• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis Hidrotermal Nanopartikel Seng Oksida Dan Aplikasinya Sebagai Pengisi Nanokomposit Berbasis Pati Tapioka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis Hidrotermal Nanopartikel Seng Oksida Dan Aplikasinya Sebagai Pengisi Nanokomposit Berbasis Pati Tapioka"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS HIDROTERMAL NANOPARTIKEL SENG

OKSIDA DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGISI

NANOKOMPOSIT BERBASIS PATI TAPIOKA

YANDI ANDIYANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Sintesis Hidrotermal Nanopartikel Seng Oksida dan Aplikasinya Sebagai Pengisi Nanokomposit Berbasis Pati Tapioka” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Yandi Andiyana

(4)
(5)

RINGKASAN

YANDI ANDIYANA. Sintesis Hidrotermal Nanopartikel Seng Oksida dan Aplikasinya Sebagai Pengisi Nanokomposit Berbasis Pati Tapioka. Dibimbing oleh NUGRAHA EDHI SUYATMA dan SULIANTARI.

Nanopartikel seng oksida (NP-ZnO) telah menarik perhatian yang cukup besar dalam bidang kemasan pangan karena mampu meningkatkan sifat fungsional film kemasan, termasuk karakteristik fisik dan mekanik. Peningkatan tersebut sangat penting dalam pengembangan kemasan biodegradable karena polimer alam memiliki karakteristik barrier dan sifat mekanik yang lemah sehingga aplikasinya sebagai kemasan pangan menjadi terbatas. Inkorporasi nanopartikel telah diketahui dapat digunakan sebagai teknik yang sangat baik untuk mengatasi kelemahan film berbasis bahan alam dan meningkatkan karakteristiknya.

Sintesis nanopartikel menggunakan metode hidrotermal memberikan beberapa keuntungan yaitu menggunakan peralatan sederhana, prosedur satu tahap, dapat digunakan untuk berbagai bahan kimia, kebutuhan energi yang lebih rendah, waktu reaksi cepat, hasil partikel dengan ukuran sub-mikron hingga nano, partikel dengan kemurnian tinggi, homogenitas yang baik dan distribusi ukuran partikel yang sempit. Meskipun memiliki banyak keunggulan, belum ada laporan dalam penelitian kemasan pangan yang memanfaatkan NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal untuk memperkuat karakteristik film kemasan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mensintesis nanopartikel NP-ZnO dengan metode hidrotermal yang relatif sederhana dan untuk mengevaluasi sifat fisik dan mekanik dari film nanokomposit berbasis pati tapioka yang diinkorporasikan dengan NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal tersebut.

NP-ZnO dibuat dengan metode hidrotermal pada suhu rendah (80°C) selama 2 jam menggunakan bahan awal seng nitrat dan natrium hidroksida serta pektin sebagai capping agent. NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal (0, 0.5% dan 1%, b/b terhadap pati tapioka) dimasukkan ke dalam film pati tapioka dengan gliserol sebagai pemlastis (0, 20%, b/b terhadap pati tapioka). Berdasarkan analisis ukuran partikel (Particle Size Analyzer, PSA), ukuran rata-rata NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal sebanding dengan nanopartikel komersial. Inkorporasi NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal tersebut ke dalam film pati tapioka dapat secara signifikan mengurangi kapasitas penyerapan air dan laju transmisi uap air serta meningkatkan nilai kuat tarik dan elongasi dari film komposit. Hasil tersebut membuktikan bahwa NP-ZnO yang disintesis dengan metode hidrotermal memiliki potensi untuk digunakan sebagai pengisi nano (nanofiller) untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik film polimer berbasis bahan alam.

(6)

SUMMARY

YANDI ANDIYANA. Hydrothermal Synthesis of Zinc Oxide Nanoparticles and its Application as Filler for Tapioca Starch Based Nanocomposite. Supervised by NUGRAHA EDHI SUYATMA and SULIANTARI.

Zinc oxide nanoparticles (ZnO-NPs) has attracted considerable interests in the field of food packaging because it can improve the functional properties of packaging films, including the physical and mechanical characteristics. This improvement is important in the development of biodegradable packaging since natural polymer has the poor barrier and mechanical properties so that its application as food packaging is limited. Incorporation of nanoparticles have been known as a good technique to overcome the weaknesses of films based on natural materials and improve its characteristics.

The synthesis of nanoparticles using hydrothermal method provides several advantages, namely using simple equipment, one step procedure, can be used for a variety of chemicals, lower energy requirements, faster reaction time, produce particles with sub-micron to nano size with high purity, good homogeneity and narrow particle size distribution. Although it has many advantages, there are no reports in the research of packaging which utilizes hydrothermal synthesis to produce ZnO-NPs and to strengthen the packaging film characteristics. The main objective of this study was to synthesize ZnO-NPS with a simple hydrothermal method and to evaluate the physical and mechanical properties of nanocomposite films based on tapioca starch which incorporated with the hydrothermally synthesized ZnO-NPs.

ZnO-NPs were synthesized by hydrothermal method at low temperature (80°C) for 2 hours using zinc nitrate and sodium hydroxide a starting material as well as pectin as capping agent. Hydrothermally synthesized ZnO-NPs (0, 0.5% and 1%, w/w of the tapioca starch) incorporated into the film tapioca starch with glycerol as a plasticizer (0, 20%, w/w of the tapioca starch). Based on Particle Size Analyzer (PSA), the average size of hydrothermally synthesized ZnO-NPs were comparable with commercial nanoparticles. Incorporation of hydrothermally synthesized ZnO-NPs into tapioca starch films can significantly reduce water absorption capacity and water vapor transmission rate and increase tensile strength and elongation of the composite film. These results prove that the ZnO-NPs synthesized by hydrothermal method have the potential to be used as nanofiller to improve the physical and mechanical properties of neutral based polymer films.

(7)
(8)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)
(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

SINTESIS HIDROTERMAL NANOPARTIKEL SENG

OKSIDA DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGISI

NANOKOMPOSIT BERBASIS PATI TAPIOKA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)
(13)

Judul Tesis : Sintesis Hidrotermal Nanopartikel Seng Oksida dan Aplikasinya Sebagai Pengisi Nanokomposit Berbasis Pati Tapioka

Nama : Yandi Andiyana NIM : F251114011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA Ketua

Dr Dra Suliantari, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai November 2015 ini ialah nanopartikel seng oksida, dengan judul “Sintesis Hidrotermal Nanopartikel Seng Oksida dan Aplikasinya Sebagai Pengisi Nanokomposit Berbasis Pati Tapioka”. Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari dukungan dan do’a banyak pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr Nugraha Edhi Suyatma STP, DEA selaku dosen ketua komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, bantuan, serta nasehat kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyelesaian tugas akhir.

2. Dr Dra Suliantari MS selaku dosen komisi pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan selama penulis melakukan penelitian hingga penyusunan tugas akhir.

3. Dr Elvira Syamsir STP, MSi atas kesediaannya untuk menjadi dosen penguji. 4. Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB.

5. Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, selaku ketua Program Studi Ilmu Pangan IPB. 6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

7. Seluruh teknisi dan laboran di Laboratorium Departemen ITP untuk kerja samanya selama penulis melakukan penelitian.

8. Keluarga tercinta, Ibu Eli K. Listiani dan Bapak Kurnia yang merupakan orang tua penulis, Bunga Primasari selaku istri penulis, Cagar Alim Bunayya sebagai anak penulis, Ibu Sukeksi dan Bapak Rizal Mustansyir yang merupakan mertua penulis serta adik-adik Ria Andriani dan Astri Dianti, terima kasih tak terhingga atas kasih sayang, dukungan dan do’a yang senantiasa diberikan kepada penulis. 9. Rekan-rekan mahasiswa Ilmu Pangan IPB atas kebersamaan selama perkuliahan

dan penelitian.

10.Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis tuliskan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

(16)
(17)

DAFTAR ISI

NP-ZnO sebagai pengisi nano (nanofiller) pada bionanokomposit 10

3 METODE 13 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Karakteristik NP-ZnO 15 Ukuran partikel 15 Karakteristik bionanokomposit pati tapioka/NP-ZnO 17 Kapasitas absorpsi air 17 Laju transmisi uap air 17

Sifat mekanik 19

Morfologi 20

5 SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 26

(18)

DAFTAR TABEL

1 Penelitian-penelitian sintesis hidrotermal NP-ZnO 7 2 Peningkatan sifat fisik dan mekanik komposit dengan inkorporasi NP-ZnO 10 3 Ukuran dan PDI NP-ZnO hidrotermal dan komersial 15 4 Kapasitas absorpsi air film bionanokomposit pati tapioka/NP-ZnO 17 5 Laju transmisi uap air film bionanokomposit pati tapioka/NP-ZnO 17

DAFTAR GAMBAR

1 Beberapa struktur morfologis NP-ZnO 4

2 Tiga jenis struktur kristal NP-ZnO 4

3 Metode sintesis nanopartikel seng oksida (MCP) 5 4 Metode sintesis nanopartikel seng oksida (PVS) 6 5 Reaktor tabung stainless steel untuk sintesis hidrotermal 6 6 Mekanisme reaksi pembentukan struktur NP-ZnO melalui sintesis

hidrotermal 8

7 Skema reaksi, nukleasi dan agregasi NP-ZnO dan agregasi dalam

sintesis hidrotermal 8

8 Beberapa konfigurasi nanopartikel dalam lingkungan kering dan

terdispersi dalam larutan 9

9 Ilustrasi teori-teori plastisasi: lubrisitas, gel dan volume bebas 12 10 Diagram permeasi uap atau gas melalui film 18 11 Skema mekanisme penghambatan laju uap air (water vapor) dan gas

pada matriks polimer tanpa dan dengan inkorporasi nanomaterial 18 12 Nilai kuat tarik film pati tapioka yang diinkorporasikan dengan

NP-ZnO dengan dan tanpa penambahan gliserol 19

13 Nilai elongasi film pati tapioka yang diinkorporasikan dengan NP-ZnO

dengan dan tanpa penambahan gliserol 20

14 Hasil SEM film kontrol (a), pati tapioka/NP-ZnO (b) dan pati tapioka/NP-ZnO + gliserol (c) dengan perbesaran 5000x dan 7500x 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data kimia senyawa seng oksida 26

2 Status GRAS senyawa seng oksida dan gliserol (gliserin) 26

3 Data analisis PSA 27

4 Analisis statistik 27

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seng oksida merupakan senyawa anorganik dengan rumus molekul ZnO berbentuk padatan (bubuk) berwarna putih dan bersifat tidak larut dalam air (NCBI 2016, Lampiran 1). Dalam bidang pangan, ZnO terkategori secara umum sebagai senyawa yang aman (Generally Recognized as Save, GRAS) (FDA 2015, Lampiran 2). Dalam bentuk nanopartikel, seng oksida telah menarik perhatian yang cukup besar dalam bidang kemasan pangan. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa nanopartikel seng oksida (NP-ZnO) mampu meningkatkan sifat fungsional film kemasan. Sebagai contoh, inkorporasi NP-ZnO ke dalam film pektin mampu memperkuat sifat fungsional seperti kapasitas antimikroba, kekuatan mekanik dan sifat penghalang (barrier) (Suyatma et al. 2014). Dengan kapasitas antimikroba, NP-ZnO memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam pengembangan kemasan antimikroba yang mampu memperpanjang umur simpan produk pangan (Espitia et al. 2012). Sementara itu, peningkatan karakteristik fisik dan mekanik merupakan faktor sangat penting dalam pengembangan kemasan

biodegradable karena polimer alam memiliki karakteristik barrier dan sifat mekanik yang lemah sehingga aplikasinya sebagai kemasan pangan seperti buah, sayur, minuman dan jenis pangan lain menjadi terbatas (Sorrentino et al. 2007). Inkorporasi nanopartikel telah diketahui dapat digunakan sebagai teknik yang sangat baik untuk mengatasi kelemahan film berbasis bahan alam dan meningkatkan karakteristiknya (Peelman et al. 2013).

NP-ZnO telah dilaporkan dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik seperti kapasitas absorpsi air, laju transmisi uap air, kuat tarik dan elongasi dari berbagai bahan biodegradable seperti selulosa asetat (Pittarate et al. 2011), metil selulosa (Espitia et al. 2013), polikaprolakton (Elen et al. 2012), asam polilaktat (Murariu et al. 2011; Pantani et al. 2013), poli (eter eter keton) (Diez-Pascual et al. 2014), poli (3-hidroksibutirat) (Diez-Pascual dan Diez-Vicente, 2014) dan pati dari berbagai sumber misalnya kacang (Ma et al. 2009; Yu et al. 2009), sagu (Nafchi et al. 2013; Alebooyeh et al. 2012) dan tapioka (Marvizadeh et al. 2014). Pada penelitian-penelitian tersebut, nanopartikel yang digunakan adalah NP-ZnO komersial.

Secara komersial, terdapat dua metode sintesis NP-ZnO yang paling umum digunakan, yaitu pemrosesan mekanokimiawi (Mechanochemical Processing, MCP) dan sintesis fisik uap (Physical Vapour Synthesis, PVS). Metode MCP menggunakan bola penggilingan (ball mill) konvensional untuk mengurangi ukuran partikel yang dilanjutkan dengan reaksi kimia pada suhu 170-380°C, sedangkan metode PVS menggunakan energi plasma untuk menghasilkan uap pada suhu tinggi. Dengan pertimbangan kebutuhan energi yang besar dan penggunaan berbagai bahan kimia, maka banyak penelitian dilakukan untuk mencari alternatif metode sintesis nanopartikel yang lebih hemat energi dan ramah lingkungan. Sejumlah metode yang telah dikembangkan dan diketahui dapat digunakan untuk memproduksi nanopartikel adalah pengendapan terkendali, sol-gel, emulsi, dekomposisi termal dan sintesis hidrotermal (Espitia et al. 2012;

(20)

2

Menurut Byrappa dan Adschiri (2007), sintesis nanopartikel menggunakan metode hidrotermal memberikan beberapa keuntungan yaitu menggunakan peralatan sederhana, prosedur satu tahap, dapat digunakan untuk berbagai bahan kimia, kebutuhan energi yang lebih rendah, waktu reaksi cepat, hasil partikel dengan ukuran sub-mikron hingga nano, partikel dengan kemurnian tinggi, homogenitas yang baik dan distribusi ukuran partikel yang sempit. Dengan keunggulan tersebut, teknik hidrotermal telah digunakan dalam banyak penelitian untuk mensintesis NP-ZnO dengan morfologi yang berbeda dan telah diterapkan pada berbagai aplikasi teknologi seperti sel surya (Rao dan Dutta 2008), perangkat pemancar cahaya (Ng et al. 2010), fotokatalis (Sanatgar-Delshade et al. 2011), sensor kelembaban (Pal et al. 2012), detektor H2O2 (Wayu et al. 2013) dan filter sinar UV (Suchanek 2009). Meskipun memiliki banyak keunggulan, belum ada laporan dalam penelitian kemasan pangan yang memanfaatkan NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal untuk memperkuat karakteristik film kemasan.

Salah satu polimer alam yang banyak dimanfaatkan sebagai kemasan pangan adalah pati. Menurut Sorrentino et al. (2007), pati merupakan bahan baku berasal dari banyak tanaman yang ketersediaannya melimpah, relatif murah, dapat diperbaharui dan terurai sempurna di alam. Dalam sistem pengemasan pangan, terdapat banyak peluang pemanfaatan film berbasis pati. Sebagai film atau kantung, pati dapat digunakan sebagai bahan pengemas buah-buahan, sayur-sayuran, makanan ringan (snacks) atau produk pangan kering lain. Di antara sekian banyak jenis pati, Kim et al. (2015) menyatakan bahwa pati tapioka memiliki karakteristik pembentuk film (film-forming) yang baik dan memiliki permeabilitas gas yang lebih rendah dibanding film berbasis pati lainnya. Akan tetapi, film berbasis pati tapioka memiliki sifat fisik dan mekanik yang lemah yaitu mudah menyerap air dan mudah patah (brittle). Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dua pendekatan yang umumnya dilakukan adalah dengan modifikasi kimiawi atau inkorporasi bahan pendukung lain. Dibandingkan modifikasi kimiawi, metode inkorporasi lebih banyak digunakan karena relatif lebih sederhana.

Selain inkorporasi, penambahan pemlastis juga diperlukan untuk memperbaiki fleksibitas film. Gliserol merupakan satu diantara pemlastis yang paling umum digunakan dalam pembuatan film kemasan karena karena kestabilan dan kecocokan (compatibility) dengan rantai biopolimer hidrofilik (Chillo et al. 2008).

Penelitian ini melaporkan sintesis NP-ZnO menggunakan metode hidrotermal dan inkorporasinya sebagai nanofiller pada film berbasis pati tapioka dengan dan tanpa penambahan gliserol. Film bionanokomposit yang dihasilkan tersebut dikarakterisasi sifat fisik dan mekaniknya.

Perumusan Masalah

(21)

NP-3 ZnO untuk diinkorporasikan ke film pati tapioka sehingga dapat meningkatkan sifat fisik dan mekaniknya dengan dan tanpa penambahan pemlastis gliserol.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah 1) mensintesis nanopartikel ZnO dengan menggunakan metode hidrotermal, dan 2) inkorporasi NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal ke dalam film berbasis pati tapioka dengan dan tanpa pemlastis gliserol.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang teknik sintesis nanopartikel ZnO yang lebih sederhana dengan metode hidrotermal dan memperoleh informasi mengenai peningkatan sifat fisik dan mekanik film berbasis pati tapioka dengan dan tanpa pemlastis gliserol yang diinkorporasi dengan pengisi (nanofiller) NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal.

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup dari penelitian ini meliputi teknik sintesis nanopartikel ZnO dengan menggunakan metode hidrotermal, analisis ukuran NP-ZnO dan pengujian sifat fisik dan mekanik bionanokomposit pati tapioka/NP-ZnO dengan dan tanpa penambahan pemlastis gliserol yang terdiri dari kapasitas absorpsi air, laju transmisi uap air, kuat tarik, elongasi dan morfologi.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Nanopartikel Seng Oksida (NP-ZnO)

Pada umumnya, nanopartikel didefinisikan sebagai partikel dengan ukuran 1-100 nanometer (nm). Meskipun demikian, menurut Boholm dan Arvidsson (2016), belum ada konsensus ilmiah yang secara spesifik menyepakati batas bawah dan atas ukuran nanopartikel karena sejumlah artikel ilmiah menggunakan alternatif ukuran yang berbeda seperti 0.2 nm sebagai batas bawah dan 200, 300 bahkan 1000 nm sebagai batas atas ukuran nanopartikel.

(22)

4

dapat membentuk struktur seperti bunga, dandelion, kristal salju dan sebagainya (Kołodziejczak-Radzimska & Jesionowski 2014).

Gambar 1 Beberapa struktur morfologis NP-ZnO: bunga (a), batang (b) dan jarum (c,d) (Sumber: Kołodziejczak-Radzimska & Jesionowski 2014). Secara kimiawi, seng oksida dapat membentuk tiga jenis kristal yaitu

rocksalt, zinc blende dan wurtzite (Gambar 2).

Gambar 2 Tiga jenis struktur kristal NP-ZnO: rocksalt (a), zinc blende (b) dan

wurtzite (c) (Sumber: Espitia et al. 2012).

(23)

5 toksisitas yang rendah, biokompatibilitas dan biodegradabilitasnya, seng oksida berpotensi untuk digunakan dalam bidang biomedis dan sistem ramah lingkungan (Kołodziejczak-Radzimska & Jesionowski 2014).

Metode Sintesis NP-ZnO

Metode Sintesis Komersial

Secara komersial, terdapat dua metode sintesis NP-ZnO yang paling umum digunakan. Metode pertama adalah proses secara mekanokimiawi (Mechanochemical Processing, MCP) yang menggunakan bola penggilingan (ball mill) konvensional untuk mengurangi ukuran partikel (Gambar 3). Pada pemrosesan ini, prekursor seng klorida (ZnCl2), natrium klorida (NaCl) dan natrium karbonat (Na2CO3) secara simultan digiling di dalam ball mill untuk menghasilkan seng karbonat (ZnCO3) dan natrium klorida. Campuran produk tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 170-380°C yang mendekomposisi ZnCO3 menjadi ZnO. Selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan air deionisasi untuk memisahkan NaCl dan diakhiri dengan pengeringan NP-ZnO. NP-ZnO yang dihasilkan melalui proses ini umumnya memiliki ukuran 20-30 nm tergantung pada durasi penggilingan dan suhu pemanasan yang digunakan (Espitia

et al. 2012).

Gambar 3 Metode sintesis nanopartikel seng oksida ( MCP) (Sumber: Espitia et al. 2012).

Metode kedua adalah metode sintesis fisik uap (Physical Vapour Synthesis, PVS) yang menggunakan energi plasma untuk menghasilkan uap pada suhu tinggi (Gambar 4). Plasma digunakan sebagai sumber energi untuk menguapkan prekursor padat (solid) menjadi uap. Uap tersebut kemudian direaksikan dengan gas reaktif yang membentuk gugus molekular (molecular cluster) dengan kondisi sangat jenuh (supersaturasi) yang diikuti dengan terbentuknya inti partikel (nukleasi). Proses tersebut mendekomposisi prekursor menjadi atom-atom penyusunnya. Selanjutnya, inti partikel melewati tahap pendinginan (kondensasi) membentuk nanopartikel. Nanopartikel yang dihasilkan melalui metode ini umumnya memiliki ukuran 8-75 nm (Espitia et al. 2012).

(24)

6

akan menghasilkan karakteristik nanopartikel yang berbeda, maka metode sintesis harus dipilih dengan berbagai pertimbangan termasuk biaya produksi dan aplikasi nanopartikel (Kołodziejczak-Radzimska dan Jesionowski 2014; Tsuzuki 2009).

Gambar 4 Metode sintesis nanopartikel seng oksida (PVS) (Sumber: Espitia et al. 2012).

Metode Sintesis Hidrotermal

Menurut Byrappa & Adschiri (2007), terminologi ‘hidrotermal’ berasal dari ilmu geologi yang awalnya digunakan untuk menjelaskan fenomena sifat air pada suhu dan tekanan tinggi di lapisan kerak bumi yang mendorong terjadinya pembentukan berbagai bebatuan dan mineral. Istilah tersebut kemudian digunakan untuk rekasi kimia lain termasuk dalam sintesis partikel. Dalam sintesis partikel tersebut, pemrosesan hidrotermal didefinisikan sebagai reaksi heterogen apapun dalam pelarut air pada tekanan dan suhu tinggi untuk melarutkan dan merekristalisasi material yang relatif sukar larut dalam kondisi biasa.

Gambar 5 Reaktor tabung stainless steel untuk sintesis hidrotermal (Sumber: Byrappa & Adschiri 2007).

(25)

7 varian lain dari reaktor hidrotermal dapat dilengkapi dengan pengaduk (stirrer), microwave, piston dan pendukung lainnya (Byrappa & Adschiri 2007).

Menurut Byrappa dan Adschiri (2007), sintesis nanopartikel melalui metode hidrotermal memberikan beberapa keuntungan yaitu menggunakan peralatan sederhana, prosedur satu tahap, dapat digunakan untuk berbagai bahan kimia, kebutuhan energi yang lebih rendah, waktu reaksi cepat, hasil partikel dengan ukuran sub-mikron hingga nano, partikel dengan kemurnian tinggi, homogenitas yang baik dan distribusi ukuran partikel yang sempit. Dengan keunggulan tersebut, teknik hidrotermal telah digunakan dalam banyak penelitian untuk mensintesis NP-ZnO dengan morfologi yang berbeda dan telah diterapkan pada berbagai aplikasi teknologi (Tabel 1).

Tabel 1 1 Penelitian-penelitian sintesis hidrotermal NP-ZnO

Referensi Ukuran NP-ZnO (nm) Aplikasi

Rao & Dutta 2008 ~15 Sel surya

Suchanek 2009 60-200 Filter sinar UV

Ng et al. 2010 <50 Pemancar cahaya Sanatgar-Delshade et al. 2011 16.2-18.9 Fotokatalis

Pal et al. 2012 10-2500 Sensor kelembaban

Wayu et al. 2013 31-56 Detektor H2O2

(26)

8

Gambar 6 Mekanisme reaksi pembentukan struktur NP-ZnO melalui sintesis hidrotermal (Sumber: Pal et al. 2012).

Menurut Chen et al. (2011), di dalam reaktor hidrotermal, logam oksida terbentuk setelah terjadi reaksi yang sangat cepat antara larutan garam logam dan air dalam kondisi superkritis. Dengan suhu sistem yang tinggi, kelarutan logam oksida menurun drastis yang menyebabkan supersaturasi sistem. Peningkatan supersaturasi sistem yang sangat cepat ini memicu proses nukleasi dengan sangat cepat membentuk nuklei partikel. Nuklei yang terbentuk kemudian mengalami pertumbuhan dan bertumbukan membentuk partikel halus dan sebagian membentuk agregat (Gambar 7).

Gambar 7 Skema reaksi, nukleasi dan agregasi NP-ZnO dalam sintesis hidrotermal (Sumber: Chen et al. 2011).

(27)

9 Jika terjadi agregasi atau aglomerasi (nanopartikel tidak terdispersi secara homogen), nanokomposit cenderung lebih opaque dibandingkan komposit konvensional (Jeon & Baek 2010).

Aglomerasi dan Peran Capping Agent pada Sintesis Nanopartikel

Dalam bentuk bubuk (dalam kondisi kering), partikel primer dari nanopartikel dapat teraglomerasi maupun teragregasi (Gambar 8). Aglomerasi nanopartikel terjadi ketika partikel-partikel primer saling berinteraksi melalui ikatan van der Waals. Sementara itu, agregasi nanopartikel terjadi jika partikel-partikel primer berikatan dengan ikatan kimia yang lebih kuat.

Pada saat terdispersi di dalam larutan, nanopartikel dapat tetap dalam bentuk primernya (singlet) atau dapat membentuk aglomerat maupun agregat. Pada umumnya, nanopartikel yang teraglomerasi dalam larutan masih dapat dipisahkan partikel-partikel primernya dengan cara memutus ikatan van der Waals yang relatif lemah. Sementara itu, nanopartikel yang sudah teragregasi akan sulit untuk dipisahkan menjadi partikel primernya (Jiang et al. 2009)

Gambar 8 Beberapa konfigurasi nanopartikel dalam lingkungan kering dan terdispersi dalam larutan (Sumber: Jiang et al. 2009)

Menurut Tamrakar et al. (2008), terjadinya aglomerasi pada nanopartikel dapat dibatasi dengan penggunaan capping agent. Penambahan capping agent

(28)

10

NP-ZnO sebagai Pengisi Nano (Nanofiller) pada Bionanokomposit

Peningkatan Sifat Fisik dan Mekanik Bionanokomposit

Dalam bidang ilmu dan teknologi pangan, termasuk kemasan pangan, sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa NP-ZnO mampu meningkatkan sifat fungsional film kemasan. Suyatma et al. (2014) melaporkan bahwa inkorporasi NP-ZnO ke dalam film pektin mampu memperkuat sifat fungsional seperti kapasitas antimikroba, kekuatan mekanik dan sifat penghalang (barrier). Peningkatan karakteristik fisik dan mekanik merupakan faktor sangat penting dalam pengembangan kemasan mudah terurai alami (biodegradable) karena polimer alam memiliki karakteristik sifat penghalang dan sifat mekanik yang lemah sehingga aplikasinya sebagai kemasan pangan menjadi terbatas (Sorrentino

et al. 2007). Inkorporasi nanopartikel telah diketahui dapat digunakan sebagai teknik yang sangat baik untuk mengatasi kelemahan film berbasis bahan alam dan meningkatkan karakteristiknya (Peelman et al. 2013). NP-ZnO telah dilaporkan dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanik dari berbagai bahan biodegradable

seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Peningkatan sifat fisik dan mekanik komposit dengan inkorporasi NP-ZnO

Bahan

Biodegradable Perubahan sifat fisik dan mekanik Referensi

Pektin* Meningkatkan kuat tarik dari 25.8 MPa menjadi 45.4 MPa

Suyatma et al.

(2014) Selulosa Asetat* Meningkatkan kuat tarik dan elongasi dari

0.448 MPa dan 10.59% menjadi 4.162 dan 27.05%

Pittarate et al.

(2011) Metil Selulosa* Kuat tarik tidak berubah Espitia et al.

(2013) Polikaprolakton Meningkatkan kuat tarik dari 15 MPa

menjadi 20 MPa

Elen et al. (2012)

Asam Polilaktat* Meningkatkan kuat tarik dari 55 MPa menjadi 65 MPa

Murariu et al.

(2011) Asam Polilaktat* Menurunkan kuat tarik dari 42 MPa

menjadi 35 MPa

Pantani et al.

(2013) Poli (Eter Eter

Keton)

Meningkatkan kuat tarik sebesar 8% (ZnO 5%)

Diez-Pascual et al.

(2014) Poli

(3-hidroksibutirat)*

Meningkatkan kuat tarik sebesar 32 % (ZnO 5%)

Diez-Pascual & Diez-Vicente (2014)

(29)

11 Polong 2.21 (ZnO 3%); meningkatkan kuat tarik

dari 3.94 MPa menjadi 10.80 MPa; menurunkan elongasi dari 42.2% menjadi 20.4% (ZnO 4%)

Pati Kacang Polong

Menurunkan WVTR dari 4.76 menjadi 2.19 (ZnO 1%)

Yu et al. (2009)

Pati Sagu Menurunkan WAC dari 2.5±0.65 menjadi 1.78±0.18 (ZnO 1%), Meningkatkan kuat tarik dari 3.47±0.34 menjadi 5.19±0.49 (ZnO 1%)

Nafchi et al.

(2013)

Pati Sagu Menurunkan WVTR dari 1.37±0.27 menjadi 0.47±0.09 (ZnO 5%)

Alebooyeh et al.

(2012) Pati Tapioka Menurunkan WVTR dari 4.2±0.01

menjadi 3.42±0.02 (ZnO 3.5%), Menurunkan WAC dari 2.00±0.01 menjadi 1.77±0.01 (ZnO 3.5%)

Marvizadeh et al.

(2014)

Ket: Tanda* menggunakan NP-ZnO komersial Pati Tapioka

Menurut Xie et al. (2013), dalam pengembangan bionanokomposit, pati merupakan salah satu sumber yang paling penting karena memiliki beberapa keunggulan diantaranya harga yang terjangkau, ketersediaan melimpah, dan kemampuan terurai (kompostabilitas) tanpa residu toksik.

Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas amilosa, bagian polimer yang linier atau bercabang sebagian, dan amilopektin, bagian polimer yang bercabang. Komposisi keduanya tergantung pada sumber botani pati. Salah satu sumber pati yang penting adalah singkong (cassava) atau tapioka. Pati tapioka mampu membentuk pelapis (coating) yang transparan dan film yang fleksibel tanpa perlakuan kimiawi maupun penambahan pemlastis (plasticizer). Akan tetapi, untuk mendapatkan film dengan kinerja optimum dan agar dapat diaplikasikan dalam bidang teknologi pangan, biasanya pemlastis digunakan dan ditambahkan untuk mendukung sifat fisik dan fungsional film seperti fleksibilitas dan penghalang uap air.

Menurut Kim et al. (2015), pati tapioka memiliki karakteristik pembentuk film (film-forming) yang baik, fleksibel dan memiliki permeabilitas gas yang lebih rendah dibanding film berbasis pati lainnya, namun film yang dihasilkan bersifat mudah patah (brittle) dan lambat larut dalam air. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dua pendekatan yang umumnya dilakukan adalah dengan modifikasi kimiawi dan inkorporasi bahan pendukung lain. Dibandingkan modifikasi kimiawi, metode inkorporasi lebih banyak digunakan karena relatif lebih sederhana.

Pemlastis Gliserol dan Teori Plastisasi

(30)

12

menyebabkan meningkatnya mobilitas antara rantai polimer yang berdekatan. Pada skala makroskopik, peningkatan mobilitas tersebut terlihat sebagai meningkatnya fleksibilitas film.

Secara lebih spesifik, Bocque et al. (2016) memaparkan bahwa terdapat tiga teori plastisasi, yaitu teori lubrisitas, teori gel dan teori volume bebas (Gambar 9). Teori lubrikasi (the lubricity theory) menjelaskan bahwa molekul pemlastis berdifusi ke dalam rantai polimer dan mengurangi friksi intermolekuler. Rantai-rantai makromolekul polimer bergesekan satu sama lain ketika plastik diregangkan. Kemudian, molekul pemlastis melubrikasi pergerakan dan mengurangi gesekan antar rantai polimer. Secara molekuler, menurut teori lubrikasi ini, polimer yang telah diberi pemlastis tersusun atas polimer dan pemlastis yang saling bersisipan satu sama lain. Teori gel (the gel theory) mengasumsikan bahwa polimer yang terplastisasi dapat dilihat sebagai jaringan tiga dimensi. Pada jaringan tiga dimensi tersebut, molekul pemlastis terikat ke rantai polimer melalui gaya ikatan sekunder yang relatif lemah (weak secondary bonding force). Pemlastis berperan dalam memutuskan ikatan dan interaksi antar rantai polimer. Berbeda dengan teori lubrikasi yang menyatakan bahwa rigiditas polimer berasal dari friksi internal dan pemlastis berperan melubrikasi lapisan-lapisan polimer, pada teori gel menyatakan bahwa rigiditas polimer muncul dari titik ikatan antar polimer dan pemlastis berperan mengurangi jumlah titik-titik ikatan tersebut. Sementara itu, teori volume bebas (the free volume theory) menyatakan bahwa rigiditas polimer terjadi akibat sempitnya ruang bebas di antara molekul polimer. Pemlastis berperan memperbesar volume bebas tersebut dan membuat polimer menjadi lebih lunak, elastis dan meningkatkan pergerakan molekul polimer.

Gambar 9 Ilustrasi teori-teori plastisasi: lubrisitas, gel dan volume bebas (Sumber: Bocqué et al. 2016).

Bocque et al. (2016) juga menjelaskan bahwa salah satu pemlastis yang paling sering digunakan dan cocok untuk pati (termasuk edible film dan

(31)

13

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari 2014 sampai November 2015. Tempat dilakukan penelitian adalah Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor dan PUSPIPTEK Serpong.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Zn(NO3)2·6H2O proanalis (Merck, Jerman), pati tapioka (Gunung Agung), NaOH, pektin teknis, gliserol, etanol dan air demineral. Sebagai pembanding, NP-ZnO komersial 1 diperoleh dari Wako Pure Chemicals Industries Ltd, Jepang dan NP-ZnO komersial 2 diperoleh dari Xuancheng Jingrul New Material Co. Ltd, Cina.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah reaktor teflon 100 mL berpelindung autoklaf stainless steel (Hydrion Scientific, USA), penangas air GFL (Jerman),

Tensile Strength and Elongation Tester (Com-Ten Industries, USA), sentrifus (Eppendorf 5810, Jerman), sonikator (Branson 8510, USA), pH-meter (Eutech Instruments, Singapura), Particle Size Analyzer (Beckman Coulter Delsa Nano, USA) dan Scanning Electron Microscopy (Zeiss EVO MA 10, Jerman).

Metode Penelitian

Sintesis NP-ZnO dengan Metode Hidrotermal

Metode sintesis hidrotermal pada penelitian ini dimodifikasi dari Romadhan (2015). Sebanyak 0.015 g pektin sebagai capping agent dilarutkan dalam 25 mL Zn(NO3)2·6H2O (0.2 M) dilanjutkan dengan penambahan 25 mL NaOH (4M) sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer pada suhu kamar selama 15 menit. Larutan dipindahkan ke dalam reaktor teflon 100 mL berpelindung autoklaf

stainless steel dan dimasukkan (2/3 bagian) dalam bak air pada suhu 80°C selama 2 jam yang mendorong terjadinya reaksi:

Zn(NO3)2.6H2O + 2NaOH → Zn(OH)2 + 2Na(NO3) + 6H2O (1) Zn(OH)2 → ZnO + H2O (2) Autoklaf tersebut kemudian dibiarkan dingin pada suhu kamar. Padatan putih (NP-ZnO) yang terbentuk di bagian bawah wadah teflon disentrifugasi pada 3000 rpm selama 15 menit dan dicuci dengan etanol dan air suling. Bubuk putih NP-ZnO dikeringkan pada suhu 105°C selama 6 jam.

Analisis Ukuran Partikel

(32)

14

Persiapan Bionanokomposit Pati Tapioka/NP-ZnO

Persiapan bionanokomposit penelitian ini mengikuti prosedur Rahadian (2015). NP-ZnO yang telah disintesis menggunakan metode hidrotermal didispersikan dengan konsentrasi 0.5 dan 1% (b/b) dalam 150 mL air demineral, diaduk dan dihomogenisasi selama 3 menit. Larutan tersebut kemudian dicampurkan dengan pati tapioka 2% (b/b) dan gliserol 20% (b/b). Nanokomposit pati/NP-ZnO tersebut dipanaskan pada suhu 75°C. Setelah pati tergelatinisasi, larutan didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Sebagian dari dispersi dipindahkan ke wadah cetakan berbahan akrilik dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C. Film kontrol dibuat dengan metode yang sama tetapi tanpa penambahan nanopartikel dan pemlastis gliserol. Film lain juga disiapkan dengan metode yang sama tanpa penambahan gliserol. Setelah kering, film dilepaskan dari wadahnya, dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan dalam kondisi yang terkendali (suhu 25°C dan RH 75%) sebelum digunakan untuk pengujian selanjutnya. Semua film (termasuk kontrol) dibuat sebanyak tiga ulangan.

Analisis Kapasitas Absorpsi Air

Kapasitas absorpsi air (Water Absorption Capacity, WAC) dari film nanokomposit diukur dengan metode yang dikembangkan oleh Cao et al. (2007). Film nanokomposit (2x2 cm) ditimbang, ditempatkan dalam desikator yang diisi air suling dan didiamkan selama 5 menit. Film ditiriskan dan ditimbang. Jumlah air yang ditahan oleh film per berat awal film dihitung sebagai kapasitas absorpsi air melalui persamaan:

WAC =W −WW X (3)

WAC = Water Absorption Capacity (%) W1 = Berat film awal (g)

W2 = Berat film akhir (g)

Analisis Laju Transmisi Uap Air (ASTM E96-95)

Laju transmisi uap air (Water Vapor Transmission Rate, WVTR) diukur menggunakan prinsip pengukuran jumlah uap air yang mampu menembus sampel film nanokomposit. Alumunium foil yang telah dilubangi dengan ukuran tertentu, ditutup dengan sampel film dan direkatkan sebagai penutup pada mulut kaleng yang di dalamnya diisi silika gel. Kaleng ditimbang lalu dimasukkan ke desikator berisi air distilasi (RH 100%) kemudian ditimbang setiap hari. Nilai laju transmisi uap air dihitung melalui melalui persamaan:

WVTR =Atg (4)

WVTR = water vapour transmission rate (g/m2.jam) g = perubahan berat (g)

(33)

15 Analisis Sifat Mekanik (ASTM D 882-91)

Spesimen film (20x70 mm) disiapkan dan dimasukan ke grip pengunci

tensile strength tester. Alat pengukur dijalankan dan dihentikan saat film tepat putus. Nilai kuat tarik ( N

Morfologi dari film pati tapioka (kontrol), film bionanokomposit pati tapioka/NP-ZnO dan film bionanokomposit pati tapioka/NP-ZnO/gliserol diamati menggunakan SEM Zeiss EVO MA 10 dengan perbesaran hingga 7500x.

Analisis Data

Analisis sidik ragam (ANOVA) digunakan untuk menentukan pengaruh penambahan NP-ZnO dan gliserol terhadap karakter film yang dihasilkan. Hasil analisis yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) menggunakan SPSS 22 (Lampiran 5).

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik NP-ZnO

Ukuran Partikel

Dalam karakterisasi nanopartikel, ukuran partikel umumnya dinyatakan sebagai ukuran rata-rata dalam satuan nanometer (nm) sedangkan distribusi ukuran partikel dinyatakan sebagai parameter tak berdimensi yang disebut sebagai indeks polidispersitas (Polydispersity Index, PDI). Distribusi ukuran partikel yang sempit memiliki nilai PDI 0.1-0.25 sementara distribusi ukuran partikel yang luas memiliki nilai PDI lebih besar dari 0.5 (Cho et al. 2013). Ukuran rata-rata dan PDI dari NP-ZnO hidrotermal dan komersial dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Ukuran dan PDI NP-ZnO hidrotermal dan komersial

Sampel Ukuran (nm) PDI

Klaim Aktual

NP-ZnO Hidrotermal - 311.96 ± 87.01 0.26 ± 0.07

NP-ZnO Komersial 1 15-25 562.53 ± 317.08 0.65 ± 0.17

(34)

16

Ukuran rata-rata NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal yang dilakukan pada penelitian ini adalah 311.96 nm. Meskipun ukuran rata-rata NP-ZnO tersebut lebih besar dari 100 nm, namun masih dapat dikategorikan sebagai nanopartikel. Hal tersebut mengacu pada ulasan Boholm dan Arvidsson (2016) yang menyatakan bahwa meskipun nanopartikel sering didefinisikan sebagai partikel yang memiliki ukuran maksimum 100 nm, namun hingga saat ini belum ada konsensus ilmiah yang menentukan secara spesifik tentang batas atas (dan batas bawah) ukuran nanopartikel. Boholm dan Arvidsson (2016) menyatakan bahwa banyak artikel dan laporan penelitian yang menggunakan batas atas yang berbeda seperti 30, 100, 200, 300, 500 bahkan 1000 nm. Berdasarkan hal tersebut, metode hidrotermal yang dalam penelitian ini dipilih untuk menghasilkan nanopartikel seng oksida dapat dikatakan telah berhasil mensintesis NP-ZnO tersebut. Selain itu, nilai indeks polidispersitas 0.26 menunjukkan bahwa metode hidrotermal menghasilkan distribusi ukuran partikel yang baik, yaitu perbedaan ukuran antara partikel terkecil dan terbesar tidak terlampau lebar. Meskipun harus dilakukan analisis lebih lanjut seperti menggunakan SEM dan XRD, ukuran rata-rata nanopartikel hasil sintesis hidrotermal pada penelitian ini yang cukup kecil dengan nilai PDI yang menunjukkan distribusi ukuran yang tidak terlalu lebar diduga merupakan hasil dari proses hidrotermal (Byrappa & Adschiri 2007) dan penggunaan pektin sebagai capping agent yang meminimalisasi agregasi dan aglomerasi (Tamrakar et al. 2008).

Sementara itu, NP-ZnO hasil sintesis hidrotermal dalam penelitian ini memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan NP-ZnO komersial (562.53 dan 762.77 nm). Lebih lanjut, hasil PSA kedua NP-ZnO komersial tersebut memiliki ukuran partikel yang lebih besar daripada klaim produsen (15-25 dan 30-40 nm). Jiang et al. (2015) menemukan bahwa sejumlah NP-ZnO yang diproduksi secara komersial dengan klaim 90-200 nm ternyata memiliki ukuran mikrometer dan teraglomerasi. Setelah nanopartikel tersebut digiling (milling) lebih lanjut, ukuran partikel tersebut menjadi lebih kecil yaitu 50±35 nm, namun hasil SEM menunjukkan masih terdapat aglomerasi. Penelitian lain oleh Yin et al. (2015) juga menemukan distribusi ukuran NP-ZnO komersial yang lebih besar saat dianalisis dalam air dibandingkan ketika dianalisis dalam bentuk bubuk kering yang menunjukkan terjadinya aglomerasi dalam air walaupun terdispersi hanya dalam waktu yang singkat.

(35)

17 Karakteristik Bionanokomposit Pati Tapioka/NP-ZnO

Kapasitas Absorpsi Air

Kapasitas absorpsi air dari film bionanokomposit pati tapioka sebelum dan sesudah diinkorporasi dengan NP-ZnO yang disintesis dengan metode hidrotermal dapat dilihat pada Tabel 4. Terlihat bahwa dengan inkorporasi NP-ZnO, jumlah air yang diserap oleh film lebih sedikit. Namun tidak terlihat perbedaan yang nyata antara inkorporasi NP-ZnO dengan konsentrasi 0.5 dan 1%. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Nafchi et al. (2013), Alebooyeh et al. (2012) dan Marvizadeh et al. (2014) yang menyimpulkan bahwa penambahan NP-ZnO dapat secara signifikan menurunkan kapasitas absorpsi air dari film komposit berbasis pati sagu dan tapioka.

Tabel 4 Kapasitas absorpsi air film bionanokomposit pati tapioka/NP-ZnO NP-ZnO (%) Kapasitas absorpsi air (g air/g film awal)

Tanpa gliserol Dengan gliserol

0 46.11 ± 0.72a 92.95 ± 0.80a

0.5 43.67 ± 2.22ab 88.96 ± 2.57b

1 43.21 ± 1.70b 87.51 ± 1.08b

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Karena gliserol merupakan salah satu pemlastis yang paling umum digunakan untuk mencegah mudah patah (brittle) (Vieira et al. 2011), penelitian ini juga membandingkan film komposit tanpa dan dengan penambahan gliserol. Tabel 2 menunjukkan bahwa film dengan pemlastis memiliki kapasitas absorpsi air yang lebih tinggi karena karakteristik gliserol yang bersifat higroskopis. Sementara itu, inkorporasi NP-ZnO ke dalam film komposit dengan pemlastis gliserol dapat secara signifikan mengurangi kapasitas absorpsi air.

Laju Transmisi Uap Air

Hasil pengujian laju transmisi uap air (Water Vapour Transmission Rate, WVTR) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Laju transmisi uap air film bionanokomposit pati tapioka/NP-ZnO NP-ZnO (%) Transmisi uap air (g/m

2.jam) Tanpa gliserol Dengan gliserol

0 18.06 ± 0,27a 22.13 ± 0.36a

0.5 15.14 ± 0.71b 18.29 ± 0.86b

1 12.17 ± 0.61c 18.17 ± 0.76b

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

(36)

18

transmisi uap air dari 22.13 g/m2.jam menjadi sekitar 18 g/m2.jam (NP-ZnO 0.5 dan 1%).

Menurut Chung (2009), proses permeasi gas dan uap air menembus film terjadi melalui lima tahap sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 10: (1). Transfer massa dari lingkungan di fase 1 (Phase 1) ke permukaan film, (2). Perpindahan (sorpsi) dari permukaan film ke bagian dalam film, (3). Difusi molekuler, (4). Perpindahan (desorpsi) dari bagian dalam ke permukaan film, dan (5). Transfer massa dari permukaan film ke lingkungan di fase 2 (Phase 2).

Gambar 10. Diagram permeasi uap atau gas melalui film (Sumber: Chung 2009) Pada film kontrol, laju difusi atau laju transmisi pada tahap ke-tiga tidak dihambat oleh substansi selain rantai polimer (matriks) film. Sementara itu, pada film yang terinkorporasi dengan NP-ZnO, laju difusi dan transmisi uap air terhambat oleh nanopartikel atau nanomaterial yang terdistribusi di matriks polimer. Nanopartikel atau nanomaterial yang terdistribusi di matriks polimer tersebut membuat jalur yang ditembuh oleh uap air menjadi lebih panjang dan berliku sehingga terjadi penurunan laju transmisi uap air (Gambar 11).

(37)

19 Penurunan laju transmisi uap air melalui nanokomposit yang diinkorporasikan dengan nanopartikel pada penelitian ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan oleh penelitian Ma et al. (2009), Yu et al. (2009), Alebooyeh et al. (2012) dan Marvizadeh et al. (2014) (Tabel 2).

Sifat Mekanik

Pengaruh inkorporasi NP-ZnO yang disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal terhadap nilai kuat tarik film nanokomposit dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Nilai kuat tarik film pati tapioka yang diinkorporasikan dengan NP-ZnO dengan dan tanpa penambahan gliserol.

Peningkatan nilai kuat tarik yang signifikan pada penelitian ini konsisten dengan penelitian lain (Ma et al. 2009; Yu et al. 2009; Nafchi et al. 2013) yang menemukan bahwa dengan semakin besarnya konsentrasi NP-ZnO, kuat tarik akan semakin besar. Sementara itu, nilai kuat tarik bionanokomposit pati tapioka/NP-ZnO 0.5% dengan penambahan pemlastis gliserol menunjukkan nilai yang lebih rendah dibanding kontrol. Menurut Espitia et al. (2013), hal tersebut dapat terjadi karena dalam beberapa kondisi, keberadaan partikel anorganik dalam polimer matriks memicu terbentuknya celah kosong di dalam matriks polimer yang membuat film menjadi lebih mudah putus. Diduga, pada inkorporasi NP-ZnO 0.5%, dispersinya terjadi secara tidak merata.

Sementara itu, pengaruh inkorporasi NP-ZnO yang disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal terhadap nilai elongasi film nanokomposit dapat dilihat pada Gambar 13. Pada penelitian ini nilai elongasi meningkat dengan penambahan NP-ZnO. Penyebab peningkatan elongasi ini belum sepenuhnya dapat dijelaskan karena pada umumnya akan terjadi efek terbalik antara kedua sifat mekanik ini (kuat tarik meningkat, elongasi menurun atau sebaliknya). Peningkatan nilai kuat tarik dan elongasi secara simultan juga dilaporkan oleh Pittarate et al. (2011), dimana inkorporasi NP-ZnO meningkatkan kuat tarik dan elongasi selulosa asetat dari 0.448 MPa dan 10.59% menjadi 4.162 dan 27.05% Berkaitan dengan efek terbalik tersebut ini, Kumar dan Krishnamoorti (2010), menyatakan bahwa sejumlah penelitian dengan menggunakan nanopartikel

(38)

20

semakin banyak dilakukan justru untuk mengatasi efek terbalik yang biasanya terjadi pada polimer, yaitu untuk meningkatkan kuat tarik dan elongasi secara bersamaan.

Gambar 13 Nilai elongasi film pati tapioka yang diinkorporasikan dengan NP-ZnO dengan dan tanpa penambahan gliserol.

Morfologi

Hasil analisis SEM terhadap film pati tapioka (kontrol), film pati tapioka yang diinkorporasi dengan NP-ZnO tanpa pemlastis (pati tapioka/NP-ZnO) dan film pati tapioka yang diinkorporasi NP-ZnO dengan pemlastis gliserol dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Hasil SEM film kontrol (a), pati tapioka/NP-ZnO (b) dan pati tapioka/NP-ZnO + gliserol (c) dengan perbesaran 5000x dan 7500x. Permukaan yang relatif halus pada film kontrol (Gambar 14a) terinkorporasi dengan NP-ZnO yang disintesis dengan metode hidrotermal 1% (b/b) (Gambar 14b). Sementara itu, penambahan gliserol menyebabkan pemukaan yang kasar dan pecah (Gambar 14c). Berdasarkan penelitian Garcia et al. (2009) yang menggunakan pati tapioka dan gliserol (2:1), permukaan kasar disebabkan oleh matriks film heterogen yang terdiri dari dua fase yang tersusun atas gliserol dan pati dengan konsentrasi tinggi. Garcia et al. (2009) juga melaporkan bahwa dengan penambahan nanofiller (nanokristal pati jagung sebesar 2.5%), gliserol menjadi lebih terdispersi dengan homogen dan menghasilkan permukaan

(39)

21 nanokomposit yang lebih rata dan halus. Nanokristal tersebut diduga berinteraksi dengan molekul gliserol melalui ikatan hidrogen, yang menyebabkan distribusi nanopartikel lebih homogen. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan efek yang serupa diduga karena konsentrasi NP-ZnO yang ditambahkan relatif rendah (1%).

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nanopartikel ZnO berhasil disintesis dengan menggunakan metode hidrotermal. Ukuran rata-rata NP-ZnO sebesar 311.96 nm dengan indeks polidispersitas 0.26. Inkorporasi NP-ZnO yang disintesis dengan metode hidrotermal dalam konsentrasi rendah (1%) tersebut mampu menurunkan kapasitas absorpsi air dan laju transmisi uap air serta meningkatkan kuat tarik dan elongasi film nanokomposit berbasis pati tapioca dengan dan tanpa penambahan pemlastis gliserol. Secara morfologi, NP-ZnO terdistribusi dengan baik pada film pati tapioka. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan metode sintesis nanopartikel yang lebih sederhana menggunakan metode hidrotermal dan diaplikasikan untuk meningkatkan sifat fungsional film komposit. Lebih lanjut, meskipun uji antimikroba tidak dilakukan pada penelitian ini, tetapi banyak peneliti yang telah melaporkan bahwa NP-ZnO memiliki kapasitas antimikroba sehingga penggunaan NP-ZnO dapat memberikan fungsi lebih sebagai kemasan antimikroba.

Saran

(40)

22

DAFTAR PUSTAKA

Alebooyeh R, Nafchi AM, Jokar M. 2012. The Effects of ZnO nanorods on the Characteristics of Sago Starch Biodegradable Films. J Chem Health Risks

2(4)

ASTM D882-91. 1996. Standard test methods for tensile properties of thin plastic sheeting, Annual book of ASTM. American Society for Testing and bio‐based plasticizers: Chemical structures to plasticizing properties. J Polym Sci A: Polym Chem. 54(1):11-33.

Bergo P, Sobral PJA, Prison JM. 2008. Effect of glycerol on physical properties of cassava starch films. J Food Process Preserv. 34:401-410

Boholm M, Arvidsson R. 2016. A definition framework for the terms nanomaterial and nanoparticle. Nanoethics 1-6

Byrappa K, Adschiri T. 2007. Hydrothermal technology for nanotechnology. Prog Cryst Growth Ch. 53(2):117-66

Cao N, Fu Y, He J. 2007. Mechanical properties of gelatin films cross-linked, respectively, by ferulic acid and tannin acid. Food Hydrocoll. 21(4):575-84 Chen M, Ma CY, Mahmud T, Darr JA, Wang XZ. 2011. Modelling and

simulation of continuous hydrothermal flow synthesis process for nano-materials manufacture. J Supercrit Fluids 59:131-139

Chillo S, Flores S, Mastromatteo M, Conte A, Gerschenson L, Del Nobile MA. 2008. Influence of glycerol and chitosan on tapioca starch-based edible film properties. J Food Eng.88(2):159-168.

Cho EJ, Holback H, Liu KC, Abouelmagd SA, Park J, Yeo Y. 2013. Nanoparticle characterization: state of the art, challenges, and emerging technologies. Mol Pharm. 10(6):2093-110

Chung D. 2009. Permeation of aromas and solvents through polymeric packaging materials. Di dalam: Yam KL, editor. The wiley encyclopedia of packaging Technology. New Jersey (US): Wiley. Ed ke-3.

Díez-Pascual AM, Díez-Vicente AL. 2014. Poly (3-hydroxybutyrate)/ZnO bionanocomposites with improved mechanical, barrier and antibacterial properties. Int J Mol Sci. 15(6):10950-73

Díez-Pascual AM, Xu C, Luque R. 2014. Development and characterization of novel poly (ether ether ketone)/ZnO bionanocomposites. J Mater Chem B

2(20):3065-78

Elen K, Murariu M, Peeters R, Dubois P, Mullens J, Hardy A, Van Bael MK. 2012. Towards high‐performance biopackaging: barrier and mechanical properties of dual‐action polycaprolactone/zinc oxide nanocomposites.

Polymers Adv Technol. 23(10):1422-8

(41)

23 Espitia PJ, Soares ND, Teófilo RF, dos Reis Coimbra JS, Vitor DM, Batista RA, Ferreira SO, de Andrade NJ, Medeiros EA. 2013. Physical–mechanical and antimicrobial properties of nanocomposite films with pediocin and ZnO nanoparticles. Carbohydr Polym. 94(1):199-208

[FDA] Food and Drugs Administration (US). CFR - Code of Federal Regulations Title 21 https://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfcfr/CFR Search.cfm?fr=182.8991 (diakses 14 April 2016).

[FDA] Food and Drugs Administration (US). CFR - Code of Federal Regulations Title 21 https://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfcfr/CFR Search.cfm?fr=182.1320 (diakses 14 April 2016).

García NL, Ribba L, Dufresne A, Aranguren MI, Goyanes S. 200. Physico‐Mechanical Properties of Biodegradable Starch Nanocomposites.

Macromol Mater Eng. 294(3):169-77

Jeon IY, Baek JB. 2010. Nanocomposites derived from polymers and inorganic nanoparticles. Materials. 3:3654-3674

Jiang J, Oberdörster G, Biswas P. 2009. Characterization of size, surface charge, and agglomeration state of nanoparticle dispersions for toxicological studies.

J Nanopart. Res.11(1):77-89.

Jiang Y, O’Neill AJ, Ding Y. 2015. Zinc oxide nanoparticle-coated films: fabrication, characterization, and antibacterial properties. J Nanopart Res.

17(4):1-9

Kim SRB, Choi YG, Kim JY, Lim ST. 2015. Improvement of water solubility and humidity stability of tapioca starch film by incorporating various gums.

LWT-Food Sci Technol. 64(1):475-482.

Kołodziejczak-Radzimska A, Jesionowski T. 2014. Zinc oxide--from synthesis to application: a review. Materials 7(4):2833-81

Kumar SK, Krishnamoorti R. 2010. Nanocomposites: structure, phase behavior, and properties. Annu Rev Chem Biomol Eng. 1:37-58

Ma X, Chang PR, Yang J, Yu J. 2009. Preparation and properties of glycerol plasticized-pea starch/zinc oxide-starch bionanocomposites. Carbohydr Polym. 75(3):472-8

Marvizadeh MM, Nafchi AM, Jokar M. 2014. Improved physicochemical properties of tapioca starch/bovine gelatin biodegradable films with zinc oxide nanorod. J Chem Health Risks 4(4)

Moharekar S, Raskar P, Wani A, Moharekar S. 2014. Synthesis and comparative study of zinc oxide nanoparticles with and without capping of pectin and its application. World J Pharm Pharm Sci. 3(7):1255-1267.

Murariu M, Doumbia A, Bonnaud L, Dechief AL, Paint Y, Ferreira M, Campagne C, Devaux E, Dubois P. 2011. High-performance polylactide/ZnO nanocomposites designed for films and fibers with special end-use properties. Biomacromolecules 12(5):1762-71

Nafchi AM, Nassiri R, Sheibani S, Ariffin F, Karim AA. 2013. Preparation and characterization of bionanocomposite films filled with nanorod-rich zinc oxide. Carbohydr Polym. 96(1):233-9

(42)

24

Ng AMC, Chen XY, Fang F, Hsu YF, Djurišić AB, Ling CC, Tam HL, Cheah KW, Fong PWK, Lui HF, Surya C. 2010. Solution-based growth of ZnO nanorods for light-emitting devices: hydrothermal vs. electrodeposition.

Appl Phys B 100(4):851-858

Pál E, Hornok V, Kun R, Chernyshev V, Seemann T, Dékány I, Busse M. 2012. Growth of raspberry-, prism-and flower-like ZnO particles using template-free low-temperature hydrothermal method and their application as humidity sensors. J Nanopart Res. 14(8):1-4

Pantani R, Gorrasi G, Vigliotta G, Murariu M, Dubois P. 2013. PLA-ZnO nanocomposite films: Water vapor barrier properties and specific end-use characteristics. Eur Polym J. 49(11):3471-82

Peelman N, Ragaert P, De Meulenaer B, Adons D, Peeters R, Cardon L, Van Impe F, Devlieghere F. 2013. Application of bioplastics for food packaging.

Trends Food Sci Technol. 32(2):128-41

Pittarate C, Yoovidhya T, Srichumpuang W, Intasanta N, Wongsasulak S. 2011. Effects of poly (ethylene oxide) and ZnO nanoparticles on the morphology, tensile and thermal properties of cellulose acetate nanocomposite fibrous film. Polym J. 43(12):978-86

Rahadian MI. 2015. Pengembangan bionanokomposit film berbasis tapioka/nanopartikel perak dan tapioka/nanopartikel seng oksida dengan plasticizer gliserol [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Rao AR, Dutta V. 2008. Achievement of 4.7% conversion efficiency in ZnO dye-sensitized solar cells fabricated by spray deposition using hydrothermally synthesized nanoparticles. Nanotechnol. 19(44):445712

Romadhan MF. 2015. Sintesis, karakterisasi dan pengujian aktivitas antimikroba nanopartikel ZnO [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Sanatgar-Delshade E, Habibi-Yangjeh A, Khodadadi-Moghaddam M. 2011. Hydrothermal low-temperature preparation and characterization of ZnO nanoparticles supported on natural zeolite as a highly efficient photocatalyst.

Monats Chem Chem Mon. 142(2):119-29

Singh AK, Viswanath V, Janu VC. 2009. Synthesis, effect of capping agent, structural, optical and photoluminescence properties of ZnO nanoparticles. J Lumin. 129(8):874-878.

Sorrentino A, Gorrasi G, Vittoria V. 2007. Potential perspectives of bio-nanocomposites for food packaging applications. Trends Food Sci Technol.

8(2):84-95

Suchanek WL. 2009. Systematic study of hydrothermal crystallization of zinc oxide (ZnO) nano-sized powders with superior UV attenuation. J Cryst Growth 312(1):100-8

Suyatma NE, Ishikawa Y, Kitazawa H. 2014. Nanoreinforcement of Pectin Film to Enhance its Functional Packaging Properties by Incorporating ZnO Nanoparticles. Adv Mater Res. 845:451-456

Tamrakar R, Ramrakhiani M, Chandra BP. 2008. Effect of capping agent concentration on photophysical properties of zinc sulfide nanocrystals. Op Nanosci J. 2:12-16.

(43)

25 Vieira MG, da Silva MA, dos Santos LO, Beppu MM. 2011. Natural-based

plasticizers and biopolymer films: A review. Eur Polym J. 47(3):254-63 Wayu MB, Spidle RT, Devkota T, Deb AK, Delong RK, Ghosh KC, Wanekaya

AK, Chusuei CC. 2013. Morphology of hydrothermally synthesized ZnO nanoparticles tethered to carbon nanotubes affects electrocatalytic activity for H2O2 detection. Electrochim Acta 97:99-104

Xie F, Pollet E, Halley PJ, Averous L. 2013. Starch-based nano-biocomposites.

Prog. Polym. Sci. 38:1590-1628

Yin H, Coleman VA, Casey PS, Angel B, Catchpoole HJ, Waddington L, McCall MJ. 2015. A comparative study of the physical and chemical properties of nano-sized ZnO particles from multiple batches of three commercial products. J Nanopart Res. 17(2):1-9

(44)

26

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data kimia senyawa seng oksida

(45)

27

Lampiran 3 Data analisis PSA

Sampel Ukuran (nm)

(46)
(47)

29

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4,000.

WVTR

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

TS

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

EAB

(48)

30

Sample N

Subset for alpha = 0.05

1 2

ZnO-0 3 1,244033

ZnO-1 3 10,613100

ZnO-0.5 3 11,101200

Sig. 1,000 ,787

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

WAC Between Groups 63,427 2 31,714 11,339 ,003

Within Groups 25,171 9 2,797

Total 88,599 11

WVTR Between Groups 30,479 2 15,240 31,420 ,001

Within Groups 2,910 6 ,485

Total 33,389 8

TS Between Groups 6,825 2 3,412 74,181 ,000

Within Groups ,276 6 ,046

Total 7,101 8

EAB Between Groups 3402,401 2 1701,200 67,211 ,000

Within Groups 151,869 6 25,311

Total 3554,269 8

WAC

Duncana

Sample N

Subset for alpha = 0.05

1 2

ZnO-1 4 87,511250

ZnO-0.5 4 88,957250

ZnO-0 4 92,947750

Sig. ,252 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

(49)

31

WVTR

Duncana

Sample N

Subset for alpha = 0.05

1 2

ZnO-1 3 18,173667

ZnO-0.5 3 18,290000

ZnO-0 3 22,134333

Sig. ,845 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

TS

Duncana

Sample N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

ZnO-0.5 3 1,916667

ZnO-0 3 2,694667

ZnO-1 3 4,025667

Sig. 1,000 1,000 1,000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

EAB

Duncana

Sample N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

ZnO-0 3 41,166667

ZnO-0.5 3 52,208333

ZnO-1 3 86,809333

Sig. 1,000 1,000 1,000

(50)

32

Lampiran 6 Data kuat tarik dan elongasi film bionanokomposit

ZnO (%) Kuat tarik (MPa) Elongasi

(51)

33

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 2  Tiga jenis struktur kristal NP-ZnO:  rocksalt (a), zinc blende (b) dan
Gambar 4  Metode sintesis nanopartikel seng oksida (PVS) (Sumber: Espitia  et al.
Gambar 7 Skema reaksi, nukleasi dan agregasi NP-ZnO dalam sintesis
Tabel 2 Peningkatan sifat fisik dan mekanik komposit dengan inkorporasi NP-
+4

Referensi

Dokumen terkait