• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Ibu Nifas Tentang Pelaksanaan Pijat Oksitosin Dalam Meningkatkan Produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perilaku Ibu Nifas Tentang Pelaksanaan Pijat Oksitosin Dalam Meningkatkan Produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

F

UNI

SKRIPSI

Oleh

Sri Maulida Ayu 111101137

FAKULTAS KEPERAWATAN

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015

(2)
(3)
(4)

Jurusan : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2015

ABSTRAK

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI yang dilakukan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam ibu akan merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya, sehingga dengan begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar. Perilaku menyusui berkaitan dengan pengetahuan yang kurang, sikap dan tindakan yang salah dari ibu mengenai ASI. Apabila ibu tidak mengetahui cara mengatasi penurunan produksi ASI salah satunya adalah dengan cara pijat oksitosin, secara otomatis pemakaian susu formula meningkat sebagai pengganti ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam meningkatkan produksi ASI di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor.Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang berada di wilayah kerja puskesmas Medan Johor dengan jumlah sampel 36 orang.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.Hasil penelitian menunjukkan bahwa 69,4% pengetahuan ibu nifas tentang pijat oksitosin adalah baik, 97,2% ibu nifas memiliki sikap yang positif dan 91,7% ibu nifas memiliki tindakan yang baik tentang pelaksanaan pijat oksitosin. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku ibu nifas dalam pelaksanaan pijat oksitosin adalah baik sehingga pelaksanaan pijat oksitosin dapat berjalan dengan baik dan produksi ASI juga dapat meningkat.

(5)

Department : Nursing Science

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Oxytocin massage is one of the solutions to cope with the lack of uninterrupted flow of ASI (breast milk); it is performed along the vertebrae until the fifth and the sixth costae bones which makes a woman feel relaxed, the pain level increases, and she will love her baby so that oxytocin hormone will come out, and ASI will

also quickly come out. Bad breastfeeding behavior is related to a women’s lack of

knowledge, attitude, and action about ASI. If a woman does not know how to cope with the decrease in ASI production, she can use oxytocin massage automatically the use of powder milk as ASI substitute will increase. The objective of the

research was to find out childbirth women’s behavior in implementing oxytocin massage to increase ASI production in the working area of Medan Johor Puskesmas. The research used descriptive design. The population was all childbirth women in the working area of Medan Johor Puskesmas, and 36 of them were used as the samples. The data were gathered by using questionnaires. The result of the research showed that 69.4% of the respondents had good knowledge of oxytocin massage, 97.2% of the respondents had positive attitude, and 91.7% of the respondents had good action in oxytocin massage. The conclusion of the

research was that childbirth women’s behavior in the implementation of oxytocin

massage was good so that the implementation of oxytocin massage will run smoothly and ASI production will also increase.

(6)

hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Perilaku Ibu Nifas tentang Pelaksanaan Pijat Oksitosin dalam Meningkatkan

Produksi ASIdi Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor”.

Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu:

1. Terimakasih tak terhingga peneliti mempersembahkan kepada ayahanda

Bustamam dan ibunda Nyak Khadijah yang telah membesarkan dengan

penuh kasih sayang dan selalu mendoakan serta memberikan semangat

kepada peneliti dalam menyelesaikan pendidikan.

2. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Erniyati, S.Kp.,MNS.selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp., MNS. selaku

Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara.Bapak Ikhsanuddin Ahmad, S.Kp., MNS. selaku Pembantu Dekan

III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Siti Saidah Nasution, S.Kp,.M.Kep,.Sp.,Mat. selaku dosen

pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan kepada peneliti

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Lufthiani, S.Kep, Ns, M.kep. selaku dosen penguji I dan Ibu Ellyta

(7)

7. Seluruh staf dan dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

8. Terimakasih kepada saudara kandung peneliti Reza Al-finda selaku abang

dan Abdi Al-farid selaku adik dan seluruh keluarga besar yang selalu

memberi dukungan, doa dan kasih sayang.

9. Sahabat-sahabat (Aan, Sari, Muna, Reza, Ulfah, Inggih, Tuti, Nabila, Ana,

Ruri, Habibul dan seluruh teman-teman Program Studi Keperawatan

Stambuk 2011 yang selalu memberikan semangat dan motivasi yang tiada

henti-hentinya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Peneliti menyelesaikan skripsi ini dengan sungguh-sungguh.Penelitijuga

menerima saran dan kritik serta masukan yang membangun.Peneliti berharap

skripsi penelitian ini dapat memberikan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan,

khususnya profesi keperawatan.

Medan, Agustus 2015

(8)

HALAMANPERNYATAAN ORISINALITAS...ii

2.1.1.2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ...9

2.1.2. Sikap ...9

2.4. Air Susu Ibu (ASI)...14

2.4.1.Mekanisme Produksi ASI ...15

2.4.2.Hal-hal yang mempengaruhi Produksi ASI ...15

(9)

4.3. Lokasi dan waktu penelitian ...24

4.4. Pertimbangan etik ...24

4.5. Instrumen penelitian ...25

4.6. Uji validitas dan reabilitas ...27

4.6.1 Uji validitas ...27

4.6.2 Uji Reabilitas ...28

4.7. Pengumpulan data ...28

4.8. Analisa data ...29

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian...31

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan...46

6.2. Saran ...47

DAFTAR PUSTAKA ...48

Lampiran 1. Jadwal penelitian

Lampiran 2.Lembar persetujuan (Inform concent) Lampiran 3. Kuesioner data demografi

Lampiran 4.Kuesioner pengetahuan Lampiran 5.Kuesioner sikap

Lampiran 6. Kuesioner tindakan Lampiran 7. Hasil reliabilitas

Lampiran 8. Data mentah data demografi Lampiran 9. Hasil data demografi

(10)

Lampiran 20. Surat permohonan survey awal Lampiran 21. Surat balasan survey awal

Lampiran 22. Surat permohonan pengambilan data Lampiran 23. Surat balasan pengambilan data Lampiran 24.Abstract

Lampiran 25. Lembar bukti bimbingan Lampiran 26. Transaksi Dana

(11)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik data demografi ...32

Tabel 5.2.Distribusi frekuensi dan presentase pengetahuan ...33

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi pengetahuan...34

Tabel 5.4.Distribusi frekuensi dan presentase sikap ...35

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi sikap...37

Tabel 5.6.Distribusi frekuensi dan presentase tindakan...38

(12)
(13)
(14)

Jurusan : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2015

ABSTRAK

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI yang dilakukan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam ibu akan merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya, sehingga dengan begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar. Perilaku menyusui berkaitan dengan pengetahuan yang kurang, sikap dan tindakan yang salah dari ibu mengenai ASI. Apabila ibu tidak mengetahui cara mengatasi penurunan produksi ASI salah satunya adalah dengan cara pijat oksitosin, secara otomatis pemakaian susu formula meningkat sebagai pengganti ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam meningkatkan produksi ASI di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor.Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang berada di wilayah kerja puskesmas Medan Johor dengan jumlah sampel 36 orang.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.Hasil penelitian menunjukkan bahwa 69,4% pengetahuan ibu nifas tentang pijat oksitosin adalah baik, 97,2% ibu nifas memiliki sikap yang positif dan 91,7% ibu nifas memiliki tindakan yang baik tentang pelaksanaan pijat oksitosin. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku ibu nifas dalam pelaksanaan pijat oksitosin adalah baik sehingga pelaksanaan pijat oksitosin dapat berjalan dengan baik dan produksi ASI juga dapat meningkat.

(15)

Department : Nursing Science

Academic Year : 2015

ABSTRACT

Oxytocin massage is one of the solutions to cope with the lack of uninterrupted flow of ASI (breast milk); it is performed along the vertebrae until the fifth and the sixth costae bones which makes a woman feel relaxed, the pain level increases, and she will love her baby so that oxytocin hormone will come out, and ASI will

also quickly come out. Bad breastfeeding behavior is related to a women’s lack of

knowledge, attitude, and action about ASI. If a woman does not know how to cope with the decrease in ASI production, she can use oxytocin massage automatically the use of powder milk as ASI substitute will increase. The objective of the

research was to find out childbirth women’s behavior in implementing oxytocin massage to increase ASI production in the working area of Medan Johor Puskesmas. The research used descriptive design. The population was all childbirth women in the working area of Medan Johor Puskesmas, and 36 of them were used as the samples. The data were gathered by using questionnaires. The result of the research showed that 69.4% of the respondents had good knowledge of oxytocin massage, 97.2% of the respondents had positive attitude, and 91.7% of the respondents had good action in oxytocin massage. The conclusion of the

research was that childbirth women’s behavior in the implementation of oxytocin

massage was good so that the implementation of oxytocin massage will run smoothly and ASI production will also increase.

(16)

1.1.Latar belakang

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah partus selesai, dan berakhir

setelah kira-kira 6 minggu yang berlangsung antara berakhirnya organ-organ

reproduksi wanita ke kondisi normal seperti sebelum hamil (Maryunani, 2009).Di

negara berkembang seperti Indonesia, masa nifas merupakan masa kritis baik bagi

ibu maupun bayinya, pada masa ini ibu juga mengalami kelelahan setelah

melahirkan sehingga dapat mengurangi produksi ASI (Hastuti, 2013).

Penurunan produksi dan pengeluaran ASI pada hari-hari pertama setelah

melahirkan dapat disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormon prolaktin dan

oksitosin yang sangat berperan dalam kelancaran produksi dan pengeluaran ASI.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran produksi dan

pengeluaran ASI yaitu perawatan payudara frekuensi penyusuan, paritas, stres,

penyakit atau kesehatan ibu, konsumsi rokok atau alkohol, pil kontrasepsi, asupan

nutrisi. Perawatan payudara sebaiknya dilakukan segera setelah persalinan (1-2

hari), dan harus dilakukan ibu secara rutin. Dengan pemberian rangsangan pada

otot-otot payudara akan membantu merangsang hormon prolaktin untuk

membantu produksi air susu (Bobak, 2005).

Hormon oksitosin berdampak pada pengeluaran hormon prolaktin sebagai

stimulasi produksi ASI pada ibu selama menyusui. Oleh sebab itu perlu dilakukan

stimulasi reflek oksitosin sebelum ASI dikeluarkan atau diperas. Bentuk stimulasi

(17)

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin dilakukan pada sepanjang tulang

belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam ibu akan merasa

tenang, rileks, meningkatkan ambang rasa nyeri dan mencintai bayinya, sehingga

dengan begitu hormon oksitosin keluar dan ASI pun cepat keluar. Oksitosin dapat

diperoleh dengan berbagai cara baik melalui oral, intra-nasal, intra-muscular,

maupun dengan pemijatan yang merangsang keluarnya hormon oksitosin. Efek

dari pijat oksitosin itu sendiri bisa dilihat reaksinya setelah 6-12 jam pemijatan

(Lund, et al , 2002). Tindakan pijat oksitosin ini dapat memberikan sensasi rileks

pada ibu dan melancarkan aliran saraf serta saluran ASI kedua payudara lancar

(Amin & Jaya, 2011).

Apabila ibu tidak mengetahui cara mengatasi penurunan produksi ASI

dimana salah satunya itu adalah dengan cara pijat oksitosin, secara otomatis

pemakaian susu formula meningkat sebagai pengganti ASI. UNICEF menegaskan

bahwa bayi yang diberi susu formula memiliki kemungkinan meninggal dunia

pada bulan pertama kelahirannya dan kemungkinan bayi yang diberi susu formula

meninggal dunia adalah 25 kali lebih tinggi daripada bayi yang disusui oleh

ibunya secara eksklusif (Selasi, 2009).

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia pada tahun 2008 masih relatif

tinggi yaitu 35 kematian per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab kematian

bayi dan balita tersebut adalah faktor gizi, dengan penyebab antara lain karena

buruknya pemberian ASI eksklusif. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun

(18)

menurun 0,5% dibanding hasil Riskesdas tahun 2007 sebesar 5,4%, sedangkan

gizi kurang tetap 13%. Hasil survey awal yang dilakukan peneliti pada bulan

Oktober 2013 di dusun Sono Desa Ketanen Kecamatan Panceng dari 10 ibu nifas

didapatkan 6 orang atau 60% yang mengatakan ASInya keluar lancar pada hari

pertama setelah melahirkan dan 4 orang atau 40% ibu nifas yang mengatakan

ASInya baru keluar lancar pada hari kedua dan ketiga. Berdasarkan data tersebut

disimpulkan bahwa masih banyak ibu nifas yang pengeluaran ASInya terlambat

(SDKI, 2007 dalam Faizatul, 2014).

Beberapa penelitian mendapatkan bahwa sebagian besar hambatan untuk

menyusuiadalah kurangnya pengetahuan dan informasi yang tidak

benar.Penelitian terhadap 124 wanita Vietnam yang tinggal di Australia

menyatakan faktor yangpaling penting untuk menyusui adalah sikap yang positif

dari ibu dan tenaga kesehatan, sementara penelitian cross sectional di Tikrit, Irak

memberikanhasil sebagian besar responden percaya bahwa ASI merupakan

makanan terbaik bagi bayitapi hanya 45% yang bersikap positif terhadap

pemberian ASI dan hanya 28,9% yangmemberikan ASI eksklusif.Perilaku

menyusui berkaitan dengan pengetahuan yang kurang, kepercayaan atau persepsi

dan sikap yang salah dari ibu mengenai ASI.Dukungan suami,keluarga, tenaga

kesehatan dan masyarakat sangat diperlukan untuk meningkatkan tindakan agar

ibu dapat menyusui secara eksklusif (Yuliarti, 2008).

Pada penelitian sebelumnya yang mengkaji faktor pemberian ASI di

indonesia keberhasilan pemberian ASI eksklusif antara lain usia ibu ≥25 tahun,

(19)

pendidikan ibu yang tinggi, pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif yang benar,

status sosial ekonomi ibu yang tinggi, dukungan keluarga, dan konseling ASI dari

petugas kesehatan mempengaruhi sikap ibu dalam pemberian ASI (Fahriani,

2014).

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Perilaku Ibu Nifas tentang PelaksanaanPijat Oksitosin dalam

Meningkatkan Produksi ASIdi Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor”.

1.2.Perumusan masaalah

Bagaimanakah “Perilaku Ibu Nifas tentang PelaksanaanPijat Oksitosin

dalam Meningkatkan Produksi ASIdi Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor”.

1.3.Tujuan penelitian

Untuk mengetahui perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam meningkatkan produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.meliputi:

1.3.1. Pengetahuan ibu nifas tentang Pelaksanaan Pijat Oksitosin dalam Meningkatkan Produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

(20)

1.3.3. Tindakan ibu nifas tentang Pelaksanaan Pijat Oksitosin dalam Meningkatkan Produksi ASI di Wilayah Kerja Puskesmas Medan

Johor.

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan informasi

dan pengetahuan dalam pengembangan pelayanan di keperawatan khususnya keperawatan maternitas.

1.4.2.Pelayanan Keperawatan

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi tambahan bagi pelayanan keperawatan khususnya perawat maternitas

dalam hal meningkatkan asuhan keperawatan pada ibu nifas tentang pelaksanaan

pijat oksitosin dalam meningkatkan produksi ASI.

1.4.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan

ataupun data tambahan untuk pengembangan penelitian selanjutnya dalam lingkup

(21)

2.1. Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk

hidup yang bersangkutan.Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua

makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu

berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia

sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat

luas, sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara,

bekerja, menulis, membaca, berfikir dan seterusnya. Secara singkat, aktivitas

manusia tersebut dikelmpokkan menjadi dua yakni: a) Aktivitas-aktivitas yang

dapat diamati oleh orang lain misalnya: berjalan, bernyanyi, tertawa, dn

sebagainya, b) Aktivitas yang tidak dapat diamati orang lain (dari luar) misalnya:

berfikir, berfantasi, bersikap, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2010).

Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian domain oleh

bloom ini, dan untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tiga

tingkat ranah perilaku yaitu: pengetahuan, sikap, dan tindakan.

2.1.1. Pengetahuan

Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa Pengetahuan adalah hasil

penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek memalui indera

yang dimilikinya, (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).Dengan sendirinya,

pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

(22)

pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera

penglihatan (mata).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.Sebagian besar diperoleh

melalui mata dan telinga (Maulana, 2009).

2.1.1.1. Tingkatan Pengetahuan

Notoatmodjo (2010) pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai

intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6

tingkat pengetahuan yaitu:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2. Memahami(comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut

harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

3. Aplikasi(application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip

(23)

4. Analisis(analysis)

Analisa adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masaalah atau

objek yang diketahui.Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu

sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut

telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,

membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek

tersebut.

5. Sintesis(syntesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata

lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi(evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek

tertentu.Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku

(24)

2.1.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan pertama faktor

internal terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman dan pekerjaan.Kedua faktor

eksternal terdiri dari informasi, lingkungan dan sosial budaya (Setiawati dan

Dermawan, 2008).

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup suatu stimulus

atau objek.Manifestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan

(Maulana, 2009).

Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus

atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah

seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau

bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Canpbell (1950 dalam Notoatmodjo, 2010) mendefinisikn sangat

sederhana, yakni: “An individual’s attitude is syndrome of response consistency

with regard to object.” Jadi jelas, di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu

sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek, sehingga

sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

2.1.2.1. Tingkatan Sikap

Tingkatan sikap berdasarkan intensitasnya menurut(Notoatmodjo, 2010)

adalah sebagai berikut:

1. Menerima (receiving)diartikan bahwa seseorang atau subjek

(25)

2. Menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban atau

tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (valuing) diartikan subjek, atau seseorang

memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus,

dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan

mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain

merespon.

4. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi

tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah

diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu

berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko

bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.

2.1.2.2. Komponen Sikap

Menurut Allport (1954 dalam Notoatmodjo, 2010) sikap itu terdiri dari 3

(tiga) komponen, yaitu: (1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap

objek.Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapatan atau pemikiran seseorang

terhadap objek. (2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.

Artinya, bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang

tersebut terhadap objek. (3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Artinya, sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau

perilaku terbuka.Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau perilaku

(26)

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude).Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2010).

2.3.1. Tindakan

Maulana (2009) menyatakansuatu sikap tidak secara otomatis terwujud

dalam suatu tindakan (over behaviour) untuk mewujudkan sikap menjadi

perbuatan nyata, diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan,

antara lain adalah fasilitas dan dukungan(support).

2.1.3.1. Tingkatan Tindakan

Tindakan memiliki beberapa tingkatan menurut (Maulana, 2009):

1. Persepsi (perception) mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan

praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guided response) hal ini berarti dapat

melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

3. Mekanisme (mecanism) mekanisme berarti dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis, atau telah merupakan

kebiasaan.

4. Adopsi (adoption) adalah suatu praktik atau tindakan yang telah

(27)

2.2. Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah waktu penyembuhan dan perubahan,

waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya

anggota keluarga baru (Mitayani, 2009).

2.2.1. Tujuan Masa Nifas

Tujuan masa nifas menurut Mitayani (2009) yaitu: 1) Immediate

postpartum, adalah masa 24 jam nifas. 2) Early postpartum, adalahmasa pada

minggu pertama nifas. 3) Late postpartum, adalah masa pada minggu kedua

sampai dengan minggu keenam nifas.

2.2.2. Tahapan Masa Nifas

Masa nifas dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu: (a) Puerperium dini

merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan berdiri

dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap bersih dan boleh bekerja setelah

40 hari. (b) Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh

alat-alat genitalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu. (c) Remote puerperium

merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila

selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat

sempurna dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan

(Maryunani, 2009).

2.3. Fisiologi laktasi

Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi

(28)

kepada ibunya sangat berpengaruh pada produksi dan pengeluaran ASI. Isapan

bayi akan merangsang susunan saraf disekitarnya dan meneruskan rangsangan ini

ke otak, yakni hipofisis anterior sehingga prolaktin disekresi dan dilanjutkan

hingga ke hipofisis posterior sehingga sekresi oksitosin meningkat yang

menyebabkan otot-otot polos payudara berkontraksi dan pengeluaran ASI

dipercepat (Bobak, 2005). Paritas juga mempengaruhi produksi dan pengeluaran

ASI, semakin sering melahirkan maka pengalaman yang dimiliki ibu mengenai

bayi akan semakin baik sehingga segera setelah bayi lahir akan segera menyusui

bayinya, sebaliknya ibu yang baru pertama kali menyusui memerlukan waktu

untuk bayi dan proses menyusui itu sendiri (Manuaba, 2007).

2.3.1. Menyusui

Menurut Astutik (2014) menyusui merupakan suatu cara yang tidak ada

duanya dalam memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan

perkembangan bayi yang sehat. Selain itu, mempunyai status biologis serta

kejiwaan yang unik terhadap kesehatan ibu dan bayi.Zat-zat anti infeksi yang

terkandung dalam ASI membantu melindung bayi terhadap penyakit.Akan tetapi,

menyusui tidak selamanya dapat berjalan dengan normal. Tidak sedikit ibu akan

mengeluh seperti adanya pembengkakan payudara akibat penumpukan ASI karena

pengeluaran yang tidak lancar atau pengisapan oleh bayi.

Yohana dkk (2011) Keluarnya hormon oksitosin menstimulasi turunnya

susu(milk ejection/let down reflek). Oksitosin menstimulasi otot disekitar

payudara untuk memeras ASI keluar.Para ibu mendeskripsikan sensasi

(29)

payudara dan ada juga yang merasakan sedikit sakit, tetapi ada juga yang tidak

merasakan apa-apa. Reflek pengeluaran asi tidak selalu konsisten, khususnya pada

masa-masa awal setelah melahirkan. Tetapi reflek ini bisa juga distimulasi dengan

hanya memikirkan tentang bayi, atau mendengar suara bayi, sehingga terjadi

pengeluaran ASI.

Reflek pengeluaran ASI ini penting dalam menjaga kestabilan produksi

ASI saat menyusui, tetapi dapat terhalangi apabila ibu stres, oleh karena itu

sebaiknya ibu tidak mengalami stres.Pengeluaran ASI kurang baik juga akibat

dari puting lecet dan terpisah dari bayi.Apabila ibu kesulitan dalam menyusui

akibat kurangnya produksi ASI ibu dapat dibantu dengan pijat oksitosin,

penghangatan payudara dengan mandi air hangat atau menyusui dalam situasi

yang tenang (Yohana, 2011).

2.4. Air Susu Ibu (ASI)

Air Susu Ibu (ASI) merupakan bahan makanan pertama dan tunggal yang paling

baik, paling sesuai dan paling sempurna bagi bayi, terutama pada saat-saat

permulaan kehidupan.Kecukupan jumlah serta kualitas ASI yang harus diberikan

sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan bayi, agar tetap dalam

keadaan sehat.Kecukupan jumlah maupun kualitas ASI, sangat dipengaruhi oleh

keadaan gizi ibunya sewaktu hamil hingga menyusui.Karena selama kehamilan

(30)

Menurut World Health Organization (WHO), ASI eksklusif adalah

pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air

jeruk, atau makanan tambahan lain sebelum mencapai usia enam bulan.

ASI ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain

seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan

padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Roesli,

2000).

2.4.1. Mekanisme Produksi ASI

Yohana (2011) Ketika bayi menyusu, payudara mengirimkan rangsangan

ke otak.Otak kemudian bereaksi mengeluarkan hormon prolaktin yang masuk

kedalam aliran darah menuju kembali ke payudara. Hormon prolaktin merangsang

sel-sel bekerja memproduksi susu. Pada saat bayi menyusu sebagian hormon

prolaktin berada dalam darah selama kurang lebih 30 menit, setelah proses

menyusui. Hormon prolaktin bekerja untuk produksi susu berikutnya. Selain

hormon prolaktin otak juga mengeluarkan hormon oksitosin yang diproduksi lebih

cepat, dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan ibu.Jadi ketika ibu mendengar suara

bayi meskipun mungkin bukan bayinya, sentuhan bayi dan ketika ibu memikirkan

betapa sayangnya kepada bayi, ASI dapat menetes keluar.

2.4.2. Hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI

Astutik (2014) mengatakan pada ibu yang normal dapat menghasilkan ASI

kira-kira 550-1000ml setiap hari, jumlah ASI dapat dipengaruhi oleh faktor:

1. Makanan: Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang

(31)

mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI,

kelenjar pembuat ASI tidak dapat bekerja dengan sempurna tanpa

makanan yang cukup. Untuk membentuk produksi ASI yang baik,

makanan ibu harus memenuhi jumlah kalori, protein, lemak, dan

vitamin serta mineral yang cukup. Selain itu ibu dianjurkan minum

lebih banyak kurang lebih 8-12 gelas/hari. Adapun bahan makanan

yang dibatasi untuk ibu menyusui: (a) Makanan yang merangsang,

seperti: cabe, merica, jahe, kopi, alkohol. (b) Yang membuat

kembung, seperti: ubi, singkong, kol, sawi dan daun bawang. (c)

Bahan makanan yang banyak mengandung gula dan lemak.

2. Ketenangan jiwa dan pikiran: Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh

faktor kejiwaan, ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih,

kurang percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan

menurunkan volume ASI bahkan tidak akan terjadi produksi ASI.

Untuk memproduksi ASI yang baik harus dalam keadaan tenang.

3. Penggunaan alat kontrasepsi: Pada ibu yang menyusui bayinya

penggunaan alat kontrasepsi hendaknya diperhatikan karena

pemakaian kontrasepsi yang tidak tepat dapat mempengaruhi produksi

ASI.

4. Perawatan payudara: Dengan merangsang buah dada akan

mempengaruhi hipofisis untuk mengeluarkan hormon progesteron dan

(32)

5. Anatomis buah dada: Bila jumlah lobus dalam buah dada berkurang,

lobulus pun berkurang. Dengan demikian produksi ASI juga

berkurang karena sel-sel acini yang menghisap zat-zat makan dari

pembuluh darah akan berkurang.

6. Fisiologi: Terbentuknya ASI dipengaruhi hormon prolaktin yang

merupakan hormon laktogenik yang menentukan dalam hal pengadaan

dan mempertahankan sekresi air susu.

7. Faktor istirahat: Bila kurang istirahat akan mengalami kelemahan

dalam menjalankan fungsinya dengan demikian pembentukan dan

pengeluaran ASI berkurang.

8. Faktor isapan anak: Bila ibu menyusui anak segera jarang dan

berlangsung sebentar maka hisapan anak berkurang dengan demikian

pengeluaran ASI berkurang.

9. Faktor obat-obatan: Diperkirakan obat-obat yang mengandung

hormon mempengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin yang

berfungsi dalam pembentukan dan pengeluaran ASI. Apabila

hormon-hormon ini terganggu dengan sendirinya akan mempengaruhi

(33)

2.5. Pijat Oksitosin

Pijat Oksitosin merupakan pemijatan tulang belakang pada costa ke 5-6

sampai ke scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis merangsang

hipofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin (Biancuzzo, 2003 dalam Faizatul,

2014)

Pijat oksitosin dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau refleks

let down. Pijat oksitosin ini dilakukan dengan cara memijat pada daerah pungung

sepanjang kedua sisi tulang belakang, sehingga diharapkan dengan dilakukannya

pemijatan tulang belakang ini, ibu akan merasa rileks dan kelelahan setelah

melahirkan akan segera hilang. Jika ibu rileks dan tidak kelelahan dapat

membantu pengeluaran hormon oksitosin (Mardiyaningsih, 2010).

2.5.1. Manfaat dari pijat oksitosin

Menurut Depkes RI (2007, dalam Mardiyaningsih, 2010) mamfaat pijat

oksitosin yaitu: (1) mengurangi bengkak, (2) mengurangi sumbatan ASI, (3)

merangsang pelepasan hormon oksitosin, (4) mempertahankan produksi ASI

ketika ibu dan bayi sakit.

Pijat oksitosin ini bisa dilakukan segera setelah ibu melahirkan bayinya

dengan durasi 2-3 menit, frekwensi pemberian pijatan 2 kali sehari. Pijatan ini

tidak harus dilakukan langsung oleh petugas kesehatan tetapi dapat dilakukan oleh

(34)
(35)

Kerangka konseptual ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku ibu

nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam meningkatkan produksi ASI di

Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

Adapun kerangka konseptual penelitian dapat digambarkan sebagai

berikut:

(36)

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi operasional

No Variabel Definisi Operasional

(37)

3. Tindakan Tindakan yakni berupa perbuatan atau action terhadap situasi atau rangsangan dari luar tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam

meningkatkan produksi ASI

Kuesioner terdiri dari 10

pernyataan

-Baik: Apabila responden mendapat skor

6-10 -Kurang: Apabila responden mendapat skor 0-5

(38)

4.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan

untuk mengetahui gambaran perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

dalam meningkatkan produksi ASIdi Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010).Populasi

yang diambil dalam penelitian ini adalah 240 orang ibu nifas pada tahun 2014 di

Wilayah KerjaPuskesmas Medan Johor.

4.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.Apabila

subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya

merupakan penelitian populasi.Tetapi, apabila jumlah subjeknya besar, dapat

diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 2006). Pada penelitian

ini sampel diambil sebanyak 15% dari total populasi sehingga sampel pada

penelitian ini adalah 36 orang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan carapurposive sampling yang

dilakukan dengan mengambil responden diantara populasi yang sesuai dengan

karakteristik yang telah ditentukan.

(39)

a. Ibu Nifas yang berada di Wilayah KerjaPuskesmas Medan Johor

Khususnya di Klinik Bersalin Sumiariani Medan Johor.

b. Ibu nifas yang sudah mendapatkan informasi tentang pijat oksitosin.

c. Ibu yang dalam masa nifas 0-5 hari.

d. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukandi Wilayah KerjaPuskesmas Medan Johor

yaitu di Klinik Bersalin Sumiariani Medan Johor. Adapun alasan pemilihan lokasi

penelitian karena tersedianya sampel yang memadai, lokasi mudah dijangkau

peneliti, dan penelitian tentang perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat

oksitosin belum pernah dilakukan.Penelitian ini dilakukan pada tanggal 01 April

2015 sampai dengan 10 Mei 2015.

4.4. Pertimbangan Etik

Etika penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subjektif untuk

menjamin kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan terjadi ancaman

terhadap responden. Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti memperkenalkan

diri terlebih dahulu dan menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur

pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Peneliti mengakui hak-hak

responden dalam menyatakan kesediaan atau ketidaksediaan menjadi subjek

penelitian.Jika calon responden bersedia, maka responden diminta untuk

(40)

kuesioner untuk diisi. Jika dalam pemberian kuesioner responden kurang

mengerti, maka peneliti akan memberikan penjelasan. Setelah seluruh kuesioner

telah selesai dijawab oleh responden, kemudian dikembalikan kepada peneliti.

Jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak

dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung.

Tanpa nama (Anonimity) peneliti melindungi subjek dari semua kerugian

baik material, nama baik dan bebas dari tekanan fisik dan psikologis yang timbul

akibat penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan (confidentiality) identitas

responden peneliti tidak tencantumkan nama responden pada lembar

pengumpulan data, tetapi dengan memberi inisial pada masing-masing lembar

tersebut. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

digunakan dalam penelitian ini.

4.5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti mengumpulkan data

dengan menggunakan alat berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti

dengan pedoman pada tinjauan pustaka dan konsep.Instrumen ini terdiri dari

empat bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner pengetahuan, sikap dan

tindakanibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam meningkatkan

produksi ASI.

Pertama instrumen penelitian tentang data demografi berisi tentang kode

atau inisial, umur, pendidikan, persalinan ke, lama nifas, dan Informasi tentang

(41)

Kedua Untuk kuesioner pengetahuan ada 10 pertanyaan yang digambarkan

dalam kategori baik, cukup, kurang. Menggunakan bentuk kuesioner pilihan

ganda (Multiple choice), nilai yang diberikan untuk pertanyaan apabila responden

menjawab benar=1 dan salah=0. Hasil pengukuran menurut (Nursalam, 2009).

Perhitungan persentase data:

p =jumlah skor yang diperoleh dari penelitian Banyak kelas

p =10 3 = 3,3

p = 3

8-10 = Pengetahuan Baik

4-7 = Pengetahuan cukup

0-3 = Pengetahuan Kurang

Bagian ketiga kuesioner sikap ibu nifas dalam pelaksanaan pijat oksitosin

terdiri dari 10 pernyataan yang digambarkan dalam kategori positif dan

negatif.menggunakan skala likert dalam 5 alternatif dengan nilai yang digunakan

untuk positif SS=5, S=4, KS=3, TS=2, STS=1. Hasil pengukuran menurut

(Nursalam, 2009).

p =jumlah skor yang diperoleh dari penelitian Banyak kelas

p = 50 2 = 25

Positif : 26-50

(42)

Bagian keempat ibu nifas adalah 10 pernyataan yang digambarkan dalam

kategori baik dan kurang. Menggunakan bentuk kuesioner Guttman, nilai yang

diberikan untuk pertanyaan apabila responden menjawab dilakukan=1 dan tidak

dilakukan=0. Hasil pengukuran menurut (Nursalam, 2009).

Perhitungan persentase data:

p =jumlah skor yang diperoleh dari penelitian Banyak kelas

p =10 2 = 5

p = 5

6-10 = Tindakan Baik

0-5 = Tindakan Kurang

4.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

4.6.1. Uji Validitas

Uji validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui kemampuan

instrument untuk mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Sebuah

instrument dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang

diteliti secara tepat. Uji validitas menggunakan validitas isi oleh dua orang dosen

keperawatan yang ahli dibagiannya yaitu ibu Nur Asiah, S.Kep, Ns, M. Biomed

dan ibu Sri Eka Wahyuni, S. Kep, Ns, M. Kep yang dilaksanakan pada bulan

februari 2015 sampai dengan bulan maret 2015 serta dinyatakan valid dengan

(43)

4.6.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas instrument adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui

konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan peneliti selanjutnya dalam

ruang lingkup yang sama. Reliabilitas indeks yang menunjukkan sejauh mana

suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini menunjukkan

sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten dan bila dilakukan pengukuran

dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur

yang sama (Notoatmodjo, 2010). Uji reabilitas dilakukan pada 10 orang

responden yang memiliki kemiripan karakteristik dengan sampel yang akan

diteliti lokasi populasi yang akan diteliti. Uji rehabilitas untuk kuesioner

pengetahuan dan sikap ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam

meningkatkan produksi ASI menggunakan analisa cronbach alpha dengan

menggunakan program komputerisasi. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika

nilai alpha (α) lebih besar atau sama dengan 0,70 (Arikunto, 2006). Reliabilitas

dalam penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor pada

bulan maret dan setelah dilakukan proses penghitungan dengan menggunakan

bantuan komputer diperoleh hasil perilaku yang meliputi pengetahuan 0,71, sikap

0,76, dan tindaan 0,86. Instrumen perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat

oksitosin di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor reliabel.

4.7. Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal

(44)

pendidikan Fakultas Keperawatan USU, kemudian permohonan izin yang telah

diperoleh dikirimkan ketempat penelitian yaitu Wilayah Kerja Puskesmas di

Medan Johor khususnya yaitu di Klinik Bersalin Sumiariani. Setelah mendapatkan

izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian.Peneliti menentukan

responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dengan meminta data

calon responden dari Klinik Bersalin Sumiariani.Setelah peneliti mendapat data

calon responden maka peneliti mendatangi rumah calon responden.

Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang maksud, tujuan, dan

prosedur penelitian. Bagi calon responden yang bersedia menjadi responden

diminta untuk menandatangani informed consent atau responden dapat

menyatakan persetujuan secara verbal. Responden diminta untuk menjawab

pertanyaan dan pernyataan peneliti atau mengisi kuesioner yang telah diberikan

peneliti.Apabila telah didapatkan jumlah sampel sebanyak yang dibutuhkan dalam

penelitian ini, maka pengumpulan data telah selesai dilakukan dan selanjutnya

dilakukan analisa data.

4.8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti melakukan analisis dan

melalui beberapa tahap, pertama editing, yaitu memeriksa kelengkapan data

responden serta memastikan semua jawaban sudah diisi. Tahap kedua coding,

yaitu memberikan kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk memudahkan

(45)

pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yaitu program SPSS

22.

Data dianalisa dengan menggunakan statistik deskripsi.Kemudian data

demografi, pengetahuan, sikap dan tindakan ibu nifas disajikan dalam bentuk

(46)

5.1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan

mengenai perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam

meningkatkan produksi ASI yang dilakukan pada tanggal 01 April 2015 sampai

dengan 10 Mei 2015 di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor dengan jumlah

responden 36 orang. Perilaku ibu nifas di uraikan dalam tiga bagian yaitu

pengetahuan, sikap dan tindakan.

5.1.1. Karakteristik Responden

Responden yang melahirkan di Klinik Bersalin Sumiariani sebelumnya

telah diajarkan tentang pijat oksitosin dan melakukan pemijatan diklinik pada saat

setelah melahirkan bayinya kemudian diterapkan ketika responden sudah pulang

kerumah untuk meningkatkan produksi ASI.Deskriptif karakteristik responden

meliputi kode atau inisial, umur, pendidikan, persalinan ke, lama nifas, dan

Informasi tentang pijat oksitosin lebih jelas dapat dilihat pada tabel 5.1sebagai

(47)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik data demografi perilaku ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor (n=36).

Karakteristik Demografi Frekuensi Presentase (%)

Umur

Informasi tentang pijat oksitosin diketahui dari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas ibu nifas yang menjadi

responden berusia 21–35 tahun 19 orang (52,8%), mayoritas pendidikan terakhir

ibu nifas yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah SMA 19

orang(52,8%), mayoritas jumlah persalinan ibu nifas adalah pada persalinan ke-2

yaitu 13 orang(36,1%), keseluruhan responden pada lama nifas adalah 0-5 hari 36

orang(100%), dan mayoritas ibu nifas mendapatkan informasi tentang pijat

(48)

5.1.2. Perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Perilaku adalah tindakan sesorang yang mengerti status kesehatan mereka,

mempertahankan status kesehatan mereka secara optimal, mencegah sakit dan

mencapai kemampuan fisik dan mental secara maksimal.Perilaku ibu nifas tentang

pelaksanaan pijat oksitosin meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan.

5.1.2.1. Hasil pengetahuan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Pengetahuan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam

meningkatkan produksi ASI dapat kita lihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.2.Distribusi frekuensi dan presentase pengetahuan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin.

Pertanyataan Benar Salah

f % f %

Pengertian pijat oksitosin 36 100

Manfaat pijat oksitosin 33 91,7 3 8,3

Lokasi oksitosin dilakukan 31 86,1 5 13,9

Pelaksanaan pijat oksitosin 25 69,4 11 30,6

Posisi yang baik sehingga ibu rileks saat melakukan

pijat oksitosin 30 83,3 6 16,7

Posisi payudara ibu pada saat dilakukan pijat

oksitosin 25 69,4 11 30,6

Posisi jari pemijat (suami atau keluarga) pada saat

melakukan pemijatan 28 77,8 8 22,2

Gerakan tangan pemijat pada saat memijat 30 83,3 6 16,7 Durasi pijat oksitosin dilakukan setelah ibu

melahirkan bayinya 24 66,7 12 33,3

Berapa kali sehari dilakukan pijat oksitosin 29 80,6 7 19,4

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 36 orang (100%) semua menjawab

dengan benar pada pertanyaan pengertian pijat oksitosin. Pada pertanyaan manfaat

pijat oksitosin mayoritas menjawab benar 33 orang (91,7%). Untuk pertanyaan

dimana pijat oksitosin dilakukan mayoritas menjawab benar 31 orang (86,1%).

(49)

benar (n=25 atau 69,4%). Pada pertanyaan posisi yang baik sehingga ibu rileks

mayoritas menjawab benar30 orang (83,3%). Pada pertanyaan posisi payudara ibu

pada saat dilakukan pemijatan mayoritas menjawab benar 25 orang (69,4%).

Untuk pertanyaan posisi jari pemijat (suami atau keluarga) saat melakukan

pemijatan mayoritas menjawab benar 28 orang (77,8%). Pada pertanyaan gerakan

tangan pemijat pada saat memijat mayoritas menjawab benar 30 orang( 83,3%).

Pada pertanyaan durasi pijat oksitosin dilakukan setelah ibu melahiran bayinya

mayoritas menjawab benar 24 orang (66,7%). Kemudian pada pertanyaan berapa

kali sehari dilakukan pijat oksitosin mayoritas menjawab benar 29 orang(80,6%).

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi pengetahuan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Pengetahuan responden mengenai penelitian pelaksanaan pijat oksitosin

dinilai berdasarkan kemampuan responden menjawab benar kuesioner yang

meliputi 10 bagian pertanyaan, yang dikatagorikan menjadi 3 katagori yaitu: baik,

cukup, kurang. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu

nifas memiliki pengetahuan baik yaitu 25 orang (69,4%)

5.1.2.2. Hasil sikap ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Sikap ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam meningkatkan

(50)

Tabel 5.4.Distribusi frekuensi dan presentase sikap ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin.

Pernyataan SS S KS TS SS

f % f % f % f % f % produksi ASI ketika sakit

14 38,9 16 44,4 5 13,9 1 2,8

Jika lelah maka ibu akan meminta suami atau

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas menjawab setuju 18

orang(50,0%) pada pernyataan menurut saya pijat oksitosin dapat meningkatkan

produksi ASI. Kemudian dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas

(51)

dilakukan untuk mengurangi sumbatan ASI. Selanjutnya dari hasil penelitian

diperoleh bahwa mayoritas menjawab sangat setuju 16 orang(44,4%) pada

pernyataan saya berharap petugas kesehatan dapat memberikan pendidikan

kesehatan tentang pentingnya pijat oksitosin kepada saya,suami maupun keluarga.

Pada pernyataan saya berharap pijat oksitosin dapat dilakukan oleh suami ataupun

keluarga diperoleh bahwa mayoritas menjawab sangat setuju 16 orang(44,4%).

Kemudian dari hasil penelitian bahwa mayoritas menjawab setuju 15

orang(41,7%) pada pernyataan menurut saya pijat oksitosin harus dilakukan

segera setelah melahirkan. Pada pernyataan menurut saya pijat oksitosin dapat

dilakukan minimal 2 kali sehari diperoleh bahwa mayoritas menjawab setuju 19

orang(52,8%). Pada pernyataan saya berharap pijat oksitosin membantu saya

dalam mempertahankan produksi ASI ketika saya sakit diperoleh bahwa

mayoritas menjawab setuju 16 orang(44,4%). Selanjutnya dari hasil penelitian

diperoleh bahwa mayoritas menjawab setuju 15 orang(41,7%) pada pernyataan

saya rasa suami atau keluarga dapat melakukan pijat oksitosin di bagian punggung

belakang saya. Kemudian diperoleh bahwa mayoritas menjawab sangat setuju 15

orang(41,7%) pada pernyataan jika saya merasa lelah maka saya akan meminta

suami atau keluarga melakukan pijat oksitosin. Pada pernyataan saya yakin

setelah dilakukan pijat oksitosin saya merasa lebih rileks diperoleh bahwa

(52)

Tabel 5.5. Distribusi frekuensi sikap ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Sikap Frekuensi Persentase (%)

Positif Negatif

35 1

97,2 2,8

Sikap responden mengenai penelitian pelaksanaan pijat oksitosin dinilai

berdasarkan kemampuan responden menjawab benar kuesioner yang meliputi 10

bagian pernyataan, yang dikatagorikan menjadi 2 indikator yaitu: positif dan

negatif. Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas ibu nifas memiliki sikap positif

yaitu sebanyak 35 orang ( 97,2%).

5.1.2.3. Hasil tindakan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Tindakan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin dalam

(53)

Tabel 5.6.Distribusi frekuensi dan presentase tindakan ibu nifas tentang

Pijat oksitosin dilakukan segera setelah melahirkan

bayi dengan durasi selama 2 atau 3 menit 36 100 Petugas kesehatan suami atau keluarga melakukan

pijat oksitosin minimal 2 kali sehari 31 86,6 5 13,9 Petugas kesehatan memberikan pendidikan kesehatan

kepada suami atau keluarga sebelum pijat oksitosin 34 94,4 2 5,6 Suami atau keluarga menyiapkan alat sebelum

melakukan pijat oksitosin 17 47,2 19 52,8

Ibu melepaskan pakaian dan keadaan payudara harus

menggantung pada saat dilakukan pijat oksitosin 29 80,6 7 19,4 Pijat oksitosin dilakukan dengan menggunakan dua

kepalan tangan dan ibu jari menunjuk kedepan 36 100 Posisi ibu ketika di pijat oksitosin adalah duduk,

bersandar kedepan 20 55,6 16 44,4

Ibu melipat lengan diatas meja didepannya dan

meletakkan kepala diatas lengannya 16 44,4 20 55,6

Suami atau keluarga menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya

34 94,4 2 5,6

Pijat oksitosin dilakukan kearah bawah pada kedua sisi tulang belakang, mulai dari leher kearah tulang belikat

36 100

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa 36 orang (100%) semua menjawab

dilakukan pada pernyataan ibu dilakukan pijat oksitosin segera setelah melahirkan

bayi dengan durasi selama 2 atau 3 menit. Pada pernyataan petugas kesehatan

suami atau keluarga melakukan pijat oksitosin minimal 2 kali sehari mayoritas

menjawab dilakukan 31 orang(86,1%). Pada pernyataan petugas kesehatan

memberikan pendidikan kesehatan kepada suami atau keluarga sebelum pijat

oksitosin mayoritas menjawab dilakukan 34 orang(94,4%). Untuk pernyataan

suami atau keluarga menyiapkan alat sebelum melakukan pijat oksitosin

(54)

melepaskan pakaian dan keadaan payudara harus menggantung pada saat

dilakukan pijat oksitosin mayoritas menjawab dilakukan 29 orang(80%).

Kemudian pada pernyataan pijat oksitosin dilakukan dengan menggunakan

dua kepalan tangan dan ibu jari menunjuk kedepan semua menjawab dilakukan 36

orang(100%).Pada pernyataan posisi ibu ketika dipijat oksitosin adalah duduk,

bersandar kedepan mayoritas menjawab dilakukan 20 orang(55%). Pada

pernyataan ibu melipat lengan diatas meja didepannya dan meletakkan kepala

diatas lengannya yang menjawab mayoritas menjawab dilakukan 16

orang(44,4%). Pada pernyataan suami atau keluarga menekan kuat-kuat kedua sisi

tulang belakang membentuk gerakan melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu

jarinya mayoritas menjawab dilakukan 34 orang(94,4%). Pada pernyataan Pijat

oksitosin dilakukan kearah bawah pada kedua sisi tulang belakang, mulai dari

leher kearah tulang belikat semua menjawab dilakukan 36 orang(100%).

Tabel 5.7. Distribusi frekuensi tindakan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Tindakan responden mengenai penelitian pelaksanaan pijat oksitosin dinilai

berdasarkan kemampuan responden menjawab benar kuesioner yang meliputi 10

bagian pertanyaan, yang dikatagorikan menjadi 2 katagori yaitu: baik dan kurang.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu nifas memiliki

tindakan baik yaitu berdasarkan hasil penelitian didapatan tindakan ibu nifas yang

(55)

5.2. Pembahasan

Dalam pembahasan ini peneliti mendiskusikan hasil penelitian yang

menggambarkan perilaku ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin di wilayah

kerja Puskemas Medan Johor.

5.2.1. Pengetahuan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pengetahuan ibu tentang

pelaksanaan pijat oksitosin di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor adalah baik

yaitu (69,4%). Berdasarkan data demografi bahwa semua ibu nifas sebanyak 36

orang (100%) sudah pernah mendapatkan informasi tentang pijat oksitosin dari

tim kesehatan (perawat dan bidan). Ini berarti bahwa pengetahuan ibu nifas baik

karena sudah pernah dapat informasi sebelumnya. Pengalaman mendapatkan

informasi merupakan aspek terpenting dalam proses pembelajaran yang dapat

berimplikasi positif menambah pengetahuan seseorang terhadap suatu hal Potter

& Perry (2006). Hal ini sesuai dengan penelitian Dhandaphany (2008, dalam

Hani, 2014) menyatakan bahwa ibu yang telah mendapatkan informasi pijat

oksitosin mempunyai pengetahuan baik mengenai pelaksanaan pijat oksitosin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berusia antara

20-35 tahun yaitu sebanyak 19 orang (52,8%). Hasil penelitian ini mendukung

penelitian Rahmawati dan Setyaningrum (2013) yang menyatakan bahwa usia

reproduksi sehat berada pada 20-35 tahun, hal ini dikarenakan organ-organ

reproduksi sudah siap untuk mengalami kehamilan, persalinan, dan laktasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

(56)

mempunyai pendidikan menengah keatas yang sudah memperoleh informasi

tentang pijat oksitosin dengan mudah memahami informasi yang diberikan oleh

petugas kesehatan sehingga pengetahuannya baik. Hal ini juga didukung dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2013) mayoritas ibu nifas dengan

memiliki pendidikan SMA 19 orang (55,9%) mampu menyerap pengetahuan

dengan baik sehingga mempengaruhi banyak atau tidaknya informasi yang

didapatkan. Pendidikan juga akan membuat seseorang terdorong untuk ingin tahu

mencari pengalaman sehingga informasi yang diterima akan menjadi pengetahuan

Rahmawati (2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pengetahuan ibu tentang

pelaksanaan pijat oksitosin di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor minoritas

responden memiliki pengetahuankurang yaitu (2,8%) ini diakibatkan karena

kurangnya minat ingin tahu ibu tentang pijat oksitosin disebabkan pengeluaran

ASI ibu lancar. Hal ini sependapat dengan mardiyaningsih (2011) ibu yang

mempunyai produksi ASI lancar sejumlah 1 orang (3,3%) memperoleh

pengetahuan cukup karena tidak terlalu penting melakukan pijat oksitosin.Dari

hasil diatas sependapat dengan teori Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan

dapat dipengaruhi oleh faktor umur, pendidikan, pengalaman, dan informasi

5.2.2. Sikap ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Berdasarkan hasil penelitian sikap ibu nifas tentang pelaksanaan pijat

oksitosin diperoleh hasil bahwa dari mayoritas responden memiliki sikap positif

sebanyak 35 orang (97,2%), hal ini dapat dilihat dari tabulasi data bahwa

(57)

oksitosindilakukan minimal 2 kali sehari. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Hamranani (2015) yang mengatakan bahwa pijat oksitosin efektif jika dilakukan

dua kali sehari pada hari pertama dan kedua masa nifas, karena pada kedua hari

tersebut ASI belum terproduksi cukup banyak sehingga perlu dilakukan tindakan

untuk merangsang reflek oksitosin.

Mayoritas responden pada penelitian ini berusia 20-35 tahun yaitu

sebanyak 19 orang (52,8%). Simkin, et al (2007) menyatakan bahwa kelahiran ibu

yang berusia 20-35 tahun biasanya berjalan dengan baik karena tubuhnya berada

pada kondisi yang baik, usia yang muda dan kondisi tubuh yang baik mampu

membimbing dan mengambil keputusan tentang perawatan untuk dirinya dan

bayinya. Kondisi ini memampukan ibu menerima informasi yang diberikan terkait

tentang pijat oksitosin dengan baik sehingga dapat dikatakan sikap yang dimiliki

ibu positif. Sikap responden yang positif ini menandakan bahwa ibu nifas sudah

sampai pada tahap menghargai informasi mengenai pijat oksitosin dalam

tingkatan sikap. Sesuai dengan teori Notoatmodjo (2010) yang mengatakan bahwa

tingkatan sikap berdasarkan intensitasnya yaitu: menerima, menanggapi,

menghargai dan bertanggung jawab, dalam hal ini mengenai informasi yang

diterima ibu nifas mengenai pijat oksitosin.

Selain itu, dari data demografi untuk jumlah responden terbanyak adalah

ibu multipara sebanyak 27 orang (75,0%). Meskipun penelitian ini tidak dapat

mengetahui perbedaan produksi ASI pada ibu primipara dan multipara namun

peneliti melihat perbedaan pengalaman menyusui pada ibu primipara dan

(58)

Pada penelitian ini terdapat 1 responden yang memiliki sikap negatif yaitu

2,8% dikarenakan responden sudah memiliki anak lebih dari satu dan pengeluaran

ASI lancar tanpa dilakukan pijat oksitosin. Pengalaman dan keyakinan ibu pada

saat menyusui sebelumnya akan mempengaruhi sikap ibu pada proses menyusui

selanjutnya, jika ibu berhasil menyusui pada saat anak pertama, maka saat

menyusui anak keduaakan lebih yakin dapat berhasil untuk menyusui pada anak

berikutnya. Keyakinan ibu ini dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin

sehingga ASI dapat keluar dengan lancar Mardiyaningsih (2010).Hal ini juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Soetjiningsih (2005) yang

menyatakan bahwa ibu yang melahirkan anak kedua dan seterusnya produksi ASI

lebih banyak dibandingkan dengan kelahiran anak pertama.

5.2.3. Tindakan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat oksitosin

Berdasarkan hasil penelitian tindakan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat

oksitosin dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tindakan baik

sebanyak 33 orang (91,7 %). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Rahmawati (2009) bahwa stimulasi yang baik serta tindakan pijat oksitosin

yang baik dapat meningkatkan pengeluaran ASI serta dapat mencegah bendungan

ASI yang sering terjadi pada ibu nifas.

Kemudian 36 orang respoden (100%) mengatakanmelakukan pijat

oksitosin segera setelah melahirkan bayi dengan durasi selama 2 atau 3 menit. Hal

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ummah (2014) yang

menyebutkan bahwa pijat oksitosin yang dilakukan 2 jam pasca salin dan 6 jam

(59)

Berdasarkan hasil penelitian tindakan ibu nifas tentang pelaksanaan pijat

oksitosin dapat diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tindakan kurang

yaitu 3 orang yaitu (8,3%) disebabkan karena kurangnya motivasi dari suami atau

keluarga. Padahal suami sangat berpengaruh dalam kesehatan psikologi ibu nifas

sehingga proses laktasi pada ibu nifas menjadi lancar serta suami memiliki

pengaruh yang sangat besar dalam memotivasi ibu untuk memulai menyusui

(Humphreys, Thompson, dan Miner 1998 dalam Biswas, 2010). Hal lain juga

disebabkan karena pada saat melakukan tindakan suami atau keluarga tidak

melakukan sesuai dengan prosedur yang telah diajarkan sebelumnya oleh petugas

kesehatan (perawat atau bidan). sesuai dengan penelitian Ummah (2014)

pemijatan yang dilakukan tidak semua prosedur diterapkan seperti mencuci

tangan dan meminum segelas air sebelum dipijat, tetapi langsung dilakukan pijat

oksitosin.

Dalam penelitian ini tindakan dilakukannya pijat oksitosin pada ibu nifas

mempunyai tingkatan tindakan dengan mekanisme yang baik yang mayoritas

suami atau keluarga melakukan pijat oksitosin sesuai dengan urutan yang benar

sehingga dapat mengeluarkan ASI dengan baik, ini menunjukkan bahwa suami

atau keluarga turut memberikan bantuan penuh dalam memberikan tenaga

maupun meluangkan waktunya untuk membantu ibu nifas sehingga pelaksanaan

pijat oksitosin dapat berhasil dan produksi ASI meningkat. Hal ini sejalan dengan

pendapat yang dinyatakan oleh Anne & David (2007) dalam Hani (2014) bahwa

keterlibatan keluarga secara terus menerus merupakan hal yang sangat menolong

(60)

juga sesuai dengan teori (Maulana, 2009) yang mengatakan bahwa tindakan

memiliki beberapa tingkatan yaitu persepsi, respon terpimpin, mekanisme dan

adopsi suatu pratik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik dalam

melakukan tindakan, dalam penelitian ini adalah tindakan pijat oksitosin pada ibu

nifas.

Fenomena yang peneliti dapatkan selama penelitian adalah perilaku ibu

nifas yang baru melahirkan anak pertama sangat antusias dalam pelaksanaan pijat

oksitosin dalam meningkatkan produksi ASI dan suami atau keluarga

melakukannya dengan baik, dibandingkan dengan ibu nifas yang melahirkan anak

keempat.Hal ini mungkin disebabkan oleh pada anak keempat pengalaman

menyusui sudah lebih dari satu kali dan peningkatan ASI juga banyak.

Kendala yang peneliti rasakan selama melakukan penelitian adalah

keterbatasan waktu dimana peneliti menjumpai calon responden diklinik bersalin

Sumiariani, namun apabila calon responden sudah pulang peneliti harus

mengunjungi calon responden dari rumah kerumah pada pagi hari.Selanjutnya

keterbatasan referensi mengenai perilaku ibu nifas dalam pelaksanaan pijat

(61)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil distrribusi frekuensi mengenai pengetahuan ibu nifas

tentang pelaksanaan pijat oksitosin bahwa mayoritas ibu nifas memiliki

pengetahuan yang baik tentang pelaksanaan pijat oksitosin yaitu sebanyak 25

orang (69,4%). Sebanyak 10 orang (27,8%) memiliki pengetahuan yang cukup

mengenai pelaksanaan pijat oksitosin dan sisanya 1 orang (2,8%) memiliki

pengetahuan yang kurang mengenai pelaksanaan pijat oksitosin.

Hasil distribusi frekuensi terhadap sikap ibu nifas tentang pelaksanaan

pijat oksitosin diperoleh bahwa mayoritas ibu nifas memiliki sikap positif tentang

pelaksanaan pijat oksitosin sebanyak 35 orang (97,2%) dan hanya 1 orang (2,8%)

memiliki sifat negatif tentang pelaksanaan pijat oksitosin.

Dari hasil distrribusi frekuensi mengenai tindakan ibu nifas tentang

pelaksanaan pijat oksitosin diperoleh bahwa mayoritas memiliki tindakan baik

yaitu sebanyak 33 orang atau (91,7%) dan minoritas yaitu sebanyak 3 orang atau

Gambar

Tabel 3.1. Definisi operasional
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi karakteristik data demografi perilaku ibunifas diwilayah kerja Puskesmas Medan Johor (n=36).
Tabel 5.2.Distribusi frekuensi dan presentase pengetahuan ibu nifastentang pelaksanaan pijat oksitosin.
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi pengetahuan ibu nifas tentang pelaksanaanpijat oksitosin
+4

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Penerapan pijat oksitosin menggunakan baby oil terhadap produksi dan pengeluaran ASI pada ibu nifas, untuk mengetahui produksi dan pengeluaran asi sebelum dan

Analisis Bivariat pengaruh pemberian pijat oksitosin dengan kelancaran ASI pada ibu nifas di Puskesmas Caile Bulukumba dari 30 responden yang di bagi dalam dua kelompok

Penelitian yang mendukung adalah penelitian dilakukan oleh Putri (2017) tentang Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap Produksi ASI Ibu Post Partum, pada 30 responden

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian Quasi Eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui kelancaran ASI pada ibu nifas tentang pelaksannaan pijat oksitosin dalam

3 keluarga menyediakan tempat yang aman dan nyaman ketika akan dilakukan pijat oksitosin 4 Keluarga memberi motivasi kepada ibu ketika. pelaksanaan

Kesimpulan penelitian ini ada pengaruh pijat oksitosin terhadap kecukupan ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Jelakombo Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang..

Hasil penelitian menunjukkan produksi ASI pada ibu postpartum setelah diberikan intervensi pijat oksitosin semuanya (100%) mempunyai produksi ASI cukup dan hasil uji

Hasil penelitian menunjukkan produksi ASI pada ibu postpartum setelah diberikan intervensi pijat oksitosin semuanya (100%) mempunyai produksi ASI cukup dan hasil uji