• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan p63 pada Papilloma Sinonasal untuk Memprediksi Transformasi Maligna Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tampilan p63 pada Papilloma Sinonasal untuk Memprediksi Transformasi Maligna Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

untuk Memprediksi Transformasi Maligna

Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa

Tesis

Oleh :

Ina Farida Rangkuti

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Judul Penelitian : Tampilan p63 pada Papilloma Sinonasal untuk Memprediksi Transformasi Maligna Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa

Akan diuji pada

Hari/Tanggal : Rabu, 6 Nopember 2013

Pembimbing : 1. Prof. dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA.(K) 2. dr. T. Ibnu Alferraly, M.Ked.(PA), Sp.PA, D.Bioet

(4)

PERNYATAAN

Tampilan p63 pada Papilloma Sinonasal untuk Memprediksi Transformasi Maligna Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa

Hasil Penelitian

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam usulan penelitian ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruaan tinggi dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan ini.

Peneliti,

(5)

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya,

serta salawat dan salam kepada junjungan Rasulullah Muhammmad saw, sehingga

Penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Tampilan p63 pada Papilloma Sinonasal untuk Memprediksi Transformasi Maligna Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa”.

Tesis ini adalah salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis dalam

rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Spesialis Patologi Anatomi dalam

Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Patologi Anatomi pada Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, ijinkan penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

M.Sc.(CTM), Sp.A.(K) dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan

pada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis

Ilmu Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar,

Sp.PD.(KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk

menyelesaikan pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Patologi

Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. dr. H. M. Nadjib

Dahlan Lubis, Sp.PA.(K) (Pembimbing I) dan dr. T. Ibnu Alferraly, M.Ked.(PA),

Sp.PA, D.Bioet (Pembimbing II) yang penuh perhatian dan kesabaran telah

mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, bantuan serta

saran-saran yang bermanfaat kepada penulis mulai dari persiapan penelitian sampai pada

penyelesaian tesis ini.

Terima kasih kepada dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA.(K) dan dr. H. Soekimin,

(6)

saran-Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan tempat dan

mengizinkan penulis untuk mengambil sampel data penelitian ini.

Terima kasih kepada dr. T. Ibnu Alferraly, M.Ked.(PA), Sp.PA, D.Bioet selaku Ketua

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan

dr. H. Delyuzar, M.Ked.(PA), Sp.PA.(K), selaku Ketua Program Studi Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing

akademik penulis, atas segala bantuannya selama penulis menjalankan pendidikan

Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Patologi Anatomi pada Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada dewan guru lainnya yakni

Prof. dr. Gani W Tambunan, Sp.PA.(K), dr. Betty, M.Ked.(PA), Sp.PA, dr. Lidya

Imelda Laksmi, M.Ked.(PA), Sp.PA, dr. Jessy Chrestella, M.Ked.(PA), Sp.PA, dan

dr. Hj. Kemala Intan, M.Pd.

Persembahan terima kasih tulus tak terhingga, rasa hormat dan sembah sujud kepada

kedua orang tua, ibunda tercinta Hj.Husnidar Matondang (Almh) dan ayahanda

tercinta H.Tarzan Rangkuti (Alm), yang telah membesarkan, mendidik dengan susah

payah, namun penuh kasih sayang tulus dan doa. Juga tak terlupakan yang selalu

turut memberikan dorongan dan doa Hj. Rahmiwati Lubis, Dra. R. Adawiyah

Matondang, Hj.Aisyah Jamisah Matondang, Syamsidar Matondang (Almh), Dra.

Hj.Yunidiar, MSc, dan H. Yusmi.

Kepada suami tercinta Dedi Harianto,ST dan buah hati bunda Rafif Adinata

Ramadhan, tiada kata setara yang dapat diucapkan untuk mengutarakan rasa terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas cinta, kasih sayang, pengertian,

pengorbanan, kesabaran, serta doa yang tulus yang diberikan kepada penulis. Dan

kepada seluruh keluarga besarku, abang-abang, kakak-kakak, adik-adik,

kemanakan-kemanakan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, saya ucapkan terima kasih atas

dorongan moral, materi, dan doa yang selalu menyemangati penulis untuk dapat

(7)

seluruh pegawai di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

Akhirnya penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu mendapat

koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap adanya

kritik dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat

bagi kita semua. Amin.

Penulis,

(8)

Halaman

Lembaran Persetujuan………..………... i

Lembaran Panitia Ujian……….………... ii

Lembaran Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme... iii

Ucapan Terima Kasih... iv

2.4 Etiologi dan Patogenesis.………...

8

8

9

10

(9)

2.7 Pemeriksaan Patologi………..………...

2.7.1 Papilloma Sinonasal (SchneiderianPapilloma)...……...

2.7.2 Karsinoma Sel Skuamosa………...

3.1 Rancangan Penelitian……..………..………...

(10)

3.6 Defenisi operasional…..….………...

3.7 Cara Kerja ………...

3.7.1 Pembuatan Sediaan Mikroskopis...

3.7.2 Prosedur Sebelum Pulasan Antibodi Primer...

3.7.3 Protokol Pemulasan p63 dengan Menggunakan Metode

REAL Envision...

Lampiran 2. Surat Persetujuan Komisi Etik

Lampiran 3. Gambar Tampilan Papilloma Sinonasal dengan HE dan

(11)

WHO : Word Health Organization

HPV : Human Papilloma Virus

EBV : Epstein-Barr Virus

EGFR : Epidermal Growth Factor Reseptor

TGF-alpha : Transforming Growth Factor-Alpha

CT : Computed Tomography

MRI : Magnetic Resonance Imaging

PET : Positron Emission Tomography

KSS : Karsinoma Sel Skuamosa

TNM : Tumor, Nodul, Metastasis

TAp63 : protein p63 dengan transactivation domain

ΔNp6γ. : protein p63 tanpa transactivation domain

DBD : DNA-binding

OD : Oligomerisasi

TAD : Transactivation Domain

SAM : Sterile Alpha Motif

PID : Post-Inhibitory

(12)

Halaman

Gambar 2.1 Inverted Papilloma.... 20

Gambar 2.2 Oncocytic Papilloma... 21

Gambar 2.3 Exophytic Papilloma... 22

Gambar 2.4 Biopsi aspirasi jarum halus pada KSS... 24

Gambar 2.5 Histopatologi KSS Berkeratin ... 24

Gambar 2.6 Histopatologi KSS Nonkeratin ...... 25

Gambar 2.7 Struktur gen p63... 28

Gambar 2.8 Tampilan p63 pada jaringan normal... 33

(13)

Tabel 2.1 Distribusi frekuensi varian papilloma sinonasal... 11

Tabel 2.2 Perbandingan ketiga varian papilloma sinonasal... 22

Tabel 2.3 Ekspresi p63 pada beberapa lokasi jaringan/organ... 30

Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian... 36

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi varian papilloma sinonasal... 47

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi papilloma sinonasal berdasarkan kelompok umur... 48

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi papilloma sinonasal berdasarkan jenis kelamin... 48

Tabel 4.4 Skor distribusi tampilan p63 pada inverted papilloma dan oncocytic papilloma... 49

Tabel 4.5 Skor intensitas tampilan p63 pada inverted papilloma dan oncocytic papilloma... 50

(14)

Ina Farida Rangkuti, M.Nadjib Dahlan Lubis, T.Ibnu Alferraly

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Latar Belakang: Papilloma sinonasal adalah tumor jinak epitel traktus sinonasal yang tumbuh eksofitik atau endofitik, dengan atipia ringan sampai sedang, namun tanpa invasi stroma. Tumor ini terdiri atas varian inverted papilloma, exophytic papilloma, dan oncocytic papilloma. Meskipun jinak tumor ini bersifat agresif lokal, rekurensi, dan berpotensi transformasi maligna, paling sering menjadi karsinoma sel skuamosa. Gen p63 semakin dikenal sebagai protein penting yang turut berperan dalam perkembangan tumor. Ekspresi p63 pada karsinoma sel skuamosa menunjukkan bahwa p63 berperan sebagai onkogen.

Tujuan : Untuk mengetahui pola tampilan p63 pada berbagai varian papilloma sinonasal untuk memprediksi transformasi maligna menjadi karsinoma sel skuamosa.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel penelitian diambil dari arsip blok parafin dan preparat histopatologik papilloma sinonasal mulai 1 Januari 2009 sampai 30 Juni 2013; dan 31 kasus dikumpulkan terdiri atas inverted papilloma

(19) dan oncocytic papilloma (12). Dilakukan pemotongan ulang blok sampel dan dipulas dengan imunohistokimia p63, lalu dianalisa perbedaan tampilan pada kedua varian.

Hasil: Pada penelitian ini didapatkan skor imunoreaktif tampilan p63 dengan skor imunoreaktif 0-6 (low expression), yaitu inverted papilloma 73,68% (14 dari 19 kasus) dan oncocytic papilloma 75% (9 dari 12 kasus); skor imunoreaktif 7-9 (high expression), yaitu inverted papilloma 26,32% (5 dari 19 kasus) dan oncocytic papilloma 25% (3 dari 12 kasus); p value > 0,05 (Fisher’s Exact Test).

Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan distribusi dan intensitas tampilan p63 yang beragam pada inverted papilloma dan oncocytic papilloma, namun menurut perhitungan statistik tidak bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini antibody p63 tidak dapat digunakan untuk memprediksi transformasi maligna pada papilloma sinonasal menjadi karsinoma sel skuamosa.

(15)

composed of an exophytic or endophytic epithelial cells proliferation, with mild to moderate atypia and without stromal invasion. There are three variants – inverted papilloma, exophytic papilloma, and oncocytic papilloma. Although a benign pathology it is associated with locally aggressive, recurrence, and malignancy, especially into squamous cell carcinoma. The p63 gene is becoming increasingly recognized as an important player in human tumorigenesis. Overexpression of p63 in many squamous cell carcinoma suggests that it could act as an oncogene.

Objective : The aim of this study is to clarify the expression pattern of p63 in sinonasal papilloma variant to predict malignant transformation into squamous cell carcinoma.

Methods : This cross-sectional study was performed on 31 paraffins and slides of patients with sinonasal papillomas, which consist of inverted papillomas (19 cases) and oncocytic papillomas (12 cases), who were diagnosed between January, 1st 2009 to June, 30th 2013. Immunostaining were performed to determine the expression pattern of p63 between inverted papillomas and oncocyticpapillomas.

Results : In this study, immunoreactivity of p63 with low expression (0-6) was in inverted papilloma 73,68% (14 from 19 cases), and oncocytic papilloma 75% (9 from 12 cases), with high expression (7-9) was in inverted papilloma 26,32% (5 from 19 cases), and oncocytic papilloma 25% (3 from 12 cases). The relationship between p63 expression in inverted papilloma and oncocytic papilloma by using Fisher's exact test showed p-value > 0.05.

Conclusion: This study showed varying distribution and intensity of p63 expression in inverted papilloma and oncocytic papilloma, althought statistically there was not difference, so it can be concluded that the p63 antibody in this study can not be used to predict malignant transformation in sinonasal papilloma into squamous cell carcinoma.

(16)

Ina Farida Rangkuti, M.Nadjib Dahlan Lubis, T.Ibnu Alferraly

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak

Latar Belakang: Papilloma sinonasal adalah tumor jinak epitel traktus sinonasal yang tumbuh eksofitik atau endofitik, dengan atipia ringan sampai sedang, namun tanpa invasi stroma. Tumor ini terdiri atas varian inverted papilloma, exophytic papilloma, dan oncocytic papilloma. Meskipun jinak tumor ini bersifat agresif lokal, rekurensi, dan berpotensi transformasi maligna, paling sering menjadi karsinoma sel skuamosa. Gen p63 semakin dikenal sebagai protein penting yang turut berperan dalam perkembangan tumor. Ekspresi p63 pada karsinoma sel skuamosa menunjukkan bahwa p63 berperan sebagai onkogen.

Tujuan : Untuk mengetahui pola tampilan p63 pada berbagai varian papilloma sinonasal untuk memprediksi transformasi maligna menjadi karsinoma sel skuamosa.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel penelitian diambil dari arsip blok parafin dan preparat histopatologik papilloma sinonasal mulai 1 Januari 2009 sampai 30 Juni 2013; dan 31 kasus dikumpulkan terdiri atas inverted papilloma

(19) dan oncocytic papilloma (12). Dilakukan pemotongan ulang blok sampel dan dipulas dengan imunohistokimia p63, lalu dianalisa perbedaan tampilan pada kedua varian.

Hasil: Pada penelitian ini didapatkan skor imunoreaktif tampilan p63 dengan skor imunoreaktif 0-6 (low expression), yaitu inverted papilloma 73,68% (14 dari 19 kasus) dan oncocytic papilloma 75% (9 dari 12 kasus); skor imunoreaktif 7-9 (high expression), yaitu inverted papilloma 26,32% (5 dari 19 kasus) dan oncocytic papilloma 25% (3 dari 12 kasus); p value > 0,05 (Fisher’s Exact Test).

Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan distribusi dan intensitas tampilan p63 yang beragam pada inverted papilloma dan oncocytic papilloma, namun menurut perhitungan statistik tidak bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini antibody p63 tidak dapat digunakan untuk memprediksi transformasi maligna pada papilloma sinonasal menjadi karsinoma sel skuamosa.

(17)

composed of an exophytic or endophytic epithelial cells proliferation, with mild to moderate atypia and without stromal invasion. There are three variants – inverted papilloma, exophytic papilloma, and oncocytic papilloma. Although a benign pathology it is associated with locally aggressive, recurrence, and malignancy, especially into squamous cell carcinoma. The p63 gene is becoming increasingly recognized as an important player in human tumorigenesis. Overexpression of p63 in many squamous cell carcinoma suggests that it could act as an oncogene.

Objective : The aim of this study is to clarify the expression pattern of p63 in sinonasal papilloma variant to predict malignant transformation into squamous cell carcinoma.

Methods : This cross-sectional study was performed on 31 paraffins and slides of patients with sinonasal papillomas, which consist of inverted papillomas (19 cases) and oncocytic papillomas (12 cases), who were diagnosed between January, 1st 2009 to June, 30th 2013. Immunostaining were performed to determine the expression pattern of p63 between inverted papillomas and oncocyticpapillomas.

Results : In this study, immunoreactivity of p63 with low expression (0-6) was in inverted papilloma 73,68% (14 from 19 cases), and oncocytic papilloma 75% (9 from 12 cases), with high expression (7-9) was in inverted papilloma 26,32% (5 from 19 cases), and oncocytic papilloma 25% (3 from 12 cases). The relationship between p63 expression in inverted papilloma and oncocytic papilloma by using Fisher's exact test showed p-value > 0.05.

Conclusion: This study showed varying distribution and intensity of p63 expression in inverted papilloma and oncocytic papilloma, althought statistically there was not difference, so it can be concluded that the p63 antibody in this study can not be used to predict malignant transformation in sinonasal papilloma into squamous cell carcinoma.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor

sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus

paranasal di sekitar hidung. Rongga hidung dikelilingi oleh sinus paranasal yaitu

sinus maksila, etmoid anterior dan posterior, frontal dan sfenoid. Umumnya

sinus-sinus ini bermuara ke meatus medius rongga hidung. Oleh sebab itu pembicaraan

mengenai tumor rongga hidung tidak dapat dipisahkan dari tumor sinus paranasal

karena keduanya saling mempengaruhi kecuali jika ditemukan masing-masing

dalam keadaan dini. 1,2,3

Tumor sinonasal jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas.

Tumor jinak yang paling sering pada sinonasal adalah papilloma sinonasal,

sedangkan tumor ganas yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa.

Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

0,4-4,7% dari semua tumor sinonasal. Papilloma sinonasal bersifat jinak, agresif

lokal, dapat kambuh kembali, dan dapat mengalami transformasi maligna.

Syrjanen pada suatu studi meta-analitik melaporkan dari data yang dikumpulkan

antara tahun 1972-1992, dijumpai 1325 kasus papilloma sinonasal, menunjukkan

laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan dengan rasio 3:1, dengan usia

rata-rata 53 tahun, namun dijumpai juga terjadi pada anak-anak.3,4,5,6,7,8,9

Mukosa respiratori bersilia (epitel kolumnar pseudostratified bersilia)

(19)

disebut juga dengan membran Schneiderian, yang menghasilkan tiga tipe histologi

papilloma yang berbeda (klasifikasi Hyams, 1971), diantaranya exophytic

(fungiform) papilloma,inverted (endophytic) papilloma dan oncocytic (cylindrical

cells) papilloma, secara keseluruhan disebut juga dengan schneiderian papilloma

atau papilloma sinonasal. Maithani et al. pada studi retrospektif klinikopatologi

papilloma sinonasal menjelaskan bahwa tumor ini adalah tumor jinak epitel

mukosa sinonasal yang terdiri dari proliferasi sel kolumnar dan atau sel skuamosa

yang tumbuh eksofitik atau endofitik, dengan atipia ringan sampai sedang, namun

tanpa invasi stroma.3,4,7,10,11,12

Papilloma sinonasal menunjukkan langkah-langkah perubahan histologi

dimana epitel kolumnar pseudostratified bersilia digantikan secara perlahan

dengan epitel transisional dan diikuti dengan metaplasia skuamosa dan akhirnya

menjadi epitel skuamosa. Displasia dapat berkembang setelah itu pada area

metaplasia skuamosa dan/atau epitel skuamosa, kemudian dapat berlanjut menjadi

karsinoma in situ dan karsinoma sel skuamosa invasif.13

Sandison et al. pada suatu studi retrospektif melaporkan bahwa tingkat

kekambuhan rata-rata dari semua tipe papilloma sinonasal cukup tinggi, mulai

dari 6 – 33%, namun kekambuhan ini bergantung pada lokasi tumor (tumor pada

dinding lateral rongga hidung dan sinus paranasal memiliki tingkat kekambuhan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumor pada septum rongga hidung) dan

prosedur pembedahan (reseksi terbatas seperti pembedahan endoskopi memiliki

tingkat kekambuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan prosedur radikal).14

Potensi perubahan papilloma sinonasal menjadi suatu keganasan telah

(20)

papilloma merupakan varian yang paling sering dilaporkan mengalami

transformasi maligna menjadi karsinoma sel skuamosa. Beberapa kasus yang

melaporkan transformasi maligna yang berasal dari oncocytic papilloma, dan

hanya satu literatur yang melaporkan transformasi maligna yang berasal dari

exophytic papilloma.15,16,17,18

Maithani et al. pada suatu studi melaporkan bahwa transformasi maligna

papilloma sinonasal dapat dilihat pada inverted papillomas (5-10%) dan oncocytic

papillomas (10-17%), sedangkan exophytic papillomas belum terbukti berpotensi

berubah menjadi suatu keganasan. Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan

yang paling sering terjadi pada inverted papillomas dan oncocytic papillomas.

Wassef et al. menyatakan pada suatu review article bahwa potensi transformasi

maligna dari ketiga varian papilloma sinonasal yaitu exophytic papilloma 35%,

inverted papilloma 3-24%, dan oncocytic papilloma 14-19%.7,19

Buchwald et al. menyatakan bahwa insiden transformasi maligna pada

inverted papilloma sekitar 10%, sangat jarang pada oncocytic papilloma, dan

belum ada laporan terjadi pada exophytic papilloma. Begitu juga Cheng et al.

menyatakan pada suatu laporan kasus bahwa insiden transformasi maligna pada

inverted papilloma 5-10%, oncocytic papilloma 14-19%, dan belum ada bukti

dijumpai pada exophytic papilloma.9,20

Transformasi maligna ini dapat dibedakan antara : (1) metachronous, yaitu

tumor invasif yang sebelumnya adalah papilloma, dan (2) synchronous, yaitu

dimana dijumpai karsinoma sel skumosa bersamaan dengan papilloma. Studi

terdahulu tentang inverted paillomas salah satunya dilakukan oleh Mirza et al.

(21)

metachronous dijumpai sebesar 3,6%. Waktu yang diperlukan inverted papilloma

berubah menjadi suatu keganasan adalah antara 6 - 180 bulan (rata-rata 52

bulan).4,7,14,19

Beberapa studi lain juga berusaha untuk menentukan parameter histologis

yang bisa memprediksi tingkat kekambuhan dan transformasi maligna. Eggers et

al. melaporkan studi retrospektif dari 93 kasus dan Katori et al. mengnalisis 39

kasus inverted papilloma untuk menetapkan parameter histologis yang bisa

memprediksi kekambuhan dan trasnformasi maligna. Beberapa kekambuhan tanpa

keganasan berkaitan dengan lokasi tumor pada sinus frontalis, hiperkeratosis,

hiperplasia epitel skuamosa, dan peningkatan indeks mitosis, sedangkan

keganasan berkaitan dengan kehadiran invasi tulang, adanya polip inflamasi,

banyaknya epitel neoplastik yang tumbuh ke stroma, hiperkeratosis meningkat

dan eosinofil menurun.8,21

Diagnosis keganasan pada sinonasal sering meragukan, karena kadang

kala sulit dibedakan dari tumor sinonasal jinak. Gejala klinis yang hampir

bersamaan pada gejala awal menyebabkan penundaan diagnosis suatu keganasan.

Diperkirakan diperlukan rentang waktu 6 - 8 bulan dari gejala awal sampai

diagnosis bisa ditegakkan. Indikator keganasan seperti neuropati kranial dan

proptosis jarang terjadi pada gejala awal, ini menandakan penyakit lanjut.

Kecurigaan juga harus diterapkan pada pasien yang tidak respon terhadap terapi

gejala klinis sinonasal.22,23

Banyak faktor yang berperan dalam transformasi maligna pada sinonasal,

salah satunya adalah gangguan pada berbagai protein intraseluler yang meregulasi

(22)

tumor p53, terletak pada kromosom 3q27-29, saat ini semakin dikenal sebagai

protein penting yang turut berperan dalam perkembangan tumor. Baru-baru ini

kloning faktor transkripsi p63 merupakan penanda lain yang menjanjikan untuk

menunjukkan diferensiasi karsinoma sel skuamosa. Gen p63 mengkodekan

beberapa isotipe dengan kemampuan berbeda untuk transaktifasi gen p53 yang

melaporkan dan menginduksi apoptosis. Ekspresinya meningkat pada jaringan

yang ganas dibandingkan dengan jaringan normal, dan juga meningkat pada

karsinoma dengan diferensiasi yang buruk dibandingkan dengan yang

berdiferensiasi baik. Ekspresi p63 yang berlebihan pada keganasan sinonasal ini

disebabkan oleh amplifikasi dari gen p63. Sementara itu pada jaringan normal,

p63 terdeteksi pada sel basal epitel skuamosa (termasuk epidermis dan folikel

rambut), pada sel basal urotelial, dan sel basal epitel kelenjar payudara dan

prostat.24,25,26,27

Oncel et al. meneliti pola ekspresi p53, p63, p21, p27 pada regulasi siklus

sel dan Ki-67 sebagai penanda proliferasi pada 22 kasus inverted papilloma dan 9

kasus KSS sinonasal. Ditemukan peningkatan ekspresi p53, p63 dan KI-67 yang

signifikan pada KSS sinonasal dibandingkan inverted papilloma, namun tidak

ditemukan perbedaan ekspresi dari p21 dan p27.8

Sniezek et al. menemukan overekspresi p63 pada KSS kepala dan leher

bila dibandingkan dengan spesimen kontrol jaringan normal. Hal ini menunjukkan

bahwa p63 berperan penting terhadap diferensiasi dan anti apoptotik pada epitel

mukosa daerah kepala dan leher, yang menjadi penyebab terjadinya pembentukan

tumor. Hagiwara et al. dan Osada et al. menganalisis urutan p63 yang diisolasi

(23)

sebagai penekan tumor melainkan sebagai onkogen. Diprediksi peran p63 adalah

untuk melawan aktivitas p53.8

Tonon et al. menemukan bahwa genom p63 diamplifikasi secara konsisten

pada karsinoma sel skuamosa, menunjukkan bahwa p63 berkontribusi pada

pertumbuhan tumor. Massion et al. menemukan peningkatan yang signifikan gen

p63 pada lesi preinvasif yang dinilai sebagai displasia. Data pada studi ini

menunjukkan bahwa ada amplifikasi genom p63 dalam perkembangan karsinoma

skuamosa paru-paru, maka disimpulkan bahwa p63 berperan pada pertumbuhan

tumor paru dan layak menjadi evaluasi tambahan sebagai biomarker untuk

perkembangan kanker paru-paru. Dalam penelitian oncel et al. ekspresi p63

menunjukkan perbedaan yang signifikan antara inverted papilloma dan karsinoma

sel skuamosa. Ekspresi p63 yang berlebihan pada karsinoma sel skuamosa

menunjukkan kemungkinan bahwa p63 berperan sebagai onkogen.8

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas peneliti ingin

melihat pola distribusi dan intensitas tampilan p63 pada berbagai varian papilloma

sinonasal yang sering dilaporkan dapat mengalami transformasi maligna, serta

mencoba untuk menganalisa apakah pewarnaan p63 ini dapat menjadi parameter

untuk memprediksi transformasi maligna tersebut.

1.2Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimanakah pola distribusi

dan intensitas tampilan p63 pada berbagai varian papilloma sinonasal untuk

(24)

1.3Hipotesis

Ada perbedaan distribusi dan intensitas tampilan p63 pada berbagai varian

papilloma sinonasal untuk memprediksi transformasi maligna menjadi karsinoma

sel skuamosa.

1.4Tujuan Penelitian

1. Mengetahui gambaran karakteristik penderita papilloma sinonasal

berdasarkan umur dan jenis kelamin.

2. Mengetahui pola distribusi dan intensitas tampilan p63 pada berbagai

varian papilloma sinonasal untuk memprediksi transformasi maligna

menjadi karsinoma sel skuamosa.

3. Mengetahui varian papilloma sinonasal mana yang lebih berpotensi

mengalami transformasi maligna menjadi karsinoma sel skuamosa.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Diharapkan p63 dapat menjadi penunjang diagnostik yang lebih akurat

untuk memprediksi transformasi maligna suatu papilloma sinonasal

menjadi karsinoma sel skuamosa.

2. Sebagai dasar penelitian berikutnya dalam mencari mekanisme perubahan

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Rongga hidung (kavum nasi) berbentuk terowongan dari depan ke

belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi

kanan dan kiri. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan

dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan pada bagian luar dilapisi oleh

mukosa hidung. Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum (kuadrangularis) di

sebelah anterior, lamina perpendikularis tulang etmoid di sebelah atas, vomer dan rostrum

sfenoid di posterior dan krista (maksila dan palatina) di sebelah bawah.2,3,28,29

Lubang hidung bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana) yang berhubungan dengan nasofaring. Selanjutnya,

pada dinding lateral rongga hidung terdapat konka dengan rongga udara yang tidak teratur,

yaitu meatus superior, media dan inferior. Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus

inferior di bagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus

frontal, etmoid anterior dan sinus maksila. Sinus etmoid posterior bermuara pada meatus

superior, sedangkan sinus sfenoid bermuara pada resesus sfenoetmoid.1,2,3, 24

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak

di sekitar nasal dan mempunyai hubungan dengan rongga hidung melalui

ostiumnya. Terdapat empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontal dan etmoid

(di atas dan di antara mata), sinus maksila (pada pipi), dan sinus sfenoid (di

belakang etmoid). Perkembangan sinus paranasal dimulai pada fetus yang berusia

(26)

rongga hidung. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada pada waktu anak lahir,

dan hanya sinus ini yang dapat terkena infeksi pada anak. Sinus frontal mulai

berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia kurang lebih 8 tahun.

Pseumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian

postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar

maksimal pada usia antara 15-18 tahun.2,3,11,29

Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami

modifikasi, bersilia, mampu menghasilkan mukus, dan sekret disalurkan ke dalam

rongga hidung. Pada orang sehat sinus terutama berisi udara.2,3,29,30

2.2 Histologi

Sebagian besar saluran sinonasal dilapisi epitel saluran pernafasan, yaitu

epitel kolumnar bersilia pseudostratified disertai sel goblet. Dengan menggunakan

mikroskop elektron dapat dilihat ada lima jenis sel epitel saluran pernafasan yaitu

sel kolumnar bersilia, sel goblet, brush cells, sel basal, dan sel granul kecil.2,3,29,30

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum

di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di

dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.

Pada fosa nasalis (rongga hidung) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis

medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding

lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan

konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi

menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel

(27)

permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki

akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk

piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman

menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga

memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan

vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk

mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih

jauh.3,29,30

Sinus paranasal terdiri atas sinus frontal, sinus maksila, sinus ethmoid dan

sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung.

Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel

goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar

kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia

mendorong mukus ke rongga hidung.3,29,30

2.3 Epidemiologi

Tumor sinonasal jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas.

Tumor jinak yang paling sering pada sinonasal adalah papilloma sinonasal,

sedangkan tumor ganas yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa.

Papilloma sinonasal hanya mewakili 0,4-4,7% dari semua tumor sinonasal, namun

tumor ini adalah tumor jinak yang paling sering pada sinonasal.3,4,6

Barnes et al. mengumpulkan distribusi frekuensi varian papilloma

sinonasal dari beberapa penelitian. Ternyata masing-masing menunjukkan angka

(28)

masing-masing insiden inverted papilloma 62%, oncocytic papilloma 6% dan

exophytic papilloma 32%.

Tabel 2.1 Distribusi frekuensi varian papilloma sinonasal.3,6,11

Peneliti Total Kasus Inverted Papilloma

kekambuhan rata-rata dari semua tipe papilloma sinonasal cukup tinggi, mulai

dari 6 – 33%. Pada studi ini juga dilaporkan transformasi maligna papilloma

sinonasal dapat dilihat pada inverted papillomas (5-10%) dan oncocytic

papillomas (10-17%), sedangkan exophytic papillomas belum terbukti berpotensi

berubah menjadi suatu keganasan.7,15,16,17,18

Buchwald et al. menyatakan bahwa insiden transformasi maligna pada

inverted papilloma sekitar 10%, sangat jarang pada oncocytic papilloma, dan

belum ada laporan terjadi pada exophytic papilloma. Begitu juga Cheng et al.

menyatakan pada suatu laporan kasus bahwa insiden transformasi maligna pada

inverted papilloma 5-10%, oncocytic papilloma 14-19%, dan belum ada bukti

(29)

Mirza et al. menjelaskan bahwa karsinoma synchronous dijumpai 7,1%

dan karsinoma metachronous dijumpai sebesar 3,6%. Waktu yang diperlukan

inverted papilloma berubah menjadi suatu keganasan adalah antara 6 - 180 bulan

(rata-rata 52 bulan).4,7,19,20

Keganasan pada sinonasal termasuk jarang, hanya 3% dari keganasan di

kepala dan leher dan hanya sekitar 1% dari keganasan di seluruh tubuh. Insiden

keganasan sinonasal lebih umum terjadi di Asia dan Afrika daripada di Amerika

Serikat. Di Asia, keganasan sinonasal menempati peringkat kedua yang paling

sering dari keganasan di kepala dan leher, setelah karsinoma nasofaring. Rifki

mengemukakan data yang dikumpulkannya dari rumah sakit umum di 10 kota besar

di Indonesia bahwa frekuensi tumor sinonasal adalah 9,3-25,3% dari keganasan THT dan

berada di peringkat kedua setelah tumor ganas nasofaring.3,13

Keganasan pada sinonasal dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan

morbiditas yang signifikan, sukar diobati secara tuntas dan angka kesembuhannya

masih sangat rendah. Insiden keganasan pada sinonasal tergolong rendah pada

kebanyakan populasi (<1.5/100,000 pada pria dan <1.0/100,000 pada wanita).

Insiden tertinggi ditemukan di Jepang, yaitu 2-3,9/100.000 penduduk, juga pada

beberapa tempat di Cina dan India.3,13

Keganasan tersering pada sinonasal adalah karsinoma sel skuamosa

(70%), dan selanjutnya adenokarsinoma (10-20%). Dengan predileksi tersering

pada sinus maksila (60%), diikuti oleh rongga hidung (20-30%), sinus etmoid

(10-15%), dan ada sedangkan sinus frontal dan sphenoid jarang dijumpai (kurang dari

1%). Sekitar 80% ditemukan pada usia 45-85 tahun dan insiden pada pria dua kali

(30)

2.4 Etiologi dan Patofisiologi

Etiologi tumor sinonasal belum dapat diketahui secara pasti, namun

beberapa studi epidemiologi terdahulu dari berbagai negara menunjukkan adanya

hubungan dengan paparan zat kimia atau bahan industri antara lain nikel, debu

kayu, kulit, mebel, tekstil, formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain.

Alkohol, asap rokok, makanan yang diasin atau diasap juga diduga meningkatkan

terjadinya keganasan sinonasal terutama jenis karsinoma sel skuamosa.1,3,24,29

Ukuran partikel debu juga penting diketahui karena jika lebih kecil dari

5µm dapat mencapai saluran pernapasan bagian bawah, sedangkan partikel yang

lebih besar dari 5µm diakumulasi di mukosa hidung. Namun karsinogen ini belum

dapat diidentifikasi secara jelas. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun

atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan.

Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko

tambahan. Karsinogen di tempat kerja tidak menyebabkan gambaran histopatologi

kanker yang khusus, demikian juga dengan keganasan rongga hidung yang secara

histopatologik tumor epitel yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.1,3,12,29

Jadi dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa tumor ini merupakan

penyakit yang berhubungan dengan lingkungan. Namun pernah dilaporkan juga

bahwa tumor sinonasal dapat muncul sporadis, tanpa berhubungan dengan

paparan. Oleh karena itu riwayat sosial dan pekerjaan harus ditanyakan pada

pasien-pasien yang mempunyai gejala yang mengarah ke keganasan pada

sinonasal.1,3,12,29

Infeksi virus dan hubungannya terhadap keganasan merupakan hal yang

(31)

bahwa peningkatan ekspresi dari epidermal growth factor reseptor (EGFR) dan

transforming growth factor-alpha (TGF-alpha) mungkin berhubungan dengan

paparan awal karsinogen yang menyebabkan inverted papilloma. Infeksi Human

papilloma virus (HPV) mungkin juga merupakan awal dari proses panjang yang

menyebabkan perubahan inverted papilloma menjadi ganas.3,23,30,31

Telah lama dicurigai bahwa virus merupakan penyebab terjadinya

papilloma sinonasal. Barnes melaporkan bahwa 131 (38%) dari 341 kasus

papilloma sinonasal yang dilakukan analisis biologi molekular (hibridisasi in situ

atau polymerase chain reaction) menunjukkan hasil positif terhadap Human

Papilloma Virus (HPV), terutama HPV 6 dan 11, beberapa HPV 16 dan 18, dan

sangat jarang tipe lainnya (misalnya HPV 57). Namun belum diketahui secara

pasti apakah ada hubungan sebab-akibat antara kehadiran HPV dengan

perkembangan tumor ini.3,10,23,30,31

2.5 Gambaran Klinis

Gejala awal cenderung tidak spesifik dan bervariasi, mulai dari obstruksi

hidung unilateral, diikuti dengan rhinorrhea jernih encer, serosanguinosa,

purulen, sampai epistaksis. Pada keadaan lanjut, tumor tumbuh besar sampai ke

pipi, dapat menginvasi ke orbita, pterygopalatine, fossa infratemporal, kavitas

pada kranial, dan dapat menimbulkan rasa nyeri terutama di malam hari atau saat

berbaring, gangguan neurologi (parastesia, anastesia sampai paralisis saraf-saraf

otak), dan gangguan visual dan exoftalmus. Pada beberapa kasus ditemukan tanpa

gejala awal sehingga diagnosis sering terlambat dan pasien datang dengan

(32)

Gambaran klinis dapat juga bergantung pada lokasi primer dan arah

perluasan penyebaran. Tumor rongga hidung muncul dengan gejala pada hidung

berupa obstruksi hidung unilateral dan rhinorrhea. Sekretnya sering bercampur

darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung

sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor yang ganas sekret berbau

karena mengandung jaringan nekrotik. Tumor etmoid juga muncul dengan gejala pada

hidung, namun juga bisa memiliki gejala pada orbita seperti proptosis, epifora,

exoptalmus, diplopia, hingga terjadi penyumbatan sakus lakrimalis. Tumor sinus

frontalis cenderung muncul hanya berupa gejala orbita. Tumor sinus sfenoid

umumnya muncul terlambat pada spesialis neurologi dengan gejala

neurologis.1,9,19,29

Invasi ke rongga hidung menyebabkan obstruksi hidung dan epistaksis dan

tumor umumnya terlihat jelas. Sebagai catatan bahwa epistaksis pada pasien dewasa

yang tidak hipertensi membutuhkan investigasi radiologis. Perluasan tumor ke

rongga mulut menyebabkan gejala oral berupa penonjolan atau ulkus di palatum

atau di prosessus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau

gigi geligi goyang. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi,

tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. Perluasan tumor ke

depan akan menyebabkan gejala fasial berupa pembengkakan pada wajah disertai

nyeri, anastesia atau parastesia jika mengenai nervus trigeminus. Perluasan tumor

ke intrakranial menyebabkan gejala intrakranial berupa sakit kepala hebat,

oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat di sertai likourea, yaitu cairan otak yang

keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka

(33)

akibat terkenanya muskulus pterigoideus di sertai anastesia dan parastesi daerah

persarafan nervus maksilaris dan mandibularis. Perluasan ke arah nasofaring dapat

menimbulkan gejala sumbatan tuba Eustachius, seperti nyeri telinga, tinnitus dan

gangguan pendengaran.1,9,12,32

Gambaran karakteristik klinis berbagai varian papilloma sinonasal ini

dirangkum oleh Cheng et al. dalm satu tabel.

2.6 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologi modern memainkan peranan penting dalam

evaluasi tumor sinonasal. Foto polos sinus paranasal mungkin kurang berfungsi

dalam mendiagnosis dan menentukan perluasan tumor kecuali pada tumor tulang

seperti osteoma. Tetapi foto polos tetap berfungsi sebagai diagnosis awal,

terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral, harus di curigai

keganasan dan selanjutnya dapat dilakukan CT Scan. Computed Tomography (CT)

dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan informasi yang signifikan

tentang tekstur, margin, efek pada tulang dan bahkan vaskularisasi. Dan bila

diperlukan dapat juga dilanjutkan dengan pemeriksaan Positron Emission

Tomography (PET) dan angiography. Meskipun pemeriksaan histopatologi masih

diperlukan untuk memastikan sifat tumor, namun pemeriksaan radiologi dapat

(34)

2.7 Pemeriksaan Patologi

Diagnosis pasti tumor sinonasal ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

histopatologi. Jika tumor tampak di rongga hidung atau rongga mulut, maka

biopsi mudah dan harus segera dilakukan. Biopsi tumor sinus maksila, dapat

dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi Caldwel-Luc yang

insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. Namun jika dicurigai tumor vaskuler,

misalnya angiofibroma, jangan lakukan biopsi karena akan sangat sulit

menghentikan perdarahan yang terjadi. Diagnosis adalah dengan

angiografi.1,3,28,34,35

Klasifikasi histologi tumor sinonasal menurut WHO yaitu : 1) epithelial

tumours, 2)soft tissue tumours, 3) haematolymphoid tumours, 4) neuroectodermal,

5) germ cell tumours, dan 6) secondary tumours.3,13

2.7.1 Papilloma Sinonasal (Schneiderian Papilloma)

Mukosa respiratori bersilia yang merupakan derivat dari ektoderm yang

melapisi rongga hidung dan sinus paranasal disebut dengan membran

Schneiderian, menghasilkan tiga tipe morfologi papilloma yang berbeda,

diantaranya inverted papilloma, oncocytic papilloma, dan exophytic papilloma

atau secara keseluruhan disebut dengan Schneiderian papilloma. Schneiderian

papilloma ini jarang terjadi, hanya mewakili 0,4-4,7% dari semua tumor

sinonasal.1,3,36,37,38

Inverted papilloma terjadi di sepanjang dinding lateral rongga hidung

(middle turbinate atau ethmoidal recesses), dengan ekstensi sekunder ke sinus

(35)

berasal dari sinus paranasal. Oncocytic papillomas terjadi paling sering di

sepanjang dinding lateral rongga hidung tetapi juga dapat berasal dalam sinus

paranasal (maksila atau ethmoid). Exophytic papilloma hampir selalu terbatas

pada septum nasi. Tipe inverted dan oncocytic sangat jarang terjadi pada septum

nasi. Papilloma sinonasal biasanya unilateral, tetapi dapat juga terjadi bilateral.

Tumor ini memiliki kecenderungan untuk menyebar di sepanjang mukosa ke

daerah sekitarnya, termasuk nasofaring. Walaupun jarang papilloma sinonasal

dapat berasal dari luar saluran sinonasal, diantaranya pada faring, telinga tengah,

mastoid, nasofaring, dan kantung lakrimalis. Migrasi ektopik dari membran

Schneiderian selama embriogenesis mungkin dapat menjelaskan terjadinya

papilloma yang menyimpang ini.3,28,39

Inverted Papilloma (Schneiderian papilloma, inverted type), pemeriksaan

fisik berupa massa berwarna merah atau abu-abu, tidak transparan, konsistensi

padat sampai lunak dan rapuh, berbentuk polipoid dengan permukaan berbelit

atau berkerut. Pemeriksaan histopatologi tumor ini memiliki pola pertumbuhan

endofit atau "inverted", dilapisi membran epitel yang proliferatif, tumbuh ke

bawah ke dalam stroma yang mendasarinya. Sel epitel ini berlapis-lapis (5-30

lapis) dan bervariasi, terdiri dari sel skuamosa, sel transisional, dan sel kolumnar

(mungkin ketiganya ada dalam satu lesi), bercampur dengan mucocytes (sel

goblet) dan kista musin intraepitel. Sel skuamosa nonkeratin dan sel transisional

lebih dominan, dan sering dilapisi selapis sel epitel kolumnar bersilia. Ketiga jenis

sel dapat muncul bersamaan pada satu lesi dengan proporsi yang bervariasi.

Infiltrasi sel radang kronis menyusup pada semua lapisan epitel permukaan.

(36)

pleomorfik mungkin dapat dijumpai. Komponen epitel dapat menunjukkan

gambaran clear cell yang luas, mengindikasikan adanya konten glikogen yang

berlimpah. Aktivitas mitosis sedikit dan biasanya dapat dilihat pada lapisan basal

dan parabasal, tetapi tidak dijumpai mitosis yang atipik. Fokus keratinisasi

permukaan dijumpai pada 10-20% kasus dan sel-sel displastik dijumpai pada

5-10% kasus. Hal ini bukan merupakan tanda-tanda keganasan, tetapi penting

untuk dievaluasi. Kelenjar saliva minor biasanya tidak dijumpai. Komponen

stroma bervariasi dari miksomatus sampai fibrosa, dengan atau tanpa disertai sel

radang (terutama neutrofil) dan vaskularisasi yang bervariasi. Kelenjar

seromusinosa normal jarang absen dari tumor ini, karena epitel neoplastik

menggunakan saluran-saluran dan kelenjar sebagai jalan untuk memperluas ke

dalam stroma. Inverted papilloma yang besar dapat menghambat drainase sinus di

dekatnya. Akibatnya, tidak jarang juga menemukan polip hidung normal pada

spesimen inverted papilloma, yang teridentifikasi dengan penampilan terlalu

miksoid dan transiluminasi, sedangkan inverted papilloma tidak akan seperti

(37)

Gambar 2.1 Inverted Papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak seperti pita yang tumbuh ke dalam stroma. B-C. Gambaran mikroskopis, tampak epitel skuamosa tumbuh hiperplastik ke dalam stroma membentuk polipod. D. Inverted papilloma dengan pelapis epitel saluran pernafasan bersilia yang hiperplastik, dan tampak transmigrasi neutrofil dari basal membran ke epitel. E. Inverted papilloma dengan epitel skuamosa dan epitel saluran pernafasan bersilia. F. Gambaran koilosit pada infeksi HPV.1,3,28

Oncocytic Papilloma (Schneiderian papilloma, oncocytic type),

pemeriksaan fisik berupa massa fleshy berwarna merah kehitaman sampai coklat,

atau abu-abu, berbentuk papilari atau polipoid, berhubungan dengan obstruksi

hidung dan epistaksis yang intermitten. Pola pertumbuhan tumor ini dapat

exophytic dan endophytic. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan sel epitel

proliferatif, tersusun berlapis-lapis (2 - 8 lapis sel) yang terdiri dari sel-sel bentuk

kolumnar tinggi, inti sel kecil, gelap (hiperkromatin), relatif seragam,

kadang-kadang vesikular, dan anak inti kurang jelas. Sitoplasma eosinofilik berlimpah

(bengkak) dan bergranul, dan pada permukaan paling luar dapat dijumpai

beberapa sel epitel bersilia. Pada lapisan epitel ini khas dijumpai beberapa kista

kecil berisi musin atau sel radang neutrofil (mikroabses). Kista ini tidak dijumpai

pada submukosa. Umumnya tidak dijumpai kelenjar saliva minor. Komponen

A

B

E D

C

(38)

stroma bervariasi, dari miksomatus sampai fibrous, disertai infiltrasi sel radang

limfosit, sel plasma, dan neutrofil, namun hanya sedikit eosinofil dan

vaskularisasi yang bervariasi.1,3,28

Gambar 2.2 Oncocytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan exophytic (panah putih) dan inverted (panah hitam). B dan C. Gambaran mikroskopis, tampak pelapis epitel onkositik berlapis, disertai kista berisi musin dan mikroabses pada intraepitel.1,28

Exophytic Papilloma (Schneiderian papilloma, exophytic type,

pemeriksaan fisik exophytic papilloma berupa massa papillary atau warty,

exophytic, verrucous, cauliflower-like lesions, ukuran rata-rata 2 cm, berwarna

abu-abu, merah muda atau coklat, tidak transparan, melekat pada septum hidung

dengan dasar relatif luas, konsistensi kenyal sampai keras padat. Tampak massa

bertangkai melekat pada mukosa. Pemeriksaan histopatologi tampak pola papilar

dengan fibrovascular core yang dilapisi oleh epitel yang berlapis-lapis (5-20 lapis

sel), yang bervariasi dari sel skuamosa (epidermoid), sel transisional

(intermediet), sampai sel kolumnar pseudostratifikasi bersilia (sel respirasi),

disertai mucocytes (goblet cell), dan kista musin intraepitel. Tidak dijumpai

keratinisasi pada permukaan, kecuali pada tumor yang teriritasi atau jika

papilloma sangat besar dan menggantung ke vestibulum hidung, dimana tumor

terkena efek pengeringan oleh udara. Mitosis jarang dan tidak pernah atipik.

Stroma berupa fibrovascular core diinfiltrasi oleh sedikit sel radang.1,3,12,28

(39)

Gambar 2.3 Exophytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan exophytic pada septum nasi. B. Gambaran mikroskopis, tampak struktur papilar dengan epitel skuamosa. C.

Tampak pelapis epitel skuamosa hiperplastik, koilositik1,3,.28

Wassef et al. menyimpulkan perbandingan ketiga varian papilloma

sinonasal ini dalam suatu tabel.19

Tabel 2.2 Perbandingan ketiga varian papilloma sinonasal19

2.7.2 Karsinoma Sel Skuamosa (KSS)

KSS merupakan tumor ganas epitel yang berasal dari epitel mukosa

rongga hidung atau sinus paranasal yang terbagi atas tipe keratin dan nonkeratin.

Sinonim KSS berkeratin adalah KSS, sedangkan nonkeratinizing carcinoma

adalah schneiderian carcinoma, cylindrical cell carcinoma, transitional (cell)

carcinoma, Ringertz carcinoma, respiratory epithelial carcinoma. KSS sinonasal

A

(40)

paling sering muncul pada sinus maksila (60-70%), diikuti rongga hidung

(12-25%), sinus etmoid (10-15%) dan sfenoid dan sinus frontal (< 1%). KSS pada

vestibulum hidung harus dianggap sebagai karsinoma kulit daripada epitel

mukosa sinonasal.1,3,28,40

Pola pertumbuhan KSS sinonasal dapat berupa massa exophytic, fungating

atau papillary, konsistensi rapuh, mudah berdarah, sebagian nekrosis, massa

berbatas tegas atau infiltratif. Karsinoma rongga hidung dapat menyebar ke lokasi

yang berdekatan dengan rongga hidung atau sinus etmoid, atau dapat meluas ke

rongga hidung kontralateral, tulang, sinus maksila, palatum, kulit dan jaringan

lunak hidung, bibir, atau pipi, juga rongga kranium. Karsinoma sinus maksila

dapat menyebar ke rongga hidung, palatum, sinus paranasal lain, kulit atau

jaringan lunak hidung atau pipi, orbita, kranium, atau pterygopalatine dan ruang

infratemporal. Metastasis kelenjar getah bening jarang terjadi dibandingkan KSS

dari tempat lain di kepala dan leher.1,3,28,41

KSS merupakan karsinoma yang paling sering pada saluran sinonasal.

Tumor berdiferensiasi baik yang menunjukkan gambaran keratinisasi umumnya

dapat didiagnosa dengan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus. Pada

pemeriksaan hapusan ini menunjukkan sel-sel tumor pleomorfik atipik,

diantaranya sel-sel bentuk spindel, poligonal, dan sel-sel keratin. KSS Spindle cell

harus dibedakan dari tumor-tumor sel spindel lainnya, seperti spindle cell

(41)

Gambar 2.4 Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus pada SCC dengan Diff-Quik stain. A. Poorly differentiated tumor cells. B. Spindled tumor cells. C. Fragmen debris keratin dan sel-sel keratin dengan inti tidak jelas.42

KSS berkeratin pada sinonasal memiliki gambaran histopatologi identik

dengan KSS dari tempat lain di kepala dan leher. Dimana tampak diferensiasi sel

skuamosa, disertai keratin ekstraselular atau keratin intraselular (sitoplasma merah

muda, sel diskeratotik) dan tampak jembatan antar sel (intercellular bridges).

Tumor ini dapat dibagi menjadi karsinoma diferensiasi baik, sedang, dan buruk.

Meskipun pada karsinoma yang diferensiasi buruk hanya tampak berupa

fokus-fokus. Invasi ke stroma membentuk sarang-sarang atau untaian, atau mungkin

hanya sel-sel ganas yang terisolasi. Sering disertai reaksi stroma

desmoplastik.1,3,28,42

Gambar 2.5 KSS berkeratin A. Pembesaran kecil, tampak massa keratin pada beberapa tempat. B. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar, pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat.1,3

Tipe nonkeratin juga memiliki pola pertumbuhan papillary atau exophytic

tetapi sering tumbuh ke bawah (inverted atau endophytic), membentuk pita-pita

yang saling berhubungan, pleksiformis, atau sarang-sarang epitel neoplastik.

Sarang tumor berbentuk bulat atau sejajar membran basal, seperti pola karsinoma

(42)

kandung kemih. Tumor ini terdiri atas sel-sel kolumnar atau transisional yang

tersusun memanjang, berorientasi tegak lurus ke permukaan, dan tidak dijumpai

keratin.1,3,28,40

Gambar 2.6 Nonkeratin Karsinoma. A dan B. Pembesaran kecil tampak struktur sarang-sarang dan papilar. C. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar, pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat. D. Tipe sel transisional.1,3,28

Secara umum KSS sinonasal adalah tumor yang hiperselular, inti sel

pleomorfik, hiperkromatin, rasio inti/sitoplasma meningkat, dispolarisasi, dan

aktivitas mitosis meningkat, termasuk mitosis atipik. Pada kasus invasi sel tumor

halus pada membran basal, mungkin tidak didiagnosa sebagai karsinoma invasif,

bahkan mungkin didiagnosa sebagai papilloma dengan displasia berat atau

karsinoma in situ. Seharusnya tumor ini didiagnosa sebagai karsinoma invasif.

Pada kedua jenis tumor ini dapat terjadi epitel displasia ringan, sedang sampai

berat (karsinoma in situ).1,3,28

A

D C

(43)

Varian KSS sangat jarang terjadi di saluran sinonasal. Secara histopatologi

varian-varian ini identik dengan KSS dari tempat lain di kepala dan leher yang

frekuensinya juga lebih sering dibandingkan dengan KSS sinonasal.3,28,41

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor sinonasal adalah eksisi bedah lengkap, umumnya

melalui rhinotomy lateralis, tergantung pada derajat keganasan dan histologi

tumor, pembedahan merupakan eksisi lokal sampai prosedur yang lebih radikal

(maxillectomy, ethmoidectomy, dan additional exenterations).13,29,36

Radioterapi digunakan pada tumor yang luas (besar) atau pada tumor

derajat tinggi, sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau sebagai

terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi tidak

menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang

sedikit dapat dibunuh dengan radiasi.13,29,35,43

Kemoterapi biasanya sebagai terapi paliatif, penggunaan efek

cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk

mengecilkan lesi eksternal massif. Kemoterapi digunakan pada pasien yang

menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan yang menolak untuk dilakukan

operasi. Pada kondisi ini biasanya dipertimbangkan untuk mendapatkan

kombinasi radiasi dan kemoterapi.13,29,36

2.9 Prognosis

Prognosis tumor sinonasal jinak umumnya baik. Tentunya jika

(44)

pada organ sekitar. Sedangkan prognosis tumor sinonasal yang mengalami

keganasan umumnya buruk. Dimana banyak sekali faktor yang mempengaruhi

prognosis tumor sinonasal, cara yang tepat dan akurat. Faktor-faktor tersebut

seperti perbedaan diagnosis histopatologi, asal tumor primer, perluasan tumor,

pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan yang

diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang

dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang

tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini. Walaupun demikian,

pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan memberikan hasil yang

terbaik dalam mengontrol keganasan primer dan akan meningkatkan angka

ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.3,13

2.10 Gen p63

Gen p53, p63 dan p73 merupakan satu keluarga protein gen penekan

tumor. Secara filogenetik dan analisis fungsional diketahui bahwa p63 adalah

anggota pertama dari keluarga protein ini, diikuti oleh p73 dan kemudian p53.

Gen p53, p63 dan p73 ini mengkode protein dengan struktur domain yang mirip

dan mempunyai urutan asam amino yang homolog secara signifikan dalam proses

transaktivasi, ikatan pada DNA dan proses oligomerisasi.44,45,46,47

Proses transkripsi p53, p63 dan p73 diatur oleh mekanisme yang sama,

dimana pengaturannya dilakukan oleh dua promoter, yaitu P1 dan P2. Produk

transkrip dan protein dari gen-gen tersebut secara umum dikategorikan atas dua

grup atau isoform utama yaitu TA dan ΔN. Isoform TA mengandung N-terminal

(45)

TA diatur oleh promoter P1, sedangkan isoform ΔN diatur oleh promoter Pβ.

Variasi dari berbagai protein yang dihasilkan oleh gen p53, p63 dan p73

merupakan hasil alternative splicing mRNA. Hasil varian dari splicing akan

membentuk protein varian dari masing-masing protein penekan tumor tersebut,

seperti varian α, , dari p5γ, p6γ dan p7γ.44,45,46,47

Gambar 2.7 Struktur gen p53, p63, p73. A. Perbandingan struktur protein p53, p63 dan p73. Semua protein terdiri dari transactivation domain (TAD), DNA binding domain (DBD), oligomerization (OD) domain. p63 dan p73 memiliki domain tambahan yaitu sterile alpha motif (SAM) domain. Persentase homolog antara p53, p63, dan p73 juga ditunjukkan. B. Gen p53, p63 dan p73 memiliki dua promoter (P1 dan P2). Promoter P1 memproduksi transactivation-competent full-length proteins (TA), sedangkan promoter P2 memproduksi TAD-deficient proteins (ΔN) dengan fungsi dominan negatif. Transkripsi gen p53 diinisiasi dari dua lokasi yang berbeda (P1

(46)

Gen p63 berada pada kromosom 3q27-29. Isoform TAp63 berperan dalam

proses apoptosis dan penuaan, sedangkan isoform ΔNp6γ berperan dalam proses

ketahanan hidup sel dan proliferasi. Mutasi gen p63 jarang dijumpai pada kanker

manusia. Beberapa studi melaporkan bahwa ΔNp6γ memiliki perangkat

onkogenik dimana ΔNp6γα menghambat penuaan sel yang disebabkan oleh

onkogen dan bekerjasama dengan Ras untuk mempromosikan proliferasi sel

dalam proses perkembangan tumor. Isoform ΔNp6γ dominan diekspresikan dalam

kebanyakan sel-sel epitel. Overekspresi p63 ditemukan pada karsinoma

nasofaring, keganasan kepala dan leher, kanker traktus urinarius, paru dan

ovarium, dan tampilannya berhubungan dengan prognosis yang buruk. Tampilan

ΔNp6γ juga berhubungan dengan meningkatnya kemoresistensi pada sebagian

karsinoma payudara dan keganasan kepala dan leher.8,23,24,25,26

Isoform TAp63 menginduksi proses penuaan sel dan mencegah proliferasi

sel. Defisiensi TAp63 meningkatkan proliferasi dan merangsang onkogenesis

yang dimediasi oleh Ras. Semakin jelas bahwa TAp6γ dan ΔNp6γ memiliki

fungsi yang berbeda sekaligus tumpang tindih dalam peranannya terhadap

perkembangan kanker. Ekspresi ΔNp6γ dapat menghambat fungsi TAp63 juga

p53 sehingga proliferasi sel lebih dominan. 8,23,24,25,26

Pola ekspresi TAp6γ dan ΔNp6γ ditunjukkan pada beberapa jaringan

fisiologis secara terbatas. Isoform ΔNp6γ (terutama ΔNp6γα) diekspresikan pada

sel-sel basal epitel seperti lapisan basal kulit, sel-sel myoepitel payudara, sel-sel

basal prostat dan sel-sel epitel timus. Isoform TAp63 diekspresikan secara

(47)

Peranan p63 dalam kanker, tidak hanya disebabkan oleh aksi spesifik dari

masing-masing isoform, tetapi dengan berinteraksi terhadap seluruh anggota

keluarga p53, termasuk p53 mutan. Tidak seperti p53, p63 sendiri jarang

mengalami mutasi pada kanker manusia. ΔNp6γα sering mengalami overekspresi

pada karsinoma sel skuamosa derajat rendah. Umumnya berhubungan dengan

amplifikasi kromosom. Pada satu studi klinis ditemukan overekspresi dari

ΔNp6γα sekitar 85-100% dari seluruh kasus karsinoma sel skuamosa. Termasuk

karsinoma sel skuamosa dari kepala dan leher, esofagus, paru-paru, servik dan

sebagian karsinoma sel basal payudara. Studi lain menunjukkan ΔNp6γα

menghambat penuaan yang diinduksi oleh onkogen dalam sel-sel keratinosit

ketika bersama-sama dengan Ras. 8,23,24,25,26

Tabel 2.3 Ekspresi p63 pada beberapa lokasi jaringan/organ.24

Hagiwara et al. dan Osada et al. menganalisis urutan p63 yang diisolasi

dari berbagai tumor manusia. Studi ini menunjukkan bahwa p63 tidak berfungsi

(48)

lokus p63 diamplifikasi, keberadaan HPV juga memegang peranan penting selama

perkembangan tumor, yaitu untuk menghilangkan fungsi p53 hingga terjadi

peningkatan aktivitas p63 onkogenik yang menunjukkan overekspresi.8

Como DJ et al. pada penelitiannya melaporkan bahwa ekspresi p63 pada

inti sel dapat dijumpai pada sel epitel berlapis, seperti kulit, esofagus, ektoservik,

tonsil, dan kandung kemih, juga pada sel basal kelenjar prostat, payudara dan

bronkus. Sesuai dengan fenotip yang diamati pada jaringan normal, ekspresi p63

juga dijumpai terutama pada sel basal karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma sel

transisional, tetapi negatif pada adenokarsinoma, termasuk pada payudara dan

prostat. Menariknya p63 dijumpai overekspresi pada thymoma. p63 juga

terekspresi pada sebagian limfoma non-Hodgkin. Metode spesifik isoform reverse

transcription-PCR, ditemukan bahwa thymoma mengekspresikan semua isoform

p63, sedangkan limfoma non-Hodgkin cenderung mengekspresikan isoform

TAp63. Ekspresi p63 tidak dtemukan pada tumor endokrin , sel germinal, juga

melanoma.24

p63 memainkan peranan penting dalam pengaturan proliferasi epitel dan

diferensiasi sel. Hilangnya p63 menyebabkan cacat diferensiasi epidermal, serta

agenesis kelenjar susu, kelenjar lakrimal, dan prostat. Di antara berbagai isoform,

keratinosit normal lebih mengekspresikan isoform ΔNp63 daripada TAp63.

Transkrip ΔNp63-encoding mengatur selama pertumbuhan ireversibel berhenti

dan diferensiasi keratinosit manusia. Karsinoma sel skuamosa kepala dan leher

menunjukkan amplifikasi genom 3q, mengekspresikan kedua isoform. p63 juga

(49)

Epitel skuamosa berlapis, keratin maupun nonkeratin, terdiri dari lapisan

sel basal sebagai sel germinativ dan lapisan berikut diatasnya berturut-turut

berdiferensiasi hingga akhirnya menjadi sel matur. Como DJ et al. meneliti p63

pada semua epitel berlapis, termasuk kulit, tonsil, esofagus, dan ektoservik,

menunjukkan tampilan intensitas warna yang kuat pada inti sel lapisan basal,

selanjutnya tampak penurunan intensitas warna bertahap pada lapisan sel yang

lebih berdiferensiasi pada lapisan suprabasal, dan pada sel-sel superfisial p63

sudah tidak terdeteksi lagi. Pada epitel transisional saluran kemih, tampak semua

lapisan sel terwarnai dengan intensitas warna yang kuat, kecuali sel payung

dipermukaan. Sel-sel epitel pada organ tertentu, seperti asinus dan duktus

payudara dan prostat, menunjukkan tampilan p63 dengan intensitas warna sedang

pada inti sel basal, sedangkan sel-sel lumen kelenjar tidak reaktif. Begitu juga

pada berbagai adneksa kulit, seperti kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Secara

umum karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel transisional menunjukkan

tampilan p63 pada inti sel dengan intensitas warna yang kuat. Sedangkan pada

adenokarsinoma (payudara dan prostat), mesotelioma dan karsinoma

hepatoseluler, p63 tidak terdeteksi.24

Kriteria penilaian tampilan p63 berdasarkan studi yang dilakukan oleh

Oncel at al. yaitu inti yang terwarnai dihitung pada masing-masing kasus. Semua

penghitungan dilakukan di bawah mikroskop cahaya standar pada 1000x lapangan

untuk mengevaluasi inti positif/ total jumlah sel. Sepuluh lapangan pandang atau

setidaknya 500 sel dihitung pada setiap bagian. Bagian tumor dianggap negatif

jika tidak terwarnai, atau terwarnai < 10% dari sel-sel tumor. Skor 1+ diberikan

Gambar

Gambar 2.1 Inverted Papilloma...................................................................
Tabel 2.1 Distribusi frekuensi varian papilloma sinonasal.3,6,11
Gambar 2.1 Inverted Papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak seperti pita yang tumbuh ke dalam stroma
Gambar 2.2 Oncocytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan exophytic  (panah putih) dan inverted (panah hitam)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pendekatan tersebut, dibuatlah program yang berbasiskan pengetahuan medis, untuk mendiagnosa penyakit pada telinga dengan tiga gejala umum yaitu Telinga sakit, Telinga

In placing the idea of conversation at the heart of this study’s metacritical framework, I have drawn upon the romantic antidualism of Quine’s critique of Hume’s

“I need to borrow your sister a minute,” Trevor told Aidan, then took Darcy’s hand before she could move past him.. Smoky drifts of fog crept in from the sea to crawl along

One critic who seemed sanguine about the political implications of the work was Stephen Spender, who at the time took a more doctrinaire line than Auden himself professed, and who

Selama tahun 2005-2009, jumlah perusahaan pelayaran di I ndonesia cenderung meningkat. Menurut catatan Ditjen Perhubungan Laut, pada tahun 2005 terdapat 2.071 perusahaan

Dengan adanya demokrasi parlementer, yaitu pada tahun 1949-1959 tersebut, dapat dikatakan bahwa Indonesia mengalami sistem yang sangat demokratis dalam bidang politik, akan tetapi

Seperti yang dikatakan oleh Ibu Andi Purnama Pabentteng,SE sebagai Seksi Promosi Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sinjai. “Untuk Komunikasi Pemasaran dalammeningkatkan jumlah

Menyetujui untuk mengangkat kembali Bapak Abdul Jabar Majid sebagai Anggota Dewan Pengawas Syariah Perseroan, dengan masa jabatan terhitung sejak ditutupnya Rapat