• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "“Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

“NGABEN” UPACARA KEMATIAN SEBAGAI SALAH SATU

ATRAKSI WISATA BUDAYA DI BALI

KERTAS KARYA

DIKERJAKAN O

L E H

LUSIANNA M. E. HUTAGALUNG NIM : 062204067

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI NON GELAR D III PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA

(2)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

“NGABEN” UPACARA KEMATIAN SEBAGAI SALAH SATU

ATRAKSI WISATA BUDAYA DI BALI

KERTAS KARYA

DIKERJAKAN O

L E H

LUSIANNA M. E. HUTAGALUNG NIM : 062204067

PEMBIMBING

NIP. 131 837 557

Drs. Gustanto, M. Hum

Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian

Program Pendidikan Non Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III

Dalam Program Studi Pariwisata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI NON GELAR D III PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA

(3)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

DISETUJUI OLEH :

PROGRAM STUDI D III PARIWISATA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Maret 2009

PROGRAM STUDI PARIWISATA KETUA

(4)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH :

PANITIA UJIAN PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR SASTRA DAN BUDAYA

FAKULTAS SASTRA

TANGGAL : HARI :

PROGRAM DIPLOMA SASTRA DAN BUDAYA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEKAN

NIP. 132 098 531

Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D

Panitia ujian:

No. Nama Keterangan Tanda Tangan

1. Drs.Ridwan Azhar, M.Hum. (Ketua Jurusan) ……… 2. Drs. Mukhtar Majid, S.Sos. (Sekretaris Jurusan) ………

3. Drs. Gustanto, M.Hum. (Pembimbing) ………

(5)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena oleh

berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Kertas Karya ini, yang

berjudul “NGABEN” UPACARA KEMATIAN SEBAGAI SALAH SATU

ATRAKSI WISATA BUDAYA DI BALI.

Penulis berharap Kertas Karya ini dapat memberikan sedikit informasi kepada

pembaca mengenai pariwisata dan kepariwisataan secara umum, objek wisata secara

umum, dan mengenai keadaan umum Pulau Bali serta budaya yang terkenal di Pulau

Bali yaitu upacara Kematian Ngaben yang begitu menarik untuk dapat dilihat atau

disaksikan secara langsung.

Dalam penulisan Kertas Karya ini, penulis juga banyak mendapatkan bantuan

moril dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati

penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A. Ph. D. selaku Dekan Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Ridwan Azhar, M. Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi

Pariwisata, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Gustanto, M. Hum. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak

membantu penulis selama proses penyusunan Kertas Karya ini.

4. Ibu Dra. Asmita Surbakti, M.Si. selaku Dosen Pembaca yang telah banyak

(6)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

5. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Program Studi Pariwisata, Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara.

6. Ayahanda M. Hutagalung dan ibunda R. br. Sianturi ku tersayang yang

senantiasa memberikan cinta dan kasih sayang yang begitu besar dan juga telah

begitu sabar menghadapi tingkah lakuku selama ini.... Maafkan aku bila sering

membuat ayah dan bunda sedih.... Dan terima kasih karena telah mencari dan

memberikan segala yang terbaik buat hidupku. Aku sadar, aku gak mungkin

bisa membalas semua yang telah kalian berikan pada ku. Walaupun aku cuma

sendiri tapi yang pasti, I always love you, mom n dad. Now n forever.

7. Keluarga besarku di kampus, Kak Rotua (mak Ro), Friskawati (iting/pipis),

Jeni (uje), Linda (lindonk), Oktri (aek latong), Florence (dombat), dan Lioni

(o’on/once), sahabat-sahabat (yang sudah ku anggap seperti saudara), yang

senantiasa ada disaat susah dan senang bersama, tetap bersatu walau terkadang

banyak perbedaan. Terima kasih untuk kebersamaan yang indah dan senantiasa

berkesan saat kita bersama, dikampus, emcitodesk, PDOW, PKL, dan study

tour. Hope our frienship last forever.

8. Kawan-kawan seperjuangan dalam menahlukkan Pusuk Buhit selama 3 hari 2

malam yang begitu berkesan. Riko, Yogi, Budi, Faisal, Tri Slamat, Fiki,

Friska, kak Rotua, Nova, Harum, Dinda, dan bang Tipen. Kalo gak ada

kalian semua, aku pasti gak akan pernah sampek ke puncak Pusuk Buhit yang

(7)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

9. Semua teman-teman ku di UW’ 06 dan Hotel’ 06 yang tidak bisa disebutkan

satu per satu, yang sama-sama berjuang saat inagurasi dan dalam menjalankan

hidup di jurusan Pariwisata kita yang tercinta ini. Semoga tercapai segala cita

dan cinta kalian semua. God bless you all.

10. Seseorang yang telah menjadi hero bagiku, Albert M. Hutasoit yang telah

memberikan banyak bantuan dan juga telah memberikan semangat agar aku

tetap kuat dalam berjuang menyusun Kertas Karya ini. Serta memberikan

warna dan keceriaan dalam hidupku. Terimakasih telah menyayangiku dengan

sepenuh hatimu. Dan maaf kalo selama menyusun, aku gak punya waktu

untuk mu, bahkan di hari ultahmu. Je t’aime mon cheri.

11. Genk NeRo: kak Ruri (ketua), Desi (bendahara) dan Lisa (sekretaris), yang

heboh luar biasa kalau lagi ngumpul. Semoga kita bisa selalu axis dan yang

pasti tambah personil, donk. Ha..ha..ha. Hidup NeRo.

12. Kedua keluarga besar Hutagalung dan Sianturi yang telah memberi

dukungan dan dorongan baik moral maupun dalam hal keuangan selama

dalam studiku. Terimakasih atas segalanya dan aku berterima kasih dan

bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena Dia telah memberikan kalian

semua sebagai tempat berlindungku.

Dan juga kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan Kertas Karya ini dari awal hingga akhir, yang namanya

(8)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Penulis juga menyadari Kertas Karya ini masih jauh dari dari sempurna, untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan

Kertas Karya ini dan serta perbaikan kedepannya.

Medan, Maret 2009

Penulis

Lusianna M. E. Hutagalung

(9)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Kebudayaan daerah merupakan aset yang penting bagi pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kebudayaan nasional kita merupakan puncak-puncak kebudayaan daerah yang dapat dijadikan aset bagi pengembangan sektor pariwisata. Dengan berkembangnya kepariwisataan kita diharapkan semakin baik pula kehidupan perekonomian masyarakat bangsa kita sendiri yang selama beberapa tahun belakangan ini mengalami krisis ekonomi yang sangat memprihatinkan.

Untuk dapat menciptakan kondisi perekonomian agar dapat pulih dari kirisis tersebut, maka pemerintah berusaha melalui berbagai usaha, yang salah satunya adalah pengembangan kebudayaan daerah atau kesenian agar dapat dijadikan sebagai aset utama atraksi wisata yang dapat menyedot kunjungan wisatawan manca negara ke Indonesia yang sekaligus meningkatkan devisa negara.

Pulau Bali adalah salah satu propinsi yang berpotensi dibidang pariwisata di Indonesia sudah sejak lama. Pulau Bali yang mungil nan indah ini memiliki alam yang indah, berupa pantai, pegunungan dan juga danau. Dan disamping itu, Pulau Bali juga memiliki kebudayaan yang unik, serta masyarakat yang ramah dan bersahabat. Kebudayaan daerah merupakan asset yang cukup penting bagi pengembangan kepariwisataan di Indonesia. Hal ini dikarenakan kebudayaan nasional kita merupakan puncak-puncak dari kebudayaan daerah yang dapat dijadikan asset bagi pengembangan sektor pariwisata.

Kepariwisataan di Pulau Bali masih perlu ditingkatkan agar tetap menjadi primadona negeri ini, bahkan primadona di seluruh dunia.

(10)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009.

1.5 Sistematika Penulisan... 4

BAB II KEPARIWISATAAN DAN BUDAYA DI BALI 2.1 Pengertian Pariwisata ... . 6

2.1.1 Pengertian Wisatawan ... 9

2.1.2 Pengertian Objek Wisata dan Atraksi Wisata ... 10

2.1.3 Karakteristik Objek Wisata ... 11

2.1.4 Jenis-jenis Pariwisata ... 12

2.2 Agama, Adat, dan Budaya di Bali... 15

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PULAU BALI 3.1 Gambaran Umum Pulau Bali ... 20

3.1.1 Letak Geografis ... 20

3.1.2 Topografi ... 22

3.2 Peluang Investasi ... 24

(11)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

BAB IV “NGABEN” UPACARA KEMATIAN SEBAGAI SALAH SATU ATRAKSI WISATA BUDAYA DI BALI

4.1 Upacara Kematian Ngaben ... 31

4.2 Beberapa Pendapat Tentang Upacara Ngaben ... . 33

4.3 Proses Upacara Ngaben ... 35

4.4 Upacara Mangkisan... 38

4.4.1 Tujuan Membakar Mayat ... 40

4.4.2 Ngaben Massal ... 43

BAB V PENUTUP ... 46

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

(13)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah, yaitu berpuluh ribu pulau,

beraneka ragam bentuk alam, budaya yang unik, peninggalan-peninggalan bersejarah

serta suku, adat istiadat dan kesenian yang beragam. Dengan demikian menjadikan

Indonesia sebagai negara dengan daerah tujuan wisata ( DTW ) yang dikenal oleh

dunia.

Pulau Bali adalah salah satu propinsi dan daerah tujuan wisata ( DTW ) di

Indonesia yang memiliki potensi wisata yang sangat menjanjikan dibandingkan

dengan daerah lain. Hal itu dikarena Pulau Bali memiliki alam yang indah, berupa

pantai, pegunungan dan juga danau. Dan disamping itu, Pulau Bali juga memiliki

kebudayaan yang unik, serta masyarakat yang ramah dan bersahabat. Kebudayaan

daerah merupakan asset yang cukup penting bagi pengembangan kepariwisataan di

Indonesia. Hal ini dikarenakan kebudayaan nasional kita merupakan puncak-puncak

dari kebudayaan daerah yang dapat dijadikan asset bagi pengembangan sektor

pariwisata.

Perkembangan pariwisata dewasa ini memang sudah cukup baik yang ditandai

dengan naik turunnya urutan kepariwisatan sebagai penghasil devisa negara terbesar.

Salah satu cara untuk meningkatkan, mengembangkan, dan mendayagunakan daya

(14)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

dinikmati oleh para wisatawan. Untuk itu pembinaan seni budaya mutlak dilakukan

agar seni budaya kita dapat berkembang.

Adapun tujuan umum dari pengadaan pembinaan pentas seni budaya tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Memperluas kesempatan usaha dan lapangan pekerjaan.

2. Menjadi sumber penerimaan devisa.

3. Meningkatkan pendapatan langsung pada masyarakat dan pemerintah

daerah.

4. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan wilayah, terutama yang

memiliki potensi sumber daya alam yang terbatas.

5. Memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta menjalin pengertian

antar bangsa.

Berdasarkan dari sudut pandang tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk

mencoba membahas dan menguraikan tentang salah satu kebudayaan daerah

masyarakat Bali, yaitu upacara kematian Ngaben. Hal tersebut dilatarbelakangi

karena upacara kematian Ngaben yang unik dapat menarik perhatian wisatawan baik

local maupun mancanegara. Oleh karena itu penulis memilih judul kertas karya

“NGABEN” UPACARA KEMATIAN SEBAGAI SALAH SATU ATRAKSI

(15)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

1.2 Pembatasan Masalah

Bila judul tersebut diatas dipandang secara luas, maka akan banyak hal-hal

yang harus dibahas, untuk itu penulis membuat batasan masalah yang akan dibahas.

Adapun pembatasan masalah yang dibuat oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengertian pariwisata, kepariwisataan, wisatawan, objek wisata dan

atraksi wisata.

2. Bagaimana gambaran umum tentang potensi wisata di Bali, khususnya potensi

upacara kematian Ngaben sebagai atraksi wisata.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan kertas karya ini adalah :

1. Memperkenalkan budaya pembakaran mayat sebagai salah satu atraksi

wisata yang dapat menarik perhatian wisatawan, baik dari dalam maupun

luar negeri, khususnya untuk kemajuan pariwisata di Bali.

2. Sebagai salah satu syarat dalam ujian Diploma Program Studi Bidang

Keahlian Usaha Wisata, guna memperoleh gelar Diploma Ahli Madya

Pariwisata yang diwajibkan oleh Fakultas Sastra Universitas Sumatera

Utara serta menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat menerapkan

ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti masa perkuliahan di Program

Studi Pariwisata D III bidang keahlian Usaha Wisata pada Fakultas Sastra

(16)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan oleh penulis dalam memperoleh data dan informasi

yang konkrit untuk dapat menjawab permasalahan yang dihadapi penulis, serta dapat

dipertanggungjawabkan adalah dengan cara :

1. Library Research ( Penelitian Kepustakaan )

Yaitu penelitian berdasarkan bahan perpustakaan yang berkaitan dengan objek

penulisan, berupa buku, majalah, surat kabar, diktat perkuliahan, dan

brosur-brosur yang berhubungan dengan judul kertas karya.

2. Field Research ( Penelitian Lapangan )

Yaitu penelitian yang dilakukan langsung dengan bertanya kepada masyarakat

setempat.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan kertas karya secara ringkas dan jelas diuraikan dalam lima

(5) bab, dimana masing-masing bab terdiri dari sub-sub bahasan yang saling

berkaitan, penjabarannya adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai alasan pemilihan judul, pembatasan

masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, serta sistematika

(17)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

BAB II : KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai pengertian pariwisata,

kepariwisataan dan wisatawan, pengertian objek wisata dan atraksi

wisata, jenis-jenis pariwisata, serta pengertian kebudayaan secara

umum.

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG PULAU BALI

Bab ini memaparkan tentang gambaran umum, letak geografis,

keadaan fisik, potensi investasi, sarana dan prasarana, dan beberapa

objek wisata yang populer di Bali.

BAB IV : “NGABEN” UPACARA KEMATIAN SEBAGAI SALAH SATU

ATRAKSI WISATA BUDAYA DI BALI

Bab ini menguraikan tentang gambaran upacara kematian Ngaben di

Bali.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan mengenai pembahasan yang telah

dipaparkan pada bab-bab sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(18)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

BAB II

KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN

2.1 Pengertian Pariwisata

Ditinjau dari segi etimologinya, kata pariwisata berasal dari bahasa sanskerta

yang terdiri dari dua suku kata, yaitu: pari dan wisata. Pari berarti keliling, banyak,

berkali-kali, berputar-putar,dari - dan ke -. Sedangkan, wisata berarti perjalanan;

berpergian (to travel). Atas dasar itu, maka pariwisata dapat diartikan sebagai

perjalanan keliling yang dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lainnya dan

kembali lagi ke tempat semula.

Namun pengertian mengenai pariwisata tersebut diatas belum memberikan

pengertian yang jelas dan tidak memiliki ketentuan-ketentuan mengenai

batasan-batasan dari pengertian pariwisata tersebut. Oleh karena itu, sebagai bahan

pertimbangan dapat dilihat beberapa pendapat berikut ini mengenai pengertian

pariwisata.

1. Secara Umum

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan sementara waktu dari suatu

(19)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

perjalanan tersebut guna memenuhi keinginan yang beraneka ragam tanpa rasa

terpaksa dan bukan untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya.

2. Secara Teknis

Merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara

perorangan maupun berkelompok dalam wilayah negara sendiri maupun negara lain

dengan menggunakan kemudahan, jasa atau pelayanan dan faktor-faktor penunjang

serta kemudahan-kemudahan lainnya yang diadakan oleh pemerintah, dunia usaha

dan masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.

3. Menurut Robert McIntosh bersama Shaskinant Gupta dalam Oka A.Yoeti (1992:8) pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi

wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses

menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya.

4. Salah Wahab (1975:55) mengemukakan definisi pariwisata yaitu, pariwisata

adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan

ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standart hidup

serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang

komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan

tangan dan cinderamata, penginapan dan transportasi,dll.

(20)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan,

menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan lain-lain.

6. Richard Sihite (Marpaung dan Bahar, 2000:46-47) menjelaskan definisi

pariwisata sebagai berikut : Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang

untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain

meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud

bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi

semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi

keinginan yang beraneka ragam.

7. Sedangkan pengertian Kepariwisataan menurut Undang-undang Nomor 9

Tahun 1990 pada bab I pasal 1, bahwa Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang

berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Artinya semua kegiatan dan urusan

yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, pengawasan,

pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat disebut

Kepariwisataan.

8. Nyoman S. Pendit (2003:33) menjelaskan tentang kepariwisataan sebagai

berkut : Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan langsung terhadap

kemajuan kemajuan pembangunan atau perbaikan pelabuhan pelabuhan (laut atau

udara), jalan-jalan raya, pengangkutan setempat,program program kebersihan atau

kesehatan, pilot proyek sasana budaya dan kelestarian lingkungan dan sebagainya.

Yang kesemuanya dapat memberikan keuntungan dan kesenangan baik bagi

(21)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

wisatawan pengunjung dari luar. Kepariwisataan juga dapat memberikan dorongan

dan sumbangan terhadap pelaksanaan pembangunan proyek-proyek berbagai sektor

bagi negara-negara yang telah berkembang atau maju ekonominya, dimana pada

gilirannya industri pariwisata merupakan suatu kenyataan ditengah-tengah industri

lainnya.

2.1.1 Pengertian Wisatawan

Ada banyak batasan mengenai apa yang dimaksud dengan “wisatawan”.

Beberapa dapat kita lihat seperti penjelasan dibawah ini:

1. Dalam Intruksi Presiden No. 9/1969 dinyatakan : “Wisatawan adalah setiap orang

yang berpergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan

menikmati perjalanan dari kunjungan itu.”

2. Pada tahun 1963 IUOTO (Internasional Union Official Organization) membuat

batasan untuk wisatawan dan diterima oleh United Nation Conference on

International Travel and Tourism di Roma. Batasannya berbunyi sebagai berikut:

“Seorang yang bepergian dari tempat tinggalnya dan berdiam di tempat tujuannya

lebih dari dua puluh empat jam, dengan tujuan untuk menggunakan waktu senggang

untuk rekreasi atau berlibur, untuk menjalankan ibadah agama, maupun olahraga dan

keperluan lainnya.”

Menurut Liga Bangsa-bangsa dan IUOTO (Internasional Union Official

Organization), yang bisa dianggap wisatawan adalah: a. Mereka yang mengadakan

(22)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Mereka yang mengadakan perjalanan untuk keperluan perternuan-perternuan atau

karena tugas-tugas tertentu (iirnu pengetahuan,tugas pemerintahan, diplomasi, agama,

olah raga, dan lain-lain), c. Mereka yang mengadakan perjalanan dengan tujuan

usaha, d. Mereka yang datang dalam rangka perjalanan dengan kapal laut walaupun

tinggal di suatu negara kurang dari 24 jam.

2.1.2 Pengertian Objek Wisata dan Atraksi Wisata

Salah satu unsur dari berkembangnya suatu industri pariwisata adalah objek

dan atraksi wisata. Pengertian objek dan atraksi wisata dapat dilihat dalam beberapa

artian dibawah ini, yakni:

1. Pengertian objek dan atraksi wisata menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 yaitu yang menjadi sasaran perjalanan wisata yang meliputi :

1. Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam serta flora

dan fauna, seperti : pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba dengan

tumbuhan hutan tropis, serta binatang-binatang langka.

2. Karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala,

peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro (pertanian), wisata tirta (air), wisata

petualangan, taman rekreasi, dan tempat hiburan.

3. Sasaran wisata minat khusus, seperti : berburu, mendaki gunung, gua,

industri dan kerajinan, tempat perbelanjaan, sungai air deras, tempat-tempat ibadah,

(23)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

2. Pengertian objek wisata atau tourist attraction, istilah yang lebih sering digunakan,

yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu

daerah tertentu (Pengantar Ilmu Pariwisata, Drs. Oka A. Yoeti, 1985).

3. Dalam dunia kepariwisataan, segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk

dikunjungi dan dilihat, disebut atraksi atau lazim pula dinamakan objek wisata (Ilmu

Pariwisata, Nyoman S. Pendit, 1994).

Dari pengertian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa objek wisata

atau atraksi wisata adalah segala sesuatu yang mempunyai daya tarik, keunikan dan

nilai yang tinggi, yang menjadi tujuan wisatawan datang ke suatu daerah tertentu.

2.1.3 Karakteristik Objek Wisata

Selain beberapa persyaratan diatas, adapula 3 karakteristik utama dari objek

wisata yang harus diperhatikan dalam upaya pengembangan suatu objek wisata

tertentu agar dapat menarik dan dikunjungi banyak wisatawan. Seperti yang

diungkapkan oleh Drs. Oka A. Yoeti, 1985, karakteristik tersebut antara lain:

a. Daerah itu harus mempunyai apa yang disebut sebagai “something to see”. Artinya

di tempat tersebut harus ada objek wisata dan atraksi wisata yang berbeda dengan apa

yang dimiliki oleh daerah lain. Dengan kata lain, daerah itu harus mempunyai daya

tarik yang khusus dan unik.

b. Daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah “something to do”.

(24)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

fasilitas rekreasi atau amusement yang dapat membuat wisatawan betah tinggal lebih

lama di tempat itu.

c. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah “something to

buy”. Artinya di tempat tersebut harus ada fasilitas untuk berbelanja, terutama

barang-barang souvenir dan kerajinan tangan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa

pulang.

Ketiga hal tersebut merupakan unsur-unsur yang kuat untuk suatu daerah

tujuan wisata sedangkan untuk pengembangan suatu daerah tujuan wisata harus ada

beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:

1. Harus mampu bersaing dengan objek wisata yang ada di daerah lain.

2. Memiliki sarana pendukung yang memiliki ciri khas tersendiri.

3. Harus tetap, tidak berubah dan tidak berpindah-pindah kecuali dibidang

pembangunan dan pengembangan.

4. Harus menarik, dalam pengertian secara umum (bukan dari pengertian yang

subjektif), terdapat sarana dan prasarana, amenitas dan aksesibilitas serta

sadar wisata masyarakat yang mampu mendukung objek wisata tersebut

(Samsuridjal, 1997:34)

2.1.4 Jenis-jenis Pariwisata

Sama halnya seperti pengertian pariwisata, kriteria dan jenis wisata pun dapat

dibagi-bagi dalam banyak kategori. Kategori yang biasanya ditampilkan adalah

(25)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Contoh jenis wisata:

1. Berdasarkan alasan / tujuan perjalanan, adalah :

o Holiday Tour (wisata liburan), yaitu suatu perjalanan wisata yang

diselenggarakan dan diikuti oleh angggotanya guna berlibur,

bersenang-senang dan menghibur diri.

o Familiarization Tour (wisata pengenalan), yaitu suatu perjalanan anjangsana

yang dimaksudkan guna mengenal lebih lanjut bidang atau daerah yang

mempunyai kaitan dengan pekerjaan.

o Educational Tour (wisata pendidikan), yaitu suatu perjalanan wisata yang

dimaksudkan untuk memberikan gambaran, studi perbandingan ataupun

pengetahuan mengenai bidang kerja yang dikunjunginya. Wisata jenis ini

disebut juga study tour atau perjalanan kunjungan pengetahuan.

o Scientific Tour (wisata pengetahuan), yaitu perjalanan wisata yang tujuan

pokoknya adalah untuk memperoleh pengetahuan atau penyelidikan terhadap

sesuatu bidang ilmu pengetahuan. Misalnya: kunjungan melihat bunga

bangkai berbunga (raflesia arnoldi), melihat gerhana matahari total,

menyelidiki kehidupan konodo, dll.

o Pileimage Tour (wisata keagamaan), yaitu perjalanan wisata yang

(26)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

o Hunting Tour (wisata perburuan), yaitu suatu kunjungan wisata yang

dimaksudkan untuk menyelenggarakan perburuan binatang yang diijinkan

oleh penguasa setempat sebagai hiburan semata-mata. Ex; berburu babi hutan

di Sumatera, berburu Kangguru di Australia, dan lain-lain.

2. Berdasarkan jumlahnya, adalah:

Individual Tour (wisata perorangan), yaitu perjalanan wisata yang dilakukan

oleh satu orang atau sepasang suami-isteri.

Family Group Tour (wisata keluarga), yaitu suatu perjalanan wisata yang

dilakukan oleh serombongan keluarga yang masih mempunyai hubungan

kekerabatan satu sama lain.

Group Tour (wisata rombongan), yaitu suatu perjalanan wisata yang

dilakukan bersama-sama dengan dipimpin oleh seorang yang bertanggung

jawab atas keselamatan dan kebutuhan seluruh anggotanya. Biasanya paling

sedikit 10 orang, dengan dilengkapi diskon dari perusahaan prinsipal bagi

orang yang kesebelas. Potongan ini besarnya berkisar antara 2 hingga 50%

dari ongkos penerbangan atau penginapan.

3. Berdasarkan penyelenggarannya, adalah:

o Excursion (Ekskursi), yaitu suatu perjalanan wisata jarak pendek yang

ditempuh kurang dari 24 jam guna mengunjungi satu atau lebih obyek wisata.

o Safari Tour, yaitu suatu perjalanan wisata yang diselenggarakan secara

(27)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

maupun obyeknya bukan merupakan obyek kunjungan wisata pada umumnya.

Misal: safari ke ujung kulon, safari ke Taman Safari Indonesia di Gianyar

Bali.

o Cruize Tour (wisata pesiar), yaitu perjalanan wisata dengan menggunakan

kapal pesiar mengunjungi obyek-obyek wisata bahari dan obyek wisata di

darat tetapi menggunakan kapal pesiar sebagai basis keberangkatannya.

o Youth Tour (wisata remaja), yaitu kunjungan wisata yang

penyelenggaraannya khusus diperuntukkan bagi para remaja menurut

golongan umur yang ditetapkan oleh hukum negara masing-masing.

o Marine Tour (wisata bahari), yaitu suatu kunjungan ke obyek wisata,

khususnya untuk menyaksikan keindahan lautan, wreck-diving (menyelam)

dengan perlengkapan selam lengkap.

2.2 Agama, Adat, dan Budaya di Bali

Di Bali dikenal satu bait sastra yang intinya digunakan sebagai slogan

lambang negara Indonesia, yaitu: Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma

Manggrua, yang bermakna “Kendati berbeda namun tetap satu jua, tiada duanya

(Tuhan - Kebenaran) itu”. Bisa dipahami jika masyarakat Bali dapat hidup

berdampingan dengan pemeluk agama lain seperti Islam, Kristen, Budha, dan

lainnya. Pandangan ini merupakan bantahan terhadap penilaian sementara orang

(28)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

menyebut Tuhan dengan berbagai nama namun yang dituju tetaplah satu, Tuhan

Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa, yang disebut Tri Murti, kendati terpilah tiga,

namun terkait satu jua sebagai proses lahir - hidup - mati atau utpeti - stiti - pralina.

Dewata Nawa Sanga sebagai sembilan Dewata yang menempati delapan arah mata

angin dan satu di tengah kendati terpilah sembilan lalu menjadi sebelas tatkala

terpadu dengan lapis ruang ke arah vertikal bawah - atas - tengah atau bhur - bwah -

swah, adalah satu jua sebagai kekuatan Tuhan dalam menjaga keseimbangan alam

semesta. Demikian pula halnya dengan nama dan sebutan lain yang dimaksudkan

secara khusus memberikan gelar atas ke-Mahakuasa-an Tuhan.

Keyakinan umat Hindu terhadap keberadaan Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi

Wasa yang Wyapi Wyapaka atau ada di mana-mana juga di dalam diri sendiri -

merupakan tuntunan yang selalu mengingatkan keterkaitan antara karma atau

perbuatan dan pahala atau akibat, yang menuntun prilaku manusia ke arah Tri Kaya

Parisudha sebagai terpadunya manacika, wacika, dan kayika atau penyatuan pikiran,

perkataan, dan perbuatan yang baik.

Umat Hindu percaya bahwa alam semesta beserta segala isinya adalah ciptaan

Tuhan sekaligus menjadi karunia Tuhan kepada umat manusia untuk dimanfaatkan

guna kelangsungan hidup mereka. Karena itu tuntunan sastra, agama Hindu

mengajarkan agar alam semesta senantiasa dijaga kelestarian dan keharmonisannya

yang dalam pemahamannya diterjemahkan dalam filosofi Tri Hita Karana sebagai

(29)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

1. Hubungan manusia dengan Tuhan; sebagai atma atau jiwa dituangkan dalam

bentuk ajaran agama yang menata pola komunikasi spiritual lewat berbagai

upacara persembahan kepada Tuhan. Karena itu dalam satu komunitas

masyarakat Bali yang disebut Desa Adat dapat dipastikan terdapat sarana

Parhyangan atau Pura, disebut sebagai Kahyangan Tiga, sebagai media dalam

mewujudkan hubungan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

2. Hubungan manusia dengan alam lingkungannya; sebagai angga atau badan

tergambar jelas pada tatanan wilayah hunian dan wilayah pendukungnya

(pertanian) yang dalam satu wilayah Desa Adat disebut sebagai Desa

Pakraman.

3. Hubungan manusia dengan sesama manusia; sebagai khaya atau tenaga yang

dalam satu wilayah Desa Adat disebut sebagai Krama Desa atau warga

masyarakat, adalah tenaga penggerak untuk memadukan atma dan angga.

Pelaksanaan berbagai bentuk upcara persembahan dan pemujaan kepada Ida

Sang Hyang Widhi Wasa oleh umat Hindu disebut Yadnya atau pengorbanan/korban

suci dalam berbagai bentuk atas dasar nurani yang tulus. Pelaksanaan Yadnya ini pada

hakekatnya tidak terlepas dari Tri Hita Karana dengan unsur-unsur Tuhan, alam

semesta, dan manusia.

Didukung dengan berbagai filosofi agama sebagai titik tolak ajaran tentang

ke-Mahakuasa-an Tuhan, ajaran Agama Hindu menggariskan pelaksanaan Yadnya

dalam lima bagian yang disebut Panca Yadnya, yang diurai menjadi:

(30)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Persembahan dan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Upacara Dewa

Yadnya ini umumnya dilaksanakan di berbagai Pura, Sanggah, dan Pamerajan

(tempat suci keluarga) sesuai dengan tingkatannya. Upacara Dewa Yadnya ini

lazim disebut sebagai piodalan, aci, atau pujawali.

2. Pitra Yadnya

Penghormatan kepada leluhur, orang tua dan keluarga yang telah meninggal, yang

melahirkan, memelihara, dan memberi warna dalam satu lingkungan kehidupan

berkeluarga. Masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa roh leluhur, orang tua

dan keluarga yang telah meninggal, sesuai dengan karma yang dibangun semasa

hidup, akan menuju penyatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Keluarga

yang masih hiduplah sepatutnya melaksanakan berbagai upacara agar proses dan

tahap penyatuan tersebut berlangsung dengan baik.

3. Rsi Yadnya

Persembahan dan penghormatan kepada para bijak, pendeta, dan cerdik pandai,

yang telah menetapkan berbagai dasar ajaran Agama Hindu dan tatanan budi

pekerti dalam bertingkah laku.

4. Manusia Yadnya

Suatu proses untuk memelihara, menghormati, dan menghargai diri sendiri

beserta keluarga inti (suami, istri, anak). Dalam perjalanan seorang manusia Bali,

terhadapnya dilakukan berbagai prosesi sejak berada dalam kandungan, lahir,

(31)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

magedong-gedongan, otonan, menek kelih, pawiwahan, hingga ngaben, adalah

wujud upacara Hindu di Bali yang termasuk dalam tingkatan Manusa Yadnya.

5. Bhuta yadnya

Prosesi persembahan dan pemeliharaan spiritual terhadap kekuatan dan sumber

daya alam semesta. Agama Hindu menggariskan bahwa manusia dan alam

semesta dibentuk dari unsur-unsur yang sama, yaitu disebut Panca Maha Bhuta,

terdiri dari Akasa (ruang hampa), Bayu (udara), Teja (panas), Apah (zat cair), dan

Pertiwi (zat padat). Karena manusia memiliki kemampuan berpikir (idep) maka

manusialah yang wajib memelihara alam semesta termasuk mahluk hidup lainnya

(binatang dan tumbuhan).

Panca Maha Bhuta, yang memiliki kekuatan amat besar, jika tidak

dikendalikan dan tidak dipelihara akan menimbulkan bencana terhadap kelangsungan

hidup alam semesta. Perhatian terhadap kelestarian alam inilah yang membuat

upacara Bhuta Yadnya sering dilakukan oleh umat Hindu baik secara insidentil

maupun secara berkala. Bhuta Yadnya memiliki tingkatan mulai dari upacara

masegeh berupa upacara kecil dilakukan setiap hari hingga upacara caru dan tawur

agung yang dilakukan secara berkala pada hitungan wuku (satu minggu), sasih (satu

(32)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG PULAU BALI

3.1 Gambaran Umum Pulau Bali

Propinsi Daerah Tingkat I Bali terdiri dari Pulau Bali dan Pulau-pulau kecil

dengan luas wilayah 563.286 Ha atau 0,29 % dari luas kepulauan Indonesia. Adapun

pulau-pulau kecil tersebut adalah Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau

Nusa Lembongan, Pulau Serangan dibelahan selatan menghadap samudra Hindia dan

Pulau Menjangan di belahan utara Pulau Bali menghadap ke Laut Jawa.

3.1.1 Letak Geografis

Secara geografis Propinsi Bali terletak pada 8°3'40" - 8°50'48" Lintang

Selatan dan 114°25'53" - 115°42'40" Bujur Timur. Provinsi Bali terletak di antara

Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas fisiknya adalah sebagai berikut:

• Utara : Laut Bali

• Timur : Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat)

• Selatan : Samudera Indonesia

(33)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Dengan garis pantai sepanjang lebih kurang 529 Km dan topografi Pulau Bali

ditengah-tengah terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur yang

berupa sabuk hijau (green belt) berupa hutan sebagai sumber mata air dan diantara

pegunungan ada gunung berapi yang masih aktif yaitu Gunung Agung dan Gunung

Batur. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan daerah Bali secara geografis

terbagi menjadi 2 bagian yang tidak sama yakni Bali Utara dengan dataran rendah

yang sempit dan kurang landai sedangkan Bali Selatan dengan dataran rendah dan

landai. Selain itu pada bentangan sabuk hijau tersebut terdapat 4 Danau yaitu Danau

Bratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan dan Danau Batur, yang dipergunakan

sumber air bagi kehidupan.

Secara administratif Propinsi Bali terdiri atas 1 pemerintahan kota dan 8

Kabupaten, 51 Kecamatan, 565 Desa, 79 Kelurahan dan 3.499 Banjar/Dusun dengan

jumlah penduduk sekitar 2.968.933 jiwa.

Tabel 3.1 Luas Wilayah Tiap Kabupaten di Provinsi Bali

Kabupaten/Kota Ibukota Luas (km²) Persentase (%)

Jembrana Negara 841,80 14,94

Tabanan Tabanan 839,30 14,90

Badung Badung 420,09 7,43

Denpasar Denpasar 123,98 2,20

Gianyar Gianyar 368,00 6,53

(34)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Bangli Bangli 520,81 9,25

Karangasem Amlapura 839,54 14,90

Buleleng Singaraja 1.365,88 24,25

Jumlah 5.634,40 100,00

Sumber: Master Plan Penunjang Investasi Provinsi Bali Tahun 2006-2010

3.1.2 Topografi

Bali merupakan daerah pegunungan dan perbukitan yang meliputi sebagian

besar wilayah. Relief Pulau Bali merupakan rantai pegunungan yang memanjang dari

barat ke timur. Di antara pegunungan itu terdapat gunung berapi yang masih aktif,

yaitu Gunung Agung (3.142 m) dan Gunung Batur (1.717 m). Beberapa gunung yang

tidak aktif lainnya mencapai ketinggian antara 1.000 - 2.000 m.

Rantai pegunungan yang membentang di bagian tengah Pulau Bali

menyebabkan wilayah ini secara geografis terbagi menjadi dua bagian yang berbeda,

yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dari kaki perbukitan dan

pegunungan dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Ditinjau

dari kemiringan lerengnya, Pulau Bali sebagian besar terdiri atas lahan dengan

kemiringan antara 0 - 2 % sampai dengan 15 - 40 %. Selebihnya adalah lahan dengan

kemiringan di atas 40 %.

Sebagai salah satu kriteria untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan, maka

(35)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

persyaratan lain untuk penentuan lahan terpenuhi. Sedangkan lahan dengan

kemiringan di atas 40 % perlu mendapat perhatian bila akan dijadikan usaha

budidaya.

Lahan dengan kemiringan 0 - 2 % mendominasi daerah pantai bagian selatan

dan sebagian kecil pantai bagian utara Pulau Bali, dengan luas areal 96,129 ha.

Sedangkan lahan dengan kemiringan 2 - 15 % sebagian besar terdapat di wilayah

Kabupaten Badung, Tabanan, Gianyar, Buleleng, dan sisanya tersebar secara merata

di daerah sekitar pantai dengan luas mencapai 132.056 ha.

Daerah dengan kemiringan 15 - 40 % meliputi areal seluas 164.749 ha secara

dominan terdapat di wilayah bagian tengah Pulau Bali, mengikuti deretan perbukitan

yang membentang dari arah barat ke timur wilayah ini. Daerah dengan kemiringan

melebihi 40 % merupakan daerah pegunungan dan perbukitan yang terletak pada

bagian Pulau Nusa Penida.

Ditinjau dari ketinggian tempat, Pulau Bali terdiri dari kelompok lahan

sebagai berikut:

• Lahan dengan ketinggian 0 - 50 m di atas permukaan laut mempunyai

permukaan yang cukup landai meliputi areal seluas 77.321,38 ha.

• Lahan dengan ketinggian 50 - 100 m di atas permukaan laut mempunyai

permukaan berombak sampai bergelombang dengan luas 60.620,34 ha.

• Lahan dengan ketinggian 100 - 500 m di seluas 211.923,85 ha didominasi

(36)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

• Lahan dengan ketinggian 500 - 1.000 m di atas permukaan laut seluas

145.188,61 ha.

• Lahan dengan ketinggian di atas 1.000 m di atas permukaan laut seluas

68.231,90 ha.

Dengan keadaan Sumber Daya Alam yang ada di Propinsi Bali dan sumber

daya manusia beserta kultur sosial dan budaya serta ekonominya, daerah ini potensial

sekali sebagai daerah agraris yang handal dan pariwisata, oleh karena itu

Pembangunan Daerah Propinsi Bali bertumpu pada Sektor Pertanian yang

didalamnya Sub Sektor Kehutanan dan Sektor Pariwisata. Secara langsung memang

Sub Sektor Kehutanan tidak termasuk dalam Sub Sektor yang berperan terhadap

PDRB Daerah Bali akan tetapi secara tidak langsung banyak menopang terhadap

hidroorologis.

Berkaitan dengan pelestarian Sumber Daya Alam, sesuai dengan kultur

budaya masyarakat Bali yang menurut Ajaran Agama Hindu terkenal dengan "Tri

Hita Karana" (Hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan

manusia, hubungan manusia dengan lingkungan) maka upaya tersebut menunjukkan

hasil yang positif disamping terbinanya lingkungan yang baik juga mendukung

pembangunan Kehutanan dan Pariwisata.

(37)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Bila ingin menanam modal atau membuka usaha Pulau Bali adalah salah satu tempat

terbaik untuk melakukannya, dengan berbagai macam bidang usaha.yang ditawarkan.

Contohnya :

1. Bidang Usaha Pariwisata.

Peluang investasinya terdapat di kawasan Soka Kabupaten Tabanan, di

kawasan Taman Nasional Bali Barat Kabupaten Jembrana dan di Pulau

Menjangan Kabupaten Buleleng. Peluang investasi yang sama juga masih

terbuka di kawasan Candi Kusuma dan kawasan Perancak yang keduanya

terletak di Kabupaten Jembrana, di kawasan Nusa Penida Kabupaten

Klungkung, di kawasan Ujung, Tulamben, dan Candidasa Kabupaten

Karangasem.

2. Bidang Usaha Jasa.

Peluang investasi di bidang ini tersedia dalam dua jenis, yakni jasa

perdagangan umum ekspor/impor, dan jasa konsultasi managemen. Bidang

Usaha Industrl Kecil dan Menengah Peluang investasi di bidang ini masih

terbuka pada sejumlah industri seperti industri kerajinan emas dan perak di

seluruh kabupaten/kota di Bali; industri kerajinan kayu di Kabupaten Gianyar

dan Bangli; industri kerajinan besi di Kabupaten Tabanan, Gianyar, Jembrana

dan Denpasar; industri anyaman di Kabupaten Karangasem dan Buleleng;

industri kerajinan keramik di Kabupaten Badung dan Gianyar, serta industri

(38)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

3. Bidang Usaha Pertanian dalam Arti Luas

Peluang investasi dalam bidang ini sangat terbuka lebar karena masih sedikit

yang mengusahakan, terutama di bidang agricultural. Peluang itu adalah

sebagai berikut:

- Investasi pengembangan sayur-sayuran utamanya kacang panjang dan tomat

di Kabupaten Tabanan.

- Investasi dalam pengembangan dan pengolahan hasil potensi buah lokal

Bali utamanya strawberry di Bedugul, Kabupaten Tabanan, dan buah salak di

Kabupaten Karangasem.

- Investasi dalam pengembangan potensi laut seperti budidaya ikan kerapu,

rumput laut, mutiara dan ikan bandeng di Kabupaten Buleleng dan rumput

laut di Nusa Penida Kabupaten Klungkung.

- Investasi dalam hal pengembangan potensi pembenihan ikan bandeng,

kerapu, udang windu, udang galah, ikan hias maupun ikan air tawar di

Kabupaten Buleleng dan Jembrana.

- Investasi dalam pengembangan potensi ayam ras di Kecamatan Susut

Kabupaten Bangli dan Kabupaten Tabanan. Pengembangan sapi potong di

Bongan Cina - Buleleng, serta sapi potong di Kecamatan Rendang Kabupaten

Karangasem.

- Untuk memenuhi kebutuhan makanan ternak, investasi pakan ternak ayam,

sapi dan babi juga potensial dikembangkan di Kabupaten Bangli. Gianyar dan

(39)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

- Investasi dalam pengolahan kopi Robusta di Kintamani - Bangli, Tabanan

dan Buleleng, serta investasi dalam pengembangan dan pengolahan kakao di

Tabanan, mete di Kubu - Karangasem.

- Investasi dalam budidaya kerang mutiara di Kabupaten Karangasem dan

Jembrana.

3.3 Sarana dan Prasarana Sarana Wisata

Sejak penguasaan oleh Belanda, Bali seolah dibuka lebar untuk kunjungan

orang asing. Bali tidak saja kedatangan orang asing sebagai pelancong namun tak

sedikit para pemerhati dan penekun budaya yang datang untuk mencatat keunikan

seni budaya Bali. Dari para penekun budaya yang terdiri dari sastrawan, penulis, dan

pelukis inilah keunikan Bali kian menyebar di dunia internasional. Penyampaian

informasi melalui berbagai media oleh orang asing ternyata mampu menarik minat

pelancong untuk mengunjungi Bali. Kekaguman akan tanah Bali lalu menggugah

minat orang asing memberi gelar kepada Bali. The Island of Gods, The Island of

Paradise, The Island of Thousand Temples, The Morning of the World, dan berbagai

nama pujian lainnya.

Tahun 1930, di jantung kota Denpasar dibangun sebuah hotel untuk

menampung kedatangan wisatawan ketika itu. Bali Hotel, sebuah bangunan bergaya

arsitektur kolonial, menjadi tonggak sejarah kepariwisataan Bali yang hingga kini

(40)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

kunjungan wisatawan, duta kesenian Bali dari Desa Peliatan melakukan kunjungan

budaya ke beberapa negara di kawasan Eropa dan Amerika secara tidak langsung,

kunjungan tersebut sekaligus memperkenalkan keberadaan Bali sebagai daerah tujuan

wisata yang layak dikunjungi.

Kegiatan pariwisata, yang mulai mekar ketika itu, sempat terhenti akibat

terjadinya Perang Dunia II antara tahun 1942-1945 yang kemudian disusul dengan

perjuangan yang makin sengit merebut kemerdekaan Indonesia termasuk perjuangan

yang terjadi di Bali hingga tahun 1949. Pertengahan dasawarsa 50-an pariwisata Bali

mulai ditata kembali dan pada tahun 1963 dibangun Hotel Bali Beach (The Grand

Bali Beach Hotel) di Pantai Sanur dengan bangunan berlantai sepuluh. Hotel ini

adalah satu-satunya hunian wisata yang berbentuk bangunan tinggi sedangkan sarana

hunian wisata (hotel, home stay, pension) yang berkembang kemudian hanyalah

bangunan berlantai satu. Pada pertengahan dasa warsa 70-an pemerintah daerah Bali

mengeluarkan Peraturan Daerah yang mengatur ketinggian bangunan maksimal 15

meter. Penetapan ini ditentukan dengan mempertimbangkan faktor budaya dan tata

ruang tradisional Bali sehingga Bali tetap memiliki nilai-nilai budaya yang mampu

menjadi tumupuan sektor pariwisata.

Secara pasti, sejak dioperasikannya Hotel Bali Beach pada November 1966,

pembangunan sarana hunian wisata berkembang dengan pesat. Dari sisi kualitas,

Sanur berkembang relatif lebih terencana karena berdampingan dengan Bali Beach

Hotel sedangkan kawanan Pantai Kuta berkemabang secara alamiah bergerak dari

(41)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

dibanding model standar hotel. Sama halnya dengan Kuta, kawasan Ubud di daerah

Gianyar berkembang secara alamiah, tumbuh di rumah-rumah penduduk yang tetap

bertahan dengan nuansa pedesaan.

Pembangunan sarana hunian wisata yang berkelas internasional akhirnya

dimulai dengan pengembangan kawasan Nusa Dua menjadi resort wisata

internasional. Dikelola oleh Bali Tourism Developmnet Corporation, suatu badan

bentukan pemerintah, kawasan Nusa Dua dikembangkan memenuhi kebutuhan

pariwisata bertaraf internasional. Beberapa operator hotel masuk kawasan Nusa Dua

sebagai investor yang pada akhirnya kawsan ini mampu mendongkrak perkembangan

pariwisata Bali.

Masa-masa berikutnya, sarana hunian wisata lalu tumbuh dengan sangat pesat

di pusat hunian wisata terutama di daerah Badung, Denpasar, dan Gianyar. Kawasan

Pantai Kuta, Jimbaran, dan Ungasan menjadi kawasan hunian wisata di Kabupaten

Badung, Sanur, dan pusat kota untuk kawasan Denpasar. Ubud, Kedewatan,

Payangan, dan Tegalalang menjadi pengembangan hunian wisata di daerah Gianyar.

Mengendalikan perkembangan yang amat pesat tersebut, Pemerintah Daerah

Bali kemudian menetapkan 15 kawasan di Bali sebagai daerah hunian wisata berikut

sarana penunjangnya seperti restoran dan pusat perbelanjaan. Hingga kini, Bali telah

memilki lebih dari 35.000 kamar hotel terdiri dari klas Pondok Wisata, Melati, hingga

Bintang 5. Sarana hotel-hotel tersebut tampil dalam berbagai variasi bentuk mulai

(42)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

harga jual. Keberagaman ini memberi nilai lebih bagi Bali karena menawarkan

banyak pilihan kepada para pelancong.

Sebagai akibat dari perkembangan kunjungan wisatawan, berbagai sarana

penunjang seperti misalnya restoran, art shop, pasar seni, sarana hiburan, dan rekreasi

tumbuh dengan pesat di pusat hunian wisata ataupun di kawasan obyek wisata. Para

pelancong yang berkunjung ke Bali, akhirnya memiliki banyak pilihan dalam

menikmati liburan mereka di Bali, akhirnya organisasi kepariwisataan seperti PHRI

(IHRA), ASITA, dan lembaga kepariwisataan lain di Bali, yang secara profesional

mengelola dan memberi layanan jasa pariwisata, seakan memberi jaminan untuk

kenyamanan berwisata di Bali.

Fasilitas Penunjang.

Fasilitas infrastruktur penanaman modal di Bali sangat memadai. Jaringan jalan dan

jembatan yang banyak mendorong kelancaran aktivitas bagi tumbuhnya berbagai

kegiatan perdagangan jasa, industri dan pariwisata. Pembangkit tenaga listrik tenaga

uap, gas dan diesel dengan total daya sebesar 569,120 MW, sarana angkutan yang

dapat melayani kendaraan angkutan umum bus, mikro bus, taksi dan kendaraan

bermotor lainnya, ditunjang dengan adanya pelabuhan laut Benoa, Padang Bai,

Gilimanuk dan Celukan Bawang yang mampu melayani kegiatan pelayanan

interseluler, serta pelabuhan udara Ngurah Rai yang mampu melayani kegiatan

angkutan udara internasional maupun dalam negeri, menandakan bahwa Provinsi Bali

(43)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

lembaga keuangan lainnya, baik milik pemerintah maupun swasta jumlahnya cukup

banyak. Demikian pula infrastruktur telekomunikasi yang cukup dan sangat siap

mendukung pelayanan investasi, pelayanan perdagangan, dan pelayanan bertarap

(44)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

BAB IV

“NGABEN” UPACARA KEMATIAN SEBAGAI SALAH SATU ATRAKSI WISATA BUDAYA DI BALI

4.1 Upacara Kematian “Ngaben”

Dalam ajaran agama Hindu, kewajiban orang tua adalah menyucikan pribadi

anaknya secara utuh lahir maupun batin. Dalam keluarga Hindu upacara ini dilakukan

dengan formal sesuai dengan ritual upacara keagamaan yang disebut dengan upacara

Manusia Yadnya. Upacara Manusia Yadnya dilakukan dari bayi berada 7 (tujuh)

bulan didalan kandungan (megedong-gedongan), kelahiran bayi (mapag rare), kepus

pungsed (nelahin), bayi berumur 42 hari (tutug kambuhan), telung sasih (nyambutin),

tumbuh gigi (ngempugin), ketus gigi (dapetan), upacara selanjutnya adalah upacara

otonan dimana bayi berumur 210 hari yang disebut dengan otonan tuwun, yang

artinya bayi untuk pertama kali secara resmi boleh diturunkan menginjak tanah, serta

ketika anak laki-laki berumur 14 tahun dan atau anak wanita sudah mengalami datang

bulan yang pertama maka diadakan upacara Ngeraja Sewala atau Metatah.

Upacara Metatah ini menandakan bahwa anak yang sudah meningkat remaja

sudah memiliki sifat-sifat utama sebagai ciri sudah makin dewasa. Sifat-sifat utama

itu adalah suatu kemampuan yang secara bertahap menghilangkan

kebiasaan-kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk inilah yang merupakan perwujudan dari sifat-sifat

Sad Ripu. Perwujudan Sad Ripu ini akan bisa ditekan dengan bimbingan orang tua

(45)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Sad Guna. Pada saat Metatah, gigi yang dipapar adalah gigi yang berada dibagian

rahang atas yang merupakan lambang dari sifat kedewaan, sedangkan gigi dibagian

rahang bawah adalah merupakan lambang dari sifat-sifat keraksasaan.

Hidup yang baik adalah hidup yang mampu menguasai sifat-sifat keraksasaan

dengan bantuan kekuataan dari sifat kedewaan. Orang-orang yang mampu menguasai

sifat-sifat keraksasaanlah yang akan mendapat karunia dari Ida Sang Hyang Widhi

Wasa. Kalau orang tua yang mampu membina anaknya akan menumbuhkan sifat-sifat

baik, luhur dan menghilangkan sifat-sifat buruk itulah orang tua yang berhasil

sesungguhnya. Dan puncak kewajiban orang tua terhadap jenjang kehidupan anaknya

adalah mengawinkan anaknya (pawiwahan).

Didalam Upanisad disebutkan “Matri Deva Bhava, Pitri Deva Bhava” yang

berarti bahwa ayah dan ibu ibarat dewa didalam keluarga, karena itu berbakti kepada

orang tua dan leluhur merupakan kewajiban suci bagi setiap putra atau yang disebut

seputra. Anak harus berbakti kepada orang tuanya, baik semasa hidupnya maupun

setelah orang tua meninggal dunia. Pada saat orang tuanya meninggal, anak yang

seputra mempunyai kewajiban untuk menyucikan roh leluhurnya. Upacara untuk

menyucikan roh leluhurnya inilah dalam ajaran Agama Hindu Bali disebut dengan

upacara Pitra Yadnya. Proses ritual dari upacara ini melalui dua proses yaitu upacara

yang bertujuan mengembalikan unsur Panca Mahabhuta yang disebut Ngaben, serta

upacara Atma Wedana dimana didalamnya termasuk upacara ngangget dan bingin,

mepegat, meajar-ajar serta ngelinggihang dimana upacara ini bertujuan untuk

(46)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Jadi upacara kematian Ngaben harus dilakukan oleh seorang anak atau setiap

putra atau yang disebut seputra. Upacara Ngaben dilakukan sebagai kewajiban untuk

menyucikan roh leluhur atau orang tua mereka yang telah meninggal dunia sesuai

dengan ajaran agama Hindu.

4.2 Beberapa Pendapat Tentang Upacara Ngaben

Asal-usul kata ngaben sampai saat ini masih bervariasi. Ada yang mengatakan

kata Ngaben berasal dari kata “abu” dengan melihat hasil akhir pembakaran mayat.

Ada pula yang berpendapat bahwa kata Ngaben itu berasal dari kata “ngabenin”

dengan mengamati betapa banyak biaya yang dihabiskan. Dan ada juga yang

beragumentasi bahwa kata Ngaben itu berasal dari kata “ngabain” dengan alasan sang

mati “dibekali” (membawa) sesuatu yang masih berhubungan dengan material untuk

perjalanan roh ke alamnya.

Ngaben berasal dari kata beya. Beya berarti bekal, yakni berupa jenis upakara

yang diperlukan dalam upacara ngaben itu. Kata Beya yang berarti bekal, kemudian

dalam bahasa Indonesia menjadi biaya atau prabeya dalam bahasa bali. Orang yang

menyelenggarakan beya dalam bahasa bali disebut meyanin. Kata ngaben, meyanin ,

sudah menjadi bahasa baku, untuk menyebutkan upacara sawa wedhana. Jadi

sesunggungnya tidak perlu lagi diperdebatkan akan asal usul kata itu. Yang jelas

ngaben atau meyanin adalah penyelenggaraan upacara untuk sawa bagi orang yang

(47)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Ngaben atau meyanin dalam istilah baku lainnya-yang disebut-sebut dalam

lontar-adalah atiwa-tiwa. Kata atiwa inipun belum dapat dicari asal-usulnya.

Kemungkinan berasal dari bahasa asli Nusantara (Austronesia), mengingat upacara

sejenis ini juga kita jumpai pada suku Dayak, di Kalimantan, yang disebut tiwah.

Demikian juga di Batak kita dengar sebutan “tibal”, untuk menyebutkan upacara

setelah kematian itu.

Diantara pendapat diatas, ada satu pendapat lagi yang terkait dengan

pertanyaan itu. Bahwa kata Ngaben itu berasal dari kata “api”. Kata api mendapat

presfiks “ng” menjadi “ngapi” dan mendapat sufiks “an” menjadi “ngapian” yang

setelah mengalami proses sandi menjadi “ngapen”. Dan karena terjadi perubahan

fonem “p” menjadi “b” menurut hukum perubahan bunyi “b-p-m-w” lalu menjadi

“ngaben”. Dengan demikian kata Ngaben berarti “menuju api”.

Adapun yang dimaksud api di sini adalah Brahma (Pencipta). Itu berarti atma

sang mati melalui upacara ritual Ngaben akan menuju Brahma-loka yaitu linggih

Dewa Brahma sebagai manifestasi Hyang Widhi dalam Mencipta (utpeti).

Sesungguhnya ada dua jenis api yang dipergunakan dalam upacara Ngaben

yaitu Api Sekala (kongkret) yaitu api yang dipergunakan untuk membakar jasad atau

pengawak sang mati dan Api Niskala (abstrak) yang berasal dari Weda Sang

Sulinggih selaku sang pemuput karya yang membakar kekotoran yang melekati sang

roh. Proses ini disebut mralina.

Di antara dua jenis api dalam upacara Ngaben itu, ternyata yang lebih tinggi

(48)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

Sulinggih. Sang Sulinggih (sang muput) akan memohon kepada Dewa Siwa agar

turun memasuki badannya (Siwiarcana) untuk melakukan “pralina”. Mungkin karena

api praline dipandang lebih mutlak/penting, dibeberapa daerah pegunungan di Bali

ada pelaksanaan upacara Ngaben yang tanpa harus membakar mayat dengan api,

melainkan cukup dengan menguburkannya. Upacara Ngaben jenis ini disebut “bila

tanem atau mratiwi”. Jadi ternyata ada juga upacara Ngaben tanpa mengunakan api

(sekala). Tetapi api niskala/api praline tetap digunakan dengan Weda Sulinggih dan

sarana tirtha praline serta tirtha pangentas.

Lepas dari persoalan api mana yang lebih penting. Khusus tentang kehadiran

api sekala adalah berfungsi sebagai sarana yang akan mempercepat proses peleburan

sthula sarira (badan kasar) yang berasal dari Panca Mahabutha untuk menyatu

kembali ke Panca Mahabhuta Agung yaitu alam semesta ini. Proses percepatan

pengembalian unsure-unsur Panca Mahabhuta ini tentunya akan mempercepat pula

proses penyucian sang atma untuk bisa sampai di alam Swahloka (Dewa Pitara)

sehingga layak dilinggihkan di sanggah/merajan untuk disembah. Tentunya setelah

melalui upacara mamukur yang merupakan kelanjutan dari Ngaben.

4.3 Proses Upacara Ngaben

Pelaksanaan ajaran Hindu di Bali bersifat fleksibel, artinya disesuaikan

dengan tradisi, kondisi dan kemampuan yang ada tetapi tetap memperhatikan

ketentuan baku dalam sarana dan aturan yg telah ditetapkan oleh Parisada Hindu

(49)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

paling sering dijumpai dalam pelaksanaan Ngaben. Setiap umat Hindu yg meninggal

wajib untuk di-aben kecuali yg meninggal karena ulahpati (meninggal karena

kecelakaan, bunuh diri atau dibunuh) serta orang yg tidak waras (mental illness) tidak

boleh langsung dibakar melainkan harus dikubur dulu. Dalam aturan adat dikatakan

bahwa cara meninggalnya ini tidak sesuai dengan kewajaran, walaupun secara logika

kita tahu bahwa cara Tuhan memanggil umatnya dengan berbagai cara. Setelah

dikubur dalam jangka waktu tertentu sesuai hukum adat desa setempat, baru bisa

digali untuk diambil tulangnya dan kemudian di adakan upacara Pengabenan

untuknya.

Hari baik biasanya diberikan oleh para pendeta setelah melalui konsultasi dan

kalender yang ada yaitu kalender Bali. Persiapan biasanya diambil jauh-jauh sebelum

hari baik ditetapkan. Pada saat inilah keluarga mempersiapkan “bade dan lembu”

terbuat dari bambu, kayu, kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan

atau kedudukan sosial ekonomi keluarga bersangkutan.

Prosesi upacara Ngaben berlangsung selama beberapa hari dan membutuhkan

biaya hingga puluhan juta. Mahalnya biaya upacara ini membuat orang Bali tidak

dapat secara langsung menyelenggarakan Ngaben begitu kerabatnya meninggal.

Umumnya mereka menunggu beberapa saat, kadang hingga bertahun-tahun, untuk

mengumpulkan biaya. Upacara ini pun sering diselenggarakan secara massal untuk

meringankan biaya.

Persiapan Ngaben dimulai dengan pengangkatan kerangka jenasah dan

(50)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

tiruan binatang lembu dan wadah menyerupai menara berhias kain dan janur mulai

dipersiapkan oleh anggota keluarga dan seluruh warga banjar. Konon, tinggi

rendahnya menara menunjukkan status social keluarga penyelenggara Ngaben.

Dahulu para bangsawan Bali biasanya membuat menara hingga setinggi 20 meter,

bahkan lebih.

Pagi hari sebelum upacara Ngaben dimulai, segenap keluarga dan handai

taulan datang untuk melakukan penghormatan terakhir dan biasanya disajikan sekedar

makan dan minum. Sesaat sebelum upacara Ngaben, menara dan lembu yang sudah

dihias atau yang disebut dengan bade disiapkan di pinggir jalan untuk diupacarai

sebelum diarak ke setra, tempat dilangsungkannya Ngaben. Kemudian, dimulailah

keriuhan dan kemeriahan arak-arakan menara menuju setra. Bade diarak dan

berputar-putar di setiap persimpangan dengan maksud agar roh orang yang meningal

itu menjadi bingung dan tidak dapat kembali ke keluarga yang bisa menyebabkan

gangguan. Dan di setiap persimpangan jalan yang dilalui, wadah dan arak-arakan ini

diputar ke empat penjuru mata angin sebanyak tiga kali untuk mengusir roh jahat

yang dapat mengganggu jalannya upacara. Alunan musik gong mengiringi puluhan

orang yang mengusung menara yang berisi jenasah/kerangka. Di atas menara itu pula

seorang anak/cucu lelaki tertua berdiri membawa seekor burung sebagai simbol

penghantar arwah menuju ke tempat tertinggi. (

Sesampainya di tempat upacara, jasad ditaruh di punggung lembu, pendeta

mengujar doa-doa, kemudian menyalakan api perdana pada jasad. Prosesi

(51)

Lusianna M. E. Hutagalung : “Ngaben” Upacara Kematian Sebagai Salah Satu Atraksi Wisata Budaya Di Bali, 2009. USU Repository © 2009

semuanya menjadi abu, upacara berikutnya abu dari tulang jenazah yang telah

dikumpulkan selanjutnya dilarung ke laut atau ke sungai terdekat, dikembalikan ke

air dan angin. Ini merupakan rangkaian upacara akhir atas badan kasar orang yang

meninggal, kemudian keluarga dapat dengan tenang hati menghormati arwah tersebut

di pura keluarga, dan mendoakan arwahnya agar menemukan tempat yang layak di

sisi Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dan menurut keyakinan, arwah tersebut akan

kembali lagi ke dunia pada masa yang akan datang (reinkarnasi).

Status kelahiran kembali roh orang yang meninggal dunia berhubungan erat

dengan karma dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup sebelumnya. Secara

umum, orang Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di

dalam lingkaran keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati

bagi orang Bali adalah karena hubungannya dengan leluhurnya. (Blog ; komang, 14

april 2007)

4.4 Upacara Mangkisan

Dalam hal terhalangnya atau terhambatnya upacara pengabenan seseorang

karena alasan yang bersangkutan meninggal pada hari tententu di mana sedang

berlangsung suatu upacara yang membutuhkan suasana hati dan bhakti suci nirmala

seperti Piodalan di pura, maka pilihan akan jatuh pada cara Makingsan. Makingsan

ini adalah penguburan atau pembakaran jenazah secara darurat dan bersifat sementara

Gambar

Tabel 3.1 Luas Wilayah Tiap Kabupaten di Provinsi Bali

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui siapa saja yang terlibat dalam proses pelaksanaan upacara Ngaben pada masyarakat Bali di Desa Paya Tusam.. Untuk mengetahui kapan dilaksanakan upacara Ngaben

Salah satu pakaian adat batak Mandailing dapat dijadikan sebagai atraksi wisata, yaitu pakaian adat Mandailing dapat dikemas dengan baik dan yang bisa dikenakan oleh para

wisatawan untuk dikunjungi, disaksikan, atau dinikmati di suatu daerah tujuan wisata. Atraksi wisata merupakan salah satu komponen terpenting

Dengan menyadari hal tersebut di atas, disarankan kepada masyarakat Bali khususnya, agar tetap mempertahankan budaya bangsa yang adiluhung dan tetap melaksanakan upacara ritual

Tujuan kreatif dalam perancangan integrated digital campaign Pulau Nusa Penida sebagai salah satu potensi wisata Provinsi Bali ini adalah menciptakan brand awareness yaitu

Berdasarkan hasil penelitian dengan judul Partisipasi Masyarakat dalam Festival Palang Pintu sebagai atraksi Wisata Budaya di Kawasan Kemang, dapat disimpulkan

Kampung wisata merupakan salah satu produk wisata yang menawarkan konsep sustainable and inclusive tourism dalam konteks budaya secara kompleks tidak hanya atraksi

Seblang Sebagai Salah Satu Unsur Wisata Budaya Using Di Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Tahun 1996-2011; 060210302304; 2012: 86 halaman; Program Studi Pendidikan