitudes, opinions, experiences respondents through interviews using a structured questionnaire. Questionnaire made using scale techniques 1-5 with ordinal data. Data were analyzed using descriptive analysis as well as quantitative analysis utilizing structural equation modeling (SEM) Partial Least Square (PLS). The software used SPSS version 17, SMART PLS version 2.0. The hypothesis in this study is: networking 4 external parties contribute positively to innovation and innovation mediate indirect role of cooperation networks on the performance of MSEs soybean processing.

(8)

successful in building the innovation power of the MSEs. The programs that have been implemented already intensively, but it just a new touch of cognitive aspects and new knowledge to the MSEs and have not been able to increase the power of innovation of the MSEs. In consideration of projection of costs and risks, the enterpreneur are still rigidly doing business as usual, that is the same with the usual prior to the introduction of innovations. At 4 clusters was very little innovation in the raw materials. This study is the pioneer in soybean based industries and the addition of new variables of similar models in previous studies that the involvement of NGOs as external parties are a lot of variables involved in MSEs of tempe and tofu.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

ELYA NURWULLAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(12)

Penguji luar komisi pada ujian tesis: 1. Dr. Ir. Burhanuddin, MM

(13)

Judul Tesis : Peran Jaringan Kerjasama Terhadap Inovasi dan Kinerja Usaha Mikro Kecil Olahan Kedelai

Nama : Elya Nurwullan

NIM : H351120291

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Suharno, M.A.Dev Ketua

Diketahui oleh

Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM Anggota

Ketua Program Studi Agribisnis

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Assalamu’alaykum wr.wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan mulai bulan Januari 2015 ini adalah jaringan kerjasama dan inovasi, dengan judul “Peran Jaringan Kerjasama Terhadap Inovasi dan Kinerja Usaha Mikro Kecil Olahan Kedelai”. Tema penelitian merupakan idealisme penulis untuk urun berfikir dalam meneropong permasalahan dan solusi perkedelaian di Indonesia melalui pendekatan sistem di sektor hilir, atas peran jaringan kerjasama dan inovasi pada usaha mikro dan kecil olahan tahu dan tempe. Pendekatan di sektor hilir ini diharapkan dapat menambah informasi bagi efektifitas implementasi program-program pengembangan UMK oleh lembaga-lembaga publik dan membantu peta pengembangan kedelai lokal di masa depan. Karena pada dasarnya perhatian sektor publik pertanian terhadap sektor tersebut tidak berhenti pada tahapan on farm, akan tetapi titik krusial juga berlanjut pada off farm yang menyangkut pengolahan dan pemasaran hasil-hasil pertanian.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Suharno dan Ibu Dr.Ir. Netti Tinaprilla selaku pembimbing, serta Bapak Dr.Ir. Burhanuddin yang telah memberi saran bagi terlaksananya penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak H. Sukhaeri, SE dari Kopti Kabupaten Bogor sekaligus pendiri Rumah Tempe Indonesia (RTI), Bapak H.Taryo dari Kopti Jakarta Selatan dan (alm) Bapak Suharto dari Kopti Jakarta Barat atas informasinya yang sangat berharga. Terima kasih penulis juga diucapkan kepada Bapak Drs. Sahadi beserta staf dari Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumedang, Bapak Tumono dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tegal, Bapak Handoko dari klaster tahu tempe Semanan, Bapak Sungkono dari klaster tahu tempe Gang 100, Nurul Hidayati serta pihak-pihak lain yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada Bapak Dr. Haryono, atas kepercayaan dan kesempatan beasiswanya, suamiku tercinta, putra-putriku terkasih, Bapak, Mamah atas kasih sayang yang tak terhingga, juga pada seluruh keluarga dan para sahabat atas segala doa dan lecutan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Salam Inovasi.

Bogor, September 2015

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Jaringan Kerjasama dalam UMK 6

Karakteristik Ikatan dalam Jaringan Kerjasama 8

Pihak-Pihak Eksternal 9

Peran Jaringan Kerjasama terhadap Kinerja UMK 11

Inovasi Pada UMK 13 Peran Inovasi terhadap Kinerja UMK 14 Hubungan Simultan Jaringan Kerjasama, Inovasi dan Kinerja UMK 15 Pemodelan Jaringan Kerjasama, Inovasi dan Kinerja UMK 16 KERANGKA PEMIKIRAN 17 Kerangka Teoritis 17 Jaringan Kerjasama 17 Inovasi : Definisi, Tingkat Kebaruan dan Output 19 Kinerja UMK 23 Pengertian UMKM 24

Kerangka Pemikiran Operasional 24 Hipotesis 25

METODOLOGI PENELITIAN 27 Lokasi dan Waktu Penelitian 27 Jenis dan Sumber Data 27 Pengumpulan Data 28 Metode Pengolahan dan Analisis Data 30 Analisis Deskriptif 30 Pengembangan Model Persamaan Struktural Metode PLS 31

HASIL DAN PEMBAHASAN 37

Gambaran Umum 37

Struktur dan Perilaku Industri Tahu Tempe 39

Analisis Deskriptif 40

Karakteristik Ikatan Kerjasama 40

Pihak-Pihak Eksternal sebagai Sumber Inovasi 42 vi

vii

(18)

Tingkat Inovasi di Empat Klaster 44

Kinerja UMK Tahu Tempe di Empat Klaster 49

Model Pengaruh Jaringan Kerjasama Terhadap Inovasi dan Kinerja 50

Evaluasi Penilaian Model Pengukuran 50

Evaluasi Penilaian Model Struktural 53

Mediasi Inovasi Pada Pengaruh Jaringan Kerjasama Terhadap Kinerja 58

KESIMPULAN DAN SARAN 61

Implikasi kebijakan 62

Keterbatasan Penelitian 62

Saran Penelitian Lanjutan 63

DAFTAR PUSTAKA 64

DAFTAR TABEL 1 Hipotesis Penelitian 25

2 Definisi Variabel yang Dikembangkan Dalam Penelitian 32 3 Model Pengukuran 33

4 Skor Kekuatan Ikatan Kerjasama 41 5 Skor Peran Pihak-Pihak Eksternal 43 6 Skor Tingkat Inovasi 45 7 Skor Orientasi Jangka Panjang, Resiko dan Riset Pasar 47 8 Karakteristik Para Perajin Tahun dan Tempe 48

9 Skor Capaian Kinerja UMK Olahan Kedelai 50

10 Nilai Kriteria Hasil Penelitian Model Pengukuran (Outer Akhir) 52

11 Nilai Kriteria Hasil Penelitian Model Struktural (Inner) 54

12. Estimasi Koefisien Path Pada Model Struktural 55

(19)

DAFTAR GAMBAR

1 Invensi dan Inovasi 20

2 Tiga kunci desain pemikiran dalam melahirkan inovasi 21

3 Derajat Inovasi 22

4. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 26

5. Diagram Jalur Penelitian 32

6. Model Pengukuran 51

7. Model Struktural Hasil Bootstrapping 53

DAFTAR LAMPIRAN

1 Evaluasi Model Pengukuran dan Model Struktural 70

(20)
(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor penting tidak hanya bagi pembangunan ekonomi nasional akan tetapi perannya telah diakui secara global sebagai kunci sukses pertumbuhan dan dinamisasi ekonomi dunia. Sedemikian krusialnya peran UMKM, sehingga pada konferensi kementerian perdagangan tingkat APEC yang diselenggarakan pada bulan Mei 2015 mengagendakan pengembangan UMKM dalam perdagangan global. Menurut ESCAP 2012 peran UMKM terutama dalam hal (a) menciptakan lapangan kerja; (b) memelihara kewirausahaan dan (c) peningkatan output dan nilai tambah.

Krisis yang melanda beberapa negara akhir-akhir ini telah mendorong sejumlah pakar ekonomi global meninjau kembali serta mengkaji ulang arti penting UMKM. Ketika terjadi krisis ekonomi 1998, hanya sektor UMKM yang bertahan dari kolapsnya ekonomi bahkan menjadi penyelamat perekonomian di masa krisis. Selama krisis ekonomi tahun 1997/1998 mayoritas UMKM tetap beroperasi dengan jumlah yang terus bertambah di pasca krisis ekonomi melalui pemanfaatan modal sendiri dan penggunaan bahan baku lokal (Kuncoro 2007). Secara empiris, jumlah UMKM di Indonesia selama kurun 2000-2012 mencapai persentase yang signifikan yaitu 99 persen dari keseluruhan unit usaha, dan usaha mikro merupakan bagian terbesar dari jumlah tersebut. Dari total jumlah 56,5 juta unit usaha, persentase usaha mikro mencapai 98.79 persen di tahun 2012, sedangkan usaha kecil, menengah dan besar masing-masing berkontribusi 1.11 persen, 0.09 persen, dan 0.01 persen (Kemenkop & UMKM 2013).

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, data empiris tahun 2012 menunjukkan 97.16 persen dari 110,8 juta total tenaga kerja telah terserap di sektor UMKM. Dari komposisi tersebut, usaha mikro adalah skala usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja dengan persentase 90.12 persen, disusul oleh usaha kecil, usaha menengah dan usaha besar dengan persentase masing-masing sebesar 4.09, 2.94 dan 2.84 persen. Penyerapan tenaga kerja yang sangat besar pada UMKM diyakini menjadi solusi bagi bonus demografi di Indonesia dimana Indonesia akan mengalami ledakan jumlah penduduk usia produktif pada tahun 2020.

(22)

tinggi antara UMKM dengan usaha besar, dimana 80 persen mayoritas didominasi oleh industri dengan intensitas teknologi rendah (low tech industry) (Asmara et al. 2013).

Disamping itu UMKM memiliki backward linkage atau keterkaitan yang kuat dengan sektor pertanian karena mayoritas UMKM berbasis sektor pertanian. Sehingga keberhasilan pengembangan pertanian tidak dapat dilepaskan dari maju mundurnya UMKM di tanah air. UMKM diyakini dapat menciptakan efek pengganda pada sektor pertanian sekaligus membangun ekonomi perdesaan. Walaupun kontribusi pertanian terhadap PDB menurun di tahun 2012 dibandingkan saat terjadi krisis ekonomi tahun 2008, akan tetapi mayoritas UMKM masih berbasis sektor pertanian (Kemenegkop & UMKM 2013). Fakta-fakta di atas mengindikasikan bahwa pengembagan dan pemberdayaan UMKM tetap menjadi isu strategis terutama pada era pembangunan ekonomi saat ini, karena potensinya yang besar dalam dalam menurunkan angka pengangguran, mengurangi kesenjangan ekonomi, menurunkan tingkat kemiskinan serta membangun ekonomi perdesaan (Kuncoro 2007).

Menyadari kondisi makro di atas, mengandalkan keunggulan komparatif berupa sumberdaya alam saja tidak cukup terutama pada era globalisasi seperti saat ini. UMKM menghadapi lingkungan eksternal yang semakin tidak dapat diprediksi seperti persaingan usaha yang makin tinggi, perubahan teknologi yang cepat, serta lingkungan permintaan dan selera konsumen yang sangat variatif. UMKM dituntut mampu beradaptasi dengan dinamika tersebut. UMKM perlu memiliki keunggulan kompetitif melalui tindakan yang inovatif dari pengusaha.

Inovasi semakin diakui memiliki kontribusi penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan usaha, sehingga strategi inovasi (never ending innovation) perlu terus dilakukan (Ellitan dan Anatan 2009). Inovasi merupakan penciptaan, modifikasi atau perubahan dalam bentuk kualitas baru, metode produksi baru, membuka pasar yang baru, memperoleh sumber pasokan bahan baku baru, atau menjalankan organisasi baru (Schumpeter 1934 dalam Fagerberg 2003). Tujuan inovasi adalah meningkatkan nilai kepada pelanggan dan berkontribusi terhadap kinerja suatu unit usaha (Johnson et al. 2009).

(23)

implementasi inovasi, selanjutnya menguatkan ikatan kerjasama dalam jaringan dapat meningkatkan pelaksanaan berbagai inovasi dan selanjutnya dimanifestasikan dalam kinerja UMKM (Najib dan Kiminami 2011). Pihak-pihak eksternal tersebut antara lain konsumen, pemasok, pesaing, instansi pemerintah, lembaga penelitian, dan lembaga swadaya masyarakat/LSM (Gronum et al. 2012; Najib dan Kiminami 2011; Indarti dan Posma 2013). Di Indonesia jaringan kerjasama inovasi lazim dikenal dengan istilah ABGC, yaitu dunia akademisi, dunia bisnis, pemerintah dan community (LSM). Kinerja merupakan hasil kerja berupa output maupun dampak yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri (Kuncoro 2007) yang dapat diamati melalui pengukuran indikator finansial dan non-finansial.

Permasalahan Penelitian

Usaha Mikro Kecil (UMK) akan menjadi fokus pada penelitian ini ditengah-tengah perannya sebagai penyerap kerja terbanyak dan skala unit usaha dengan jumlah terbesar. Bahan baku kedelai dipilih sebagai komoditas penelitian atas perannya sebagai komoditas pangan strategis di Indonesia. Arti strategis tersebut pertama, terlihat dari banyaknya kedelai yang diolah menjadi berbagai macam bahan pangan utama. Bahan pangan hasil olahan kedelai berfungsi sebagai sumber protein nabati paling populer dalam menu pangan masyarakat Indonesia. Kedelai diolah menjadi tempe, tahu, kecap, tauco dan susu kedelai. Total konsumsi kedelai Indonesia mencapai 1,893 juta ton (Pusdatin, 2012) dan rata-rata 65 persen nya dipenuhi dari kedelai impor. Dari total konsumsi tersebut, sebanyak 50 persen dari konsumsi kedelai Indonesia digunakan untuk memproduksi tempe, 40 persen dalam bentuk tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia sekitar 7,300 kg dan tahu 7,404 kg dengan laju pertumbuhan konsumsi tahu dan tempe masing-masing sekitar 2.40 persen dan 2.10 persen per tahun. Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi konsumen kedelai 4 terbesar di Asia atau ke-7 di dunia.

Peran strategis Kedua, tekanan permintaan domestik begitu tinggi akan kedelai seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk, sehingga kebutuhan kedelai akan semakin besar pula. Menjadi permasalahan adalah ketika Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi pada impor kedelai, sehingga UMK olahan kedelai menjadi rentan terkena dampak ekonomi dan sosial jika terjadi volatilitas harga kedelai impor. Penanganan industri ini perlu mendapat perhatian serius Pemerintah, karena permasalahan kedelai telah menyentuh isu kemiskinan (Dartanto dan Usman 2011), ancaman ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

(24)

permasalahan baru bagi Indonesia. Selama ini tekanan pangan murah memberikan berbagai proteksi yang dilakukan berbagai pihak terhadap harga kedelai impor. Atas kebijakan tersebut, kemungkinan harga kedelai menjadi tidak berproteksi dan menjadi lebih mahal hingga dapat memicu gejolak sosial di masyarakat, baik di tingkat produsen maupun konsumen.

Selain itu, masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari industri tahu tempe juga tidak sedikit. Berdasarkan data dari Induk Koperasi Tahu Tempe Indonesia tahun 2013, terdapat 115,789 unit UMKM tahu dan tempe yang terdiri dari 74,473 unit pengolahan tempe (64.3 persen) dan 41,316 unit pengolahan tahu (35.7 persen), dan entitas tebesar adalah perajin yang bergerak pada skala mikro dan kecil. Untuk lebih kompetitif UMK tahu tempe harus menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal yang terus berubah. Perubahan selera konsumen yang dinamis semakin menuntut spesifikasi produk pangan dengan atribut yang semakin beragam seperti kualitas produk, standar keamanan dan kesehatan produk, fitur produk pelayanan cepat dan prima serta kemitraan bisnis yang lebih erat. Selain itu munculnya tuntutan cerdas dan kritis konsumen saat ini yang menginginkan kesadaran tinggi dari pelaku usaha untuk turut menjaga kelestarian lingkungan salah satunya melalui upaya pengelolaan limbah. Ini berarti bahwa UMK harus lebih inovatif untuk memenuhi keinginan konsumen dan terus mengasah kemampuannya untuk bersaing dengan usaha sejenis lainnya sehingga akan diperoleh kinerja yang diharapkan.

Faktor eksternal lain yang turut mendorong UMK tahu dan tempe agar lebih inovatif adalah faktor kelangkaan pangan dan energi akibat iklim serta volatilitas harga pangan. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi rantai pasok bahan baku pada industri. Fenomena ini menjadi sinyal bagi para pelaku usaha untuk inovatif dalam rangka mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor yang selama ini digunakan dan mencari alternatif sumber bahan baku lokal. Pendekatan kearifan lokal perlu dipertimbangkan dalam keputusan inovasi (Voeten 2012). Bagi Indonesia dimungkinkan untuk melakukan terobosan dalam mengembangkan kedelai lokal maupun pencarian sumber bahan baku lokal mengingat Indonesia memiliki keunggulan komparatif berupa keanekaragaman hayati.

Saat masa krisis 1998, UMK umumnya memiliki karakter tahan banting karena telah mampu memanfaatkan bahan baku lokal, tetapi berbeda dengan UMK pengolahan kedelai yang lebih banyak mengalami guncangan dalam usahanya. Tidak sedikit UMK berbahan baku kedelai impor gulung tikar, walaupun masih banyak yang mampu bertahan diantara banyaknya pesaing dalam industri olahan kedelai. Berbagai strategi dilakukan diantaranya dengan melakukan adaptasi dan modifikasi pada produk, mengembangkan produk baru atas munculnya kreasi makanan berbahan baku tahu dan tempe, teknologi produksi, pemasaran, bahan baku dan lain-lain.

(25)

tersebut, saat usaha kecil berniat mengembangkan produk baru dan memperbaharui teknologi mereka, UMK mengalami hal yang dilematis karena mereka juga harus meminimalkan pengeluaran Najib dan Kiminami (2011). Akibatnya, UMK, dengan tingkat produk mereka sendiri dan sumber daya yang langka, akan sulit memperbarui bisnisnya. Oleh karena itu untuk pengembangan usaha, UMK menjadi semakin tergantung kepada pihak-pihak eksternal dan perlu didorong untuk bekerjasama dengan unit usaha lain yang mengarah pada penyatuan potensi sumber daya dan informasi (Gronum et al. 2012).

Sebuah solusi untuk masalah tersebut akan dijawab dengan meningkatkan peran pihak-pihak eksternal tersebut, mengungkap manfaat yang diperoleh dari jaringan kerjasama serta mengungkap peran inovasi. Inovasi diyakini akan lahir sebagai keluaran dari sinergi yang dinamis antara para aktor di dalam jaringan kerjasama yang menciptakan pembelajaran diantara para aktor. Berangkat dari latar belakang di atas dan untuk memastikan peran UMK, khususnya kelompok industri pengolahan kedelai dalam memanfaatkan jaringan kerjasama dan melakukan inovasi untuk meningkatkan kinerjanya, maka secara khusus permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana aktivitas jaringan kerjasama. inovasi dan kinerja pada UMK pengolahan kedelai ?

2. Apakah jaringan kerjasama telah berperan dalam meningkatkan inovasi pada UMK pengolahan kedelai ?

3. Apakah inovasi telah berperan dalam meningkatkan kinerja UMK di industri pengolahan kedelai ?

4. Apakah inovasi memediasi pengaruh tidak langsung jaringan kerjasama terhadap kinerja UMK di industri pengolahan kedelai ?

Tujuan Penelitian

Secara rinci penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mendeskripsikan aktivitas jaringan kerjasama, inovasi serta kinerja pada UMK pengolahan kedelai.

2. Untuk menganalisis peran jaringan kerjasama dalam meningkatkan inovasi pada UMK pengolahan kedelai.

3. Untuk menganalisis peran inovasi dalam meningkatkan kinerja UMK di industri pengolahan kedelai.

4. Untuk menganalisis pengaruh tidak langsung jaringan kerjasama terhadap kinerja UMK melalui inovasi di industri pengolahan kedelai.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini:

(26)

2. Menyediakan opsi kebijakan pemerintah yang perlu ditempuh mengenai langkah-langkah prioritas yang perlu dilakukan oleh industri pengolahan kedelai untuk mendorong efektifitas jaringan kerjasama diantara UMK dan peran pihak-pihak eksternal dalam rangka meningkatkan inovasi dan kinerja UMK di masa yang akan datang.

3. Sebagai informasi pembanding bagi penelitian serupa pada komoditas, struktur dan jenis industri yang berbeda di masa yang akan datang.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada kerjasama Usaha Mikro dan Kecil (UMK) tahu tempe dengan pihak-pihak eskternal seperti jaringan antar individu yang mencakup pemasok, pelanggan dan pesaing, jaringan dengan pemerintah pusat dan daerah, jaringan lembaga penelitian dan perguruan tinggi, serta jaringan LSM di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Sumedang dan Tegal. Pengertian inovasi dibatasi pada definisi kebaruan (newness) bukan hanya originalitas. Selain itu Inovasi lebih mengacu pada hasil atas tarikan kebutuhan masyarakat bukan sekedar dorongan kemajuan teknologi. Pada penelitian ini inovasi didefinisikan sebagai kombinasi baru, modifikasi atau perubahan dari beberapa jenis inovasi yang akan dianalisis dalam penelitian ini yaitu inovasi produk, inovasi proses, inovasi pemasaran, inovasi olahan limbah dan inovasi bahan baku bagi meningkatkan nilai kepada pelanggan dan berkontribusi terhadap kinerja suatu unit usaha. Kinerja UMK pada penelitian ini dibatasi untuk menilai hasil kerja berupa output penjualan, laba, pengurangan biaya produksi serta dampak lain pada penghematan waktu.

TINJAUAN PUSTAKA

Jaringan Kerjasama dalam Usaha Mikro dan Kecil : Karakteristik dan Stakeholders

(27)

Jaringan kerjasama merupakan ikatan sinergi yang kompleks dan dinamis yang dilakukan antar individu maupun dengan institusi dalam menyebarkan, memperbarui dan memanfaatkan pengetahuan untuk tujuan ekonomi oleh para pelaku usaha untuk menghasilkan outcome berupa inovasi (KIN 2012). Pihak-pihak eksternal dianggap menyediakan lebih banyak akses ke sumberdaya, komplementer keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang tidak tersedia secara internal (Child et al. 2005). Setiap jaringan terdiri dari orang-orang, cara di mana ini orang mendapatkan akses dan penggunaan sumberdaya satu sama lain baik dalam bentuk keanggotaan maupun mediasi. Jaringan kerjasama telah diidentifikasi sebagai faktor penting dalam penelitian proses inovasi.

Dalam mengungkap pihak-pihak eksternal atau pihak yang berkepentingan di dalam jaringan kerjasama, terdapat dua kategori kelompok yang terlibat yaitu individu dan pihak institusional. Kerjasama individu atau kerjasama antar individu dapat didefinisikan sebagai interaksi dengan kolaborator yang berbeda, termasuk pemasok, pelanggan, dan pesaing, sementara pihak-pihak dalam kelembagaan terdiri dari lembaga-lembaga pemerintah, lembaga penelitian/ perguruan tinggi dan LSM (Gronum et al. 2012; Najib dan Kiminami 2011; S.X. Zeng et al. 2010; Nieto dan Santamaria 2007; Suparwito 2010).

Menurut Pittaway 2004, suatu unit usaha yang tidak bekerja sama dan yang tidak secara formal maupun informal bertukar pengetahuan membatasi basis pengetahuan mereka secara jangka panjang dan pada akhirnya mengurangi kemampuan mereka untuk masuk ke dalam hubungan pertukaran. Jaringan diidentifikasi sebagai variabel yang signifikan meningkatkan output inovasi dan daya saing unit usaha dalam berbagai industri. Berdasarkan data empiris menunjukkan bahwa jaringan dapat memiliki dampak positif pada inovasi dalam semua konteks organisasi (yaitu dalam organisasi skala besar, usaha kecil dan kewirausahaan baru atau start-up). Jaringan tidak hanya penting untuk mengakses pengetahuan dalam proses difusi inovasi dan menghasilkan inovasi pada usaha kecil tetapi mereka sama-sama penting untuk belajar tentang praktek kerja inovatif yang dilakukan organisasi lain dan telah lebih dulu mengembangkan atau mengadopsi inovasi tersebut. Mereka mempengaruhi mitra lain dalam beberapa cara, pertama, meningkatkan akses ke pengetahuan, dengan cara mempromosikan kesadaran dan adopsi awal inovasi; kedua, dengan mempromosikan interaksi sosial, menghasilkan kepercayaan dan timbal balik yang kondusif untuk transfer pengetahuan.

Dalam proses pengembangan usaha, UMK secara tidak langsung menerapkan konsep modal sosial sebagai salah satu sumber daya untuk mengakses dan mengeksploitasi sumber daya lain yang berasal dari pihak-pihak eksternal yang tidak dimiliki secara internal. Modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide dan informasi, saling kepercayaan, saling menguntungkan demi mencapai kemajuan bersama.

(28)

memungkinkan kepercayaan sedangkan ikatan yang lemah menghambat kepercayaan. Ikatan kerjasama yang kuat diyakini paling penting untuk membangun kepercayaan yang diperlukan untuk investasi dan kolaborasi. Ikatan kerjasama yang kuat merupakan kondisi yang paling sesuai untuk implementasi inovasi.

Karakteristik Ikatan Kerjasama

Mengacu pada Yustika 2013, Kaasa 2007, Indarti & Posma 2013, serta mengadaptasi penelitian Cahyono 2006, ikatan dalam kerjasama ditunjukkan oleh beberapa karakteristik antara lain (1) komunikasi dan berbagi informasi, (2) terdapatnya penerapan komitmen institusional antara kedua belah pihak melalui kesepakatan tertulis maupun tidak tertulis; (3) kepercayaan; (4) reputasi atas kemanfaatan yang diberikan atas kerjasama yang telah dilakukan; serta (5) saling ketergantungan. Hasil penelitian Cahyono 2006 menunjukkan bahwa reputasi, kepercayaan, ketergantungan, kepuasan, komitmen dan komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kerjasama jangka panjang.

Komunikasi merupakan syarat mutlak terjalinnya hubungan kerjasama. Komunikasi diibaratkan lem atau perekat yang dapat mempererat hubungan antar anggota di dalam saluran. Komunikasi memiliki kemampuan untuk menyampaikan atau mengalirkan informasi yang bermanfaat dan tepat waktu. Suatu informasi yang bermanfaat dan tepat waktu akan mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Bila tingkat intensitas komunikasi yang terjalin antara pihak-pihak yang bekerjasama itu tinggi, maka informasi yang diterima akan bersifat tepat waktu. Kedua belah pihak memiliki peluang untuk mengantisipasi keadaan buruk yang timbul.

Morgan dan Hunt (1994) menyatakan komitmen institusional didefinisikan sebagai kepercayaan dalam hubungan kerjasama yang terjadi pada hubungan yang terus menerus yang sangat penting sebagai jaminan usahanya untuk memelihara kerjasama yang mereka lakukan. Komitmen bisa berarti suatu kesepakatan antar mitra. Adanya komitmen akan memberikan hasil yang meningkatkan efisiensi, produktivitas dan keefektifan. Komitmen merupakan keinginan yang berkelanjutan untuk membangun suatu hubungan yang bernilai. Hubungan kerjasama tingkat tinggi mempunyai karakteristik: komitmen yang tinggi, join aktivitas yang tinggi, operasi yang saling melengkapi dan hubungan yang menyebabkan perubahan pada masing-masing organisasi yang melakukan kerjasama. Pengalaman kerjasama akan memiliki efek pada pengelolaan perjanjian kerjasama (Nieto dan Santamaria 2007).

(29)

menghabiskan lebih banyak waktu pada tujuan utama yaitu kegiatan inovatif. Kedua, semakin tinggi kepercayaan dalam jaringan kerjasama, akan mengurangi resiko yang ditanggung anggota mitra. Ketiga, kepercayaan antara unit usaha yang dikembangkan oleh kerjasama berulang dapat menghasilkan proyek kerjasama inovatif yang lebih radikal.

Doney dan Joseph (1997) mendefinisikan reputasi atas kemanfaatan yang diberikan atas kerjasama yang telah dilakukan sebagai seberapa jauh pihak mitra tersebut dipercaya oleh orang-orang dan unit usaha lain dalam lingkungan bisnisnya. Perlu diketahui bahwa keinginan untuk menjalin hubungan dengan pihak lain dalam jangka panjang dapat timbul berdasarkan atas pengalaman unit usaha lain. Pihak mitra yang memandang bahwa produk dan pelayanan yang dilakukan oleh kolaboratornya selama ini apabila telah memenuhi harapan atau memberikan manfaat dan kepuasan, maka akan menimbulkan keinginan untuk melanjutkan hubungan. Suatu unit usaha yang memiliki reputasi baik dapat dikatakan bahwa unit usaha tersebut memiliki nilai lebih dibandingkan unit usaha lain. Banyak unit usaha yang memperhatikan faktor reputasi karena reputasi yang baik merupakan aset dalam menjalin suatu hubungan kerjasama.

Mengacu Pittaway 2004 interdependensi (ketergantungan) didefinisikan antara dua organisasi akan terjadi bilamana tujuan salah satu pihak tidak akan tercapai tanpa adanya sumberdaya dari pihak yang lain. Ketergantungan mengarah pada kebutuhan untuk memelihara hubungan kerjasama yang telah terjalin. Pihak-pihak yang bekerjasama akan berusaha menjaga dan saling membangun faktor-faktor yang berharga pada hubungan kerjasama karena adanya nilai ketergantungan tersebut. Bila supplier berhasil memenuhi harapan pembeli maka besar kemungkinan tingkat ketergntungan agen terhadap distributor juga semakin besar yang pada akhirnya akan memperkuat kerjasama yang telah terjalin. Tingkat ketergantungan satu pihak terhadap pihak lain dapat disebabkan karena sedikitnya jumlah alternatif kolaborator yang dikenal. Semakin sulit mencari kolaborator lain yang memiliki kapabilitas setara, maka akan semakin tinggi ketergantungan tersebut. Saling ketergantungan antara unit usaha dengan usaha lainnya yang menjadi mitranya akan meningkatkan kepercayaan dan komitmen diantara mereka (Ganesan 1994).

Pihak-Pihak Eksternal dalam Jaringan Kerjasama

Pihak-pihak eksternal dianggap menyediakan lebih banyak akses ke sumberdaya, komplementer keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang tidak tersedia secara internal (Child et al. 2005). Setiap jaringan terdiri dari orang-orang, cara di mana ini orang mendapatkan akses dan penggunaan sumberdaya satu sama lain baik dalam bentuk keanggotaan maupun mediasi. Jaringan kerjasama telah diidentifikasi sebagai faktor penting dalam penelitian proses inovasi.

(30)

al. 2010; Nieto dan Santamaria 2007), yang lazim diistilahkan dengan triple helix antara akademik, bisnis dan Government atau disingkat ABG (Clifton et. al. 2010; KIN 2012). Adapula penelitian yang melibatkan pihak lainnya seperti asosiasi industri, afiliasi keagamaan, LSM (Indarti dan Posma 2013, Suparwito 2010) dengan tambahan unsur LSM diistilahkan dengan ABGC.

Lembaga pemerintah memainkan peran penting dalam mendukung dan stimulasi kegiatan UMK dalam bidang inovasi dengan menyediakan fasilitas, dukungan keuangan dan menerapkan mendukung kebijakan dan konteks hukum yang kuat. Tren jejaring membawa tantangan bagi pemerintahan di negara-negara berkembang. Isu tentang kerja sama dengan instansi pemerintah mengacu pada peningkatan pelayanan seperti kebijakan pemerintah, regulasi terkait, program strategis atau dukungan publik yang dapat meningkatkan kerjasama antara UMK dan unit usaha lain, lembaga intermediasi, dan organisasi penelitian sehingga dapat mendorong kegiatan inovatif. Ada sejumlah langkah-langkah kebijakan yang, langsung atau tidak langsung, bertujuan mendorong UMK untuk melakukan inovasi produk dan proses.

Kerjasama dengan pemasok dapat memungkinkan UMK untuk

menggabungkan keahlian dan perspektif yang berbeda dari pemasok untuk meningkatkan atau menciptakan metode baru untuk pengembangan produk (Najib dan Kiminami 2011; Indarti dan Posma 2013). Inovasi dipengaruhi oleh banyak aktor baik di dalam dan di luar UMK dan mitra yang paling penting adalah dari sektor bisnis, yaitu pelanggan dan pemasok (Pittaway 2004). Wong (2002) dalam Filiani 2009 mengemukakan bahwa berpartner dengan para supplier merupakan salah satu prinsip kunci dari TQM (Total Quality Management). Karena UMK memahami bahwa kinerja mereka bergantung sekali pada kinerja para suppliernya sebagai satu rangkaian dalam manajemen rantai suplai.

Pemasok mempunyai kekuatan terhadap harga dan kualitas barang atau jasa yang ditawarkan (Najib dan Kiminami 2011). Oleh karena itu, para pemasok atau supplier dapat mempengaruhi kemampulabaan suatu UMK yang membeli produknya. Hubungan kerjasama yang baik antara suatu unit usaha dengan pemasok menurut Pearce dan Robinson (1997) dalam Filiani 2009 sangat penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan jangka panjang UMK. Tujuan kemitraan ini disebutkan Najib dan Kiminami (2011) adalah untuk menciptakan dan memelihara hubungan yang loyal, saling percaya, dan dapat diandalkan sehingga akan menguntungkan kedua belah pihak, dan sebagai cara untuk meningkatkan penyempurnaan kualitas, produktivitas, dan keunggulan daya saing secara terus menerus.

(31)

Kerjasama dengan pelanggan tidak hanya memberikan manfaat dalam mengidentifikasi peluang pasar, tetapi juga mengurangi kemungkinan lemahnya desain pada tahap awal pengembangan produk (Najib dan Kiminami 2011, Zeng 2010). Pelanggan yang secara aktif terlibat dalam tahap awal inovasi produk akan membantu pengembangan ide-ide. Dengan demikian, keterlibatan pelanggan dapat menyebabkan keuntungan dalam hal inovasi produk. Pittaway 2004 lebih menghubungkan kegiatan inovasi dalam suatu unit usaha dengan hubungan jaringan yang dilakukan dengan pelanggan karena risiko kegagalan dirasakan lebih rendah. Sifat dari nilai jaringan dengan kunci pelanggan harus diperlakukan dengan hati-hati (Zeng 2010). Hubungan jaringan tersebut muncul menjadi ideal untuk mempromosikan inovasi inkremental.

Keberadaan pesaing memungkinkan UMK dapat memastikan tingkat teknologi pesaing mereka. UMK yang lebih luas pengetahuannya terhadap strategi teknologi pesaingnya adalah lebih mampu untuk membedakan diri (strategi diferensiasi). Melalui kerjasama dengan pesaing dapat memperoleh insentif biaya transaksi berupa pembelian bahan baku dengan harga lebih rendah dan membuka akses untuk pemasaran (Najib dan Kiminami 2011). Kerjasama antar usaha kecil tergantung pada biaya dan manfaat yang dirasakan oleh usaha kecil.

Sedangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian adalah cara yang paling efektif untuk mencapai inovasi karena lembaga penelitian publik dan perguruan tinggi memiliki sistem ilmiah yang berfungsi sebagai sumber pengetahuan dan teknologi baru untuk menghasilkan berbagai jenis inovasi dan memiliki arti penting mitra ilmiah pada beberapa sektor industri (Pittaway 2004). Bukti empiris menunjukkan bahwa mitra ilmiah yang berasal dari perguruan tinggi maupun lembaga penelitian cenderung relatif paling penting dalam orientasi inovasi radikal (Zeng 2010). Mitra ilmiah dapat juga bertindak sebagai perantara, penghubung atau agen netral dalam jaringan memungkinkan sistem bisnis yang berbeda untuk berkomunikasi dengan menghasilkan kepercayaan antara pihak yang berbeda.

Kerjasama dengan LSM memiliki peran sebagai pendamping dalam suatu kegiatan UMK. Pendampingan LSM adalah proses memberikan motivasi kepada pihak yang didampingi, melakukan fasilitasi dan mediasi sumberdaya yang ada di UMK, menyampaikan informasi dari dan kepada pihak yang didampingi. Hasil penelitian yang dilakukan Suparwito (2010) menunjukkan pendampingan LSM sebagai konsultan usaha dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan usaha.

Peran Jaringan Kerjasama terhadap Inovasi Usaha Mikro dan Kecil

(32)

mengungkap gagasan modal sosial dalam sebuah jaringan kerjasama sebagai kekuatan pendorong inovasi. Kerjasama berpengaruh positif signifikan terhadap inovasi. Interorganisasional dan lintas sektoral jaringan, yang memfasilitasi arus percepatan informasi, sumber daya dan kepercayaan diperlukan untuk mengamankan dan penyebaran inovasi, telah muncul sebagai strategi kunci.

Bagaimana UMK dapat memanfaatkan peran sumberdaya eksternal tersebut dan karakteristik interaksi yang dibangun untuk meningkatkan inovasinya, diketahui dari research gap pada penelitian-penelitian terdahulu. Menggunakan pendekatan karakteristik intensitas interaksi, S.X. Zeng et al. (2010) dan Najib dan Kiminami (2011) melihat peran masing-masing pihak-pihak eksternal terhadap inovasi UMK. Kerjasama UMK antar individu dan dengan lembaga penelitian secara signifikan berkorelasi dengan semua bidang inovasi, sementara kerjasama dengan pemerintah tidak secara signifikan berkorelasi dengan inovasi UMK. Pengaruh positif jaringan kerjasama dengan pesaing disebabkan UMK pengolahan makanan tersebut berada pada satu klaster (Najib dan Kiminami 2011). Berbeda dengan penelitian Najib dan Kiminami, Nieto dan Santamaria (2007) yang menunjukkan kerjasama usaha kecil dan menengah dengan pemerintah, lembaga penelitian, pemasok dan pelanggan memiliki pengaruh yang signifikan pada inovasi, sedangkan kerjasama dengan pesaing memiliki pengaruh negatif. Adanya perbedaan pengaruh tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia memiliki peran yang berbeda dalam membangun kerjasama dengan Usaha kecil.

Peran keragaman hubungan dalam jaringan yang telah terbukti berdampak pada inovasi (Pittaway 2004). Perusahaan yang tidak melengkapi sumberdaya internal dan kompetisinya dengan sumberdaya eksternal maka akan menghasilkan kemampulabaan lebih rendah dalam inovasinya. Jenis-jenis usaha mitra yang terlibat dalam jaringan tampaknya terkait dengan jenis inovasi terjadi. Misalnya, inovasi inkremental mengandalkan lebih sering pada pelanggan mereka sebagai mitra inovasi sedangkan suatu usaha yang memiliki produk baru untuk pasar lebih mungkin untuk berkolaborasi dengan pemasok dan konsultan. Pengembangan inovasi radikal cenderung menuntut lebih banyak interaksi dengan perguruan tinggi. Beberapa studi kasus dari negara-negara berkembang juga menggaris bawahi hubungan antara jaringan atau terjalin kemitraan eksternal dan inovasi usaha kecil.

(33)

usaha kecil sebagai sumber inovasi radikal. Terlebih lagi, ada sejumlah langkah-langkah kebijakan yang, langsung atau tidak langsung, yang bertujuan untuk mendorong usaha kecil untuk melakukan inovasi produk dan proses. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa perlu bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan di semua tingkat guna merangsang dan memelihara proses inovasi usaha kecil. Berdasarkan survei usaha kecil di Afrika, terdapat hubungan penting antara lembaga pemerintahan dan inovasi serta kinerja usaha kecil. Kebijakan pemerintah memiliki bantalan yang kuat terhadap efektivitas peran perguruan tinggi dan lembaga penelitian dalam proses inovasi. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa peran yang dimainkan pemerintah di dalam meningkatkan inovasi usaha kecil kurang bisa diharapkan (Zeng 2010).

Sementara pada penelitian Gronum et al. (2012) serta Indarti dan Posma (2013) ikatan kerjasama berdampak positif pada kinerja inovasi usaha kecil. Kualitas interaksi sebagai ditunjukkan dengan kedalaman pengetahuan yang diserap dari berbagai pihak eksternal dan ikatan interaksi (bonding) adalah prediktor yang lebih baik dibandingkan keragaman interaksi atas jaringan dalam mempengaruhi inovasi produk. Makin kuat suatu ikatan memungkinkan meningkatnya kepercayaan (trust) kepada usaha kecil sebagai modal sosial untuk mengakses sumberdaya eksternal, termasuk akumulasi keterampilan melalui kombinasi keterampilan yang saling melengkapi dan pembelajaran kolektif yang terjadi dalam jaringan.

Inovasi pada Usaha Mikro dan Kecil

Strategi inovasi merupakan bagian inti dari budaya sebuah usaha. UMK memiliki potensi untuk menghasilkan inovasi. Dari banyak hasil penelitian, atas dukungan berbagai pihak, inovasi pada UMK lebih banyak dilakukan di negara maju dibanding negara berkembang. Di negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Jepang -tipikal negara dengan sedikit sumber daya alam- untuk mendorong pertumbuhan usaha kecil dilaksanakan melalui motor riset dan inovasi guna mendorong efisiensi produksi, produktivitas tenaga kerja, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, pada kondisi jumlah faktor produksi yang sama. Dalam perkembangannya, riset dan inovasi dilakukan dengan saling terkait penerapannya tidak hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh sektor swasta dan usaha kecil dan menengah (Woosung Lee 2014). Menurut Voeten (2012) di negara-negara berkembang, pendekatan kearifan lokal dan pengetahuan pasar lokal saling berkaitan erat merupakan potensi dan perlu dipertimbangkan dalam keputusan inovasi.

(34)

lebih besar dilakukan pada inovasi inkremental yaitu, perbaikan produk, jasa dan/atau proses dalam menanggapi kebutuhan pelanggan. Bagi usaha kecil dan mikro, untuk membuka pasar baru dan meningkatkan pangsa pasar dalam menghadapi pesaing baru, adalah lebih umum menghasilkan inovasi pemasaran dan inovasi produk, sedangkan inovasi proses kurang umum digunakan.

Pada literatur pemasaran, inovasi lebih difokuskan pada aspek tarikan kebutuhan pasar dan bukan hanya dorongan R&D dan perubahan teknologi (Grunert et al. 1995). Khusus untuk industri makanan, yang sering didefinisikan sebagai low–tech, usaha yang sukses memiliki campuran orientasi proses, orientasi produk dan orientasi pasar. Produk-produk baru harus melayani kebutuhan pasar. Selera dan kebiasaan pada makanan merupakan bagian dari warisan budaya dengan perubahan yang perlahan-lahan, sehingga pengenalan produk baru memungkinkan tingkat kegagalan yang tinggi untuk inovasi produk. Tercatat dua pertiga dari sampel usaha kecil dan menengah makanan di Inggris terlibat dalam inovasi produk dan inovasi proses (Menrad dan Feigl 2007; Baregheh et al. 2012). Inovasi proses dan inovasi produk seringkali berjalan beriringan (Grunert et al. 1995). Selain itu usaha kecil dalam sektor pangan lebih terfokus pada inovasi inkremental dibanding inovasi radikal (Baregheh et al. 2012). Di Indonesia selain inovasi produk dan proses, jenis inovasi lain yang mendapat perhatian dari akademisi adalah inovasi kemasan –sebagai bagian dari inovasi pemasaran- yang juga memainkan peran penting dalam sektor pangan (Najib dan Kiminami 2011). Lebih lanjut Najib dan Kiminami (2011) mengungkapkan jumlah usaha kecil dan menengah yang melakukan inovasi kemasan adalah lebih besar dari mereka yang melakukan inovasi produk, sebagai bentuk adaptasi terhadap perilaku konsumen Indonesia.

Melalui bisnis proaktif, UMKM dapat mencapai posisi kepemimpinan dengan menerapkan strategi inovasi agresif dalam industri niche (Keskin 2006). Pengenalan produk yang inovatif, layanan, proses, atau model bisnis disesuaikan dengan niche atau ceruk pasar yang menarik adalah kesempatan tambahan bagi UMKM untuk memperoleh keuntungan dan keluar dari kompetisi (Rosenbusch et al. 2011). Dengan demikian, UMKM bisa mendapatkan keuntungan dari loyalitas merek yang tinggi dari pembeli dan mengurangi pengaruh elastisitas harga –yang dianggap konsumen merupakan konsekuensi atas penghargaan pelanggan terhadap keunikan inovasi. Dengan menawarkan produk yang sangat inovatif, perusahaan kecil dapat menghindari persaingan harga. Selain itu, produk-produk inovatif dapat menciptakan permintaan baru, sehingga dapat memfasilitasi pertumbuhan perusahaan.

Peran Inovasi Terhadap Kinerja Usaha Mikro dan Kecil

(35)

menjadi kreatif dalam metode operasinya, mereka menjadi lebih menguntungkan, mendapatkan pangsa pasar yang lebih tinggi, dan tingkat pertumbuhan. Inovasi merupakan sarana menuju keunggulan kompetitif dan profitabilitas yang unggul (Rosenbusch et al. 2011). Inovasi memfasilitasi bisnis berorientasi pasar untuk mencapai kinerja usaha superior (Sawhney et al. 2006).

Kegiatan inovasi dan output berkorelasi penting dan menjadi penentu kinerja suatu unit usaha (Gronum et al. 2012; Najib dan Kiminami 2011; S.X. Zeng et al. 2010; Gunday 2011). Analisis pengaruh inovasi terhadap kinerja bisnis usaha kecil yang telah dilakukan pada klaster industri pengolahan makanan menunjukkan pengaruh yang signifikan antara dua variabel tersebut. Semua jenis inovasi, baik produk, proses, pemasaran, dan kemasan memiliki pengaruh positif dengan parameter kinerja bisnis usaha kecil, seperti volume penjualan, profitabilitas, dan pangsa pasar. Akan tetapi inovasi dalam kemasan memiliki korelasi paling kuat dengan kinerja bisnis (Najib dan Kiminami 2011).

Pada penelitian lain, hubungan yang kompleks antara luasnya inovasi yang ditandai oleh asosiasi secara serentak diantara 4 jenis kemampuan inovasi produk, proses, pemasaran dan organisasi yang lebih tinggi berpengaruh terhadap peningkatan kinerja inovasi dan kinerja bisnis usaha kecil (Gunday 2011). Unit usaha yang inovatif -ditunjukkan oleh skor yang lebih tinggi untuk kombinasi berbagai jenis inovasi yang diterapkan seperti inovasi produk, inovasi proses, inovasi pemasaran dan inovasi organisasi- menghasilkan skor kinerja inovasi yang juga lebih tinggi, dan terbukti memiliki tingkat penjualan dan ekspor yang lebih tinggi secara signifikan. Peningkatan inovasi berarti memungkinkan usaha kecil meraih keberhasilan yang lebih tinggi di pasar. Mengingat pengaruh positif inovasi terhadap kinerja bisnis, hal tersebut menjadi strategi penting dalam operasi teknis usaha kecil agar mempertimbangkan kegiatan inovasi dalam menghadapi lingkungan yang sangat kompetitif dan dinamis.

Hubungan Simultan Jaringan Kerjasama, Inovasi, dan Kinerja UMK

(36)

Temuan pada penelitian terdahulu memberikan kontribusi pada penjelasan yang lebih rinci tentang mekanisme di mana manfaat kinerja berasal dari pembentukan jaringan dengan alasan bahwa inovasi harus dianggap sebagai hasil antara atau memediasi jaringan kerjasama, sebagai sumber inovasi. Dengan membentuk jaringan, usaha kecil memperoleh benefit yang lebih besar. Jaringan menyediakan usaha kecil lebih banyak akses ke sumberdaya, komplementer keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan yang tidak tersedia secara internal. Sumber daya tersebut sangat penting untuk implementasi inovasi, selanjutnya menguatkan ikatan kerjasama dalam jaringan dapat meningkatkan pelaksanaan berbagai inovasi dan selanjutnya dimanifestasikan dalam kinerja usaha kecil (Najib dan Kiminami 2011). Pemilik usaha kecil dan manajer harus memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk membangun beragam dan mempertahankan kerjasama dalam jaringan lebih erat, dalam rangka mengadopsi inovasi, untuk meningkatkan tingkat inovasi yang pada akhirnya membuka peluang peningkatan kinerja usaha.

Pemodelan Jaringan Kerjasama, Inovasi dan Kinerja Usaha Mikro dan Kecil

Replikasi studi pengaruh jaringan kerjasama terhadap inovasi dan kinerja bisnis UMK serta pengaruh gabungan dari ketiga variabel tersebut diperlukan pada lingkungan, ekonomi dan sektor yang berbeda jika pada penelitian terdahulu diperoleh sebuah konstruksi model yang reliabel dan valid (Keskin 2006), walaupun diantaranya terdapat perbedaan hasil penelitian. Diperlukan data empiris lain untuk mengkonfirmasi penelitian terdahulu sekaligus mampu mengeksplorasi suatu bentuk model yang mengakomodasikan fenomena empiris di lapangan. UMK memiliki masalah khusus dalam memformulasikan strategi inovasi disebabkan karena keterbatasan sumberdaya dan kemampuan teknologi, pengaruh pemiliki dalam pengambilan keputusan. Replikasi studi tersebut menjadi sangat penting terutama di negara-negara berkembang sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja UMK -yang selama ini masih banyak menghadapi berbagai permasalahan.

(37)

terpisah. Daftar pertanyaan untuk pengukuran subjektif variabel manifest menggunakan skala ordinal 5 poin, data yang dikumpulkan merupakan data cross-section. Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dapat ditunjukkan pada Tabel Lampiran 1.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Jaringan Kerjasama

Greewal (2008) mendefinisikan sebuah jaringan kerjasama adalah kelompok yang melakukan interaksi sosial atau saling berhubungan secara berulang dan timbal balik dari berbagai pihak yang terkait satu sama lain untuk bekerjasama saling menguntungkan, yang dilakukan dalam berbagai bentuk melalui pertukaran maupun upaya kolektif, termasuk pertukaran barang dan ide-ide. Komite Inovasi Nasional (KIN) 2012 mendefinisikan jaringan kerjasama sebagai ikatan sinergi yang kompleks dan dinamis yang dilakukan antar individu maupun dengan institusi dalam menyebarkan, memperbarui dan memanfaatkan pengetahuan untuk tujuan ekonomi oleh para pelaku usaha untuk menghasilkan outcome berupa inovasi. Sebuah jaringan dapat diartikan sebagai suatu "komunitas” jika secara kelompok maupun sosial terintegrasi secara geografis yang paling dekat atau yang dikenal dengan istilah klaster (Tambunan 2006).

Dance (2008) mengungkap manfaat adanya jaringan kerjasama. Pertama, dalam jaringan kerjasama meningkatkan kemungkinan hubungan antara ide-ide yang akan menghasilkan kombinasi inovasi; Kedua, dalam jaringan kerjasama memberikan percepatan iterasi umpan balik yang diperlukan; Ketiga, dalam jaringan kerjasama menghasilkan koneksi ke lebih banyak orang yang dapat membantu mendorong ide yang lebih baik; Keempat, jaringan menjadi energi bagi tim dan membantu mengatasi berbagai hambatan; Kelima, jaringan kerjasama membantu sebuah ide mencapai implementasinya.

Merujuk Bohnenkamp (2013) bahwa jaringan kerjasama merupakan implementasi dari teori relational view (RV) yang dibangun oleh Dyer dan Singh

(1998) sebagai pengembangan teori Resource Based View (RBV) yang

(38)

Pengertian jaringan dalam Kaasa 2007 adalah terdiri dari ikatan antara individu dan antara unit usaha. Ikatan memungkinkan bantuan dan kecepatan pertukaran informasi dan juga biaya pencarian informasi lebih rendah. Kedua, jaringan memiliki efek sinergi, menyatukan ide-ide yang saling melengkapi, keterampilan dan juga keuangan. Selain itu, jaringan tidak hanya memfasilitasi inovasi sendiri, tetapi juga membantu dan mempercepat difusi inovasi.

Keberhasilan inovasi dipengaruhi salah satunya oleh faktor yang telah menerima banyak perhatian dalam literatur yaitu lingkungan sosial atau yang disebut sebagai modal sosial (Kaasa 2007). Modal sosial merupakan suatu ikatan yang dikonsepsikan sebagai nilai fungsional hubungan sosial dalam memfasilitasi pencapaian tujuan bersama (Coleman 1990). Dimensi-dimensi kepercayaan, norma dan jaringan dapat meningkatkan efisiensi kolektif masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan terkoordinasi dan memiliki peran dalam pengelolaan sumberdaya bersama (Putnam 1993). Trust (rasa percaya) adalah dimensi modal sosial yang mendorong terciptanya kerjasama. Adanya hubungan saling percaya dalam kelompok membuat setiap individu akan memiliki keyakinan untuk berpartisipasi dalam tindakan kolektif dan menarik orang lain untuk juga melakukan hal yang sama. Tingginya trust terhadap anggota akan menurunkan biaya transaksi dan mempermudah kerjasama individu.

Karena itu dalam teori relational view (RV) terjadinya peningkatan produktivitas dalam rantai nilai dimungkinkan ketika mitra dalam rantai pasok bersedia untuk melakukan investasi berupa ikatan khusus yang menjadi modal sosial dengan cara menggabungkan sumber daya dengan cara yang unik. Upaya membangun dan mempertahankan kolaborasi dengan sumber daya komplementer dari pihak-pihak eksternal merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kinerja pemasaran usaha dan meraih keunggulan kompetitif dari pesaing.

Dimensi relasional modal sosial mengacu pada kualitas atau kekuatan ikatan sosial, yang biasanya merupakan cerminan dari durasi hubungan yang berkelanjutan, tingkat keintiman emosional, dan frekuensi perilaku timbal balik. Dalam pandangan ekonomi kelembagaan (Yustika 2012), konsep jaringan memiliki modal sosial dimana melalui suatu ikatan (bonding) akan menghasilkan suatu kekuatan hubungan di dalam sebuah komunitas (intracommunity) dan memberikan kepada setiap anggota komunitas sebuah identitas dan tujuan bersama. Modal sosial dapat menyediakan layanan-layanan yang bermanfaat bagi semua anggota komunitas.

Mengacu Zeng 2010 bahwa beberapa literatur tentang jaringan kerjasama telah menganalisis efek dari berbagai jenis mitra pada proses inovasi menunjukkan bahwa gagasan modal sosial sebagai jaringan, muncul menjadi kekuatan pendorong sebagai pelengkap output inovasi. Dalam proses pengembangan usaha, UMK secara tidak langsung menerapkan konsep modal sosial sebagai salah satu sumber daya untuk mengakses dan mengeksploitasi sumber daya lain yang berasal dari pihak-pihak eksternal yang tidak dimiliki secara internal. Modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen dalam menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide dan informasi, saling kepercayaan, saling menguntungkan demi mencapai kemajuan bersama.

(39)

(information channels). Informasi sangatlah penting sebagai basis tindakan. Dengan demikian individu yang memiliki jaringan lebih luas akan lebih mudah (dan murah) untuk memeroleh informasi, sehingga bisa dikatakan modal sosialnya tinggi; demikian pula sebaliknya.

Suatu jaringan kerjasama menyediakan akses ke sumber daya pihak-pihak eksternal dan memfasilitasi penciptaan dan eksploitasinya melalui modal sosial yang dimiliki. Merujuk Kaasa (2007) dinyatakan bahwa modal sosial dibedakan menjadi tiga dimensi yaitu kognitif, struktural dan relasional. Dimensi kognitif meliputi nilai, tingkah laku, norma, dan kepercayaan. Dengan kata lain dimensi ini memiliki persepsi perilaku motivasi atau dorongan, timbal balik, berbagi dan saling percaya. Sedangkan modal sosial dalam dimensi struktural meliputi komposisi, praktek, kelembagaan formal dan informal yang membantu memfasilitasi saling memanfaatkan dalam tindakan kolektif. Dimensi relasional modal sosial mengacu pada kualitas atau kekuatan ikatan sosial, yang biasanya merupakan cerminan dari durasi hubungan yang berkelanjutan, tingkat keintiman emosional, dan frekuensi perilaku timbal balik.

Selanjutnya, dalam Kaasa (2007), modal sosial sangat penting bagi komunitas karena (1) memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi anggota komunitas; (2) menjadi media pembagian kekuasaan dalam komunitas; (3) mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6) membentuk perilaku kebersamaam dan berorganisasi komunitas. Studi pada tingkat usaha (firm) menunjukkan bahwa modal sosial mempengaruhi secara positif terhadap kemampuan inovatif sebuah usaha baik radikal maupun inkremental. Melalui pendekatan modal sosial dapat diketahui bahwa motif kerjasama dalam suatu jaringan yang dibangun adalah bagi terciptanya tindakan kolektif (collective action) dan keuntungan relative (relative advantage).

Inovasi : Definisi, Tingkat Kebaruan dan Output

(40)

dipandang sebagai sesuatu yang baru di suatu tempat tetapi bukan barang baru lagi di tempat yang lain dan bisa berarti kebaruan di jamannya.

Kedua, Schumpeter menunjukkan bahwa inovasi perlu dibedakan dari penemuan (invention), dimana inovasi adalah modifikasi baru dari pengetahuan, sumber daya dan lain-lain yang tunduk pada upaya komersialisasi, sementara penemuan pada prinsipnya dapat dilakukan tanpa maksud komersialisasi. Definisi tersebut dikuatkan oleh Smith (2010) yang membedakan inovasi dengan invensi, dimana inovasi didefinisikan sebagai hal baru atau modifikasi dalam ide, produk, jasa, proses produksi, teknologi dan manajemen yang telah dikomersialisasikan. Seperti yang dijelaskan pada Gambar 1. Pada gambar tersebut ditunjukkan perbedaan antara inovasi dan invensi, dimana inovasi adalah bagian dari invensi akan tetapi invensi belum tentu merupakan sebuah inovasi. Sebuah invensi berubah menjadi inovasi pada saat dikomersialisasikan dan memiliki nilai bisnis. Dalam kebaruannya (newness) invensi selalu merupakan temuan baru, sedangkan inovasi selain sebagai komersialisasi dari invensi, inovasi juga dapat berarti adopsi baru atau perubahan yang diterapkan seseorang atau organisasi dimana sebelumnya telah diterapkan di tempat lain.

Dalam konsep pemikiran Schumpeter dan Smith di atas menunjukkan batasan inovasi yang dikaitkan dengan unsur-unsur teknologi. Inovasi identik dengan perubahan teknologi. Perubahan teknologi dipandang sebagai kekuatan pendorong untuk penciptaan kekayaan dalam ekonomi modern yang berorientasi industri dan jasa, serta penelitian dan pengembangan (R&D) dianggap sebagai kunci faktor dalam perkembangan teknologi. Karena itu inovasi dikaitkan dengan penemuan, dan segera setelah penemuan diperkenalkan secara komersial, ini disebut sebagai inovasi. Akan tetapi ada pula pandangan lain yang diadopsi dalam literatur pemasaran yang membuat batasan lebih luas dari sekedar teknologi. Merujuk Grunert et al. (1995) inovasi adalah deteksi dan pemenuhan kebutuhan dan keinginan pasar atau pelanggan potensial yang belum terisi, dengan menggunakan keterampilan, sumber daya, dan kompetensi suatu unit usaha, sebuah proses yang sering disebut orientasi pasar.

Gambar 1. Invensi dan Inovasi Sumber : Smith (2010)

Brown (2009) memberikan 3 batasan yang dapat digunakan seseorang saat berada di dalam desain pemikiran untuk melahirkan inovasi, yaitu dimulai atas pertimbangan human desirability (apa yang diinginkan dan dapat memuaskan masyarakat), technical feasibility (pertimbangan secara teknis dan organisasi yang

(41)

memungkinkan inovasi dapat dilakukan) dan business viability (apa yang dapat dipasarkan) seperti yang divisualisasikan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Tiga kunci desain pemikiran dalam melahirkan inovasi Sumber : Brown (2009)

Dari teori inovasi yang diuraikan diatas menunjukkan arti yang sangat luas dari inovasi. Inovasi bisa berarti (1) melakukan dengan lebih baik (steady state); serta (2) melakukan hal berbeda (Tid et al. 2005). Inovasi merupakan suatu iklim, budaya atau orientasi bukan hasil (Hurley & Hult 1998). Inovasi sebagai proses belajar (Voeten 2012). Inovasi sebagai alat spesifik kewirausahaan (Drucker 1985; Fontana 2011). Tid et. al. 2005 menegaskan bahwa inovasi bisnis merupakan redefinisi produk dan layanan yang ada dan bagaimana ini digunakan untuk menciptakan nilai, bukan hanya penemuan produk baru atau jasa, atau teknologi baru.

Van den Ban dan Hawkins (1999) menjelaskan lima karakteristik inovasi yang mendasari penilaiannya dalam pengambilan keputusan adopsi inovasi. Lima karakteristik tersebut adalah keuntungan relatif, kompleksitas (kerumitan), kompabilitas (kesesuaian) triabilitas (kemungkinan dicoba) dan observabilitas (kemungkinan dilihat hasilnya). Keuntungan relatif diartikan sejauh mana inovasi tersebut memiliki manfaat relatif dibandingkan pola kebiasaan sebelumnya. Kompleksitas berhubungan dengan sejauh mana inovasi tersebut memiliki kerumitan dalam penerapannya, dimana semakin rumit maka sulit untuk diterapkan di masyarakat. Kompabilitas diartikan bagaimana inovasi yang ada sesuai dengan nilai sosio budaya dan kepercayaan yang telah ada. Triabilitas diartikan bagaimana inovasi tersebut terlebih dahulu dapat dicoba dalam skala kecil. Observabilitas diartikan bahwa inovasi yang ditawarkan dapat dilihat hasilnya secara langsung.

Klasifikasi Inovasi: Tingkat Kebaruan dan Output. Dua pendekatan utama untuk klasifikasi inovasi didasarkan atas tingkat atau derajat kebaruan inovasi dan inovasi yang dikenal sebagai jenis atau tipe inovasi. Definisi inovasi tidak hanya (1) sebagai proses mengadopsi sesuatu yang baru; akan tetapi (2) mencipta sesuatu yang baru yang keduanya berdampak pada tingkat kebaruan

INOVASI

Dibutuhkan

Sesuai Kebutuhan

Pengguna

Dapat Dipasarkan

Memungkinkan Diterapkan

(42)

(newness) dari inovasi. Tingkat inovasi mengukur sejauh mana inovasi tersebut telah dicapai (Smith 2010).

Dalam Smith (2010) tingkat kebaruan inovasi digambarkan melalui model degree of innovation. Faktor pembeda yang dijelaskan oleh tingkat kebaruan adalah kebaruan bagi pasar dan kebaruan bagi sebuah unit usaha. Kebaruan bagi pasar didefinisikan sebagai inovasi yang belum ada sebelumnya di pasar atau merupakan inovasi yang telah ada pada suatu pasar dan diadopsi di pasar lain. Sedangkan kebaruan bagi sebuah unit usaha adalah kebaruan dalam inovasi bagi suatu usaha tersebut dimana sebelumnya belum menerapkan inovasi tersebut. Tingkat cakupan kebaruan dari kebaruan bagi suatu unit usaha lebih rendah daripada kebaruan bagi pasar.

Tidd dan Bessant (2005) mendefiniskan tingkat kebaruan inovasi terdiri atas inovasi inkremental (doing what we do better) sebagai kutub inovasi paling rendah dan inovasi radikal (new to the world) sebagai tingkat inovasi tertinggi. Inovasi inkremental merupakan inovasi rutin/perbaikan yang ada atas tipe inovasi yang telah digunakan, sedangkan inovasi radikal adalah non-rutin/reorientasi inovasi/pengenalan yang benar-benar baru atas tipe inovasi yang digunakan.

Selain derajat kebaruan inovasi, klasifikasi inovasi dapat dilihat dari inovasi yang diindentifikasi berdasarkan jenis inovasi. Inovasi dapat dilihat baik sebagai output dan proses (Gronum et al. 2012). Jenis inovasi mengacu pada lima jenis inovasi yaitu pengenalan produk baru atau kualitas produk baru yang baik, pengenalan metode produksi baru, pembukaan pasar baru, penaklukan sumber baru bahan baku atau setengah barang-barang manufaktur, dan proses melaksanakan reorganisasi industri apapun (Schumpeter 1934 dalam Fagerberg 2003; Abouzedan 2011; OECD 2005).

Gambar 3. Derajat Inovasi Sumber: Smith (2010)

Inovasi produk adalah pengenalan barang atau jasa baru atau dalam desain produk -mencakup pengenalan signifikan perubahan bentuk, penampilan atau rasa - yang meningkat secara signifikan ataupun hanya sedikit perubahan spesifikasi teknis sehubungan dengan karakteristik atau penggunaan yang dimaksudkan, melalui pemanfaatan pengetahuan atau teknologi baru, atau penggunaan baru atau kombinasi dari pengetahuan atau teknologi yang sudah ada. Perubahan desain yang tidak melibatkan perubahan signifikan dalam karakteristik fungsional produk atau penggunaan yang dimaksudkan bukanlah inovasi produk (OECD 2005).

KEBARUAN DI PASAR

Produk Lini Baru Produk Terbaru Modifikasi Produk Line extentions Yang Sudah Ada

(43)

Inovasi proses merupakan pelaksanaan produksi atau pengiriman metode baru atau secara signifikan proses yang ditingkatkan. Ini termasuk perubahan signifikan dalam teknik, peralatan dan/atau perangkat lunak. Inovasi proses merupakan perubahan penghematan biaya unit produksi produk yang sudah ada atau biaya pengiriman, meningkatkan kualitas produk dan atau pengenalan teknologi baru yang mengaktifkan produksi produk baru yang sangat berbeda dari yang sudah ada (Grunert et al. 1995; OECD 2005). Inovasi proses sebagai investasi menjadi keterampilan UMK, sumber daya, dan kompetensi, yang memungkinkan UMK untuk membawa produk inovasi.

Inovasi pemasaran adalah penerapan metode pemasaran baru yang melibatkan perubahan signifikan penempatan produk, promosi produk atau harga, perubahan kemasan dan tidak metode logistik (transportasi, penyimpanan dan penanganan produk) yang berurusan terutama dengan efisiensi. Inovasi pemasaran ditujukan untuk penanganan kebutuhan pelanggan yang lebih baik, membuka pasar baru, atau memposisikan produk sebuah unit usaha di pasar baru, meningkatkan jumlah pelanggan dengan tujuan untuk meningkatkan penjualan sebuah unit usaha (OECD 2005). Fitur yang membedakan dari inovasi pemasaran dibandingkan dengan perubahan lain dalam instrumen pemasaran suatu unit usaha adalah implementasi dari metode pemasaran yang sebelumnya tidak digunakan oleh unit usaha tersebut.

Inovasi sumber bahan baku baru adalah penaklukan sumber bahan baku baru atau barang setengah jadi bagi industri, dan sebuah unit usaha berpikir berbeda tentang cara memperoleh sumber daya tersebut dan memenuhinya, apakah sudah mencapai cara-cara terbaik (Abouzedan 2011; Sawhney et al.2005). Inovasi organisasi dalam praktek bisnis melibatkan penerapan metode baru untuk mengatur rutinitas dan prosedur untuk pelaksanaan pekerjaan. Ini termasuk kontrol kualitas, diperkenalkannya rutinitas manajemen dan memperkenalkan prosedur pengelolaan limbah baru.

Kinerja Usaha Mikro dan Kecil

Di dalam literatur analisis industri, kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri dimana hasil biasa diidentikan dengan besarnya penguasaan pasar atau besarnya keuntungan suatu unit usaha di dalam suatu industri, atau dapat tercermin melalui efisiensi, pertumbuhan (termasuk perluasan pasar), prestise professional, kesejahteraan personalia serta kebanggan kelompok (Kuncoro 2007). Ukuran kinerja dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis industrinya. Pertama, ukuran kinerja berdasarkan sudut pandang manajemen, pemilik, atau pemberi pinjaman, seperti profitabilitas, indikator pasar, likuiditas. Kedua, kinerja dalam suatu industri dapat diamati melalui nilai tambah (value added), produktivitas dan efisiensi. Kinerja diartikan sebagai pertumbuhan, yang memiliki konotasi pendapatan, nilai tambah, dan ekspansi dalam hal volume bisnis.

Gambar

Gambar 2. Tiga kunci desain pemikiran dalam melahirkan inovasi Sumber :   Brown (2009)
Gambar 4.  Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian  Peran Jaringan
Gambar 5.  Diagram jalur penelitian Peran Jaringan
Tabel 4.  Sebaran Skor Kekuatan Ikatan Kerjasama Berdasarkan Karakteristik    Kerjasama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Trichoderma merupakan salah satu agens antagonis yang dapat ditemukan di rizosfer tanaman kelapa sawit, dan termasuk kedalam cendawan kitinolitik sebagai penghasil

Gambar 6. Use Case Diagram Sistem Apotek Farmasi.. Gambar 6 menjelaskan tentang gambaran sistem dalam bentuk use case. Terdapat beberapa aktor yang terlibat didalam use

Barang atau Jasa yang telah diselesaikan oleh Penyedia Barang/ Jasa akan dilakukan pemeriksaan oleh Panitia Penerima/Pemeriksa Barang/ Jasa sesuai dengan kontrak,

Wash Pipe Assembly (wash pipe + packing) adalah merupakan suatu bagian peralatan yang memiliki susunan unit packing yang kedap tekanan (terletak pada ruangan

Sama halnya dengan perusahaan yang tidak dapat mengurangi pembayaran upah kepada tenaga kerja (input) dibawah tingkat upah yang berlaku, karena di dalam pasar persaingan

Dalam kontek hubungan antara tenaga penjual dengan ritel, kepercayaan merupakan perilaku yang ditunjukkan pembeli ritel terhadap tenaga penjual yang muncul akibat

Sehingga hasil penelitian ini menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara profitabilitas, ukuran perusahaan, debt to equity terhadap ketepatan waktu penyampaian

Marvin Harris meringkas bahwa “konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok masyarakat tertentu, seperti adat (custom), atau