BAB II TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Multiple Sklerosis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh pembentukan antibodi terhadap mielin susunan saraf pusat. Sistem saraf perifer tidak terkena. Dengan rusaknya mielin maka hantaran saraf melambat. (Corwin, 2000)
Multiple Sklerosis ( Sclerosis Multiple, MS) merupakan gangguan yang dalam bentuk paling khasnya ditandai oleh lesi pada SSP yang terpisah dalam hal waktu dan lokasi. Penyakit ini merupakan salah satu kondisi neurologis kronik yang paling sering mengenai orang muda. (Harsono, 2008)
Multiple sclerosis merupakan keadaan kronis, penyakit system syaraf pusat degenerative dikarakteristikkan oleh adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medula spinalis. (Smeltzer, Suzanne. C, 2001)
Multiple sklerosis merupkan keadaan inflamasi, demielinasi, dan pembentukan jaringan paru pada selubung mielin yang tidak dapat di duga di dalam otak, medulla spinalis, dan saraf cranial sehingga terjadi disfungsi neurologi yang luas. (Chang, Esther,2001)
Multiple Sklerosis ( Sclerosis Multiple - MS) adalah penyakit kronis pada sistem saraf pusat (SSP) yang dikarakteristikkan oleh sedikit lapisan dari batas substansia alba pada saraf optik, otak dan medula spinalis. (Batticaca, Fransisca.B, 2008) Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Multiple Sklerosis adalah
penyakit autoimun dan merupakan salah satu kondisi neurologis kronik yang sering mengenai orang muda, ditandai oleh lesi pada SSP atau bercak kecil dimielinasi di dalam otak medula spinalis dan saraf kranial sehingga terjadi disfungsi neurologis.
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti multipel sklerosis belum diketahui, menurut Richman (2011) dan Price (2005) menyatakan ada beberapa faktor yang berkaitan dengan multipel sklerosis adalah
Faktor genetik
Adanya riwayat keluarga meningkatkan resiko multipel sklerosis terutama saudara tingkat pertama pasien beresiko 1-5% terserang penyakit tersebut atau kira-kira 8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
Kejadian multipel sklerosis meningkat dengan semakin jauh jaraknya dari ekuator/khatulistiwa. Studi menunjukkan bahwa migrasi yang dilakukan oleh orang yang lahir di daerah resiko tinggi multiple sklerosis ke daerah resiko rendah multiple sklerosis sebelum usia 15 tahun maka akan mempunyai resiko sesuai dengan tempat tinggal barunya. Jika orang bermigrasi dari resiko tinggi MS ke daerah resiko rendah MS setelah usia dewasa maka tetap mempunyai resiko tinggi MS. Data menunjukkan bahwa paparan agen lingkungan sebelum pubertas dapat mengembangkan MS dikemudian hari. Sedangkan hubungannya dengan vitamin D (yang dapat diproduksi secara alami karena paparan 8 sinar matahari) menunjukkan bahwa orang yang dekat khatulistiwa terpapar sinar matahari sepanjang tahun sehingga produksi vitamin D lebih tinggi yang berdampak menguntungkan terhadap sistem kekebalan tubuh dan membantu melindungi tubuh terhadap penyakit autoimun seperti MS.
Infeksi
Paparan awal terhadap virus, bakteri dan mikroba lainnya selama masa kanak-kanak dapat memicu terkena MS. Menurut National MS Society (2012) beberapa alasan virus dapat menjadi penyebab MS adalah :
Virus diketahui dapat menyebabkan penyakit demielinasi pada hewan dan manusia. Demieliasi (kerusakan myelin atau selubung lemak yang melapisi dan mengisolasi serabut saraf pada sistem saraf pusat) akan menyebabkan impuls saraf diperlambat atau dihentikan sehingga menghasilkan gejala-gejala MS. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa paparan agen infeksi merupakan
penyebab yang berjalan lambat atau laten antara paparan awal dengan munculnya gejala klinis.
Peningkatan antibodi dengan virus yang berbeda telah ditemukan dalam darah dan cairan serebrospinal orang yang menderita MS.
Beberapa agen infeksi tersebut antara lain virus Epsstein-Barr, virus campak (rubella), Canine distemper, human herpes virus-6 dan Chlamydia pneumonia. Imunologi
Menurut Batticaca, Fransisca. B (2008) Multiple Sklerosis biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti :
Lapisan merujuk pada destruksi mielin, lemak dan material protein yang menutupi lapisan saraf tertentu dalam otak dan medula spinalis
Lapisan mengakibatkan gangguan transmisi impuls saraf
Perubahan inflamasi mengakibatkanjaringan parut (scar) yang berefek terhadap lapisan saraf
Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan berhubungan dengan disfungsi autoimun, kelainan genetik, atau proses infeksi
Prevalensi terbanyak di wilayah lintang utaradan diantara bangsa Caucasian. Bakteri : reaksi silang sebagai respon perangsang heat shock protein sehingga menyebabkan pelepasan sitokin
C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala dari multiple sclerosis mungkin tunggal atau berlipat-lipat dan mungkin mencakup dari ringan sampai berat dalam intensitas dan pendek sampai panjang dalam durasi (lamanya). Remisi yang sepenuhnya atau sebagian dari gejala-gejala terjadi awal pada kira-kira 70% dari pasien-pasien multiple sclerosis.
Ganguan-gangguan penglihatan mungkin adalah gejala-gejala pertama dari multiple sclerosis, namun mereka biasanya surut. Seorang pasien mungkin mencatat penglihatan yang kabur, distorsi merah-hijau (color desaturation), atau monocular blindness (kebutaan pada satu mata) yang mendadak.
Kelemahan otot dengan atau tanpa kesulitan-kesulitan dengan koordinasi dan keseimbangan mungkin terjadi awal.
Kejang-kejang otot, kelelahan, mati rasa, dan nyeri kesemutan adalah gejala-gejala yang umum.
Mungkin ada suatu kehilangan sensasi, kesukaran berbicara, gemetaran-gemetaran, atau pening.
Lima puluh persen dari pasien-pasien mengalami perubahan-perubahan mental seperti: konsentrasi yang berkurang,
kekurangan-kekurangan perhatian,
beberapa derajat dari kehilangan ingatan (memori),
gangguan dalam keputusan/pertimbangan. Gejala-gejala lain mungkin termasuk:
depresi,
depresi maniak, paranoia, atau
suatu dorongan yang tidak terkontrol untuk tertawa dan menangis. (http://www.totalkesehatananda.com/ms2.html)
D. PATHOFISIOLOGI
Menurut Muttaqin, Arif (2008) pathofisiologi dan masalah keperawatan pada multiple sklerosis adalah :
Faktor predisposisi: virus, respon autoimun, dan genetik
Oedema dan degenerasi mielin
Demielinasi yang mengkerut menjadi multiple plak
Lesi sklerosis multiple terjadi pada substansi alba SSP
Demielinasi
Terhentinya alur impuls saraf
Saraf optic dan khiasma
Serebelum dan batang otak
Serebelum Medulla
spinalis
Gangguan penglihatan
Resiko tinggi
trauma
Nistagmu s
Ataksia serebral
Disfungsi serebral
Hilangnya daya ingat dan dimensia, gangguan afek
Lesi kortiko
spinal
Ganggua n sensorik, kelemaha
n spastic anggota
E. KLASIFIKASI
Menurut Hauser SL, Goodwin DS dalam Jurnal Marvin M, Goldenberg (2012), Neurolog setuju bahwa pasien multiple skelerosis dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori utama berdasarkan perjalanan penyakit :
1. Relapsing–remitting MS: bentuk yang paling umum , mempengaruhi sekitar 85 % dari pasien MS . Hal ini ditandai dengan flare - up ( kambuh atau eksaserbasi ) gejala diikuti oleh periode remisi , bila gejala membaik atau hilang .
2. Secondary progressive MS: dapat berkembang pada beberapa pasien dengan penyakit hilangtimbul . Bagi banyak pasien , pengobatan dengan agen penyakit -memodifikasi membantu menunda perkembangan tersebut . Perjalanan penyakit terus memburuk dengan atau tanpa periode remisi atau meratakan off dari keparahan gejala ( dataran tinggi ) .
3. Primary progressive MS: mempengaruhi sekitar 10 % dari pasien MS . Gejala terus memburuk secara bertahap dari awal . Tidak ada kambuh atau remisi , tapi mungkin ada sesekali dataran tinggi . Bentuk MS lebih resisten terhadap obat biasanya digunakan untuk mengobati penyakit.
Kerusakan komunikasi verbal disarti a Perubahan kemampuan merawat diri sendiri Eforia;kehilangan kemampuan menyelesaikan masalah, perubahan mengawasi keadaan yang kompleks dan
berfikir abstrak; emosi labil, pelupa,
apatis,;loss deep memory Deficit
perawatan diri (makan, minum, berpakaian,hygie ne) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Perubahan proses pikir, kerusakan interaksi social, koping tidak efektif
4. Progressive-relapsing MS: suatu bentuk yang jarang , yang mempengaruhi kurang dari 5 % pasien . Hal ini progresif dari awal , dengan sesekali flare-up memburuknya gejala sepanjang jalan . Tidak ada periode remisi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan elektroforesis terhadap CSS : untuk mengungkapkan adanya ikatan oligoklonal ( beberapa pita imunoglobulin G [ IgG ] ), yang menunjukkan abnormalitas immunoglobulin.
2. Pemeriksaan potensial bangkitan : dilakukan untuk membantu memastikan luasnya proses penyakit dan memantau perubahan penyakit.
3. CT scan : dapat menunjukkan atrofi serabral
4. MRI untuk memperlihatkan plak-plak kecil dan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit dan efek pengobatan.
5. Pemeriksaan urodinamik untuk mengetahui disfungsi kandung kemih
6. Pengujian neuropsikologik dapat diindikasikan untuk mengkaji kerusakan kognitif. (Muttaqin, Arif. 2008)
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien. Penatalaksanaan meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik.
1. Penatalaksanaan akut
a. Hormon kortikosteroid dan adrenokortikosteroid digunakan untuk menurunkan inflamasi, kekambuhan dalam waktu singkat atau eksaserbasi (exacerbation).
b. Imunosepresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit. c. Beta Interferon (Betaseron) digunakan untuk mempercepat penurunan gejala. 2. Penatalaksanaan kronik
a. Pengobatan spastik seperti bacloferen (Lioresal), dantrolene (Dantrium), Diazepam (valium), terapi fisik, intervensi pembedahan.
b. Kontrol kelelahan dengan namatidin (Simmetrel). c. Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling.
d. Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter tetap.
f. Penatalaksanaan rehabilitasi dengan terapi fisik dan terapi kerja. g. Kontrol distonia dengan karbamazim (Treganol).
h. Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (Tegratol), fenitoin (Dilantin), perfenazin dengan amitriptilin (Triavili).
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Chang, Esther et al.2001. Patofisiologi : Aplikasi pada Peraktek Keperawatan. Jakarta : EGC
Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologis Klinis. Yogyakarta : Gajah Mada University Press
Marvin M. Goldenberg, PhD, RPh, MS. 2013. Multiple Sclerosis Review. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3351877/ Diunduh tanggal 13 Maret 2014 jam 15:06
Multiple Sclerosis. http://www.totalkesehatananda.com/ms2.html Diunduh tanggal 13 Maret 2014 jam 11.58
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner & Suddarth.Jakarta : EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC