untuk Memprediksi Transformasi Maligna
Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa
Tesis
Oleh :
Ina Farida Rangkuti
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Tampilan p63 pada Papilloma Sinonasal untuk Memprediksi Transformasi Maligna Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa
Akan diuji pada
Hari/Tanggal : Rabu, 6 Nopember 2013
Pembimbing : 1. Prof. dr. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA.(K) 2. dr. T. Ibnu Alferraly, M.Ked.(PA), Sp.PA, D.Bioet
PERNYATAAN
Tampilan p63 pada Papilloma Sinonasal untuk Memprediksi Transformasi Maligna Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa
Hasil Penelitian
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam usulan penelitian ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruaan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan ini.
Peneliti,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya,
serta salawat dan salam kepada junjungan Rasulullah Muhammmad saw, sehingga
Penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Tampilan p63 pada Papilloma Sinonasal untuk Memprediksi Transformasi Maligna Menjadi Karsinoma Sel Skuamosa”.
Tesis ini adalah salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis dalam
rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Spesialis Patologi Anatomi dalam
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Patologi Anatomi pada Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dengan selesainya tesis ini, ijinkan penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc.(CTM), Sp.A.(K) dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis
Ilmu Patologi Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar,
Sp.PD.(KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk
menyelesaikan pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Patologi
Anatomi pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Prof. dr. H. M. Nadjib
Dahlan Lubis, Sp.PA.(K) (Pembimbing I) dan dr. T. Ibnu Alferraly, M.Ked.(PA),
Sp.PA, D.Bioet (Pembimbing II) yang penuh perhatian dan kesabaran telah
mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, bantuan serta
saran-saran yang bermanfaat kepada penulis mulai dari persiapan penelitian sampai pada
penyelesaian tesis ini.
Terima kasih kepada dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA.(K) dan dr. H. Soekimin,
saran-Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan tempat dan
mengizinkan penulis untuk mengambil sampel data penelitian ini.
Terima kasih kepada dr. T. Ibnu Alferraly, M.Ked.(PA), Sp.PA, D.Bioet selaku Ketua
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan
dr. H. Delyuzar, M.Ked.(PA), Sp.PA.(K), selaku Ketua Program Studi Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing
akademik penulis, atas segala bantuannya selama penulis menjalankan pendidikan
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Patologi Anatomi pada Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada dewan guru lainnya yakni
Prof. dr. Gani W Tambunan, Sp.PA.(K), dr. Betty, M.Ked.(PA), Sp.PA, dr. Lidya
Imelda Laksmi, M.Ked.(PA), Sp.PA, dr. Jessy Chrestella, M.Ked.(PA), Sp.PA, dan
dr. Hj. Kemala Intan, M.Pd.
Persembahan terima kasih tulus tak terhingga, rasa hormat dan sembah sujud kepada
kedua orang tua, ibunda tercinta Hj.Husnidar Matondang (Almh) dan ayahanda
tercinta H.Tarzan Rangkuti (Alm), yang telah membesarkan, mendidik dengan susah
payah, namun penuh kasih sayang tulus dan doa. Juga tak terlupakan yang selalu
turut memberikan dorongan dan doa Hj. Rahmiwati Lubis, Dra. R. Adawiyah
Matondang, Hj.Aisyah Jamisah Matondang, Syamsidar Matondang (Almh), Dra.
Hj.Yunidiar, MSc, dan H. Yusmi.
Kepada suami tercinta Dedi Harianto,ST dan buah hati bunda Rafif Adinata
Ramadhan, tiada kata setara yang dapat diucapkan untuk mengutarakan rasa terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas cinta, kasih sayang, pengertian,
pengorbanan, kesabaran, serta doa yang tulus yang diberikan kepada penulis. Dan
kepada seluruh keluarga besarku, abang-abang, kakak-kakak, adik-adik,
kemanakan-kemanakan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, saya ucapkan terima kasih atas
dorongan moral, materi, dan doa yang selalu menyemangati penulis untuk dapat
seluruh pegawai di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Akhirnya penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu mendapat
koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap adanya
kritik dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
Penulis,
Halaman
Lembaran Persetujuan………..………... i
Lembaran Panitia Ujian……….………... ii
Lembaran Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme... iii
Ucapan Terima Kasih... iv
2.4 Etiologi dan Patogenesis.………...
8
8
9
10
2.7 Pemeriksaan Patologi………..………...
2.7.1 Papilloma Sinonasal (SchneiderianPapilloma)...……...
2.7.2 Karsinoma Sel Skuamosa………...
3.1 Rancangan Penelitian……..………..………...
3.6 Defenisi operasional…..….………...
3.7 Cara Kerja ………...
3.7.1 Pembuatan Sediaan Mikroskopis...
3.7.2 Prosedur Sebelum Pulasan Antibodi Primer...
3.7.3 Protokol Pemulasan p63 dengan Menggunakan Metode
REAL Envision...
Lampiran 2. Surat Persetujuan Komisi Etik
Lampiran 3. Gambar Tampilan Papilloma Sinonasal dengan HE dan
WHO : Word Health Organization
HPV : Human Papilloma Virus
EBV : Epstein-Barr Virus
EGFR : Epidermal Growth Factor Reseptor
TGF-alpha : Transforming Growth Factor-Alpha
CT : Computed Tomography
MRI : Magnetic Resonance Imaging
PET : Positron Emission Tomography
KSS : Karsinoma Sel Skuamosa
TNM : Tumor, Nodul, Metastasis
TAp63 : protein p63 dengan transactivation domain
ΔNp6γ. : protein p63 tanpa transactivation domain
DBD : DNA-binding
OD : Oligomerisasi
TAD : Transactivation Domain
SAM : Sterile Alpha Motif
PID : Post-Inhibitory
Halaman
Gambar 2.1 Inverted Papilloma.... 20
Gambar 2.2 Oncocytic Papilloma... 21
Gambar 2.3 Exophytic Papilloma... 22
Gambar 2.4 Biopsi aspirasi jarum halus pada KSS... 24
Gambar 2.5 Histopatologi KSS Berkeratin ... 24
Gambar 2.6 Histopatologi KSS Nonkeratin ...... 25
Gambar 2.7 Struktur gen p63... 28
Gambar 2.8 Tampilan p63 pada jaringan normal... 33
Tabel 2.1 Distribusi frekuensi varian papilloma sinonasal... 11
Tabel 2.2 Perbandingan ketiga varian papilloma sinonasal... 22
Tabel 2.3 Ekspresi p63 pada beberapa lokasi jaringan/organ... 30
Tabel 3.1 Waktu Pelaksanaan Penelitian... 36
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi varian papilloma sinonasal... 47
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi papilloma sinonasal berdasarkan kelompok umur... 48
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi papilloma sinonasal berdasarkan jenis kelamin... 48
Tabel 4.4 Skor distribusi tampilan p63 pada inverted papilloma dan oncocytic papilloma... 49
Tabel 4.5 Skor intensitas tampilan p63 pada inverted papilloma dan oncocytic papilloma... 50
Ina Farida Rangkuti, M.Nadjib Dahlan Lubis, T.Ibnu Alferraly
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Latar Belakang: Papilloma sinonasal adalah tumor jinak epitel traktus sinonasal yang tumbuh eksofitik atau endofitik, dengan atipia ringan sampai sedang, namun tanpa invasi stroma. Tumor ini terdiri atas varian inverted papilloma, exophytic papilloma, dan oncocytic papilloma. Meskipun jinak tumor ini bersifat agresif lokal, rekurensi, dan berpotensi transformasi maligna, paling sering menjadi karsinoma sel skuamosa. Gen p63 semakin dikenal sebagai protein penting yang turut berperan dalam perkembangan tumor. Ekspresi p63 pada karsinoma sel skuamosa menunjukkan bahwa p63 berperan sebagai onkogen.
Tujuan : Untuk mengetahui pola tampilan p63 pada berbagai varian papilloma sinonasal untuk memprediksi transformasi maligna menjadi karsinoma sel skuamosa.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel penelitian diambil dari arsip blok parafin dan preparat histopatologik papilloma sinonasal mulai 1 Januari 2009 sampai 30 Juni 2013; dan 31 kasus dikumpulkan terdiri atas inverted papilloma
(19) dan oncocytic papilloma (12). Dilakukan pemotongan ulang blok sampel dan dipulas dengan imunohistokimia p63, lalu dianalisa perbedaan tampilan pada kedua varian.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan skor imunoreaktif tampilan p63 dengan skor imunoreaktif 0-6 (low expression), yaitu inverted papilloma 73,68% (14 dari 19 kasus) dan oncocytic papilloma 75% (9 dari 12 kasus); skor imunoreaktif 7-9 (high expression), yaitu inverted papilloma 26,32% (5 dari 19 kasus) dan oncocytic papilloma 25% (3 dari 12 kasus); p value > 0,05 (Fisher’s Exact Test).
Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan distribusi dan intensitas tampilan p63 yang beragam pada inverted papilloma dan oncocytic papilloma, namun menurut perhitungan statistik tidak bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini antibody p63 tidak dapat digunakan untuk memprediksi transformasi maligna pada papilloma sinonasal menjadi karsinoma sel skuamosa.
composed of an exophytic or endophytic epithelial cells proliferation, with mild to moderate atypia and without stromal invasion. There are three variants – inverted papilloma, exophytic papilloma, and oncocytic papilloma. Although a benign pathology it is associated with locally aggressive, recurrence, and malignancy, especially into squamous cell carcinoma. The p63 gene is becoming increasingly recognized as an important player in human tumorigenesis. Overexpression of p63 in many squamous cell carcinoma suggests that it could act as an oncogene.
Objective : The aim of this study is to clarify the expression pattern of p63 in sinonasal papilloma variant to predict malignant transformation into squamous cell carcinoma.
Methods : This cross-sectional study was performed on 31 paraffins and slides of patients with sinonasal papillomas, which consist of inverted papillomas (19 cases) and oncocytic papillomas (12 cases), who were diagnosed between January, 1st 2009 to June, 30th 2013. Immunostaining were performed to determine the expression pattern of p63 between inverted papillomas and oncocyticpapillomas.
Results : In this study, immunoreactivity of p63 with low expression (0-6) was in inverted papilloma 73,68% (14 from 19 cases), and oncocytic papilloma 75% (9 from 12 cases), with high expression (7-9) was in inverted papilloma 26,32% (5 from 19 cases), and oncocytic papilloma 25% (3 from 12 cases). The relationship between p63 expression in inverted papilloma and oncocytic papilloma by using Fisher's exact test showed p-value > 0.05.
Conclusion: This study showed varying distribution and intensity of p63 expression in inverted papilloma and oncocytic papilloma, althought statistically there was not difference, so it can be concluded that the p63 antibody in this study can not be used to predict malignant transformation in sinonasal papilloma into squamous cell carcinoma.
Ina Farida Rangkuti, M.Nadjib Dahlan Lubis, T.Ibnu Alferraly
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Abstrak
Latar Belakang: Papilloma sinonasal adalah tumor jinak epitel traktus sinonasal yang tumbuh eksofitik atau endofitik, dengan atipia ringan sampai sedang, namun tanpa invasi stroma. Tumor ini terdiri atas varian inverted papilloma, exophytic papilloma, dan oncocytic papilloma. Meskipun jinak tumor ini bersifat agresif lokal, rekurensi, dan berpotensi transformasi maligna, paling sering menjadi karsinoma sel skuamosa. Gen p63 semakin dikenal sebagai protein penting yang turut berperan dalam perkembangan tumor. Ekspresi p63 pada karsinoma sel skuamosa menunjukkan bahwa p63 berperan sebagai onkogen.
Tujuan : Untuk mengetahui pola tampilan p63 pada berbagai varian papilloma sinonasal untuk memprediksi transformasi maligna menjadi karsinoma sel skuamosa.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel penelitian diambil dari arsip blok parafin dan preparat histopatologik papilloma sinonasal mulai 1 Januari 2009 sampai 30 Juni 2013; dan 31 kasus dikumpulkan terdiri atas inverted papilloma
(19) dan oncocytic papilloma (12). Dilakukan pemotongan ulang blok sampel dan dipulas dengan imunohistokimia p63, lalu dianalisa perbedaan tampilan pada kedua varian.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan skor imunoreaktif tampilan p63 dengan skor imunoreaktif 0-6 (low expression), yaitu inverted papilloma 73,68% (14 dari 19 kasus) dan oncocytic papilloma 75% (9 dari 12 kasus); skor imunoreaktif 7-9 (high expression), yaitu inverted papilloma 26,32% (5 dari 19 kasus) dan oncocytic papilloma 25% (3 dari 12 kasus); p value > 0,05 (Fisher’s Exact Test).
Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan distribusi dan intensitas tampilan p63 yang beragam pada inverted papilloma dan oncocytic papilloma, namun menurut perhitungan statistik tidak bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini antibody p63 tidak dapat digunakan untuk memprediksi transformasi maligna pada papilloma sinonasal menjadi karsinoma sel skuamosa.
composed of an exophytic or endophytic epithelial cells proliferation, with mild to moderate atypia and without stromal invasion. There are three variants – inverted papilloma, exophytic papilloma, and oncocytic papilloma. Although a benign pathology it is associated with locally aggressive, recurrence, and malignancy, especially into squamous cell carcinoma. The p63 gene is becoming increasingly recognized as an important player in human tumorigenesis. Overexpression of p63 in many squamous cell carcinoma suggests that it could act as an oncogene.
Objective : The aim of this study is to clarify the expression pattern of p63 in sinonasal papilloma variant to predict malignant transformation into squamous cell carcinoma.
Methods : This cross-sectional study was performed on 31 paraffins and slides of patients with sinonasal papillomas, which consist of inverted papillomas (19 cases) and oncocytic papillomas (12 cases), who were diagnosed between January, 1st 2009 to June, 30th 2013. Immunostaining were performed to determine the expression pattern of p63 between inverted papillomas and oncocyticpapillomas.
Results : In this study, immunoreactivity of p63 with low expression (0-6) was in inverted papilloma 73,68% (14 from 19 cases), and oncocytic papilloma 75% (9 from 12 cases), with high expression (7-9) was in inverted papilloma 26,32% (5 from 19 cases), and oncocytic papilloma 25% (3 from 12 cases). The relationship between p63 expression in inverted papilloma and oncocytic papilloma by using Fisher's exact test showed p-value > 0.05.
Conclusion: This study showed varying distribution and intensity of p63 expression in inverted papilloma and oncocytic papilloma, althought statistically there was not difference, so it can be concluded that the p63 antibody in this study can not be used to predict malignant transformation in sinonasal papilloma into squamous cell carcinoma.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Tumor rongga hidung dan sinus paranasal atau disebut juga tumor
sinonasal adalah tumor yang dimulai dari dalam rongga hidung atau sinus
paranasal di sekitar hidung. Rongga hidung dikelilingi oleh sinus paranasal yaitu
sinus maksila, etmoid anterior dan posterior, frontal dan sfenoid. Umumnya
sinus-sinus ini bermuara ke meatus medius rongga hidung. Oleh sebab itu pembicaraan
mengenai tumor rongga hidung tidak dapat dipisahkan dari tumor sinus paranasal
karena keduanya saling mempengaruhi kecuali jika ditemukan masing-masing
dalam keadaan dini. 1,2,3
Tumor sinonasal jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas.
Tumor jinak yang paling sering pada sinonasal adalah papilloma sinonasal,
sedangkan tumor ganas yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa.
Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili
0,4-4,7% dari semua tumor sinonasal. Papilloma sinonasal bersifat jinak, agresif
lokal, dapat kambuh kembali, dan dapat mengalami transformasi maligna.
Syrjanen pada suatu studi meta-analitik melaporkan dari data yang dikumpulkan
antara tahun 1972-1992, dijumpai 1325 kasus papilloma sinonasal, menunjukkan
laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan dengan rasio 3:1, dengan usia
rata-rata 53 tahun, namun dijumpai juga terjadi pada anak-anak.3,4,5,6,7,8,9
Mukosa respiratori bersilia (epitel kolumnar pseudostratified bersilia)
disebut juga dengan membran Schneiderian, yang menghasilkan tiga tipe histologi
papilloma yang berbeda (klasifikasi Hyams, 1971), diantaranya exophytic
(fungiform) papilloma,inverted (endophytic) papilloma dan oncocytic (cylindrical
cells) papilloma, secara keseluruhan disebut juga dengan schneiderian papilloma
atau papilloma sinonasal. Maithani et al. pada studi retrospektif klinikopatologi
papilloma sinonasal menjelaskan bahwa tumor ini adalah tumor jinak epitel
mukosa sinonasal yang terdiri dari proliferasi sel kolumnar dan atau sel skuamosa
yang tumbuh eksofitik atau endofitik, dengan atipia ringan sampai sedang, namun
tanpa invasi stroma.3,4,7,10,11,12
Papilloma sinonasal menunjukkan langkah-langkah perubahan histologi
dimana epitel kolumnar pseudostratified bersilia digantikan secara perlahan
dengan epitel transisional dan diikuti dengan metaplasia skuamosa dan akhirnya
menjadi epitel skuamosa. Displasia dapat berkembang setelah itu pada area
metaplasia skuamosa dan/atau epitel skuamosa, kemudian dapat berlanjut menjadi
karsinoma in situ dan karsinoma sel skuamosa invasif.13
Sandison et al. pada suatu studi retrospektif melaporkan bahwa tingkat
kekambuhan rata-rata dari semua tipe papilloma sinonasal cukup tinggi, mulai
dari 6 – 33%, namun kekambuhan ini bergantung pada lokasi tumor (tumor pada
dinding lateral rongga hidung dan sinus paranasal memiliki tingkat kekambuhan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumor pada septum rongga hidung) dan
prosedur pembedahan (reseksi terbatas seperti pembedahan endoskopi memiliki
tingkat kekambuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan prosedur radikal).14
Potensi perubahan papilloma sinonasal menjadi suatu keganasan telah
papilloma merupakan varian yang paling sering dilaporkan mengalami
transformasi maligna menjadi karsinoma sel skuamosa. Beberapa kasus yang
melaporkan transformasi maligna yang berasal dari oncocytic papilloma, dan
hanya satu literatur yang melaporkan transformasi maligna yang berasal dari
exophytic papilloma.15,16,17,18
Maithani et al. pada suatu studi melaporkan bahwa transformasi maligna
papilloma sinonasal dapat dilihat pada inverted papillomas (5-10%) dan oncocytic
papillomas (10-17%), sedangkan exophytic papillomas belum terbukti berpotensi
berubah menjadi suatu keganasan. Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan
yang paling sering terjadi pada inverted papillomas dan oncocytic papillomas.
Wassef et al. menyatakan pada suatu review article bahwa potensi transformasi
maligna dari ketiga varian papilloma sinonasal yaitu exophytic papilloma 35%,
inverted papilloma 3-24%, dan oncocytic papilloma 14-19%.7,19
Buchwald et al. menyatakan bahwa insiden transformasi maligna pada
inverted papilloma sekitar 10%, sangat jarang pada oncocytic papilloma, dan
belum ada laporan terjadi pada exophytic papilloma. Begitu juga Cheng et al.
menyatakan pada suatu laporan kasus bahwa insiden transformasi maligna pada
inverted papilloma 5-10%, oncocytic papilloma 14-19%, dan belum ada bukti
dijumpai pada exophytic papilloma.9,20
Transformasi maligna ini dapat dibedakan antara : (1) metachronous, yaitu
tumor invasif yang sebelumnya adalah papilloma, dan (2) synchronous, yaitu
dimana dijumpai karsinoma sel skumosa bersamaan dengan papilloma. Studi
terdahulu tentang inverted paillomas salah satunya dilakukan oleh Mirza et al.
metachronous dijumpai sebesar 3,6%. Waktu yang diperlukan inverted papilloma
berubah menjadi suatu keganasan adalah antara 6 - 180 bulan (rata-rata 52
bulan).4,7,14,19
Beberapa studi lain juga berusaha untuk menentukan parameter histologis
yang bisa memprediksi tingkat kekambuhan dan transformasi maligna. Eggers et
al. melaporkan studi retrospektif dari 93 kasus dan Katori et al. mengnalisis 39
kasus inverted papilloma untuk menetapkan parameter histologis yang bisa
memprediksi kekambuhan dan trasnformasi maligna. Beberapa kekambuhan tanpa
keganasan berkaitan dengan lokasi tumor pada sinus frontalis, hiperkeratosis,
hiperplasia epitel skuamosa, dan peningkatan indeks mitosis, sedangkan
keganasan berkaitan dengan kehadiran invasi tulang, adanya polip inflamasi,
banyaknya epitel neoplastik yang tumbuh ke stroma, hiperkeratosis meningkat
dan eosinofil menurun.8,21
Diagnosis keganasan pada sinonasal sering meragukan, karena kadang
kala sulit dibedakan dari tumor sinonasal jinak. Gejala klinis yang hampir
bersamaan pada gejala awal menyebabkan penundaan diagnosis suatu keganasan.
Diperkirakan diperlukan rentang waktu 6 - 8 bulan dari gejala awal sampai
diagnosis bisa ditegakkan. Indikator keganasan seperti neuropati kranial dan
proptosis jarang terjadi pada gejala awal, ini menandakan penyakit lanjut.
Kecurigaan juga harus diterapkan pada pasien yang tidak respon terhadap terapi
gejala klinis sinonasal.22,23
Banyak faktor yang berperan dalam transformasi maligna pada sinonasal,
salah satunya adalah gangguan pada berbagai protein intraseluler yang meregulasi
tumor p53, terletak pada kromosom 3q27-29, saat ini semakin dikenal sebagai
protein penting yang turut berperan dalam perkembangan tumor. Baru-baru ini
kloning faktor transkripsi p63 merupakan penanda lain yang menjanjikan untuk
menunjukkan diferensiasi karsinoma sel skuamosa. Gen p63 mengkodekan
beberapa isotipe dengan kemampuan berbeda untuk transaktifasi gen p53 yang
melaporkan dan menginduksi apoptosis. Ekspresinya meningkat pada jaringan
yang ganas dibandingkan dengan jaringan normal, dan juga meningkat pada
karsinoma dengan diferensiasi yang buruk dibandingkan dengan yang
berdiferensiasi baik. Ekspresi p63 yang berlebihan pada keganasan sinonasal ini
disebabkan oleh amplifikasi dari gen p63. Sementara itu pada jaringan normal,
p63 terdeteksi pada sel basal epitel skuamosa (termasuk epidermis dan folikel
rambut), pada sel basal urotelial, dan sel basal epitel kelenjar payudara dan
prostat.24,25,26,27
Oncel et al. meneliti pola ekspresi p53, p63, p21, p27 pada regulasi siklus
sel dan Ki-67 sebagai penanda proliferasi pada 22 kasus inverted papilloma dan 9
kasus KSS sinonasal. Ditemukan peningkatan ekspresi p53, p63 dan KI-67 yang
signifikan pada KSS sinonasal dibandingkan inverted papilloma, namun tidak
ditemukan perbedaan ekspresi dari p21 dan p27.8
Sniezek et al. menemukan overekspresi p63 pada KSS kepala dan leher
bila dibandingkan dengan spesimen kontrol jaringan normal. Hal ini menunjukkan
bahwa p63 berperan penting terhadap diferensiasi dan anti apoptotik pada epitel
mukosa daerah kepala dan leher, yang menjadi penyebab terjadinya pembentukan
tumor. Hagiwara et al. dan Osada et al. menganalisis urutan p63 yang diisolasi
sebagai penekan tumor melainkan sebagai onkogen. Diprediksi peran p63 adalah
untuk melawan aktivitas p53.8
Tonon et al. menemukan bahwa genom p63 diamplifikasi secara konsisten
pada karsinoma sel skuamosa, menunjukkan bahwa p63 berkontribusi pada
pertumbuhan tumor. Massion et al. menemukan peningkatan yang signifikan gen
p63 pada lesi preinvasif yang dinilai sebagai displasia. Data pada studi ini
menunjukkan bahwa ada amplifikasi genom p63 dalam perkembangan karsinoma
skuamosa paru-paru, maka disimpulkan bahwa p63 berperan pada pertumbuhan
tumor paru dan layak menjadi evaluasi tambahan sebagai biomarker untuk
perkembangan kanker paru-paru. Dalam penelitian oncel et al. ekspresi p63
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara inverted papilloma dan karsinoma
sel skuamosa. Ekspresi p63 yang berlebihan pada karsinoma sel skuamosa
menunjukkan kemungkinan bahwa p63 berperan sebagai onkogen.8
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas peneliti ingin
melihat pola distribusi dan intensitas tampilan p63 pada berbagai varian papilloma
sinonasal yang sering dilaporkan dapat mengalami transformasi maligna, serta
mencoba untuk menganalisa apakah pewarnaan p63 ini dapat menjadi parameter
untuk memprediksi transformasi maligna tersebut.
1.2Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimanakah pola distribusi
dan intensitas tampilan p63 pada berbagai varian papilloma sinonasal untuk
1.3Hipotesis
Ada perbedaan distribusi dan intensitas tampilan p63 pada berbagai varian
papilloma sinonasal untuk memprediksi transformasi maligna menjadi karsinoma
sel skuamosa.
1.4Tujuan Penelitian
1. Mengetahui gambaran karakteristik penderita papilloma sinonasal
berdasarkan umur dan jenis kelamin.
2. Mengetahui pola distribusi dan intensitas tampilan p63 pada berbagai
varian papilloma sinonasal untuk memprediksi transformasi maligna
menjadi karsinoma sel skuamosa.
3. Mengetahui varian papilloma sinonasal mana yang lebih berpotensi
mengalami transformasi maligna menjadi karsinoma sel skuamosa.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Diharapkan p63 dapat menjadi penunjang diagnostik yang lebih akurat
untuk memprediksi transformasi maligna suatu papilloma sinonasal
menjadi karsinoma sel skuamosa.
2. Sebagai dasar penelitian berikutnya dalam mencari mekanisme perubahan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Rongga hidung (kavum nasi) berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan
dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan pada bagian luar dilapisi oleh
mukosa hidung. Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum (kuadrangularis) di
sebelah anterior, lamina perpendikularis tulang etmoid di sebelah atas, vomer dan rostrum
sfenoid di posterior dan krista (maksila dan palatina) di sebelah bawah.2,3,28,29
Lubang hidung bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang
disebut nares posterior (koana) yang berhubungan dengan nasofaring. Selanjutnya,
pada dinding lateral rongga hidung terdapat konka dengan rongga udara yang tidak teratur,
yaitu meatus superior, media dan inferior. Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus
inferior di bagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus
frontal, etmoid anterior dan sinus maksila. Sinus etmoid posterior bermuara pada meatus
superior, sedangkan sinus sfenoid bermuara pada resesus sfenoetmoid.1,2,3, 24
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak
di sekitar nasal dan mempunyai hubungan dengan rongga hidung melalui
ostiumnya. Terdapat empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontal dan etmoid
(di atas dan di antara mata), sinus maksila (pada pipi), dan sinus sfenoid (di
belakang etmoid). Perkembangan sinus paranasal dimulai pada fetus yang berusia
rongga hidung. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada pada waktu anak lahir,
dan hanya sinus ini yang dapat terkena infeksi pada anak. Sinus frontal mulai
berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia kurang lebih 8 tahun.
Pseumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian
postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar
maksimal pada usia antara 15-18 tahun.2,3,11,29
Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami
modifikasi, bersilia, mampu menghasilkan mukus, dan sekret disalurkan ke dalam
rongga hidung. Pada orang sehat sinus terutama berisi udara.2,3,29,30
2.2 Histologi
Sebagian besar saluran sinonasal dilapisi epitel saluran pernafasan, yaitu
epitel kolumnar bersilia pseudostratified disertai sel goblet. Dengan menggunakan
mikroskop elektron dapat dilihat ada lima jenis sel epitel saluran pernafasan yaitu
sel kolumnar bersilia, sel goblet, brush cells, sel basal, dan sel granul kecil.2,3,29,30
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum
di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di
dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis.
Pada fosa nasalis (rongga hidung) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis
medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding
lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan
konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi
menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel
permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki
akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk
piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman
menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga
memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan
vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk
mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih
jauh.3,29,30
Sinus paranasal terdiri atas sinus frontal, sinus maksila, sinus ethmoid dan
sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung.
Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel
goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar
kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia
mendorong mukus ke rongga hidung.3,29,30
2.3 Epidemiologi
Tumor sinonasal jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas.
Tumor jinak yang paling sering pada sinonasal adalah papilloma sinonasal,
sedangkan tumor ganas yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa.
Papilloma sinonasal hanya mewakili 0,4-4,7% dari semua tumor sinonasal, namun
tumor ini adalah tumor jinak yang paling sering pada sinonasal.3,4,6
Barnes et al. mengumpulkan distribusi frekuensi varian papilloma
sinonasal dari beberapa penelitian. Ternyata masing-masing menunjukkan angka
masing-masing insiden inverted papilloma 62%, oncocytic papilloma 6% dan
exophytic papilloma 32%.
Tabel 2.1 Distribusi frekuensi varian papilloma sinonasal.3,6,11
Peneliti Total Kasus Inverted Papilloma
kekambuhan rata-rata dari semua tipe papilloma sinonasal cukup tinggi, mulai
dari 6 – 33%. Pada studi ini juga dilaporkan transformasi maligna papilloma
sinonasal dapat dilihat pada inverted papillomas (5-10%) dan oncocytic
papillomas (10-17%), sedangkan exophytic papillomas belum terbukti berpotensi
berubah menjadi suatu keganasan.7,15,16,17,18
Buchwald et al. menyatakan bahwa insiden transformasi maligna pada
inverted papilloma sekitar 10%, sangat jarang pada oncocytic papilloma, dan
belum ada laporan terjadi pada exophytic papilloma. Begitu juga Cheng et al.
menyatakan pada suatu laporan kasus bahwa insiden transformasi maligna pada
inverted papilloma 5-10%, oncocytic papilloma 14-19%, dan belum ada bukti
Mirza et al. menjelaskan bahwa karsinoma synchronous dijumpai 7,1%
dan karsinoma metachronous dijumpai sebesar 3,6%. Waktu yang diperlukan
inverted papilloma berubah menjadi suatu keganasan adalah antara 6 - 180 bulan
(rata-rata 52 bulan).4,7,19,20
Keganasan pada sinonasal termasuk jarang, hanya 3% dari keganasan di
kepala dan leher dan hanya sekitar 1% dari keganasan di seluruh tubuh. Insiden
keganasan sinonasal lebih umum terjadi di Asia dan Afrika daripada di Amerika
Serikat. Di Asia, keganasan sinonasal menempati peringkat kedua yang paling
sering dari keganasan di kepala dan leher, setelah karsinoma nasofaring. Rifki
mengemukakan data yang dikumpulkannya dari rumah sakit umum di 10 kota besar
di Indonesia bahwa frekuensi tumor sinonasal adalah 9,3-25,3% dari keganasan THT dan
berada di peringkat kedua setelah tumor ganas nasofaring.3,13
Keganasan pada sinonasal dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan
morbiditas yang signifikan, sukar diobati secara tuntas dan angka kesembuhannya
masih sangat rendah. Insiden keganasan pada sinonasal tergolong rendah pada
kebanyakan populasi (<1.5/100,000 pada pria dan <1.0/100,000 pada wanita).
Insiden tertinggi ditemukan di Jepang, yaitu 2-3,9/100.000 penduduk, juga pada
beberapa tempat di Cina dan India.3,13
Keganasan tersering pada sinonasal adalah karsinoma sel skuamosa
(70%), dan selanjutnya adenokarsinoma (10-20%). Dengan predileksi tersering
pada sinus maksila (60%), diikuti oleh rongga hidung (20-30%), sinus etmoid
(10-15%), dan ada sedangkan sinus frontal dan sphenoid jarang dijumpai (kurang dari
1%). Sekitar 80% ditemukan pada usia 45-85 tahun dan insiden pada pria dua kali
2.4 Etiologi dan Patofisiologi
Etiologi tumor sinonasal belum dapat diketahui secara pasti, namun
beberapa studi epidemiologi terdahulu dari berbagai negara menunjukkan adanya
hubungan dengan paparan zat kimia atau bahan industri antara lain nikel, debu
kayu, kulit, mebel, tekstil, formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain.
Alkohol, asap rokok, makanan yang diasin atau diasap juga diduga meningkatkan
terjadinya keganasan sinonasal terutama jenis karsinoma sel skuamosa.1,3,24,29
Ukuran partikel debu juga penting diketahui karena jika lebih kecil dari
5µm dapat mencapai saluran pernapasan bagian bawah, sedangkan partikel yang
lebih besar dari 5µm diakumulasi di mukosa hidung. Namun karsinogen ini belum
dapat diidentifikasi secara jelas. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun
atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan.
Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko
tambahan. Karsinogen di tempat kerja tidak menyebabkan gambaran histopatologi
kanker yang khusus, demikian juga dengan keganasan rongga hidung yang secara
histopatologik tumor epitel yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.1,3,12,29
Jadi dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa tumor ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan lingkungan. Namun pernah dilaporkan juga
bahwa tumor sinonasal dapat muncul sporadis, tanpa berhubungan dengan
paparan. Oleh karena itu riwayat sosial dan pekerjaan harus ditanyakan pada
pasien-pasien yang mempunyai gejala yang mengarah ke keganasan pada
sinonasal.1,3,12,29
Infeksi virus dan hubungannya terhadap keganasan merupakan hal yang
bahwa peningkatan ekspresi dari epidermal growth factor reseptor (EGFR) dan
transforming growth factor-alpha (TGF-alpha) mungkin berhubungan dengan
paparan awal karsinogen yang menyebabkan inverted papilloma. Infeksi Human
papilloma virus (HPV) mungkin juga merupakan awal dari proses panjang yang
menyebabkan perubahan inverted papilloma menjadi ganas.3,23,30,31
Telah lama dicurigai bahwa virus merupakan penyebab terjadinya
papilloma sinonasal. Barnes melaporkan bahwa 131 (38%) dari 341 kasus
papilloma sinonasal yang dilakukan analisis biologi molekular (hibridisasi in situ
atau polymerase chain reaction) menunjukkan hasil positif terhadap Human
Papilloma Virus (HPV), terutama HPV 6 dan 11, beberapa HPV 16 dan 18, dan
sangat jarang tipe lainnya (misalnya HPV 57). Namun belum diketahui secara
pasti apakah ada hubungan sebab-akibat antara kehadiran HPV dengan
perkembangan tumor ini.3,10,23,30,31
2.5 Gambaran Klinis
Gejala awal cenderung tidak spesifik dan bervariasi, mulai dari obstruksi
hidung unilateral, diikuti dengan rhinorrhea jernih encer, serosanguinosa,
purulen, sampai epistaksis. Pada keadaan lanjut, tumor tumbuh besar sampai ke
pipi, dapat menginvasi ke orbita, pterygopalatine, fossa infratemporal, kavitas
pada kranial, dan dapat menimbulkan rasa nyeri terutama di malam hari atau saat
berbaring, gangguan neurologi (parastesia, anastesia sampai paralisis saraf-saraf
otak), dan gangguan visual dan exoftalmus. Pada beberapa kasus ditemukan tanpa
gejala awal sehingga diagnosis sering terlambat dan pasien datang dengan
Gambaran klinis dapat juga bergantung pada lokasi primer dan arah
perluasan penyebaran. Tumor rongga hidung muncul dengan gejala pada hidung
berupa obstruksi hidung unilateral dan rhinorrhea. Sekretnya sering bercampur
darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung
sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor yang ganas sekret berbau
karena mengandung jaringan nekrotik. Tumor etmoid juga muncul dengan gejala pada
hidung, namun juga bisa memiliki gejala pada orbita seperti proptosis, epifora,
exoptalmus, diplopia, hingga terjadi penyumbatan sakus lakrimalis. Tumor sinus
frontalis cenderung muncul hanya berupa gejala orbita. Tumor sinus sfenoid
umumnya muncul terlambat pada spesialis neurologi dengan gejala
neurologis.1,9,19,29
Invasi ke rongga hidung menyebabkan obstruksi hidung dan epistaksis dan
tumor umumnya terlihat jelas. Sebagai catatan bahwa epistaksis pada pasien dewasa
yang tidak hipertensi membutuhkan investigasi radiologis. Perluasan tumor ke
rongga mulut menyebabkan gejala oral berupa penonjolan atau ulkus di palatum
atau di prosessus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau
gigi geligi goyang. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi,
tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut. Perluasan tumor ke
depan akan menyebabkan gejala fasial berupa pembengkakan pada wajah disertai
nyeri, anastesia atau parastesia jika mengenai nervus trigeminus. Perluasan tumor
ke intrakranial menyebabkan gejala intrakranial berupa sakit kepala hebat,
oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat di sertai likourea, yaitu cairan otak yang
keluar melalui hidung. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka
akibat terkenanya muskulus pterigoideus di sertai anastesia dan parastesi daerah
persarafan nervus maksilaris dan mandibularis. Perluasan ke arah nasofaring dapat
menimbulkan gejala sumbatan tuba Eustachius, seperti nyeri telinga, tinnitus dan
gangguan pendengaran.1,9,12,32
Gambaran karakteristik klinis berbagai varian papilloma sinonasal ini
dirangkum oleh Cheng et al. dalm satu tabel.
2.6 Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologi modern memainkan peranan penting dalam
evaluasi tumor sinonasal. Foto polos sinus paranasal mungkin kurang berfungsi
dalam mendiagnosis dan menentukan perluasan tumor kecuali pada tumor tulang
seperti osteoma. Tetapi foto polos tetap berfungsi sebagai diagnosis awal,
terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral, harus di curigai
keganasan dan selanjutnya dapat dilakukan CT Scan. Computed Tomography (CT)
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan informasi yang signifikan
tentang tekstur, margin, efek pada tulang dan bahkan vaskularisasi. Dan bila
diperlukan dapat juga dilanjutkan dengan pemeriksaan Positron Emission
Tomography (PET) dan angiography. Meskipun pemeriksaan histopatologi masih
diperlukan untuk memastikan sifat tumor, namun pemeriksaan radiologi dapat
2.7 Pemeriksaan Patologi
Diagnosis pasti tumor sinonasal ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
histopatologi. Jika tumor tampak di rongga hidung atau rongga mulut, maka
biopsi mudah dan harus segera dilakukan. Biopsi tumor sinus maksila, dapat
dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi Caldwel-Luc yang
insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. Namun jika dicurigai tumor vaskuler,
misalnya angiofibroma, jangan lakukan biopsi karena akan sangat sulit
menghentikan perdarahan yang terjadi. Diagnosis adalah dengan
angiografi.1,3,28,34,35
Klasifikasi histologi tumor sinonasal menurut WHO yaitu : 1) epithelial
tumours, 2)soft tissue tumours, 3) haematolymphoid tumours, 4) neuroectodermal,
5) germ cell tumours, dan 6) secondary tumours.3,13
2.7.1 Papilloma Sinonasal (Schneiderian Papilloma)
Mukosa respiratori bersilia yang merupakan derivat dari ektoderm yang
melapisi rongga hidung dan sinus paranasal disebut dengan membran
Schneiderian, menghasilkan tiga tipe morfologi papilloma yang berbeda,
diantaranya inverted papilloma, oncocytic papilloma, dan exophytic papilloma
atau secara keseluruhan disebut dengan Schneiderian papilloma. Schneiderian
papilloma ini jarang terjadi, hanya mewakili 0,4-4,7% dari semua tumor
sinonasal.1,3,36,37,38
Inverted papilloma terjadi di sepanjang dinding lateral rongga hidung
(middle turbinate atau ethmoidal recesses), dengan ekstensi sekunder ke sinus
berasal dari sinus paranasal. Oncocytic papillomas terjadi paling sering di
sepanjang dinding lateral rongga hidung tetapi juga dapat berasal dalam sinus
paranasal (maksila atau ethmoid). Exophytic papilloma hampir selalu terbatas
pada septum nasi. Tipe inverted dan oncocytic sangat jarang terjadi pada septum
nasi. Papilloma sinonasal biasanya unilateral, tetapi dapat juga terjadi bilateral.
Tumor ini memiliki kecenderungan untuk menyebar di sepanjang mukosa ke
daerah sekitarnya, termasuk nasofaring. Walaupun jarang papilloma sinonasal
dapat berasal dari luar saluran sinonasal, diantaranya pada faring, telinga tengah,
mastoid, nasofaring, dan kantung lakrimalis. Migrasi ektopik dari membran
Schneiderian selama embriogenesis mungkin dapat menjelaskan terjadinya
papilloma yang menyimpang ini.3,28,39
Inverted Papilloma (Schneiderian papilloma, inverted type), pemeriksaan
fisik berupa massa berwarna merah atau abu-abu, tidak transparan, konsistensi
padat sampai lunak dan rapuh, berbentuk polipoid dengan permukaan berbelit
atau berkerut. Pemeriksaan histopatologi tumor ini memiliki pola pertumbuhan
endofit atau "inverted", dilapisi membran epitel yang proliferatif, tumbuh ke
bawah ke dalam stroma yang mendasarinya. Sel epitel ini berlapis-lapis (5-30
lapis) dan bervariasi, terdiri dari sel skuamosa, sel transisional, dan sel kolumnar
(mungkin ketiganya ada dalam satu lesi), bercampur dengan mucocytes (sel
goblet) dan kista musin intraepitel. Sel skuamosa nonkeratin dan sel transisional
lebih dominan, dan sering dilapisi selapis sel epitel kolumnar bersilia. Ketiga jenis
sel dapat muncul bersamaan pada satu lesi dengan proporsi yang bervariasi.
Infiltrasi sel radang kronis menyusup pada semua lapisan epitel permukaan.
pleomorfik mungkin dapat dijumpai. Komponen epitel dapat menunjukkan
gambaran clear cell yang luas, mengindikasikan adanya konten glikogen yang
berlimpah. Aktivitas mitosis sedikit dan biasanya dapat dilihat pada lapisan basal
dan parabasal, tetapi tidak dijumpai mitosis yang atipik. Fokus keratinisasi
permukaan dijumpai pada 10-20% kasus dan sel-sel displastik dijumpai pada
5-10% kasus. Hal ini bukan merupakan tanda-tanda keganasan, tetapi penting
untuk dievaluasi. Kelenjar saliva minor biasanya tidak dijumpai. Komponen
stroma bervariasi dari miksomatus sampai fibrosa, dengan atau tanpa disertai sel
radang (terutama neutrofil) dan vaskularisasi yang bervariasi. Kelenjar
seromusinosa normal jarang absen dari tumor ini, karena epitel neoplastik
menggunakan saluran-saluran dan kelenjar sebagai jalan untuk memperluas ke
dalam stroma. Inverted papilloma yang besar dapat menghambat drainase sinus di
dekatnya. Akibatnya, tidak jarang juga menemukan polip hidung normal pada
spesimen inverted papilloma, yang teridentifikasi dengan penampilan terlalu
miksoid dan transiluminasi, sedangkan inverted papilloma tidak akan seperti
Gambar 2.1 Inverted Papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak seperti pita yang tumbuh ke dalam stroma. B-C. Gambaran mikroskopis, tampak epitel skuamosa tumbuh hiperplastik ke dalam stroma membentuk polipod. D. Inverted papilloma dengan pelapis epitel saluran pernafasan bersilia yang hiperplastik, dan tampak transmigrasi neutrofil dari basal membran ke epitel. E. Inverted papilloma dengan epitel skuamosa dan epitel saluran pernafasan bersilia. F. Gambaran koilosit pada infeksi HPV.1,3,28
Oncocytic Papilloma (Schneiderian papilloma, oncocytic type),
pemeriksaan fisik berupa massa fleshy berwarna merah kehitaman sampai coklat,
atau abu-abu, berbentuk papilari atau polipoid, berhubungan dengan obstruksi
hidung dan epistaksis yang intermitten. Pola pertumbuhan tumor ini dapat
exophytic dan endophytic. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan sel epitel
proliferatif, tersusun berlapis-lapis (2 - 8 lapis sel) yang terdiri dari sel-sel bentuk
kolumnar tinggi, inti sel kecil, gelap (hiperkromatin), relatif seragam,
kadang-kadang vesikular, dan anak inti kurang jelas. Sitoplasma eosinofilik berlimpah
(bengkak) dan bergranul, dan pada permukaan paling luar dapat dijumpai
beberapa sel epitel bersilia. Pada lapisan epitel ini khas dijumpai beberapa kista
kecil berisi musin atau sel radang neutrofil (mikroabses). Kista ini tidak dijumpai
pada submukosa. Umumnya tidak dijumpai kelenjar saliva minor. Komponen
A
B
E D
C
stroma bervariasi, dari miksomatus sampai fibrous, disertai infiltrasi sel radang
limfosit, sel plasma, dan neutrofil, namun hanya sedikit eosinofil dan
vaskularisasi yang bervariasi.1,3,28
Gambar 2.2 Oncocytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan exophytic (panah putih) dan inverted (panah hitam). B dan C. Gambaran mikroskopis, tampak pelapis epitel onkositik berlapis, disertai kista berisi musin dan mikroabses pada intraepitel.1,28
Exophytic Papilloma (Schneiderian papilloma, exophytic type,
pemeriksaan fisik exophytic papilloma berupa massa papillary atau warty,
exophytic, verrucous, cauliflower-like lesions, ukuran rata-rata 2 cm, berwarna
abu-abu, merah muda atau coklat, tidak transparan, melekat pada septum hidung
dengan dasar relatif luas, konsistensi kenyal sampai keras padat. Tampak massa
bertangkai melekat pada mukosa. Pemeriksaan histopatologi tampak pola papilar
dengan fibrovascular core yang dilapisi oleh epitel yang berlapis-lapis (5-20 lapis
sel), yang bervariasi dari sel skuamosa (epidermoid), sel transisional
(intermediet), sampai sel kolumnar pseudostratifikasi bersilia (sel respirasi),
disertai mucocytes (goblet cell), dan kista musin intraepitel. Tidak dijumpai
keratinisasi pada permukaan, kecuali pada tumor yang teriritasi atau jika
papilloma sangat besar dan menggantung ke vestibulum hidung, dimana tumor
terkena efek pengeringan oleh udara. Mitosis jarang dan tidak pernah atipik.
Stroma berupa fibrovascular core diinfiltrasi oleh sedikit sel radang.1,3,12,28
Gambar 2.3 Exophytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan exophytic pada septum nasi. B. Gambaran mikroskopis, tampak struktur papilar dengan epitel skuamosa. C.
Tampak pelapis epitel skuamosa hiperplastik, koilositik1,3,.28
Wassef et al. menyimpulkan perbandingan ketiga varian papilloma
sinonasal ini dalam suatu tabel.19
Tabel 2.2 Perbandingan ketiga varian papilloma sinonasal19
2.7.2 Karsinoma Sel Skuamosa (KSS)
KSS merupakan tumor ganas epitel yang berasal dari epitel mukosa
rongga hidung atau sinus paranasal yang terbagi atas tipe keratin dan nonkeratin.
Sinonim KSS berkeratin adalah KSS, sedangkan nonkeratinizing carcinoma
adalah schneiderian carcinoma, cylindrical cell carcinoma, transitional (cell)
carcinoma, Ringertz carcinoma, respiratory epithelial carcinoma. KSS sinonasal
A
paling sering muncul pada sinus maksila (60-70%), diikuti rongga hidung
(12-25%), sinus etmoid (10-15%) dan sfenoid dan sinus frontal (< 1%). KSS pada
vestibulum hidung harus dianggap sebagai karsinoma kulit daripada epitel
mukosa sinonasal.1,3,28,40
Pola pertumbuhan KSS sinonasal dapat berupa massa exophytic, fungating
atau papillary, konsistensi rapuh, mudah berdarah, sebagian nekrosis, massa
berbatas tegas atau infiltratif. Karsinoma rongga hidung dapat menyebar ke lokasi
yang berdekatan dengan rongga hidung atau sinus etmoid, atau dapat meluas ke
rongga hidung kontralateral, tulang, sinus maksila, palatum, kulit dan jaringan
lunak hidung, bibir, atau pipi, juga rongga kranium. Karsinoma sinus maksila
dapat menyebar ke rongga hidung, palatum, sinus paranasal lain, kulit atau
jaringan lunak hidung atau pipi, orbita, kranium, atau pterygopalatine dan ruang
infratemporal. Metastasis kelenjar getah bening jarang terjadi dibandingkan KSS
dari tempat lain di kepala dan leher.1,3,28,41
KSS merupakan karsinoma yang paling sering pada saluran sinonasal.
Tumor berdiferensiasi baik yang menunjukkan gambaran keratinisasi umumnya
dapat didiagnosa dengan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus. Pada
pemeriksaan hapusan ini menunjukkan sel-sel tumor pleomorfik atipik,
diantaranya sel-sel bentuk spindel, poligonal, dan sel-sel keratin. KSS Spindle cell
harus dibedakan dari tumor-tumor sel spindel lainnya, seperti spindle cell
Gambar 2.4 Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus pada SCC dengan Diff-Quik stain. A. Poorly differentiated tumor cells. B. Spindled tumor cells. C. Fragmen debris keratin dan sel-sel keratin dengan inti tidak jelas.42
KSS berkeratin pada sinonasal memiliki gambaran histopatologi identik
dengan KSS dari tempat lain di kepala dan leher. Dimana tampak diferensiasi sel
skuamosa, disertai keratin ekstraselular atau keratin intraselular (sitoplasma merah
muda, sel diskeratotik) dan tampak jembatan antar sel (intercellular bridges).
Tumor ini dapat dibagi menjadi karsinoma diferensiasi baik, sedang, dan buruk.
Meskipun pada karsinoma yang diferensiasi buruk hanya tampak berupa
fokus-fokus. Invasi ke stroma membentuk sarang-sarang atau untaian, atau mungkin
hanya sel-sel ganas yang terisolasi. Sering disertai reaksi stroma
desmoplastik.1,3,28,42
Gambar 2.5 KSS berkeratin A. Pembesaran kecil, tampak massa keratin pada beberapa tempat. B. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar, pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat.1,3
Tipe nonkeratin juga memiliki pola pertumbuhan papillary atau exophytic
tetapi sering tumbuh ke bawah (inverted atau endophytic), membentuk pita-pita
yang saling berhubungan, pleksiformis, atau sarang-sarang epitel neoplastik.
Sarang tumor berbentuk bulat atau sejajar membran basal, seperti pola karsinoma
kandung kemih. Tumor ini terdiri atas sel-sel kolumnar atau transisional yang
tersusun memanjang, berorientasi tegak lurus ke permukaan, dan tidak dijumpai
keratin.1,3,28,40
Gambar 2.6 Nonkeratin Karsinoma. A dan B. Pembesaran kecil tampak struktur sarang-sarang dan papilar. C. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar, pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat. D. Tipe sel transisional.1,3,28
Secara umum KSS sinonasal adalah tumor yang hiperselular, inti sel
pleomorfik, hiperkromatin, rasio inti/sitoplasma meningkat, dispolarisasi, dan
aktivitas mitosis meningkat, termasuk mitosis atipik. Pada kasus invasi sel tumor
halus pada membran basal, mungkin tidak didiagnosa sebagai karsinoma invasif,
bahkan mungkin didiagnosa sebagai papilloma dengan displasia berat atau
karsinoma in situ. Seharusnya tumor ini didiagnosa sebagai karsinoma invasif.
Pada kedua jenis tumor ini dapat terjadi epitel displasia ringan, sedang sampai
berat (karsinoma in situ).1,3,28
A
D C
Varian KSS sangat jarang terjadi di saluran sinonasal. Secara histopatologi
varian-varian ini identik dengan KSS dari tempat lain di kepala dan leher yang
frekuensinya juga lebih sering dibandingkan dengan KSS sinonasal.3,28,41
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tumor sinonasal adalah eksisi bedah lengkap, umumnya
melalui rhinotomy lateralis, tergantung pada derajat keganasan dan histologi
tumor, pembedahan merupakan eksisi lokal sampai prosedur yang lebih radikal
(maxillectomy, ethmoidectomy, dan additional exenterations).13,29,36
Radioterapi digunakan pada tumor yang luas (besar) atau pada tumor
derajat tinggi, sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau sebagai
terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi tidak
menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang
sedikit dapat dibunuh dengan radiasi.13,29,35,43
Kemoterapi biasanya sebagai terapi paliatif, penggunaan efek
cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk
mengecilkan lesi eksternal massif. Kemoterapi digunakan pada pasien yang
menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan yang menolak untuk dilakukan
operasi. Pada kondisi ini biasanya dipertimbangkan untuk mendapatkan
kombinasi radiasi dan kemoterapi.13,29,36
2.9 Prognosis
Prognosis tumor sinonasal jinak umumnya baik. Tentunya jika
pada organ sekitar. Sedangkan prognosis tumor sinonasal yang mengalami
keganasan umumnya buruk. Dimana banyak sekali faktor yang mempengaruhi
prognosis tumor sinonasal, cara yang tepat dan akurat. Faktor-faktor tersebut
seperti perbedaan diagnosis histopatologi, asal tumor primer, perluasan tumor,
pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi adjuvan yang
diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang
dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang
tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini. Walaupun demikian,
pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan memberikan hasil yang
terbaik dalam mengontrol keganasan primer dan akan meningkatkan angka
ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.3,13
2.10 Gen p63
Gen p53, p63 dan p73 merupakan satu keluarga protein gen penekan
tumor. Secara filogenetik dan analisis fungsional diketahui bahwa p63 adalah
anggota pertama dari keluarga protein ini, diikuti oleh p73 dan kemudian p53.
Gen p53, p63 dan p73 ini mengkode protein dengan struktur domain yang mirip
dan mempunyai urutan asam amino yang homolog secara signifikan dalam proses
transaktivasi, ikatan pada DNA dan proses oligomerisasi.44,45,46,47
Proses transkripsi p53, p63 dan p73 diatur oleh mekanisme yang sama,
dimana pengaturannya dilakukan oleh dua promoter, yaitu P1 dan P2. Produk
transkrip dan protein dari gen-gen tersebut secara umum dikategorikan atas dua
grup atau isoform utama yaitu TA dan ΔN. Isoform TA mengandung N-terminal
TA diatur oleh promoter P1, sedangkan isoform ΔN diatur oleh promoter Pβ.
Variasi dari berbagai protein yang dihasilkan oleh gen p53, p63 dan p73
merupakan hasil alternative splicing mRNA. Hasil varian dari splicing akan
membentuk protein varian dari masing-masing protein penekan tumor tersebut,
seperti varian α, , dari p5γ, p6γ dan p7γ.44,45,46,47
Gambar 2.7 Struktur gen p53, p63, p73. A. Perbandingan struktur protein p53, p63 dan p73. Semua protein terdiri dari transactivation domain (TAD), DNA binding domain (DBD), oligomerization (OD) domain. p63 dan p73 memiliki domain tambahan yaitu sterile alpha motif (SAM) domain. Persentase homolog antara p53, p63, dan p73 juga ditunjukkan. B. Gen p53, p63 dan p73 memiliki dua promoter (P1 dan P2). Promoter P1 memproduksi transactivation-competent full-length proteins (TA), sedangkan promoter P2 memproduksi TAD-deficient proteins (ΔN) dengan fungsi dominan negatif. Transkripsi gen p53 diinisiasi dari dua lokasi yang berbeda (P1
Gen p63 berada pada kromosom 3q27-29. Isoform TAp63 berperan dalam
proses apoptosis dan penuaan, sedangkan isoform ΔNp6γ berperan dalam proses
ketahanan hidup sel dan proliferasi. Mutasi gen p63 jarang dijumpai pada kanker
manusia. Beberapa studi melaporkan bahwa ΔNp6γ memiliki perangkat
onkogenik dimana ΔNp6γα menghambat penuaan sel yang disebabkan oleh
onkogen dan bekerjasama dengan Ras untuk mempromosikan proliferasi sel
dalam proses perkembangan tumor. Isoform ΔNp6γ dominan diekspresikan dalam
kebanyakan sel-sel epitel. Overekspresi p63 ditemukan pada karsinoma
nasofaring, keganasan kepala dan leher, kanker traktus urinarius, paru dan
ovarium, dan tampilannya berhubungan dengan prognosis yang buruk. Tampilan
ΔNp6γ juga berhubungan dengan meningkatnya kemoresistensi pada sebagian
karsinoma payudara dan keganasan kepala dan leher.8,23,24,25,26
Isoform TAp63 menginduksi proses penuaan sel dan mencegah proliferasi
sel. Defisiensi TAp63 meningkatkan proliferasi dan merangsang onkogenesis
yang dimediasi oleh Ras. Semakin jelas bahwa TAp6γ dan ΔNp6γ memiliki
fungsi yang berbeda sekaligus tumpang tindih dalam peranannya terhadap
perkembangan kanker. Ekspresi ΔNp6γ dapat menghambat fungsi TAp63 juga
p53 sehingga proliferasi sel lebih dominan. 8,23,24,25,26
Pola ekspresi TAp6γ dan ΔNp6γ ditunjukkan pada beberapa jaringan
fisiologis secara terbatas. Isoform ΔNp6γ (terutama ΔNp6γα) diekspresikan pada
sel-sel basal epitel seperti lapisan basal kulit, sel-sel myoepitel payudara, sel-sel
basal prostat dan sel-sel epitel timus. Isoform TAp63 diekspresikan secara
Peranan p63 dalam kanker, tidak hanya disebabkan oleh aksi spesifik dari
masing-masing isoform, tetapi dengan berinteraksi terhadap seluruh anggota
keluarga p53, termasuk p53 mutan. Tidak seperti p53, p63 sendiri jarang
mengalami mutasi pada kanker manusia. ΔNp6γα sering mengalami overekspresi
pada karsinoma sel skuamosa derajat rendah. Umumnya berhubungan dengan
amplifikasi kromosom. Pada satu studi klinis ditemukan overekspresi dari
ΔNp6γα sekitar 85-100% dari seluruh kasus karsinoma sel skuamosa. Termasuk
karsinoma sel skuamosa dari kepala dan leher, esofagus, paru-paru, servik dan
sebagian karsinoma sel basal payudara. Studi lain menunjukkan ΔNp6γα
menghambat penuaan yang diinduksi oleh onkogen dalam sel-sel keratinosit
ketika bersama-sama dengan Ras. 8,23,24,25,26
Tabel 2.3 Ekspresi p63 pada beberapa lokasi jaringan/organ.24
Hagiwara et al. dan Osada et al. menganalisis urutan p63 yang diisolasi
dari berbagai tumor manusia. Studi ini menunjukkan bahwa p63 tidak berfungsi
lokus p63 diamplifikasi, keberadaan HPV juga memegang peranan penting selama
perkembangan tumor, yaitu untuk menghilangkan fungsi p53 hingga terjadi
peningkatan aktivitas p63 onkogenik yang menunjukkan overekspresi.8
Como DJ et al. pada penelitiannya melaporkan bahwa ekspresi p63 pada
inti sel dapat dijumpai pada sel epitel berlapis, seperti kulit, esofagus, ektoservik,
tonsil, dan kandung kemih, juga pada sel basal kelenjar prostat, payudara dan
bronkus. Sesuai dengan fenotip yang diamati pada jaringan normal, ekspresi p63
juga dijumpai terutama pada sel basal karsinoma sel skuamosa, dan karsinoma sel
transisional, tetapi negatif pada adenokarsinoma, termasuk pada payudara dan
prostat. Menariknya p63 dijumpai overekspresi pada thymoma. p63 juga
terekspresi pada sebagian limfoma non-Hodgkin. Metode spesifik isoform reverse
transcription-PCR, ditemukan bahwa thymoma mengekspresikan semua isoform
p63, sedangkan limfoma non-Hodgkin cenderung mengekspresikan isoform
TAp63. Ekspresi p63 tidak dtemukan pada tumor endokrin , sel germinal, juga
melanoma.24
p63 memainkan peranan penting dalam pengaturan proliferasi epitel dan
diferensiasi sel. Hilangnya p63 menyebabkan cacat diferensiasi epidermal, serta
agenesis kelenjar susu, kelenjar lakrimal, dan prostat. Di antara berbagai isoform,
keratinosit normal lebih mengekspresikan isoform ΔNp63 daripada TAp63.
Transkrip ΔNp63-encoding mengatur selama pertumbuhan ireversibel berhenti
dan diferensiasi keratinosit manusia. Karsinoma sel skuamosa kepala dan leher
menunjukkan amplifikasi genom 3q, mengekspresikan kedua isoform. p63 juga
Epitel skuamosa berlapis, keratin maupun nonkeratin, terdiri dari lapisan
sel basal sebagai sel germinativ dan lapisan berikut diatasnya berturut-turut
berdiferensiasi hingga akhirnya menjadi sel matur. Como DJ et al. meneliti p63
pada semua epitel berlapis, termasuk kulit, tonsil, esofagus, dan ektoservik,
menunjukkan tampilan intensitas warna yang kuat pada inti sel lapisan basal,
selanjutnya tampak penurunan intensitas warna bertahap pada lapisan sel yang
lebih berdiferensiasi pada lapisan suprabasal, dan pada sel-sel superfisial p63
sudah tidak terdeteksi lagi. Pada epitel transisional saluran kemih, tampak semua
lapisan sel terwarnai dengan intensitas warna yang kuat, kecuali sel payung
dipermukaan. Sel-sel epitel pada organ tertentu, seperti asinus dan duktus
payudara dan prostat, menunjukkan tampilan p63 dengan intensitas warna sedang
pada inti sel basal, sedangkan sel-sel lumen kelenjar tidak reaktif. Begitu juga
pada berbagai adneksa kulit, seperti kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Secara
umum karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel transisional menunjukkan
tampilan p63 pada inti sel dengan intensitas warna yang kuat. Sedangkan pada
adenokarsinoma (payudara dan prostat), mesotelioma dan karsinoma
hepatoseluler, p63 tidak terdeteksi.24
Kriteria penilaian tampilan p63 berdasarkan studi yang dilakukan oleh
Oncel at al. yaitu inti yang terwarnai dihitung pada masing-masing kasus. Semua
penghitungan dilakukan di bawah mikroskop cahaya standar pada 1000x lapangan
untuk mengevaluasi inti positif/ total jumlah sel. Sepuluh lapangan pandang atau
setidaknya 500 sel dihitung pada setiap bagian. Bagian tumor dianggap negatif
jika tidak terwarnai, atau terwarnai < 10% dari sel-sel tumor. Skor 1+ diberikan