ABSTRACT
DIADJI KUNTORO. Influence of Social Capital inAcquisition Stages of Micro Credit in Village of Pasir Mulya, Western District of Bogor, Bogor Muncipility.Supervisedby EKAWATI SRI WAHYUNI
This study was located in Pasir Mulya Village district of Bogor City, West Java Province. Since July 20 until August 18. The purpose of this study was to analized the influence of social capital on the acquisitionphasesof micro-credit. This study used a quantitative approach and qualitative approach as supported.Quantitative data obtained through a questionnaire to 30small bussiness who were respondents in this study. While the qualitative approach was done through observation, depth interviews, and search related documents or literary study. Generally the problems faced by small businesses was difficulty in obtaining loans to Banks so that fromit comes the microfinance institutions. Microfinance institutions are financial institutions that facilitate financial service small busines issues. Cooperation that exist between small business and microfinance institutions show there are other things besides economic factors which affect social capital. Sicial capital has three components they are trust, sicial networks and norms. Based on research results of all three components of the only norm that has no influence on thephases of the acquisition stage of micro-credit. Although not all components of social capital have an inflience on the acquiition stage of micro credit but overall condition of the social capital of small businesses be said to be good
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan perekonomian di Indonesia tidak lepas dari peranan para pelaku
usaha kecil mikro. Pemberdayaan usaha kecil dipandang mampu menggerakan
perekonomian pedesaan dan pada akhirnya juga bisa menggerakan perekonomian
nasional. Hal ini tidak terlepas dari peranan usaha kecil yang strategis baik dilihat
dari segi kualitasnya maupun kemampuannya dalam meningkatkan pendapatan
dan penyerapan tenaga kerja. Bank Indonesia (2001) dalam Ashari (2006)
mencatat beberapa peran startegis dari dari usaha kecil tersebut, diantaranya (1)
Jumlahnya yang besar dan terdapat pada sektor ekonomi, (2) Potensi yang besar
dalam penyerapan tenaga kerja karena setiap investasi pada usaha kecil lebih
banyak menciptakan kesempatan kerja dibandingkan dengan investasi yang sama
pada usaha yang berskala besar dan menengah, (3) Memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang
dibutuhkan masyarakat dengan harga terjangkau.
Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB)Tahun 2008 - 2009
Indikator Satuan
Tahun 2008 Tahun 2009 Perkembangan
Jumlah Jumlah Jumlah
Usaha Mikro (Unit) 50.847.771 52.176.795 1.329.024 Usaha Kecil
Sumber : Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah di Tahun 2008 dan 2009
Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Kementrian Koperasi
dan Usaha Kecil dan Menengah di tahun 2008 dan 2009 terjadi peningkatan
UMKM yang terdiri dari usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah sebesar
51.409.612 unit dan pada tahun 2009 jumlah itu berubah menjadi 52.764.603 unit
yang artinya terjadi peningkatan jumlah unit UMKM yang cukup besar yakni
sebesar 1.354.991 unit. Hal tersebut menunjukan bahwa UMKM sudah menjadi
andalan dalam perekonomian nasional yang ditunjukan dengan adanya
peningkatan jumlah unit UMKM pada tahun 2008-2009. Namun demikian,
disadari sepenuhnya bahwa UKM masih memiliki permasalahan. Menurut Ashari
(2006) permasalahan-permasalahan yang biasanya dihadapi oleh UKM meliputi
kurangnya permodalan, sumber daya manusia yang terbatas dan lemahnya
jaringan. Keterbatasan akses sumber-sumber pembiayaan yang dihadapi oleh para
pelaku UKM merupakan masalah yang paling banyak ditemui karena pada
umumnya usaha kecil mikro merupakan usaha yang bersifat tertutup yang
mengandalakan modal dari pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan
pinjaman modal dari lembaga keuangan konvensional atau perbankan sangat sulit
untuk diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta
Bank tidak dapat dipenuhi padahal modal finansial sendiri merupakan faktor yang
diperlukan untuk menjalankan suatu unit usaha.
Permasalahan perolehan kredit yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil
mikro terhadap lembaga keuangan konvensional memicu munculnya suatu
lembaga yang sifatnya jauh lebih fleksibel dari lembaga keuangan konvensional
yakni lembaga keuangan mikro (LKM). Munculnya LKM menjadi angin segar
bagi para pelaku usaha berskala kecil dalam melakukan kegaiatan perekonomian.
Hal itu ditandai dengan keberhasilan mereka dalam memperoleh kredit dari LKM
walaupun jumlahnya tidak terlalu besar tetapi cukup bermanfaat bagi mereka.
Kerjasama yang dibentuk oleh pihak LKM dengan pelaku usaha kecil
melalui pinjaman kredit yang diberikan kepada pelaku usaha tersebut menunjukan
adanya suatu hal yang mempengaruhi pihak LKM bersedia meminjamkan kredit
kepada pelaku usaha tanpa disertai jaminan atau angunan seperti yang
diberlakukan oleh perbankan dimana jaminan atau angunan tersebut dijadikan
pegangan oleh pihak perbankan jika si peminjam belum atau tidak dapat
mengembalikan kredit yang dipinjamkan. Hal tersebut adalah modal sosial
sosial. Selain itu, sebagian besar LKM berlokasi dalam satu wilayah yang sama
dengan para nasabahnya dalam hal ini adalah pelaku usaha kecil sehingga
kedekatan dan kekerabatan diantara mereka dapat dikatakan sangat erat dan
kekerabatan yang erat menunjukan adanya kepercayaan yang tinggi antar sesama,
jaringan yang kuat dan norma-norma yang ada dijalani dengan baik secara
bersama-sama. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa dalam perolehan
kredit oleh para pelaku usaha kecil dan mikro terhadap LKM aspek sosial yang
dalam hal ini adalah modal sosial tidak dapat dikesampingkan. Dengan demikian
dalam memandang perolehan kredit oleh pelaku usaha kecil terhadap LKM ini
modal sosial dianggap sebagai hal yang cukup berpengaruh.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui
bahwa permasalahan utama yang dihadapi oleh para pelaku usaha kecil dan mikro
adalah sulitnya mereka dalam memperoleh kredit dari lembaga keuangan
konvensional seperti perbankan. Hal itu disebabkan oleh persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak perbankan seperti adanya agunan/ jaminan dan prosedur
yang begitu rumit dinilai terlalu memberatkan pihak pelaku usaha kecil karena
pada dasarnya sebagian besar dari mereka tidak memiliki agunan dan tidak terlalu
mengerti dan menyukai prosedur yang rumit. Namun hal tersebut berbeda dengan
LKM, lembaga keuangan ini memberi kesempatan kepada pelaku usaha kecil
mikro untuk dapat mengakses kredit tanpa disertai dengan adanya agunan dan
keharusan untuk menjalani prosedur yang rumit. Segala bentuk kemudahan yang
ditawarkan pihak LKM terhadap pelaku usaha kecil mikro mengindikasikan
bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi kesediaan memberikan kredit oleh
LKM. Faktor tersebut adalah modal sosial. Kepercayaan, jaringan , dan norma
merupakan pilar-pilar utama dari modal sosial tersebut. Modal sosial yang
dimaksud adalah kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai
tujuan bersama di dalam berbagai kelompok dan organisasi. Artinya kerjasama
yang dibentuk oleh pelaku usaha kecil mikro dan lembaga keuangan mikro atas
dasar kedekatan dan kekerabatan antar anggota masyarakat karena memang pada
Dengan adanya rasa saling percaya, nilai-nilai yang menjadi dasar dan
interaksi komunikasi antara pelaku usaha kecil mikro dan LKM apakah dapat
berpengaruh terhadap keberhasilan para pelaku usaha kecil mikro dalam
memperoleh tahapan kredit yang tinggi dari LKM. Secara spesifik penelitian ini
akan memusatkan perhatian pada permasalahan yang disebutkan di bawah ini:
1. Apakah modal sosial (kepercayaan, jaringan, norma) yang terdapat antara
pelaku usaha kecil mikro dan LKM berpengaruh terhadap tahapan perolehan
kredit ?
2. Komponen modal sosial (kepercayaan, jaringan, norma) apa yang paling
berpengaruh terhadap perolehan kredit?
1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan
dilaksanakannya penelitian ialah:
1. Untuk menganalisis adanya pengaruh modal sosial (kepercayaan, jaringan,
norma) terhadap tahapan perolehan kredit oleh pelaku usaha kecil mikro
terhadap lembaga keuangan mikro
2. Untuk mengetahui komponen modal sosial (kepercayaan, jaringan, norma)
apa yang paling berpengaruh terhadap perolehan kredit oleh pelaku usaha
kecil mikro terhadap lembaga keuangan mikro
1.4 Kegunaan Penelitian
Mengacu kepada tujuan penelitian, maka kegunaan dilaksanakannya
penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai kedua aktor di
dalam sistem keuangan mikro yakni pelaku usaha kecil mikro dan LKM. Selain
itu, penelitian ini berguna untuk menambah pengatahuan mengenai konsep modal
sosial dalam memandang kerjasama antara pelaku usaha kecil mikro dan LKM
dimana kepercayaan, jaringan, dan norma merupakan pilar-pilar dari modal sosial
BAB II
PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Keuangan mikro
Keuangan mikro merupakan alat yang cukup penting untuk mewujudkan
pembangunan oleh Pemerintah Indonesia dalam tiga hal sekaligus, yaitu:
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan
mengentaskan kemiskinan. Akses terhadap jasa keuangan yang berkelanjutan
merupakan prasyarat bagi para pelaku usaha mikro untuk meningkatkan
kemampuan usahanya dan keluarga miskin dalam mengurangi kerentanan hidup
terhadap musibah dan permasalahan ekonomi, serta untuk meningkatkan
penghasilan mereka. Keuangan mikro adalah alat yang penting dalam strategi
pembangunan negara yang diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran
pembangunan ekonomi nasional. Walaupun Indonesia memiliki beraneka ragam
penyedia jasa keuangan mikro, namun kesenjangan antara permintaan dan
penawaran layanan keuangan mikro masih tetap ada. Sebagian besar keluarga di
Indonesia tidak memiliki akses layanan jasa keuangan, dimana sebagian besar
keluarga ini tinggal di wilayah pedesaan yang jumlah masyarakat miskinnya
tercatat paling tinggi (Ashari, 2006).
Selanjutnya menurut Setyarini (2008) keuangan mikro juga memiliki
beberapa prinsip kunci. Adapun prinsip-prinsip tersebut sebagi berikut :
1. Masyarakat miskin membutuhkan aneka ragam jasa keuangan, tidak
hanyapinjaman.
2. Keuangan mikro adalah instrumen yang berdaya guna untuk melawan
kemiskinan.
3. Keuangan mikro artinya membangun sistem keuangan untuk melayani
masyarakat miskin.
4. Keberlanjutan keuangan sangat diperlukan agar mampu menjangkau orang
miskin dalam jumlah besar
5. Keuangan mikro itu mengenai pembangunan lembaga keuangan lokal yang
6. Kredit mikro tidak selau merupakan jawaban. Kredit mikro tidak sesuai bagi
setiap orang atau setiap situasi.
Prinsip- prinsip di atas menunjukan bahwa sebagaimana halnya dengan
banyak orang lainnya, orang miskin juga membutuhkan berbagai macam jasa
keuangan yang nyaman, fleksibel, dan penetapan harga yang wajar. Tergantung
keadaan mereka orang miskin tidak saja membutuhkan kredit, tetapi juga
tabungan, transfer uang, dan asuransi. Akses terhadap jasa keuangan
berkelanjutan memungkinkan masyarakat miskin meningkatkan pendapatan,
meningkatkan aset, dan mengurangi kerentanan mereka terhadap goncangan
eksternal. Keuangan mikro memungkinkan rumah tangga berpendapatan rendah
untuk beralih dari sekedar perjuangan untuk bertahan hidup dari hari ke hari
menuju perencanaan masa depan, peningkatan kondisi kehidupan, serta
peningkatan kesehatan dan pendidikan anak-anak.
A. Lembaga Keuangan Mikro
Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997) dalam
Wijono (2004), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil
kepada warga miskin untuk membiayai kegiatan produktif yang dia kerjakan
sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli
terhadap diri sendiri dan keluarganya. Lembaga keuangan yang terlibat dalam
penyaluran kredit mikro ini umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Menurut Asian Development Bank (ADB) dalam Ashari (2006), lembaga
keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga yang menyediakan jasa
penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa
(payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin
dan pengusaha kecil (insurance to poor and low-income households and their
microenterprises). Selain itu, terdapat tiga hal yang penting dalam LKM, yang
pertama adalah menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan. Keuangan mikro
dalam pengalaman tradisional masyarakat Indonesia seperti lumbung desa,
lumbung pitih nagari dan sebagainya menyediakan pelayanan keuangan yang
beragam seperti tabungan, pinjaman, simpanan, deposito maupun asuransi.
mikro muncul dan berkembang akibat dari permasalahan mengenai sulitnya
masyarakat kelas menengah kebawah untuk mengakses modal dari lembaga
keuangan konvensional. Ketiga, menggunakan prosedur dan mekanisme yang
fleksibel. Hal ini merupakan konsekuaensi dari masyarakat yang dilayani
sehingga prosedur dan mekanisme yang dikembangkan oleh sistem keuangan
mikro akan selalu kontekstual dan fleksibel.
Selanjutnya, merujuk pada Prabowo (2001) dalam Ashari (2006) bentuk
LKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2)
lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber
informal misalnya pelepas uang atau rentenir. Hal lain yang perlu diperhatikan
dari LKM adalah LKM dikembangkan berdasarkan semangat untuk membantu
dan memfasilitasi masyarakat miskin, baik untuk kegiatan konsumtif ataupun
kegiatan yang produktif keluarga miskin tersebut. Berdasarkan fungsinya, maka
jasa keuangan mikro yang dilaksanakan oleh LKM memeiliki ragam yang luas
yaitu dalam bentuk kredit dan pembiayaan lainya.
B. Usaha kecil Mikro dan Menengah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 seperti yang dikutip
oleh Ahlam (2005) mengenai UKM terdapat beberapa kriteria yang dipergunakan
untuk mendefinisikannya yaitu usaha mikro, kecil dan menengah. Usaha mikro
adalah usaha produktif milik orang perorang dan atau badan usaha perorangan
yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur oleh undang-undang.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah datau usaha besar yang
memenihi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
Pelaku usaha kecil dan mikro adalah individu atau kelompok yang
melakukan kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Aktor-aktor yang terlibat dalam
usaha ini mayoritas adalah masyarakat kelas menengah kebawah yang tidak
memiliki modal yang cukup besar untuk mendirikan suatu usaha yang berskala
usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti, tempat usahanya tidak
selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat, belum melakukan
administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan
keuangan keluarga dengan keuangan usaha, sumber daya manusianya
(pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai, tingkat
pendidikan rata-rata relatif sangat rendah, umumnya belum akses kepada
perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non
bank.
Pembahasan usaha kecil mengenai pengelompokan jenis usaha yang
meliputi usaha industri dan usaha perdagangan. Pengertian tentang usaha kecil
dan menengah (UKM) tidak selalu sama, tergantung konsep yang digunakan.
Mengenai pengertian atau definisi usaha kecil ternyata sangat bervariasi. Dalam
definisi tersebut mencakup sedikitnya dua aspek yaiu aspak penyerapan tenaga
kerja dan aspek pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang
diserap dalam kelompok perusahaan tersebut.
Mengacu Undang-undang Nomor 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat
dari segi keuangan dan modal yang dimilikinya adalah:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak dua ratus juta rupiah (tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)
2. Memiliki hasil penjualan paling banyak satu miliar per tahun
Definisi atau kriteria yang digunakan untuk usaha kecil dan usaha
menengah di Indonesia sampai saat ini dirasakan sudah tidak sesuai dengan
kondisi dunia usaha, serta kurang dapat digunakan sebagai acuan oleh instansi dan
institusi lain, sehingga masing-masing institusi menggunakan definisi yang
berbeda.
C. Peranan UMKM dalam Bidang Sosial
Menurut Clapham (1991), tujuan sosial dari UMKM sekurang-kurangnya
untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimum, yaitu menjamin kebuutuhan
dasar rakyat. Sadoko (1995) juga menegaskan peranan usaha kecil tidak hanya
menyediakan barang-barang dan jasa bagi konsumen yang berdaya beli rendah,
usaha kecil juga menyediakan bahan baku atau jasa bagi usaha menengah dan
besar, termasuk pemerintah lokal. Karena itu, perlu ditekankan disini bahwa
perusahaan besar membutuhkan perusahaan kecil, karena alasan-alasan ekonomi,
sebagai pemasok misalnya, dan pembeli produk dan penyedia berbagai jasa.
Peranan UMKM untuk kepentingan konsumen berpendapatan rendah
penting untuk menjamin persediaan barang bermutu sederhana bersangkutan, dan
pada harga yang terjangkau. Dapat dikatakan bahwa perusahaan kecil
memberikan sumbangan yang sangat penting dalam bentuk turut menurunkan
biaya hidup bagi kelompok-kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
Umumnya, karena itu perusahaan kecil dan menengah memberikan sumbangan
yang besar dari segi kedaulatan konsumen (Clapham, 1991).
Selain berperan dalam kedaulatan konsumen, UMKM memiliki peranan
yang sangat berarti dalam hal penciptaan lapangan kerja. Clapham (1991)
menyebutkan bahwa lebih dari 75 persen lapangan kerja di luar sektor pertanian di
negara sedang berkembang diciptakan oleh perusahaan kecil dan menengah di
sektor industri pengolahan, perdagangan, dan selebihnya di sektor jasa.
Mendukung pernyataan tersebut, Rahmana (2009) juga menyatakan bahwa
hampir 90 persen daritotal usaha yang ada di dunia merupakan kontribusidari
UKM. Kontribusi UKM terhadap penyerapan tenaga kerja, baik di negara maju
maupun negara berkembang, termasuk Indonesia, mempunyai peranan yang
signifikan dalam penanggulangan masalah pengangguran.
Berdasarkan fakta tersebut, Tambunan (2001) menyebutkan bahwa UKM
juga mampu mereduksi ketimpangan pendapatan terutama di negara-negara
berkembang. Melihat peranan UKM yang sangat signifikan dalam penciptaan
kesempatan kerja dan nilai tambah seperti yang telah diungkapkan sebelumnya,
mendukung pendapat bahwa UKM mampu memberikan manfaat sosial yaitu
mereduksi ketimpangan pendapatan (Sulistyastuti, 2004). Karena itu, sektor
perusahaan kecil dan menengah dipandang lembaga yang cocok untuk
D. Peranan UMKM dalam Bidang Ekonomi
Berdasarkan tujuan ekonomi yang hendak dicapai, UMKM dituntut untuk
dapat memanfaatkan sumber daya nasional menurut prinsip-prinsip ekonomi.
Karena itu, pengusaha dan negara mempunyai tugas pokok untuk memanfaatkan
semua faktor produksi (tenaga kerja, modal, dan tanah) untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang maksimum dan sesuai dengan kepentingan rakyat
(Clapham, 1991). Sadoko (1995) juga mengungkapkan bahwa usaha kecil
memberikan kontribusi yang tinggi sekitar 55 persen terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia di sektor-sektor perdagangan, transportasi, dan industri. Sektor
ini juga mempunyai peranan cukup penting dalam penghasilan devisa negara
melalui usaha pakaian jadi (garments), barang-barang kerajinan termasuk meubel
dan pelayanan bagi turis.
Rahmana (2009) menegaskan kembali bahwa UKM di Indonesia telah
menunjukkan perannya dalam penciptaan atau pertumbuhan kesempatan kerja dan
sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB). Kementrian Negara Koperasi dan UKM menyatakan bahwa pada tahun
2006-2007 kontribusi UKM dalam penciptaan nilai tambah nasional sebesar Rp
1.778,75 triliun atau sebesar 53,3 persen dari PDB nasional dengan laju
pertumbuhan PDB tahun 2005-2006 adalah sebesar 5,40 persen. Selain itu,
UMKM turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekspor non-migas.
Selama periode 1990-1995, UKM menyumbangkan rata-rata 40 persen dari total
ekspor. Sadoko (1995) juga mengungkapkan bahwa dalam hal perolehan devisa,
industri kecil menyumbang sekitar 15 persen dari seluruh nilai ekspor industri
yang ada.
2.1.2 Pengertian Modal Sosial
Konsep modal sosial memiliki pengertian yang berbeda-beda dikalangan
pakar ilmu ekonomi dan ilmu sosial. Masalah konsep kapital atau modal dalam
modal sosial bersumber pada beberapa keterbatasan dan referensi. Konsep kapital
dalam referensi ekonomi mempertimbangkan referensi bukan ekonomi yang
sering kali terbatas, konsep kapital dalam referensi ilmu sosial terlalu sedikit
keseragaman pengertian (Lawang 2004). Berikut adalah konsep modal sosial
menurut beberapa ahli :
A. Putnam
Menurut (Putnam 1993 dalam Vipriyanti 2007) modal sosial juga dapat
dilihat sebagi sekumpulan asosiasi di antara orang-orang yang mempengaruhi
produktivitas komunitas yang mencakup jaringan dan norma secara empirik
saling berhubungan dan saling memiliki konsekuensi ekonomi yang penting.
Modal sosial berperan di dalam memfasilitasi kerjasama dan koordinasi untuk
manfaat bersama bagi anggota-anggota asosiasi. Selanjutnya (Putnam, 2000
dalam Field 2003) memperkenalkan perbedaaan dua bentuk dasar modal sosial :
menjembatani (bridging) dan mengikat (bonding). Modal sosial yang
menjembatani cenderung bersifat menyatukan orang dari beragam ranah sosial
yang berbeda sedangkan modal sosial yang mengikat cenderung mendorong
identitas ekslusif dan mempertahankan homogenitas. Masing-masing bentuk
tersebut membantu menyatukan kebutuhan yang berbeda modal sosial yang
mengikat adalah sesuatu yang baik untuk menopang resipprositas spesifik dan
memobilisasi solidaritas, sambil pada saat yang sama menjadi semacam perekat
terkuat sosiologi dalam memelihara kesetiaan yang kuat di dalam kelompok dan
memperkuat identitas-identitas spesifik. Sementara hubungan-hubungan yang
menjembatani lebih baik dalam menghubungkan aset eksternal dan bagi
persebaran informasi da menjadi katalis sosiologi yang dapat membangun
identitas dan resiprositas yang lebih luas.
B. Fukuyama
Menurut Fukuyama (2007), menjelaskan modal sosial secara sederhana
bisa didefinisikan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang
dimiliki bersama diantara para anggota kelompok masyarakat yang
memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Jika anggota kelompok
tersebut mengharapkan para anggota kelompok berprilaku jujur dan terpercaya,
maka mereka akan saling mempercayai. Menurut Fukuyama (2007) bahwa
kepercayaan sangat bergantung dengan kekerabatan, kolektivitas, etnisitas dan
adalah penjelasan dari kekerabatan, kolektivitas, etnisitas dan keterampilan dalam
konsep Trust (Fukuyama, 2007) :
1. Kekerabatan, terkait pada hubungan seseorang dengan seseorang yang berasal
dari garis keturunan yang sama, terdapat hubungan keluarga. Seseorang akan
memiliki kepercayaan yang lebih kepada anak, adik, kakak, bapak, ibu yang
memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dibandingkan dengan seseorang
non-kerabat.
2. Kolektivitas, terkait dengan nilai kebersamaan yang memiliki rasa solidaritas
komunal yang tinggi dalam masyarakat cenderung memiliki kekuatan ketika
dihadapi suatu tekanan.
3. Etnisitas, terkait dengan persebaran etnik tertentu dalam suatu wilayah.
Dalam suatu wilayah dengan komunitas yang cenderung memiliki etnik
homogen maka mendukung komunitas tersebut menghadapi tekanan.
4. Keterampilan, terkait dengan keahlian yang dikuasai secara mendalam oleh
seseorang untuk membuat dan melakukan aktivitas yang tidak semua orang
mampu melakukannya.
Walaupun definisi modal sosial di kalangan para pakar ilmu ekonomi dan
ilmu sosial berbeda-beda, akan tetapi secara umum modal sosial memiliki tiga
unsur utama, yaitu ; (1) Kepercayaan ,(2) jaringan dan (3) Norma. Ketiga unsur
tersebut dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mengukut tingkat modal
sosial di suatu wilayah.
1. Kepercayaan
Dalam membangun ikatan sosialnya, modal sosial dilandasi oleh trust
(kepercayaan) sehingga modal sosial akan menjadi infrastruktur komunitas yang
dibentuk secara sengaja (Fukuyama, 2001 dalam Alfiasari, 2007). Kepercayaan
adalah rasa percaya yang terdapat di antara dua orang atau lebih untuk saling
berhubungan. Bagi sebagian analis sosial kepercayaan disebut sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari modal sosial dalam pembangunan dan juga menjadi
nyawa dari modal sosial tersebut. Kepercayaan adalah sesuatu yang terbangun
dari hubungan-hubungan sosial dimana terdapat peraturan yang dapat
dirundingkan dalam arti terdapat ruang terbuka dari peraturan-peraturan tersebut
Dharmawan 2002a, 2002b). Ada tiga hal utama yang saling terkait dalam
kepercayaan, yaitu : (1) hubungan antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam
hubungan tersebut adalah institusi, yang dalam hal ini diwakili oleh orang.
Seseorang percaya pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orang
dalam institusi tersebut bertindak. (2) Harapan yang terkandung dalam hubungan
tersebut, yang jika direalisasikan salah satu dari kedua belah pihak tersebut. (3)
Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud. Dengan
ketiga dasar tersebut kepercayaan dapat diartikan sebagai hubungan antara dua
pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau
kedua belah pihak melalui interaksi sosial (Lawang, 2004). Rasa percaya akan
mempermudah terbentuknya kerjasama. Semakin kuat rasa percaya kepada orang
lain maka akan semakin kuat juga kerjasama yang terjalin antara mereka.
Kepercayaan sosial muncul dari hubungan yang bersumber pada norma
resiprositas dan jaringan kerja dari keterkaitan warga negara (Lawang,2004).
Dengan adanya rasa saling percaya, tidak dibutuhkan aktivitas pengawasan
terhadap prilaku orang lain agar orang tersebut berprilaku sesuai dengan
keiinginan kita. Kepercayaan dapat dibangun, akan tetapi dapat juga hancur.
Demikian juga kepercayaan tidak dapat ditimbuhkan oleh salah satu sumber saja,
tetapi sering kali tumbuh berdasarkan pada hubungan teman atau keluarga
(Williamson, 1987 dalam Viprianty, 2007). Rasa percaya ditentukan oleh
homogenitas, komposisi, populasi dan tingkat keragaman. Ras percaya yang
tinggi ditemukan pada wilayah dengan ras dan komposisi populasi yang homogen
serta tingkat keberagaman rendah. Hasbullah (2006), menyatakan bahwa berbagai
tindakan kolektif yang didasari atas rasa saling percaya yang tinggi akan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai ragam bentuk dan dimensi
terutama dalam konteksmembangun kemajuan bersama.
.
2. Jaringan
Lawang (2004) menjelaskan, menjelaskan pengertian jaringan mengacu
pada hubungan sosial yang teratur, konsisten dan berlangsung lama, hubungan
tersebut bukan hanya melibatkan dua individu, melainkan banyak individu.
merefleksikan terjadinya pengelompokan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Michel (1999) dalam Lenggono (2007) mengemukakan bahwa, jaringan sosial
merupakan seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk diantara
kelompok orang, karekteristik hubungan tersebut dapat digunakan sebagai alat
untuk menginterpretasikan motif-motif prilaku sosial dari orang-orang yang
terlibat di dalamnya. Sementara Suparlan (1995) mengemukakan, bahwa jaringan
sosial merupakan proses pengelompokan yang terdiri atas sejumlah orang yang
masing-masing mempunyai identitas tersendiri dan dihubungkan melalui
hubungan sosial.
Setiap individu tersebut dapat memasuki berbagai kelompok sosial yang
terdapat di masyarakat dan menjalin ikatan sosial berdasarkan unsur kekerabatan,
keteanggaan, dan pertemanan (Lenggono 2007). Ikatan sosial tersebut dapat
berlangsung di antara mereka yang memiliki status sosial ekonomi. Setiap
individu akan melihat dirinya sebagai pusat dari jaringan yang dimilikinya, ikatan
sosial yang terbentuk merupakan sarana yang dapat menjembatani hubungan
diantara anggota jaringan tersebut. Dalam jaringan yang terbentuk tersebut,
hubungan sosial dan keanggotaanya dapat melampaui batas teritorial dan
keberadaan masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Lawang (2004) jika individu mempunyai mobilitas diri yang
tinggi untuk melakukan hubungan sosial yang lebih luas, ini berarti individu
tersebut akan memasuki sejumlah pengelompokan dan kesatuan sosial yang
sesuai dengan ruang, waktu, situasi dan kebutuhan atau tujuan yang hendak
dicapainya kemudian Lawang (2004) menambahkan keanggotaan individu dalam
suatu jaringan bersifat fleksibel dan dinamis, karena pada dasarnya setiap individu
sebagai makhluk sosial akan selalu terkait dengan jaringan sosial yang kompleks.
Bila sejumlah individu memasuki sejumlah jaringan sosial yang berbeda sesuai
dengan fungsi dan konteksnya, ia akan merefleksikan struktur sosial yang berbeda
pula. Struktur sosial bukan hanya pencerminan adanya keteraturan aturan dalam
satu jaringan sosial, melainkan juga menjadi sarana untuk memahami batas-batas
status peran, serta hal dan kewajiban individu yang terlibat dalam hubungan sosial
dalam suatu masyarakat, maka jaringan sosial dapat dibedakan menjadi tiga jenis
sebagai berikut :
1. Jaringan kekuasaan, yakni hubungan sosial yang terbentuk bermuatan
kepentingan kekuasaan
2. Jaringan kepentingan, yakni hubungan sosial yang membentiknya adalah
hubungan sosial yang bermuatan kepentingan sosial
3. Jaringan perasaan, yakni jaringan sosial yang terbentuk atas dasar
hubungan sosial yang bermuatan peran
3. Norma
Menurut (Dharmawan, 2002a; 2002b dalam Alfiasari, 2008) norma
merupakan sebuah pertanda dalam mendukung keberadaan kepercayaan antar
individu. Selain dibentuk oleh aturan-aturan tertulis misalnya dalam organisasi
sosial, dalam menjalin kerjasama sebuah interaksi sosial juga terkait dengan
nilai-nilai tradisional. Nilai-nilai-nilai yang dimaksud misalnya kejujuran, sikap menjaga
komitmen, pemenuhan kewajiban, dan ikatan timbal balik (Fukuyama, 2007).
Hasbullah (2006), mengartikan norma sebagai sekumpulan aturan yang
diharapkan dipatuhi dan diikuti masyarakat pada entitas sosial tertentu.
Norma-norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku yang
tumbuh dalam masyarakat. Norma-norma tersebut biasanya terinstitusionalisasi
dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu
yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan
kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tetapi dipahami oleh setiap anggota
masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks
hubungan sosial.
Lawang (2004), mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan
dan kepercayaan. Kalau struktur jaringan tersebut terbentuk karena pertukaran
sosial yang terjadi antara dua orang atau lebih, sifat norma kurang lebih sebagai
berikut :
1. Norma itu muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya jika
pertukaran tersebut hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran
muncul disini, bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja. Norma muncul
karena beberapa kali pertukaran yang saling menguntungkan dan ini dipegang
terus menjadi sebuah kewajiban sosial yang harus terpelihara.
2. Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma manyangkut keuntungan yang
diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar norma ini
yang berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak,
akan diberi sanksi negatif yang keras.
3. Jaringan yang terbina menjamin keuntungan kedua belah pihak secara
merata, akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar prinsip
keadilan akan dikenakan sangsi yang keras juga.
2.1.3 Pengertian Kredit
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang
berarti kepercayaan. Oleh karena itu, dasar dari kredit ialah kepercayaan.
Seseorang yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit di masa
mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa
yang dijanjikan itu dapat berupa uang, barang, atau jasa (Suyanto, 2007).
Pengertian kredit menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan
adalah penyadiaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan kesepakatan pinjam-meminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Kredit juga dapat diartikan sebagai hak untuk menerima pembayaran atau
kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu
yang akan datang karena penyerahan barang-barang yang sekarang (Kent dalam
Ramadhini 2008). Berdasarkan beberap pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa unsur yang terkandung dalam kredit (Suyatno, 2007) adalah :
1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi yang di
berikannya baik dalam bentuk uang, barang maupu jasa kan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan
datang.
2. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi
3. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima di kemudian hari. Adanya unsur resiko
ini menyebabkan adanya jaminan dalam pemberian kredit.
4. Prestasi, yaitu objek kredit baik berupa uang, barang ataupun jasa.
A. Tujuan dan Fungsi Kredit
Pada dasarnya pemberian kredit dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan yang terwujud dalam bentuk bunga yang diterima. Namun, tujuan
pemberian kredit disesuaikan juga dengan tujuan negara yaitu untyuk mencapai
masyarakat adil dan makmur. Pemberian kredit untuk usaha yang produktif
diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi, pendapatan dan kesempatan
kerja yang secara langsung dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat (Suyatno,
2007). Suyatno (2007) manyimpulkan fungsi kredit sebagai berikut :
1. Kredit dapat meningkatkan daya guna uang
Pemilik uang dapat meminjamkan uangnya sebagai kredit kepada
pengusaha atau menyimpan uangnya pada lembaga keuangan lalu uang
tersebut diberikan diberikan sebagai kredit peinjaman kepada perusahaan
yang digunakan untuk mengembangkan usahanya. Dengan cara ini berarti
uang tersebut lebih berguna dari pada disimpan saja
2. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu-lintas uang
Adanya transaksi penyaluran dan pembayaran kredit menyebabkan
peredaran uang meningkat
3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang
Pemberian kredit kepada pengusaha dapat meningkatkan kemampuan
produksi sehingga daya guna barang makin menigkat. Selain itu, adanya
penjualan dan pembelian barang secara kredit juga meningkatkan
peredaran barang.
4. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi
Peran kredit dalam menjaga kestabilanekonomi terlihat dari penyaluran
kredit pada sektor yang produktif umtuk meningkatkan produksi sehingga
5. Kredit dapat meningkatkan gairah berusaha
Bantuan kredit dapat mengatasi kendala modal yang dihadapi pengusaha
sehingga pengusaha dapat meningkatkan usahanya.
6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan. Penyaluran kredit
kepada pengusaha memberi kesempatan untuk peningkatan skala usaha
yang diikutu oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja.
Selain itu, fungsi kredit dapat dilihat dari sudut pandang dunia usaha dan
lembaga keuangan (Dendawijaya dalamRamadhini 2008) yaitu :
1. Bagi dunia usaha (termasuk usaha kecil). Kredit berfungsi sebagai sumber
permodalan untuk menjaga kelangsungan atau meningkatka usahanya.
Pengembalian kredit wajib dilakukan tepat waktu yang diharapkan
diperoleh dari keuntungan usahanya
2. Bagi lembaga keuangan (termasuk LKM). Kredit berfungsi untuk
menyalurkan dana masyarakat kepada dunia usaha.
B. Kredit Mikro
Pengertian dari kredit mikro sangat terkait dengan pengertian usaha mikro.
secara universal pengertian kredit mikro adalah definisi yang dicetuskan dalam
pertemuan The World Summit in Microcredit di Washington pada tanggal 2-4
Februari 1997 yaitu program atau kegiatan memberikan pinjaman yang jumlahnya
kecil kepada masyarakat golongan kelas menengah ke bawah untuk kegiatan
usaha meningkatkan pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus dirinya
sendiri dan keluarganya (The World Summit in Microcredit , 2007 dalam
Ramadhini, 2008).
Usaha kredit mikro adalah suatu istilah lain dari micro credit. Ada banyak
pihak yang mencoba mendefinisikan kredit mikro. Berikut ini beberapa di
antaranya. Grameen Banking (2003) dalam Ramadhini (2008) mendefinisikan
kredit mikro sebagai pengembangan pinjaman dalam jumlah kecil kepada
pengusaha yang terlalu lemah kualifikasinya untuk dapat mengakses pada
pinjaman dari bank tradisional. Calmeadow (1999) mengartikan kredit mikro
sebagai arisan pinjaman modal untuk mendukung pengusaha kecil dalam
pengembalian. Pinjaman diberikan untuk melayani modal kerja sehari-hari,
sebagai modal awal untuk memulai usaha, atau sebagai modal investasi untuk
membeli asset tidak bergerak. Pada umumnya, kredit mikro melayani area
geografi tertentu atau masyarakat tertentu. Dana awalnya diberikan sebagai
jawaban terhadap kebutuhan dari kelompok tertentu seperti wanita, pendatang
baru, anak-anak, dan orang cacat. Kebanyakan usaha kredit mikro menawarkan
beberapa bentuk dari bantuan teknis, seperti pelatihan usaha kecil, pertukaran
pengalaman di antara anggota, dan peluang jejaring.
Tabel 2. Kriteria Kredit Mikro
Kriteria Besaran
Ukuran Pinjaman kecil atau sangat kecil
Kelompok sasaran Pengusaha kecil (sektor informal)
Keluarga berpendatan rendah
Penggunaan Meningkatkan pendapatan
Pengembangan usaha
Waktu dan persyaratan Kegaitan social
Fleksibel
Disesuaikan dengan kondisi persyaratan
Sumber : Bank Indonesia, 2006 dalam Ramadhini (2008)
Selanjutnya, Calmeadow menjelaskan bahwa struktur kepemilikan dana
pinjaman kredit mikro amat bervariasi. Umumnya kredit mikro dimiliki secara
campuran antara dana publik dengan investasi swasta. Kredit mikro juga dapat
beroperasi secara independen, bagian integral dari program pengembangan
masyarakat ekonomi, atau suatu program yang merupakan bagian dari bank
komersial. Pada kenyataanya kredit mikro telah terbukti secara efektif dan popular
dalam upaya mengatasi kemiskinan (Grameen Banking, 2003 dalam Ramadhini,
2008). Meskipun pada awalnya kredit mikro lahir sebagai suatu terobosan bagi
penyediaan jasa keuangan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak
memiliki akses ke system keuangan modern. Dalam perkembangannya, konsep
pembiayaan usaha kecil, tetapi lebih dari itu, sebagai suatu pendekatan dalam
pembangunan ekonomi (Sabirin, 2001).
C. Tahapan Kredit Mikro
Tahapan pemberian kredit pada dasarnya dikatagorikan menjadi tiga tahap
yakni : rescue, recovery dan development (Wardoyo, 2006). Pengkatagorian
tersebut didasarkan pada perkembangan usaha kecil mikro yang dilakukan oleh
pelaku usaha. Pada saat tahap awal pendirian usaha, pelaku usaha kecil mikro
membutuhkan jumlah dana yang tidak terlalu banyak dan dana tersebut digunakan
sebagai dana pencetus atau sebagai modal awal untuk menjalankan suatu usaha.
Tahap tersebut dinamakan dengan tahap rescue. Tahap rescue adalah tahap yang
membutuhkan modal awal atau dana pencetus untuk memulai suatu usaha .
Setelah melewati tahap rescue usaha yang dijalankan sudah mulai berjalan
beberapa lama dan membutuhkan dana lain sebagai pelengkap atas
kekurangan-kekurangan yang dialami selama tahap rescue. Tahap tersebut dinamakan dengan
tahap recovery yakni tahap yang membutuhkan dana lain sebagai pelengkap atas
kekurangan dalam menjalankan usaha selama tahap rescue Tahap yang terakhir
adalah tahap development yakni tahap yang dilalui usaha untuk mulai melakukan
pengembangan agar usaha tersebut dapat bertahan cukup lama dan pada tahap
tersebut membutuhkan dana yang digunakan untuk pengembangan usaha dan
2.2 Kerangka Pemikiran
Dalam memandang permasalahan keuangan mikro aspek sosial tidak bisa
kesampingkan begitu saja karena aspek sosial juga memiliki peranan yang cukup
penting. Aspek sosial yang dimaksud di sini adalah modal sosial. Berdasarkan hal
tersebut maka hal yang layak untuk diangkat adalah masalah perolehankredit atau
modal finansial oleh pelaku usaha kecil terhadap Lembaga Keuangan Mikro.
Seperti yang telah diketahui bahwa modal sosial yang terdiri dari tiga pilar
utama diantaranya kepercayaan, norma dan jaringan. Kepercayaan disini ditandai
dengan adanya posisi dan status sosial seseorang karena seseorang akan memiliki
peran dan pengaruh yang besar jika dia memiliki posisi dan status yang tinggi
dalam suatu masyarakat dan jika orang tersebur memiliki peran dan pengaruh
yang besar maka anggota masyarakat lain akan cenderung memiliki kepercayaan
yang tinggi terhadap orang tersebut. Selain itu, kepercayaan ditandai juga dengan
adanya keterampilan. Artinya seseorang yang memiliki keterampilan yang lebih
akan cenderung dipercaya oleh orang lain. Komponen lain dari modal sosial
adalah jaringan. Kepercayaan juga ditandai dengan kekerabatan karena seseorang
akan lebih mempercayai anggota kerabatnya dibandingkan dengan orang lain.
Jaringan ditandai dengan basis jaringan dan tingkat interaksi. Basis
jaringan disini bisa dikatakan seperti hubungan pertemanan atau pun
pertetanggaan. Selain itu jaringan ditandai dengan adanya tingkat interaksi. Suatu
jaringan sosial di dalam suatu masyarakat sangat ditentukan oleh tingkat interaksi
dari masyarakat tersebut artinya jaringan sosial tidak akan muncul jika tidak ada
interaksi dari masing-masing anggota masyarakat. Komponen yang terakhir dari
modal sosial adalah norma. Norma ditandai dengan ketaatan terhadap aturan
tertulis maupun yang tidak tertulis karena jika seseorang menjadi orang yang taat
kepada aturan-aturan yang berlaku dimasyarakat baik itu aturan yang tertulis
ataupun yang tidak tertulis maka orang tersebut akan menjadi lebih dipercaya oleh
anggota masyarakat lain.
Ketiga pilar tersebut memiliki hubungan pengaruh terhadap tahapan
perolehan kredit mikro yang terdiri dari rescue, recovery dan development.
Masing masing dari tingkatan tersebut memiliki porsi kredit yang berbeda. Rescue
pada taraf menengah dan development merupakan tahapan yang berada pada taraf
yang tinggi.
MODAL SOSIAL
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengaruh Modal Sosial Terhadap Perolehan
Kredit Mikro
Keterangan : Hubungan pengaruh Kepercayaan
Kekerabatan Posisi dan Status
Sosial
Keterampilan
Norma
Ketaatan terhadap norma
Aturan Tertulis Aturan Tidak
Tertulis Jaringan
Basis jaringan Tingkat interaksi
Tingkatan perolehan kredit mikro
2.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Diduga semakin kuat modal sosial ( kepercayaan, jaringan, norma) maka
tahapan kredit yang diperoleh semakin tinggi.
2. Diduga kepercayaan memiliki pengaruh yang paling besar di antara kedua
komponen modal sosial lainnya dalam tahapan perolehan kredit
2.4 Definisi Operasional
1. Kepercayaan adalah ada atau tidak adanya perasaan yakin bahwa orang lain
akan memberikan respon sebagaimana yang diharapkan dan akan saling
mendukung atau setidaknya orang lain tidak akan bernaksud merugikan.
Pengukuran kepercayaan dilihat melalui pernyataan yang berhubungan
dengan kekerabatan, status dan posisi sosial, keterampilan.
a) Kekerabatan adalah hubungan sosial yang memiliki unsur
kekeluargaan seperti ayah, Ibu, anak, adik, kakak dan saudara.
Penilaian kekerabatan menggunakan skor yakni :
Jika pihak pelaku usaha memiliki hubungan kekerabatan
dengan LKM Bina Usaha Mandiri (skor = 1) Jika pihak pelaku usaha tidak memiliki hubungan
kekerabatan dengan LKM Bina Usaha Mandiri (skor = 0)
b) Status dan posisi sosial dilihat dari peran dan pengaruh yang dimiliki
oleh pelaku usaha kecil dan dipandang penting bagi warga sekitar
seperti jabatan yang bersifat formal maupun informal. Penilaian
status dan posisi sosial menggunakan skor yakni :
Jika pihak pelaku usaha memiliki status dan posisi sosial
yang tinggi ( skor = 1)
Jika pihak pelaku usaha tidak memiliki status dan posisi
c) Keterampilan yakni kemampuan yang dimiliki pelaku usaha kecil
dalam menjalankan usaha kemampuan tersbut diperoleh melalui
pelatihan dan pengalaman dalam menjalankan usaha. Ketetarpulan
diukur berdasarkan 2 kategori yaitu : Tinggi : skor 5-8
Rendah : skor 0-4
2. Jaringan adalah struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individual
atau organisasi. Jejaring ini menunjukan jalan dimana mereka berhubungan
karena kesamaan sosialitas, mulai dari mereka yang dikenal sehari-hari
sampai dengan keluarga. Pengukuran jaringan sosial dilihat melalui
pernyataan yang berhubungan dengan basis jaringan dan tingkat interaksi
responden.
a) Basis jaringan adalah latar belakang penyeban terbentuknya
jaringan sosial bisa disebkan oleh hubungan pertetangaan dan
hubungan pertemanan. Penilaian skor basis jaringan menggunakan
skor yakni :
Jika pihak pelaku usaha kecil bisa mendapatkan kredit atas dasar pertetanggaan dan pertemanan (skor = 1)
Jika pihak pelaku usaha kecil bisa mendapatkan kredit bukan
atas dasar pertetanggaan dan pertemanan (skor = 0)
b) Interaksi adalah bisa dilihat melalui interaksi yang bersifat
langsung seperti intetnsitas berkomunikasi. Penilaian interaksi
dibagi menjadi 2 katagori yakni : Tinggi : skor 4-6
Rendah : skor 0-3
3. Norma adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu
kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu. Pengukuran norma
sosial dilihat melalui pernyataan yang berhubungan dengan ketaatan
responden terhadap norma yang berlaku baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis.
a) Ketaatan terhadap aturan tertulis yaitu ketaatan responden
bersama-sama dan dan bersifat tertulis. Penilaian ketaatan
terhadap aturan tertulis dibagi menjadi 2 katagori yakni : Tinggi : skor 4-6
Rendah : skor 0-3
b). Ketaatan terhadap aturan tidak tertulis yaitu ketaatan responden
dalan menjalankan nilai-nilai tradisional yang bersifat tidak
tertulis. Penilaian ketaatan terhadap aturan tidak tertulis dibagi
menjadi 2 katagori yakni : Tinggi : skor 4-6 Rendah : skor 0-3
4. Tahapan perolehan kredit mikro adalah tahapan-tahapan yang terdapat pada
proses pengajuan dana atau kredit oleh pihak pelaku usaha kecil dengan
pihak lembaga keuangan mikro yang bersangkutan. Adapaun
tahapan-tahapan tersebut dinilai dari kisaran jumlah dana yang dapat diperoleh
yakni sebagai berikut :
a) Rescue > Rp 200 ribu (skor 1)
BAB III
PENDEKATAN LAPANG
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pelaku usaha kecil mikro di Kelurahan
Pasirmulya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Waktu penelitian dimulai sejak
tanggal 10 Juli sampai dengan 15 Agustus 2011. Penelitian yang dimaksud
mencakup waktu sejak peneliti di daerah peneltian di luar pengumpulan dan
pengolahan data, hingga penyusunan draft skripsi.
Penentuan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja), dengan
pertimbangan di Kelurahan Pasir Mulya terdapat Lembaga Keuangan Mikro Bina
Usaha Mandiri yang memayungi sebagian besar pelaku usaha kecil mikro di
Kelurahan Pasir Mulya Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuisioner yang disebarkan
kepada responden. Selain itu dilengkapi dengan wawancara mendalam dengan
sejumlah responden dan informan. Data sekunder diperoleh dari
dokumen-dokumen dan pustaka berbagai sumber yang berhubungan dengan tujuan
penelitian. Sumber-sumber tersebut antara lain adalah dokumen tentang profil
Kelurahan Pasirmulya, khususnya RW 02 yang diperoleh dari Kantor Kelurahan
Pasirmulya serta dokumen-dokumen dan pustaka yang berasal dari berbagai
sumber yang berhubungan dan menunjang penelitian.
3.3 Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah warga Kelurahan Pasirmulya,
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor yang menjadi pelaku usaha berskala kecil
dan mikro. Unit analisis pada penelitian ini adalah individu. Penelitian ini akan
difokuskan pada RW 02, yaitu RW yang sebagian besar pelaku usaha kecil berada
penentuan jumlah responden akan dilakukan dengan menggunakan batasan
minimal jumlah responden yakni sebesar 30 responden sampel (Singarimbun
2006) . Selanjutnya, untuk menentukan responden terpilih dilakukan simple
random sampling yakni sebuah sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga
tiap unit penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan
yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun 2006). Kerangka sampling
dalam penelitian ini dibentuk berdasarkan jumlah pelaku usaha kecil yang
memperoleh dana dari LKM Bina Usaha Mandiri yakni sebanyak 60 orang
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil wawancara menggunakan
kuesioner dikumpulkan dan dibuat kategori, kemudian dilakukan pengkodean
(coding). Data hasil kuisioner terhadap responden diolah dengan menggunakan
program Statistical Program for Social Sciences (SPSS version 16.0) dan
Microsoft Excel 2010. Data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini
dianalisis secara kualitatif dan disajikan dalam bentuk naratif dan deskriptif.
Data-data lain yang diperoleh dalam bentuk arsip, dokumen hasil wawancara, dan
literatur lainnya direduksi sesuai kebutuhan penelitian.
Tahap selanjutnya ialah interpretasi yang dilakukan secara induktif, yaitu
berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan. Analisis data kuantitaftif
dilakukan dengan cara membuatnya menjadi tabulasi silang dan tabel frekuensi.
Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar
variabel yang konsisten serta informasi-informasi penting lainnya yang datang
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Luas Wilayah
Kelurahan Pasir Mulya merupakan salah satu Kelurahan yang termasuk ke
dalam wilayah Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Dengan luas wilayah 42,99
Ha. Jarak Kelurahan Pasir Mulya dari pusat Pemerintahan Kecamatan adalah 9
Km Jarak Kelurahan Pasir Mulya dari pusat Pemerintahan Kota adalah 5 Km
Jarak Kelurahan Pasir Mulya dari ibu kota negara adalah 60 Km.
Berdasarkan letak administratif, Kelurahan Pasir Mulya berbatasan dengan
Kelurahan Pasir Jaya di sebelah utara, Kelurahan Ciomas Rahayu di sebelah
selatan, Kelurahan Gunung Batu di sebelah barat dan Kelurahan Pasir Kuda di
sebelah timur. Kondisi topografi Kelurahan Pasir Mulya secara umum adalah
berupa dataran rendah. Kelurahan Pasir Mulya memiliki tingkat curah hujan yang
cukup tinggi yaitu sekitar 4.000-4.500 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata
sekitar 360 C -380 C
4.2 Kondisi Sarana dan Prasarana
Dilihat dari jumlah sarana dan prasarana, Kelurahan Pasir Mulya memiliki
sarana yang memadai. Hal ini dikarenakan letak Kelurahan yang cukup dekat
dengan pusat pemerintahan kota,. sehingga sarana kesehatan, pendidikan dan
ekonomi dapat dengan mudah didapat masyarakat.
Bangunan rumah penduduk Kelurahan Pasir Mulya seluruhnya berjumlah
983 buah. Kondisi rumah penduduk dapat dilihat pada Tabel 3. Adapun jenis
rumahnya yaitu rumah permanen, semi permanen dan non permanen. Rumah
permanen adalah rumah yang bersifat tahan lama, rumah semi permanen adalah
rumah yang bersifat tidak terlalu tahan lama dan rumah non permanen adalah
rumah yang tidak tahan lama Sebagian rumah yang terdapat di Kelurahan Pasir
Tabel 3 Jumlah dan Persentase Rumah Penduduk Kelurahan Pasir Mulya Menurut Kondisi Bangunan Tahun 2010
No Jenis Bangunan Jumlah (Unit) (%)
1 Rumah Permanen 495 50,35
2 Rumah Semi Permanen 450 45,78
3 Rumah Non Permanen 38 3,87
Total 983 100,00
Sumber : Data Monografi Kelurahan Pasir Mulya (2010)
Kelurahan Pasir Mulya juga memiliki sarana pendidikan yang cukup baik,
mulai dari TK sampai tingkat SMP sementara untuk tingkat pendidikan SMA
Kelurahan Pasir Mulya belum memiliki, sehingga jika orang tua ingin
menyekolahkan anaknya ke tingkat SMA harus ke pusat kota akan tetapi jarak
antara Kelurahan Pasir Mulya dengan SMA terdekat hanya sekitar 1 km sampai 3
km dimana jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh. Untuk melihat jumlah dan
jenis sekolah yang terdapat di Kelurahan Pasir Mulya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah dan Jenis Sarana Pendidikan Kelurahan Pasir Mulya Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2010
Jenis Sarana Pendidikan Jumlah
TK 3
SD/MI 3
SMP/MTS 2
SMA 0
Total 9
Sumber : Data Monografi Kelurahan Pasir Mulya (2010)
Untuk memelihara kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan balita, terdapat
6 posyandu madya yang mengadakan pemeriksaan sebulan sekali, dan untuk
menjaga kesehatan para lansia juga terdapat 2 posyandu lansia. Selin itu, untuk
memelihara kesehatan para penduduk di Kelurahan Pasir Mulya juga terdapat satu
Puskesmas dengan tenaga dokter sebanyak dua orang, tenaga perawat empat
orang dan tenaga bidan dua orang. Di Kelurahan Pasir Mulya juga terdapat
dokter gigi. Sementara untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat
sebagian telah menggunakan sarana air bersih yang berasal dari PDAM yaitu
sebanyak 576 rumah, sedangkan yang menggunakan sumur gali sebanyak 36
rumah. Selain itu di Kelurahan Pasir Mulya juga terdapat tiga buah mata air dan
jamban umum/MCK yang dapat digunakan oleh masyarakat sebanyak tiga buah.
Tabel 5 Jumlah Sarana Perdagangan yang Terdapat di Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2010
Sumber : Data Monografi Kelurahan Pasir Mulya (2010)
Kelurahan Pasir Mulya belum mempunyai sarana belanja berupa pasar.
Akan tetapi hal ini bukan merupakan suatu kendala untuk melakukan perdagangan
darang dan jasa karena masyarakat dapat dengan mudah melakukan kegiatan
tersebut di warung dan toko yang banyak tersedia di sekitar lingkungan mereka,
selain itu masyarakat juga menggunakan pasar yang terdapat di Kelurahan
tetangga ataupun dapat dengan mudah membeli segala macam keperluan
sehari-hari di supermarket yang letaknya tidak jauh dari Kelurahan Pasir Mulya. Adapun
jumlah sarana yang terdapat di Kelurahan Pasir Mulya dapat dilihat pada Tabel 5.
Sarana transportasi yang dapat digunakan oleh masyarakat Kelurahan
Pasir Mulya adalah transportasi darat, seperti mobil pribadi, angkutan umum,
sepeda motor, becak dan sepeda. Selain sarana dan prasarana yang telah
disebutkan di atas, Kelurahan Pasir Mulya juga memiliki sarana-sarana
pendukung lainya, seperti di bidang olahraga terdapat lapangan basket, lapangan
Pasir Mulya memiliki tiga buah industri sedang, dua buah industri kecil dan 20
industri rumah tangga. Sementara di bidang keagamaan Kelurahan Pasir Mulya
telam memiliki sarana yang memadai hal ini dapat dilihat dari jumlah masjid yang
terdapat di Kelurahan Pasir Mulya yaitu berjumlah 6 masjid, 7 mushallah, 7 majelis ta’lim dan satu pondok pesantren.
4.3 Kondisi Demografi
Pada tahum 2010 jumlah penduduk di Kelurahan Pasir Mulya sebanyak
4.676 jiwa terdiri dari 1.156 kepala keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki
sebnyak 2.396 jiwa dan perempuan berjumlah 2.280 jiwa. Jumlah penduduk di
Kelurahan Pasir Mulya berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6 .
Tabel 6 Jumlah Penduduk Kelurahan Pasir Mulya pada Tahun 2010 Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) (%)
Laki-laki 2396 51,24
Perempuan 2280 48,76
Total 4676 100,00
Sumber : Data Monografi Kelurahan Pasir Mulya (2010)
Kondisi tingkat pendidikan masyarakat di Kelurahan Pasir Mulya sudah
baik, ini ditunjukan dengan komposisi pendidikan penduduk yang sebgaian besar
merupakan penduduk yang berpendidikan tamatan SMA/sederajat. Selain itu di
Kelurahan Pasir Mulya sudah tidak ada lagi penduduk yang buta aksara. Untuk
melihat lebih jelas komposisi penduduk Kelurahan Pasir Mulya berdasarkan
tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7.
Sebanyak 497 orang mengecap pendidikan SD/MI lalu sebanyak 634
orang mengecap pendidikan pada tahhap SMP/SLTP/MTs lalu sebanyak 1621
orang mengecap pendidikan pada tahap SMA/Aliyah dan sebanyak 343 orang
mengecap pendidikan pada tahap Akademi/D1-D3 dan Sarjana hanya sebanyak
Tabel 7 Komposisi Penduduk Kelurahan Pasir Mulya Menurut Tingkat
Sumber : Data Monografi Kelurahan Pasir Mulya (2010)
Penduduk Kelurahan Pasir Mulya sebagian besar bekerja sebagai pegawai
swasta/BUMN/BUMD, yaitu sebesar 358 jiwa (14,28 persen), yang lainnya
adalah pensiunan (19,24 persen), pertukan ( 17,35 persen), pegawai negeri sipil
(14,28 persen), wiraswasta/pedagang (13,80 persen) dan sisanya sebesar tiga per
sen adalah TNI, POLRI dan lain-lain. Komposisi penduduk berdasarkan
pekerjaannya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Komposisi Penduduk Kelurahan Pasir Mulya Menurut Mata Pencaharian Utama Tahun 2010
Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) (%)
PNS 158 14,28
4.3 Lembaga Keuangan Mikro Bina Usaha Mandiri
Lembaga Keuangan Mikro Bina Mandiri Sejahtera merupakan Lembaga
Keuangan Mikro (LKM ) yang modalnya berasal dari warga RW 02 Kelurahan
Pasir Mulya baik dari anggota masyarakat dan para tokoh masyarakat. kegiatan
operasional LKM Bina Mandiri Sejahtera dimulai sejak bulan Agustus 2008.
Pada dasarnya LKM Bina Mandiri Sejahtera bertujuan untuk membantu warga
yang kekurangan modal usaha, yakni bagi warga yang mampu ikut dalam
penyimpanan dan warga yang tidak mampu melakukan penyimpanan dan juga
melakukan pinjaman.
Sistem peminjaman dilakukan secara bergulir artinya warga yang
melakukan peminjaman diberi tenggang waktu peminjaman yang telah ditentukan
oleh penguruh LKM Bina Mandiri Sejahtera yakni selama 3 bulan. Sistem
bergulir dilakukan dalam LKM Bina Mandiri Sejahtera karena keterbatasan dana
yang tersedia. Bagi warga yang melakukan peminjaman diberikan kartu putih
sebagai bukti penyetoran piutang dan bagi warga yang melakukan penyimpanan
diberikan kartu kuning. Keberadaan LKM Bina Mandiri Sejahtera memberikan
dampak yang positif bagi warga RW 02 Kelurahan Pasir Mulya. Banyak warga
yang mencoba melakukan kegiatan wirausaha kecil-kecilan misalnya membuka
toko kelontong, warung jajan, penjual makanan dan minuman keliling, usaha
kerajinan dan lain-lain. Selain itu keberadaan LKM Bina Mandiri Sejahtera juga
dapat meminimalisasikan warga untuk tidak meminjam dana pada Bank keliling
BAB V
KARATERISTIK RESPONDEN, KODISI EKONOMI DAN
MODAL SOSIAL
5.1 Karakteristik Pelaku Usaha Kecil
5.1.1 Usia/Umur
Pada umumnya tingkat produkfitas kerja seseorang ditentukan oleh usia
orang tersebut. Seseorang yang berumur terlalu tua meskipun dinilai memiliki
pengalaman kerja yang lebih banyak tidak akan bisa mengimbangi produktifitas
orang yang lebih muda karena dipengaruhi oleh kodisi fisik yang sudah tidak
prima lagi. Begitu pun dengan orang yang terlalu muda tidak akan bisa
mengimbangi produktifitas kerja orang yang lebih tua karena dipengaruhi oleh
faktor pengalaman dalam bekerja. Artinya seseorang yang terlalu tua dan terlalu
muda akan sangat sulit mencapai tingkat produktifitas kerja yang maksimal.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rusli (1995) bahwa penduduk usia kerja
didefinisikan sebagai peduduk yang berumur antara 10–64 tahun artinya untuk
seseorang yang berumur di bawah 10 tahun belum layak untuk bekerja dan untuk
seseorang yang berumur di atas 64 sudah tidak layak untuk bekerja.
Berkaitan dengan dengan hal tersebut pengelompokan umur responden
yang dalam hal ini adalah pelaku usaha kecil di Kelurahan Pasir Mulya dibagi
menjadi tiga kelompok yakni kelompok umur 27-36 tahun, kelompok umur 37-46
tahun dan kelompok umur 47-56 tahun. Pengelompokan itu didasarkan pada data
primer di lapangan yang menunjukkan bahwa umur pelaku usaha kecil yang
memperoleh dana dari LKM Bina Usaha Mandiri beragam mulai dari 27 hingga
55 tahun atau dengan kata lain pengelompokan tersebut didasarkan pada umur
terkecil dan terbesar dari responden. Klasifikasi responden berdasarkan umur
tersaji dalam Tabel 9.
Hasil di Tabel 9 menunjukan sebanyak 46 persen responden dengan
jumlah orang sebanyak 14 orang tergolong dalam kelompok umur 27-36 tahun
lalu sebesar 40 persen responden dengan jumlah orang sebanyak 12 orang
responden dengan jumlah orang sebanyak empat orang tergolong dalam kelompok
umur 47-56 tahun.
Tabel 9 Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur Kelurahan Pasir Mulya Tahun 2011
No Kelompok Umur Jumlah Orang (%)
1 27-36 Th 14 46
2 37-46 Th 12 40
3 47-56 Th 4 14
Total 30 100
Umur minimal responden yang menjadi sampel ada penelitian ini adalah
27 tahun sedangkan umur maksimal responden yang menjadi sampel penelitian ini
adalah 56 tahun. Meskipun penyebaran umur responden dalam penelitian ini tidak
seimbang yakni satu kelompok umur tertentu memiliki persentase yang jauh lebih
besar dibandingkan kelompok umur lain, namun jika merujuk pada pendapat
Rusli (1995) responden dalam penelitian ini 100 persen tergolong dalam
penduduk angkatan kerja yang aktif secara ekonomi (economically active
population).
5.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden yang dimaksud dalam penelitian ini diukur
berdasarkan tingkat pendidikan formal yang pernah diikuti. Kategori tingkat
pendidikan responden di Kelurahan Pasir Mulya terbagi menjadi lima kelompok
yaitu: tidak bersekolah, SD, SMP, SMA, dan responden yang berpendidikan
sampai pada tahap Universitas (D1,D2,D3,S1 dan lainnya).Data lengkap tentang
tingkat pendidikan petani responden disajikan dalam Tabel 10.
Mayoritas responden yang berprofesi sebagai pelaku usaha kecil adalah
mereka yang mengenyam pendidikan rata-rata hingga sekolah menengah atas
yakni sebanyak 11 orang responden dengan persentase sebesar 36 persen lalu
terdapat 7 orang responden dengan persentase sebesar 24 persen dapat mengecap
pendidikan sampai pada tahap sekolah dasar (SD). Sebanyak 9 orang responden