DIANA RUMONDANG
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Clouds affect the energy balance in atmosphere through absorbtion, reflection and solar radiation process. These processes affect albedo values and the cloud surface temperature. The differences between albedo values and surface temperature can be the indicator in cloud classification and can be the separation between the cloud covered area and non-cloud covered area. Terra MODIS L1B data can be used for classifying between cloud and non-cloud using reflectant information at wavelength 0.62 µm to 0.67 µm, 0.459 µm to 0.479 µm, and 0.545 µm to 0.565 µm and the extraction of surface temperature using wavelenght 10.780 µm to 11.280 µm dan 11.770 µm to 12.270 µm. Yet, before the classification process, it is needed to look at the response of each wave lenght to the same object at the same location. Cloud‟s surface temperature can be derived from canal 31 and canal 32. The error values of both canal are 1.7 K on Januari 1st 2008, 3.3 K on March 26st 2008, 1.7 K on November 2st 2008, 5.6 K on April 6st
2008, and 12.8 K on September 24st 2008. Albedo value can be derived from band 1, band 3, band 4 since
the values distribution pattern of all these canal are relatively in common. The results of the relation between reflectance bands and thermal bands show that the albedo approach method and surface temperature approach method can be used for clouds classification. The classification using albedo approach method is the based on the thickness of the clouds, while the surface temperature approach method is based on the height of clouds.
Awan berpengaruh terhadap keseimbangan energi di atmosfer melalui proses penyerapan, pemantulan, dan pemancaran energi matahari. Proses tersebut mempengaruhi nilai albedo dan suhu permukaan awan. Perbedaan nilai albedo dan suhu permukaan dapat menjadi suatu indikator dalam melakukan klasifikasi awan serta pemisahan antara daerah yang tertutup awan dan bebas awan. Data penginderaan jauh yaitu Terra MODIS L1B dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi awan dan bukan awan dengan menggunakan informasi reflektan pada panjang gelombang 0.62 µm sampai 0.67 µm, 0.459 µm sampai 0.479 µm, dan 0.545 µm sampai 0.565 µm dan ekstraksi suhu permukaan dengan menggunakan panjang gelombang 10.780 µm sampai 11.280 µm dan 11.770 µm sampai 12.270 µm. Namun sebelum dilakukan proses klasifikasi, perlu ditinjau terlebih dahulu respon masing-masing panjang gelombang terhadap suatu objek yang sama pada satu wilayah. Suhu permukaan awan dapat diturunkan dari kanal 31 dan kanal 32. Nilai error dari kedua kanal yaitu sebesar 1.7 K pada tanggal 1 Januari, 3.3 K pada 26 Maret 2008, 1.7 K pada 2 November 2008, 5.6 K pada 6 April 2008, dan 12.8 K pada 24 September 2008. Nilai albedo dapat diturunkan dari kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 karena mempunyai pola sebaran nilai yang relatif sama. Hasil dari hubungan antara kanal-kanal reflektan dan termal menunjukkan bahwa metode pendekatan albedo dan suhu permukaan dapat digunakan dalam pengklasifikasian awan. Klasifikasi yang didapat dengan menggunakan metode pendekatan albedo adalah klasifikasi berdasarkan ketebalan awan sedangkan dengan menggunakan metode suhu permukaan klasifikasi yang didapat adalah berdasarkan ketinggian awan.
DIANA RUMONDANG
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains
Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NRP : G24060702
Disetujui :
Pembimbing,
Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc NIP. 19730823 199802 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen,
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP. 19600305 198703 2 002
terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan Judul Penurunan Nilai Albedo dan
Suhu Permukaan dari Data Terra MODIS L1B untuk Klasifikasi Awan yang bertempat di
Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer.
Penulis menyadari dalam penyusunan ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Keluarga tercinta : Mama R. Nainggolan, Romulo Partogi, Roganda Simon yang telah memberikan doa dan semangat yang tiada henti hingga saat ini dan Bapak Alm. N. Sitanggang yang selalu memberikan kasihnya dari tempat yang jauh di sana.
2. Bapak Idung Risdiyanto, S.Si, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu pengetahuan, masukan, kritik, semangat, dan pengertian dalam penyelesaian skripsi.
3. BMKG Pusat atas bantuan data iklim dan KPSI IPB atas izinnya dalam mengunduh data penelitian. 4. Bapak Bambang Dwi Dasanto, S.Si, M.Si selaku pembimbing akademik.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey selaku ketua bagian Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer atas masukannya untuk mengunduh data di KPSI.
6. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku ketua departemen Geofisika dan Meteorologi atas bantuan dalam menyelesaikan perkuliahan.
7. Staf dosen, Mas Azis, Pak Jun, Pak Pono atas pengertiannya dalam peminjaman buku perpustakaan, Mbak Wanti, Mbak Icha, Pak Kaerun, Pak Udin.
8. Senior-senior GFM : 1) Tigin, Nizar, Bang Ode, Bang Obeth, Kak Bayu, Kak Yunus atas bantuannya dalam hal mengunduh dan mengolah data serta hal lain terkait penelitian.
9. Teman-teman GFM 43 (Anang, Ariyani, Devi, Dipa, Egi, Eno, Fajar, Gema, Icha, Isa, Legran, Lutfi, Maya, Ray, Ridwan, Rika, Sarah, Tara, Titik, Uji, Uti, Willy, Yuli, dan Zahe) atas kebersamaan selama kuliah serta GFM ‟44 dan „45 atas semangatnya.
10.Teman-teman berbagi suka dan duka saat penelitian di Lab.Met : Gilang, Gema, Fajar, Amel, Tia, Rizki, Dian, Diki, Robbi, Rendy.
11.Teman-teman PKM : Sandro, Daniel. C, Rahmi, dan Fitrie.
12.Teman-teman terkasih: 1) di Ananda : Yessica, Yoan, Vanda, Vera, Mega, Novi, Ruth, dan yang lain; 2) di Seroja : Maria, Vivi, Puput, Lina, Mba Yuli, Sri, dan yang lain; 3) di Melati : Dissil, dan yang lain; 4) Sekamar di Asrama : Ugi, Tari, dan Winta, atas keceriaan, semangat dan bantuannya selama kuliah dan menyelesaikan skripsi.
13.Teman-teman KEMAKI, KoorMa dari segala angkatan (terutama Daniel. P), dan Pendampingan Kamis 2 (Kak Merry, Kak Mohung, Kak Yola, Nuel, Raymund, Evi, Ian, Bang Sam), atas dukungan, kebersamaan, doa, dan bantuannya selama kuliah dan menyelesaikan skripsi.
14.Teman-teman terdekat di GFM : Abi, Cris, Debo, Desi, Dinda, Hilda, Rahmi, Neny, juga Lastri dan Ria atas suka-duka, pengertian, doa, dan bantuannya selama kuliah dan menyelesaikan skripsi.
Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi baik besar maupun kecil selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan namun semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Januari 2011
Penulis menyelesaikan studi dasar di SMUN 54 Jakarta pada tahun 2005 dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada pertengahan tahun 2006 di pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB), setahun kemudian diterima sebagai mahasiswa Meteorologi Terapan di Departemen Geofisika dan Meteorologi , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan, penulis bergabung di Keluarga Mahasiswa Katolik (KEMAKI), Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (Himpro), dan Indonesian Climate Student Forum (ICSF). Selain itu,
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan ... 1
2.2 Albedo ... 1
2.3 Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Awan ... 2
2.3.1 Penginderaan Jauh ... 2
2.3.2 Gelombang Elektromagnetik ... 2
2.3.3 Koreksi Bowtie Citra MODIS ... 3
2.4 Jenis-Jenis Awan ... 4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 5
3.2 Alat dan Bahan ... 5
3.3 Metode Penelitian ... 5
3.3.1 Pemrosesan Citra Satelit... 5
3.3.2 Ekstraksi Nilai Parameter Klasifikasi Awan... 6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemrosesan Awal Citra MODIS ... 7
4.1.1 Koreksi Radiometrik pada Citra MODIS ... 7
4.1.2 Albedo dan Ekstraksi Suhu Permukaan dari Citra MODIS dan hubungan di antara kanal-kanalnya ... 8
4.2 Klasifikasi Awan dan Non Awan ... 10
4.2.1 Pendekatan Albedo ... 10
4.2.2 Pendekatan Suhu Permukaan ... 10
4.3 Klasifikasi Awan ... 12
4.3.1 Pendekatan Albedo ... 12
4.3.2 Pendekatan Suhu Permukaan (Ts) ... 12
4.4 Perbandingan Klasifikasi Awan antara Pendekatan Albedo dengan Suhu Permukaan ... 13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 14
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Albedo pada bermacam-macam permukaan ... 2
2 Albedo pada beberapa jenis awan ... 2
3 Penelitian klasifikasi awan yang sudah dilakukan ... 5
4 Nilai rata-rata solar irradians pada kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 MODIS L1B ... 6
5 Suhu awan menurut World Meteorological Oganization (1956) dalam Summer G (1988) ... 7
6 Perubahan nilai radians akibat duplikasi citra ... 8
7 Nilai koefisien determinasi (R2) pada kombinasi ke tiga kanal di waktu yang berbeda ... 8
8 Kisaran albedo pada kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 di wilayah Bogor dan sekitarnya ... 9
9 Koefisien determinasi dan persamaan pada suhu permukaan antara kanal 31 dengan kanal 32 ... 10
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Respon radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang pada : (i) awan tinggi; (ii) awan rendah ... 2 2 Morfologi efek bowtie ... 3 3 Intensitas emisi benda hitam (blackbody) pada berbagai suhu ... 4
4 (i) Citra MODIS yang belum dilakukan koreksi radiometrik, (ii) Citra MODIS yang sudah dilakukan koreksi radiometrik ... 7 5 Hubungan hasil sebaran albedo pada tanggal 1 Januari 2008 antara : (i) kanal 1 dengan kanal 3; (ii) kanal 1 dengan kanal 4; (iii) kanal 3 dengan kanal 4 ... 8 6 Hubungan sebaran hasil suhu permukaan antara kanal 31 dengan kanal 32 pada tanggal 1 Januari
2008 di wilayah Bogor dan sekitarnya ... 9 7 Jumlah sel citra pada beberapa rentang suhu permukaan pada tanggal 1 Januari 2008 di wilayah
Bogor dan sekitarnya ... 10 8 Jumlah sel citra pada beberapa rentang albedo kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 pada : (i) 1 Januari
2008, (ii) 26 Maret 2008, (iii) 2 November 2008, (iv) 6 April 2008, (v) 9 Juli 2008, (vi) 24
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Metadata Citra Terra MODIS L1B ... 17
2 Karakteristik Satelit MODIS ... 21
3 Hubungan sebaran albedo pada kanal 1-3, kanal 1-4, kanal 3-4 ... 22
4 Hubungan hasil suhu permukaan antara kanal 31 dengan kanal 32 ... 25
5 Jumlah sel citra pada berbagai rentang suhu permukaan di wilayah Bogor dan sekitarnya ... 26
6 Peta distribusi spasial albedo ... 27
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awan berpengaruh terhadap terhadap keseimbangan energi di atmosfer melalui proses penyerapan, pemantulan, dan pemancaran energi matahari. Awan memiliki ciri tertentu sesuai dengan bentuk dan ketinggiannya. Selain itu, seperti jenis penutupan permukaan yang lain, awan juga memiliki nilai albedo dan suhu permukaan. Ketika awan menerima energi yang dipancarkan surya maka energi tersebut akan dipantulkan dan diteruskan oleh awan. Perbandingan jumlah radiasi yang dipantulkan dan diteruskan akan mempengaruhi nilai albedo. Selain itu, suhu permukaan dapat menjadi indikator dalam pemisahan daerah yang tertutup awan dan bebas awan.
Salah satu aplikasi penginderaan jauh di bidang meteorologi yaitu pemantauan pergerakan awan dan pola sebarannya. Pemanfaatan dengan teknologi ini memiliki kemampun deteksi yang tidak terbatas ruang dan waktu. Suhu permukaan dan albedo adalah identifikasi pertama yang diturunkan dari data citra satelit, dalam penelitian ini yaitu citra satelit MODIS, dengan menggunakan kisaran panjang gelombang tertentu. Pola sebaran awan dapat dilihat dengan menggunakan informasi reflektan menggunakan kisaran panjang gelombang tampak dan kanal inframerah dapat mengindikasikan suhu permukaan.
Proses klasifikasi awan dengan memanfaatkan satelit penginderaan jauh dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan albedo dan suhu permukaan yang dapat diekstrak dari data satelit. Namun, sebelum melakukan klasifikasi dengan dua pendekatan tersebut perlu ditinjau dahulu hubungan antara kanal-kanal yang digunakan. Jika hubungan diantara kanal-kanal tersebut positif maka proses klasifikasi awan dapat dilakukan.
1.2 Tujuan
Penilitian ini dilakukan untuk :
a. melakukan analisis terhadap nilai albedo dan suhu permukaan yang diturunkan dari data Terra MODIS L1B.
b. membuat klasifikasi awan berdasarkan suhu permukaan dan albedo.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1Suhu Permukaan
Suhu permukaan dapat didefinisikan sebagai suhu bagian terluar dari suatu objek. Suhu permukaan benda tergantung dari sifat fisik
permukaan objek, diantaranya yaitu emisivitas, kapasitas panas jenis, dan konduktivitas termal.
Jika suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis yang tinggi, sedangkan konduktivitas termalnya rendah maka suhu permukaan objek tersebut akan menurun, contohnya pada permukaan berupa perairan. Sedangkan jika suatu objek memiliki emisivitas dan kapasitas panas jenis yang rendah sedangkan konduktivitas termalnya tinggi maka suhu permukaan objek tersebut akan meningkat, contohnya pada permukaan berupa daratan (Sutanto 1994).
Suhu permukaan diperoleh dari suhu kecerahan yang diturunkan dari persamaan Planck. Suhu permukaan dengan mudah dapat diidentifikasi dengan memakai asumsi emisivitas sama dengan satu dimana sifat tersebut dimiliki oleh benda hitam. Benda hitam adalah objek yang menyerap seluruh radiasi elektromagnetik, kemudian menurut teori fisika klasik, objek tersebut juga haruslah memancarkan energi yang diserapnya. Oleh karena itu energi suatu benda dapat diukur.
Suhu permukaan merupakan unsur pertama yang dapat diidentifikasi dari citra satelit termal. Suhu permukaan dapat didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan yang digambarkan dalam satuan piksel dengan berbagai tipe permukaan. Besarnya suhu permukaan dipengaruhi oleh panjang gelombang. Panjang gelombang yang paling sensitif terhadap suhu permukaan adalah inframerah thermal. Oleh karena itu, kanal thermal dari suatu satelit berfungsi untuk mencari suhu permukaan objek di permukaan.
2.2Albedo
Albedo berasal dari bahasa Latin yaitu albus yang berarti putih. Albedo yaitu perbandingan antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan yang datang dari semua spektrum panjang gelombang. Formula albedo dapat ditulis sebagai berikut :
α = ...(1) dimana,
α : albedo
Rs : Radiasi gelombang pendek yang
dipantulkan
Rs : Radiasi gelombang pendek yang datang
gelombang pendek yang datang dan albedo =1 maka objek tersebut memantulkan seluruh radiasi gelombang pendek yang datang. Namun, tidak ada satu pun benda di alam semesta yang memiliki albedo bernilai 0 atau 1, yang ada hanya mendekati 0 dan 1. Semakin mendekati nilai nol maka kenampakan suatu objek semakin gelap dan semakin mendekati nilai satu maka kenampakan suatu objek semakin cerah.
Tabel 1 Albedo pada bermacam-macam permukaan
Albedo (%) Jenis Permukaan
5 – 20 Perairan dalam 6 – 8 Tanah abu-abu lembab 16 – 18 Tanah terang kering
9 Bangunan
10 – 23 Tanaman (Sumber : Stull 2000)
Awan memiliki albedo yang beragam tergantung banyaknya radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dan diteruskan.
(i) (ii)
Gambar 1 Respon radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang pada : (i) awan tinggi; (ii) awan rendah (Sumber : NASA 2010)
Gambar diatas menjelaskan bahwa saat radiasi gelombang pendek mengenai objek tersebut maka awan tinggi lebih banyak meneruskan radiasi gelombang pendek (garis panah berwarna merah) daripada memantulkannya. Sebaliknya, pada awan rendah akan lebih banyak memantulkan radiasi gelombang pendek yang datang dibandingkan meneruskannya. Oleh karena itu, albedo awan tinggi lebih kecil dibandingkan awan rendah.
Nilai albedo pada beberapa jenis awan dapat dilihat pada Tabel 2. Selain rentang nilai pada tabel di atas, menurut Tsay S et all (1988) awan juga memiliki nilai albedo 0.5 sampai 0.7. Selain itu menurut Conover (1965) dalam Kondratyev (1972) albedo rata-rata pada awan Cumulonimbus tebal dan besar yaitu sebesar 92 %, Cumulus dan Stratocumulus di atas daratan 69 %.
Tabel 2 Albedo pada beberapa jenis awan
Albedo Jenis Awan
0.2 - 0.4 Cirrus (Ci) 0.4 - 0.5 Stratus (St) 0.7 - 0.95 Awan Tebal (Sumber: Gordeau 2004 dan Stull 2000)
2.3Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Awan
2.3.1Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah suatu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1994). Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Data penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik, dan data numerik.
Konsep dasar penginderaan jauh terdiri atas beberapa elemen atau komponen yang meliputi sumber tenaga, atmosfer, interaksi tenaga dengan objek di permukaan bumi, sensor, sistem pengolahan data, dan berbagai penggunaan data (Purwadhi, 2001). Sistem penginderaan jauh aktif memerlukan energi yang berasal dari sumber energi alamiah (matahari) maupun sumber energi buatan. Energi penginderaan jauh menggunakan proses radiasi dalam perpindahan energi dari objek menuju sensor satelit. Sensor yang digunakan merupakan sensor elektronik yang dapat membangkitkan sinyal elektronik yang sesuai dengan variasi energi elektromagnetik.
2.3.2 Gelombang Elektromagnetik
Energi yang dipancarkan maupun dipantulkan oleh objek yang direkam oleh sensor satelit merupakan energi elektromagnetik atau gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang atau partikel yang merambat tanpa melalui medium, dapat merambat dalam ruang hampa. Gelombang elektromagnetik terdiri dari beberapa spektrum mulai dari gelombang pendek sampai gelombang panjang. Spektrum-spektrum tersebut yaitu Sinar kosmis, Sinar Gamma, X, Ultraviolet, Tampak, Inframerah, Gelombang mikro, dan Gelombang radio.
c = f. λ ...(2)
dimana,
c : kecepatan cahaya (3 x 108 m/detik)
f : frekuensi gelombang (Hz) λ : panjang gelombang (m)
Penginderaan jauh yang menggunakan radiasi tampak hanya dapat digunakan pada waktu radiasi tampak matahari tersedia, yaitu pada siang hari. Untuk identifikasi awan, penginderaan jauh ini akan menunjukkan besarnya reflektivitas awan yang dapat dilihat dari kecerahan warnanya. Awan yang mempunyai reflektivitas besar akan terlihat lebih cerah sedangkan awan yang mempunyai reflektivitas kecil terlihat lebih gelap. Cumulus atau cumulonimbus yang mempunyai reflektivitas lebih besar, kelihatan lebih cerah atau lebih putih daripada altostratus atau cirrus yang reflektivitasnya lebih rendah (Prawirowardoyo 1996). Sedangkan radiasi inframerah tidak dapat dideteksi oleh mata manusia tetapi dapat dideteksi secara fotografis.
2.3.3Koreksi Bowtie Citra MODIS
Data mentah pada citra MODIS pada baris-baris tertentu terdapat kerusakan citra berupa duplikasi baris di bagian tertentu. Hal ini terjadi karena pada perangkat satelit terdapat peningkatan Instantaneous Field Of View (IFOV)
dari 1x1 km pada titik terendah (nadir) menjadi hampir mendekati 2x5 km pada sudut scan maksimum yaitu 55o. Pengaruh bowtie terjadi
ketika sensor pemandaian mencapai sudut 15o,
besar sudut semakin meningkat akan menyebabkan semakin jelas efeknya (Wen 2008). Untuk memperbaiki kerusakan tersebut perlu dilakukan koreksi radiometrik untuk menghilangkan efek tersebut. Selanjutnya seluruh data pada citra asli akan ditransformasikan secara matematik ke citra akhir atau resampling. Dalam
hal ini dibentuk piksel baru sebagai perbaikan pada piksel lama yang mengalami kerusakan yaitu dengan teknik “tetangga terdekat” (nearest
neighbour). Teknik ini dilakukan dengan cara
mengalihkan titik keabuan piksel yang telah terkoreksi dengan harga keabuan piksel tetangganya pada citra semula.
Gambar 2 Morfologi efek bowtie (Sumber : Maier et all 2004)
Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 2 bahwa data diperngaruhi oleh efek bowtie menempati sebagian dari gambar. Oleh karena itu, efek bowtie harus dihapus sebelum aplikasi data MODIS dikeluarkan. Scan pertama dan ketiga
diwakili oleh kisi yang cerah sedangkan scan
kedua diwakili oleh kisi yang hitam (Wen 2008).
2.3.4Hukum-Hukum tentang Radiasi
Sifat radiasi elektromagnetik mudah diuraikan dengan menggunakan teori gelombang namun lebih mudah diuraikan dengan menggunakan partikel karena interaksinya dengan objek dapat mudah diterangkan. Hukum Planck memberikan dasar mengenai sifat dualisme energi radiasi yaitu sebagai kuanta dan gelombang elektromagnetik. Teori yang menyatakan radiasi eletromagnetik terdiri atas beberapa bagian terpisah disebut teori kuantum atau foton. Besarnya energi dalam satu partikel tergantung pada frekuensi dan panjang gelombang radiasinya, sesuai dengan persamaan :
E = h. f ...(3)
dimana,
E : energi kuantum (J)
h : tetapan Planck (6.626x10-34 J/s)
f : frekuensi (Hz)
Apabila persamaan di atas digabungkan dengan persamaan gelombang maka menjadi :
E = ...(4)
Berdasarkan persamaan di atas maka energi kuantum berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Semakin panjang panjang gelombang maka semakin rendah tenaga kuantumnya dan sebaliknya.
secara terus menerus. Besarnya energi radiasi suatu objek di permukaan bumi merupakan fungsi suhu permukaan objek tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh Hukum Stefan Boltzman yaitu :
W = σ T4 ...(5)
yang akan menyerap tenaga yang diterimanya dari segala sudut penerimaan dan memancarkannya kembali ke segala arah dengan seluruh panjang gelombang yang ada.
Fakta di alam, hampir semua benda tidak memiliki sifat seperti benda hitam sempurna yang ada hanya mendekati sifat tersebut. Oleh karena itu setiap energi yang dipancarkan suatu objek di permukaan bumi tidak tergantung pada suhu absolutnya, tetapi tergantung pada daya pancarnya sehingga jumlah energi yang dipancarkan merupakan fungsi suhu dan akan meningkat dengan adanya peningkatan suhu. Hal ini menyebabkan jumlah energi yang dipancarkan suatu objek bervariasi dengan suhunya dan didasarkan pada panjang gelombangnya.
Gambar 3 Intensitas emisi benda hitam
(blackbody) pada berbagai suhu
(Sumber : Michaelsen 2010)
Pada kurva di atas memperlihatkan distribusi radiasi untuk benda hitam sempurna pada berbagai suhu. Kurva tersebut menunjukkan adanya pergeseran puncak distribusi radiasi benda hitam ke arah panjang gelombang yang makin pendek apabila suhu naik yang menyebabkan intensitas radiasi yang dipancarkan juga naik. Panjang gelombang yang dominan atau panjang gelombang yang mencapai radiasi maksimum berkaitan dengan suhunya. Hubungan antara
pancaran maksimum objek, panjang gelombang, dan suhu dinyatakan dengan hukum pergeseran Wien dengan persamaan :
λmaks = ...(6)
Berdasarkan persamaan di atas, dengan suhu mutlak matahari 6000 K maka akan didapatkan nilai panjang gelombang maksimum radiasi matahari yang mampu memberikan pancaran puncak maksimum terjadi pada panjang gelombang 0.55 µm yang merupakan nilai tengah panjang gelombang cahaya tampak. Sedangkan untuk permukaan bumi dengan suhu permukaan sebesar 300 K memberikan nilai pancaran puncak maksimum pada panjang gelombang 9.7 µm. Oleh karena itu penginderaan jauh termal banyak dilakukan pada kisaran panjang gelombang antara 8 µm sampai 14 µm.
2.4Jenis-Jenis Awan
Awan merupakan hasil kondensasi dari uap air yang bergerak naik bersama kantong udara. Menurut penyebarannya secara vertikal awan dibedakan menjadi :
a. Awan tinggi
Awan tinggi mempunyai ketinggian lebih dari 6000 m dengan suhu yang sangat rendah. Pada umumnya terdiri dari kristal-kristal es, berwarna putih atau mendekati transparan. Awan tinggi digolongkan menjadi :
Cirrus (Ci) : awan yang halus seperti bulu, struktur beserat, sering tersusun seperti pita melengkung.
Cirrostratus (Cs) : awan yang berbentuk seperti kelambu putih halus, sering menimbulkan lingkaran pada matahari atau bulan.
Cirrocumulus (Cc) : awan yang berbentuk seperti kumpulan bulu domba.
b. Awan sedang
Awan sedang terdiri awan yang ketinggiannya antara 2000 m sampai 6000 m di atas permukaan laut. Awan ini merupakan campuran titik-titik air dan kristal-kristal es, terdiri dari :
Altocumulus (Ac) : sekumpulan awan yang berbentuk bulat, berlapis-lapis, berwarna putih, pucat, dan terdiri dari beberapa bagian yang keabu-abuan karena kurang sinar.
Altostratus : awan yang berbentuk seperti selendang yang tebal, berserat, berwarna keabu-abuan.
c. Awan rendah
Stratus : awan yang melebur seperti kabut, seringkali terbentuk dari kabut yang naik. Hujan yang dihasilkan dari awan ini biasanya hujan ringan.
Stratocumulus (Sc) : awan yang berbentuk seperti gelombang lautan. Langit yang berwaarna biru sering tampak di antara awan ini.
Nimbostratus (Ns) : suatu lapisan awan yang tebal dengan bentuk yang tidak teratur, menimbulkan banyak hujan sehingga disebut awan-awan gangguan (storm cloud).
d. Awan yang berkembang vertikal
Awan yang berkembang vertikal dihasillkan oleh kantong udara yang hangat dan lembab yang masih mampu naik sampai ketinggian yang cukup tinggi setelah melewati aras kondensasi. Awan ini terdiri dari :
Cumulus (Cu) : awan yang berbentuk seperti kubah dengan dasar vertikal. Biasanya terbentuk pada siang hari dalam udara yang bergerak naik. Bagian yang berhadapan dengan matahari terang dan berwarna kelabu pada bagian yang tidak tersinari.
Cumulonimnus (Cb) : awan yang berbentuk sangat besar dan kadang-kadang puncaknya melebar. Awan ini menghasilkan hujan yang disertai kilat dan guntur serta badai. Kadang-kadang disertai kristal-kristal es. Berwarna putih, pucat, dan terdiri dari beberapa bagian yang keabu-abuan karena kurang sinar (Handoko 1995). Awan Cb mengandung partikel es dan butir air yang besar dan suhu puncaknya mencapai puluhan derajat Celcius (Karmini M 2000).
Tabel 3 Penelitian klasifikasi awan yang sudah dilakukan
Peneliti Judul/Tema Metode
Mimin
Bordowsky Radiometric Measurements Menghitung suhu kecerahan
dan Y
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung pada bulan Maret 2010 - November 2010 di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer Departemen Geofisika dan Meteorologi, IPB.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak pengolah citra (image
processing), perangkat pengolah sistem informasi
geografis, Microsoft Office. Adapun data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Data citra satelit Terra-MODIS L1B yang mencakup wilayah Bogor pada tanggal 1 Januari 2008, 2 November 2008, 26 Maret 2008, 6 April 2008, dan 9 Juli 2008, 24 September 2008. Kanal yang digunakan yaitu kanal 1, 3,dan 4 sebagai kanal reflektan dengan kisaran panjang gelombang tampak yaitu kanal 1 yaitu 0.62 µm sampai 0.67 µm, kanal 3 yaitu 0.459 µm sampai 0.479 µm, kanal 4 yaitu 0.545 µm sampai 0.565 µm dan kanal 31 dan 32 sebagai kanal emisivitas dengan kisaran panjang gelombang inframerah termal yaitu kanal 31 yaitu 10.78 µm sampai 11.28 µm, dan kanal 32 yaitu 11.77 µm sampai 12.27 µm. Ke lima kanal tersebut mempunyai resolusi 1000 m x 1000m. Data tersebut dapat diperoleh dengan
mengunduh di alamat
http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.ht ml
b. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:50000.
3.3 Metode Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.3.1 Pemrosesan Citra Satelit
kanal 32. Adapun tahap-tahap yang dilakukan yaitu :
Ekspor GCP (Ground Check Point) dan
Koreksi Radiometrik
Ekspor GCP (Ground Check Point)/titik ikat
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ENVI 4.5 yang berfungsi untuk memilih sistem proyeksi yang akan digunakan. Pada penelitian ini digunakan sistem proyeksi UTM dengan unit meter dan datum WGS-84. Sedangkan koreksi Bowtie dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ENVI 4.5 yang berfungsi untuk menghilangkan efek duplikasi data pada citra di baris-baris tertentu. Koreksi bowtie dilakukan pada semua kanal yang digunakan.
Pemotongan (Cropping) wilayah Bogor
Data citra satelit Terra-MODIS wilayah Pulau Jawa yang telah terkoreksi kemudian dipotong dengan data vektor wilayah Bogor dengan menggunakan perangkat lunak pengolah citra.
Penentuan nilai RMSE (Root Mean Squared
Error)
RMSE : ...(7)
dimana, Pij : nilai awal
Tj : nilai target/prediksi
n : jumlah sampel (Sumber : gepsoft 2000)
3.3.2 Ekstraksi Nilai Parameter Klasifikasi Awan
Citra satelit MODIS L1B yang telah terkoreksi kemudian dilakukan ekstraksi nilai yang diuraikan sebagai berikut :
Konversi nilai digital number ke dalam nilai
spectral radiance
Nilai radiansi (energi radiasi yang diterima permukaan bumi per satuan luas) dihitung dari kanal 31 dan 32 sebagai kanal termal pada citra MODIS. Persamaan radiansi adalah sebagai berikut :
Radiance offset : nilai offset tak bebas pada kanal ke-i
Albedo
Albedo didapat dengan menggunakan persamaan :
α =
...(9)
dimana,
L : Spektral Radiasi (W/m2 sr µm)
D : Jarak astronomi bumi-matahari (Å) Eo : nilai rata-rata solar spektral irradians
pada kanal tertentu (W/m2 µm)
cos θs : Sudut zenith matahari
Spektral radiasi merupakan kisaran nilai radiasi yang dipantulkan oleh objek sedangkan
solar spektral irradians merupakan kisaran nilai
radiasi yang sampai ke permukaan bumi per unit area per unit panjang gelombang.
Tabel 4 Nilai rata-rata solar irradians pada kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 MODIS L1B
Sudut zenith matahari merupakan sudut yang dibentuk antara garis normal dengan arah radiasi yang datang. Sudut zenith matahari akan berbeda setiap tanggal sehingga menyebabkan nilai albedo dari satu tanggal ke tanggal lainnya mengalami perbedaan. Nilai albedo tersebut langsung didapat pada kanal reflektan satelit MODIS L1B. Kanal yang digunakan yaitu kanal 1, kanal 3, dan kanal 4.
Suhu Permukaan
Suhu permukaan/brigthness temperature
diturunkan dari nilai radiansi (energi yang diterima bumi per satuan luas) berdasarkan persamaan Planck (Lim 2001). Dalam hal ini
brigthness temperature dapat dianggap sebagai
Region awan dipilih apabila memiliki nilai
albedo seperti yang tertera pada tabel di bawah ini. Di luar nilai tersebut, jenis penutupan permukaan berupa non awan.
b. Pendekatan Suhu Permukaan
Suhu permukaan yang ditangkap oleh sensor satelit merupakan suhu lapisan atas awan, sehingga nilai nilai yang mendekati suhu minimum dari suhu awan pada tabel di bawah ini adalah suhu permukaan. Pada Tabel 5, suhu pada jenis awan vertikal, sedang, dan tinggi memiliki kisaran nilai yang sama karena pada jenis awan tersebut memakai asumsi bahwa ketinggian pada jenis awan tersebut sama.
Tabel 5 Suhu awan menurut World Meteorological Oganization (1956) dalam Summer G (1988)
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Pemrosesan Awal Citra MODIS
4.1.1Koreksi Radiometrik pada Citra MODIS
Koreksi radiometrik citra MODIS yang dimaksud adalah koreksi bowtie. Akibat dari koreksi ini, nilai radians dari citra yang belum dikoreksi dengan yang sudah dikoreksi mengalami perubahan. Besar perubahan adalah sebagai berikut.
i ii
Gambar 4 (i) Citra MODIS yang belum dilakukan koreksi radiometrik; (ii) Citra MODIS yang sudah dilakukan koreksi radiometrik
Nilai RSME terbesar akibat koreksi bowtie terjadi pada tanggal 1 Januari 2008 yaitu pada kanal 32 yaitu sebesar 0.2593. Artinya nilai radians pada kanal 32 sebelum dilakukan koreksi bowtie dan sesudah dilakukan koresi bowtie mengalami perubahan sebesar 0.2593 Wm-2µm-1sr-1.
Sedangkan nilai RSME terkecil terjadi pada
Jenis Awan Suhu Awan (K)
Stratus (St) 293-283 Stratocumulus (Sc) 283-256 Nimbostratus (Ns) 288-268
R² = 0,9991
tanggal 26 Maret 2008. Artinya nilai radians pada kanal 32 sebelum dilakukan koreksi bowtie dan sesudah dilakukan koresi bowtie mengalami perubahan sebesar 0.0002 Wm-2µm-1sr-1.
Tabel 6 Perubahan nilai radians akibat duplikasi citra
4.1.2 Albedo dan Ekstraksi Suhu Permukaan
dari Citra MODIS dan hubungan di antara kanal-kanalnya
a. Albedo
Albedo dari citra MODIS menggunakan kanal reflektan yaitu kanal 1, kanal 3, dan kanal 4. Penggabungan kanal 1, 3, dan 4 akan menghasilkan citra digital berwarna untuk menampilkan kesan-kesan alamiah (tampilan sebagaimana terlihat di permukaan bumi yang dilihat oleh mata manusia). Nilai spektral radiasi yang terdapat pada kanal 1,3, dan 4 mempunyai nilai yang bervariasi tergantung dari kemampuan suatu objek merefleksikan energi gelombang pendek yang diterimanya. Nilai suhu permukaan bervariasi tergantung dari spektral radiansi yang diterima permukaan persatuan luas persatuan waktu pada kisaran panjang gelombang tertentu.
(i)
(ii)
(iii)
Gambar 5 Hubungan hasil sebaran albedo pada tanggal 1 Januari 2008 antara : (i) kanal 1 dengan kanal 3; (ii) kanal 1 dengan kanal 4; (iii) kanal 3 dengan kanal 4
Grafik di atas menunjukkan bahwa sebaran hasil albedo pada kanal 1-3, kanal 1- 4, dan kanal 3-4 mempunyai hubungan yang linier dengan nilai koefisien determinasi yang tertera pada grafik. Hal ini menunjukkan bahwa albedo di antara ketiga kanal tersebut mempunyai sebaran yang hampir sama.
Tabel 7 Nilai koefisien determinasi (R2) pada
kombinasi ke tiga kanal di waktu yang berbeda
Hal yang sama juga terjadi pada hasil albedo tanggal 24 September 2008, 2 November 2008, 26 Maret 2008, 6 April 2008, seperti yang tertera pada tabel 4. Oleh karena itu pada tanggal 26 Maret 2008, 2 November 2008, 6 April 2008, dan 24 September 2008 antara kanal 1-3, kanal 1-4, dan kanal 3-4 mempunyai pola sebaran albedo yang relatif sama. Pola sebaran albedo yang sama tersebut dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi awan. Namun, pada tanggal 9 Juli 2008 pada kanal 1-3 dan kanal 1-4 memiliki koefisien determinasi sebesar 0.2751 dan 0.3381. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran albedo pada kanal 1-3 dan kanal 1-4 memiliki pola yang berbeda, tetapi pada kanal 3-4 sebaran albedonya mempunyai pola yang sama. Grafik ke lima tanggal tersebut dapat dilihat pada lampiran. Nilai koefisien determinasi yang kecil pada kanal 1-3 dan kanal 1-4 terjadi karena data tersebut mengalami kerusakan.
Hubungan antara panjang gelombang dengan albedo pada tiap kanal dapat dilihat pada tabel 4. Albedo antara kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 memiliki nilai yang hampir sama di semua tanggal karena albedo menyangkut gelombang pendek. Hal ini juga menunjukkan bahwa pada panjang gelombang 0.62 µm sampai 0.67 µm, 0.459 µm sampai 0.479 µm, dan 0.545 µm sampai 0.565 µm saat mengenai obyek mempunyai respon pantulan yang sama. ditutupi oleh awan karena pada ke enam tanggal tersebut terdapat nilai-nilai albedo yang dimiliki awan.
Hubungan pada satu nilai albedo terhadap banyaknya sel citra di antara ketiga kanal tersebut juga menunjukkan jumlah yang sama. Hubungan tersebut dapat dilihat pada grafik di gambar 6. Rentang albedo pada kelima rentang nilai di tanggal 1 Januari 2008 pada kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 mempunyai jumlah sel yang hampir sama. Begitu pula pada tanggal-tanggal yang lain.
Tabel 8 Kisaran albedo pada kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 di wilayah Bogor dan sekitarnya
Selain itu, pada grafik tersebut dapatmenunjukkan banyak awan yang meliputi wilayah Bogor dan sekitarnya.
Tanggal 1 Januari 2008 di wilayah tersebut hampir seluruhnya diliputi awan karena albedo sebesar 20 sampai 80 memiliki jumlah sel yang paling banyak. Hal yang sama juga terjadi pada tanggal 2 November 2008. Pada tanggal 26 Maret 2008, 6 April 2008, 9 Juli 2008, dan 24 September 2008 merupakan wilayah yang bebas. Sel antara kanal 1, kanal 3, dengan kanal 4 pada rentang yang sama memiliki jumlah yang hampir sama walaupun panjang gelombang kanal 1, mengestraksi suhu permukaan karena menurut Baum et all (2000) es yang terdapat pada awan
mempunyai nilai absorpsi yang Suhu permukaan hasil ektraksi kanal 31 dan kanal 32 mempunyai nilai yang beragam tetapi mempunyai pola sebaran yang relatif sama. Hal ini ditunjukkan oleh Gambar 6. Pada grafik tersebut terlihat bahwa pada kanal 31 dan kanal 32 mempunyai hubungan yang linier dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.9969. Hubungan tersebut juga ditunjukkan dengan memakai persamaan linier pada grafik maka selisih nilai suhu permukaan antara kanal 31 dan kanal 32 sebesar 1.7 K.
Tabel 9 menunjukkan bahwa pada tanggal 26 Maret 2008, 2 November 2008, 6 April 2008, 9 Juli 2008, dan 24 September 2008 memiliki juga nilai koefisien determinasi yang besar.
Gambar 6 Hubungan sebaran hasil suhu
240 250 260 270 280 290 300
Suhu permukaan
Tanggal Kisaran Albedo (%)
Tabel 9 Koefisien determinasi dan persamaan pada suhu permukaan antara kanal 31 dengan kanal 32
Tanggal R2 Persamaan
1 Jan 2008 0,99 y = 0,9795x + 3,2282 permukaan antara kanal 31 dengan kanal 32 tidak terlalu jauh berbeda dengan selisih nilai pada rentang suhu permukaan pada tanggal 1 Januari 2008 di wilayah Bogor dan sekitarnya
Grafik pada Gambar 8 di atas menunjukkan bahwa pada tanggal 1 Januari 2008 emisi gelombang panjang yang dipancarkan oleh awan mempunyai nilai spektral yang berbeda antara kanal 31 dengan kanal 32. Hal serupa juga terjadi pada tanggal 26 Maret 2008, 2 November 2008, 6 April 2008, 9 Juli 2008, 9 Juli 2008, dan 24 September 2008. Selain itu, panjang gelombang pada kanal 32 memiliki nilai suhu permukaan yang rendah dibandingkan pada kanal 31 dimana panjang gelombang pada kanal 32 memiliki panjang yang lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang pada kanal 31. Hal ini sesuai dengan teori pada Hukum Wien yang mengatakan bahwa panjang gelombang berbanding terbalik dengan suhu permukaan maksimum.
4.2Klasifikasi Awan dan Non Awan
4.2.1 Pendekatan Albedo
Albedo yang dihasilkan dari hasil ekstraksi memperlihatkan adanya nilai albedo awan dan bukan awan yang beragam yaitu berkisar dari nilai 0 sampai 1. Daratan dan perairan memiliki nilai albedo maksimum yang lebih rendah dibandingkan awan. Hal ini terjadi karena awan terutama awan tebal masih lebih banyak memantulkan radiasi matahari. Sebaliknya, perairan lebih banyak menyerap dibandingkan memantulkan radiasi yang datang. Hal ini juga yang menyebabkan perairan merupakan penyimpan panas yang baik.
Pada klasifikasi dengan pendekatan albedo yang terlihat pada Gambar 10, objek penutupan daratan atau perairan diwakili oleh rona yang paling gelap yaitu berwarna biru tua. Nilai albedo pada rona tersebut yaitu dibawah 20 % yang merupakan nilai albedo bukan awan. Rona biru muda adalah penutupan permukaan berupa awan karena memiliki albedo diatas 20 dan rona selain berwarna biru merupakan penutupan permukaan berupa awan juga.
Citra tanggal 1 Januari 2008, 26 Maret 2008, dan 2 November 2008 memperlihatkan sebagian besar wilayah Jabodetabek dan sekitarnya tertutup awan. Penutupan awan yang tinggi pada bulan Januari disebabkan ITCZ melewati tempat tersebut dan juga pada ketiga tanggal tersebut merupakan saat musim hujan. Sedangkan pada tanggal 6 April 2008, dan 24 September 2008 hanya sebagian kecil tertutup oleh awan. Awan tersebut berkumpul di daerah pegunungan. Hal ini terjadi karena pegunungan memberi dorongan udara untuk naik hingga mencapai aras kondensasi untuk membentuk awan yang dikenal juga dengan awan orografik. Citra pada tanggal 26 Maret 2008, 2 November 2008, 6 April 2008 dan 24 September 2008 dapat dilihat pada lampiran. Sedangkan tanggal 9 Juli 2008 tidak dapat dipetakan karena mengalami kerusakan data.
4.2.2Pendekatan Suhu Permukaan
Citra pada tanggal 1 Januari 2008 memperlihatkan bahwa sebagian besar daerahnya didominasi oleh rona biru hijau muda dengan kisaran suhu permukaan sebesar 252 K sampai 269.8 K. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanggal tersebut wilayah Bogor dan sekitarnya ditutupi oleh awan. Begitu pula pada tanggal 2 November 2008 dan 24 September 2008. Wilayah tersebut sebagian besar didominasi oleh rona kuning dan merah muda dengan kisaran suhu permukaan sebesar 269.8 K sampai 287.7 K dan 287.7 K sampai 293 K. Suhu permukaan di atas 293 K merupakan suhu permukaan bukan awan.
(i) (ii)
(iii) (iv)
(v) (vi)
Gambar 8 Jumlah sel citra pada beberapa rentang albedo kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 pada : (i) 1 Januari 2008, (ii) 26 Maret 2008, (iii) 2 November 2008, (iv) 6 April 2008, (v) 9 Juli 2008, (vi) 24 September 2008
0
albedo kanal 1 albedo kanal 3 albedo kanal 4
0
albedo kanal 1 albedo kanal 3 albedo kanal 4 0
albedo kanal 1 albedo kanal 3 albedo kanal 4
0
albedo kanal 1 albedo kanal 3 albedo kanal 4
0
albedo kanal 1 albedo kanal 3 albedo kanal 4 0
Citra tanggal 6 April 2008, dan memperlihatkan bahwa sebagian besar wilayah Bogor dan sekitarnya didominasi oleh rona merah yang memiliki suhu permukaan sebesar 293 K sampai 306.7 K. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar wilayahnya bebas awan. Sedangkan pada tanggal 26 Maret 2008, wilayah Bogor dan sekitarnya sebagian besar didominasi oleh rona merah dan kuning. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah tersebut ditutupi sebagian tertutup oleh awan dan sebagian lagi bebas awan. Citra pada tanggal 26 Maret 2008, 2 November 2008, 6 April 2008 dan 24 September 2008 dapat dilihat pada lampiran. Sedangkan tanggal 9 Juli 2008 tidak dapat dipetakan karena mengalami kerusakan data.
4.3Klasifikasi Awan 4.3.1 Pendekatan Albedo
Awan tebal lebih banyak memantulkan dibandingkan meneruskan radiasi matahari. Oleh karena itu, awan tebal terlihat gelap jika dilihat dari permukaan bumi namun terlihat putih terang dari ruang angkasa. Sebaliknya, awan-awan tipis lebih banyak meneruskan daripada memantulkan radiasi matahari sehingga tampak berwarna abu-abu atau gelap jika dilihat dari ruang angkasa. Oleh karena itu kenampakan citra pada albedo rendah akan terlihat lebih gelap dibandingkan dengan kenampakan citra pada albedo tinggi. Citra tanggal 1 Januari 2008 memperlihatkan bahwa sebagian besar wilayah Bogor dan sekitarnya banyak didominasi oleh rona merah muda dan hijau dengan kisaran albedo yaitu 80% sampai 98% dan 40% sampai 60%. Hal ini menunjukkan bahwa ditutupi oleh awan-awan
tebal. Menurut penilitan Conover (1965) dalam Kondratyev (1972), awan Cumulonimbus mempunyai albedo rata-rata sebesar 92 %. Oleh karena itu diantara awan-awan tebal pada tanggal 1 Januari 2008 di wilayah Bogor dan sekitarnya salah satunya merupakan awan cumulus. Selain awan cumulus, wilayah tersebut juga ditutupi oleh awan cirrus, stratus dan stratocumulus.
Citra pada 26 Maret 2008 dan 24 September 2008, awan yang terdapat pada wilayah Bogor dan sekitarnya memiliki albedo sebesar 20% sampai 40% yang merupakan awan cirrus. Sedangkan pada tanggal 6 April 2008, selain terdapat awan cirrus, wilayah tersebut juga ditutupi oleh awan stratus namun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan awan cirrus. Citra pada tanggal 2 November 2008, awan-awan yang terdapat pada wilayah tersebut yaitu awan cirrus, stratus, cumulus, stratocumulus, dan cumulonimbus.
4.3.2Pendekatan Suhu Permukaan (Ts)
Suhu permukaan pada citra Gambar 11, pada rona biru tua merupakan awan cirrus. Awan pada kisaran tersebut juga sesuai dengan penilitian Valovcin (1968) yang mengidentifikasi suhu permukaan awan cirrus sekitar 219 K. Rona Biru muda merupakan awan cirrostratus. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Bordowsk dan Hurtaud mengidentifikasi kecerahan awan cirrostratus sebesar 235 K sampai 255 K. Selain itu, pada rona tersebut juga dapat digolongkan ke dalam awan cirrocumulus. Rona hijau dapat digolongkan ke dalam awan altocumulus, altostratus, nimbostratus, stratocumulus, cumulonimbus, dan cumulus.
Gambar 10 Distribusi Suhu Permukaan Wilayah Bogor dan sekitarnya pada tanggal 1 Januari 2008
Sedangkan rona kuning dapat digolongkan ke dalam awan stratus, nimbostratus, cumulus, dan cumulonimbus.
Citra sebaran spasial pada tanggal 1 Januari 2008 memperlihatkan bahwa wilayah Bogor dan sekitarnya ditutupi oleh berbagai jenis tipe awan. Wilayah tersebut didominasi oleh warna hijau sehingga awan-awan yang menutupinya yaitu altocumulus, altostratus, nimbostratus, stratocumulus, cumulonimbus, dan cumulus. Citra tanggal 2 November 2008 sebagian besar didominasi oleh rona merah muda yang digolongkan ke dalam awan stratus. Selain itu wilayah tersebut juga banyak ditutupi oleh awan nimbostratus, cumulus, dan cumulonimbus.
Citra sebaran spasial suhu permukaan pada tanggal 26 Maret 2008 banyak didominasi oleh awan stratus, nimbostratus, cumulus, dan cumulonimbus. Selain itu wilayah tersebut juga ditutupi oleh awan altocumulus, altostratus, dan stratocumulus. Pada tanggal 6 April 2008 wilayah Bogor dan sekitarnya ditutupi oleh awan stratus, nimbostratus, cumulus, dan cumulonimbus. Jumlah terbanyak yaitu awan stratus. Sedangkan pada tanggal 24 September 2008 wilayah Bogor dan sekitarnya ditutupi oleh awan stratus.
Hasil ekstraksi suhu permukaan menggunakan kanal 31 dan kanal 32 menunjukkan bahwa hampir di semua tanggal terdeteksi awan-awan yang mengandung kristal es seperti awan cumulonimbus dan awan-awan tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Baum et all (2000)
dalam Choi et all (2005) yang mengatakan
bahwa kristal-kristal es pada awan dapat dideteksi dengan baik pada panjang gelombang tersebut menggunakan citra MODIS.
4.4Perbandingan Klasifikasi Awan antara
Pendekatan Albedo dengan Suhu
Permukaan
Klasifikasi awan dengan pendekatan albedo dengan suhu permukaan memiliki beberapa perbedaan. Tabel 9 menunjukkan bahwa klasifikasi menggunakan pendekatan albedo hanya menghasilkan jenis-jenis awan tebal dan tipis saja. Sedangkan pada klasifikasi awan menggunakan pendekatan suhu permukaan menghasilkan awan-awan berdasarkan ketinggiannya.
Tabel 10 Perbandingan Jenis Awan antara Pendekatan Albedo dengan Suhu Permukaan
Jenis Awan
Albedo Suhu Permukaan
1 Januari 2008
Ci, St, Sc, Cb Ci, Cc, Cs, Ac, As, Ns, Sc, Cu, St, Cu, Cb
26 Maret 2008
Ci St, Ns, Cu, Cb
2 November 2008
Ci, St, Sc, Cu,
Cb St, Ns, Cu, Cb
6 April 2008
Ci, St St, Ns, Cu, Cb
24 September 2008
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Albedo dapat diturunkan dari kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 karena mempunyai pola yang sama. Suhu permukaan awan dapat diturunkan dari kanal 31 dan kanal 32 memiliki selisih pada tanggal 1 Januari sebesar 1.7 K, 26 Maret 2008 sebesar 3.3 K, 2 November 2008 sebesar 1.7 K, 6 April 2008 sebesar 5.6 K, dan 24 September 2008 sebesar 12.8 K . Albedo pada tanggal 1 Januari
Albedo dapat digunakan untuk melakukan klasifikasi awan berdasarkan ketebalannya sedangkan suhu permukaan berdasarkan ketinggiannya. Jenis-jenis awan berdasarkan metode rata-rata pendekatan albedo pada tanggal 1 Januari 2008 yaitu Ci, St, Sc, dan Cb, 26 Maret 2008 yaitu Ci, 2 November 2008 yaitu Ci, St, Sc, Cu, dan Cb, 6 April 2008 yaitu Ci dan St dan 24 September 2008 yaitu Ci, St sedangkan jenis-jenis awan berdasarkan pendekatan suhu permukaan pada tanggal 1 Januari 2008 yaitu Ci, Cc, Cs, Ac, As, Ns, Sc, Cu, St, Cu, dan Cb, 26 Maret 2008 yaitu St, Ns, Cu, dan Cb, 2 November 2008 yaitu St, Ns, Cu, dan Cb, 6 April 2008 yaitu St, Ns, Cu, dan Cb, dan 24 September 2008 yaitu St.
5.2Saran
a. Perbaikan metode suhu permukaan dan albedo dengan memperhatikan perbedaan nilai spektral radiasi untuk tiap kanal.
b. Data Terra MODIS L1B menangkap gelombang pendek paling rendah adalah 0.405 µm dan paling tinggi adalah 0.753 µm sedangkan pada penilitian hanya menggunakan panjang gelombang 0.62 µm sampai 0.67 µm (kanal 1), 0.459 µm sampai 0.479 µm (kanal 3), dan 0.545 µm sampai 0.565 µm (kanal 4). Oleh karena itu perlu dikaji juga untuk kanal-kanal lain yang mempunyai radiasi spketral pada panjang gelombang pendek selain pada kanal 1, kanal 3, dan kanal 4.
c. Membuat sinkronisasi klasifikasi awan antara albedo dan suhu permukaan.
Thin Cirrus With Cloud Phase by Adding 1.6
µm reflectance. International Journal of
Remote Sensing Vol. XXVI No. XXI : 4669 – 4680.
Bordowsky O L, Hurtaud Y. Radiometric Measurements of Cirrus Clouds Over Sea and
Land Surfaces. Laboratoire d‟Optronique,
ENSSAT - Université de Rennes 1, Lannion, France, DGA/CELAR/CGN/OPT, Rennes Armees, France.
Gepsoft. 2000. Root Mean Squared Error.
http://www.gepsoft.com/gepsoft/APS3KB/Ch apter09/Section2/SS11.htm [31 Januari 2011]. Gordeau. 2004. Clouds and Particles. Komalaningsih K. 2005. Karakterisasi Awan
Berdasarkan Suhu Permukaan Menggunakan Citra Satelit MODIS.
Kondratyev K Y. 1972. Radiation Processes In
The Atmosphere. World Meteorological
Organization No. 309.
Lallart P, Kahn R, Tanré. 2008.
POLDER2/ADEOSII, MISR, and
MODIS/Terra Reflectance. Vol.113.
Landesa E G, Rango A, Bleiweiss M. 2004. An Algorithm to Address The MODIS Bowtie
Effect. Journal Remote Sensing. Vol. 30 No. 4
: 644-650.
Level 1 Team, SAIC. 2009. Modis Level 1B
Product User’s Guide. NASA.
Lillesand T M, Kiefer R W. 1994. Remote
Sensing and Image Interpretation. New York :
John Wiley & Son, Inc.
Lim. 2001. Regional Cloud-Free Composite of
MODIS Data. Paper Presented at The 22nd
Asian Conference on Remote Sensing. CRISP, National University of Singapore, Singapore.
Maier S W, Ebke W, Ruppert T. 2004.
MODIS-Processing at DLR/DFD. Deutsches Zentrum
Michaelsen J. 2010. Electromagnetic Radiation.
Department of Geography. University of California Santa Barbara.
Mutiara I. 2004. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Teknis Pengukuran dan Pemetaan Kota. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
National Aeronautics and Space Administration (NASA). 2010. Specification About Modis.
http://modis.gsfc.nasa.gov/about/specification s.php [7 April 2010].
National Aeronautics and Space Administration. 2010 (NASA). Cloud and Particles
http://earthobservatory.nasa.gov/Features/Clo uds/) [7 April 2010].
Prawirowardoyo S. 1996. Meteorologi. Bandung : ITB.
Prahasta E. 2008. Remote Sensing : Praktis
Penginderaan Jauh & Pengolahan Citra Dengan Perangkat Lunak ER Mapper. Bandung : Informatika.
Purwadhi S H. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta : PT Grasindo.
Toller G, Geng X, MCST Task Leader, SAIC General Sciences Operation, MODIS.
Tsay S, Stamnes K, Jayaweera K. 1988. Radiative
Energy Budget in the Cloudy and Hazy Arctic.
Journal of The Atmospheric Sciences Vol. 46, No.7.
Stull R B. 2000. Meteorology for Scientists and
Engineers. USA. Brooks/Cole, Thomson
Learning.
Summer G. 1988. Precipitation Process and
Analysis. John Wiley & Sons Ltd.
Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid 2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Thuillier, Neckel, Lab, Smith, Gottlieb. 1998.
MODIS Instrument
Characteristic.http://mcst.gsfc.nasa.gov/index
.php?section=32 [6 November 2010].
Valovcin F R. 1968. Infrared Measurement of
Jet-Stream Cirrus. Journal of Applied
Meteorology Vol. 7 : 817 – 826.
Wen X. 2008. A New Prompt Algorithm For Removing The Bowtie Effect Of MODIS L1B
Data. The International Archive of The
Lampiran 1 Metadata Citra Terra MODIS L1B
GROUP = INVENTORYMETADATA GROUPTYPE = MASTERGROUP
GROUP = COLLECTIONDESCRIPTIONCLASS
OBJECT = SHORTNAME NUM_VAL = 1 VALUE = "MOD021KM" END_OBJECT = SHORTNAME
OBJECT = VERSIONID NUM_VAL = 1 VALUE = "NOT SET" END_OBJECT = VERSIONID
END_GROUP = COLLECTIONDESCRIPTIONCLASS
GROUP = ECSDATAGRANULE
OBJECT = LOCALGRANULEID NUM_VAL = 1
VALUE = "MOD021KM.A2008001.0310.005.2010159040338_1km_RefSB.tif" END_OBJECT = LOCALGRANULEID
GROUP = SPATIALDOMAINCONTAINER
GROUP = HORIZONTALSPATIALDOMAINCONTAINER
GROUP = BOUNDINGRECTANGLE
OBJECT = WESTBOUNDINGCOORDINATE NUM_VAL = 1
VALIDRULE = "Range(-180.0,+180.0)" VALUE = 94.9257700473864
END_OBJECT = WESTBOUNDINGCOORDINATE
OBJECT = NORTHBOUNDINGCOORDINATE NUM_VAL = 1
VALIDRULE = "Range(-90.0,+90.0)" VALUE = 0.808174398833079
END_OBJECT = NORTHBOUNDINGCOORDINATE
OBJECT = EASTBOUNDINGCOORDINATE NUM_VAL = 1
VALIDRULE = "Range(-180.0,+180.0)" VALUE = 121.054485927875
END_OBJECT = EASTBOUNDINGCOORDINATE
OBJECT = SOUTHBOUNDINGCOORDINATE NUM_VAL = 1
VALIDRULE = "Range(-90.0,+90.0)" VALUE = -20.1956307819937
END_OBJECT = SOUTHBOUNDINGCOORDINATE
END_GROUP = BOUNDINGRECTANGLE
END_GROUP = HORIZONTALSPATIALDOMAINCONTAINER
END_GROUP = SPATIALDOMAINCONTAINER
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER CLASS = "7"
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME CLASS = "7"
NUM_VAL = 1
VALUE = "radiance_scales"
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP = INFORMATIONCONTENT CLASS = "7"
OBJECT = PARAMETERVALUE CLASS = "7"
NUM_VAL = 1
VALUE = "0.012060488, 0.0067710113, 0.0041977158, 0.0030997314, 0.0026499089, 0.0011194391, 0.00082650495, 0.0012008077, 0.00066225184, 0.00095404172, 0.00090640725, 0.007032793, 0.0090643009, 0.0068719178, 0.0029569927" END_OBJECT = PARAMETERVALUE
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER CLASS = "8"
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME CLASS = "8"
NUM_VAL = 1
VALUE = "radiance_offsets"
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP = INFORMATIONCONTENT CLASS = "8"
OBJECT = PARAMETERVALUE CLASS = "8"
NUM_VAL = 1
VALUE = "316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722"
END_OBJECT = PARAMETERVALUE
END_GROUP = INFORMATIONCONTENT
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER CLASS = "9"
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME CLASS = "9"
NUM_VAL = 1
VALUE = "radiance_units"
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP = INFORMATIONCONTENT CLASS = "9"
OBJECT = PARAMETERVALUE CLASS = "9"
NUM_VAL = 1
VALUE = "Watts/m^2/micrometer/steradian" END_OBJECT = PARAMETERVALUE
END_GROUP = INFORMATIONCONTENT
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER CLASS = "10"
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME CLASS = "10"
NUM_VAL = 1
VALUE = "reflectance_scales"
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP = INFORMATIONCONTENT CLASS = "10"
OBJECT = PARAMETERVALUE CLASS = "10"
NUM_VAL = 1
VALUE = "2.0985452e-05, 1.0803751e-05, 6.4369065e-06, 4.9972959e-06, 4.2539295e-06, 2.1964163e-06, 1.6216593e-06, 2.4186188e-06, 1.3338811e-06, 2.2382071e-06, 2.8297343e-06, 2.2853086e-05, 3.1514333e-05, 2.3905624e-05, 2.4612356e-05" END_OBJECT = PARAMETERVALUE
END_GROUP = INFORMATIONCONTENT
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER CLASS = "11"
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME CLASS = "11"
NUM_VAL = 1
VALUE = "reflectance_offsets"
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME
OBJECT = PARAMETERVALUE CLASS = "11"
NUM_VAL = 1
VALUE = "316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722, 316.9722"
END_OBJECT = PARAMETERVALUE
END_GROUP = INFORMATIONCONTENT
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER CLASS = "12"
OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME CLASS = "12"
NUM_VAL = 1
VALUE = "reflectance_units"
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTENAME
GROUP = INFORMATIONCONTENT CLASS = "12"
OBJECT = PARAMETERVALUE CLASS = "12"
NUM_VAL = 1 VALUE = "none"
END_OBJECT = PARAMETERVALUE
END_GROUP = INFORMATIONCONTENT
END_OBJECT = ADDITIONALATTRIBUTESCONTAINER
GROUP = PLATFORMINSTRUMENTSENSOR
OBJECT = PLATFORMSHORTNAME NUM_VAL = 1
VALUE = "Terra"
END_OBJECT = PLATFORMSHORTNAME
OBJECT = INSTRUMENTSHORTNAME NUM_VAL = 1
VALUE = "MODIS"
END_OBJECT = INSTRUMENTSHORTNAME
END_GROUP = PLATFORMINSTRUMENTSENSOR
GROUP = GRID_INFO
GROUP = PROJECTION_INFO
OBJECT = PROJECTION NUM_VAL = 1
VALUE = "UNIVERSAL TRANSVERSE MERCATOR" END_OBJECT = PROJECTION
OBJECT = PROJECTIONPARAMETERS NUM_VAL = 13
VALUE = (0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0, 0.0) END_OBJECT = PROJECTIONPARAMETERS
OBJECT = DATUM NUM_VAL = 1 VALUE = "WGS 1984" END_OBJECT = DATUM
OBJECT = UTMZONE NUM_VAL = 1 VALUE = 48
END_OBJECT = UTMZONE
END_GROUP = PROJECTION_INFO
GROUP = GRIDSTRUCTUREINFO
OBJECT = GRIDRESAMPLINGMETHOD NUM_VAL = 1
VALUE = "Nearest neighbor resampling" END_OBJECT = GRIDRESAMPLINGMETHOD
OBJECT = DATACOLUMNS NUM_VAL = 1
END_OBJECT = DATACOLUMNS
OBJECT = DATAROWS NUM_VAL = 1 VALUE = 2356
END_OBJECT = DATAROWS
OBJECT = UPPERLEFTCORNER NUM_VAL = 2
VALUE = (-5.56684204273000e+05, 9.056578328100e+04) END_OBJECT = UPPERLEFTCORNER
OBJECT = LOWERRIGHTCORNER NUM_VAL = 2
VALUE = (2.19931579572700e+06, -2.265434216719000e+06) END_OBJECT = LOWERRIGHTCORNER
OBJECT = CORNERCOORDINATEUNITS NUM_VAL = 1
VALUE = "Meters"
END_OBJECT = CORNERCOORDINATEUNITS
GROUP = RESOLUTION
OBJECT = XPIXELSIZE NUM_VAL = 1 VALUE = 1000.0 END_OBJECT = XPIXELSIZE
OBJECT = YPIXELSIZE NUM_VAL = 1 VALUE = 1000.0 END_OBJECT = YPIXELSIZE
OBJECT = XYPIXELSIZEUNIT NUM_VAL = 1
VALUE = "Meters"
END_OBJECT = XYPIXELSIZEUNIT
END_GROUP = RESOLUTION
END_GROUP = GRIDSTRUCTUREINFO
END_GROUP = GRID_INFO
END_GROUP = INVENTORYMETADATA
Lampiran 2 Karakteristik Satelit MODIS
Satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) merupakan salah satu
instrument utama yang dibawa Earth Observing System (EOS) Terra satellite, yang merupakan bagian
dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration (NASA). Satelit
ini merupakan salah satu satelit penginderaan jauh yang memiliki kemampuan memantau permukaan bumi dan fenomena lingkungan seperti meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfer bumi dan interaksi diantara faktor-faktor tersebut.
Satelit ini berhasil diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999 (Terra) dan 14 Mei 2004 (Aqua). MODIS mengorbit bumi secara polar (arah utara-selatan) pada ketinggian 705 km. Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330 km. Pantulan gelombang eletromagnetik yang diterima sensor MODIS sebanyak 36 band mulai dari 0.405 µm sampai 14.385 µm.
Data yang terkirim dari satelit dengan kecepatan 11 mega bytes setiap detik dengan resolusi
radiometrik 12 bits. Artinya objek dapat dideteksi dan dibedakan sampai 212o keabuan. Satu elemen
citranya (pixels) berukuran 250 m pada kanal 1 sampai 2, 500 m pada kanal 3 sampai 7, dan 1000 m pada
kanal 8 sampai 36.
Tabel 7 Karakteristik dan kegunaan umum sensor MODIS.
Kegunaan Kanal Panjang Gelombang Lahan/Awan/Aerosol Boundaries 1 2 620 841 – 670 nm
– 876 nm
Lahan/Awan/Sifat Aerosol
3 459 – 479 nm 4 545 – 565 nm 5 1230 – 1250 nm 6 1628 – 1652 nm 7 2105 – 2155 nm
Ocean Color/
Fitoplankton/Biogekimia
8 405 – 420 nm 9 438 – 448 nm 10 483 – 493 nm 11 526 – 536 nm 12 546 – 556 nm 13 662 – 672 nm 14 673 – 683 nm 15 743 – 753 nm 16 862 – 877 nm
Uap air atmosfer
17 890 – 920 nm 18 931 – 941 nm 19 915 – 965 nm
Permukaan/Temperatur awan
20 3.660 – 3.840 µm 21 3.929 – 3.989 µm 22 3.929 – 3.989 µm 23 4.020 – 4.080 µm Temperatur atmosfer 24 25 4.433 4.482 – 4.498 µm – 4.549 µm
Awan cirrus, uap air
26 1.360 – 1.390 µm 27 6.535 – 6.895 µm 28 7.175 – 7.457 µm
Sifat awan 29 8.400 – 8.700 µm
Ozon 30 9.580 – 9.880 µm
Permukaan/Temperatur awan 31 32 11.770 10.780- 11.280 µm – 12.270 µm
Ketinggian puncak awan
Lanjutan Lampiran 3 Hubungan sebaran albedo pada kanal 1-3, kanal 1-4, kanal 3-4
c. 24 September 2008
R² = 0,9918
0 0,2 0,4 0,6 0,8
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Albedo Linear (Albedo)
K
a
n
a
l
Kanal 1
R² = 0,9961
0 0,2 0,4 0,6 0,8
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Albedo Linear (Albedo)
K
a
n
a
l
4
Kanal 1
R² = 0,9961
0 0,2 0,4 0,6 0,8
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Albedo
Linear (Albedo)
K
a
n
a
l
4
y = 0,9304x + 18,542 Lampiran 4 Hubungan hasil suhu permukaan antara kanal 31 dengan kanal 32
26 Maret 2008 2 November 2008
280 285 290 295 300 305
Suhu
285 290 295 300 305
Suhu
250 260 270 280 290 300 310
Clouds affect the energy balance in atmosphere through absorbtion, reflection and solar radiation process. These processes affect albedo values and the cloud surface temperature. The differences between albedo values and surface temperature can be the indicator in cloud classification and can be the separation between the cloud covered area and non-cloud covered area. Terra MODIS L1B data can be used for classifying between cloud and non-cloud using reflectant information at wavelength 0.62 µm to 0.67 µm, 0.459 µm to 0.479 µm, and 0.545 µm to 0.565 µm and the extraction of surface temperature using wavelenght 10.780 µm to 11.280 µm dan 11.770 µm to 12.270 µm. Yet, before the classification process, it is needed to look at the response of each wave lenght to the same object at the same location. Cloud‟s surface temperature can be derived from canal 31 and canal 32. The error values of both canal are 1.7 K on Januari 1st 2008, 3.3 K on March 26st 2008, 1.7 K on November 2st 2008, 5.6 K on April 6st
2008, and 12.8 K on September 24st 2008. Albedo value can be derived from band 1, band 3, band 4 since
the values distribution pattern of all these canal are relatively in common. The results of the relation between reflectance bands and thermal bands show that the albedo approach method and surface temperature approach method can be used for clouds classification. The classification using albedo approach method is the based on the thickness of the clouds, while the surface temperature approach method is based on the height of clouds.