• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pdicy Development of Cleaner Production Based Small Enterprises. A Case Study in fapioka, Tannin Leather and Batik Processing Small Industries

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pdicy Development of Cleaner Production Based Small Enterprises. A Case Study in fapioka, Tannin Leather and Batik Processing Small Industries"

Copied!
408
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN USAHA KEClL

YANG BERBASIS

PRODUKSl BERSIH

li! I

OLEH

:

CHAIRLIL FADJAR SOFYAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTttUT

PERTANIAN

BOGOR

(2)

ABSTRAK

Chairul Fadjar Sofyar, Pengembangan Kebijakan Usaha Kecil yang Berbasis Prduksi Bersih. Di bawah bimbingan Hadi S. Alikdra sebagai

Ketua,

Koeswardhono Mudikdjo

den

Eriyatno masingmasing s-ai anggota komisi.

Usaha Kecil merupakan salah satu pelaku kunci dalam proses pembangunan nasional. Kemampuan Usaha Kecil dalam mempertahankan kondisi usahanya pada saat krisis ekonomi menrpakan bukti nyata sektor Usaha Kecil memiliki kekuatan. Selaras dengan pendapat Naisbitt (1994), bahwa pada

kondisi perekonomian global yang serba terbuka menyebabkan kegiatan Usaha

Besar

menjadi

semakin

rawan, sebaliknya kegiatan Usaha Kecil justru semakin mampu bertahan.

Jumlah Usaha Kecil sebesar 42.326.520 unit krpotensi mendomng tejadinya krisis lingkungan disebabkan limbah yang dihasilkan secara kumulati menjadi jumlah yang besar serta penggunaan sumberdaya alam sebagai bahan baku produksi dilakukan secara berlebihan. Kerusakan lingkungan yang tidak segera ditanggulangi, berdampak menumbuhkan kondisi ketiiak4abilan bisnis yang akhimya menyebabkan sernakin sulitnya melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

Pokok permasalahannya adalah k l u m ada kebijakan puMik yang secara efektii mengarahkan atau menjaga agar Usaha Kecil melaksanakan prinsip prinsip produksi bersih. Kebijakan saat ini masih hers-ktt umum dalam

ha1

pemanfaatan sumberdaya

alan

dan baku mutu limbah, sehingga diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif.
(3)

Obyek penelitian adalah tiga jenis Usaha Kecit yaitu taproka, pembatikan dan penyamakan kulit. Pemilihan obyek penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa ketiga

jenis

Usaha K d l tersebut

terrnasuk

dalam 14 jenis industri penghasil limbah yang cukup berbahaya sebagaimana

tercantum

dalam Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor :'KEP- 031MENKLHIIII1991. Lokasi penelitian ditentukan sacara putpmke berdasarkan keberadaan dan jumlah Usaha Kecil terpilih serta pengelompokannya di daerah

yaitu Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung, Kabupaten Klaten dan

Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah, serta Kabupaten Garut Propinsi dawa Barat. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan rnenggunakan serangkaian kombinasi metode analisis yang terdiri atas: m e t d e statistik inferensi , metode analisis M EP (Measurement Environmental Performance),

analisis SAST (Strategic Assumption Surfacing and Testing) serta metode SWOT (Strengths, Weaknesses, Opporfunities and Threats) di sam ping metade AH P (Analytical Hierarchy

Process).

Hasil penilitian mengindikasikan bahwa (1) ketga kelornpok

usaha

kecil tidak krbeda secara signifikan dalam persepsinya terhadap faktor-faktor pengembangan kebijakan, sehingga faktor-faktor pengembangan kebijakan tersebut dapat bersifat inklusif, (2) ketiga kelompok Usaha

Kecil

memiYki keragaman organisasi yang tinggi terhadap aspek lingkungan alam dan aspek bisnis serta cenderung berperilaku lebih mementingkan aspek bisnis dibanding pada aspek lingkungan. Selain itu, analisis SAST telah menghasilkan asurnsi- asumsi

dasar

pengembangan kebijakan, alternatif strategi kebijakan dan prioritas kebijakan datam pengembangan Usaha Kecil b h s i s produksi bersih

didapatkan melalui analisis SWOT dan AHP.

(4)

Model SUKLiS dapat dilaksanakan apabila terpenuhinya kondisi adanya (1) ketejaminan kondisi ekonomi, sosial, politik dan keamanan negara melalui penegakan hukum dan pengawasan oleh Pemerintah, (2) interaksi dan partisipasi aktif dari seluruh Stakeholders yang terkait datam pelaksanaan produksi bersih mulai dari perencanaan, implementasi dan pengawasannya, (3) ketersediaan informasi

tentang

teknologi produksi bersih (4) kesadaran,

kesiapan dan konsistensi semua elemen bangsa dalam menegakkan hukum tentang lingkungan, (5) tolok ukur yang jelas untuk keberhasilan program

yaw

sesuai dan me~yangkut penerapan teknobgi produksi brsih secara komprehensif.

Hasil verifikasi melalui studi komparasi kebijakan dan FGD di 3 lokasi penelitian, mengindikasikan bahwa model SUKLiS dapat lebih mewujudkan fungsi perlindungan bagi Usaha Kecil dan masyarakat sekiarnya, mengingat penerapannya sebagai sarana pembangunan berkelanjutan sesuai dengan konse psi Industrial

Ecdogy

(El) dan relevan deng an pemikiran

temada

p ling kung an (Ecdogical Thinking).

Pelaksanaan model SUKLiS pedu didukung dan diperlu kan keterpaduan kebijakan yang tercakup

dalam

berbagai ketentuan perundang-undangan, seperti
(5)

ABSTRACT

Chairul Fadjar Sofyar. Pdicy Development of Cleaner Production Based Small Enterprises. A Case Study in fapioka, Tannin Leather and Batik

Processing Small Industries (Counselor: Hadi S. Alikodra, as chaihan; Kooswardhono Mudikdjo and Eriyatno, as member)

This research was conducted to construct a model of

development @icy

for small enterprises which based on

cleaner

production,

and

able

to

integrate three aspects: economic, social and environment. The

importance

of environmental managemeni issues in globalizath era induced fhis

objective.

This research was carried out through system approach by using several methods, such as: Statistical inference, SAST (Strategic Assumption Surfacing and Testing), SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) analysis; MEP (Measurement Environment Performance) and AHP (Analytical Hieramhy Pnxess) as comprehensive analytical technique fo design appropriate public policy. Field

survey

combined with consolidated opinrbn of stakeholders. throush focus gmup discussions had produced basic essumpfions and strategic prionfy in developing policy for small enterprrses.

This research indicated that most small enterpn'ses did

not

fully

concern

on the cleaner production principles. Therefore, the @icy model called SUKLiS was developed as clusfering of gmups of similar small enterprises which produce indifferent waste, and the management based on lndusfrial E d q y concept. The SUKLiS model also indudes strengthening competency of the responsible small scale enterprises on the pollution contrd, environmental quality enhancement and proactive technical regulation along with profective actions. Incentive mechanism should be introduce for small enfeipn'ses and other instifuths which is applying successfully cleaner production progmm. Community participation improvement as well as policy coordination supported

by

infomatrbn exchanges among stakeholders was recommended.
(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya msnyatakan dengan

sebenar-benarnya

bahwa segala pemyataan dalam

Disertasi saya yang berjudul :

Pengembangan Kebijakan

Usaha

Kwil yang hrbasis Produksi Bemih

adalah gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembirnbing,

kecuali

yang dengan

jelas

ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pemah diajukan untuk mernperobh gelar apapun di Perguruan Tinggi lain.
(7)

PENGEMBANGAN

KEBIJAKAN

USAHA

KEClL

YANG

BERBASlS PRODUKSI BERSlH

OLEH

:

CHAIRUL FADJAR SOFYAR

Disertasi

sebagai salah satu syarat

untuk

memperoleh gelar M o r

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan

.

SEKOLAHPASCASARJANA

INSTITUT

PERTANIAN

BOGOR

(8)

Judul Disertasi

Nama Mahasiswa

Nomor Pokok

Program Studi

: PEGEMBANGAN KEBIJAKAN USAHA KEClL YANG BERBASIS PRODUKSI BERSIH

: Chairul Fadjar Sofyar

:

99522908

J

: llmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui,

1.

Komisi

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS. Ketua

2. Ketua Program Studi

Pengelolaan

Sum

berdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir-Suriono H. Sutiahio, MS.

ah Pascasarjana

v

m4

(9)

Penulis dilahirkan pada tanggal 02 Mei 1954 di Bandung, Jawa Barat, sebagai Putera ketiga dari Alm. Bapak Sofyar dan Ibu Sekartini Sofyar. Penulis adalah alumnus Fakuhas Ekonomi, Universitas Padjajaran tahun 1979 dan menyelesaikan pendidikan Pascasa jana ( 5 2 ) Jurusan Manajemen Sumberdaya Manusia di lPWl pada tahun 1996. Selanjutnya,sejak

tahun

2000 memulai pendidikan Pascasa jana

(S3)

pada Program Studi Pengelolaan Sum berdaya Lingkungan, IPB.

Perjalanan karir struktural mengantarkan penulis menjadi Sekretaris Menteri Negara Koperasi dan UKM sejak tahun 2001 dan sampai April 2004 masih aktif dalam jabatan tersebut. Sebelumnya bertugas sebagai Deputi Bidang Pengembangan Usaha pada Badan Pengembangan Sumberdaya Koperasi dan UKM (BPS-KPKM) tahun 2000-2001, dan sebagai Asisten Deputi Umsan Tatalaksana Koperasi dalam periode tahun 1999-2000,

sedang

tahun 1 998-1 999 sebagai Direktur Perdagang an Distribusi dan

Aneka

Jasa pada Kantor Menteri Negara Koperasi dan UKM.

Kegiatan di masyarakat, Penulis sarnpai sekarang masih akti di kepengurusan lkatan Aiumni Universitas Padjajaran (IKA-UNPAD) sebagai

anggota Komite Eksekutif. Di samping itu, masih aktiif dalam Pimpinan Paripuma Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN), sebagai Pengarah pada Central Development Small and Mediuni Enterprises (CD-SMEs) serta sebagai Ketua I dalam kepengurusan Yayasan Pendidikan Koperasi (YAPENKOP).

Penulis terlibat aktii dalam berbagai Tim Nasional untuk mendukung kegiatan- kegiatan yang terkai w a n pengembang an KUKM serta untuk penyelesaian berbagai masalah strategis di tingkat nasional, baik secara internal maupun lintas

sektoral.

Penulis juga sefing mengikuti kegiatan Diskusi Ilmiah, Seminar,

Lokakarya, Simposiurn baik sebagai peserta, narasumber dan pembicara, di

tingkat lokal, nasional, rnaupun intemasional, temtama yang terkait dengan bidang pemberdayaan usaha kecil dan persoalan lingkuttgan hidup. Sabh satu tulisan yang dihasilkannya telah mengungkapkan keterkain Usaha Kedl dengan Lingkungan, adalah Urgensi Pengem bang an Produk-produk Usaha Kedl

(10)

Pada Tahun 1980 menikah dengan Rucky Andayani dan dikafuniai t ~ a

orang Putera yaitu Randy Ravenala (mahasiswa S1 di Arizona State University,

(11)

PRAKATA

Segala puji dan syukur yang mendalam kami panjatkan kehadirat AHah S W yang menjadi sumber ilham, sumber ilmu pengetahuan dan yang ernpuNYA pitar kebenaran, kebaikan serta kesempumaan tertinggi. Hanya karena-NYA-lah semua bejalan dengan lancar dan baik, sehingga studi dan penulisan Disertasi yang bejudul

"

Pengembangan Kebijakan Usaha Kecil Yang Berbasis

Produksi Bersih" ini dapat disusun dan diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hadi S. Alikodra, MS, Bapak Prof. Dr. Ir. Koeswardhono Mudikjo, M.Sc., dan Bapak Prof. Dr. Ir. Eriyatno, M.Sc., selaku Kornisi Pembimbing yang dengan bijak dan sabar senantiasa memberikan motivasi, bimbingan, arahan kepada penulis di tengah kesibukan bsliau, yang kesemuanya menjadi mutiara sangat berharga bagi penulis.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Menteri Negara Koperast dan UKM atas kesempatan dan dukungan yang diberikan untuk menyelesaikan studi Pascasa jana di IPB.

Ungkapan terima kasih,

secara

khusus kami sampaikan pula kepada yang terhormat :

1. ReMor lnstitut Pertanian Bogor;

, 2 . Prof. Dr. Lr. Hj. Syafrida Manuwoto,

M.Sc.,

Dekan Sekolah Pascasa jana IPB; 3. Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Sc, Dekan FakuRas Teknologi Pertanian IPB dan

sebagai penguji luar komisi ujian tertutup;

4. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.Sc., Ketua Program Studi PSL, IPB;

5. Para Dosen di lingkungan program studi PSL dan Sekolah Pascasajana IPB khususnya : Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, M.Sc., Prof. Dr. Ir. F. Gunarwan Suratmo, M.Sc., Prof. Or. Ir. Marimin, M.Sc., Dr. lr. Ligaya ITA Tumbelaka,

M.Sc.,

Dr. Ir.

Andry

.Indrawan, M.Sc., Dr. Ir. Yonny Koesrnaryono, Dr. Ir. Mahfud,

M-S;

atas bekal ilmu, arahan dan segala masukan

yaw

diberikan dan bermanfaat bagi penulisan disertasi ini.

Kepada selunrh jajaran di lingkungan Kementerian Koperasi dan UKM,

terima kasih atas dukungannya. Untuk ternan-teman sepejuangan di kelas Bangda, terima kasih atas spirit dan dukungan serta kebersmaan dan bantuan diskusinya, dengan harapan semoga kekmpakan tersebut dapat t m s brlanjut.

Kepada orang tua yang penulis sayangi, Ayahanda

(Am.)

Sofyar dan lbunda Sekartini Sofyar sebagai sum& kasih sayang, yang telah rnernbesarkan

dan rnendidik penulis dengan berbagai petuah yang bijak dan doadoa yang tak henti-hentinya mengalir. Hanya untaian rasa terima kasih yang tulus dan

kebanggaan sebagai Putranya-lah yang dapat penulis persembahkan. Khusus

kepada yang penulis

sayangi

dan kasihi,

Istri

tercinta Rucky Andayani, anak- anakku Randy Ravenala, Rama Devara, dan Dayan RivaMi, yang telah menunjukka~ kasih sayangnya dengan penuh pengertian, seialu =bar dan

setia

mendampingi serta memberikan dukungan moril

dan

spirit dati waktu

Ice

waktu,
(12)

Kepada rekan-rekan: S o e h t o Hadisoegondo, Yogasmara Ariadji, Redy Handoko, Yani, Wildan, Suhaimi, Agus, Asep, Etra, Agus Efferrdi, Sugianto yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta mernberikan berbagai input

yaw

krharga guna mendukung penyelesaian Oisertasi ini disampaikan pula rasa terirna kasih.

Kepada Kernenterian Lingkungan Hdup, Biro Pusat Statistik '(BPS), Universitas Padjadjaran (UNPAD), Universitas Gadjah M d a (UGM), Universitas Lampung (UNLAM), Pemda Kabupaten Lampung Tengah, Klaten, Sukoha jo, dan Garut atas dukungan kelancaran pelaksanaan penelitian kami.

Kepada seluruh staf di bagian administrasi Sekolah Pascasajana IPB dan Program Studi PSL, terirna kasih atas bantuannya dalam memperlancar kegiatan studi Penulis dan kegiatan lain yang sehingga terselenggara untuk memenuhi syarat penyelesaian program doktoral ini. Akhimya untuk semua pihak yang telah begitlr banyak memberikan dukungan dan kontribusi baik

secara

langsung maupun tidak langsung, namun dalam hal ini tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih yang tiada terhingga atas dukungannya.

Atas segala niat dan ha1 terbaik yang teiah diberikan kepada Penulis, tiada balasan yang dapat disampaikan selain doa tulus semoga Allah SWF mernbalas amal dan budi baik yang telah diberikan dan semuanya serrantiasa berada dalam lindungan-Nya. Amin.

lbarat iak ada gading yang tak retak, begitupun Disertasi ini, untuk itu segala saran dan koreksi kiranya dapat menjadi masukan yang berharga bagi

penyempurnaannya.

Bogor, 08 April 2004

(13)

Halaman

...

ABSTRAK ii

...

ABSTRACT v

...

RIWAYAT HIDUP ix

...

PRAKATA xi

...

OAFTAR IS1

...

XII~

...

OAFTAR TABEL xv

...

DAFTAR GAMBAR xvi

...

I. PENDAHULUAN 1

...

1

.

1. Latar Belakang 1

...

1.2. Pokok Pernasalahan 9

...

1.3. Tujuan Penelitian -10

...

1.4. Manfaat Penetitian 10

...

II

.

TlNJAUAN PUSTAKA 1 2

2.1. Pengembangan Usaha Kecil

...

12

2.2. Aplikasi Produksi Bersih

...

19

...

2.3. Pengembangan Kebijakan 33

...

...

2.4. Pendekatan Sistem

.

.

39

...

2.5. Industrial Ecology -45

...

2.6. Metode Strategic Assumption Surfacing and Tesfing (SAS T) 52

...

2.7. Metode

Measumrnent

of Envimmental Performance (MEP) -54 2.8. Strengths, Weaknesses, Opportunifies and

Threats

(SWr07)

...

Analisys -58

...-...

...*.*..

2.9. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

-

62

...

2.10. Verifikasi -65

...

I II

.

METODOLOG1 PENELlTlAN -66

...

.

3.1 Kerangka Penelitian 66

...

3.2. Obyek Penelitian

-68

...

3:3

.

Tahapan Penelitian 71

...

3.4. Teknik Analisis

..

-74

...

IV

.

KEADAAN UMUM OBYEK PENELITIAN 82

...

4.1. Kondisi Qaerah Penelitian 82

...

4.2. Kondisi Usaha Keel dan Penerapan Produksi bersih

.

86

...

(14)

...

V . ANALISIS KOMPONEN KEBIJAKAN - 1 13

...

5.1. Faktor Pengembangan Kebijakan 1 13

...

5.2. Kinerja Usaha Kecil 1 1 8

...

...

5.3. Asumsi Dasar Pengemhangan Kebijakan .. 129

...

V1

. PRIORITAS KEBljAKAN 136

6.1. Analisis Kebijakan

...

1%

...

6.2. Prioritas Kebijakan 143

...

VII . MODEL KEBIJAKAN PUBLlK 1 !50

...

7.1. Kebijakan Usaha Kecil ....

...

150

...

7.2. Model Sentra Usaha Kecil dengan Limbah Sejenis 154

...

7.3. Verifikasi Model 166

...

...

Vt ll

.

KESIMPULAN DAN SARAN

...

1 6 9

...

8.1

.

Kesimpulan 1 6 9

...

8.2. Saran -170

...

DAFTAR PUSTAKA 172

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Keuntungan Penggunaan Metode AHP

...

64

Responden Usaha Kecil di masingmasing Lokasi Penelitian

...

71

Penilaian Kriteria Berdasarkan

Skala Perbandingan

Saaty

...

81

Kondisi Usaha Kecil Tapioka di Kabupaten Lampung Tengah ... 106

Kondisi Usaha Kecil Pembatikan di Kabupaten Klaten dan Sukoha rjo

....

109

Kondisi Usaha Kecil Penyamakan Kulit di Kabupaten Garut ... 111

ldentifikasi Faktor-Faktor Pengembangan Kebijakan Sesuai Nilai

.

. Keknt~san

...

117

Analisis Kimia terhadap Limbah Cair Usaha Kecil Tapioka di

...

Kabupaten Lampung Tengah 122 Analisis Kimia terhadap Limbah Cair Usaha Kecil Tekstil di

...

Kabupaten Klaten dan Sukoharjo 1 24 Analisis Kimia terhadap Limbah Cair Usaha Kecil Penyamakan Kulit

...

di Kabupaten Garut 127 Asumsi-Asumsi Kebijakan Usaha Kecil yang Berbasis Produksi Bersih

...

133
(16)

OAFTAR GAMBAR

Halaman

Usaha Kecil Sebagai Penyebab Krisis Lingkungan

...

:.... 4

Laju Peningkatan Limbah dan Polusi. serta Penyusutan Sumberdaya

...

Alam (UNDP. f 998) 4

Laju Penggunaan Energi. Logam dan Sumberdaya Alam yang

...

Terbaharukan (UNDP. 1998) 5

lnteraksi Usaha Kecil dengan Lingkungan (Alikodra. 2002)

...

15

Diagram Venn Harmonisasi Kepentingan Ekonomi. Sosial dan

Lingkungan dalam Pengembangan Usaha Kecil

...

18 Proses Perurnusan Kebijakan Berdasarkan Model Eastonian (Parson.

1995)

...

36

Peran lnformasi pada Sistem

Manajemen

(Eriyatno, 1998)

...

43 Struktur Paradigma Sistem Sosial yang Ada (Ehrenfeld, J.R., 1997)

...

46

Struktur Paradqma Sistem Sosial Berbasis Industrial Ecology

...

(Ehrenfeld. J.R.. 1997) 47

Penetapan Proyek Industrial Emlogy yang Ideal (van Berkel. R.,

Aplikasi Hukum Ashby yang Memerlukan Keragaman pada

...

Pengukuran Kine j a Organisasi 55

....

Alternatif Posisi Perusahaan dalam Berbagai Posisi (Rangkuti. . 1998)

60

Kerangka Penelitian Pengembangan Kebijakan Usaha Kecil

...

Berbasis Produksi Bersih 67

Lokasi Peneritian Sentra Usaha Kecil Tapioka di Kabupaten Lampung

...

Tengah 68

Lokasi PeneNan Sentra Usaha Kecil Tekstil Kabupaten Klaten dan

...

Sukoha j o di Propinsi Jawa Tengah 69

Lokasi Penefitian Sentra Usaha K e d l

Penyamakan

Kulit Kabupaten

...

Gawt di Propinsi Jawa Barat 69

...

Kerangka Teknik Analisis 75

...

...

Diagram Alir Proses Produksi lndustri Tapioka

..

..

..

90 Proses Minimalisasi Limbah Prduksi lndustri Tapioka

...

(Kementerian Negara Llngkungan Hiup.

20011)

92
(17)

Diagram Proses Pembatikan

...--.-...

96

Diagram Proses Penyamakan Kulit

...

100

Kine j a Aspek Lingkungan Terhadap Aspek Bisnis untuk Usaha Kecil

Tapioka di Kabupaten Lampung Tengah

...

121 Kine j a A s w Lingkungan Terhadap Aspek Bisnis untuk Usaha Kecil' Tekstil di Kabupaten Klaten dan SukohaFjo

...

,..

...

123

Kine j a As@ Lingkungan Terhadap Aspek Bisnis untuk Usaha Kecil

Penyarnakan Kulit di Kabupaten Garut

...

125

Kine j a Aspek Lingkungan Terhadap Aspek Bisnis untuk Usaha Kecil

...

pada 3 (tiga) Lokasi Penelitian 128

...

Peta Kuadran Asumsi 134

...

Matrik Dampak Pengaruh Menyilang 141

...

Stt-uktur AHP 145

...

Hasl Perhitungan Menggunakan Metoda AHP 147

...

Keterlibatan Pemerintah dan Masyarakat dalam Prduksi Bersih 158

...

Keterkaitan Faktor Kebijakan dan Teknolagi Ramah Lingkungan -160

...

Model Sentra Usaha Kecil dengan Limbah Sejenis (SUKLiS) 161

...

(18)

BAB

l

PENDAHULUAN

Usaha Kecil rnerupakan salah satu pelaku kuna dalam proses pernbangunan nasional. Kemampuan Usaha Kecil dalam mempertahankan kondisi usahanya pada saat krisis ekonomi merupakan bukti nyata sektor Usaha Kecil memiliki kekuatan. Selaras dengan pendapat Naisbitt (1984), bahwa pada kondisi perekonomian global yang serba terbuka menyebabkan kegiatan Usaha Besar menjadi semakin rawan, sebaliknya kegiatan Usaha Keal

justru

semakin mampu bertahan.

Ha!

tersebut berkaitan dengan sistem bisnis dan kelenturan terhadap perubahan yang tejadi yang dimiliki oleh Usaha Wl. Sistem bisnis

yang sederhana, fukus pada kegiatan komoditas dan bertumpu pada modal sendiri memungkinkan Usaha Kecil mampu bertahan

dad

gejolak krisis ekonomi.

Bsrdasarjcan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, jumlah

Usaha

Kecil mencapai 99,85% dari total pengusaha nasional (42.326.520 unit) serta memberikan .kontribusi pada PDB sebesar 40,55%. Dalam ha1 tenaga keja, Usaha Kecil mampu menyerap 88,40% (70.282.178 orang) dari total angkatan keja pada tahun becsangkutan. Posisi tersebut menunjukkan, bahwa Usaha Kecil berpotensi menjadi penyangga sekaligus penggerak dinamika perekonornian nasianal.

Namun demikian, Usaha Keul masih menghadapi beberapa kendala

dengan keterbatasan kemampuan mempertahankan usahanya yang disebabkan beberapa ha1 antara lain: (1) keterbatasan

kemampuan

internal wganisasi yang berkaitan erat dengan aspek pengambilan keputusan tentang pemasaran,

permodalan usaha dan kernarnpuan manajemen usahanya,

dan

(2)

kualitas

produk yang dihasiUran M u m konsisten karena masih memakai

tekndogi

(19)

tradisional

yang

banyak didasarkan

pada

praktek pengalaman dan keterampilan perorangan. Pada beberapa Usaha Kecil

ditemukan

adanya diskontinyuitas proses produksi sebagai akibat ketergantungan pada pasdtan bahan baku

seperti kasus Usaha Kecil pengolahan tapioka di Lampu~g yang terpakk tutup karena kurangnya bahan baku. Kelangkaan bahan baku menyebabkan harga bahan baku menjadi mahal, sehingga biaya produksi meningkat. Apabila harga jual tidak berubah maka peningkatan biaya produksi menyebabkan berkurangnya keuntungan usaha bahkan dapat menyebabkan kerugian akibat biaya produksi relatif lebih b s a r dibandingkan harga jual. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

Usaha Kecil masih belum cukup mandiri dan memiliki kekuatan untuk bersaing yang pada akhirnya rnenyebabkan tingkat mortalitas kelompok Usaha Kecil relatif tinggi.

Permasalahan lainnya muncul ketika Usaha Kecil berinteraksi dengan pasar internasional.

Pasar

bebas dunia telah menetapkan suatu

persyaratan

yang lebih ketat dalam menerima produk

yang

akan diperdagangkan, terutama dengan maksud untuk menjaga

dan

melindungi kelestarian lingkungan hidup. Produk industri umumnya, tennasuk produk Usaha Kedl, akan dapat masuk

.

pasar global kalau mengikuti persyaratan global dengan

meminiRlalkan titrrbdnya

dampak negatif bagi kelestarian lingkungan usahanya (ecdahding), misahya melalui pengendahn M a p berkembangnva polusi dara (U'ment, 2QW). Pmduk-produk yang mempunyai latar belakang rnerusak lingkungan akan

dihambat untuk masuk pasar karena dianggap tidak memenuhi standar lingkungan (Kuhre, 1998).

(20)

konsep dan praktek IS0 Seri 14001 ke dalam

Standar

Nasional Indonesia (SNI). Konsekuensinya adalah diperlukan kesiapan dari semua pihak yang terkait, termasuk Usaha Kecil. Kondisi demikian menyebabkan permasaiahan yang dihadapi Usaha Kecil lebih

kompleks,

yaitu selain berupaya meraih gisiensi ekonomi untuk memperoleh laba usaha dan meningkatkan kapasitas (skala) usahanya, juga harus memenuhi standarisasi produksi untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.

Beberapa upaya pembinaan terhadap Usaha Kecil yang dYakukan oleh Pemerintah masih difokuskan pada

aspek

ekonorni, dengan alasan untuk peningkatan kesejahteraan pengusaha kecil dan keluarganya. Usaha Kecil dalam memenuhi kepentingan bisnisnya seringkali mengeksploitasi surnberdaya. alam secara berlebihan yang mengakibatkan

kemsakan

dan pencemaran lingkungan (Sumarwoto, 1999). Dalam jangka panjang, penurunan kualitas lingkungan akan menurunkan eksistensi Usaha Kecil (Pearce, 1992). Kerusakan lingkungan yang tidak segera ditanggulangi, berdampak pada psningkatan kondisi ketidak-stabilan usaha (bisnis) yang akhimya menyebabkan semakin buruknya rancangbangun

Usaha

Kecil secara berkelanjutan (Richard, 1996). Pada masa mendatang fokus upaya pembinaan Usaha Kecil tersebut perlu diterapkan secara bijak, mengingat kalau tidak dikendalikan maka berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.

Hubungan antara Usaha Kecil dan Krisis Lingkungan digambarkan oleh k v a l l (1985) sebagaimana Gambar 1. Pertama, limbah yang dihasilkan oleh

Usaha Kecil

secara

kumulatif dalam jumlah yang besar akan rnendomng
(21)
(22)

1

Gwnbar 2

menunjukkan

bahwa delam k u ~ n wakW 1980 - 1998, kju

%.T--

pem angan

limbah

wmhbqga

telah

msningkat

t

a

m

h i w a

20%,

sedangkan

laju

pencemaran yang diakibatkan

OM

NOx

dan

C@ juga

ikut

meningkai tajam hingga 20%

-

25%. Di

sisi

lain, laju pmyusubn sumberdaya

alam,

dilihat dari

jumlah ketersediian air bersIh dan

luas

lahan hutan,

dalam

kuiun

waktu

1970-1996 menurun tajarn hingga 40%. Ekaplnitasi

sumbdaya

alam lainnya seperti:

energi,

lagam, maupun

sumberdaya

alam

yang

terbaharukn, juga menunjukkn kecenderungan dilakukan

aecara

berlebihan.

DA terbaharuka n

160

Gambar 3.

mu

psnggunaan enmgi, logain dan sumkrdaya

aiam

yang

terbahanrkan

(UNDP,

W90)

Gambar

3

memprlhatkan

baM

dalam kurun wak€u W50-1996, faju

penggslnaan

energi

meningkat tajam

hingga

3OE%.

Sedanghn

lajsl

penggunaan

lagam

dunia dalam kurun waktu 1980-1996 juga mmunjukkan peningkatan

yaw

cukup

signman, M i k i a n

pula

penggmaan

surnkrdaya slam yang

terbaharukan,

seperti

kayu, tangkapan hasil laut

dan

pemanfaatan air, telah
(23)

1996). Meskipun sumberdaya alam itu dapat diperbaharui, npmun sumberdaya alam seperti kayu, tangkapan hasil laut dan air tersebut apabila dieksplotasi melebihi laju proses pemulihannya akan mengakibatkan timbulnya krisis lingkungan yang berkepanjangan.

Kondisi tersebut, perlu dicermati sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun

kebijakan

tentang tlsaha termasuk Usaha Kecil. Mengingat jumlah Usaha Kecil yang sangat besar di Indonesia, maka dalam rangka menghindari tejadinya krisis lingkungan, kegiatan Usaha Kecil pedu diintmensi agar tidak semata-mata dilaksanakan untuk memenuhi kepentingan ekonomi yang diselaraskan dengan aspek sosial, tapi juga hams dapat membantu memenuhi tuntutan kepentingan lingkungannya (aspek ekologis).

Upaya yang perlu dilakukan adalah menyediakan kebijakan publik tentang Usaha Kecil yang mampu mendorong terwujudnya perubahan

perilaku

dan wawasan (pandangan) para pengusaha kecil dan sfakehdde~ lainnya, dari

sekedar berfikir menghasilkan produk menjadi pengambil keputusan yang berpandangan holstik dengan wawasan 'menghasilkan produk yang diperlukan masyarakat, melalui kegiatan yang sesuai dengan kondisi sosial

setempat,

yang ramah lingkungan serta ikut mendukung keiestarian lingkungannya".

Perubahan tersebut menjadi landasan dalam proses pengembangan kebijakan rnaupun proses pelaksanaannya yang mendwong berbagai program

atau kegiatan pemanfaatan surnberdaya Ingkungan secara

M h

efisien dan

dapat melindungi ketersediaannya, serta aplikasi dari kegiatan eksploitasinya secara berkelanjutan (Pearce, 1989). Penerapan kebijakan dan b e h g a i

program yang dikembangkan perlu dijaga konsistensinya melalui sistem pengawasan dan kontrol, termasuk upaya pubiikasi inforrnasi kualitas

(24)

rnungkin

keiika

ditemukan banyak penyimpangan dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam praktek (Bingham, 1989). Menurut Economopoulos (1 983) kunci kesuksesan dalam sistem kontrol terhadap polusi atau pencemaran lingkungan adalah pengembangan strategi yang efektii yang memperhatikan aspek ekonomi, teknis dan manajemen atau organisasi. Langkah tersebut diharapkan akan dapat mengoptimalkan terjaganya kualitas dan jumlah produk

industri yang dihasilkan.

Secara konseptual, Endres (1 989) menyatakan bahwa upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara menerapkan sistem pmduksi bersih (cleaner

production), yang didukung oleh tata

aturan

dan kebijakan yang mendasarinya. Contoh dari pndapat ini misalnya dalam ha1 penerapan kebijakan tentang lingkungan, yang diwujudkan melalui penetapan itriteria standar emisi; atau penetapan syarat penggunaan teknologi; maupun ketentuan

tentang

pelarangan penggunaan sejumlah bahan baku tertentu dalam

kegiatan

produksi.

Orientasi

penerapan

konsep

dan sistem tersebut adalah mengubah sasaran kegiatan pengendalian kondisi lingkungan, dari pola pengaturan dan pengawasan secara ketat, menjadi kegiatan pengendalian yang berpola memenuhi prmintaan pasar serta dilengkapi dengan penerapan

sistem

insentif

bagi pihakgihak yang telah berupaya memenuhi kriteria Ingkungan yang ditapkan. Adapun kriteria-kriteria dimaksud mencakup antara lain: (1) efisiensi penggunaan sumberdaya; (2)

ketepatan ekologis, yang bukan

berdasar

trial and

e m

m d e t

(3) terwujudnya inovasi penyempumaan teknologi; dan (4) kelayakan politisnya (Endres, 1989).
(25)

alam dan bersifat parsial sektoral (Sodikin, 2003). Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa dukungan

kebijakan

terhadap penerapan praduksi bersih dikalangan Usaha Kecil belum efektif. Weston dan Studrey (1994) menyatakan bahwa suatu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa hambatan penerapan teknolqi benih meliputi aspek teknis sebesar 10% (ketersediaan dan

keterampilan), aspek keuangan sebesar 30%

dan

aspek kebyakan (organisasi dan legislatif) mencapai 60%.

Berkaitan dengan hal tersebut, Silalahi (1981) berpendapat, bahwa proses penegakan hukum lingkungan perlu mempertimbangkan dan memperhatikan

secara

seksarna

dua faktor kritis, yaitu

law

enforcement atau upaya penegakan hukum dalam praktek, dan compliance atau upaya menciptakan kondisi agar masyarakat bersedia mentaati ketentuan dalam praktek atas

sejumlah

ketentuan dan perundang~ndangan tentang lingkungan.

Secara operasional diketahui ada dua pendekatan

yang

dipakai untuk menerapkan

konsep

produksi bersih sebagai pilihan guna menjaga keiestarian lingkungan, yakni: (1) pendekatan yang mengacu pada

pertimbangan

teknis; dan

(2)

pendekatan

yang mengacu pada pertimibangan aspek sosial, dalam arti

bahwa pelaksanaannya akan

melibatkan

partisipasi masyarakat. Keterkaitan

dua

pendekatan itu dapat ditemulran melalui aplihsi kebijakan yang mencakup program produksi bersih di kawasan industri dengan orientasi untuk mengendalikan dampak pencemaran lingkungan

yang

terjadi.

P m s pengendaliannya diintegrasikan melalui proses internhi antar komponen ekonomi, sbsial

dan

lingkungan, yang saling terkai

dalam

kerangka menumbuhkan Usaha Kecil. Kom ponen

ekonomi

terkait dergan aspek bisnis melalui pengambilan keputusan yang rasional, komponen sosial terkait dengan
(26)

terkait dengan aspek

menjaga

kdestarian dan kualitas lingkungannya yang dapat mendukung proses pembangunan berkelanjutan.

1 2 .

Pokok

Permasalahan

Kegiatan usaha yang dilakukan Usaha Kecil bertujuan rnengkonversibn bahan baku melalui proses produksi yang menghasilkan suatu produk yang diterima dan mempunyai nilai ekonomis. Oalam perkembangannya dasar

pertimbangan nilai ekonomi berubah menjadi nilai usaha yang tidak hanya

ditentukan oleh kepentingan prduksi namun juga memperhatikan sumberdaya alam. Hal tersebut disebabkan aktivitas usaha dapat menimbulkan dampak

negatif yang cukup potensial terhadap siklus bahan baku, eksploitasi, ekstraksi, dan transformasi~ya ke dalam proses konsumsi energi, hasii limbah, pemakaian

p d u k serta buangan oieh

konsumen

(Puspita, 1993).

Oengan

demikian nilai usaha diekspresikan sebagai fungsi rrilai produk

dan

proses

dengan

melibatkan fungsi kontrol sejalan dengan fungsi konversi energi dan sumberdaya atau

dengan

kata lain tercipta harmonisasi pemenuhan antara keperttingan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Mernperhatikan peran Usaha Kecil yang amat

b a r

dan penting dalam ketahanan ekonomi masyarakat

maka

upaya pemberdayaan Usaha Kecil telah menjadi pernasalahan nasional. Kebijakan puMik

harus

mampu mendorong peningkatan

kapasitas

Usaha Kecil rnenjadi rnandiri dan M a y a saing serta
(27)

Pokuk pemasalahannya adalah belum ada kebijakan publik yang secara

efektii mengarahkan atau menjaga agar Usaha Kecil melaksanakan prinsip prinsip produksi bersR. Kebijakan saat ini bersifat umum cialam ha1 pemanfaatan

sumberdaya alam dan baku mutu limbah, sehingga dipedukan strategi kebijakan

yang lebih komprehensif.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mewmuskan kebijakan Usaha Kecil yang

brbasis produksi bersih. Tujuan operasionalnya adalah (1) rne~iumuskan

asumsi-asumsi dasar pengembangan kebijakan, (2) rnenganalisis kineja Usaha

Kecil dan (3) rnerumuskan prioritas strategi kebijakan.

1.4. Manfaat Penelitian

1) Bagi Pemerintah : rnemberikan masukan dalam rnerumuskan kebijakan publik pengembangan Usaha Kecil, yang mampu menghannonisasikan aspek ekonomi (bisnis);

sosial

(peran serta masyarakat) maupun lingkungan fisik atau kualitas kondisi lingkungannya. Selain itu juga

memberikan masukan dalam merurnuskan strategi pembinaan Usaha

Kecil untuk penyusunan programgrogram pengembangan

Usaha

Kecil

yang berdaya saing dan sesuai dengan prinsipprinsip pembangunan bet-kelanjutan.

2) Bagi Usaha Kecil : meningkatkan kualis

proses

pengarnbilan keputusan bisnis, yang bemrientasi pada hamnisasi aspek

ekonomi,

sosial dan lingkungan sehingga Usaha Kedl mampu mengembangkan

(28)

3) Bagi pengembangan ilmu pengetahuan : introduksi metddogi yang merangkai berbagai teknik analisis rnelalui pendekatan sistem untuk

(29)

BAB

I1

TlNJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengembangan Usaha Kecil

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil menyatakan bahwa Usaha Kecil merupakan 'kegiatan ekonomi rakyat" yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan

serta

status kepemilikan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Usaha Kecil tersebut mencakup

Usaha

Kecil informal, Usaha Kedl tradisional maupun kegiatan ekonomi rakyat lain yang berskata mikro. Di bebrapa

negara,

definisi Usaha Kecil hanya memakai satu kriteria, yaitu jumlah

tenaga

keja saja atau ada juga yang menambah kriteria dengan besarnya hasil penjualan (Rietveld, 1989). Dalam Undang-undang No. 9

tahun

1995 tentang Usaha Keul, ada pengertian Usaha Kecil yang juga rnencakup Usaha Kecil informal, Usaha Kecil tradisional maupun kegiatan ekonomi rakyat lain yang berskala mikro.

Dalam P a d 5 Bab HI Undang-undang No. 9 bhun 1995 semra spesiftk ditetapkan

kriteria

Usaha Kecil, s e m i krikut:

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usahs;

2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1 miliar; 3) Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia;

4 Berdiri sendiri,

bukan

merupakan anak perusahaan atau cabarrg perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau yang berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

5)

Be-ntuk

usaha orang perseorangan, badan m h a

yaw

tidak berbadan
(30)

Dalam penelitiannya, BPS (2004) memakai definisi operasional tentang Usaha Kecil, yaitu

sebagai

:

"Kegiatan ekonomi,

yaw

dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan memiliki omzet penjualan sebesar satu miliar rupiah atau kurang.

Omzet

itu dihitung dalam satu tahun kerja."

Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2002) mendefinisikan 'Industri Kecil", dengan memakai kriteria

kekayaan

bersih dan

ornzet

usaha, yang mengacu pada batasan Usaha Kecii dalam Undang-Undang Namar 9 tahun

1995 tentang Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

'Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseoranganlnrmah tangga maupun suatu badan, dengan tujuan untuk memproduksi barangljasa guna diperniagakan secara komersial; yang mempunyai

kekayaan

bersih paling banyak Rp. 200 juta dan mernpunyai nilai penjualan {omzet) per tahun sebesar Rp. 1 miliaclkurang".

BPS (2004) menyatakan, bahwa jumlah Usaha Kecil tercatat 42.326.520,

meningkat sebesar 2,93016 dari tahun sebelumnya. Kontribusinya pada PDB agak naik dari 40,26% (2002) menjadi 40,55014 (2003). Sedangkan

jumlah pengusaha

kecil tetap pada posisi 99.85% dari jumlah seluruh pengusaha yang ada. Usaha Kecil memiliki kapasitas dan peluang menampung tenaga keja barn, yang diindikasikan jumlah tenaga keja yang dapat diserap Usaha Kecil pada tahun

2002 tercatat sebanyak 68,2 juta, sedang pada tahun

2003

jumlah itu menjadi 70.282.178 mng, atau naik sebesar 2,86%.

FaHa

tersebut menunjukkan Usaha Kecil merniliki peran dan posisi strategis dalam perekonomian nasional.

Usaha Kecil mempakan begian integral dari dunia usaha nasional dan

mengemban fungsi melayani kebutuhan ekonomi masyarakat

luas

#cam prima.
(31)

wahana untuk melakukan proses pemerataan dan peningkatan pendapatan bagi rnasyarakat kecil

serta

memenuhi kebutuhan aspek sosial pelakunya. Usaha Kecil juga diharapkan dapat ikut mendorong terjadinya percepatan dalam proses pertumbuhan ekonomi nasional serta menjaga

stablitas

kondisi perekonomian

pada khususnya (Sartika dan Soejoedono, 2002).

Pengembangan Usaha Kecil dilakukan

melalui

peningkatan peiuang

dan

pembinaan kemampuan Usaha Kecil, seperti: pencadangan usaha, pemberian bantuan pendanaan atau permodalan usaha;

serta

pembinaan teknis kualitas

sumberdaya manusia. walaupun belum sepenuhnya berhasil rnemperkuat kemampuan dan posisi Usaha Kecil sesuai dengan potensi yang dimilikinya (Sartika dan Soejoedono, 2002). Pola keberpihalian yang beialan

selama

ini masih belum efektif, sehingga Usaha Kedi belum sepenuhnya memperoleh pelayanan yang optimal. Hal tersebut disebabkan belum adanya iklim usaha yang kondusif dan dukungan kebijakan yang implementatif yang menjadikan interaksi yang harmonis dan saling

melengkapi

antara Usaha Kecil dengan

stakeholders lainnya terutama Usaha Menengah dan Usaha Besar. Kalaupun sudah ada kebijakan namun penerapan kebijakan tersebut sering tidak dijalankan atau dipatuhi.

Permasalahan

Usaha

Kecil menjadi lebih komplek, terutama dalam menghadapi penrbahan ekonomi dunia dengan krlakunya era perdagarsgan

bebas. Perubahan tersebut menuntut Usaha K&l untuk mampu memenuhi persyaratan IS0 14001 sehingga menjadi kmbaga ekarmmi yang tangguh dm

(32)

satu kesatuan

komponen

sisternik yang ferdiri atas; input, proses dan output

yang dihasilkan sebagaimana tersaji pada, G a m h r 4 (Alikodra,

2002).

Gambar 4,

Interaksi

Usaha Kecil dengan Lingkungan (Altkodra,

2002)

Skerna pada

garnbar

4, menunjubn Wrkaitan antar komponen d a m

sitstem

kegiatan

Usaha

Kecil

dengan lingkungannya, Ketakairtan komponen input

dengan

tingkungan digambarkan melalui penggunaan surnkrdaya

a b .

Kegiatan

dcspl05tasi

secara

tidak

bertebihan harus d i l a W n untuk

m e n w

keseimbangan dam. J i b

kegiatan

eksploitarsi s u m M a y a alam

dlakukan

sewra

Webihan

akan

berpotensi

merusak ekistensi lingkungan di sewmya,

Keterka'Mn kedua adaiah antara

proses produksi dahm

sisfm kegiafan

Usaha

Kecil

dengan lingkungan. Proses rnerupakan

pengolahan

input untuk

mengubah bentuk dan

memberi

nilai tambah. Dslam proses

tersebut

apabila

ieknologi

proses

yang

digunaQcan tidak

rarneh

lingkungan

akan

b e r p ~ ~
(33)

Keterkaitan ketiga adalah antara output dalam sistem kegiatan Usaha Kecil dengan lingkungan. Komponen output berupa produk berpotensi mencemari lingkungan atau membahayakan kelangsungan hidup konsumen, antara lain produk yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan, pengiunaan kemasan yang

suht

didaur uiang dan limbah yang tidak memenuhi baku mutu. Adanya keterkaitan antara sistem kegiatan Usaha Kecil dengan lingkungan merupakan fakta yang hams dipertimbangkan dalam pembangunan Usaha Kecif.

Secara ekologi, pernbangunan merupakan gangguan terhadap keseimbangan. Gangguan terjadi akibat adanya perubahan dari keseimbangan lama kepada keseimbangan baru yang memiliki potensi pengaruh terhadap kestabilan sistem ekologi (Achmadi, 1992). Soemarwoto (1 999) menyatakan kalau ditinjau dari sisi ekologi. proses pembangunan sebenamya merupakan suatu "gangguan". Gangguan itu akan mempenga~hi keseimbangan lingkungan, yang

kemudian

akan kembali tercapai pada posisi baru setelah melalui proses pembangunan. Uraian itu telah menernpatkan

Usaha

Kecil dalam dinamika pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Pendekatan pembangunan berkelanjutan yang berorientasi lingkungan telah menjadi pehatian intemasional. Pada tahun 1982 di Rio de Jeneim,

Brasilia, kesepakatan antar

negara

telah menghasilkan paradigma pernbangunan barn, yang dikenal sehagai 'pembangunan krkelanjutan" (sustainable

development). Keputusan tersebut merupakan komitmen kerjasama global

seluruh negara di dunia dalam rnewujudkan keberlanjutan perekonornian dan

masyarakat yang berwawasan lingkungan (Sulaiman, 2001). Seluruh Negara di hara pkan secara konsisten menggunakan prinsipprinsip pem bangunan berkelanjutan, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup generasi di masa

(34)

Kebutuhan adanya kebijakan yang memperhatikan kepentingan lingkungan muncul karena proses pembinaan Usaha Kecil sampai saat in; masih berorientasi pada as@ pertumbuhan saja, dan belum mempertimbangkan aspek-aspek lain yang

terkait

dan berpengaruh timbal balik. AIasan rasiohalnya karena Usaha Kecil lebih membutuhkan perolehan penciapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengenda5an pencemaran masih dipamlang sebagai kegiatan parsial atau terpisah dari kebijakan ekonomi, sehingga berbagai aspek selain

aspek

ekonomi akan dipenuhi apabila telah berhasil memenuhi kebutuhan ekonominya (Puspita, 1993).

Hal tersebut berdampak pada penanganan masalah-masalah lingkungan

yang

hanya

dipandang sebagai bukan prioritas utama. Walaupun

intensitas

efek

buruk dari kegiatan Usaha Kecil belum menyentuh tingkat yang mengkhawatirkan, apabila dibiarkan

akan

menyebabkan turunnya kualis daya dukung lingkungan secara berkelanjutan. Selain itu, jumlah kumulati Usaha Kecil yang cukup

besar

menyebabkan jumlah kumulatif beban limbah menjadi signifikan dalam rnerusak lingkungan. Sebagai

contoh

Usaha Kecil yang bergersk di bidang industri tekstil, pulp,

kertas

atau industri pengolahan bahan

baku kulit, secara kolektii menjadi sebab yang signifikan daiam peningkatan pencemaran di

sungai.

S a r a teoritis, gejala kerusakan lingkungan (baik Cngkungan alam

maupun sosial) banyak dipengaruhi oleh tingkat

kesejahteraan

penduduk Apabila tingkat kerniskinan penduduk tinggi, maka ada kecenderungan untuk menim bulkan dam pak bagi tingginya ting kat

kenrsakan

ling lrungan hidup

(Retno,

(35)

Pembhan

tingkungan

juga

mnyehbkan pola hubungan

host-vektw-

a w n

penyakit

berubah

yang

menyebabkan pola

penyakif

juga

berubah

(Achrnad, 1992). krbagai

penyakit

Mirnya

muncul

dan hembang,

sehingga

khususnya

dangan

sernakin tingginya

pencemaran

lingkungan. !-fa! tersebut

mengindikaslkan penenturn kebijahn dan pelahanam

program

yam

brkaitan

dengan pertmbuhan ekonomi, pewkhan

sosial

hams

mmperhifungkan

dalam pembangunan

nasiowl, teitmasuk

pengembangan Usaha

Wl

perlu

ditakukan

dengan

cara

memanfaatkan

ekenario proses pembahan

yaw

diarahkan atau difokuskan

dalom

mewujardkan

brbagai pefuang maupun

dorongan

(rnotivasi) kepada Usaha MI agar terwujud harmunkasi

k&utuhan

tiga aspek, yaitu

asp&

ekonorni,

msial

dm lingkungan (Oamhr 5).

Gambar5. Diagram Venn

Harmmisasi Kepentingan

Ekonorni,

Sosial

dan

Ungkungan &lain Pengembngan Usaha Kecit.

Fenomena

keterkaifan

yang

seimbang,

selaras

dan

terpadu dari tiga

aspsk

daiam

diagram Ven itu perlu ditemukan oleh Usaha

Keci!

secara

trmonie,

karena

pengambitan

kaputusan

hams

dilaksJkan agar ketiga kepentingan

dapai

(36)

Artinya ada faktor-faktor kritis yang terkait erat atau rnerupakan bagian dari ketiga aspek tersebut, yang perlu dimmuskan secara efektii dengan tingkat kompetensi tertentu. Usaha Kecil diharapkan

mampu

mengendalikan faktor- faktor kritis tersebut. Pengelolaannya akan memadukan faktor-faktor dimaksud dalam skenario kegiatan usaha dari masing-masing Usaha Kecil bersangkutan, melalui penerapan kebijakan yang berbasis produksi bersih. Dalam hubungan itu, perlu diperhatikan pendapat Munasinghe (1982) yang menyatakan bahwa dalam pengembangan Usaha Kecit diperlykan iklim usaha yang kondusif disertai dengan penerapan kebijakan publik yang efektiif serta

selaras

dengan kondisi sosial dan kualitas lingkungannya.

Oalam menyusun kebijakan tersebut perlu diperhatikan beberapa faktor

yang

dapat mempengaruhinya, yaitu antara lain (1) kulturkebiasaan, (2) keikutsertaan pemangku kepentingan kunci, (3) kemampuan teknologi, SDM dan Pranata kelembagaan, (4) interaksi antara konsumen dan produsen (Asis, 1 998). Kebijakan Usaha Kecil terkait

erat

dengan proses pengambilan keputusan dari masing-masing stakeholders yang hrsangkutan. Peran dan perilaku sumberdaya manusia dari kelompdt Usaha

Kecil

menjadi kompnen

kritis

yang '

memerlukan proses pengelolaan yang efektif melalui peningkatan kapasitas dan kompetensi sumberdaya manusia secara berkelanjutan.

(37)

dan sumberdaya alam yang merusak kelestarian daya dukungnya (Hasan, 1985).

Kehidupan manusia sangat ditentukan oleh kemampuan dan kebijakan manusia

saat ini dalam melakukan pemanfaatan sumberdaya alam

yang

tersedia, Upaya yang mencakup penjagaan kelestarian kualitas lingkungan hidup menjadi'bahan

resolusi dalam Sidang Umum PBB No. 2581 (XXiV) tanggal 15 Desember 1969.

Pembahasan isu tersebut terus krgulir sampai pada pelaksanaan Konferensi

PBB

tentang

Lingkungan Hidup Manusia, di Stockholm (5-16 Juni 1972).

Konferensi menghasilkan sejumlah keputusan antara lain S f d h d m Dedaration,

yang kemudian disahkan menjadi resolusi pada Sidang Umum PBB No. 2997 (XXVI I) tanggal 15 Oesember 1972 (Danusaputro, 1980). Dalam

perkembangannya aspek lingkungan hidup ditempatkan sebagai salah satu

faktor kunci pokok bagi keberhasilan proses pembangunan berkelanjutan.

PBB kemudian membentuk WCED ( W d d Commission on Environment and Development) berdasar Keputusan Sidang Umum PBB No.

3W161

Desember 1983 yang bertujuan menangani masalah lingkungan hidup yang

semakin bertambah dan meningkat kompleksitasnya, di samping dampaknya mendunia. Dalam tugasnya, WCED memakai pendekatan penanganan masalah

lingkungan dan pembangunan yang bertumpu pada pilar-pilar: keterkaitan

(interdependency); keberianjutan (susfainabildy]; pernerataan (equity);

keamanan

dan risiko lingkungan; pendidikan dan komunikasi; seda kerjasama internasional. Pernyataan w i n g dalam laporan WCED bqudul mOur

M m o n

Futum" (1987)

adalah

bahwa "dunia memerlukan

proses

pembangunan yang dapat

memenuhi

kebwtuhan saat ini, dengan rnengkompromikannya pada kemampuan generasi

(38)

Konsep produksi bersih diperkenalkan oleh UNEP (United Nations

Envimment

Program)

pada bulan Mei 1989, namun secara resmi ha1 tersem

baru diajukan pada bulan September 1989 dalam Seminar on The Promotion of Cleaner Production yang dilangsung kan di Canterbury (Wi-, 1 996). Sejumlah negara yang tergabung

dalarn

PBB semakin menyadari pentingnya untuk

segara

menerapkan program produksi bersih (cleaner produdion), Konsep tersebut rnerupakan satu upaya terpadu untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup melalui m inimisasi limbah yang rneliputi reduksi pada sumber dan pernanfaatan limbah. Reduksi pada sumber adalah upaya secara preventif pada sumbemya dengan rnengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat

bahaya

limbah yang akan keluar ke lingkungan. Sedangkan pemanfaatan limbah dilakukan dengan prinsip recovery, muse, dan

recycle.

Produksi bersih dapat didefinisikan sebagai "aplikasi kontinyu dari suatu strategi pencegahan lingkungan terhadap proses dan produksi untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan" (UNEP, 1992; ANZECC, 1998, Pudjiastuti, 1999; Alikodra, 2002). Sejalan dengan definisi tersebut dalam buku *Kebijakan Nasional Prduksi Bersiha

(2003)

disebutkan, bahwa produksi bersih rnerupakan: "strategi pengelolaan lingkungan yang krsifat preventif, terpadu dan ditetapkan

secara

terus menems pada setiap kegiatan, mulai dari hulu

ke

hilir, yang terkait dengan pros- pmduksi, produk dan jasa, untuk meningkatkan efisiensi penggunaan

sumberdaya

alam, mencegah tejadinya pencemaran lingkungan dan rnengurangi m t u k n y a limbah pada sumbemya, sehingga

dapat meminimisasi resiko tehadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan".

(39)

I )

Mengurangi

resiko manusia dan lingkungan dengan meminirnumkan

penggunaan bahan baku, air dan energi serta menghindari penggunaan bahan baku berbahaya dan beracun;

2)

Perubahan pola prduksi dan konsumsi, yang diterapkan pada proses produksi dan produk yang dihasilkan, melalui analisis daur hidup p d u k (product Itfe cycle analyses);

3)

Perubahan pola pikir, sikap maupun tingkah laku dari semua pihak terkait

(stakehWemI baik pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia usaha, dengan melalui upaya menerapkan

pola

rnanajemen yang rnempertimbangkan aspek lingkungan;

4) Aplikasi teknologi ramah lingkungan, manajemen maupun standar

prosedur operasional, sesuai dengan persyaratan

yang

ditetapkan.

5) Arah pelaksanaan program produksi bersih krfokus pada upaya menciptakan pengaturan sendiri, dengan memakai pendekatan musy awara h mufakat (negotiated-mgulatofy

approach)

sehingg a a piikasi produksi bersih tidak hanya harus mengandalkan tersedianya pengaturan dari pemerintah, akan tetapi hendaknya dapat juga dikembangkan dari

kesadaran para pelaku ekonomi (Pudjiastuti, 1 999).

Dalam aplikasinya, konsep produksi bersih dikembangkn mernakai salah satu dad Mberapa strategi teknii yang dapat menangani penmaran dan polusi yang ada. Secara teknis ada 5 penerapan produksi bersih, yaitu :

(40)

yang dihasilkan, dan untuk itu perlu dipaharni

betul

analiis daur hidup produk yang akan dihasilkan. Strategi ini juga memerlukan perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak (stakehdde~s], seperti pemerintah, masyarakat atau kalangan dunia usaha.

2) Strategi Reuse, sebagai strategi penggunaan teknologi yang memungkinkan Ymbah kembali dapat digunakan, tanpa mengalami

perlakuan fisika, kimia, atau biologi. Dalam praktek misalnya diwujudkan

dalam

bentuk penggunaan kembali untreated

water,

atau bekas kemasan

bahan kimia untuk mengemas bahan kimia

sejenis.

3) Strategi Reduction, sebagai strateg i pengurangan lim bah pada surnbernya yang dicapai dengan menerapkan tekndogi tertentu yang dapat

m e w

ah atau mereduksi timbulnya penmaran di awal produksi. Strategi ini dapat mengurangi dan meminimisasi pmggunaan bahan baku, air maupun energi serta pemakaian bahan baku berbahaya dan beracun (B3), sehingga resiko pencemaran dan kenrsakan lingkungan

serta bahaya lain bagi manusia juga dapat direduksi.

4) Strateg i Recovery,

sebagai

strateg i pengg unaan teknolog i untuk memisahkan bahadenergi dari suatu lrnbah yang kwnudian dikembalikan dalam proses produksi dengadtanpa perlakukan fisika, kimia, atau biolog i. Im plikasinya diwujdkan misalnya dalam upaya

me-

reoover khrom dari limbah padat industri kulit atau rnemmver timah

hitam dari limbah aki bekas.

5) Strategi Recyding, sekgai stmtegi daur ulang, berupa tekmlogi yang

(41)

menjadi biji plastiklpengolahan ulang atas air, energi dan lainnya (Pudjiastuti, 1999).

Aplikasi strategi teknis itu dapat dikaji melaiui misalnya upaya mengolah limbah air dan limbah padat memakai lnstalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yang memanfaatkan proses dan teknologi murah. W e i !PAL yang telah ada saat ini dianggap

mcok,

misalnya untuk usaha industri skala kecil, khususnya Usaha Kecil Tapioka. Walaupun dari sisi waMu prosesnya relatif lambat,

namun

hasilnya cukup efekttf karena dapat mereduksi kadar polutan sampai sebesar 90%. Langkah lain

yang

dapat dilakukan, dengan maksud untuk menghilangkan dampak timbah semaksimal

mungkin,

dapat dilakukan misalnya melalui cara pemanfaatan kembali (muse) Embah padat yang adalmendaur-ulang (mcyde) limbah cair yang dihasilkan melalui sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah

(1PAL). Hanya saja langkahlangkah tersebut belum mencakup upaya yang dilakukan untuk memperoleh

kembali

kmponen limbah (mvery) di semua aliran yang ada atau memanfaatkan kembali hasil dimaksud untuk memenuhi kepentingan industri lain.

Aplikasi produksi bersih mempunyai

fokus

kegiatan pada berbagai upaya untuk mengurangi dampak negatif yang tiinbur di seluruh tahap dalam siklus hidup produk yang dihasilkan, mulai dari proses ekstraksi k h a n baku,

upaya

minimalisasi

limbah, mencegah pencematan, dan kemudian rwngurangi sumb8r

pencemaran sampai pada pembuangan akhir, setelah produk sudah tidak lagi

dapat digunakan

(Alikodra,

2002). Menurut Weston dan Stucke~ (19941 walaupun

belum

ada kesepakatan tentang Mnisi teknologi bersih, namun

konsensus umum tentang tujuannya dinyatakan untuk meredmi tingkat emisi

(42)

lingkungannya (Falsafahnya pencegahan lebih balk dari penanganan akibatnya). Hal tersebut berbeda dengan pendekatan pada proteksi lingkungan yang hanya menerapkan pendekatan pada teknologi end of pipe (EOP) yang memfokuskan perlakuan pada polusi setelah dihasilkan dan kebanyakan hanya menghssilkan dampak lingkungan yang betianjut pada saat bahan-bahan polusi dipindahkan dari satu medium

ke

medium lainnya. Karena itu dalam aplikasi umum dari teknolologi bersih dicakup upaya: (1) menghasilkan proses baru dan (2) recovery dan reuse, di samping penanganan terhadap (3) kegiatan prosesnya (menerapan praktek produksi yang baik); (4) perubahan teknologinya (memodifikasi

proses

atau peralatannya); (5) perubahan produknya (mendefinisikan kembali produknya); (6) memanipulasi bahan masukannya

(menggantt masukan

yang

merusak).

Penerapan konsep produksi bersih melalui proses pembinaan kelestarian lingkungan tidak han ya diarahkan kepada individu rnaupun kelompok yang berpotensi mencernari lingkungan,. melainkan juga kepada stakeholders

terkait

lainnya. Pendekatan tersebut menunjukkan

prlunya

perubahan perilaku, sikap dan wawasan seluruh stakeholders terkai tenrtama pelaku usaha, yang bukan hanya terfokus pada mencari kekbihan pendapatan namun juga harus dapat menyeimbangkan kepentingan lingkungan (Hasan, 1985). Peruhahan akan efektif apabila tersedia kebijakan

yang

bersm

%ntas

dcioral, muttidistpiiner, dan

transdisipliner yang memuat program

hntuan

perkuatan, program insentif

serta

(43)

dimaksud harus disusun secara holistik, yaitu secara efektii, terpadu serta pengintegrasian komponen dan programnya dilakukan secara berkelanjotan.

Weston dan

Stuckey

(1994) mengemukakan bahwa perhatian pemerintah atas teknologi bersih bagi kepentingan industri telah meningkat, namun harus diakui bahwa dalam proses penerapannya ada faktor pendorong maupun faktor penghambatnya. Sebagai mntoh dinyatakan bahwa pemerintah lnggris misalnya telah mengembangkan alat ukur yang dharapkan dapat mendorong industri

rnenjadi mernpertimbangkan aplikasi teknologi bersih. Dalam hal ini yang berfungsi adalah Departemen Lingkungan dan Departemen Perdagangan dan lndustri dengan tugas masing-masing untuk mengendalikan polusi dan mernperbaiki lingkungan (sifatnya menggunakan legislasi dan mengaplikasikan regulasi)

serta

untuk mendorong industri agar berdaya saing dan melihat teknologi bersih sebagai sarana untuk meningikatkan efisiensi rnanufaktumya (sifatnya promosi).

Di lnggris penerapan produksi bersih dilakukan

melalui

Pengendalian Polusi secara Terpadu (Integrafed Pollution Control

-

/PC) dengan

sasaran

utamanya adalah:

'untuk meminimalisir dampak dari

Gambar

Diagram Alir  Proses Produksi  lndustri  Tapioka  .. .. .. 90
Diagram Proses Pembatikan  ..............................--.-................................
Gambar  3.  mu  psnggunaan  enmgi,  logain  dan sumkrdaya  aiam  yang
Gambar 8.  Mruktur  Pawigma  Srstern  Sosial  yang  Ada  (&teWd,  J.R.1997)  StruMur  ekanomi  yang  bdandaskan  k6flwpi  F m   Market  ~mwofk
+7

Referensi

Dokumen terkait