• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERPRETASI DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER LENGKAP PADA TOPOGRAFI STUDI KASUS DAERAH GUNUNG MERBABU DAN MERAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTERPRETASI DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER LENGKAP PADA TOPOGRAFI STUDI KASUS DAERAH GUNUNG MERBABU DAN MERAPI"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

By

Lasmi Puji Rahayu

ABSTRACT

Merbabu Mount is implied in a non active mount, because it’s an older than volcano in Jawa island. And Merapi Mount, is which one an active volcano in world. To find out of status Merbabu and Merapi Mount, so we need understand how a stratigraphy and kantung magma of Merbabu and Merapi Mount. This research have been prepared by data processing of Complete Bouguer Anomaly and 3D modeling of Complete Bouguer Anomaly on topography.

Data processing of Complete Bouguer Anomali results a negative anomaly around of Merbabu and Merapi Mount showed that the kantung magma. In 3D modeling Bouguer anomaly on topgraphy founded the kantung magma under the Merbabu and Merapi Mount comprise with two kantung magma, upper und under kantung magma.

Upper kantung magma Merbabu Mount contained in 1.800 m below Mean Sea Level (MSL) and under kantung magma is countained in 6.100 m below MSL. And upper kantung magma Merapi Mount contained in 1.900 m below MSL, under kantung magma of Merapi contained in 6.500 below MSL. Each kantung magma of Merbabu and Merapi Mount grew in 7.600 below MSL.

(2)

Oleh

Lasmi Puji Rahayu

ABSTRAK

Gunung Merbabu termasuk gunung yang tidak aktif karena tergolong gunungapi tua di pulau Jawa. Sedangkan Merapi adalah salah satu gunung berapi yang teraktif di dunia. Untuk mengetahui lebih lanjut status kedua gunung tersebut, maka perlu diketahui bagaimana struktur bawah permukaan dan keberadaan kantong magma dari kedua gunung tersebut. Pada penelitian ini telah dilakukan pengolahan data Anomali Bouguer Lengkap dan pemodelan 3D Anomali Bouguer Lengkap pada topografi.

Hasil pengolahan data Anomali Bouguer Lengkap mendapatkan adanya anomali negatif di sekitar puncak Gunung Merbabu dan Gunung Merapi yang mengindikasikan adanya kantong magma di bawah puncak gunung tersebut. Dari pemodelan 3D anomali Bouguer pada topografi mendapatkan bahwa adanya kantong magma di bawah puncak gunung tersebut yang terdiri dari dua bagian yaitu kantong magma atas dan kantong magma bagian bawah.

Pada Gunung Merbabu kantong magma terdapat pada kedalaman 1900 di bawah MSL dan kantong magma bagian bawah pada kedalaman sekitar 6100 di bawah MSL. Pada Gunung Merapi kantong magma terdapat pada kedalaman 1800 di bawah MSL dan kantong magma bagian bawah terletak pada kedalaman sekitar 6500 di bawah MSL. Kantong magma atas Gunung Merbabu dan Merapi mempunyai bentuk cembung seperti kendi, dan kantong magma bagian bawah Gunung Merbabu dan Merapi menyatu pada kedalaman 7600 di bawah MSL. Adanya zona densitas rendah di Selatan Merapi yang mempunyai karakter sama dengan Gunung Merbabu dan Merapi patut dicurigai apakah ada kemungkinan munculnya gunungapi di daerah tersebut.

(3)

1.1 Latar Belakang

(4)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui struktur bawah permukaan di daerah Merbabu-Merapi dan sekitarnya.

2. Mengetahui letak kantong magma Gunung Merbabu-Merapi. 3. Mengetahui perbedaan kantong magma Gunung Merbabu-Merapi.

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pengolahan data gayaberat untuk mendapatkan nilai anomali Bouguer, pemodelan 3D dan interpretasi serta analisis struktur bawah permukaan di daerah Gunung Merbabu dan Gunung Merapi.

1.4 Manfaat Penelitian

(5)

2.1 Daerah Penelitian

Daerah dalam penelitian ini meliputi daerah Gunung Merbabu dan Merapi. Secara administratif daerah penelitian terbagi menjadi dua wilayah, yaitu Gunung Merbabu terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali-Jawa Tengah. Sedangkan Gunung Merapi, lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara.

(6)

periode pendek terjadi antara 2 hingga 5 tahun, sedangkan selang waktu erupsi periode menengah terjadi setiap 5 hingga 7 tahun. Namun demikian, Merapi juga pernah mengalami masa istirahat panjang selama lebih dari 30 tahun terutama pada masa awal pembentukannya. Berdasarkan catatan sejarah kegempaan, Daerah Yogyakarta sering mengalami gempabumi merusak. Dari seluruh gempabumi ini, seluruhnya memiliki episentrum yang relatif dekat dengan Merapi. Jika menilik waktu terjadinya gempabumi, diantaranya bersamaan dengan saat erupsi Merapi. Penampang lintang seting tektonik zona subduksi Jawa dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penampang lintang seting tektonik zona subduksi Jawa (Wagner et al., 2007)

(7)

gempabumi akibat aktivitas tumbukan lempeng, Daerah Yogyakarta rawan gempabumi akibat aktivitas beberapa sesar lokal di daratan (Daryono, 2009). Struktur sesar terbentuk sebagai dampak desakan lempeng Indo-Australia pada bagian daratan Pulau Jawa. Beberapa sistem sesar yang diduga masih aktif adalah Sesar Opak, Sesar Oya, Sesar Dengkeng, Sesar Progo, serta sesar mikro lainnya yang belum teridentifikasi. Aktifnya dinamika penyusupan lempeng yang didukung oleh aktivitas sesar di daratan menyebabkan Daerah Yogyakarta menjadi salah satu daerah dengan tingkat aktivitas kegempaan yang tinggi di Indonesia.

2.2 Geologi Regional

Tata geologi regional daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2, pada gambar menunjukkan daerah penelitian dibagi menjadi: Lajur Karimun Jawa-Bawean, Vulkanik Alkali, Lajur Rembang, Lajur Kendeng, Lajur Gunungai Tengah, Lajur Pegunungan Selatan.

(8)

Gunung Merbabu merupakan suatu gunungapi tipe stratovulkano yang secara astronomis terletak pada 7° 26` 38`` LS dan 110° 26` 38`` BT dengan elevasi 3142 m dpal (Puncak Kenteng Solo). Letak Gunung Merbabu terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Letak Gunung Merbabu (Sutisna dkk, 2006)

Gunung Merbabu memiliki tiga puncak yaitu Puncak Antena (2800 m dpal), Puncak Syarif (3119 m dpal), dan Puncak Kenteng Solo (3142 m dpal). Gunung Merbabu memiliki 5 kawah yaitu Kawah Rebab, Kawah Kombang, Kawah Kendang, Kawah Candradimuko, dan Kawah Sambernyowo. Gunung Merbabu memiliki bentuk yang besar dibandingkan dengan gunung Merapi

U

(9)

yang sangat ramping. Bagian puncak gunung Merbabu dapat dibagi menjadi tiga satuan Graben Gunung, yaitu :

a. Graben Sari dengan arah timur tenggara-barat baratlaut. b. Graben Guyangan dengan arah selatan baratdaya-utara timur. c. Graben Sipendok dengan arah barat laut–timur tenggara.

Erupsi samping Gunung Merbabu banyak menghasilkan aliran lava dan aliran piroklastik, aliran lava tersebut mengalir melalui titik erupsi yang diselimuti oleh endapan piroklastika baik aliran maupun jatuhan. Titik-titik erupsi tersebut diperkirakan melalui jalur sesar dengan arah utara baratlaut– selatan tenggara serta melalui daerah puncak. Penelitian yang dilakukan oleh Neuman van Padang 1951, telah menemukan bahwa gunung Merbabu telah mengeluarkan basalt olivin augit, andesit augit dan andesit hornblende hiperstein augit. Demikian pula menurut Mac Donald 1972, melaporkan bahwa pada tahun 1797 Gunung Merbabu meletus melalui erupsi samping dan erupsi pusat, namun tidak dilaporkan hasil erupsi yang dikeluarkan serta kerusakan dan korban akibat kegiatan erupsi tersebut.

(10)

mineral olivin-augit), andesit dengan mineral augit, serta andesit dengan mineral hornblen-hipersten-augit.

Gunung Merapi merupakan suatu gunung tipe stratovulkano yang secara astronomis terletak pada 7°32'30" LS dan 110°26'30" BT dengan elevasi 2968 m dpal. Letak Gunung Merapi terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Letak Gunung Merapi (Raharjo dkk, 2005)

Gunung Merapi terbentuk pertama kali sekitar 60.000-80.000 tahun yang lalu. Gunung Merapi terletak pada busur magmatik yang dibentuk oleh gerakan lempeng Indo-Australia ke arah Utara menunjam ke bawah lempeng Eurasia.

U

(11)

Menurut Van Bemmelen (1970), Gunung Merapi tumbuh di atas titik potong antara kelurusan vulkanik Ungaran - Telomoyo - Merbabu - Merapi dan kelurusan vulkanik Lawu - Merapi - Sumbing - Sindoro - Slamet. Kelurusan vulkanik Ungaran-Merapi tersebut merupakan sesar mendatar yang berbentuk konkaf hingga sampai ke Barat, dan berangsur-angsur berkembang kegiatan vulkanisnya sepanjang sesar mendatar dari arah Utara ke Selatan. Dapat diurut dari Utara yaitu Ungaran Tua berumur Pleistosen dan berakhir di Selatan yaitu di Gunung Merapi yang sangat aktif hingga saat ini. Kadang disebutkan bahwa Gunung Merapi terletak pada perpotongan dua sesar kwarter yaitu Sesar Semarang yang berorientasi Utara-Selatan dan Sesar Solo yang berorientasi Barat-Timur. Gunung Merapi merupakan gunungapi tipe basalt-andesitik dengan komposisi SiO2 berkisar antara 50-58 %. Beberapa lava yang bersifat lebih basa mempunyai SiO2 yang lebih rendah sampai sekitar 48%. Batuan Merapi tersusun dari plagiolklas, olivin, piroksen, magnetit dan amphibol. Plagioklas merupakan mineral utama pada batuan Merapi dengan komposisi sekitar 34% (Sarkowi, 2010).

2.3 Stratigrafi Daerah Penelitian

Kegiatan tektonik pada daerah penelitian dimulai pada Tersier awal yang ditandai oleh pengangkatan dan erosi. Hasil erosi ini membentuk sedimen turbidit Formasi Kerek di lingkungan neritik, yang selanjutnya diikuti oleh pengendapan Formasi Kalibeng di lingkungan transisi sampai batial.

(12)

diikuti oleh sesar naik berarah relatif Barat-Timur, sesar geser yang berarah Timurlaut-Baratdaya dan Baratlaut-Tenggara, serta sesar normal. Rekahan-rekahan yang terjadi merupakan bidang lemah tempat munculnya batuan gunungapi kuarter muda ke permukaan. Kolom stratigrafi daerah penelitian pada lembar Magelang, Semarang dapat dilihat pada Gambar 5.

(13)

Untuk kolom stratigrafi daerah penelitian pada lembar Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kolom stratigrafi lembar Yogyakarta (Rahardjo dkk, 2006)

2.3.1 Batuan Dasar

(14)

Miosen Tengah. Formasi ini tersusun atas batugamping (limestone) dan batupasir napalan (marly sandstone). Di bagian selatan juga terdapat Formasi Endapan Gunungapi Merapi Muda yang berumur Kuarter dan terdiri dari material lepas sebagai hasil kegiatan letusan Gunungapi Merapi. Endapan Gunungapi Merapi Muda batuannya berupa tuf, abu, breksi, aglomerat, dan lelehan lava tak terpilahkan. Hasil pelapukan pada lereng kaki bagian bawah membentuk dataran yang meluas di sebelah selatan, terutama terdiri dari rombakan vulkanik yang terangkut kembali oleh alur-alur yang berasal dari lereng atas.

2.3.1.1 Formasi Damar

Batu pasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik, batupasir mengandung mineral mafik, felspar dan kuarsa. Breksi vulkanik mungkin diendapkan sebagai lahar. Formasi ini sebagian non-marin, dan tersingkap di sekitar sungai Damar dan di bagian Baratlaut daerah penelitian.

2.3.1.2 Formasi Kaligetas

(15)

cokelat-kemerahan dan seiring membentuk bongkah-bongkah besar. Ketebalan berkisar antara 50 m sampai 200 m.

2.3.1.3 Formasi Payung

Lahar, batulempung, breksi dan tuf. Batulempung mengandung sisa-sisa tumbuhan, batupasir tufan dan konglomerat. Ketebalan formasi ini mencapai 200 m.

2.3.1.4 Formasi Penyatan

Batupasir, breksi, tuf, batulempung dan aliran-aliran lava. Batupasir tufan dan breksi vulkanik (aliran dan lahar) nampak dominan. Ditemukan aliran lava, batulempung marin dan napal. Formasi ini mempunyai ketebalan lebih dari 1000 m dan menunjukkan umur Miosen Tengah-Plistosen.

2.3.1.5 Formasi Kalibeng

(16)

2.3.1.6 Formasi Kerek

Perselingan batulempung, napal, batupasir tufan, konglomerat, breksi vulkanik dan batugamping. Batulempung, kelabu muda-tua, gampingan. Sebagian bersisipan dengan batulanau atau batupasir. Mengandung foram, moluska dan koral-koral koloni. Lapisan tipis konglomerat terdapat dalam batulempung di K.Kripik dan di batupasir. Batugamping umumnya berlapis, kristalin dan pasiran mempunyai ketebalan total lebih dari 400 m. Formasi ini berumur Miosen Tengah (Sutisna dkk, 2006).

2.4 Sejarah Merapi

Menurut Neuman van Padang (1951), Gunung Merapi terletak di titik silang dua buah sesar yang penting dilihat dari sudut regional, yakni sebuah sesar transversal yang memisahkan Jawa Timur dan Jawa Tengah dan sebuah sesar longitudinal. Bagian yang lebih tua Batulawang tergerus oleh erosi dan terpotong-potong oleh beberapa sesar, dapat dibedakan dari bentuk kerucut Merapi. Menurut van Bemmelem (1949), bagian Barat dari Gunung Batulawang telah disokong oleh sejumlah sesar licin berbentuk busur menyerupai hiperbola cekung ke Barat.

2.4.1 PRA MERAPI (+ 400.000 tahun lalu)

(17)

Boyolali. Batuan gunung Bibi bersifat andesit-basaltik namun tidak mengandung orthopyroxen. Puncak Bibi mempunyai ketinggian sekitar 2050 m di atas muka laut dengan jarak datar antara puncak Bibi dan puncak Merapi sekarang sekitar 2.5 km. Karena umurnya yang sangat tua Gunung Bibi mengalami alterasi yang kuat sehingga contoh batuan segar sulit ditemukan.

Gambar 7. Sketsa Pra Merapi (Anonymous, 2011).

2.4.2 MERAPI TUA (60.000–8000 tahun lalu)

(18)

Gambar 8. Sketsa Merapi tua (Anonymous, 2011).

2.4.3 MERAPI PERTENGAHAN (8000–2000 tahun lalu)

Terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit Batulawang dan Gajahmungkur, yang saat ini nampak di lereng utara Merapi. Batuannya terdiri dari aliran lava, breksiasi lava dan awan panas. Aktivitas Merapi dicirikan dengan letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan material ke arah Barat yang meninggalkan morfologi tapal-kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng Barat. Pada periode ini terbentuk Kawah Pasarbubar.

(19)

2.4.4 MERAPI BARU (2000 tahun lalusekarang)

Dalam kawah Pasarbubar terbentuk kerucut puncak Merapi yang saat ini disebut sebagai Gunung Anyar yang saat ini menjadi pusat aktivitas Merapi. Batuan dasar dari Merapi diperkirakan berumur Merapi Tua. Merapi yang sekarang ini berumur ± 2000 tahun. Letusan besar dari Merapi terjadi di masa lalu yang dalam sebaran materialnya telah menutupi Candi Sambisari yang terletak ± 23 km Selatan dari Merapi .

Gambar 10. Sketsa Merapi awal dan Merapi sekarang (Anonymous, 2011).

(20)

Menurut pakar geologi pada tahun 2006, mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi yang berisi material seperti lumpur yang secara "signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi". Para ilmuwan tersebut memperkirakan bahwa material itu adalah magma. Kantung magma tersebut merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

2.5 Sejarah Erupsi

Tipe erupsi Gunung Merapi dapat dikategorikan sebagai tipe Vulkanian lemah. Tipe lain seperti Plinian (contoh erupsi Vesuvius tahun 79) merupakan tipe vulkanian dengan daya letusan yang sangat kuat. Erupsi Merapi tidak begitu eksplosif namun demikian aliran piroklastik hampir selalu terjadi pada setiap erupsinya. Secara visual aktivitas erupsi Merapi terlihat melalui proses yang panjang sejak dimulai dengan pembentukan kubah lava, guguran lava pijar dan awanpanas (pyroclastic flow).

(21)
(22)

Sejarah letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768. Namun demikian sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir abad 19. Ada kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan lebih sering dibanding pada abad 19. Hal ini dapat terjadi karenapencatatan suatu peristiwa pada abad 20 relatif lebih rinci. Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal abad 20. Selama abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti interval letusan Merapi secara rata-rata lima tahun sekali. Letusan tahun 1872 yang dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19 dan 20 telah menghasilkan Kawah Mesjidanlama dengan diameter antara 480-600m. Letusan berlangsung selama lima hari dan digolongkan dalam kelas D. Suara letusan terdengar sampai Kerawang, Madura dan Bawean. Awanpanas mengalir melalui hampir semua hulu sungai yang ada di puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro, dan Gendol.

(23)

dilakukan, Gunung Bibi mempunyai umur sekitar 400.000 tahun artinya umur Merapi lebih muda dari 400.000 tahun. Setelah terbentuknya gunung Merapi, Gunung Bibi tertimbun sebagian sehingga saat ini hanya kelihatan sebagian puncaknya. Periode berikutnya yaitu pembentukan bukit Turgo dan Plawangan sebagai awal lahirnya Gunung Merapi. Pengujian menunjukkan bahwa kedua bukit tersebut berumur sekitar maksimal 60.000 tahun (Berthomrnier, 1990). Kedua bukit mendominasi morfologi lereng Selatan Gunung Merapi.

Pada elevasi yang lebih tinggi lagi terdapat satuan-satuan lava yaitu bukit Gajahmungkur, Pusunglondon dan Batulawang yang terdapat di lereng bagian atas dari tubuh Merapi. Susunan bukit-bukit tersebut terbentuk paling lama pada, 6700 tahun yang lalu (Berthommier,1990). Data ini menunjukkan bahwa struktur tubuh gunung Merapi bagian atas baru terbentuk dalam orde ribuan tahun yang lalu. Kawah Pasarbubar adalah kawah aktif yang menjadi pusat aktivitas Merapi sebelum terbentuknya puncak.

(24)

bervariasi. Namun demikian sebagian letusan mengarah ke Selatan, Barat sampai Utara. Pada puncak aktif ini kubah lava terbentuk dan kadangkala terhancurkan oleh letusan. Kawah aktif Merapi berubah-ubah dari waktu ke waktu sesuai dengan letusan yang terjadi. Pertumbuhan kubah lava selalu mengisi zona-zona lemah yang dapat berupa celah antara lava lama dan lava sebelumnya dalam kawah aktif. Tumbuhnya kubah ini ciapat diawali dengan letusan ataupun juga sesudah letusan. Bila kasus ini yang terjadi, maka pembongkaran kubah lava lama dapat terjadi dengan membentuk kawah baru dan kubah lava baru tumbuh dalam kawah hasil letusan. Selain itu pengisian atau tumbuhnya kubah dapat terjadi pada tubuh kubah lava sebelumnya atau pada perbatasan antara dinding kawah lama dengan lava sebelumnya. Sehingga tidak mengherankan kawahkawah letusan di puncak Merapi bervariasi ukuran maupun lokasinya. Sebaran hasil letusan juga berpengaruh pada perubahan bentuk morfologi, terutama pada bibir kawah dan lereng bagian atas. Pusat longsoran yang terjadi di puncak Merapi, pada tubuh kubah lava biasanya pada bagian bawah yang merupakan akibat dari terdistribusikannya tekanan di bagian bawah karena bagian atas masih cukup kuat karena beban material.

(25)
(26)

3.1 Prinsip Dasar Gayaberat

Metode gayaberat merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan adanya variasi medan gravitasi di permukaan bumi. Metode gayaberat dilandasi oleh hukum Newton yang menyatakan gaya tarik-menarik antara dua buah partikel sebanding dengan perkalian massa kedua partikel tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara pusat keduanya (Newton, 1687). Pada koorditan kartesius, gaya tarik menarik antara partikel bermassa m2 pada koordinat Q (x’,y’,z’) dengan partikel bermassa m1 pada koordinat P(x,y,z) sesuai dengan Gambar 11.

Teori medan gayaberat didasarkan pada hukum Newton tentang medan gayaberat universal. Hukum gayaberat Newton ini menyatakan bahwa gaya

P(x,y,z) m1

m2

Q(x’,y’,z’)

r

rˆ

(27)

tarik-menarik antara massa m1 dan m2 yang berjarak antara pusat massa sebesar r adalah :

r r

m m G

Fr 12 2 ˆ )

( 

(3.1)

dimana:

F = Gaya tarik menarik antara benda m1dan m2(N) G = konstanta gravitasi (6,672 x 10-11m3/kg s2) r = jarak antara m1dan m2

m1dan m2= massa partikal

dengan r = [ (x-x´)²+(y-y´)²+(z-z´)² ]1/2

rˆ= vektor satuan ke arah m1(Blakely, 1995).

3.2 Percepatan Gayaberat

Percepatan yang dialami oleh suatu massa (m2) sebagai akibat dari tarikan massa (m1) bisa dihitung dengan membagi F dengan m2. Jika m1adalah massa bumi, maka percepatan yang dialami m2pada permukaan bumi sesuai dengan persamaan (3.2) (Telford, 1976).

) / ( 2 ^ 2 2 s cm r r m m F

g γ bumi

(3.2)

Dimana ^

r=1[( ') ( ') ( ') ]

^ 2 ^ 2 ^ 2 k z z j y y i x x

r     

(28)

3.3 Potensi Gayaberat

Potensi pada suatu titik dalam medan gayaberat didefinisikan sebagai fungsi kerja oleh medan magnet, dimana pada kasus gayaberat medan potensialnya adalah medan gayaberat yang ditimbulkan oleh gaya tarik bumi. Dalam medan gayaberat, energi atau kerja yang dilakukan untuk memindahkan suatu muatan massa dari titik awal ke titik tertentu tidak bergantung pada lintasan tetapi hanya bergantung pada posisi awal dan akhir, sehingga medan gayaberat bersifat konservatif.

Gayaberat yang timbul adalah medan konservatif yang dapat diturunkan dari suatu fungsi potensial skalar U (x,y,z) yang disebut Newtonian Potensial (Blakely, 1995) atau Potensial Tiga Dimensi, dinyatakan sebagai :

) ( )

(P U P

g  (3.3)

Dari persamaan diatas akan diperoleh potensial gaya dalam bentuk:

r Gm P

U ( ) 

(3.4) yang menyatakan suatu usaha untuk menggerakkan sebuah massa dari suatu titik tak terhingga jauhnya dari sembarang lintasan, ke suatu titik dengan jarak r dari pusat massa m. Fungsi U disebut potensial gayaberat atau potensial Newton dan percepatan gayaberat g adalah medan potensial. Beberapa buku menetapkan potensial gayaberat sebagai usaha yang dilakukan partikel uji, sehingga dalam persamaan (3.3) ditulis g(P)U(P).

(29)

Untuk sistem internasional (SI) dan satuan sistem mks, m1 dan m2 satuannya kilogram (kg), jarak dalam meter (m) dan percepatan gayaberat dalam meter per detik kuadrat (m/s²). Pada satuan sistem cgs, massa satuannya gram (gr), jarak dalam centimeter (cm) dan satuan percepatan gayaberat dalam cm.secˉ² yang sering dipakai adalah Gal (kependekan dari Galileo). Banyak literatur

geofisika lebih sering memakai mGal

1mGal103Gal105m/s2

(Blakely, 1995).

3.4 Pengukuran Gayaberat

Gayaberat diukur berdasarkan adanya perbedaan sifat fisik massa yang berada di antara dua benda yang terpisah oleh jarak r. Dengan adanya rapat-massa yang berbeda menyebabkan harga gayaberat satuan yang berbeda pada permukaan bumi.

Harga gayaberat rata-rata pada permukaan bumi dalam satuan SI adalah 9,8 m/s2. Satuan yang lebih kecil dinyatakan dalam μ m/s2 atau g.u (gravity unit). Dalam satuan cgs, harga gayaberat dinyatakan dalam cm/s2atau gal.

3.4.1 Pengukuran absolut

(30)

maupun alat. Cara pengukuran absolut yaitu pendulum, jatuh bebas, dan gravimeter.

3.4.2 Pengukuran relatif

Pngukuran relatif lebih umum dan mudah dilakukan, pada penelitian gayaberat. Pengukuran ini dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran titik yang tidak diketahui nilai gayaberatnya dengan titik yang sudah diketahui yang telah diikat kepada titik-titik referensi, misalnya Postdam, IGSN, dan lain lain.

3.4.3 Alat-alat Pengukuran Percepatan Gayaberat a. Pendulum

g L Mg

M

T 2

L . L . 2

2

π

π 

(3.5) Ketelitian alat Pendulum maksimum 0.1 mGal.

b. Pengukuran Gayaberat dengan Benda Jatuh

Dari persamaan benda jatuh bebas didapatkan persamaan berikut.

H=V0t +1/2gt2

(3.6)

Dengan V0= 0, maka: g = 2h/t2

(3.7)

(31)

c. Pengukuran relatif menggunakan Gravimeter

Gravimeter adalah alat pengukur gayaberat relatif yang prinsip kerjanya didasarkan atas memanjangnya pegas akibat perbedaan gaya tarik yang berlaku pada beban, bila sebuah gravimeter dibawa kedua tempat yang berbeda harga gayaberatnya, pergeseran tersebut dibaca pada mistar skala. Ada dua macam alat gravimeter yaitu tipe stabil dan anstabil, tipe yang anstabil saat ini lebih banyak digunkan karena tinggi harga ketelitian dan akurasinya, contoh dari tipe ini adalah Worden, Scintrex Autograv dan Lacoste Ramberg Gravimeter.

3.5 Koreksi-koreksi Anomali Gayaberat

Nilaig hasil pengukuran gayaberat yang diinginkan adalah nilai densitas dari benda yang ditargetkan. Akan tetapi, nilai yang terukur gravimeter juga terpengaruh faktor-faktor lain. Faktor-faktor ini dapat dihilangkan dengan koreksi-koreksi :

3.5.1 Pasang surut (Tide Correction)

Pengaruh gayaberat dari benda-benda di luar bumi seperti bulan, dihilangkan dengan koreksi ini. Pengaruh gayaberat bulan di titik P pada permukaan bumi sesuai persamaan (3.8) (Kadir, 2000)

          

 (3cos 1)

(32)

dengan,

p = sudut zenit Bulan q = sudut zenit Matahari M = massa Bulan

S = massa Matahari

d = jarak antara pusat Bumi dan Bulan D = jarak antara pusat Bumi dan Matahari G = konstanta gayaberat Newton

r = jarak pengukuran dari pusat Bumi

3.5.2 Apungan (Drift Correction)

Koreksi ini dilakukan karena adanya perbedaan pembacaan gaya berat dari station yang sama pada waktu yang berbeda yang disebabkan guncangan pada pegas gravimeter. Pengaruh ini dapat dihilangkan degan desain lintasan pengukuran data gayaberat rangkaian tertutup seperti pada Gambar 12.

Gambar 12. Pengukuran titik-titik pengamatan gayaberat dalam suatu lintasan pengukuran, yang kembali ketitik acuan (Anonymous, 2010)

(33)

Sehingga, besar penyimpangan dapat diketahui dan diasumsikan linear pada selang waktu tertentu sesuia persamaan (3.9)

) ( 0 0 o n akhir akhir t t t t g g drifit     (3.9) Dengan

gakhir = pembacaan gravimeter pada akhirlooping g0 = pembacaan gravimeter pada awallooping takhir = waktu pembacaan pada akhirlooping t0 = waktu pembacaan pada awallooping tn = waktu pembacaan padastationke- n

3.5.3 Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)

Nilai percepatan gayaberat berbanding terbalik dengan kuadrat jarak kedua massa. Sehingga perbedaan ketinggian maupun kedalaman di setiap titik pengukuran terhadap bidang datum (mean sea level) akan mempengaruhi nilai dari data percepatan gayaberat yang tercatat di stasiun pengukuran tersebut. Perhitungan koreksi udara bebas ini bertujuan untuk mereduksi pengaruh elevasi dan kedalaman titik pengukuran terhadap data yang diakuisisi.

Dengan menganggap bumi adalah sebuah sphere daripada ellipsoid dengan massa terkonsentrasi pada pusatnya, nilai gayaberat pada mean sea leveladalah:

0 2

M

g G

R

(34)

Sedangkan nilai gayaberat pada stasiun dengan elevasi h (meter) di atasmean sea leveladalah:

2 2

2 1

h

M M h

g G G

R R R h            (3.11)

Perbedaan nilai gayaberat antara yang terletak di mean sea level dengan yang terletak dengan elevasi h (meter) adalah koreksi udara bebas diberikan pada persamaan (Reynolds, 1997):

2

0, 3086 mGal o

F o h

g h

g g g h

R

 

   

  /meter (3.12)

dengan,

R = 6,37 x 108cm M = 5,97 x 1027gram G = 981,78545 Gal

Besarnya koreksi udara bebas jika ketinggian bertambah 1 meter adalah: 3086 . 0     r g mGal/meter (3.13)

3.5.4 Bouguer (Bouguer Correction)

Bouguer atau BC (Bouguer Correction) adalah harga gayaberat akibat massa di antara bidang referensi muka air laut (MAL) sampai titik pengukuran sehingga nilai gobservasi bertambah. Nilai koreksi ini negatif. Dengan pendekatan benda berupa slab, persamaannya sesuai dengan persamaan (3.14) dan dapat dilihat pada Gambar 13.

(35)

Dengan,

h = ketinggian titik pengukuran,

ρ = estimasi massa jenis benda dari titik pengukuran sampai MAL

Gambar 13. Koreksi Bouguer terhadap data gayaberat (Zhou, 1990)

3.5.5 Lintang (Latitude Correction)

Faktor gayaberat akibat lintang dengan referensi ellipsoid dapat dihilangkan dengan koreksi ini. Sesuai Woolard (1975), spheroid referensi persamaan (3.15) GRS67 (Geodetic Reference System 1967):

g(ϕ) = 908731,846 (1+0,005278895 sin2ϕ + 0,000023462 sin4ϕ)

(3.15)

(36)

3.5.6 Koreksi Medan (Terrain Correction)

[image:36.595.218.469.301.442.2]

Pada koreksi medan yang diperlihatkan pada Gambar 14 nilai koreksi Bouguer diperbaiki dengan mengasumsikan terdapat suatu efek topografi permukaan yang relatif kasar dengan perbedaan elevasi yang besar, seperti permukaan atau lembah di sekitar titik pengukuran. Metode grafis yang dapat digunakan untuk menghitung koreksi medan adalahHammer Chart.

Gambar 14. Koreksi medan terhadap data gayaberat (Zhou, 1990)

Piringan melingkar (circular disk) pada Gambar 15 dan sebuah persamaan untuk digunakan untuk menyatakan daya tarik gayaberat yang terjadi di titik tengah piringan tersebut, yaitu:

2 2

2 ( )

g π ρG H R HR (3.16)

dengan,

(37)
[image:37.595.227.432.85.170.2]

Gambar 15. Piringan melingkar sebagai dasar untuk perhitungan koreksi medan (Robinson, 1988)

Kemudian persamaan (3.16) digunakan untuk menentukan daya tarik gayaberat yang terjadi pada cincin silindris melingkar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16 efek gayaberat dari setiap kompartemen diperoleh dengan menggunakan persamaan (dalam meter):

TC = 2 G

rL rD

rL2 z2

 

rD2 z2

n

π ρ

(3.17)

dengan,

n = jumlah kompartemen dalam zona tersebut.

z = perbedaan elevasi rata-rata kompartemen dan titik pengukuran rLdan rD= radius luar dan radius dalam kompartemen

ρ = densitas batuan rata-rata

[image:37.595.251.427.534.626.2]
(38)
[image:38.595.205.433.82.287.2]

Gambar 17.Hammer Chartuntuk menghitung koreksi medan (Reynolds, 1997)

3.5.7 Anomali Bouguer (Bouguer Anomaly)

Setelah dilakukan koreksi terhadap data percepatan gayaberat hasil pengukuran, maka akan diperoleh anomali percepatan gayaberat yaitu (Blakely, 1995):

a. Anomali udara bebas(gfa)

h

g

g

g

fa

ob

n

0

.

03086

(3.18)

b. Anomali Bouguer (gbg)

1. Anomali Bouguersederhana (Δ gbgs)

h

h

g

g

g

obs

ob

n

0

.

03086

0

.

04193

ρ

(3.19)

2. Anomali Bouguer lengkap (Δ gbg)

TC

h

h

g

g

g

bg

ob

n

(39)

3.6 Estimasi Densitas Permukaan Rata-rata

Densitas batuan merupakan besaran fisis yang sangat penting dalam metode gayaberat. Pada perhitungan anomali Bouguer diperlukan harga densitas rata-rata di daerah penelitian. Maka nilai densitas rata-rata-rata-rata di daerah tersebut harus diketahui dengan baik. Ada beberapa cara yang digunakan dalam menentukan nilai densitas rata-rata, yaitu:

3.6.1 Metode Nettleton

Metode ini didasarkan pada pengertian tentang koreksi Bouguer dan koreksi medan dengan jika densitas yang digunakan sesuai dengan densitas permukaan, maka penampang atau profil anomali gayaberat menjadi smooth. Dalam aplikasi, penampang dipilih melalui daerah topografi kasar dan tidak ada anomali gayaberat target.

Secara kuantitatif, estimasi densitas permukaan terbaik dapat ditentukan dengan menerapkan korelasi silang antara perubahan elevasi terhadap suatu referensi tertentu dengan anomali gayaberatnya. Sehingga densitas terbaik diberikan oleh harga korelasi silang terkecil sesuai dengan persamaan berikut.

(3.21)

(40)
[image:40.595.144.507.92.424.2]

Gambar 18. Ilustrasi densitas dengan metode Nettleton (Telford, 1990)

3.6.2 Metode Parasnis

Metode Parasnis merupakan metode analitik untuk menentukan estimasi densitas batuan rata-rata dengan asumsi bahwa topografi daerah penelitian relatif datar (Kadir, 2000). Secara matematis perhitungan dengan metode Parasnis ini diturunkan dari persamaan:

CBA = gobs- g(N)+ FAC - BC + TC = gobs- g(N)+ FAC - 2πGρh +ρc sehingga:

(41)

dengan c adalah nilai koreksi medan sebelum dikalikan dengan densitas. Apabila disederhanakan, persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut.

y =ρx + CBA (3.23)

[image:41.595.141.509.359.644.2]

Dari persamaan (3.22), akan diperoleh harga densitas rata-rata darigradient persamaan garis regresi linear. Metode Parasnis kurang tepat diaplikasikan pada daerah dengan distribusi titik-titik pengukuran gayaberat berada di sekitar mean sea level, sehingga variasi elevasi menjadi rendah yang menyebabkan gradien persamaan garis regresi linear hanya bergantung pada beberapa titik pengukuran tersebut yang mempunyai variasi elevasi tinggi.

(42)

3.7 Pemisahan anomali Regional dan Residual

Anomali gayaberat yang terukur di permukaan adalah merupakan penjumlahan dari semua kemungkinan sumber anomali yaitu anomali regional dan anomali residual. Sehingga untuk kepentingan interpretasi, target event harus dipisahkan dari event lainnya. Jika target event adalah anomali residual maka event lainnya adalah noise dan regional. Secara sederhana, dari segi lebar anomalinoiseakan mempunyai lebar anomali lebih kecil dari target residual. Dari segi kedalaman, noise lebih dangkal dari residual sedangkan regional lebih dalam.

Dalam penelitian ini untuk memisahkan anomali Bouguer menjadi anomali regional dan residual, dilakukan dilakukan dengan menggunakan software Surfer 9.0, data masukan berupa koordinat UTM-X, UTM-Y, dan anomali Bouguer Sebagai Sumbu-Z, kemudian di grid Setelah itu kita lakukan digitize pada peta kontur, lalu dilakukan slice. Kemudian data yang didapat dari hasil slice peta disimpan dalam bentuk format .XY dan dilakukan pemrosesan dengan menggunakan software Numeri dan menggunakan metode moving average dengan window 3m x 3m, moving average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya. Sehingga hasil yang didapatkan adalah anomali regional. Untuk mendapatkan anomali residual maka anomali Bouguer lengkap dikurangi dengan anomali regional.

(43)

daerah penelitian. Persamaan perata-rataan bergerak(Moving Average) satu dimensi dan satu jendela adalah :

 

 

g xg x

N g x k

i i i

k k α α α      

1 2 2 (3.24)

Penapisan satu dimensi menggunakan dua jendela untuk memproses sekaligus persamaannya adalah :

     

gα β xgα xgβ x

1   (3.25)

dimana :

α,β = lebar jendela penapisan (window size),

g(x) = harga gayaberat pada titik amat

g(x) = harga anomali residual sisa penapisan jendela,

N = Jumlah data yang diproses

Pemisahan dua dimensi dengan satu jendela dilakukan menggunakan persamaan :

 

 

g x yg x y

N g x k

r k k ,  ,   ,       

1 2 2 2 2

y -l

l l α α α α (3.26)

Hasegawa (1975) membuktikan bahwa perata-rataan bergerak bertindak sebagai penapis yang bersifat “low pass filter” dengan reaksi frekuensi sebagaimana dinyatakan berikut :

 

 

K

Sin W S

W S

Sin W S

W S n n n n n α β α α β β ,       2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2

(44)

dimana :

Kn = reaksi frekuensi,

Wn.S = 2λπn S , S adalah jarak selang pencuplikan

Masalah utama menggunakan perata-rataan bergerak adalah lebar jendela penapisan, makin besar jendela yang digunakan, makin lebar panjang gelombang yang diloloskan.

Sebagai contoh, Yasoki (1967; op cit Bath, 1974) mencoba penapisan menggunakan bermacam-macam jendela menghasilkan penyusun yang berbeda-beda.

Dengan demikian terlihat bahwa yang terpenting dalam pemisahan anomali menggunakan metoda nilai perata-rata bergerak (Moving Average) adalah : (i) menentukan panjang gelombang anomali yang terdapat di daerah telitian; (ii) menentukan lebar jendela optimum sebagai jendela penapisan yang efektif.

3.8 Pemodelan 3D

(45)

teknis pemodelan dilakukan dengan pemodelan pada penelitian ini menggunakan model benda 3D berbentuk prisma. Apabila suatu massa 3 dimensi bentuk sembarang terdistribusi secara kontinyu dengan rapat massa

α β γ

ρ , ,

 seperti ditunjukkan pada Gambar 20, potensial gayaberat di titik

P (x,y,x) di atas dan di luar distribusi rapat massa tersebut diberikan oleh (Kadir, 1996) :

 

 



       α β γ γ β α γ β α ρ d d d z y x K z y x

U , , , , . .

2 1 2 2

2 (3.28)

Komponen gayaberat vertikal akibat distribusi rapat massa diperoleh dengan mendiferensialkan persamaan 3.28 terhadap z :

z z y x U z y x gz      , , , ,



 

 

  

                0 2 3 2 2 2 . . , , γ β α γ β α γ γ β α ρ d d d z y x z K (3.29) [image:45.595.132.498.392.720.2]

Gambar 20.a. Efek potensial gayaberat di titik P

Gambar 20.b. Benda prisma tegak

(46)

yang dapat dilakukan, kesesuaian model benda di lapangan bergantung pada jumlah dan dimensi prisma yang disusun. Dengan mengambil lebar sisi

horisontal a dan b pada arah  dan, kedalaman puncak dan dasar adalah ht dan hb, maka komponen vertikal gayaberat pada z=0 adalah:

 

  

  

             b t h h

z d d d

y x S K y x

g α β γ

γ β α γ β α ρ , . . ) 0 , , ( 2 3 2 2 2 (3.30) dimana :

S(,) = distribusi fungsi undak rectangular =1 untuk

2 2

a a

 α dan 2 2 b b    β

Plouf ( 1976), menghitung respon gayaberat yang disebabkan oleh model benda berbentuk prisma:

2 2 2

1 1 1

arctan i i log log

ijk k i ijk i i ijk i

i j k k ijk

x y

g G z x R y y R x

z R ρ µ                 



(3.31)

dimana : 2 2 2

ijk i j k

Rxyz µijk  

     

1i 1 j 1k
(47)
[image:47.595.198.437.93.434.2]
(48)

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah :

1. Distribusi densitas rata-rata pada daerah penelitian antara 2.78 gr/cc dengan jenis batuan basalt-andesit dan terdapat zona subduksi yang menunjam dari arah Selatan sampai menembus pulau Jawa.

2. Kantong Magma pada Gunung Merapi terletak pada kedalaman 1.900 m di bawah MSL, sedangkan kantong magma pada Gunung Merbabu terletak pada kedalaman 1.800 m di bawah MSL. Kantong magma Gunung Merapi memiliki densitas lebih rendah karena masih terisi magma yang cair sedangkan kantong magma Gunung Merbabu telah membeku. Maka densitas kantong magma Gunung Merbabu lebih tinggi dari kantong magma Gunung Merapi.

3. Kantong magma pada Gunung Merapi lebih besar dan dangkal dibandingkan kantong magma pada Gunung Merbabu.

6.2 Saran

(49)
(50)
(51)

5.1 Distribusi Data Gayaberat

[image:51.595.148.492.394.712.2]

Daerah pengukuran gayaberat yang diambil mencakup wilayah Kabupaten Magelang, Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten dan Sleman,Yogyakarta. Dengan batas koordinat UTM X dari 415000 m sampai 455000 m, sedangkan untuk UTM Y dari 9140000 m sampai 9185000 m. Jumlah titik pengukuran sebanyak 366 titik dengan persebaran yang diperlihatkan pada Gambar 23.

Gambar 23. Peta sebaran titik pengukuran gayaberat daerah penelitian.

UTM-Y

(52)

5.2 Pengolahan Data Gayaberat 5.2.1 Topografi

[image:52.595.168.507.288.592.2]

Data topografi daerah penelitian didapat dari hasil GPS dengan kondisi topografi yang sangat bervariasi, dimulai dari topografi yang sangat landai yaitu 112.61 m MSL hingga titik tertinggi pada ketinggian 3119.64 m MSL. Kontur daerah penelitian dapat dilihat dengan jelas pada Gambar 25.

Gambar 25. Kontur topografi daerah penelitian

U

UTM-Y

UTM-X

(53)
[image:53.595.167.501.82.327.2]

Gambar 26. Peta 3D ketinggian daerah penelitian

Dari Gambar 26 terlihat bahwa daerah penelitian merupakan daerah pegunungan yang memiliki variasi ketinggian 112.61 m MSL hingga titik tertinggi pada ketinggian 3119.64 m MSL.

5.2.2 Gayaberat Observasi Daerah Penelitian

Gayaberat observasi adalah gayaberat yang terbaca pada suatu titik pengukuran yang telah dikoreksi pasang surut dan drift. Gayaberat observasi berbanding terbalik dengan topografi, yaitu apabila suatu titik pengukuran pada topografi yang tinggi maka nilai gayaberat observasinya akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin tinggi titik pengukuran maka akan semakin jauh jaraknya dengan inti bumi sebagai pusat gayaberat. Sesuai dengan Hukum Gravitasi Newton

UTM-Y

UTM-X

meter

(54)
[image:54.595.170.504.149.430.2]

yaitu gayaberat berbanding terbalik dengan kuadrat jarak titik dengan pusat inti bumi. Gayaberat observasi dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Peta gayaberat observasi daerah penelitian

5.2.3 Penentuan Densitas Batuan Permukaan Rata-rata.

Grafik penampang topografi dan anomali Bouguer lengkap dapat dilihat pada Gambar 28 dan Gambar 29, dengan nilai anomali terendah terdapat pada puncak puncak gunung Merbabu dan Merapi yang mengindikasikan adanya kantong magma di bawah puncak gunung tersebut. Sesuai yang kita ketahui bahwa semakin tinggi keadaan topografi daerah penelitian maka gayaberat obeservasi yang menghasilkan anomali Bouguer akan semakin kecil, karena semakin jauh jarak antara titik massa pengukuran dengan titik massa bumi.

mGal

UTM-Y

UTM-X

U

(55)
[image:55.595.181.490.285.443.2]

Gambar 28. Grafik penampang topografi

Gambar 29. Grafik penampang anomaliBouguerlengkap

Untuk mengetahui nilai densitas batuan permukaan rata-rata dilakukan dengan metodeNettletonyang dapat dilihat pada Gambar 30.

Gambar 30. Grafik antara korelasi dan densitas

[image:55.595.184.500.562.720.2]
(56)

Pada Gambar 30 plot distribusi dengan menggunakan metode Nettleton, untuk mendapatkan nilai densitas yang dicari dengan melihat korelasi terkecil antara penampang topografi dengan penampang anomali Bouguer dengan memasukkan nilai densitas yang bervariasi. Dari Gambar 30 dapat diketahui bahwa korelasi terkecil atau yang mendekati nol terletak pada densitas dengan nilai 2.78 gr/cm3. Metode Nettleton sangat baik digunakan pada daerah dengan topografi yang sangat bervariasi. Harga densitas Nettleton ini digunakan sebagai densitas Bouguer dalam perhitungan koreksi Bouguer. Dalam penelitian ini digunakan 2,78 gr/cm3sebagai densitas Bouguer. Sebagai faktor pengontrol dalam pembuatan model digunakan tabel densitas rata-rata batuan yang dapat dilihat pada lampiran penelitian, dimana nilai densitas rata-rata yang diketahui pada daerah penelitian merupakan batuan basalt-andesit. Maka, nilai densitas rata-rata yang didapat sesuai dengan keadaan geologi sekitar daerah Merbabu Merapi.

5.3 Interpetasi Data Gayaberat 5.3.1 Interpretasi Kualitatif 5.3.1.1 Anomali Bouguer

(57)

informasi rapat massa lapisan-lapisan dibawah permukaan di atas datum referensi. Informasi rapat massa dapat dihasilkan dari pengukuran langsung di lapangan dengan berbagai metode yaitu metode metode Nettleton dengan nilai densitas rata-rata 2,78 gr/cm3.

5.3.1.2 Gayaberat Normal

Nilai gayaberat normal tergantung pada nilai latitude daerah penelitian. Untuk mendapatkan nilai gayaberat normal dilakukan koreksi lintang dengan persamaan sebagai berikut:

) sin 000023462 ,

0 sin 005278895 ,

0 1 ( 78031846 ,

9 )

(ϕ   2ϕ 4ϕ

g

dengan, ϕ = sudut lintang,

g(ϕ) = gayaberat normal pada lintang ϕ(mGal)

(58)
[image:58.595.160.503.85.358.2]

Gambar 31. Peta gayaberat normal daerah penelitian

5.3.1.3 Koreksi Udara Bebas

Koreksi udara bebas dilakukan untun menghilangkan pengaruh ketinggian terhadap medan gayaberat bumi, dengan menggunakan persamaan :

Free air correction= 0.3086 mgal/m.(h) atau

Free air correction= 0.09406 mgal/ft.(h)

Nilai koreksi udara bebas pada daerah penelitian diperlihatkan pada Gambar 32 dengan nilai koreksi udara bebas terendah pada bagian

UTM-X U

UTM-Y

(59)
[image:59.595.160.502.141.428.2]

Selatan dan nilai tertinggi pada bagian Utara tepatnya pada Gunung Merapi dan Merbabu.

Gambar 32. Peta koreksi udara bebas daerah penelitian

5.3.1.4 Koreksi Bouguer (Bouguer Correction)

Bouguer Correction adalah harga gaya berat akibat massa di antara referensi antara bidang referensi muka air laut samapi titik pengukuran sehingga nilai gayaberat observasi bertambah. Setelah dilakukan koreksi-koreksi terhadap data percepatan gravitasi hasil pengukuran (koreksi latitude, elevasi, dan topografi) maka diperoleh anomali percepatan gayaberat (anomaliBouguerlengkap) yaitu : Bouguer Correction =0.04185 σ. h (mgal/m)

atau

UTM-X U

UTM-Y

(60)

Bouguer Correction =0.01272 σ. h (mgal/ft)

[image:60.595.170.510.256.534.2]

Nilai Bouguer Correction pada daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 33 dengan nilai terendah pada 20 mGal hingga 320 mGal. Nilai Bouguer Correction tinggi terletak pada Gunung Merbabu dan Merapi.

Gambar 33. PetaBouguer Correctiondaerah penelitian

5.3.1.5 Koreksi Medan (Terain Correction)

Koreksi medan dilakukan untuk menghilangkan pengaruh topografi yang relatif kasar dengan perbedaan elevasi yang besar. Yang menyebabkan koreksi medan adalah:

U mGal

UTM-X UTM-Y

(61)

U mGal

UTM-X UTM-Y

1. Bagian lempeg datar dengan ketebalan yang sama dengan ketinggian titik ukur terhadap permukaan speroid. Tarikan massa ini disebut efek Bouguer.

2. Bagian yang berada di atas atau bagian yang hilang di bawah permukaan lempeng. Tarikan ini dikatakan sebagai efek topografi (medan).

[image:61.595.171.508.365.644.2]

Nilai koreksi medan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 34, yang menunjukkan nilai koreksi terendah -1 mGal hingga nilai tertinggi pada 19 mGal.

(62)

5.3.1.6 Anomali Bouguer Lengkap

[image:62.595.174.498.222.498.2]

Nilai anomali Bouguer lengkap dapat diperoleh dari nilai anomali Bouguer sederhana yang telah terkoreksi medan, pada penelitian nilai anomali Bouguer lengkap dapat dilihat pada Gambar 35.

Gambar 35. Anomali Bouguer Lengkap

Dapat dilihat dari peta anomali Bouguer lengkap memiliki nilai anomali Bouguer lengkap dari -30 mGal sampai 130 mGal. Dari Gambar 35 menunjukkan anomali paling rendah terdapat di wilayah Utara yang memperlihatkan sumber magma pada daerah Gunung Merbabu-Merapi. Sedangkan pada bagian Selatan memiliki nilai anomali Bouguer lengkap yang sangat tinggi, hal ini menujukkan adanya zona subduksi yang menyebabkan terjadinya Gunung Merbabu-Merapi.

mGal

UTM-Y

UTM-X

U

(63)

5.3.1.7 Pemisahan Anomali Regional dan Residual

Untuk memisahkan anomali Regional dan Residual dari anomali Bouguer lengkap, dalam penelitian ini menggunakansoftware Numeri untuk mengetahui kedalaman basement kemudian dilanjutkan proses filtering dengan metode Moving Avarage dengan lebar jendela atau window3m x 3m.

1. Penentuan Kedalaman Kantong Magma

Untuk menentukan kedalaman kantong magma dalam penelitian ini menggunakanNumeri dengan melakukan analisa spekrum. Analisa spektrum dilakukan untuk mengestimasi lebar jendela dan mengestimasi kedalaman dari anomali gayaberat. Selain itu analisa spektrum juga dapat digunakan untuk membandingkan respon spektrum dari berbagai metode filtering. Analisa spektrum dilakukan dengan men-transformasi Fourier lintasan-lintasan yang telah ditentukan. Spektrum diturunkan dari potensial gayaberat yang teramati pada suatu bidang horisontal ( Blakely, 1996 ).

(64)

orde satu (regional) dengan orde dua (residual), sehingga nilai k pada batas tersebut diambil sebagai penentu lebar jendela. Hubungan panjang gelombang (λ) dengan k diperoleh dari persamaan (Blakely 1996).

Dari hasil penelitian didapatkan hasil grafik estimasi lebar jendela seperti pada Gambar 36.

Gambar 36. Grafik estimasi lebar jendela

Grafik estimasi lebar jendela didapatkan harga k dengan

persamaan, k =

λ π

2

menunjukkan nilai k = 0.00015. Kemudian

dicari harga λ dengan persamaan λ = n. ∆x, dimana n adalah lebar jendela dan didapat nilai λ = 4188,8. Windows yang didapat pada

grafik estimasi adalah 5, dengan nilai λ dibagi dengan spasi yang digunakan saat membuat grid data, spasi yang digunakan adalah 750.

(65)

Pada grafik estimasi lebar jendela terdapat nilai gradien hasil regresi linier zona regional y = -6102,x + 7,937 yang menunjukkan kedalaman regional sekitar 6000 m di bawah MSL. Dan nilai hasil regresi linier zona residual y = -2164,x + 7,144 yang menunjukkan kedalaman residual sekitar 2000 m di bawah MSL.

2. Filtering

Pada penelitian ini untuk filtering menggunakan metode Moving average. Metode Moving Average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya. Hasil dari metode moving averageadalah anomali regional. Anomali residual diperoleh dari selisih anomali Bouguer dengan anomali regional.

3. Anomali Regional

(66)
[image:66.595.170.508.86.390.2]

Gambar 37. Anomali Bouguer Regional

4. Anomali Residual

Anomali residual didapatkan dengan melakukan pengurangan antara anomali Bouguer lengkap dengan anomali regional. Dapat dilihat pada Gambar 38 anomali residual memiliki anomali yang rendah dengan nilai -35 mGal. Sedangkan anomali tertinggi memiliki anomali antara 5 mGal sampai 30 mGal.

UTM-Y

UTM-X

(67)
[image:67.595.176.508.82.356.2]

Gambar 38. Anomali Residual

5.3.2 Interpretasi Kuantitatif

Anomali Bouguer lengkap merupakan superposisi dari anomali bouguer dan regional yang secara umum menggambarkan permukaan daerah penelitian. Pada penelitian ini, interpretasi kuantitatif dilakukan dengan pemodelan 3D menggunakan software GRAV3D version 2.0. Data kontrol yang digunakan adalah data geologi daerah penelitian dan tabel kontras densitas sehingga dalam penelitian tidak menghabiskan biaya dan waktu yang lama. Pemodelan 3D pada topografi merupakan proses pembuatan model distribusi densitas bawah permukaan dengan menampilkan surface topografinya, sehingga tampilan model lebih mendekati keadaan yang sebenarnya. Data input file mesh (*.txt) dengan ukuran 100 x 100 dan kedalaman mencapai 20.000 m dibawah MSL. Hasil inversi 3D berupa model

UTM-Y

UTM-X

(68)

distribusi densitas bawah permukaan. Harga distribusi densitas bawah permukaan ditunjukkan dengan kontras warna. Harga densitas rendah sampai densitas tinggi ditunjukkan dengan kontras warna ungu sampai merah. Sehinggaa kontras densitas pada model 3D berdasarkan Anomali Bouguer Lengkap dengan rentang nilai yang berbeda-beda. Harga densitas sebenarnya dapat diketahui dengan melakukan penjumlahan antara angka pada kontras densitas dengan densitas Bouguer yang didapat dari perhitungan densitas rata-rata Netletton (2,78 gr/cm3).

[image:68.595.177.504.423.624.2]

5.3.2.1 Model 3D distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouguer Lengkap pada Topografi

Gambar 39. Model 3D distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouguer Lengkap pada topografi tampak Timur

UTM-Y

Merapi-Merbabu Gr/cc

(69)

Pada Gambar 39, dapat dilihat model distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouguer lengkap memiliki nilai densitas tertinggi lebih dari 2,95 gr/cc pada daerah Selatan dengan kontras warna merah yang mengindikasikan adanya zona subduksi yang menunjam Pulau Jawa. Sedangkan untuk anomali rendah terdapat pada bagian Utara dengan densitas sekitar 2,6 gr/cc yang memiliki kontras warna biru, hal ini menunjukkan adanya sumber aliran magma dari Gunung Merbabu dan Gunung Merapi.

[image:69.595.167.511.471.686.2]

Untuk melihat bentuk dan keberadaan kantong magma pada Gunung Merbabu dan Merapi lebih jelas maka model distribusi densitas hasil inversi 3D dipotong dari tengah pada X 439805, dapat dilihat pada Gambar 40.

Gambar 40. Model 3D distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouguerdipotong dari tengah

Merapi-Merbabu

Gr/cc

(70)

Pada Gambar 40 memperlihatkan model 3D distribusi densitas yang dipotong dari arah Timur sampai tengah terlihat adanya anomali berbentuk seperti kendi ditafsirkan merupakan kantong magma pada gunung Merapi lebih besar dibandingkan kantong magma pada gunung Merbabu.

Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh sifat magma yang berupa cair dan mengisi rongga-rongga pada kantong magma gunung Merapi. Sedangkan pada gunung Merbabu kemungkinan kantong magma dan rongga-rongganya terisi oleh magma yang telah membeku (Sarkowi, 2010).

(71)

Magma andesit memiliki kandungan silika yang sama banyaknya dengan batuan andesit, yaitu antara 50-60%.

[image:71.595.165.511.312.519.2]

Setelah membuat model 3D distribusi densitas hasil inversi 3D berdasarkan luas wilayah pengukuran, lalu dilakukan pencuplikan pada bagian Gunung Merbabu dan Gunung Merapi saja. Hal ini dilakukan untuk lebih jelas mengetahui pola aliran magma dari kedua gunung tersebut dapat dilihat pada Gambar 41.

Gambar 41. Model 3D distribusi densitas hasil inversi 3D anomali Bouguer fokus pada gunung Merbabu dan Merapi

di potong dari tengah

Gambar 41 memperlihatkan bentuk kantong magma Gunung Merbabu dan Merapi lebih jelas beserta pola aliran magmanya. Aliran magma Gunung Merbabu dan Merapi berasal dari arah Timurlaut daerah penelitian, magma naik kepermukaan menerobos celah-celah. Namun pada bagian tengah antara Gunung Merbabu dan Merapi menunjukkan

Gr/cc

(72)

densitas tinggi dengan kontras warna merah, hal ini kemungkinan disebabkan oleh magma yang naik ke atas melalui celah-celah membeku didalam dan juga diakibatkan dari hasil erupsi Gunung Merbabu terdahulu yang menghasilkan lava kemudian membeku. Kantong magma Gunung Merbabu dan Merapi terlihat menyatu pada kedalaman sekitar 7.600 m di bawah MSL.

[image:72.595.172.509.454.724.2]

Kantong magma gunung Merapi diperkirakan terletak pada kedalaman 1.900 m di bawah MSL . Sedangkan kantong magma pada gunung Merbabu diperkirakan terletak pada kedalaman 1.800 m di bawah MSL (Gambar 42). Dan pada kedalaman 6.100 m di bawah MSL letak kantong magma Gunung Merbabu dan Merapi terlihat semaki menipis (Gambar 43).

Gambar 42. Letak kantong magma Gunung Merbabu dan Merapi pada kedalaman 1.900 m di bawah MSL.

U

Gr/cc

Merapi

(73)
[image:73.595.168.510.87.354.2]

Gambar 43. Letak kantong magma Gunung Merbabu dan Merapi pada kedalaman 6.100 m di bawah MSL

Dari gambar pemodelan diatas, terlihat dengan jelas bahwa letak kantong magma Gunung Merapi lebih dekat dengan permukaan dibandingkan dengan letak kantong magma Gunung Merbabu yang relatif lebih dalam. Secara teori keberadaan kantong magma pada suatu gunungapi akan mempengaruhi jenis letusan dari gunungpi tersebut. Pada penelitian ini, karena letak kantong magma Gunung Merbabu dan Gunung Merapi berada dekat dengan permukaan maka jenis letusannya bersifat meleleh.

Untuk melihat lebih jelas keberadaan kantong magma pada gunung Merbabu dan Merapi maka dilakukan sortir data pada koordinat X 439805.9 dan melakukan grid data Y,Z dan ρ yang didapat dari hasil

U

Merapi

(74)
[image:74.595.150.512.152.380.2]

distribusi inversi 3D pada Surfer 9.0 yang dapat dilihat pada Gambar 44.

Gambar 44. Distribusi densitas rata-rata pada koordinat X 439805.9 dengan kedalaman 3.000 di atas MSL sampai 20.000 di bawah MSL

Gambar 44 memperlihatkan distribusi densitas rata-rata pada penampang axis sumbu X 439805.9 dimana terdapat pola yang unik pada daerah Gunung Merbabu dan Merapi. Tepat dibawah Gunung Merbabu terdapat densitas rendah kemudian di sebelah Selatan terdapat densitas tinggi, namun pada bagian Gunung Merapi densitas kembali rendah bahkan densitas rata-rata lebih rendah dari Gunung Merbabu. Hal ini dikarenakan kantong magma Gunung Merapi masih terisi magma yang cair sedangkan kantong magma Gunung Merbabu telah membeku. Maka densitas kantong magma Gunung Merbabu lebih tinggi dari kantong magma Gunung Merapi. Di sebelah Selatan Merapi terdapat densitas yang tinggi, bila dilihat polanya hampir sama dengan sebelah Selatan Merbabu. Dari hasil

mGal Gr/cc

z

y

(75)

distribusi densitas penampang axis ini kita dapat mewaspadai adanya kemunggkinan timbul gunungapi baru setelah merapi di bagian Selatan Pulau Jawa, karena adanya indikasi densitas rendah pada wilayah tersebut.

5.4 Sejarah Gunung Merbabu dan Merapi 5.4.1 Tektonik Pulau Jawa

Pulau Jawa merupakan pulau yang terbentuk diatas zona subduksi dengan sejarah geodinamika yang aktif. Apabila kita urutkan dari perkembangannya dapat dikelompokkan menjadi beberapa fase tektonik dimulai dari fase Kapur Akhir hingga sekarang.

[image:75.595.201.479.539.728.2]

Fase tektonik pulau Jawa pada awalnya terjadi pada Mesoizoikum, ketika pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah Timut Laut menghasilkan subduksi di bawah Sunda Micropalte sepanjang Karangsambung-Meratus, dan diikuti oleh fase regangan selama Paleogen dengan membentuk serangkaian horst (tinggian) dan graben(rendahan)(Anonymous, 2012).

(76)
[image:76.595.186.503.87.273.2]

Gambar 46. Struktur bawah permukaan gunung Merbabu dan Merapi

Gambar 46 merupakan hasil invesi 3D distribusi densitas anomali Bouguer dapat memperlihatkan struktur bawah permukaan gunung Merbabu dan Merapi yang menyerupai ilustrasi tektonik pulau Jawa.

(77)

5.4.2 Gunung Api

Pada daerah penelitian Gunung Merbabu termasuk gunungapi yang sudah tidak aktif lagi, karena pada sebuah fase gunungapi tidak selamanya hidup atau aktif. Ketika zona subduksi itu sangat aktif maka material-material yang masuk kedalam bumi makin lama

semakin maju menuju kerak benua. Bisa saja sudut penunjamannya

semakin melandai dan akhirnya lokasi jalur penunjaman berubah

seolah bergerak kearah kanan (www.dongenggeologi.com). Maka akibat proses tersebut timbul gunungapi muda yaitu Gunung Merapi

di sebelah Selatan Gunung Merbabu.

Gunung Merbabu sudah tidak aktif kemungkinan kemungkinan kantong magma dan rongga-rongganya terisi oleh magma yang telah membeku sehingga magma cair yang berasal dari partial melting tidak dapat naik ke permukaan. Namun perlu diwaspadai oleh kita, apabila terjadi banyak getaran atau gempa di sekitar wilayah Merbabu maka tidak menutup kemungkinan rongga-rongga yang telah membeku tersebut akan retak dan kembali menghasilkan celah-celah baru dimana tempat keluarnya magma ke permukaan, hal tersebutlah yang menyebabkan beberapa gunungapi mati di Indonesia kembali aktif seperti Gunung Gamalama, Gunung Bromo dan lain-lain.

(78)
[image:78.595.235.454.87.343.2]

Gambar

Gambar 14.  Koreksi medan terhadap data gayaberat (Zhou, 1990)
Gambar 16. Cincin silindris melingkar yang terbagi menjadi 8 segmenuntuk menghitung koreksi medan (Robinson, 1988)
Gambar 17. Hammer Chart untuk menghitung koreksi medan(Reynolds, 1997)
Gambar 18. Ilustrasi densitas dengan metode Nettleton (Telford, 1990)
+7

Referensi

Dokumen terkait