• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Ekowisata Banteng (Bos Javanicus, D’alton 1823) Di Resort Bama Taman Nasional Baluran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Ekowisata Banteng (Bos Javanicus, D’alton 1823) Di Resort Bama Taman Nasional Baluran"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN EKOWISATA BANTENG (

Bos javanicus,

d’Alton 1823) DI RESORT BAMA TAMAN NASIONAL

BALURAN

ANINDIKA PUTRI LAKSPRIYANTI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Ekowisata Banteng (Bos javanicus, d’Alton 1823) di Resort Bama Taman Nasional Baluran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)

ABSTRAK

ANINDIKA PUTRI LAKSPRIYANTI. Pengembangan Ekowisata Banteng (Bos javanicus, d’Alton 1823) di Resort Bama Taman Nasional Baluran. Dibimbing oleh TUTUT SUNARMINTO dan HARNIOS ARIEF.

Taman Nasional Baluran menjadi habitat bagi satwa endemik jawa dan terancam punah, yaitu banteng (Bos javanicus). Sebagai ikon TNB, banteng seharusnya menjadi obyek yang memberikan banyak manfaat. Pemanfaatan tersebut akan diperoleh apabila menjadikan banteng sebagai obyek ekowisata. Ciri morfologi, perilaku, habitat dan status kelangkaan menjadi potensi yang layak untuk dikembangkan sebagai obyek ekowisata. Resort Bama memiliki peluang sebagai lokasi yang dapat dikembangkan bagi ekowisata banteng karena memiliki ekosistem yang mewakili habitat banteng. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merancang strategi pengembangan ekowisata banteng. Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan terhadap hasil observasi lapangan, kuesioner wisatawan potensial dan wawancara kepada masyarakat sekitar dan pengelola, maka beberapa strategi pengembangan ekowisata banteng yang diusulkan antara lain adalah membuat program kegiatan yang edukatif dengan mengenalkan konservasi dan budaya setempat serta mengoptimalkan upaya promosi, meningkatkan kualitas atau kompetensi SDM di TNB, pembinaan habitat serta menyusun zonasi ekwoisata, mengatur jumlah atau waktu kunjungan wisatawan serta memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi masyarakat setempat.

Kata kunci : banteng, ekowisata, resort bama, strategi, taman nasional baluran

ABSTRACT

ANINDIKA PUTRI LAKSPRIYANTI. The Development of Banteng (Bos javanicus, d’Alton 1823) Ecotourism in Bama Resort of Baluran National Park. Supervised by TUTUT SUNARMINTO and HARNIOS ARIEF.

Baluran National Park is a natural habitat for an endangered and javan endemic species, that is banteng (Bos javanicus). As an icon for Baluran National Park the existence of banteng should be able to provide benefits, especially as an ecotourism object. Morphological characteristics, behavior, habitat and it conservation status are the potential for banteng to be developed as an ecotouirsm object. Bama Resort has an opportunity to be developed for banteng ecotourism because its ecosystem is representing the natural habitat of banteng. The main goal of this study was to design strategy develoment for banteng ecotourism. Based on SWOT analysis of field observation, questionnaires and interviews results, some strategies that are creating education program activities by introducing conservation and local culture and optimizing the promotion, enhancing the quality of human resources, improving habitat and arranging ecotourism zone, arranging visitation of visitor and also empowering and optimizly local comunities participation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENGEMBANGAN EKOWISATA BANTENG (

Bos javanicus,

d’Alton 1823) DI RESORT BAMA TAMAN NASIONAL

BALURAN

ANINDIKA PUTRI LAKSPRIYANTI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pengembangan Ekowisata Banteng (Bos javanicus, d’Alton 1823) di Resort Bama Taman Nasional Baluran” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi dan Dr Ir Harnios Arief, MScF sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan selama pengerjaan skripsi.

Penulis sangat berterima kasih kepada seluruh staff Balai Taman Nasional Baluran yang telah menerima penulis dengan baik dan membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terimakasih secara khusus disampaikan pada Papa, Mama dan seluruh keluarga atas doa dan motivasi yang telah diberikan. Terima kasih juga disampaikan kepada Riyanda Yusfidiyaga, Annisa Rachmawati, Putri Amalina, Nadia Sari Putri, Kanthi Hardina, tim PKLP TNB (Yulian Adyprasetyo, Tri Giyat Desantoro, Gian Ganevan Putra, Mahyoatiy, Fithrotuts Tsaqifah, Berty Fatimah, Wahyu Indah A., Widya Maharani P.) serta teman-teman KSHE 48 lainnya dan sahabat-sahabat terdekat (Winnie Safitri, Bernaseta Trias H., Indah Ratna F., Suci Novilani S., Arranti Aditya L., Rila Lailan Syaufina) atas segala bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama pengambilan data hingga pengerjaan skripsi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

Jenis dan Metode Pengambilan Data Analisis Data

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Potensi Banteng

Permintaan Wisatawan Potensial Ekowisata Banteng Dukungan Masyarakat

Kesiapan PengelolaTaman Nasional Baluran

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah sampel pengunjung dengan menggunakan cluster sampling 2 Jenis data, data yang dikumpulkan, sumber dan metode pengumpulan

data

3 Matriks analisis SWOT

4 Karakteristik wisatawan potensial

5 Matriks SWOT pengembangan ekowisata banteng

6

1 Kerangka pemikiran pengembangan ekowisata banteng 2 Peta lokasi penelitian

3 Banteng jantan, betina dan anakan

4 Bekas renggutan banteng di hutan sekunder

5 Sumber air minum Nyamplung dan pohon sanggongan 6 Tanda bekas istirahat banteng

7 (a) Hutan musim dataran rendah, (b) Savanna 8 (a) Jejak banteng, (b) kondisi Blok Nyamplung 9 Persepsi mengenai banteng

10 Persepsi mengenai pemanfaatan banteng 11 Persepsi mengenai media promosi 12 Preferensi kegiatan ekowisata

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ekowisata telah berkembang sebagai salah satu pariwisata yang potensial untuk kepentingan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Berdasarkan laporan World Travel Tourism Council (WTTC) (2004), pertumbuhan rata-rata ekowisata sebesar 10% per tahun. Ekowisata dikenal sebagai suatu kegiatan berwisata yang bertanggungjawab. The International Ecotourism Society (TIES) (2006) mendefinisikan ekowisata sebagai kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secara profesional, terlatih dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor usaha ekonomi, yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan. Ekowisata dapat memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk mendapatkan pengalaman mengenai alam dan budaya untuk dipelajari dan memahami pentingnya konservasi keanekaragaman hayati dan budaya lokal. Ekowisata juga memberikan manfaat ekonomi karena berkontribusi dalam pemasukan devisa negara. Keuntungan tersebut dapat dimanfaatkan pula untuk kegiatan konservasi dan memberikan kesempatan untuk tumbuh kembangnya masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi ekowisata.

Kegiatan ekowisata biasanya dilakukan di kawasan yang dilindungi dan memiliki keanekaragaman tinggi serta memiliki kekayaan flora dan fauna yang bersifat endemik. Salah satunya adalah Taman Nasional Baluran (TNB). TNB menjadi habitat alami bagi satwa endemik jawa dan saat ini terancam punah karena habitat yang terus terganggu, yaitu banteng (Bos javanicus). Banteng juga menjadi ikon bagi TNB, sehingga keberadaannya menjadi penting bagi taman nasional tersebut. Sebagai satwa yang menjadi ikon bagi TNB, keberadaan banteng seharusnya mampu menjadi obyek yang memberikan manfaat akan keberadaannya. Pemanfaatan yang dapat dilakukan ialah dengan menjadikan banteng sebagai obyek ekowisata. Sayangnya TNB belum memanfaatkan peluang tersebut dengan optimal.

(12)

2

Perumusan Masalah

Banteng memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai obyek ekowisata karena merupakan ikon bagi Taman Nasional Baluran. Kegiatan ekowisata jika dilakukan dengan tepat dan berkelanjutan akan memberikan manfaat khusunya manfaat bagi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Namun peluang tersebut belum dimanfaatkan dengan optimal. Pengembangan ekowisata banteng di TNB masih mengalami kendala, antara lain:

1. Potensi banteng sebagai obyek ekowisata belum teridentifikasi.

2. Permintaan terhadap ekowisata banteng oleh wisatawan potensial serta dukungan masyarakat belum teridentifikasi.

3. Pengelola TNB belum memiliki strategi pengembangan ekowisata banteng di Taman Nasional Baluran, khususnya di Resort Bama.

Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan bertujuan untuk:

1. Menganalisis potensi banteng (B. javanicus) sebagai obyek ekowisata.

2. Menganalisis permintaan wisatawan potensial, dukungan masyarakat dan kesiapan pengelola terhadap ekowisata banteng.

3. Merancang strategi pengembangan ekowisata banteng di Resort Bama Taman Nasional Baluran.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian Pengembangan Ekowisata Banteng di Resort Bama Taman Nasional Baluran yaitu memberikan rekomendasi kepada pengelola terkait pengembangan ekowisata banteng dilihat dari minat pengunjung dan dukungan masyarakat sekitar kawasan.

Kerangka Pemikiran

Banteng (B. javanicus) merupakan salah satu keanekaragaman hayati Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Morfologi, perilaku dan habitatnya dapat menjadi obyek yang menarik untuk diamati dan dipelajari. Eksistensinya memberikan berbagai manfaat. Di alam, keberadaan banteng dapat memberikan manfaat ekologi sebagai penyeimbang rantai makan untuk mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Dari sisi ekonomi banteng dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan atau devisa jika pemanfaatannya dilakukan secara berkelanjutan. Agar eksistensinya terus ada, perlu upaya pemanfaatan dengan tetap mempertimbangkan aspek kelestarian. Bentuk pemanfaatan banteng yang dapat dilakukan yaitu ekowisata.

(13)

3 maka akan mendatangkan berbagai manfaat baik secara ekologi, ekonomi maupun sosial budaya yang akan dirasakan oleh banyak pihak.

Ekowisata, dalam perencanaannya perlu mempertimbangkan beberapa hal agar ekowisata tersebut berjalan optimal dan berkelanjutan, antara lain ketersediaan obyek (supply), permintaan wisatawan (demand), dan pihak pendukung (tourism supporting). Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut, dapat disusun suatu rencana pengembangan ekowisata sehingga memberikan keuntungan ekonomi, ekologi, dan sosial. Alur kerangka pemikiran pengembangan ekowisata banteng secara ringkas disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran pengembangan ekowisata banteng Banteng (B. javanicus) Potensi

Ketersediaan obyek (Supply)

Ekowisata

Masyarakat dan pengelola TNB: Dukungan

masyarakat dan kesiapan pengelola Pengunjung:

Persepsi dan preferensi terhadap ekowisata banteng Banteng

Adanya minat pengunjung dan dukungan berbagai pihak

Pengembangan ekowisata Banteng (Bos javanicus) di Resort Bama Taman Nasional Baluran

Permintaan wisatawan (demand)

Pihak pendukung (Tourism supporting)

(14)

4

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Resort Bama SPTNW I Bekol Taman Nasional Baluran (Gambar 2). Pemilihan lokasi didasarkan pada banteng yang merupakan ikon TNB. Selain itu, TNB memiliki posisi yang strategis karena terletak pada jalur koridor wisata Surabaya-Bali dan dekat dengan Kabupaten Banyuwangi yang saat ini sedang mengembangkan kawasan wisata. Pelaksanaan pengambilan data dilaksanakan pada 2-25 Maret 2015.

Obyek dan Alat Penelitian

Obyek penelitian adalah banteng dengan subyek wisatawan potensial, masyarakat dan pengelola TNB. Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain GPS, alat tulis, tallysheet, kamera, kuesioner, panduan wawancara, Microsoft Excel 2007, SPSS dan ArcGis 9.3.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis data

Data primer

Data primer adalah data utama yang diambil pada saat pengambilan atau pengumpulan data. Data yang dikumpulkan yaitu data yang diambil secara langsung seperti tanda-tanda keberadaan banteng, persepsi dan minat wisatawan, dukungan masyarakat dan kesiapan pengelola, serta beberapa laporan mengenai perilaku banteng.

Data sekunder

Data sekunder adalah data penunjang dari data primer. Pada pengambilan data, data sekunder yang dikumpulkan adalah dokumen Rencana Pengelolaan Taman Nasional Baluran Tahun 2014-2023, dokumen dan laporan terkait banteng dan habitatnya, dokumen dan laporan terkait karakteristik wisatawan dan ekowisata.

Metode pengumpulan data Studi literatur

(15)

5

Ga

mbar

2 P

eta loka

si p

ene

li

ti

(16)

6

Observasi lapang Transek

Pengambilan data dilakukan dengan menyusuri jalur-jalur yang diperkirakan sebagai jalur yang sering dilalui Banteng. Selain itu, didatangi pula sumber air minum, baik sumber air alami maupun buatan yang biasa digunakan banteng untuk minum. Pengamatan dimulai pada pukul 06.00 hingga pukul 18.00 WIB. Selain perjumpaan langsung, diambil pula informasi perjumpaan tidak langsung yang ditandai dengan keberadaan jejak. Jejak adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh satwaliar yang menjadi penanda kehadiran satwa tersebut pada habitat tertentu (Bismark 2011). Jejak dapat berupa jejak kaki (foot-print), bekas-bekas makan (feeding signs), rambut, feses dan sebagainya. Titik koordinat lokasi perjumpaan langsung dengan banteng, serta jejaknya ditandai dengan menggunakan GPS.

Kuesioner

Kuesioner berisi pertanyaan mengenai persepsi dan preferensi terhadap ekowisata banteng diberikan kepada responden terpilih yang berada di lokasi penelitian. Responden yang diberikan kuesioner adalah pengunjung Resort Bama Taman Nasional Baluran. Teknik pengambilan sampel pengunjung dipilih secara cluster random sampling, yaitu populasi pengunjung diseleksi atau dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok atau kategori (Kriyantono 2006). Pemabgian kelompok umur dibedakan atas usia remaja dan dewasa (Tabel 1). Jumlah responden dibatasi berdasarkan kelompok usia yaitu remaja dan dewasa, dengan masing-masing kelompok umur dipilih 30 responden, dikarenakan perhitungan dengan jumlah 30 tidak berbeda nyata dengan jumlah yang lebih besar dari 30, sehingga 30 responden sudah cukup mewakili dalam penelitian sosial.

Tabel 1 Jumlah sampel pengunjung dengan menggunakan cluster random sampling

Kelompok umur Jumlah (responden)

Remaja (15-25 tahun) 30

Dewasa (>25 tahun) 30

Total 60

Wawancara

Wawancara yang dilakukan yaitu menanyakan beberapa pertanyaan kepada responden (orang yang menjadi target untuk diwawancarai) terkait persepsinya terhadap ekowisata banteng. Kegiatan wawancara dibantu dengan panduan untuk memudahkan proses wawancara. Wawancara ditujukan kepada:

1. Masyarakat Desa Wonorejo

(17)

7 2. Balai TNB

Wawancara ditujukan kepada Kepala Balai Taman Nasional Baluran, Kepala Bagian Konservasi, HUMAS dan pelayanan wisata, Kepala Resort Bama dan personil Resort Bama terkait wisata. Maksud dari wawancara tersebut adalah untuk mencari informasi terkait pengelolaan banteng dan rencana pengembangan ekowisata banteng di TNB.

Secara ringkas jenis data, data yang dikumpulkan, sumber dan pengumpulan data disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data, data yang dikumpulkan, sumber dan metode pengumpulan data

No .

Jenis Data Data yang dikumpulkan Sumber data

Metode pengumpulan

data 1 Primer

a. Banteng Potensi banteng, meliputi perilaku, habitat, distribusi

c. Masyarakat Persepsi dan dukungan terhadap ekowisata 2 Sekunder 1. Rencana Pengelolaan

Taman Nasional

Analisis deskriptif terdiri dari analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu menguraikan secara deskriptif data-data yang didapat seperti pengelolaan kawasan, masyarakat dan aspek sediaan wisata. Analisis deskriptif kuantitatif yaitu mendeskripsikan data-data yang diperoleh menggunakan diagram dan tabulasi.

Analisis kualitatif skala Likert

(18)

8

digunakan dalam kuesioner memakai skala Likert 1-7, yang terdiri dari (1. Sangat tidak setuju, 2. Tidak setuju, 3. Agak tidak setuju, 4. Biasa saja, 5. Agak setuju, 6. Setuju, 7. Sangat setuju) (Avenzora 2008).

Analisis statistik non-parametrik (chi-square)

Uji Chi-Square berfungsi untuk menguji hubungan atau pengaruh antar variabel dengan tingkat persepsi dan preferensi pengunjung (remaja dan dewasa). Hipotesis yang dipakai untuk menguji hubungan antar variabel dengan tingkat persepsi atau preferensi responden yaitu :

a. H0 = Tidak terdapat hubungan antara variabel dengan tingkat persepsi atau preferensi responden

b. H1 = Terdapat hubungan antara variabel dengan tingkat persepsi responden Kemudian nilai dibandingkan pada tingkat kepercayaan 95% atau α (0,05) pada perhitungan software SPSS. Kriteria keputusan untuk uji nyata ini adalah sebagai berikut:

Data yang telah diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan kuesioner kemudian dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Dari data yang dijabarkan, kemudian diidentifikasi berbagai faktor internal dan eksternal untuk rencana pengembangan ekowisata banteng di Resort Bama untuk menyusun strategi alternatif dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT.

Analisis SWOT adalah instrumen perencanaan strategis dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan peluang dan ancaman. Analisis ini berdasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersama dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats) (Rangkuti 2001). Matriks analisis SWOT disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Matriks analisis SWOT

Eksternal Internal

Kekuatan (Strength) Kelemahan (Weakness) Peluang (Opportunities) Strategi S-O

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan Ancaman (Threats) Strategi S-T

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

(19)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Resort Bama merupakan salah satu resort yang masuk dalam Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTNW) I Bekol. Resort Bama memiliki luas sebesar 379,79 Ha. Areal tersebut mencakup beberapa tipe ekosistem hutan, antara lain hutan mangrove, hutan pantai, hutan musim dataran rendah dan savana. Beberapa flora yang dapat ditemukan di Resort Bama antara lain trenggulun (Protium javanicum), serut (Streblus asper), ketapang (Terminalia catappa), popoan (Buchanania arborescens), manting (Syzygium polyanthum) dan lain sebagainya. Sedangkan fauna yang dapat ditemukan, yaitu banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), kerbau liar (Bubalus bubalis), lutung jawa (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), merak (Pavo muticus), dan beberapa jenis burung lainnya.

Letak TNB yang strategis karena berada pada koridor pariwisata Surabaya-Bali mengantarkan Bama sebagai salah satu tujuan wisata, baik wisatawan lokal maupun mancanegara. TNB dapat dicapai melalui jalur darat dan udara. Adapun bandara terdekat dengan TNB adalah Bandara Blimbingsari yang berada di Banyuwangi. Dari pintu utama TNB (Batangan) Resort Bama dapat dilalui oleh kendaraan bermotor baik beroda dua maupun beroda empat karena tersedia jalan aspal yang membentang sampai area Pantai Bama. Dari Batangan hingga Bekol menempuh jalan sepanjang 7 km dan dari Bekol hingga Pantai Bama menempuh jalan sepanjang 5 km.

Berdasarkan yang telah tertulis pada laporan desain tapak pengelolaan pariwisata alam SPTNW I Bekol, areal sekitar pantai Bama merupakan ruang publik, yang berarti pada areal tersebut dapat dilakukan pembangunan fasilitas publik. Beberapa fasilitas yang sudah tersedia antara lain pesanggrahan, MCK, kafetaria dan mushola. Selain itu, areal Resort Bama juga diperuntukkan sebagai ruang pengelolaan keanekaragaman hayati, pemantauan terumbu karang, perlindungan mangrove serta perlindungan habitat banteng.

Resort Bama memiliki bentang alam yang menarik karena memiliki savana alami yang dikenal sebagai Savana Bekol. Savana tersebut menjadi obyek tujuan wisata utama oleh wisatawan yang berkunjung ke TNB. Pada musim kemarau savana akan mengering dan tampak seperti savana yang ada di Afrika. Selain memiliki savana, Resort Bama juga memiliki pantai berpasir putih dengan air laut yang tenang. Pada pantai Bama wisatawan dapat menikmati ketenangan pantai Bama, berjalan menyusuri pantai atau mangrove (mangrove trail), birdwatching dan snorkeling.

Potensi Banteng (Bos javanicus)

(20)

10

dapat menjadi peluang untuk dikembangkannya ekowisata banteng karena semakin langka dan sulit dijumpainya suatu satwa maka daya tarik dan harga jualnya pun akan semakin tinggi. Sependapat dengan Hakim (2004) bahwa tingkat perjumpaan yang rendah suatu satwa menjadi faktor yang menyebabkan orang penasaran untuk melihat satwa.

Menjadikan banteng sebagai obyek ekowisata secara tidak langsung membantu upaya konservasi terhadap banteng dan habitatnya serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan yang ikut terlibat di dalamnya. Ekowisata banteng didasarkan pada keunikan baik morfologi, perilaku dan habitatnya serta status kelangkaannya.

Morfologi

Banteng memiliki tubuh tegap, besar dan kuat. Ukuran tubuh banteng jantan memiliki tinggi hingga pundak ± 170 cm dan berat tubuh dapat mencapai 900 kg. Waluyo (2013) menyatakan bahwa banteng jantan di TNB memiliki keunggulan genetik karena ukuran tubuhnya berbeda dengan banteng yang ada di tempat lain yang rata-rata memiliki tinggi 160 cm dan berat tubuh 600-800 kg. Sedangkan tidak ada perbedaan pada banteng betina di TNB maupun tempat lain yang memiliki tinggi 150 cm dan berat 200-300 kg.

Bagian dada banteng terdapat gelambir, dimulai dari pangkal kaki depan sampai bagian leher. Di kepalanya terdapat sepasang tanduk berwarna hitam, melengkung ke atas dan runcing untuk banteng jantan. Tanduk banteng betina agak lurus dan mengarah ke belakang serta ukurannya lebih pendek jika dibandingkan dengan tanduk jantan.

Selain dari ukuran tubuh, ukuran dan bentuk tanduk, banteng jantan dan betina dewasa dapat dibedakan dari warna kulitnya. Banteng jantan memiliki warna kulit hitam, semakin tua umurnya maka warnanya akan semakin gelap, sedangkan banteng betina memiliki warna kulit coklat terang persis seperti sapi bali. Ciri lain dari banteng yaitu pada bagian pantatnya terdapat warna putih. Warna putih tersebut juga terdapat pada bagian kaki, mulai dari pangkal kaki hingga lutut. Perbedaan antara banteng jantan dewasa, betina dewasa dan anakan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Banteng jantan, betina dan anakan (Sumber: Coke & Smith) Perilaku

(21)

11 (Odum 1997). Perilaku satwa dapat menjadi obyek yang menarik untuk diamati. Perilaku banteng terdiri dari makan dan minum, istirahat, bermain, mengasuh anak dan kawin.

Makan dan minum

Makan merupakan perilaku dominan banteng, hampir sepanjang hari banteng melakukan aktivitas tersebut. Perilaku makan banteng dipengaruhi keadaan lingkungannya, jika tidak menemukan adanya ancaman atau gangguan banteng akan makan pada pagi hingga sore hari. Berdasarkan keterangan dari petugas TNB, seringkali banteng memulai perilaku makannya pada sore atau malam hari. Hal tersebut dilakukan banteng untuk menghindari gangguan terutama aktivitas manusia karena masih sering ditemukan masyarakat sekitar kawasan yang mengambil sumberdaya hutan di sekitar wilayah jelajah banteng. Sama halnya dengan banteng yang ada di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), perilaku makan banteng di lokasi tersebut dijumpai pada pukul 16.00 hingga pukul 09.00 (Wirawan 2011)

Banteng merupakan satwa pemakan tumbuhan atau hijauan (herbivora), dapat bersifat pemakan rumput (grazer) maupun tumbuhan bawah (browser) tergantung bagaimana ketersediaan yang ada di sekitar lingkungannya. Jika tersedia rerumputan yang mencukupi, banteng akan memilih untuk memakan rumput dan sebaliknya jika tidak tersedia rumput yang mencukupi banteng akan beradaptasi untuk mencari tumbuhan bawah, daun-daun muda, pucuk pohon dan buah-buahan. Beberapa jenis tumbuhan pakan banteng antara lain brambangan (Commelina diffusa), lamuran (Themeda triandra), lamuran merah (Heteropoon contortus), teki (Cyperus rotundus), serut (Streblus asper), dan alang-alang (Imperatia cylindrica).

Savana merupakan lokasi yang ideal untuk mengamati perilaku makan banteng, karena merupakan feeding ground atau sumber pakan utama bagi satwa herbivora. Namun akibat invasi tumbuhan akasia dan gulma, produktifitas rumput di savana terganggu, kualitas dan kuantitasnya pun menurun sehingga savana tidak lagi dimanfaatkan sebagai sumber pakan utama oleh satwa, terutama banteng. Perilaku makan banteng lebih sering dilakukan di hutan sekunder (hutan musim dataran rendah) karena makanan banyak tersedia. Gambar 4 merupakan bekas renggutan banteng yang ditemukan di hutan musim dataran rendah.

(22)

12

Banteng tergolong satwa yang jarang minum atau aktivitas minum dilakukan hanya satu kali dalam satu hari (Subeno 2007). Banteng memilih air-air dari sumber air yang bersih atau air dari sumber alami. Di Resort Bama terdapat beberapa sumber air alami yang dimanfaatkan banteng untuk minum, antara lain sumber air Bama, Kelor, Manting, Nyamplung, Sumber Batu dan Popongan. Sumber air minum tersebut dapat dijadikan sebagai lokasi untuk mengamati perilaku minum banteng. Gambar 5 merupakan salah satu sumber air minum alami banteng, yaitu Nyamplung. Pada lokasi tersebut terdapat pohon yang sering digunakan petugas untuk mengamati banteng.

Gambar 5 Sumber air minum Nyamplung dan pohon untuk mengamati banteng

Istirahat

Subeno (2007) mengategorikan istirahat adalah ketika banteng dalam keadaan diam, berteduh dan/atau merebahkan tubuhnya. Perilaku istirahat banteng dilakukan di sela-sela aktivitas makannya. Banteng di TNB memilih hutan sekunder sebagai tempat untuk beristirahat. Gambar 6 merupakan bekas istirahat banteng yang ditemukan di hutan sekunder. Banteng biasanya beristirahat di antara semak-semak atau di bawah tajuk pohon yang rindang, seperti pohon asam (Tamarindus indica) atau walikukun.

(23)

13 Bermain

Perilaku bermain dilakukan oleh anak banteng. Anak banteng melakukan perilaku bermain untuk melatih ototnya agar dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Di sela-sela perilaku makan, seringkali anak banteng berlarian atau mengganggu induknya yang sedang makan. Perilaku bermain lain yang dilakukan anak banteng adalah saling mengadukan kepala antar sesama anak banteng (Sancayaningsih 1983).

Mengasuh Anak

Perilaku mengasuh anak dilakukan oleh banteng betina dewasa. Banteng betina mengasuh sampai anak bisa bertahan hidup sendiri. Suratmo (1979) mengatakan bahwa banteng betina akan berhenti mengasuh anak pada musim kawin karena memilih fokus pada jantan dewasa. Banteng betina akan memanggil anaknya dengan cara mengeluarkan suara yang lemah ketika anak banteng bermain jauh dari induknya dan anak-anaknya akan mendekati induknya dengan segera. Perilaku mengasuh banteng betina ditunjukkan dengan menjilati tubuh anak banteng.

Kawin

Banteng merupakan satwa monoestrus atau mempunyai satu musim kawin dalam setahun (Hogerwerf 1970). Di TNB musim kawin banteng berlangsung setelah musim kawin rusa, yaitu antara bulan Agustus hingga September. Tidak ada waktu pasti banteng melakukan perilaku kawin, di Taman Nasional Meru Betiri banteng melakukan perilaku kawin pada pagi dan sore hari (Wirawan 2011) Ketika musim kawin, banteng jantan akan lebih sering mengeluarkan suara dan terkadang berkelahi dengan sesama banteng jantan untuk dapat memilih betina yang akan dikawininya. Banteng yang memenangkan perkelahian tersebut kemudian mendekati banteng betina yang disukainya lalu mulai menciumi pantat banteng betina. Banteng memerlukan suasana tenang ketika melakukan perilaku tersebut dan banteng jantan akan lebih sensitif terhadap gangguan. Perilaku kawin banteng dilakukan di hutan sekunder yang agak terbuka atau savana.

Habitat

Alikodra (1983) mendefinisikan habitat sebagai suatu tempat yang dapat memenuhi kebutuhan satwa yang digunakan untuk tempat mencari makan, minum, berlindung, bermain dan berkembangbiak. Hutan yang lebih rapat seperti hutan primer hanya digunakan oleh banteng untuk berlindung dari predator atau pemburu dan tempat untuk tidur.

Hutan pantai terdapat di sepanjang pesisir pantai dan berbatasan dengan hutan mangrove. Banteng sering mendatangi hutan pantai karena sebagian sumber air minum alami dan tempat mengasin. Sumber air alami tersebut terdapat di Blok Kelor, Manting, Nyamplung, Popongan dan Sumberbatu. Komposisi jenis tumbuhan di hutan pantai di antaranya malengan (Exoecaria agallocha), manting (Syzigium polyanthum), popohan (Buchanania arborescens) dan gebang (Corypha utan).

(24)

14

Hutan musim dataran rendah menyediakan sumber pakan banteng karena tersedia banyak tumbuhan bawah. Selain untuk makan, hutan musim dataran rendah juga dimanfaatkan oleh banteng untuk beristirahat (resting) dan sebagai jalur lintasan. Vegetasi hutan musim dataran rendah tergolong terbuka-sedang. Jenis-jenis pohon yang terdapat di hutan tersebut antara lain talok (Grewia ericocarpa), walikukun (Schouthenia ovata), asam (Tamarindus indica), bidara laut (Xymenia americana). Asam dan walikukun juga termasuk jenis pohon yang daun atau buahnya dimakan oleh banteng dan dimanfaatkan pula sebagai tempat bertenduh.

Savana (Gambar 7b) didatangi oleh banteng terutama pada musim kemarau untuk meminum air yang ada di bak-bak penampungan yang telah disediakan pengelola TNB serta sumber air (berbentuk seperti kubangan) yang telah diairi pula oleh pengelola. Jenis-jenis rumput yang ada di savana antara lain Dichtantium coricosum, Heteropogon contortus, Themeda spp, Sclerachne pundata, Polytrias amaura (TNB 2012). Di antara jenis rumput tersebut, rumput yang menjadi jenis pakan banteng adalah lamuran merah (Heteropogon contortus). Selain rumput, jenis-jenis pohon yang dapat ditemukan di savana adalah Acacica leucophlea, kesambi (Scheineichera oleosa), mimba (Azadirachta indica) dan widuri bukol (Ziziphus rotundifolia).

(a) (b)

Gambar 7 (a) Hutan musim dataran rendah, (b) Savana Wilayah jelajah

Wilayah jelajah banteng di TNB dipengaruhi oleh musim. Pada musim penghujan, pakan dan air melimpah di dalam kawasan hutan sehingga wilayah jelajah banteng tidak terlalu luas. Pada musim kemarau, ketersediaan pakan dan air semakin berkurang dan mendorong banteng untuk terus berjalan mencari makan dan sumber air sehingga wilayah jelajahnya menjadi lebih luas dibandingkan musim penghujan.

(25)

15

(a) (b)

Gambar 8 (a) Jejak banteng dan (b) kondisi Blok Nyamplung Ancaman

Jumlah populasi banteng terus mengalami penurunan, penurunan tersebut dimulai dari tahun 2002 (TNB 2013). Penurunan populasi banteng di TNB disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain berkurangnya sumber pakan akibat invasi tumbuhan akasia (Accacia nilotica), terbatasnya sumber air minum pada musim kering, gangguan dari pemangsa ajag (Cuon alpinus) serta gangguan dari aktivitas manusia.

Permintaan Wisatawan Potensial Ekowisata Banteng

Wisatawan potensial adalah sejumlah orang yang secara potensial sanggup dan mampu melakukan perjalanan ekowisata (Wahab 1975). Wisatawan potensial (responden) yang mengunjungi TNB memiliki karakteristik beragam, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik wisatawan potensial

Kelompok umur Parameter Kriteria %

Remaja Jenis kelamin Perempuan Laki-laki

Dewasa Jenis kelamin Perempuan

(26)

16 Persepsi

Persepsi merupakan proses yang digunakan individu untuk mengelola dan menfasirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungannya (Robbins 2006). Daya persepsi seseorang dapat diperkuat oleh adanya pengetahuan dan pengalaman.

Pengetahuan terhadap banteng

Wisatawan potensial sudah memiliki persepsi yang baik terkait pengetahuan terhadap banteng secara umum. Persepsi antara wisatawan potensial remaja dan dewasa tidak memiliki perbedaan yang jauh (Gambar 9). Terdapat lima persepsi yang sama, yaitu setuju (skor 6) terkait persepsi mengenai ukuran tubuh dan pakan banteng, perjumpaan yang sulit, status perlindungan dan ancaman banteng. Adapun persepsi sangat setuju (skor 7) bahwa banteng adalah jenis satwa mamalia. Persepsi yang berbeda adalah pada persepsi terkait endemisitas banteng. Hasil analisis skala likert wisatawan potensial remaja untuk persepsi bahwa banteng yang ada di baluran adalah satwa endemik (asli) jawa memperoleh skor 5 atau agak setuju, sedangkan untuk wisatawan potensial dewasa memperoleh skor 6 atau setuju. Perbedaan persepsi tersebut diperkirakan karena pemahaman wisatawan potensial remaja tentang endemisitas satwa masih kurang jika dibandingkan dengan wisatawan potensial dewasa.

Tidak semua persepsi memperoleh skor maksimal (skor 7), sehingga perlu upaya edukasi untuk meningkatkan pemahaman kepada wisatawan jika mengadakan ekowisata banteng. Edukasi adalah salah satu nilai penting yang harus ada dalam ekowisata. Edukasi ekowisata bertujuan untuk mendidik wisatawan agar dapat mengetahui dan menyadari arti penting ekowisata, konservasi alam dan lingkungan sehingga bersedia ikut serta menjaga, melindungi dan melestarikannya.

Gambar 9 Persepsi mengenai banteng

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel persepsi wisatawan potensial mengenai pengetahuan banteng memiliki nilai Sig. X2 hitung >

0 1 2 3 4 5 6 7

A B C D E F G

Remaja Dewasa

(27)

17

α (0,05) yaitu sebesar 0,127, sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara persepsi wisatawan remaja dan dewasa mengenai pengetahuan wisatawan potensial terkait banteng.

Persepsi pemanfaatan banteng

Wisatawan potensial remaja dan dewasa memiliki persepsi yang sama terkait semua bentuk pemanfaatan banteng (Gambar 10). Skor 6 atau setuju untuk pemanfaatan banteng sebagai obyek ekowisata. Meskipun skor tidak mencapai nilai tertinggi yaitu 7, persepsi tersebut dapat ditingkatkan seiring meningkatnya popularitas ekowisata satwaliar. Wisatawan berpendapat bahwa satwa yang hidup liar di alam akan menjadi obyek wisata unik dan menarik. Sesuai dengan peranan satwa liar dalam ekosistem, menurut Ramdhani (2008), satwa liar dapat berperan sebagai bahan penelitian, pendidikan lingkungan dan obyek wisata (ekowisata). Skor 2 atau tidak setuju untuk pemanfaatan banteng sebagai satwa buru. Menunjukkan sudah ada kesadaran atau pengetahuan dari wisatawan potensial bahwa populasi banteng yang semakin menurun di alam, tidak dapat dijadikan sebagai satwa buru.

Gambar 10 Persepsi mengenai pemanfaatan banteng

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel persepsi wisatawan potensial mengenai pemanfaatan banteng memiliki nilai Sig. X2 hitung >

α (0,05) yaitu sebesar 0,597, sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara persepsi wisatawan remaja dan dewasa mengenai pemanfaatan banteng.

Persepsi terhadap media promosi

Promosi merupakan hal penting dalam kegiatan ekowisata. Kotler (1997) mendefinisikan promosi sebagai suatu usaha pengkomunikasian informasi dari produsen kepada konsumen agar menarik minat konsumen untuk membeli barang atau jasa yang ditawarkan produsen atau penjual. Promosi dilakukan untuk mengenalkan potensi ekowisata yang dimiliki TNB kepada publik. Promosi dapat

0 1 2 3 4 5 6 7

A B

Remaja Dewasa

(28)

18

dilakukan melalui beberapa media, seperti media cetak, elektronik, ataupun promosi secara langsung.

Berdasarkan hasil analisis skala likert, pengunjung potensial remaja dan dewasa memiliki persepsi yang sama untuk beberapa media promosi, yaitu agak setuju (skor 5) bahwa kerabat/keluarga dan papan reklame/ billboard dapat menjadi media promosi yang efektif (Gambar 11). Promosi melalui kerabat/keluarga termasuk dalam penyampaian informasi dari mulut ke mulut (word of mouth). Word of mouth dilakukan oleh orang-orang yang memang pernah berkunjung atau membaca melalui media lain dan menyebarkannya ke orang lain. Promosi melalui word of mouth bergantung pada informasi yang disampaikan oleh informan kepada pendengar, sehingga tidak berpengaruh pada efektivitas komunikasi pemasaran (Yassiranda 2011). Perspesi setuju (skor 6) bahwa radio/tv dan majalah/artikel/koran merupakan media promosi yang efektif. Perbedaan persepsi wisatawan potensial remaja dan dewasa adalah pada media promosi brosur/leaflet/booklet, media sosial dan website/blog. Promosi melalui media sosial dan website/blog memperoleh skor tinggi yaitu 7. Media sosial dan website/blog adalah media komunikasi yang saat ini sering diakses oleh masyarakat Indonesia maupun dunia. Melalui media tersebut, informasi lebih mudah disampaikan tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Selain itu dapat diakses pula oleh masyarakat yang berada di luar Indonesia. Promosi tidak harus disampaikan melalui satu media saja, namun harus disampaikan melalui beragam jenis media agar informasi dapat sampai pada pasar yang tepat.

Keterangan: A. Kerabat/keluarga, B. Radio/TV, C. Majalah/artikel/koran, D.Brosur/leaflet/booklet, E. Media sosial, F. Website/blog, G. Papan reklame

Gambar 11 Persepsi mengenai media promosi

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel persepsi wisatawan potensial mengenai media komunikasi promosi yang efektif memiliki nilai Sig. X2 hitung > α (0,05) yaitu sebesar 0,157, sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara persepsi wisatawan remaja dan dewasa mengenai persepsi terhadap media komunikasi yang efektif.

0 1 2 3 4 5 6 7

A B C D E F G

(29)

19 Preferensi

Preferensi adalah kecendrungan untuk memilih sesuatu yang lebih disukai dibanding pilihan lain. Preferensi merupakan bagian dari komponen pembuatan keputusan dari seorang individu. Dengan melihat preferensi dapat memberikan masukan bagi bentuk partisipasi dalam proses perencanaan.

Preferensi kegiatan yang diminati

Berdasarkan hasil analisis skala likert, tidak terdapat perbedaan yang jauh antara minat wisatawan potensial remaja dan dewasa (Gambar 12). Terdapat 4 kegiatan yang memperoleh skor 6 atau setuju bahwa mempelajari bentuk tubuh, mengetahui dan mengamati perilaku, menjelajah habitat dan mengamati banteng dari menara pandang adalah kegiatan yang menarik untuk dilakukan. Terdapat perbedaan minat antara wisatawan remaja dan dewasa pada beberapa kegiatan, yaitu mempelajari jenis pakan, mengetahui dan mengamati jejak, dan memotret atau mendokumentasikan banteng. Minat wisatawan remaja pada kegiatan tersebut memperoleh skor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan minat wisatawan potensial dewasa. Hal tersebut diperkirakan karena pada umur remaja memiliki tingkat keingintahuan/ curiousity yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan umur dewasa.

Gambar 12 Preferensi kegiatan ekowisata

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel preferensi wisatawan potensial mengenai kegiatan yang diminati memiliki nilai Sig. X2hitung > α (0,05) yaitu sebesar 0,707, sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara preferensi wisatawan remaja dan dewasa mengenai kegiatan yang diminati. Wisatawan usia remaja memiliki minat yang cenderung bebas dalam memilih jenis wisata dan wisatawan usia dewasa pun selalu memiliki keinginan yang besar untuk melakukan kegiatan wisata (Rachman 2014).

0 1 2 3 4 5 6 7

A B C D E F G

Remaja Dewasa

(30)

20

Preferensi perilaku yang diamati

Berhubungan dengan kegiatan mengamati perilaku banteng, wisatawan potensial memiliki preferensi yang hampir sama untuk semua bentuk perilaku banteng (Gambar 13). Perilaku makan dan minum, bermain dan mengasuh anak memperoleh skor 6 atau dengan kata lain wisatawan potensial berminat untuk mengamati perilaku tersebut, sedangkan wisatawan potensial agak berminat untuk mengamati perilaku istirahat. Perbedaan minat wisatawan potensial remaja dan dewasa ada pada perilaku kawin. Wisatawan potensial remaja berminat untuk mengamati perilaku tersebut, sedangkan wisatawan potensial dewasa agak berminat (skor 5).

Gambar 13 Preferensi perilaku yang ingin diamati

Berdasarkan hasil uji chi-square diketahui bahwa variabel preferensi wisatawan potensial mengenai perilaku yang menarik untuk diamati memiliki nilai Sig. X2hitung> α (0,05) yaitu sebesar 0,691, sehingga keputusan yang diambil adalah terima H0 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara preferensi wisatawan remaja dan dewasa mengenai perilaku banteng yang menarik untuk diamati.

Dukungan Masyarakat

Masyarakat terdekat dengan kawasan adalah masyarakat Desa Wonorejo. Desa Wonorejo berbatasan langsung dengan TNB sehingga memiliki interaksi langsung dengan kawasan. Di Desa Wonorejo, tingkat pendidikan terakhir masyarakat adalah lulusan SD 39%, lulusan SMP 31% dan lulusan SMA 28%. Sebagian kecil masyarakat sudah menyelesaikan jenjang perguruan tinggi.

Mayoritas mata pencaharian masyarakat Desa Wonorejo adalah petani dan buruh tani. Di Desa Wonorejo, jumlah buruh tani sangat besar, disusul oleh nelayan dan petani.

0 1 2 3 4 5 6 7

A B C D E

Remaja Dewasa

(31)

21 Persepsi

Menurut masyarakat keberadaan TNB memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung yang dirasakan masyarakat adalah TNB membantu dalam perekonomian dan mencukupi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat mengaku terkadang masuk ke dalam kawasan untuk mengambil sumberdaya hutan yang ada di dalam TNB. Sumberdaya hutan yang diambil masyarakat antara lain kayu bakar, buah-buahan (asam, dll), madu, dan kroto. `Kegiatan tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan yang ketat oleh pihak TNB agar kegiatan masyarakat di dalam kawasan tidak mengganggu atau merusak ekosistem TNB.

Masyarakat pun merasakan adanya manfaat dari kegiatan wisata yang ada di TNB. Terutama masyarakat yang memiliki jasa homestay dan penyewaan transportasi. Karena pada bulan tertentu, terutama bulan Januari dan Agustus merupakan puncak kunjungan wisatawan. Wisatawan yang tidak mendapatkan penginapan di dalam kawasan, kemudian memilih untuk menginap homestay yang telah disediakan masyarakat.

Seluruh masyarakat Desa Wonorejo yang diwawancarai mengetahui banteng dan hampir seluruhnya pernah melihat banteng secara langsung. Menurut masyarakat, banteng dapat memberikan manfaat tidak langsung bagi jasa lingkungan karena dapat menyeimbangkan rantai makanan. Mereka pun mengerti bahwa populasi banteng di TNB semakin berkurang dan satwa tersebut harus dilindungi. Sebagian besar responden menyatakan bahwa Banteng merupakan obyek wisata yang menarik selain itu dapat pula menjadi obyek pendidikan dan penelitian.

Partisipasi

Partisipasi atau kelibatan masyarakat sekitar terhadap ekowisata merupakan hal penting. Penting karena partisipasi yang dilakukan masyarakat akan memberikan manfaat dari segi ekologi serta ekonomi. Dari segi ekologi karena jika masyarakat berpartisipasi, secara tidak langsung masyarakat memiliki tanggungjawab untuk melindungi sumberdaya hutan yang ada dengan tidak mengambil sumberdaya yang ada di dalamnya. Meningkatkan ekonomi karena jika masyarakat mau berperan aktif, masyarakat akan mendapatkan manfaat ekonomi jika berpartisipasi seperti dalam hal penyediaan jasa.

(32)

22

Gambar 14 Persentase kesediaan berpartisipasi

Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan ekowisata di TNB, namun perlu adanya dukungan dari pihak pengelola. Kolaborasi yang baik antara pengelola dan masyarakat akan menghasilkan kegiatan ekowisata yang sesuai tujuan dan berkelanjutan. Untuk menunjang pengembangan ekowisata banteng, masyarakat bersedia untuk menerima pelatihan, seperti pelayanan tamu, berbahasa asing dan keterampilan untuk membuat kerajinan atau souvenir khas. Pengelola TNB sudah melakukan pelatihan untuk pelayanan tamu dan berbahasa asing, namun pelatihan tersebut tidak berjalan secara keberlanjutan, sehingga diperlukan pelatian kepada masyarakat secara rutin dan berkelanjutan.

Kesiapan Pengelola Taman Nasional Baluran

Kesiapan pengelola untuk mengadakan kegiatan ekowisata sangat memengaruhi keberlanjutan dari kegiatan ekowisata yang akan berlangsung. Berdasarkan hasil wawancara, TNB sudah pernah membuat kegiatan wisata berbasis satwaliar, namun karena terdapat berbagai kendala, saat ini kegiatan tersebut tidak berjalan optimal karena tidak adanya pengelolaan yang berkelanjutan dari pengelola. Pada dokumen Rencana Pengelolaan Taman Nasional Baluran (RPTNB 2014) pun tidak tertulis adanya rencana pengembangan ekowisata banteng di Taman Nasional Baluran. Kepala Taman Nasional Baluran menyatakan bahwa saat ini pengelola masih fokus untuk meningkatkan populasi Banteng di TNB. Pengelola masih menemukan banyaknya hambatan untuk mengembangkan ekowisata banteng, salah satunya ialah kurangnya kesiapan pengelola baik dari sisi kompetensi maupun jumlah sumberdaya manusia yang ada khususnya di bidang ekowisata.

Strategi Pengembangan Ekowisata Banteng Di Resort Bama

Pengembangan ekowisata memerlukan strategi dan perencanaan yang matang agar kegiatan ekowisata dapat berlangsung dengan baik dan berkelanjutan.

47%

37% 3%

13%

(33)

23 Strategi ekowisata disesuaikan dengan kondisi aktual lokasi serta permasalahan yang ada agar dapat ditemukan langkah untuk meminimalkan permasalahan yang sedang dialami oleh taman nasional.

Berdasarkan identifikasi faktor internal dan eksternal ekowisata Banteng, dapat disusun alternatif strategi pengembangan ekowisata Banteng di Resort Bama melalui pendekatan SWOT yang dijabarkan pada tabel 5.

Tabel 5 Matrik SWOT pengembangan ekowisata Banteng Internal

Eksternal

Kekuatan (S) 1. Banteng memiliki ciri

morfologi, perilaku dan habitat yang unik Desa Kebangsaan (Desa Wisata)

SO

Membuat program kegiatan yang edukatif dengan mengenalkan konservasi dan budaya setempat serta mengoptimalkan upaya promosi

WO

Meningkatkan mutu dan kualitas SDM di TNB 2. Ketersediaan pakan

Banteng berkurang akibat adanya invasi tumbuhan akasia

3. Masyarakat masih bergantung dengan sumberdaya hutan yang ada di TNB

ST

Pembinaan habitat serta menyusun zonasi ekowisata

WT

Mengatur jumlah atau waktu kunjungan

Strategi SO (StrengthOpportunity)

(34)

24

Banteng merupakan satwa langka dan mempunyai ciri morfologi yang unik dan keberadaannya sangat penting bagi kehidupan. Oleh karena itu banteng dapat dijadikan sebagai obyek ekowisata dengan tujuan agar dapat memberikan informasi kepada wisatawan mengenai keberadaan banteng di Taman Nasional Baluran serta status konservasinya, karena berdasarkan hasil skoring wisatawan potensial belum memahami status konservasi tersebut. Selain itu dapat memberikan pengetahuan mengenai habitat dan perilaku alami banteng di TNB sehingga secara tidak langsung dapat mengajak wisatawan untuk menjaga dan melestarikan keberadaannya. WWF (2009) membuat beberapa kriteria kegiatan ekowisata, yaitu edukasi tentang budaya setempat dan konservasi untuk wisatawan menjadi bagian dari paket ekowisata dan mengembangkan skema di mana wisatawan secara sukarela terlibat dalam kegiatan konservasi dan pengelolaan kawasan ekowisata selama kunjungannya.

Pembuatan program dimaksudkan untuk memudahkan pengelola agar kegiatan ekowisata dapat dilakukan lebih terarah. Program yang dibuat pun disesuaikan dengan trend dan minat wisatawan potensial agar kemungkinan wisatawan potensial untuk melakukan kegiatan ekowisata meningkat. Kegiatan ekowisata yang dapat dilakukan antara lain jelajah habitat banteng.

Kegiatan jelajah habitat banteng dimaksudkan untuk mengenalkan habitat alami banteng di samping mengamati banteng secara langsung. Pada kegiatan tersebt dapat dimasukan unsur-unsur pendidikan, seperti penjelasan mengenai morfologi banteng, perilaku banteng, habitat banteng, peranannya terhadap ekosistem dan lain sebagainya. Penjelasan tersebut disampaikan oleh interpreter, sehingga perlu ada sumberdaya manusia yang memahami tentang banteng. Selain mendapatkan edukasi mengenai banteng, wisatawan pun dapat mendokumentasikan banteng, habitat dan perilakunya di alam.

Meningkatkan nilai jual banteng di mata masyarakat luas merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk menciptakan kepercayaan masyarakat agar mereka mau berkunjung ke TNB untuk melihat banteng secara langsung. Pengelola TNB harus membuat cara agar penawaran ekowisata banteng dapat disukai, menjadi kegiatan yang unik dan memiliki daya tarik yang kuat bagi masyarakat lokal maupun asing. Menampilkan banteng beserta habitatnya melalui video atau film dokumenter dapat dijadikan sebagai salah satu upaya memasarkan dan mengenalkan banteng pada masyarakat luas. Menguatkan banteng sebagai brand perlu didukung dengan promosi yang tepat.

Promosi menjadi bagian penting dalam memasarkan ekowisata. Tujuan utama promosi adalah untuk menginformasikan, mempengaruhi atau mengingatkan konsumen pada suatu barang atau jasa. Dalam bidang pariwisata promosi berfungsi untuk membina hubungan yang efektif dengan para konsumen agar mereka memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang keberadaan suatu produk wisata. Pengelolaan ekowisata berinteraksi dengan masyarakat sehingga membutuhkan media sarana, prasarana dan komunikasi yang tepat. Promosi yang tepat dapat meningkatkan minat masyarakat untuk melakukan kegiatan ekowisata.

(35)

25 visualisasi sehingga mendorong wisatawan potensial untuk mengunjungi TNB. Selain itu, dengan media-media tersebut, informasi lebih mudah untuk disebarkan dan akan lebih mudah sampai pada target pasar. Sehingga pihak pengelola perlu menyampaikan informasi selengkap mungkin terkait kegiatan ekowisata yang ada di TNB, begitu pun dengan pemerintah.

Strategi WO (Weakness Opportunity)

Strategi WO yaitu menciptakan strategi untuk meminimalkan atau mengatasi kelemahan-kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat dilakukan, yaitu meningkatkan mutu dan kualitas SDM taman nasional Baluran.

Ekowisata akan berhasil bila diiringi peningkatan kualitas SDM pengelola karena ekowisata membutuhkan kesiapan dan kualitas SDM di segala sektor diiringi dengan pengsuasaan Ilmu Teknologi (IT). SDM ekowisata juga sebaiknya berkarakter global, modern dan berpendidikan agar dapat menjalankan sistem produksi ekowisata. Untuk itu, pengelola perlu bekal kompetensi dan budaya pariwisata agar dapat memformulasikan program-program yang relevan.

Pelatihan dan pendidikan terhadap petugas dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan pemerintah, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga yang berkompeten. Pelatihan dan pendidikan yang diperlukan yaitu teknik interpretasi, manajemen kawasan dan pengunjung dan teknologi informasi.

Strategi ST (Strength Threats)

Strategi ST yaitu menciptakan strategi dengan menggunakan kekuatan untuk meminimalkan atau mengatasi kelemahan-kelamahan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat dilakukan yaitu pembinaan habitat serta menyusun zonasi ekowisata. Pembinaan habitat merupakan kegiatan untuk memperbaiki keadaan habitat guna mempertahankan keberadaan atau menaikkan kualitas temoat hidup satwa agar hidup layak dan mampu berkembang. Pembinaan habitat meliputi pengelolaan pakan, air dan cover.

Pengelolaan pakan dapat dilakukan dengan membasmi pertumbuhan Accacia nilotica yang tumbuh di padang rumput dan menanam jenis-jenis tumbuhan pakan yang disukai banteng. Pengelolaan air yaitu secara rutin melakukan monitoring terhadap kualitas air baik air yang berada di sumber alami maupun buatan untuk menghindari munculnya bibit penyakit dan penyediaan air bersih saat musim kemarau. Pengelolaan cover yaitu melakukan perawatan terhadap pohon cover yang sudah ada maupun penanaman dan perawatan terhadap pohon-pohon anakan yang memiliki potensi sebagai cover. Upaya-upaya tersebut sudah dilakukan oleh TNB, namun harus terus dilakukan secara berkelanjutan agar optimal.

(36)

26

1. Zona inti: tempat atraksi/ daya tarik wisata utama ekowisata dengan memperlihatkan keadaan lokasi. Zona ini sebaiknya berjauhan atau tidak termasuk area yang sering dilalui manusia atau masyarakat sekitar. 2. Zona penyangga: di zona ini kekuatan daya tarik ekowisata

dipertahankan sebagai ciri-ciri dan karakteristik ekowisata yaitu mendasarkan lingkungan. Pembangunan dan pengembangan unsur-unsur teknologi lain yang akan merusak dan menurunkan daya dukung lingkungan dan tidak sepadan dengan ekowisata dihindari.

3. Zona pelayanan: di wilayah ini dapat dikembangkan berbagai fasilitas yang dibutuhkan pengunjung yang sepadan dengan kebutuhan ekowisata, namun tetap mempertahankan kaidah ekowisata.

4. Zona pengembangan: area yang berfungsi sebagai lokasi budi daya dan penelitian pengembangan ekowisata.

Strategi WT (Weakness – Threats)

Strategi WT yaitu menciptakan strategi untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada. Strategi yang dapat dilakukan yaitu mengatur jumlah atau waktu kunjungan wisatawan serta memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi masyarakat setempat.

Banteng adalah satwa yang sangat sensitif terhadap keberadaan manusia. Sehingga penting untuk merencanakan dan mengelola ekowisata banteng dengan cara meminimalkan gangguan terhadap satwa tersebut. Dikutip dari Tapper (2006) terdapat beberapa pilihan dalam pengelolaan pengunjung, antara lain:

- Mengurangi kunjungan dengan membatasi jumlah wisatawan yang masuk pada satu waktu/ meningkatkan biaya kunjungan dan atau/ membatasi waktu kunjungan.

- Memodifikasi kunjungan dengan memberikan pengarahan kepada pengunjung bagaimana perilaku yang tepat untuk melihat satwaliar (Banteng) seperti membatasi jarak antara pengunjung dengan satwa.

- Mencegah kunjungan dengan menutup kawasan pada waktu-waktu tertentu sehingga memungkinkan berlangsungnya perawatan dan pemulihan

Pengembangan suatu obyek wisata bukan hanya faktor atraksi wisata yang dimiliki namun juga kondisi dan persepsi masyarakat lokal dalam menyikapi potensi sumberdaya yang dimiliki untuk menunjang pengembangan kawasan wisata di sekitar mereka. Pemahaman yang kuat tentang ekowisata perlu diketahui secara mendalam oleh masyarakat dan pengelola kawasan obyek wisata. Masyarakat harus memiliki keyakinan bahwa penngembangan ekowisata mampu meningkatkan kesejahteraan hidup mereka dan juga meningkatkan pendapatan daerah. Peningkatan kesejahteraan masyarakat akan memotivasi partisipasi mereka dalam menjaga dan melestarikan sumberdaya alam yang ada yang menjadi daya tarik kegiatan ekowisata (Latupapua 2011).

(37)

27 pengelola TNB harus secara rutin melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Ciri morfologi, habitat alami dan kelangkaan banteng dapat menjadi potensi atau daya tarik ekowisata banteng yang akan memiliki nilai tinggi, baik untuk ekologi, ekonomi, maupun sosial ekonomi budaya masyarakat sekitar. Namun memerlukan beberapa upaya pengelolaan intensif, seperti pembinaan habitat untuk meningkatkan populasi banteng.

2. Wisatawan, masyarakat dan pengelola merupakan pihak-pihak yang berperan dalam ekowisata. Wisatawan potensial baik remaja maupun dewasa memiliki persepsi dan preferensi yang sama terhadap ekowisata banteng, namun tetap diperlukan upaya edukasi agar wisatawan potensial memahami posisi banteng di alam dan memahami bagaimana bentuk kegiatan ekowisata. Masyarakat dapat diberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pengelolaan ekowisata, mereka pun mendukung dan bersedia berpartisipasi secara aktif (47%) maupun pasif (37%). Kesiapan pengelola perlu ditingkatkan dengan meningkatkan kemampuan atau kompetensi pengelola di bidang ekowisata dan bidang-bidang lain yang menunjang ekowisata sehingga pengelola dapat membuat ekowisata yang berkualitas sesuai dengan kaidah ekowisata.

3. Terdapat empat alternatif strategi pengembangan ekowisata banteng, yaitu membuat program kegiatan yang edukatif dengan mengenalkan konservasi dan budaya setempat serta mengoptimalkan upaya promosi, meningkatkan kualitas atau kompetensi SDM di TNB, pembinaan habitat serta menyusun zonasi ekowisata, mengatur jumlah dan wakti kunjungan wisatawan dan memberdayakan dan mengoptimalkan partisipasi masyarakat setempat.

Saran

1. Perlu dilakukan pemberantasan akasia di savana atau feeding ground banteng sebagai upaya pembinaan habitat.

2. Perlu diadakan pelatihan untuk pegawai TNB sebagai upaya peningkatan kualitas SDM dan penyuluhan secara rutin dan berkelanjutan kepada masyarakat sekitar sehingga dapat meningkatkan jalinan kerjasama antara pengelola TNB dengan masyarakat sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

(38)

28

Avenzora R. 2008. Ekoturisme Teori dan Praktek BRR Banda Aceh (ID): BRR NAD dan NIAS.

[BTNB] Balai Taman Nasional Baluran. 2012. Statistik Baluran 2012. Situbondo (ID): Balai Taman Nasional Baluran.

[BTNB] Balai Taman Nasional Baluran. 2013. Laporan Sensus Banteng. Situbondo (ID): Balai Taman Nasional Baluran.

[BTNB] Balai Taman Nasional Baluran. 2014. Rencana Pengelolaan Taman Nasional. Situbondo (ID): Balai Taman Nasional Baluran.

Bismark M. 2011. Prosedur Operasional Standar (SOP) untuk Survei Keragaman Jenis pada Kawasan Konservasi. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Cooper C, Fletcher J, Gilbert D, Wanhill S. 1999. Tourism Principles and Practice 2nd Edition. London: Longman.

Gunn CA. 1994. Tourism Planning: Basics, Concepts, Costs, Third Edition. London (UK): Taylor and Francis Ltd. Washington DC.

Hakim L. 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Malang (ID): Bayumedia.

Hanum SF. 2014. Pedoman Fasilitator untuk Pembangunan Ekowisata. Jakarta (ID): LIPI Press.

Hoogerwerf A. 1970. Ujungkulon The Land of The Javan Rhinocheros. EJ Brilol Leiden.

Kriyantono. 2009. Teknis Praktis-Riset Komunikasi. Jakarta (ID): Prenada Media Group.

Latupapua Y. 2011. Persepsi masyarakat terhadap potensi objek wisata pantai di Kecamatan Kei-kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Agroforestry 6(2): 92-102.

Marpaung H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung (ID): Alfabeta. Odum EP. 1997. Fundamental of Ecology Third Edition. London (UK): WB

Sounders Company.

Rachman AF. 2014. Geografi Pariwisata Jawa dan Bali. Jakarta (ID): Penerbit Media Bangsa.

Ramdhani N. 2008. Sikap dan Perilaku: Dinamika Mengenai Perubahan Sikap dan Perilaku. Yogyakarta (ID): UGM.

Rangkuti F. 2001. Analisis SWOT. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Riski P. 2015. Banteng Jawa, Salah Satu dari 25 Spesies Satwa Prioritas

Konservasi [Internet]. http//:Mongabay.co.id

Robbins SP. 2006. Perilaku Orgnanisasi Edisi Sepuluh. Jakarta (ID): PT Indeks Kelompok Gramedia.

Sancayaningsih. 1983. Study on some behavior of banteng (Bos javanicus d’Alton 1823) in Cidaun grazing ground Ujungkulon National Park.

Subeno. 2007. Pola aktivitas harian dan interaksi banteng dan dan rusa dalam pemanfaatan kawasan Padang Rumput Sadengan di Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi Jawa Timur. Jurnal Ilmu Kehutanan 1(2): 1-9. Yogyakarrta (ID): Universitas Gadjah Mada

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung (ID): Alfabeta.

(39)

29 Sustainable Tourism Cooperative Research Centre. 2009. Wildlife Tourism Challenges, Opportunities amd Managing the Future. Queensland (AUS): Styleprint.

Tapper R. 2006. Wildlife Watching and Tourism. Jerman: UNEP.

[TIES] The International Ecotourism Society. 2006. Ecotourism. http:// www.ecotourism.org/index2.php?what-is-ecotourism [1 Maret 2015]

Wahab S. 1975. Tourism Management. London (UK): Tourism International Press.

Waluyo J. 2013. Taman Nasional Baluran Berhasil Biakkan Banteng Semialami. http:// www.tempo.co/read/news/2013/11/13/206529363/taman-baluran-berhasil-biakkan-banteng-semialami [ 2 April 2015].

Wirawan. 2011. Studi perilaku banteng (Bos javanicus d’Alton1823) di Taman Nasional Meru Betiri [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

[WTTC] World Travel Tourism Council. 2004. Trvael & Tourism Economic Impact. London (UK): World Travel & Tourism Council.

[WWF] World Wild Fund. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jakarta (ID): WWF Indonesia.

(40)

30

Lampiran 1 Persepsi Pengetahuan Banteng

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 21,314a 15 ,127

Likelihood Ratio 27,002 15 ,029

Linear-by-Linear

Association 4,851 1 ,028

N of Valid Cases 60

a. 30 cells (93,8%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,50.

Lampiran 2 Persepsi Pemanfaatan banteng

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 14,978a 17 ,597

Likelihood Ratio 19,300 17 ,312

Linear-by-Linear

Association ,016 1 ,899

N of Valid Cases 60

a. 36 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,50.

Lampiran 3 Persepsi Media Promosi

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 27,444a 21 ,157

Likelihood Ratio 35,989 21 ,022

Linear-by-Linear

Association 1,742 1 ,187

N of Valid Cases 60

(41)

31 Lampiran 4 Preferensi Kegiatan Ekowisata

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 17,978a 22 ,707

Likelihood Ratio 24,219 22 ,336

Linear-by-Linear

Association ,478 1 ,489

N of Valid Cases 60

a. 46 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,50.

Lampiran 5 Preferensi Perilaku

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 13,662a 17 ,691

Likelihood Ratio 17,630 17 ,413

Linear-by-Linear

Association ,013 1 ,909

N of Valid Cases 60

(42)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bunyu pada tanggal 17 Agustus 1993 dari Bapak Ir. Harry Priyatna dan Ibu Dra. Sri Laksmi Himawati. Penulis merupakan anak ke-tiga dari ke-tiga bersaudara. Penulis menempuh jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SDN Kebon Baru 5 Cirebon (1999-2005), pendidikan menengah di SMP Negeri 5 Bogor (2005-2008) dan SMA Negeri 6 Bogor (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN Undangan.

Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Biro Kekeluargaan selama dua periode, 2012/2013 dan 2013/2014, anggota Kelompok Pemerhati Mamalia Tarsius (2012-2014). Bersama HIMAKOVA penulis mengikuti dan menjadi sekretaris pada kegiatan Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti (2013) dan Cagar Alam Gunung Tilu (2014) dan pernah pula mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, Halmahera, Maluku Utara (2014). Selama kepengurusan di HIMAKOVA penulis juga aktif dalam kepanitiaan beberapa kegiatan yang diselenggarakan HIMAKOVA.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran pengembangan ekowisata banteng
Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Tabel 2  Jenis data, data yang dikumpulkan, sumber dan metode pengumpulan
Gambar 3  Banteng jantan, betina dan anakan (Sumber: Coke & Smith)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Hardinsyah (2001), mutu gizi asupan pangan merupakan suatu nilai untuk menentukan apakah makanan tersebut bergizi atau tidak, yang didasarkan pada kandungan

[r]

Praktik akuntansi adalah aplikasi dari mata kuliah Dasar Akuntansi Keuangan I dan Dasar Akuntansi Keuangan II. Dengan mata kuliah Praktik Akuntansi I diharapkan mahasiswa dapat

Berdasarkan analisis peneliti mengenai pemaknaan karikatur Editorial Clekit versi Koalisi Oposisi dengan pendekatan semiotika Peirce, maka dapat disimpulkan : Dalam

OdreĊivanje lomne ţilavosti mjerenjem duljine pukotina prema Anstisu, Casellasu, Niihari ovisi o modulu elastiĉnosti materijala, tvrdoći, duljini pukotina i

Berdasarkan hasil analisis data dengan teknik statistik product moment didapat hasil rxy sebesar 0,452 kemudian dikonsultasikan dengan r tabel untuk N = 40 pada taraf

Secara keseluruhan kepuasan kerja karyawan Hotel Aliga Padang tergolong pada kategori cukup puas, ditinjau dari masing-masing indikator yaitu isi pekerjaan, supervisi,

Berdasarkan hasil wawancara kedua ini, maka dapat diketahui bahwasannya dosen tersebut memiliki pendapat yang negatif, meskipun dosen terebut mengetahui e-learning