RESPON WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENENTANGAN INDIA TENTANG ATURAN PEMBATASAN DOMESTIC
SUPPORT ON AGRICULTURE DI NEGARA SEDANG BERKEMBANG 2001-2013
WOLRD TRADE ORGANIZATION REPONSE AGAINTS INDIA'S OPPOSITION ABOUT CAPPING DOMESTIC SUPPORT ON AGICULTURE RULES
IN DEVELOPING COUNTRIES 2001-2013
Disusun oleh: Sulbi Putri Widynar
20130510515
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
RESPON WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENENTANGAN INDIA TENTANG ATURAN PEMBATASAN DOMESTIC
SUPPORT ON AGRICULTURE DI NEGARA SEDANG BERKEMBANG 2001-2013
WOLRD TRADE ORGANIZATION REPONSE AGAINTS INDIA'S OPPOSITION ABOUT CAPPING DOMESTIC SUPPORT ON AGICULTURE RULES
IN DEVELOPING COUNTRIES 2001-2013
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana (S1) Dalam Bidang Ilmu Hubungan Internasional Pada Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
Disusun oleh: Sulbi Putri Widynar
20130510515
JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
RESPON WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP PENENTANGAN INDIA TENTANG ATURAN PEMBATASAN DOMESTIC
SUPPORT ON AGRICULTURE DI NEGARA SEDANG BERKEMBANG 2001-2013
WOLRD TRADE ORGANIZATION REPONSE AGAINTS INDIA'S OPPOSITION ABOUT CAPPING DOMESTIC SUPPORT ON AGICULTURE RULES
IN DEVELOPING COUNTRIES 2001-2013
Sulbi Putri Widynar 20130510515
Telah dipertahankan dalam Ujian Pendadaran, dinyatakan lulus dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Pada:
Hari,Tanggal : Rabu, 21 Desember 2016 Pukul : 08.00
Ruang : HI-A Tim Penguji Ketua Penguji
Adde Marup Wirasenjaya, S.IP, M.A
Penguji I
Sugito, S.IP, M.Si
Penguji II
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertada tangan di bawah ini: Nama : Sulbi Putri Widynar NIM : 20130510515
Program Studi : S1 Ilmu Hubungan Internasional
Judul : Respon World Trade Organization (WTO) Terhadap
Penentangan India Tentang Aturan Pembatasan Domestic Support On Agriculture Di Negara Sedang Berkembang 2001-2013
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini merupakan hasil karya ilmiah sendiri dan bukanlah merupakan karya yang pernah di ajukan untuk memperoleh gelar akademik oleh pihak lain. Adapun karya atau pendapat pihak lain yang sengaja dikutip, ditulis sesuai dengan kaidah penulisan yang berlaku.
Pernytaan ini saya buat dengan penuh tanggungjawab dan saya bersedia menerima konsekuensi apapun sesuai aturan yang berlaku apabila dikemudian hari bahwap pernyataan ini tidak benar.
Yogyakarta,21 Desember 2016 Penulis:
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkah serta rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Respon World Trade Organization (WTO) Terhadap Penentangan India Tentang Aturan Pembatasan Domestic Support On Agriculture Di Negara Sedang Berkembang 2001-2013”. Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi ketentuan akademik guna memperoleh gelar Sarjana (S1) Ilmu Politik pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis menyadari dalam proses penyusuan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof Dr. Bambang Cipto, M.A., selaku rector Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Bapak Ali Muhammad, S.IP., M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Ibu Dr. Nur Azizah M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
v
masukannya dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Bapak, selaku dosen penguji 1, terimakasi atas bimbingan, saran dan masukannya demi perbaikan skripsi ini
6. Ibu selaku dosen penguji 2, terimakasi atas bimbingan, saran dan masukannya demi perbaikan skripsi ini
7. Bapak Bambang Wahyu N., S.IP, M.A dan Bapak Dr. Sidik Jatmika., M.Si selaku dosen penguji proposal yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
8. Seluruh dosen dan staf Jurusan Ilmu Hubungan Internasinal Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
9. Sahabat seperjuangan, yang telah mendorong dan memberikan masukan serta semangat selama penyusunan skripsi ini.
10.Teman dan kerabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan dan doanya.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi semua pihal khususnya yang memerlukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Penyusun juga menyadari bahwa tidak ada gading yang tak retak, sama halnya skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengaharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kebaikan skripsi ini.
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Aku ingin mempersembahkan karya kecilku ini untuk
Ibunda tercinta
Ibunda tercinta
Ibunda tercinta, Ibu Sunarni
Ayahanda tersayang, Bapak Widoyo
Adikku Qolbu Putra Widynar
Keluarga besarku di kampung halaman
vii
MOTTO HIDUP
“MAN JADDA WA JADDA”
“MENUNTUT ILMU ITU WAJIB BAGI UMAT MUSLIM”
viii
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatakan kali ini saya ingin menyampaikan rasa terimakasi yang teramat dalam bagi mereka-mereka yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan dukungannya sehingga saya bisa meyelesaikan studi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penghargaan yang setinggi-tingginya saya haturkan kepada:
1. Mama Tercinta, ibu Sunarni yang telah memberikan curahan kasih sayang, doa dan semua dukungan material dan immaterial yang tiada henti diberikan untuk anaknya. Bersyukur memiliki seorang mama sepertimu yang memberikan pelajaran berharga dalam menjalani kehidupan. Satu hal yang paling diingat bahwa didunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Terimakasih mama. Suatu saat aku akan menjadi bagian hidup yang bisa kau banggakan. 2. Bapak tersayang, bapak Widoyo yang telah memberikan kasih sayang, doa serta dukungan material dan tenaga demi mensekolahkan anak nakalnya. Terimakasih ayah, yang telah sabar mendidik tanpa ada kata meyerah. Walaupun sering bertengkar yang pada akhirnya saya tetap bangga menjadi anakmu.
3. Kepada adik laki-laki satu-satunya, yang memberikan dukungan serta contoh kedewasaan. Terimakasih telah memanjatkan doa yang tiada henti untuk kakakmu.
4. Kepada keluarga besarku, yang tiada henti memberikan doa serta dukungan. Akhirnya saya bisa menjadi orang yang kalian banggakan.
5. Kepada kakakku yang paling cantik, Devita Kurniawati yang telah dengan semangat mengajari aku, bahwa hidup ini memiliki dua sisi yang berbeda. Dan kita harus kuat dan sabar menghadapinya.
ix
7. Kepada yang tercinta, yang telah memberikan dukungan doa dan dorongan dalam meyelesaikan studi. Yang telah menemani dan menambah kedewasaan selama menempuh studi ini.
8. Para teman-teman yang selalu menghadirkan penyeimbangan dalam hidup saya, Almira, Fenny, Aisyah, Azzahra, Friska mengajarkan bahwa hidup juga perlu dinikmati. Disisi lain teman-teman kontrakan negeri di atas awan, Ilham Rizki, Ilham, Riyo, Abang, Nanta. Terimakasih kalian sudah memberikan warna diperjalanan saya.
9. Kepada sahabat dan kerabat kerja di BEM KM UMY, Kak Abidin yang mengajarkan bahwa proses itu lebih penting, hasil akan terasa indah apabila telah lelah berjuang.dan adik-adik fil filun yang cerewet dan heboh. Aku bakal kangen kalian. Dan semua keluarga besar UKM Basket UMY, yang telah memberikan pelajaran dan kesabaran.
10.Semua teman-teman kos dan Mbak Siti-nya Wisma Amira yang telah sabar menghadapi suara saya. Terimakasih.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi
MOTTO HIDUP ... vii
UCAPAN TERIMAKASIH ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ...xi
DAFTAR GAMBAR ...xiv
DAFTAR GRAFIK ... xv
DAFTAR TABEL ...xvi
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Kerangka Berfikir ... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10
E. Hipotesa ... 11
F. Metode Penelitian ... 11
G. Jangkauan Penelitian ... 12
G.1 Jangkauan Waktu ... 12
G.2 Jangkauan Bahasan ... 12
H. Sitematika Penulisan ... 13
BAB II : ISU PEMBATASAN DUKUNGAN DOMESTIK DALAM AoA A. Agreement on Agriculture ... 15
B. Aturan Domestic Support on Agriculture ... 17
xii
B.2 Blue Box ... 21
B.3 Green Box ... 22
C. Dampak Pembatasan Domestic Support on Agriculture di Negara Sedang Berkembang ... 24
C.1 Adanya proses liberalisasi yang radikal ... 25
C.2 Penurunan produktivitas neraca pertanian ... 25
C.3 Meningkatnya produk impor ... 26
C.4 NSB tidak mempunyai keunggulan komparatif ... 27
D. Dominasi Negara Maju Melalui AoA ... 27
D.1 Tarif tinggi tetap berlaku di negara maju ... 30
D.2 Domestic Support semakin bertambah bukannya menurun ... 30
D.3 Penerapan kebijakan yang tidak adil ... 31
BAB III : PENENTANGAN INDIA TERHADAP PEMBATASAN DOMESTIC SUPPORT ON AGRICULTURE DI NEGARA SEDANG BERKEMBANG A. Gambaran Umum Pertanian India ... 36
B. Kepentingan India Menentang Aturan Domestic Support on Agriculture ... 40
B.1 Ketahanan Pangan ... 41
B.2 Pengentasan Kemiskinan ... 44
B.3 Mengimbangi Dominasi Negara Maju ... 45
B.4 Resistensi Peran WTO... 47
C. Penentangan India terhadap Aturan Domestic Support on Agriculture .... 48
C.1 Aksi Demo Petani 1999 ... 48
C.2 Aksi Demo Forum Petani India (Indian Kisan Sabha) 2001 ... 49
C.3 Doha Development Agenda ... 51
C.4 Pembentukan Kelompok Negara G-33... 53
C.5 Pembentukan Kelompok G-20 ... 57
xiii
BAB IV : RESPON WTO TERHADAP TUNTUTAN REFORMASI INDIA
A. WTO sebagai Rezim Perdagangan Global ... 65
B. Perubahan Sikap WTO dalam Pola Negosiasi Aturan Domestic Support on Agriculture ... 73
C. Respon WTO Terhadap Penentangan India dalam Bali Package 2013 ... 79
D. Kepentingan WTO Mengakomodasi Penentangan India ... 79
D.1 WTO Tidak Ingin Kehilangan Dukungan NSB ... 80
D.2 WTO Ingin Mentranfromasi Perannya dalam Tata Perdagangan Internasional ... 81
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 85
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 : Skema Agreement on Agriculture (Domestic Support) ... 19 Gambar 2. 2 : Pengelompokkan NSB ke dalam Kategori Boxes dalam skema
xv
DAFTAR GRAFIK
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1: Perbedaan Negara Maju dan Negara Sedang Berkembang ... 29
Tabel 3. 1: Komoditas Produk Makanan dan Bukan Makanan ... 38
Tabel 3. 2: Komoditas Pertanian India... 39
Tabel 3. 3: Penurunan Hasil Panen India ... 42
Tabel 3. 4: Rasio Kemiskinan di India ... 44
Tabel 3. 5: Level Subsidi di Beberapa Negara (Juta $) ... 45
Tabel 3. 6: Level Domestic Support on Agriculture (Milyar $) ... 46
ASBTRAK
This article will throw light on the phenomenon of globalization that is
redefining the role of the State in international trade. As well, globalization
becomes a view that transformation of international trade regime-WTO- that is
something that might happen. Domestic support policy on agriculture led to the
onset of agriculture issues pressing the developing countries. The problem is
pushing India to demonstrate its opposition in any WTO meetings. This was
followed with the transformation of the paradigm of the WTO to consider the
interests of developing countries.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membahas mengenai perekonomian internasional, isu globalisasi sering dikaitkan dengan adanya ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik antara negara maju dan negara sedang berkembang (NSB). Seiring dengan adanya fenomena
globalisasi yang menciptakan dunia yang ‘tanpa batas’, perdagangan bebas menjadi salah satu bentuk dari hadirnya fenomena globalisasi. Hal tersebut tidak bisa dipisahkan dari adanya peran World Trade Organization (WTO) yang merupakan satu-satunya rezim internasional yang mengatur perdagangan internasional yang terbentuk sejak tahun 1995 menggantikan General Agreement on Tariff and Trade (GATT) (Kemenlu, 2016). Sebagai sebuah rezim internasional, WTO memilki dua sisi yang dapat memberikan keuntungan maupun kerugian bagi negara anggota. Peran WTO adalah sebagai pengendali utama perekonomian terutama perekonomian negara-negara sedang berkembang (NSB) yang mempunyai aturan-aturan mengikat bagi setiap negara anggotanya.
2
perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. AoA pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan perdagangan nasional dengan aturan internasional agar memberikan dorongan kuat untuk pertumbuhan sektor pertanian (Yuniarti, 2015).
Aturan domestic support atau dukungan domestik itu sendiri merupakan pengurangan campur tangan negara dalam menentukan perekonomian. Diungkapkan dalam artikel WWF, Agriculture in Uruguay Round: implications for Sustainable Development in Developing Countries” dalam Third World Resurgence
No. 100/101 Dec. 98/Jan 99, The WTO, Agriculture and Food Security secara ringkas disebutkan bahwa, “Pengurangan dukungan domestik, pengurangan total
atas subsidi domestik yang dianggap “mendistorsi perdagangan” akan berkisar pada
20 persen dari AMS (Aggregate Measure of Support) dari acuan periode 1986-1988. Untuk negara berkembang pengurangannya sebesar dua per tiganya, yaitu 13.3 persen. Aturan ini tidak berlaku bagi negara yang AMS-nya tidak melebihi 5 persen (yaitu yang sedikit atau tidak menjalankan dukungan terhadap pertaniannya) atau untuk negara berkembang yang AMS-nya kurang dari 10 persen. Pengecualian diberikan untuk subsidi yang berdampak kecil pada perdagangan serta pembayaran langsung pada produksi yang terbatas.” (Hasibuan, 2015). Dalam Persetujuan Bidang Pertanian dengan mengacu pada sistem klasifikasi HS (harmonized system of product classification) dijelaskan bahwa produk-produk pertanian didefinisikan
sebagai komoditi dasar pertanian seperti beras, gandum, dan lain-lain, serta produk-produk olahannya seperti roti, mentega (Utama, 2010).
3
tidak bisa secara sederhana diselesaikan dengan melakukan liberalisasi perdagangan terlebih lagi ketika mekanisme internasional lebih memihak kepentingan negara-negara maju dan meninggalkan negara-negara miskin dan berkembang (Yuniarti, 2015). Dalam kebijakan AoA ini dominasi WTO semakin kuat dengan banyaknya NSB bergabung serta meratifikasi persetujuan tersebut. Namun, kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan pertanian ini menunjukkan adanya implikasi bahwa AoA hanya ditujukan untuk penguasaan pasar pertanian oleh negara maju. Adanya implikasi tersebut membangun reaksi NSB bahwa AoA memiliki kelemahan dalam bersifat disinsentif bagi kebijakan pembangunan pertanian di NSB (Malian, 2015). Hal ini terlihat dari, pertama, akses pasar ke negara maju relative lebih sulit bagi NSB, karena sejak awal telah memiliki “initial tariff rate” yang jauh lebih tinggi. Kedua, dengan kekuatan kapital yang
dimiliki, negara maju telah menyediakan subsidi ekspor dan subsidi domestik yang tinggi. Ketiga, dalam AoA tidak terdapat fleksibilitas yang memadai bagi NSB untuk melakukan penyesuaian tarif, yang sejalan dengan perkembangan permasalahan dan lingkungan strategis perdagangan komoditas pertanian negaranya. Kekhawatiran terhadap perundingan pertanian selanjutnya menjadi tekanan bagi NSB untuk melakukan pembangunan ditengah dominasi WTO yang semakin kuat.
4
negara maju dalam distribusi produk pertanian. Keikutsertaan sebagian besar NSB dalam lingkaran WTO ini menimbulkan fakta bahwa banyak NSB yang tidak mampu bersaing dalam perekonomian internasional saat ini. NSB yang menempatkan sektor pertanian sebagai setor utama penopang perekonomian domestik justru menghadapi implikasi memilih untuk mengimpor komoditas pertanian dibandingkan dengan memproduksi. Hal ini sebagai dampak bahwa tidak mampunya NSB untuk mandiri dalam era liberalisasi ekonomi tanpa campur tangan negara.
Reaksi keras ditunjukkan oleh India yang menentang secara tegas kebijakan WTO tentang pembatasan subsidi petani di NSB. India merupakan salah satu NSB yang masih menempatkan komoditas pertanian sebagai bagian vital dalam perekonomian nasionalnya (Berutu, 2015). India merupakan negara sedang berkembang dengan subsidi pertanian terbesar di dunia (Tobing, 2015). Sektor pertanian dibutuhkan India untuk menjamin ketahanan pangan bagi penduduk India yang berjumlah besar, sejumlah kurang lebih 1,2 ribu juta jiwa.
5
Sabha) yang melakukan aksi protest terhadap WTO di Mumbai, Oktober 2001. Sebelumnya, ratusan petani India melakukan aksi protes terhadap kebijakan AoA di Jenewa ada Juni 1999. Seiring perkembangannya, sikap India ini kemudian dilancarkan dengan adanya keputusan pemerintah untuk menentang kebijakan pembatasan proteksi dan subsidi petani.
Bentuk perlawanan India dalam menentang pembatasan protesksi dan subsidi petani tidak berhenti pada sikap penentangan dengan aksi protes tersebut. Pemerintah India mengupayakan untuk adanya perubahan aturan WTO tentang subsidi pertanian. India tidak menentukan sikapnya untuk keluar dari WTO, namun India juga tidak sepenuhnya setuju dengan aturan yang diterapkan WTO. India dalam pertemuan WTO kemudian melancarkan aksi protesnya yang didukung oleh negara berkembang lainnya.India melihat bahwa aturan yang dijalankan oleh WTO tentang domestic support ini tidak mempunyai fleksibilitas yang cukup bagi negara berkembang. India menginisiasi adanya amandement ulang tentang aturan tersebut. Sejak tahun 2003, India meminta perubahan serta fleksibilitas pelaksanaan aturan domestic support bagi negara berkembang (Tobing, 2015).
6
pertanian melampui de minimis 10%, sampai ditemukannya solusi permanen pada KTM WTO XI tahun 2017 mendatang (Tobing, 2015).
Penolakan India yang secara tegas diungkap dalam setiap pertemuan WTO ini membutuhkan waktu yang panjang untuk mendapatkan respon aktif dari negara maju. India yang diwakili oleh menteri industri dan perdagangannya, Anand Sharma, yang melaluinya, menunjukkan sikap tegas dalam menuntut perubahan pada aturan Domestic support dalam AoA khususnya bagi negara-negara berkembang (Tobing, 2015). Yang pada akhirnya pada tahun 2008, persoalan agriculture menjadi agenda utama pada pertemuan WTO pada tahun 2013 di Bali.
Dimana dalam lima isu pertanian salah satu point menyebutkan “Sebuah klausul perdaiman sementara mengenai isu komoditas pedagangan dan subsidi pangan di
negara sedang berkembang” (Schnepf, 2014).
7
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah
“Mengapa World Trade Organization (WTO) mengakomodasi penentangan India terhadap aturan pembatasan domestic support on agriculture di negara sedang berkembang?”
C. Kerangka Berfikir
Adapun kerangka berfikir yang digunakan adalah sebagai berikut: Transformationalist globalist
Dalam pandangan transformasionalis, globalisasi adalah proses historis yang panjang dari evolusi sistem sosial umat manusia. Globalisasi mencakup tidak hanya perdagangan, tetapi juga ekologi, kebudayaan, nilai-nilai, migrasi manusia dan etika. Globalisasi membawa hubungan internasional pada bentuk baru dalam strata antar bangsa yang memberi dampak bagi terciptanya hubungan-hubungan baru, munculnya aktor-aktor baru diluar negara serta munculnya peran-peran baru negara dalam hubungan internasional. Menurut Anthony Giddens kaum Transformationalis terdiri dari kaum globalisasi yang memunculkan fenomena
“manufactured uncertainly” atau sebuah bangunan ketidakpastian, globalisasi
yang mengantarkan manusia pada fase “high consequence risk” atau jaman yang penuh dengan resiko. Globalisasi yang memunculkan empat gugus utama dunia (kapitalisme, industrialism, pengawasan dan kekuatan militer).
8
proses dominasi dari negara barat. Tidak ada keuntungan apapun dalam proses globalisasi ini, yang ada hanyalah kemenangan bagi perusahaan besar yang menyebabkan terjadinya zero sum game. Globalisasi merupakan sebuah mitos. Sedangkan disisi yang lain, kaum hiper global berpandangan bahwa globalisasi merupakan sebuah keuntungan. Globalisasi akan membawa damak positif bagi kehidupan. Kaum hiper berpandangan bahwa kapitalisme dan tekhnologi merupakan pengendali dari proses globalisasi. Namun, kaum skeptis memandang bahwa negara dan pasar yang menjadi pengendali globalisasi. Kaum transformasionalis menilai kombinasi dari kekuatan modernitaslah penggerang globalisasi. Sehingga aktor dalam prespektif transformasionalis adalah academia, universities dan think-tank group.
Menurut Joseph E.Stiglitz (Stiglitz, 2007), globalisasi memberi dampak besar terhadap perubahan peran negara, tetapi tidak menghilangkan sama sekali peran negara. Tansformasionalis berargumen bahwa globalisasi yang berlangsung saat ini menempatkan kembali kekuasaan dan fungsi pemerintahan nasional. Hanya saja, negara tidak lagi bersembunyi di balik klaim kedaulatan nasional. Kekuasaan negara dalam mengambil keputusan disejajarkan dengan hukum internasional dan lembaga global governance. Rezim internasional akan mempertimbangkan kembali peran negara dalam mencapai kesepakatan dalam kebijakannya. Transfromasionalis percaya bahwa globalisasi selain menjadi sebuah fenomena akan tetapi juga menjadi wadah bagi engara untuk mencapai kepentingan nasionalnya.
9
semakin diperhitungkan. Seiring dengan berakhirnya perang dingin, menigkatnya pengaruh soft power, kemunduran dominasi negara – negara great power dan juga berkurangnya penggunaan hard power, konsep negara middle power mengalami peningkatan reputasi dalam ranah hubungan internasional. Middle power diartikan sebagai gagasan yang menghubungkan ukuran suatu negara dengan perilaku negara. Konsep middle power ini muncul pada tahun 1589 melalui Bartolous Sassoferato yang membagi dunia menjadi 3 kekuatan yaitu, kecil, sedang dan besar. Cooper menerangkan bahwa:
“Proposed that pursuing multilateral solutions to international problems, preferring compromise positions in international disputes and embracing notions
of good international citizenship constitute the typical behavior of a middle power”
(Cooper, 1993)
Kekuatan middle power state akan mencoba mengalisa peranan India yang menuntut adanya transformasi aturan dalam WTO. Sejalan dengan pandangan kaum transformasionalis yang percaya bahwa globalisasi akan mendefinisikan ulang peran negara sebagai akibat munculnya hirarki baru dalam hubungan internasional.. Dengan kekuatan diplomasinya, India mampu untuk menekan WTO mengesahkan klausul perdamaian yang diajukan. Kekuatan India dengan posisi tawar yang tinggi mendorong WTO untuk memperhitungkan kepentingan-kepentingan NSB.
10
menunjukkan sikap transformasionalis. Dimana, dalam pandangan transformasionalis, globalisasi akan mendefinisikan ulang peran negara dalam hubungan yang -tanpa batas- ini. Dalam pandangan transfromasionalis, globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan akan tetapi adanya globalisasi harus dapat memberikan manfaat baik bagi masyarakat. Pasar bebas sebagai produk globalisasi harus mampu mendorong perkembangan ekonomi tanpa adanya ketimpangan (Joseph E.Stiglitz and Andrew Charlton, 2005).
Sehingga, penentangan India mendapatkan respon positif dengan adanya persetujuan WTO tentang klausul perdamaian yang diusulkan. Yang kemudian, sikap WTO ini mengarah akan adanya transformasi paradigm rezim pedagangan internasional seiring berkembangnya masalah pertanian yang tidak dapat secara sederhana diselesaikan tanpa ada campur tangan peran negara.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Suatu penelitian atau kajian ilmiah biasanya dilakukan untuk memberikan gambaran objektif mengenai fenomena persoalan tertentu. Adapun beberapa hal yang penulis harapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis alasan WTO merespon penentangan India terhadap pembatasan domestic support on agriculture di negara sedang berkembang
11
E. Hipotesa
Respon World Trade Organization (WTO) yang akomodatif terhadap penentangan India tentang aturan domestic support on agriculture di negara sedang berkembang dalam pandangan transformasionalis disebabkan karena WTO tidak ingin kehilangan dukungan dari NSB sehingga mendorong WTO melakukan transformasi paradigma rezim perdagangan internasional.
F. Metode Penelitian
Penulis berupaya mengembangkan tulisan yang bercorak eksplanatif (Mas'oed, 1994), yang memberikan penjelasan tentang alasan WTO merespon tuntutan India untuk melakukan transformasi tentang aturan pembatasan domestic support on agriculture di negara sedang berkembang perspektif transformasionalis.
Penulis mencoba menganalisa proses India menuntut adanya transformasi aturan WTO tentang pembatasan domestic support on agriculture di negara sedang berkembang dengan konsep middle power.
Dalam penulisan penelitian ini penulis menghimpun data lewat studi kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan ini merupakan teknik pengumpulan data lewat bacaan (general reading) dengan mengumpulkan materi tulisan lewat referensi buku-buku, artikel-artikel yang berhungan dengan kebijakan proteksi petani India, sikap penentangan India tengtang pembatasan domestic support on agriculture, dan respon WTO terhadap tuntutan transformasi aturan
domestic support on agriculture serta sumber-sumber yang terkait dengan aturan,
12
miliki sendiri, dan meminjam dari berbagai perpustakaan yang ada. Penulis juga memanfaatkan fasilitas internet sebagai sumber data dan informasi lain.
Adapun mengenai analisis data, penulis menggunakan metode induktif (Mas'oed, 1994)atas berbagai materi tulisan dengan mencari hal-hal khusus yang tampak dari materi-materi yang dibaca. Beberapa data diperoleh dari banyak literatur yang penulis kumpulkan dan analisa dengan cara membandingkan serta melakukan seleksi data.
G. Jangkauan Penelitian
Penulisan skripsi ini mempunyai jangkauan penelitian yang dibatasi oleh: G.1 Jangkauan Waktu
Adapun jangkauan penelitian dalam penulisan skripsi ini dibatasi oleh waktu pada tahun 2001-2013. Tahun 2001 merupakan awal dari keterbukaan WTO terhadap negosiasi permasalahan dari setiap anggota dengan disahkannya Doha Development Agenda. Serta, pada tahun 2013 WTO menyetujui kalusul perdamaian sebagai respon penentangan India tentang hal tersebut. Akan tetapi, dalam penulisan ini juga akan membahas tentang penetapan AoA, serta penentangan India yang sudah dilakukan pada tahun sebelumnya.
G.2 Jangkauan Bahasan
13
adalah adanya pembatasan domestic support. Adanya perubahan sikap WTO terhadap tuntutan NSB tentang domestic support menjadi fokus dalam penelitian ini. Sehingga laporan ini menenkankan analisa alasan-alasan WTO menyetujui adanya transformasi kebijakan domestic support on agriculture yang di inisiasi oleh India.
H. Sitematika Penulisan
Dalam proses penelitian ini, penulis ingin mengkategorikan pembahasan dalam beberapa bab, yaitu:
BAB I
Penulis akan memaparkan pendahuluan sebelum menjelaskan lebih jauh tentang analisa alasan WTO merespon tuntutan India untuk melakukan transformasi tentang aturan pembatasan domestic support on agriculture di negara sedang berkembang. Bab I terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori, tujuan dan manfaat penelitian, hipotesa, metode penelitian serta sistematika penulisan. Dengan demikian pembaca akan mengetahui mengapa respon WTO terhadap tuntutan India untuk melakukan transformasi tentang aturan pembatasan domestic support on agriculture di negara sedang berkembang ini menjadi menarik dibahas.
BAB II
14
lebih rinci tentang bagaimana WTO mendominasi negara sedang berkembang melalui kebijakan tersebut.
BAB III
Bab III akan membahas tentang insiasi India menentang aturan WTO tentang domestic support on agriculture. Akan dibahas lebih rinci tentang sikap penentangan India dalam setiap perundingan WTO, serta dibentuknya aliansi dukungan dari negara lain.
BAB IV
Bab IV berisi tentang respon WTO terhadap penentangan India tentang pembatasan domestic support on agriculture di negara sedang berkembang. Akan dibahas lebih rinci tentang alasan dan sikap WTO untuk memberikan fleksibilitas bagi NSB untuk ikut diperhitungkan dalam setiap perundingan WTO.
BAB V
15
BAB II
ISU PEMBATASAN DUKUNGAN DOMESTIK DALAM
AGREEMENT ON AGRICULTURE (AoA)
Di dalam bab ini akan membahas mendalam tentang Agreement on Agriculture dan pilar domestic support serta membahas tentang implikasi dari WTO dalam kerangka AoA yang memberikan dampak bagi NSB serta mendominasi NSB. Permasalahan pertanian menjadi pusat perhatian semua negara anggota WTO sejak disahkannya kebijakan Agreement on Agriculture yang bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan pertanian nasional dengan kebijakan internasional. Pertanian adalah kebutuhan yang sangat vital bagi manusia sehubungan dengan erat kaitan pertanian dengan ketahanan pangan di setiap negara di dunia. Sejak dikeluarkannya AoA yang dihasilkan dari serangkaian perundingan putaran Uruguay, aturan pertanian diterapkan oleh semua negara anggota WTO. Permasalah AoA ini semakin vital disebabkan oleh adanya ketimpangan jumlah negara maju dan negara berkembang sehingga munculnya implikasi adanya dominasi negara maju terhadap negara berkembang dalam bidang pertanian.
A. Agreement on Agriculture
Agreement on Agriculture atau Persetujuan Bidang Pertanian merupakan
16
komoditas pertanian dengan membuat kebijakan-kebijakan yang adil serta berorientasi pasar.
Disahkannya AoA yang juga diiringi dengan direalisasikannya GATT menjadi WTO, menempatkan WTO sebagai pengawas utama dalam pelaksanaan aturan AoA dengan secara ketat dapat menjatuhkan sanksi berat bagi negara-negara yang dianggap menentang aturannya. Sebagaimana dengan cita-cita dibentuknya GATT pertama kali yaitu merealisasikan pembentukan rezim perdagangan internasional WTO yang mengatur semua jenis perjanjian perdagangan global (Adolf, 2005).
Ciri terpenting dan khas dari penandatangan perjanjian AoA adalah
“penyesuaian” kebijakan dan mekanisme pembuatan kebijakan nasional (Hasibuan, 2015). Aturan-aturan serta kebijakan nasional domestik yang mengatur tentang komoditas pertanian yang berada dibawah yuridiksi pemerintah domestik dengan munculnya AoA mengalami pergeseran dibawah wewenang WTO sebagai pengatur dan pengawas kebijakan. Hal demikian merupakan dampak dari adanya semakin sempitnya kadaulatan nasional dengan adanya rezim internasional dalam era globalisasi ini. Sehingga, pemerintah serta masyarakat kehilangan kemampuan untuk menentukan pilihan dan perannya dalam kebijakan yang besinggungan langsung degan perdagangan pertanian. Fakta menyebutkan bahwa pertanian merupakan sektor vital yang sangat berpengaruh dalam kehidupan dan keberlangsungan hidup masyarakat.
17
multilateral dengan tujuan memfasilitasi perdagangan internasional (Putra, 2016). Dari berbagai Putaran Perundingan Perdagangan, yang terpenting adalah Putaran Tokyo dan Putaran Uruguay (Hidayat). Putaran Tokyo telah gagal untuk menyelesaikan masalah utama yang berkaitan dengan perdagangan produk pertanian dan penetapan persetujuan baru mengenai safeguard. Meskipun demikian, serangkaian persetujuan mengenai hambatan non-tarif telah muncul di berbagai perundingan, yang dalam beberapa kasus menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada (Jhamtani, 2005). Sementara putaran Tokyo telah gagal, putaran Uruguay yang memakan waktu dua kali lebih lama dari waktu yang ditetapkan yaitu tujuh setengah tahun, memberikan hasil nyata. Perundingan putaran Uruguay berhasil menetapkan peraturan AoA yang mengatur segala bentuk perdagangan pertanian.
B. Aturan Domestic Support on Agriculture
18
Domestic Support ini sendiri muncul akibat riwayat kebijakan subsidi
besar-besaran dalam industri pertanian yang dilakukan oleh negara-negara maju, yang pada saat perjanjian ini dinegosiasikan, telah banyak menyebabkan distorsi perdagangan khususnya perdagangan dalam produk pertanian (Rezlan Ishar Janie, 2008). Komitmen ini diperuntukkan tidak untuk melanggar segala bentuk subsidi pemerintah yang dialokasikan untuk produsen, akan tetapi komitmen domestic support on agriculture ini memiliki aturan-aturan yang lebih disiplin untuk mengatur besara subsidi yang diberikan sehingga tidak terjadi ketimpangan (Eva, 2014). Kepentingan WTO dalam membatasi besaran domestic support di setiap negara anggotanya sangat kuat dilihat dengan adanya aturan ketat serta sanksi yang keras bagi negara-negara yang melanggar komitmen tersebut. Komitmen ini tidak hanya ditujukan bagi NSB akan tetapi juga kepada negara maju dengan membedakan besaran pembatasan domestic support berdasarkan besaran AMS-nya.
Domestic support atau yang biasa disebut dengan subsidi pertanian di
19
Gambar 2. 1 Skema Agreement on Agriculture (Domestic Support)
Sumber: World Trade Organization. The WTO Agreement Series: Agriculture. www.wto.org. Geneva 21, 2015 (World Trade Organization, 2015)
B.1 Amber Box (Kotak Jingga)
Di dalam Amber Box mengatur tentang semua subsidi domestik yang dianggap mendistorsi produksi dan perdagangan (Pasal 6 AoA). Subsidi dalam kategori ini adalah subsidi total yang dihitung dalam Aggregate Measurement Support (AMS). Definisi Aggregate Measurement of Support
(AMS) di dalam Bagian I, Artikel I AoA adalah tingkat bantuan per tahun yang diberikan pada suatu produk pertanian yang mempertimbangkan atau
AoA
Market Acess
Domestic Support
Export
Competition Other Rules
Green Box
Blue Box
Development Box
Amber Box
De Minimis Limit Rules
20
berpihak kepada petani secara umum, dengan pengecualian program bantuan seperti tercantum pada Annex 2 perjanjian ini, yaitu:
i. bantuan yang diberikan pada tahun dasar, seperti tercantum dalam tabel di dokumen penunjang, yang juga ada di bagian IV dari jadwal negara anggota,
ii. bantuan yang diberikan pada tahun-tahun implementasi dan sesudahnya, yang dihitung sesuai dengan Annex 3 Perjanjian ini dengan data dari negara-negara yang bersangkutan sesuai dengan Part IV dari jadwal negara-negara anggota (Lokollo, 2007).
Di dalam kesepkatan pemotongan AMS ini dikategorikan dalam 3 jenis, yaitu pemotongan AMS bagi negara maju adalah 20-36 persen selama 6 tahun dimulai dari tahun 1995. Sedangkan negara sedang berkembang diharuskan memotong AMS sebesar 13,3 persen untuk waktu 10 tahun. Sedangkan negara-negara miskin tidak diharuskan untuk membuat pengurangan dalam bentuk apapun (Lokollo, 2007).
Terdapat tiga jenis dukungan yang masuk dalam Amber Box, akan tetapi dikecualikan untuk dikurangi, yaitu (WTO, 2003):
21
diperbolehkan asalkan tidak melebihi tingkat de minimis yang telah ditetapkan.
ii. Dukungan domestik yang berkaitan dengan bantuan untuk mendorong pembangunan pertanian dan pedesaan di negara sedang berkembang, serta dukungan yang berkaitan utnuk mencegah penanaman tanaman narkotika dan sejenisnya.
iii. Bantuan-bantuan yang termasuk dalam Blue Box. Sehingga tidak terjadi decouple payment, yaitu bantuan yang di berikan pemerintah kepada petani tidak mempengaruhi hasil produksi (decoupling).
Hal ini mernunjukkan bahwa total pengurangan AMS memang seharusnya didasarkan pada jenjang pemberian AMS setiap tahunnya. Yang kemudian, dengan ini diharapkan bahwa keseimbangan pasar dapat terwujud.
B.2 Blue Box (Kotak Biru)
Blue Box adalah Amber Box dengan persyaratan tertentu yang ditujukan untuk mengurangi distorsi. Dukungan domestik yang biasanya dikategorikan sebagai Amber box akan dimasukkan ke dalam Blue Box jika hal tersebut juga menuntut dikuranginya produksi oleh para petani (Pasal 6:5 AoA) (Rezlan Ishar Janie, 2008). Bentuk dukungan domestik ini merupakan dukungan yang langsung berhubungan dengan tanah pertanian, dan ternak.
22
membatasi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani. Bentuk bantuan langsung (direct payments) seperti ini juga dapat memperoleh pengecualian dalam komitmen penurunan tarif. Kriteria bantuan langsung yang diberikan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Lokollo, 2007):
i. Diperuntukkan bagi petani yang membatasi luas lahan dan tingkat produksi dari komoditas yang diusahakan (usahatani yang diusahakan pada luas lahan dan tingkat produksi yang tetap)
ii. Bantuan yang diberikan kurang lebih sebesar 85 persen dari nilai tingkat produksi yang tetap atau
iii. Bantuan yang didasarkan pada jumlah kepemilikan hewan ternak pada jumlah yang terbatas.
Seperti yang telah disebutkan, bahwa bantuan langsung dalam kategori Blue box ini tidak akan diberikan kepada petani maupun peternak yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah produktifitasnya (Lokollo, 2007). Blue box pada dasarnya merupakan bagian yang akan memperingan pengurangan domestic support.
B.3 Green Box (Kotak Hijau)
23
bentuk-bentuk domestic support dalam kelompok ini adalah sebagai berikut (WTO.org, 2010):
i. Pelayanan Umum (General Services) seperti research, pest and disease control, extension and marketing services, dan
infrastructure
ii. Stock penyangga pangan (stockholding for food security) iii. Bantuan pangan dalam negeri untuk masyarakat yang
memerlukan (domestic food-aid for the needy)
iv. Pembayaran langsung terhadap produsen (direct payment to
producers that are “decoupled” from production)
v. Asuransi pendapatan dan program jaring pengaman sosial (income insurance and safety net programmes)
vi. Bantuan darurat (disaster relief)
vii. Program penyesuaian structural (structural adjustment programmes)
viii. Program bantuan lingkungan hidup dan bantuan daerah (environmental and regional assistance programmes)
24
i. Subsidi disalurkan melalui program pemerintah dengan menggunakan dana publik yang tidak melibatkan transfer dari konsumen
ii. Subsidi tidak mempunyai dampak pada pemberian bantuan harga kepada produsen.
C. Dampak Pembatasan Domestic Support on Agriculture di Negara Sedang Berkembang
Sekilas memang terlihat bahwa tujuan dari direalisasikannya AoA merupakan sebuah terobosan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan memacu pertumbuhan ekonomi di NSB sehingga terciptanya pemerataan ekonomi di semua negara anggota WTO. Martin Khor dalam bukunya (terjemahan) yang berjudul Globalisasi dan Krisis Pembangunan Berkelanjutan mengatakan bahwa
pendekatan liberalisasi “pasar bebas” mendukung dilakukan-nya pengurangan atau
peniadaan peraturan negara atas pasar, membiarkan berkuasanya “kekuatan pasar
bebas”, serta hak dan kebebasan yang luas bagi perusahaan besar yang
mendominasi pasar (Khor, 2002). Pernyataan tersebut dimaknai bahwa paradigma fenomena pasar bebas mampu memecahkan seluruh persoalan, yang termasuk di dalamnya adalah hambatan-hambatan ekonomi nasional. Dalam kenyataannya, ketetuan-ketentuan domestic support on agriculture dalam AoA yang cukup rumit
25
NSB yang menempatkan sektor pertanian menjadi komoditas utama dalam tumpuan perekonomian menerima dampak yang kurang menguntungkan dari andanya skema pembatasan domestic support on agriculture yang dikeluarkan oleh WTO. Adapun dampak yang dialami NSB dari pembatasan domestic support on agriculture ini adalah:
C.1 Adanya proses liberalisasi pertanian yang radikal
Adanya pembatasan domestic support on agriculture adalah sebagai upaya untuk merunkan praktik-praktik distorsi yang terjadi dalam proses perdagangan komoditas pertanian. Hal tersebut membiaskan peran negara di dalam menentukan kebijakan. Sehingga, keseimbangan harga ditentukan oleh mekanisme pasar. NSB yang masih dalam tahap untuk mengembangkan komoditas pertaniannya kurang mampu untuk bersaing dalam liberalisasi pertanian yang diciptakan WTO. Sehubungan dengan hal tersebut, NSB dipaksa untuk masuk dalam liberalisasi yang cenderung tidak menguntungkan. Sistem domestic support dalam AoA berarti menyerahkan
nasib petani di NSB kepada “free-fight liberalism” yang berarti siapa yang
kuat, dia yang menang.
C.2 Penurunan produktivitas neraca pertanian
26
maksimal. Semakin rendahnya surplus produksi pertanian berdampak pada semakin rendahnya neraca peroduksi pertanian domestik. Dengan liberalisasi pertanian, maka terjadi pergeseran kebijakan pangan yang sangat berdampak pada kondisi empat komoditi pangan utama, yakni beras, jagung, gula, dan kedelai (Hasibuan, 2015). Empat komoditas pertanian ini merupakan komoditas pokok dalam menentukan ketahanan pangan yang berdampak langsung bagi kelangsungan hidup masyarakat.
C.3 Meningkatnya produk impor
Meningkatnya komoditas impor yang masuk dalam pasar NSB adalah sebagai dampak dari menurunnya produktivitas neraca pertanian domestik. Mingkatnya produk impor ini juga untuk memenuhi kebutuhan domestik dan menyeimbangkan harga. Sebagai contohnya di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan nilai impor kopi tumbuh 54,86 persen sejak 2008 sampai 2012, dimana pada 2008 nilai impor kopi tercatat sebesar US$ 18,441 juta dan 2012 melonjak hingga US$ 117,195 juta. Disisi volume, impor kopi juga mengalami pertumbuhan sebesar 50,81 persen, dimana pada 2008 sebesar 7,5 juta kilogram dan tahun 2012 melonjak hingga 52,7 juta kilogram (Parapat, 2015) . Kuatnya perusahaan asing menjadikan perusahaan-perusahaan itu mampu bersaing dan mengalahkan petani domestik NSB.
27
Agustus 2002, “Negara yang bergantung pada impor pangan akibat gencarnya arus liberalisasi pertanian akan menghadapi goncangan (shocks). Hal inilah yang ditakutkan dari pembukaan sektor pertanian secara global, yang pada akhirnya akan meningkatkan kompetisi suplai negara konsumen kaya di negara-negara maju melawan konsumen miskin di NSB.” (Hasibuan, 2015).
C.4 NSB tidak mempunyai keunggulan komparatif
Pembatasan domestic support yang terjadi mengakibatkan NSB yang belum tidak mampu bersaing dalam pasar internasional tidak mempunyai keunggulan komparatif. Hal ini juga menyebabkan tidak mampunya komoditas pertanian domestik bersaing dengan komoditas negara maju bahkan di pasar domestik sekalipun.
Dari uraian dampak diatas mengindikasikan bahwa ketimpangan yang terjadi ketika NSB melakukan pembatasan domestic support on agriculture. Aturan domestic support yang mengikat menyebabkan NSB tidak mampu bersaing.
Peningkatan ekonomi yang di inisiasikan WTO pada awal mula pembentukan AoA akan sulit terjadi. Dampak yang dialami NSB ini akan terjadi dan menimbulkan adanya ketimpangan serata dominasi negara maju di NSB dalam bidang pertanian.
D. Dominasi Negara Maju Melalui AoA
28
Adapun perbandingan jumlah negara maju dan NSB sejak awal WTO dibentuk adalah sebagai berikut:
Grafik 2. 1 Perbandingan Jumlah Negara anggota WTO (NSB dan Negara Maju)
Sumber: World Trade Organization 2016, Members and Observers (WTO, 2016)
WTO tanggal 29 Juli 2016 memiliki 164 negara anggota dengan negara maju, NSB, dan negara kurang berkembang sebagai anggota. Perbandingan NSB yang lebih banyak, merupakan sebuah pertimbangan WTO dalam menjalankan AoA. Dimana AoA sengaja dibentuk untuk meningkatkan daya saing NSB untuk meningkatkan produktivtas pertanian dalam skala global. Adapun dalam beberapa faktor, NSB sangat jauh tertinggal dibandingkan negara maju. Disetujiuinya AoA merupakan sebuah upaya untuk menyeimbangkan ketimpangan yang terjadi diantara negara maju dan NSB. Beberapa perbedaan antara negara maju dan NSB adalah sebagai berikut:
0 20 40 60 80 100 120
1996 2000 2004 2008 2012 2016
Negara Maju NSB
WTO
29
Tabel 2. 1 Perbedaan Negara Maju dan Negara Sedang Berkembang (NSB)
Parameter Negara Maju NSB
Dasar Sistem Pertanian Komersial Export Oriented
Penghidupan
Share of GDP 3% 26%
Kontribusi terhadap Devisa
8.3 % 27%
Masyarakat Petani 4 % 70 %
Orientasi Pasar Tinggi Lemah
Kapasitas Administrasi Tinggi Lemah
Sumber: Tabel oleh Green, D. and Priyadarshi, S. (2001) Proposal for a 'Development Box' in the WTO Agreement on Agriculture, CAFOD and South Centre, Oktober dan Kaukab, R., (2002) Presentation at Agriculture and WTO Seminar, Ministry of Commerce, Government of Pakistan, Islamabad, Agustus 2002 dalam www.ActionAid.org. (ActionAid, 2003)
Faktor tersebut menjadi landasan bahwa AoA dikeluarkan untuk menyeimbangkan persaingan pasar antara negara maju dan NSB dalam bidang pertanian. Akan tetapi kenyataan yang dihadapi berbanding terbalik. Sejak dikeluarkannya AoA untuk mengatur perdagangan komoditas pertanian tahun 1995, timbul sebuah implikasi ketimpangan perlakuan (treatment) WTO di negara maju dengan NSB. Adanya sebuah anggapan bahwa AoA lebih menguntungkan negara maju dan meniskreditkan kepentingan NSB.
30
yang terjadi. Seperti yang tertera dalam beberapa argumentasi berikut ini (B. Hutabarat. E M. Lokollo, 2006):
D.1 Tarif tinggi tetap berlaku di negara maju
Tahun pertama berlakunya AoA, di Amerika Serikat (AS) masih berlaku tarif tinggi untuk gula, sebesar 244 persen, kacang tanah 174 persen, di MEE masih berlaku tarif daging sapi 213 persen, gandum 168 persen, di Jepang masih berlaku tarif gandum 353 persen; dan di Kanada masih berlaku tarif mentega 360 persen, telur 236 persen (Khor, 2003). Karena menurut perjanjian, negara maju tersebut hanya dihimbau untuk menurunkan tarifnya sebesar 36 persen rata-rata sampai tahun 2000, maka tarif-tarif tersebut masih tergolong tetap tinggi walaupun sudah diturunkan. Kenyataan demikian mengakibatkan produk-produk pertanian dari NSB tidak mampu bersaing dipasaran internasional. Produktivitas NSB yang sangat dibatasi kemudian tidak dapat bersaing secara seimbang di negara maju. Hal tersebut berakibat pada adanya dominasi negara maju yang kembali menguasai pasar pertanian dalam skema domestic support dalam AoA yang dikeluarkan oleh WTO.
D.2 Domestic Support semakin bertambah bukannya menurun
Walaupun dalam AoA diharapkan adanya penurunan Domestic Support pertanian, kenyataannya seluruh Domestic Support semakin
31
terdapat dalam Blue box dan Green box untuk tidak menurunkan tingkat AMS-nya.
Sedangkan sebagian bentuk subsidi yang seharusnya masuk dalam kategori AMS dikeluarkan dari kategori ini dan dimasukkan di dalam kategori lain. Hal ini menyebabkan AMS menurun tetapi Total Domestic Support bertambah. Dengan kata lain, yang terjadi hanyalah pemindahan kategori subsidi, sehingga terlihat AMS menurun sesuai ketentuan, tetapi Total Support bertambah (seperti contohnya: Total Support Estimate dari 24 negara OECD naik dari AS$ 275,6 milyar pada 1986-1988 menjadi AS$ 326,0 milyar pada 1999) (OECD, 2000).
Hal ini memerlukan kajian yang mendalam untuk mendapatkan angka-angka subsidi terbaru sesuai data yang terbaru. Melalui kajian seperti ini, kita dapat melihat bagaimana negara maju berupaya memanfaatkan peluang-peluang dalam AoA untuk tetap dapat memberikan subsidi atau bantuan domestiknya atau memperjuangkan kepentingan negaranya, dan tetap dalam kerangka AoA tersebut, sementara NSB yang memang masih sangat minimal atau terbatas dalam bantuan domestiknya tidaklah dapat menaikkan batas bantuan domestiknya melampaui batas de minimis yang telah ada.
D.3 Penerapan kebijakan yang tidak adil
32
dan subsidi ekspor sebesar 24 persen dalam masa 10 tahun. Namun, bila dikaji lebih dalam, sebenarnya, kewajiban itu tidak adil. Pada kenyataannya, NSB tidak memberikan ekspor subsidi, sedangkan bantuan dalam negeri yang diberikan oleh negara-negara maju sangat besar. Akibat tingginya subsidi yang diberikan oleh negara-negara maju terhadap para petaninya, maka impor pangan negara-negara berkembang pun jadi semakin meningkat. Padahal, dengan meningkatnya impor, jelas, semakin mengancam tingkat ketahanan pangan dari suatu negara (Hasibuan, 2015).
AoA kemudian menjadi celah bagi negara maju untuk melakukan dominasi di NSB. Hal tersebut ditujukkan dengan adanya permasalahan yang terjadi dalam implementasi aturan domestic support on agriculture ini. Banyaknya penyalahgunaan bantuan yang telah disepakati dalam pembagian kotak domestic support. Meskipun domestic support ditujukan untuk membangun perkembangan
produktivitas pertanian disetiap negara anggota WTO, pada kenyataannya AoA membuka peluang untuk negara maju agar dapat megembangkan hegemoninya. Hal tersebut dapat dijelaskan dalam proposal Amerika Serikat utuk melakukan perubahan kriteria yang termasuk dalam Blue Box, yaitu dengan menambahkan kriteria bentuk pembayaran langsung yag ditujukan kepada produsen. Namun, pada prakteknya pengembangan dari definisi ini mengizinkan diberikannya countercyclical payments dalam kerangka Blue Box (Lokollo, 2007). Proposal ini
33
tidak lagi dapat mengembangkan produktivitas pertaniannya karena tidak mampu lagi bersaing dengan produk dari negara maju.
Selanjutnya, dalam skema Green Box yang mengatur tentang pembayaran yang tidak menyebabkan distorsi pasar atau menyebabkan distorsi yang sangat kecil. Dalam skema Green Box ini menjadi celah bagi negara maju seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk melakukan pergeseran bantuan yang semula masuk dalam Amber Box dan BlueBox kemudian dimasukkan dalam Green Box. Hal ini terlihat karena negara maju tidak terlalu diperhatikan bahkan seakan-akan dikecualikan dari komitmen AoA tersebut (Lokollo, 2007). Negara maju terutama UE dan AS sudah menyalahgunakan pemakaian Green Box. Begitu banyak subsidi yang dialihkan Green Box. Dari pergeseran kategori tersebut, menjadi peluang bagi negara maju untuk memberikan domestic support yang besar dalam bidang pertanian. Penelitian dari 4 LSM Internasional yaitu, ActionAid, Caritas, CIDSE dan Oxfam, 2005 (Lokollo, 2007) menghitung bahwa UE memberikan 50 milyar euro per tahun untuk Green Box, bila reformasi Common Agricultural Policy (CAP) diberlakukan pada tahun 2006-2007. Sementara AS melaporkan 50,7 milyar dollar AS pembayaran setiap tahun di dalam Green Box (Oxfam International, 2005).
Adapun gambaran dari pengelompokkan total pembatasan domestic support on agriculture dari 104 NSB anggota WTO ke dalam kategori boxex adalah sebagai
34
Gambar 2. 2 Pengelompokkan NSB ke dalam Kategori Boxes dalam skema Domestic Support on Agriculture
Sumber: FAO Commodity and Trade Policy Research Working Paper No. 45 (FAO, 2014)
Dominasi negara maju terhadap NSB ini kemudian menjadi masalah yang harus dihadapi NSB. Hampir 75 persen NSB menjadikan sektor pertanian sebagai pusat perekonomian. Yang kemudian adanya pembatasan domestic support on agriculture menjadikan NSB tidak mampu untuk bersaing dengan negara maju.
35
36
BAB III
PENENTANGAN INDIA TERHADAP
PEMBATASAN DOMESTIC SUPORT ON AGRICULTURE DI
NEGARA SEDANG BEKEMBANG
Pembatasan domestic support on agriculture dalam AoA menimbulkan mengharuskan semua negara anggota melakukan penyesuaian terhadap peraturan tersebut. Demikian juga dengan semua NSB yang harus mampu untuk mengikuti skema pembatasan domestic support on agriculture. India merupakan salah satu negara sedang berkembang (NSB) yang dengan kuat menentang adanya aturan pembatasan domestic support on agriculture yang tertuang dalam pilar kesepakatan bidang pertanian atau agreement on agriculture (AoA). Seiring dengan bergabungnya India menjadi salah satu anggota WTO sejak awal dibentuknya WTO, India wajib mengikuti keputusan yang disahkan oleh WTO. Dalam bab ini akan membahas mendalam tentang India, latar belakang India menentang adanya aturan domestic support on agriculture, serta aksi penentangan India terhadap aturan tersebut sampai pada disetujuinya aksi penentangan India oleh WTO. Kemudian, dalam bab ini akan dianalisa peran India dalam sistem perdagangan internasional.
A. Gambaran Umum Pertanian India
37
sebuah mata pencaharian utama, ketahanan pangan, juga kehidupan bagi sebagian besar penduduk domestik di negara tersebut. India, sebuah negara dengan penduduk terbesar kedua dengan pertanian sebagai komoditas utama dalam perekonomian.
Berdasarkan Prediksi dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dimuat dalam U.N. News Service menyebutkan bahwa “Penduduk dunia diproyeksikan akan mencapai 8,5 miliar pada 2030, 9,7 miliar pada 2050, dan 11,2 miliar pada 2100, demikian menurut laporan baru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diterbitkan 29 Juli 2015. Penduduk dunia saat ini berkisar 7,3 miliar jiwa dengan Jumlah Populasi India melampaui Tiongkok sebagai negara dengan penduduk
terpadat pada 2022” (U.N. News Service, 2015).
38
mengeluarkan dukungan domestik yang besar untuk mendukung petani agar mendapatkan hasil pertanian yang tinggi sehingga India mampu menjadi salah satu negara peng-ekspor hasil pertanian yang cukup tinggi.
Beras merupakan komoditas paling utama yang dihasilkan oleh petani India. Namun seiring dengan berkembangnya kemampuan tekhnologi, India mampu untuk men-supply komoditas pertaniannya sebagai komoditas ekspor. Adapun komoditas pertanian India adalah sebagai berikut:
Tabel 3. 1 Komoditas Produk Makanan dan Bukan Makanan
Makanan Produk (Biji-bijian, kacang-kacangan, rempah-rempah dan
minyak)
Bukan Produk Makanan
Chana / Gram, kacang kedelai / biji, Crude Palm Oil, Ketumbar / Dhaniya,
Lada, Jeera (biji jintan), Cabe (Red Chili), Kunyit, Cardamom, Pala, Rape / Mustard Seed, Gandum, Beras, Jagung Pakan,
Barley, Bajra, Jowar, kentang, gula, Gur, Coffee Rep Massal, Kopra, minyak kelapa, kacang-kacangan -Tur Dal (Arhar Dal), Tur (Arhar), urad (Mash), urad dal
Mentha Oil, benih Castor, Guar Gum, Kapas, Karet, rami mentah,
pemecatan, Bibit Isabgul, Benang, Rami Barang, benang benih bungkil / Kapasia Khali
39
Tabel 3. 2 Komoditas Pertanian India
Kelompok Komoditas Pertanian
Jenis Hasil Pertanian
Oil and Oil seeds
Biji seledri, Minyak Kopra (Coconut Oil), Bungkil Kopra (Coconut bungkil), Kopra /kelapa, Minyak kopra, Minyak biji kapas,Bungkil biji kapas, CPO Refined, Crude Palm Oil, Crude Palm Olive, Kacang tanah, Minyak kacang tanah, Kacang tanah bungkil, Biji rami, Minyak biji rami, Biji rami bungkil, Minyak Mustard, biji Mustard bungkil, Biji Mustard, RBD Palmolein, Beras Bran, Rice Bran Oil, Rice Bran bungkil, Wijen, Minyak wijen, Wijen bungkil, Kedelai, minyak kedelai, Kedelai, Minyak Bunga Matahari, Minyak Biji Bunga matahari,Benih bunga matahari, Minyak Jarak, Benih jarak, biji kapas
Bumbu Kapulaga, Jeera, Lada, Cabe, Kunyit, Pala, Jahe, Cengkeh, Kayu Manis, Sirih kacang-kacangan, Adas manis
Kacang-kacangan Chana, Masur, Peas Kuning, Tur Dal (Arhar Dal), Tur (Arhar), urad (Mash), urad dal, Gram Dal, Mung Dal
Sereal (Food Grains)
Jagung, Gandum, Arhar Chuni, Bajra, Barley, Gram, Guar, Jowar, Kulthi, Lakh (Khesari), Moth, Mung, Mung
Chuni, Peas, Ragi, beras atau Paddy, Kecil Millets (Kodan Kulti, Kodra, Korra, Vargu, Sawan, Rala, Kakun,
Samai, Vari & Banti)
Perkebunan Kacang Mete, Kopi (Robusta), Karet
Fibersand Manufactures
Benang sutera, Benang Pakaian, Benang polong, Benang Yarn, Benang India, barang Rami (Hessian dan pemecatan dan kain , tas, benang ikat, benang yang diproduksi oleh salah satu pabrik atau produsen lain dalam bentuk apapun yang terbuat dari goni), Kapas, Rami Baku Termasuk Mesta, Benang Serat Staple
Lain-lain Mentha Oil, Kentang (Agra), Kentang (Tarkeshwar), Gula M-30, Gula S-30
Sumber: FMC, (www.fmc.gov.in) dalam (Maravi, 2015)
40
dengan kata lain harus mendapatkan perlakuan yang lebih dibandingkan komoditas yang mudah tumbuh. Contoh dari komoditas yang mudah tumbuh adalah jagung, gandum, beras, dan lain sebagainya, Sedangkan komoditas yang sulit tumbuh adalah komoditas seperti minyak.
Agriculture merupakan sektor yang menenuhi sarana utama kehidupan lebih
dari 70 persen dari populasi penduduk India (Maravi, 2015). Dan ini menyumbangkan lebih dari seperlima dari GDP dan 10 persen dari total pendapatan ekspor. Hal ini merupakan salah satu keunggulan dari India. India menjadi salah satu produsen pertanian terbesar diantara negara anggota WTO lainnya. Namun, fluktuatif pendapatan hasil pertanian di India tidak dapat dipisahkan dari besarnya domestic support yang dikeluarkan pemerintah India untuk mengawasi serta mengontrol kestabilan harga komoditas pertanian domestik. Kestabilan harga ini tentunya akan berdampak pada potensi ekspor yang berlangsung.
B. Kepentingan India Menentang Aturan Domestic Support on Agriculture
Skema Domestic support dalam Agreement on Agriculture oleh WTO mempunyai pengaruh yang signifikan pada setiap negara anggota yang menjadikan agriculture sebagai komoditas utama dalam pilar perekonomiannya. Termasuk juga
India, skema domestic support on agriculture ini mendorong kemandirian sektor pertanian India tanpa ada campur tangan dari pemerintahan negara. Akan tetapi, domestic support on agriculture ini dinilai tidak menguntungkan bagi NSB. Adanya
41
keras dari India untuk melakukan penentangan terhadap aturan tersebut. Dengan jumlah penduduk yang bekerja dalam bidang pertanian, India mengangkat hal ini dalam perundingan yang dilakukan oleh WTO. India merupakan negara dengan sumber daya manusia serta sumber daya alam yang besar diantara Cina dan Indonesia (Bary, 2013). Cashmore, seorang pengamat ekonomi internasional dalam bukunya juga menjelaskan bahwa Cina dan India merupakan dua negara yang akan memimpin produksi di Asia (Cashmore, 2009). Sehingga, ketika aturan domestic support on agriculture ini dirasa merugikan maka India akan melakukan proteksi
terhadap sumber daya yang dimilikinya karena hal tersebut berdampak pada turunnya produktivitas pertanian pada perekonomian India. Maka dari itu, dalam penentangan India terhadap pembatasan domestic support on agriculture India mempunyai kepentingan, adapun kepentingan India adalah sebagai berikut:
B.1 Ketahanan Pangan
42
Sereal dan kacang-kacangan di India merupakan makanan pokok selain beras. Akan tetapi, bagi sebagain besar penduduk India lebih memilih sereal dan kacang-kacangan dikarenakan memiliki harga yang paling murah dibandingkan bahan pangan pokok lainnya sehingga dapat menjangkau masyarakat dengan penghasilan rendah. Adanya peraturan pembatasan domestic support on agriculture berdampak pada hasil panen India. Berdasarkan data Economic Survey 2013-2014, terjadinya peningkatan jumlah lahan tidak diikuti dengan peningkatan hasil panen komoditas pertanian bahan pokok, dapat dilihat pada tabel 3.3:
Tabel 3. 3 Penurunan Hasil Panen India
Tahun
Area (juta ha) Produksi (juta ton) Panen (kg/ha)
Beras Gandum Kacang Beras Gandum Kacang Beras Gandum Kacang
2010-11 97,9 105,7 116,4 95,58 86,87 18,24 104,4 110,2 111,1
2011-12 100,5 108,6 107,5 105,3 94,88 17,09 11,5 117,2 112,8
2012-13 97,6 109,1 103,8 104,4 92,46 18,45 114,7 114,9 124,5
2013-14 100,4 111,3 111,1 106,5 95,9 19,3 112,6 115,2 124,6
Sumber: Indian Economic Survey 2013-2014 dalam (Directorat of Economics and Statistics - Department of Agriculture and Cooperation Government of India, 2013)
43
tersebut, India merupakan negara dengan kerawanan pangan yang sangat tinggi. Pengurangan jumlah domestic support berdasarkan perhitungan WTO ini membuat NSB termasuk India kesulitan dalam memberikan bantuan kepada petani-petani di negaranya, dimana jumlah dukungan yang diberikan agar tidak melebihi de minimis yaitu sebesar 10 persen yang telah ditetapkan (Tobing, 2015).
Masalah ketahanan pangan ini kemudian berdampak pada tingkat kelaparan penduduk India. Dalam laporan Global Hunger Index, India berada pada peringkat 55 dari 76 negara (Tobing, 2015). Masalah kelaparan merupakan tantangan besar dihadapi oleh India sebagai NSB dalam dua dekade terakhir ini. Kelaparan merupakan isu yang sangat kompleks, akan tetapi adanya pembatasan domestic support on agriculture juga memiliki keterkaitan tinggi dengan masalah ini.
Terbukti dengan adanya ada masih banyaknya anak usia dibawah lima tahun (balita) yang mengalami kekurangan asupan gizi. Berdasarkan National Family Health Survey status asupan gizi balita adalah sebagai berikut:
Grafik 3. 1 Prosentase Jumlah Status Gizi Balita India
Sumber: National Health Economic Survey dalam (Tobing, 2015)
4
8
2
0
4
2
.5
3
9
1
5
3
0
.7
S T U N T E D W A S T E D U N D E R W E I G H T
44
India yang diwakili oleh Anand Sharma selaku Menteri Industri dan Perdagangannya menyatakan bahwa isu ketahanan pangan merupakan isu yang tidak dapat dinegosiasikan bagi India karena berhubungan langsung dengan masalah mata pencaharian jutaan petani upah serta ketahanan pangan masyarakat miskin (Goverment of India, 2013).
B.2 Pengentasan Kemiskinan
Berdasarkan laporan India Planning commission rasio kemiskinan di India yang cukup tinggi yakni, 21.9 persen pada tahun 2011-2012 (Planning Commission of India, 2011). Rasio angka penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan inilah yang menjadikan India sebagai salah satu negara dengan jumlah populasi kelaparan yang tinggi.
Tabel 3. 4 Rasio Kemiskinan di India
Sumber: India Planning Commission (Planning Commission of India, 2011)
Dari data diatas menunjukkan bahwa masyarakat miskin di India massih cukup tinggi. Melihat pada mayoritas penduduk India merupakan petani, sedangkan
Tahun Populasi
Populasi Penduduk
Miskin (juta)
Prosentase (%) Prosentase Nasional Desa Kota Desa Kota
2009-10 1.173.108.000 278,2 76,5 33,8 20,9 29,8
45
dengan adanya pembatasan domestic support on agriculture hasil pertanian India menurun hal tersebut akan berdampak pada rasio kemiskinan yang ada di India.
B.3 Mengimbangi Dominasi Negara Maju
Dominasi negara maju melalui skema AoA dapat dilihat dari tidak seimbangnya pelakuan yang didapatkan oleh NSB. India sebagai negara berkembang tidak ingin terus untuk mengikuti skema yang dibentuk oleh negara maju agar dapat mendominasi NSB. Dari skema pembatasan domestic support on agriculture NSB dilihat adanya kecurangan negara maju dalam mengelompokkan
besaran subsidi dalam kategori boxes. Adapun hasil dari pengelompokkan domestic support pada beberapa negara, perbandingan besaran subsidi yang dikeluarkan
antara negara maju dan NSB termasuk India:
Tabel 3. 5 Level Subsidi di Beberapa Negara (Juta $)
Year AMS Blue
Box
Green Box
De Minimis
Export Subsidies EU 1999/00 47.874 (69.446) 19. 787 19.926 308 5.968 USA 1999 16.862 (19.899) 0 49.749 7.435 147
Japan 1999 6.572 (36.359) 817 23.601 290 -
Brazil 1997/98 74 (893) 0 298 94 -
India 1997/98 0 0 75 98 -
Pakistan 1999/00 0 0 5 0 -