• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristic Model (JCM) Pada Perusahaan Genting di Kecamatan Kalirejo Lampung tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristic Model (JCM) Pada Perusahaan Genting di Kecamatan Kalirejo Lampung tengah"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRCT

Job Satisfaction Labor Besed Job Characteristic Model (JCM) Perspective On Roof Tile Factory In Kecamatan Kalirejo Central Lampung

By

AGUS NURZAMAN

The goal of this research was to know how job satisfaction to the labors of roof-tile factory which exists in Kalirejo, Central Lampung. The type of this research used descriptive by qualitative approach. The location of this research was Dusun 02 RT 07 Kalirejo, Central Lampung.

Job satisfaction is one of the things that are hoped by every labor, even formal labor and also informal labor. In this thing, the research was focused to the informal labor that is labors of roof-tile factory. By using Job Characteristic Model (JCM) perspective, it is hoped that it can give clear description about work satisfaction to the informal labor especially labors of roof-tile factory in Kalirejo. Because Job Characteristic Model (JCM) does not only see the job satisfaction achievement from the material but it emphasizes in the work aspect itself. Data Collecting Technique in this research was by using deeply interview to the informant they were labors itself.

Result of this research showed that based on Job Characteristic Model (JCM) perspective, the labors of roof-tile factory felt quite motivated so far to the job they do this time. This thing seemed from positive respond that was given by labors of roof-tile factory to the 3 of 5 Job Characteristic Model (JCM) indicators they are significant assignment, autonomy and feed back.

(2)

ABSTRAK

Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristic Model (JCM) Pada Perusahaan Genting di Kecamatan Kalirejo Lampung tengah

Oleh

Agus Nurzaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja pada buruh perusahaan genting yang ada di Desa Kalirejo Lampung Tengah. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ini tepatnya dilakukan di Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah.

Kepuasan kerja merupakan salah satu hal yang diharapkan oleh pekerja, baik pekerja formal maupun informal. Dalam hal ini penelitian difokuskan pada pekerja informal yaitu buruh perusahaan genting. Dengan menggunakan perspektif Job Characteristic Model (JCM), diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kepuasan kerja pada buruh informal khususnya buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo. Karena Job Characteristic Model (JCM) tidak hanya melihat pencapaian kepuasan kerja dari segi materi saja, tetapi lebih menitik beratkan dalam aspek pekerjaan itu sendiri. Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam terhadap informan yaitu buruh perusahaan genting itu sendiri.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan perspektif Job Characteristic Model (JCM), para buruh perusahaan genting sejauh ini merasa cukup termotivasi terhadap pekerjaan yang mereka jalani saat ini. Hal ini terlihat dari respon positif yang diberikan oleh para buruh perusahaan genting terhadap 3 dari 5 indikator Job Characteristic Model, yaitu signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan baik perusahaan besar, UMKM, swasta maupun pemerintah

mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan

utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan. Perusahaan yang siap bersaing

harus memiliki manajemen yang efektif karena dengan manajemen pencapaian

tujuan akan lebih mudah.

Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan manusia sangat beraneka ragam, baik jenis

maupun tingkatnya, bahkan manusia memiliki kebutuhan yang cenderung tak

terbatas. Artinya, kebutuhan selalu bertambah dari waktu ke waktu dan manusia

selalu berusaha dengan segala kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan

tersebut. Kebutuhan manusia diartikan sebagai segala sesuatu yang ingin

dimilikinya, dicapai dan dinikmati. Dengan demikian, manusia terdorong untuk

melakukan aktivitas yang disebut dengan kerja. Meskipun tidak semua aktivitas

dikatakan kerja.

Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempat

kerjanya atau pekerjaannya. Sebab kepuasan kerja akan mempengaruhi

produktivitas yang sangat diharapkan oleh perusahaan atau pemiliknya.

(4)

yang tidak puas merupakan suatu ajaran dasar di antara para manajer selama

bertahun-tahun.

Banyak sekali masalah atau kasus perselisihan antara pekerja atau buruh dan

pihak perusahaan yang sebagian besar pokok permasalahannya adalah

ketidakpuasan dalam bekerja. Serikat kerja mengadakan demo mogok kerja

menuntut kenaikan gaji dan tunjangan lainnya merupakan suatu permasalahan

yang umumnya sering terjadi di perusahaan-perusahaan besar saat ini. Hal

tersebut merupakan salah satu contoh kasus akibat ketidakpuasan dalam bekerja

yang dialami oleh para pekerja atau buruh. Hal tersebut wajar terjadi karena

kurangnya perhatian pihak perusahaan dalam memperhatikan kesejahteraan nasib

buruh saat ini.

Sebagaimana diketahui, dampak tekanan ekonomi saat sekarang ini makin

dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke

bawah yang salah satunya bagi masyarakat yang berprofesi sebagai buruh.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Mereka yang

berpenghasilan pas-pasan bahkan dibawah upah minimum harus tetap terus

berjuang mempertahankan kelangsungan hidupnya. Maka wajar bila terjadi

pemogokan kerja atau aksi demo para buruh menuntut peningkatan kesejahteraan

apabila pihak perusahaan kurang pemperhatikan karyawannya dalam hal kepuasan

(5)

Kepuasan kerja merupakan suatu hal yang penting bagi pekerja atau buruh dalam

menjalankan pekerjaannya. Pengertian kepuasan kerja adalah sikap umum

terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah

penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya

mereka terima (Stephen Robbins, 2001: 30). Greenberg dan Baron dalam Wibowo

(2007: 299) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif

yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka. Seseorang dengan tingkat

kepuasan yang tinggi akan bersikap positif terhadap kerja itu, sedangkan

seseorang yang tingkat kepuasannya rendah atau tidak puas dengan pekerjaannya

menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.

Sama halnya dengan orang-orang yang bekerja di sektor formal, orang yang

bekerja sebagai buruh disektor informal juga dapat merasakan adanya kepuasan

dalam bekerja. Walaupun kadang kala banyak di antara mereka yang kurang

mendapatkan perhatian dalam hal kepuasan kerja dari pemilik usaha atau tempat

kerja mereka. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan permasalahan yang

dihadapi oleh pekerja atau buruh di sektor informal.

Belum adanya peraturan serta perundang-undangan yang jelas mengenai

perlindungan buruh di sektor informal, mengakibatkan pekerja atau buruh rentan

mengalami pelanggaran hak serta eksploitasi oleh pemilik usaha atau perusahaan.

Permasalahan yang sering terjadi adalah rendahnya tingkat upah, jam kerja yang

panjang, tidak adanya jaminan kesejahteraan serta tidak adanya perjanjian/

kontrak kerja yang jelas secara tertulis sehingga pemilik usaha dapat leluasa

(6)

Selain itu tidak adanya kontrol seperti serikat kerja menjadikan posisi tawar buruh

menjadi lemah. Sehingga setiap terjadi permasalahan lebih banyak diselesaikan

secara kekeluargaan walaupun kadang kala merugikan buruh. Kondisi ini tentunya

sangat berbeda dengan buruh di sektor formal yang telah memiliki jaminan

perlindungan dan kesejahteraan dari pemerintah. Hal inilah yang menjadi latar

belakang ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan

kepuasan kerja buruh di sektor informal.

Banyak pendapat yang memaknai kepuasan kerja dapat diperoleh dari segi materi.

Namun ada beberapa pandangan yang memaknai kepuasan kerja tidak hanya dari

segi materi, salah satunya yaitu pandangan yang diungkapkan oleh Karl Marx

dalam Frans Magnis Suseno (1999:87) bahwa dengan pekerjaan, manusia dapat

membuat dirinya menjadi nyata. Makna pekerjaan itu tercermin dalam perasaan

bangga. Keringat yang tercurah tidak berarti apapun ketika dihadapkan dengan

kebanggaan melihat hasil pekerjaannya. Pekerjaan membuktikan pada manusia

bahwa dirinya tidak sedang berhayal, melainkan nyata.

Disamping itu melalui pekerjaan, manusia membuktikan dirinya sebagai makhluk

sosial. Tidak mungkin manusia menghasilkan sendiri apa saja yang

dibutuhkannya. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, manusia

membutuhkan bantuan orang lain, begitu juga sebaliknya. Jadi, hasil pekerjaan

seseorang dapat memenuhi kebutuhan orang lain dan pekerjaan itu juga dapat

menjadikan orang lain gembira. Sebaliknya, orang lain akan mengakui seseorang

(7)

berarti ketika mengetahui bahwa dirinya berarti bagi orang lain. Ternyata ia

mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan orang lain.

Berdasarkan pendapat Marx tersebut, kiranya dapat dipahami bahwa kepuasan

seseorang dalam kaitannya dengan pekerjaannya timbul manakala pekerjaaan itu

mampu membuktikan serta menunjukan eksistensinya di tengah masyarakat serta

mampu membuktikan bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas

dari manusia lainnya.

Untuk itulah dalam hal ini peneliti menggunakan perspektif Job Characteristics

Model (JCM) yang dikembangkan oleh Hackman dan Oldham untuk melakukan

analisis terhadap kepuasan kerja pada buruh di sektor informal. Job

characteristics model (JCM) melakukan pendekatan terhadap pekerjaan yang

dilakukan oleh pekerja atau buruh itu sendiri. Di mana JCM mendeskripsikan

pekerjaan ke dalam lima dimensi pekerjaan utama yaitu keanekaragaman

keterampilan, identitas tugas, arti tugas, otonomi dan umpan balik. Menurut

Robbin dan Judge (2008:270) dari kelima dimensi pekerjaan utama tersebut

nantinya akan menimbulkan tiga keadaan psikologis yang penting yaitu

merasakan pekerjaan yang berarti, tanggung jawab akan hasil kerja, dan

pengetahuan akan hasil kerja. Selanjutnya semakin tersedianya ketiga keadaan

psikologis ini, semakin besar motivasi, kinerja dan kepuasan kerja karyawan.

Kaitannya dengan paparan di atas tentang kepuasan kerja bagi pekerja atau buruh,

di Desa Kalirejo tepatnya di Dusun 2 RT 7 Kalirejo Kec. Kalirejo Lampung

Tengah terdapat usaha pembuatan genting yang cukup berkembang, Rata-rata

(8)

pengusaha genting yang menjalankan usaha ini, mereka menjalankan usaha

mereka di rumah mereka masing-masing dengan memperkerjakan tiga sampai

enam orang karyawan. Jumlah pengusaha tersebut mengalami peningkatan jika

dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu. Hal ini menunjukan bahwa ada

peningkatan jumlah pengusaha genting di desa ini.

Tabel 1.1 Data Jumlah Perusahaan dan Pekerja/ Buruh Perusahaan Genting di Dusun 2 RT 7 Kalirejo Kec. Kalirejo Lampung Tengah pada Oktober 2011.

Jumlah Perusahaan Genting Jumlah pekerja/Buruh

33 perusahaan 129 orang

Sumber: Data diolah 2012.

Peningkatan jumlah tersebut memberikan dampak yang positif bagi lingkungan

sekitar. Hal tersebut dapat dilihat dari berkurangnya jumlah pengangguran

khususnya di daerah industri genting tersebut, hingga kadang kala pemilik atau

pengusaha genting kesulitan dalam mendapatkan tenaga kerja sehingga harus

mencari atau mendatangkan tenaga kerja dari desa tetangga. Tenaga kerja yang

umumnya disebut buruh di daerah ini ada dua macam, yaitu buruh tetap dan buruh

tidak tetap.

Buruh tetap adalah buruh yang bekerja menetap atau terikat pada satu tempat

kerja atau pemilik usaha setiap harinya. Biasanya terdapat targetan produksi tiap

harinya yang telah ditetapkan walaupun tidak dipaksakan oleh pemilik usaha.

Sedangkan buruh tidak tetap adalah buruh yang bekerjanya tidak terikat atau tidak

menetap pada satu tempat kerja atau pemilik usaha. Mereka bekerja apa saja yang

(9)

Bahkan kadang kala penghasilan mereka bisa lebih besar dari penghasilan buruh

tetap perharinya. Hal ini dikarenakan mereka dapat bekerja lebih dari satu tempat

atau pekerjaan dalam satu harinya. Banyak diantara mereka yang telah bekerja

cukup lama sebagai buruh, baik buruh tetap maupun buruh tidak tetap atau

serabutan. Dan sebagian besar dari mereka telah berumah tangga memiliki

tanggungan istri dan anak dengan hanya mengandalkan pekerjaan sebagai buruh.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam

tentang kepuasan kerja bagi pekerja atau buruh. Selain itu juga masih terbatasnya

penelitian mengenai kepuasan kerja pada pekerja di sektor informal khususnya

pekerja atau buruh di sektor informal, membuat penulis tertarik untuk meneliti

lebih jauh tentang permasalahan ini. Karena dari penelitian yang sudah ada

kebanyakan meneliti tentang kepuasan kerja karyawan di sektor formal.

Melihat kenyataan tersebut maka peneliti tertarik dan ingin mengkaji lebih

mendalam mengenai “KEPUASAN KERJA BURUH BERDASARKAN PERSPEKTIF JOB CHARACTERISTIC MODEL (JCM) PADA PERUSAHAAN GENTING DI KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH”.

B.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif Job

(10)

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah yang telah

penulis kemukakan di atas adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif Job

Characteristics Model (JCM).

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:

1. Manfaat teoritis

Untuk menambah wawasan tentang kepuasan kerja di sektor informal terkait

dengan upaya pengembangan sumber daya manusia.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi

pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung tertarik pada masalah

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Menurut Robbins dan Coulter (1999: 458) motivasi adalah kerelaan untuk

melakukan usaha-usaha tingkat tinggi guna mencapai tujuan-tujuan organisasi,

dipersaratkan oleh kemampuan usaha tadi untuk memuaskan kebutuhan individu

tertentu. Sedang Robbins (2006: 213) mendevinisikan motivasi sebagai proses

yang ikut menetukan intensitas, arah, dan ketentuan individu dalam usaha

mencapai sasaran. Meski motivasi umum terkait dengan upaya kea rah sasaran

apa saja, tetapi disini sasaran itu adalah tujuan organisasi agar mencerminkan

minat tunggal terhadap perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.

Tiga unsur dalam definisi motivasi adalah intensitas, arah, dan berlangsung lama.

Intensitas terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Ini adalah unsur yang

mendapat perhatian yang paling besar bila berbicara tentang motivasi. Akan

tetapi, intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang

diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan

organisasi. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan kualitasupaya itu

maupun intensitasnya. Upaya yang diarahkan ke sasaran dan konsisten dengan

(12)

motivasi memiliki dimensi berlangsung lama. Ini adalah ukuran tentang berapa

lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Individu-individu yang

termotivasi tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk

mencapai sasaran mereka (Robbins, 2006:214).

2. Teori Motivasi

a. Teori Hierarki Kebutuhan

Munkin bisa dikatakan bahwa teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki

kebutuhan yang diungkapkan oleh Abraham Maslow. Hipotesisnya mengatakan

bahwa di dalam diri setiap manusia bersemayam lima jenjang kebutuhan, yaitu

sebagai berikut:

1. Psikologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan

perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lainnya.

2. Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian

fisik dan emosional.

3. Sosial: mencakup kasih sayang, rasa memiliki, diterima-baik, dan

persahabatan.

4. Penghargaan: mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri,

otonomi, dan prestasi; serta faktor penghormatan dari luar seperti misalnya

status, pengakuan, dan perhatian.

5. Aktualisasi diri: yaitu dorongan untuk menjadi seseorang/ sesuatu sesuai

dengan ambisinya, yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan

pemenuhan kebutuhan diri.

Begitu masing-masing kebutuhan ini terpenuhi secara substansial,maka kebutuhan

(13)

mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang dipenuhi sepenuhnya,

namun kebutuhan tertentu yang telah dipuaskan secara substansial tidak lagi

menjadi pendorong motivasi. Jadi jika anda ingin memotivasi seseorang, menurut

Maslow, anda perlu memahami sedang berada di anak tangga manakah orang

tersebut dan anda harus fokus pada pemenuhan kebutuhan ditingkat atasnya.

Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu sebagai tingkat tinggi dan tingkat

rendah. Kebutuhan psikologis dan kebutuhan akan keamanan digambarkan

sebagai kebutuhan tingkat rendah sementara kebutuhan sosial, kebutuhan akan

penghargaan, dan aktualisasi diri digambarkan sebagai kebutuhan tingkat tinggi.

Pembedaan antara kedua tingkat itu berdasarkan alasan bahwa kebutuhan tingkat

tinggi dipenuhi dengan secara internal (dalam diri orang itu), sedangkan

kebutuhan tingkat rendah terutama dipenuhi secara eksternal (dengan upah,

kontrak serikat buruh, dan masa kerja, misalnya).

Teori kebutuhan Maslow telah memperoleh pengakuan luas, terutama pada para

manajer aktif. Ini karena teori tersebut berdasarkan logika yang intuitif dan mudah

dipahami. Tetapi sayangnya, secara umum riset tidak mensahihkan teori itu.

Maslow tidak memberikan pembenaran substansiasi empiris, sementara beberapa

studi yang berusaha mensahihkan teori itu tidak mendukung teori itu.

Teori-teori lama, terutama teori yang logis secara intuitif, rupanya tetap bertahan.

Walaupun teori hierarki kebutuhan dan terminologinya tetap popular di kalangan

manajer aktif, prediksi-prediksi itu kurang mendapat dukungan empiris. Lebih

spesifik, hanya ada sedikit bukti bahwa struktur kebutuhan itu terorganisasi

(14)

terpuaskan akan memotivasi. Atau, bahwa kebutuhan tertentu yang terpuaskan

akan mengaktifkan dorongan ke tingkat kebutuhan yang baru.

b. Teori X dan Teori Y

Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai

manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai dengan Teori X, dan

yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Menurut Robbins (2006:216)

Teori X adalah asumsi bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak

menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sedang Teori Y

adalah asumsi bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung

jawab, dan dapat menjalankan pengarahan-diri. Setelah mengkaji cara para

manajer menangani karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan

manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu, dan

menurut asumsi-asumsi ini, manajer cenderung menularkan cara berperilakunya

ke para bawahan.

Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang para manajer adalah sebagai

berikut:

1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan, bila dimungkinkan,

akan menghindarinya.

2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi,

atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.

3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan

(15)

4. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain

yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.

Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, McGregor

mencatat empat asumsi positif, yang disebutnya Teori Y:

1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama

dengan istirahat atau bermain.

2. Orang-orang akan melakukan penghargaan diri dan pengawasan diri jika

mereka memiliki komitmen pada sasaran.

3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan,

tanggung jawab.

4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke

semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisis

manajer.

Teori X mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat rendah mendominasi individu.

Teori Y mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat tinggi mendominasi individu.

McGregor sendiri menganut keyakinan bahwa asumsi Teori Y lebih sahih dari

pada Teori X. Oleh karena itu, ia mengusulkan ide-ide seperti pengambilan

keputusan partisipatif, pekerjaan yang bertanggung jawab dan menantang, dan

hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatan-pendekatan yang akan

(16)

B. Kepuasan Kerja

1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pada tingkat tertentu dapat mencegah karyawan untuk mencari

pekerjaan di perusahaan lain. Apabila karyawan di perusahaan tersebut

mendapatkan kepuasan, karyawan akan cenderung bertahan pada perusahaan

walaupun tidak semua aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja terpenuhi.

Karyawan yang memperoleh kepuasan kerja dari perusahaannya akan memiliki

rasa keterkaitan atau komitmen lebih besar kepada perusahaan dibanding

karyawan yang tidak puas. Dengan demikian beberapa ahli memberikan definisi

tentang kepuasan kerja.

Kepuasan kerja akan mendorong karyawan untuk berprestasi lebih baik. Prestasi

yang baik akan menimbulkan imbalan ekonomi dan psikologis yang lebih tinggi.

Apabila imbalan tersebut dipandang pantas dan adil maka timbul kepuasan yang

lebih besar karena karyawan merasa mereka mendapat imbalan yang sesuai

dengan prestasi atau kerja yang mereka hasilkan.

Menurut Robbins (2006: 179) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu

sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Sedang menurut Handoko

(1993: 193) menyatakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan

emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, serta bagaimana

karyawan memandang pekerjaan mereka. Dari dua pengertian tersebut, dapat

dipahami bahwa karyawan harus ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan

(17)

Jadi kepuasan kerja mengandung arti yang sangat penting, baik dari sisi pekerja

maupun perusahaan serta bagi masyarakat secara umum. Oleh karena itu maka

menciptakan keadaan yang bernilai positif dalam lingkungan kerja dalam suatu

perusahaan mutlak merupakan kewajiban dari setiap jajaran pimpinan perusahaan

yang bersangkutan.

2. Teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian

orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga

mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja.

Diantara teori kepuasan kerja adalah Two-factor theory dan Value theory.

a. Two-Factor Theory

Menurut Robbins dan Judge (2008:227) teori dua faktor adalah teori yang

menghubungkan faktor-faktor intrinsik dengan kepuasan kerja dan mengaitkan

faktor-faktor ekstrinsik dengan ketidakpuasan kerja. Teori dua faktor juga disebut

teori motivasi hygiene yang dikemukakan oleh seorang psikolog bernama

Frederick Herzberg. Dengan keyakinan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan

bisa sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan, Herzberg menyelidiki

pertanyaan tersebut, “Apa yang diinginkan individu dari pekerjaan-pekerjaan

mereka?” Ia meminta individu untuk mendeskripsikan, secara mendetail,

situasi-situasi di mana mereka merasa luar biasa baik atau buruk dengan

(18)

Dari respons-respons yang dikategorikan, Herzberg menyimpulkan bahwa

jawaban-jawaban yang diberi oleh individu ketika mereka merasa baik dengan

pekerjaan-pkerjaan mereka secara signifikan dari jawaban-jawaban yang

diberikan ketika mereka merasa buruk. Faktor-faktor intrinsik, seperti kemajuan,

pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian tampaknya berhubungan dengan

kepuasan kerja. Responden yang merasa baik dengan pekerjaan mereka cenderung

menghubungkan faktor-faktor ini dengan diri mereka sendiri. Namun,

responden-responden yang tidak puas cenderung menyebut faktor-faktor ekstrinsik, seperti

pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan kondisi-kondisi kerja.

Menurut Herzberg dalam Robbins dan Judge (2008:227) data tersebut

menunjukan bahwa lawan dari kepuasan bukanlah ketidakpuasan, seperti yang

pada umumnya kita ketahui. Menghilangkan karakteristik-karakteristik yang tidak

memuaskan dari suatu pekerjaan belum tentu membuat pekerjaan tersebut

memuaskan. Herzberg mengemukakan bahwa penemuannya menunjukan adanya

kesatuan rangkap: Lawan dari “Kepuasan” adalah “Bukan Kepuasan”, dan lawan

dari “Ketidakpuasan” adalah “Bukan Ketidakpuasan”.

Selain itu faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda

dari faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu,

manajer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan

ketidakpuasan kerja mungkin menghadirkan kenyamanan, namun belum tentu

motivasi. Sebagai hasilnya, kondisi-kondisi yang melingkungi pekerjaan seperti

kualitas pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, kondisi fisik

pekerjaan, hubungan dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan digolongkan

(19)

Selanjutnya Wibowo (2007:302) juga menerangkan teori dua faktor merupakan

teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan

dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kalompok variable yang

berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.

Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan kepuasan

apabila tersedia dan menimbulkan keridakpuasan apabila tidak ada pada teori ini,

ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi

kerja, pengupahan, keamanan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya

dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif,

dinamakan sebagai hygien atau maintenance factors.

Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri

atau hasil langsung dari padanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan,

peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan.

Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan

motivators.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting untuk diselidiki

karna terbukti besar manfaatnya baik bagi kepentingan pegawai, perusahaan atau

organisasi dan masyarakat. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan

menurut Hasibuan (2005:203) sebagai berikut:

1. Balas jasa yang adil dan layak

(20)

4. Suasana dan lingkungan pekerjaan

5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya

7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

C. Perilaku Individu

Perbedaan individu diutamakan dalam ilmu manajemen dan perilaku organisasi

karena sebuah alasan penting. Perbedaan individu memiliki dampak langsung

terhadap perilaku. Setiap orang merupakan pribadi yang unik berkat latar

belakang mereka, karakteristik individual, kebutuhan dan cara mereka

memandang dunia dan individu lain. Orang yang memandang berbagai hal secara

berbeda akan berperilaku secara berbeda. Orang yang memiliki sikap yang

berbeda akan memberikan respons yang berbeda terhadap perintah. Orang yang

memiliki kepribadian yang berbeda berinteraksi dengan cara yang berbeda dengan

atasan, rekan kerja, bawahan dan konsumen. Dengan jutaan cara yang berbeda,

perbedaan individu membentuk perilaku organisasi, dan pada akhirnya,

keberhasilan individu dan organisasi. Perbedaan individu misalnya, membantu

menjelaskan mengapa beberapa orang bersedia menerima perubahan dan beberapa

lainnya merasa takut terhadap perubahan. Juga mengapa beberapa karyawan

hanya produktif jika mereka diawasi dengan ketat, sedangkan yang lain justru

lebih produktif jika mereka tidak diawasi. Atau mengapa beberapa pekerja

mempelajari tugas baru lebih efektif dari yang lainnya. Semua aktivitas organisasi

selalu dipengaruhi oleh perbedaan individu.

1. Kemampuan

Menurut Robbin & Judge (2008: 57) kemampuan adalah kapasitas seorang

(21)

individu memiliki kekuatan dan kelemahandalam kemampuan yang

membuatnya relatif unggul atau kurang unggul dibandingkan individu lain

dalam melakukan tugas atau aktivitas tertentu.Dari sudut pandang manajemen,

masalah bukan pada apakah setiap individu memiliki kemampuan yang

berbeda. Tetapi isunya adalah mengetahui bagaimana setiap individu memiliki

kemampuan yang berbeda dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk

meningkatkan kemungkinan seseorang melakukan pekerjaannya dengan baik.

Kemampuan keseluruhan individu terdiri atas dua kelompok factor: intelektual

dan fisik.

2. Kemampuan Intelektual

Menurut Robbin & Judge (2008: 57) kemampuan intelektual adalah

kemampuan yang digunakan untuk melakukan berbagai macam aktivitas

mental, seperti berfikir, menalar dan memecahkan masalah. Individu dalam

sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang

tepat, pada nilai yang tinggi. Individu cerdas biasanya mendapatkan lebih

banyak uang dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Individu cerdas juga

juga lebih mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok.

3. Kemampuan Fisik

Menurut Robbin & Judge (2008: 57) kemempuan fisik adalah kemampuan

melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan dan

karakteristik serupa. Pada tingkat yang sama dimana kemampuan intelektual

memainkan sebuah peran yang lebih besar dalam pekerjaan kompleks dengan

(22)

bermakna penting bagi keberhasilan pekerjaan yang kurang membutuhkan

keterampilan dan lebih terstandar. Misalnya, pekerjaan-pekerjan yang

menuntut stamina, ketangkasan fisik, kekuatan kaki, atau bakat-bakat serupa

yang menumbuhkan manajemen untuk mengidentifikasi kemampuan fisik

seorang karyawan.

4. Kesesuaian Kemampuan dan Pekerjaan

Kita telah mengetahui bahwa pekerjaan menuntut hal yang berbeda-beda dari

setiap individu dan setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda.

Dengan demikian, kinerja karyawan akan meningkat bila terdapat kesesuaian

antara kemampuan dan pekerjaan yang tinggi.

Kemampuan intelektual atau fisiktertentu yang dibutuhkan untuk melakukan

pekerjaan dengan memadai bergantung pada persyaratan kemampuan dari

pekerjaan tersebut. Sebagai contoh, pilot pesawat terbang membutuhkan

kemampuan visualisasi spasial yang kuat, pekerja konstruksi di tempat yang

tinggi membutuhkan keseimbangan, dan jurnalis dengan kemampuan

penalaran yang rendah akan mungkin memperoleh kesulitan dalam memenuhi

standar kinerja pekerjaan minimum.

5. Karakteristk-Karakteristik Biografis

Karakteristik-karakteristik biografis merupakan karakteristik perseorangan

seperti usia, gender dan tingkat pendidikan yang diperoleh secara mudah

dan objektif dari arsip pribadi seseorang diantaranya sebaga berikut:

(23)

Robbin & Judge (2008: 65) menerangkan bahwa terdapat

kepercayaan luas bahwa produktivitas menurun seiring dengan

bertambahnya usia. Sering diasumsikan bahwa keterampilan

seorang individu khususnya kecepatan, kelincahan, kekuatan dan

koordinasi berkurang seiring waktu dan bahwa kebosanan secara

berkepanjangan dan kurangnya stimulasi intelektual terhadap

pekerjaan berkontribusi terhadap produktifitas yang menurun.

Tuntutan bagi sebagian pekerjaan dengan persyaratan tenaga kerja

manual yang berat, tidaklah cukup ekstrim sehingga penurunan

dalam keterampilan fisik yang berkaitan dengan usia memiliki

dampak pada produktivitas; atau, jika terdapat sedikit penurunan

yang dikarenakan usia, hal tersebut akan tergantikan oleh

keuntungan yang didapatkan oleh pengalaman.

 Jenis Kelamin (Gender)

Satu masalah yang tampak memang berbeda dalam hal gender,

khususnya saat karyawan memiliki anak yang masih dalam asuhan

orang tua. Ibu yang bekeja kemungkinan lebih memilih jadwal

kerja paruh waktu yang fleksibel dan telecommuting sebagai cara

untuk mengakomodasi tanggung jawab keluarga merka.

 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu tolak ukur seseorang

dalam menyesuaikan pekerjaan yang ingin dijalani. Seseorang

yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tentunya

(24)

tingkat pendidikannya. Sebaliknya orang yang memiliki tingkat

pendidikan yang rendah akan menyesuaikan pekerjaan yang tidak

banya menuntut kecerdasan dan keterampilan yang tinggi.

Sehingga mereka lebih memilih pekerjaan yang membutuhkan

keterampilan yang lebih standar yaitu pekerjaan yang lebih

mengutamakan kemampuan fisik.

D. Job Characteristic Model (JCM)

Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

kepuasan kerja karyawan. Menurut Robbins & Judge (2008: 268) model

karakteristik pekerjaan (job characteristics models) adalah suatu pendekatan

terhadap pemerkayaan jabatan (job enrichment) yang dispesifikasikan kedalam 5

dimensi karakteristik inti yaitu keragaman ketrampilan (skill variety), jati diri dari

tugas (task identity), signifikansi tugas (task significance), otonomi (autonomy)

dan umpan balik (feed back). Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek

besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang,

semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang

akan merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan

pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan

rasa kejenuhan atau kebosanan.

Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya

akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya

mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian desain kerja

(25)

karakteristik kerja ini akan mempengaruhi tiga keadaan psikologis yang penting

bagi karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul tanggung jawab akan

hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya, ketiga kondisi psikologis

ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas kinerja, kepuasan

kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.Rendahnya kepuasan kerja

dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti mangkir kerja, mogok kerja,

kerja lamban, pindah kerja dan kerusakan yang disengaja.

Dalam konsep JCM, setiap pekerjaan dapat dirumuskan dari segi lima dimensi

inti, sebagai berikut:

a. Keragaman keterampilan, tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memerlukan

serangkaian kegiatan agar karyawan dapat menggunakan sejumlah

keterampilan yang berbeda.

b. Identitas tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan menuntut suatu

penyelesaian suatu keseluruhan potongan kerja yang dapat diidentifikasi.

c. Signifikansi tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai dampak

besar terhadap kehidupan atau pekerjaan orang-orang lain.

d. Otonomi, derajat sejauh mana suatu pekerjaan memberi suatu kebebasan

berarti, kemandirian, dan keleluasaan kepada seseorang dalam menjadwal

pekerjaan itu dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan untuk

melaksanakannya.

e. Umpan balik, tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja yang

dituntut oleh suatu pekerjaan menyebabkan orang tersebut mendapat informasi

(26)

Menurut Robbins & Coulter (1999: 465) pada program JCM ini, ketiga dimensi

pertama itu yaitu keragaman keterampilan, identitas tugas, dan signifikansi tugas

bergabung untuk menciptakan pekerjaan yang bermanfaat. Apa yang

dimaksudkan ialah bahwa seandainya ketiga ciri ini ada dalam suatu pekerjaan,

kita dapat meramalkan bahwa orang tersebut akan memandang pekerjaannya

sebagai hal yang penting, berharga, dan pantas dikerjakan. Perhatikan pula bahwa

pekerjaan-pekerjaan yang memiliki otonomi akan memberi pelaksana pekerjaan

itu suatu perasaan tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya sehingga ia akan

memiliki perasaan puas akan pekerjaannya. Maka seandainya suatu pekerjaan

memberi umpan balik, karyawan itu akan tahu seberapa efektifnya dia bekerja.

Menurut Robbins & Coulter (1999: 466) Dari sudut pandang motivasi, JCM

mengemukakan bahwa imbalan-imbalan intrinsik (internal) diperoleh manakala

seorang karyawan belajar (mengetahui akan hasil-hasil melalui umpan balik)

bahwa dia secara pribadi (mengalami tanggung jawab melalui otonomi kerja)

telah bekerja dengan baik dalam sebuah tugas yang dianggapnya penting

(mengalami makna melalui keragaman keterampilan, identitas tugas, dan/atau

signifikansi tugas). Semakin ketiga kondisi ini mengkarakteristikan pekerjaan,

semakin besar motivasi kinerja dan kepuasan karyawan, dan semakin rendah

(27)

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat penggambaran Job Characteristics Model dalam Bagan 2.2 The Job Characteristics Model, sebagai berikut:

Pertumbuhan karyawan memerlukan kekuatan

Sumber: Robbin dan Judge (2008:270)

D. Memotivasi Karyawan Berketerampilan Rendah

Salah satu masalah motivasi yang paling menantang dalam industri adalah

bagaimana caranya memotivasi yang mendapat gaji rendah dan yang mempunyai

sedikit peluang untuk benar-benar meningkatkan upah mereka, baik dalam

pekerjaan mereka yang sekarang atau melalui promosi. Jabatan-jabatan ini

khususnya diisi oleh orang yang memiliki keterampilan dan pendidikan terbatas,

serta tingkat upah yang sedikit di atas upah minimum. Dimensi

Pekerjaan Inti

Keadaan Psikologis yang Menentukan

Pribadi dan Hasil Kerja Keragaman keterampilan Identitas tugas Arti (signifikansi) tugas Mengalami arti kerja

Motivasi kerja dari dalam yang tinggi

Otonomi

Umpan balik

Mengalami tanggung jawab akan hasil kerja

Mengetahui akan hasil sesungguhnya dari kegiatan kerja

(28)

Menurut Robbins (2006: 287) untuk mengatasi masalah seperti ini dapat

dilakukan melalui pendekatan tradisional untuk memotivasi orang-orang seperti

ini berfokus pada memberikan pekerjaan yang lebih luwes sesuai dengan

kemampuan dan keahlian mereka. Selain itu berilah sedikit perhatian dan

penghargaan atas hasil kerja karyawan yang baik dan bila perlu berilah sedikit

insentif tambahan atas prestasi kerja mereka, agar mereka termotivasi untuk lebih

giat dalam bekerja. Namun jika cara ini masih belum bisa mengatasi masalah ini

secara efektif, agaknya hal ini bisa diimbangi dengan perluasan jaringan

perekrutan, yang membuat pekerjaan-pekerjaan ini menjadi lebih menarik, dan

menaikan upah.

E. Memotivasi Karyawan Melakukan Tugas yang Terus Berulang

Rasa bosan dan stres dapat dialami oleh para karyawan yang melakukan pekerjaan

pekerjaan baku yang terus-menerus berulang. Memotivasi individu dalam

pekerjaan-pekerjaan ini dapat dipermudah melalui seleksi yang hati-hati. Menurut

Robbins (2006:288) setiap orang berada dalam toleransi mereka terhadap

ambiguitas. Banyak orang lebih menyukai pekerjaan yang memiliki jumlah

keragaman dan variasi yang minimal. Orang-orang tersebut lebih cocok dengan

pekerjaan-pekerjaan baku dari pada orang-orang yang memiliki kebutuhan yang

kuat akan pertumbuhan dan otonomi. Pekerjaan baku hendaknya menjadi yang

pertama-tama dipikirkan pada otomatisasi. Ini membantu menjelaskan motivasi

manajemen untuk menempatkan ATM di bank-bank, mesin soda swalayan di

(29)

Banyak pekerjaan baku, khususnya di sektor manufaktur, dibayar tinggi. Ini

membuatnya relatif mudah untuk mengisi lowongan. Meski upah yang tinggi

dapat mempermudah masalah perekrutan dan mengurangi keluar masuknya

karyawan, namun itu belum tentu menghasilkan pekerjaan yang bermotivasi

tinggi. Dalam kenyataannya, ada pekerjaan-pekerjaan yang memang tidak akan

berubah menjadi lebih menantang dan menarik untuk bisa dirancang ulang.

Beberapa tugas, misalnya, justru jauh efisien dilakukan dalam lini perakitan

daripada dalam tim. Ini menyisakan pilihan-pilihan yang terbatas. Kita mungkin

tidak mampu berbuat lebih banyak daripada sekadar mencoba untuk membuat

situasi yang buruk menjadi dapat ditolerir dengan menciptakan iklim kerja yang

lebih menyenangkan. Ini mungkin mencakup penyediaan lingkungan kerja yang

bersih dan menarik, waktu istirahat kerja yang cukup, peluang untuk sosialisasi

dengan rekan-rekan kerja selama istirahat, dan para penyelia yang memiliki

empati.

F. Pekerja/ Buruh di Sektor Informal 1. Pengertian Pekerja/ Buruh

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pengertian

pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain. Dalam hal ini upah adalah hak pekerja/buruh yang

(30)

pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut

suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk

tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa

yang telah atau akan dilakukan.

2. Sektor Informal

Nitisusastro (2010: 15) menjelaskan bahwa sektor informal adalah semua kegiatan

usaha yang tidak memiliki ikatan-ikatan organisatoris secara formal kelembagaan,

seperti mereka yang bekerja dikantor-kantor pemerintah, di badan usaha milik

negara, diperusahaan multinasional dan perusahaan besar lainnya atau tidak

serupa dengan organisasi perkantoran. Keberadaan dan kiprah sektor informal ini

sangat penting. Penyebab utama karena kebutuhan dan keinginan masyarakat

konsumen yang demikian banyak, demikian beragam, dan senantiasa berubah dan

tidak mungkin dikerjakan dan dijalankan sepenuhnya oleh sektor formal.

Demikian juga dengan komposisi kelas sosial ekonomi masyarakat yang didalam

pandangan konsep pemasaran menjadi segmen-segmen juga tidak mungkin dapat

dipenuhi oleh sektor formal. Pada segmen-segmen tertentu hanya dapat dipenuhi

dan dijawab oleh sektor informal. Apabila usaha informal diidentikan dengan

usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), agaknya tidak terlalu menyimpang

dengan kondisi yang sebenarnyayang ada dewasa ini.

1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

a. Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Menurut UU RI No.9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil yang dimaksudkan

(31)

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan serta kepemilikan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Sedangkan pengertian usaha

menengah menurut Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1995 adalah kegiatan

ekonomi rakyat yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan lebih besar dari pada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan

usaha kecil.

b. Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Kriteria usaha mikro menurut Peraturan Mentri Keuangan Nomer

12/PMK.06/2005 adalah sebagai berikut:

1. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) paling banyak Rp 100 juta.

2. Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

3. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak

langsung dengan perusahaan lain.

4. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang berbadan hukum

maupun yang tidak berbadan hukum, termasuk LKM (Lembaga Keuangan

Mikro), Koperasi dan BMT (Baitul Mal Tanwil).

Sedangkan kriteria Usaha Kecil sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha, atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) paling banyak Rp 1 milyar.

(32)

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak

langsung dengan perusahaan lain.

5. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang berbadan hukum

maupun yang tidak berbadan hukum, termasuk LKM (Lembaga Keuangan

Mikro), Koperasi dan BMT (Baitul Mal Tanwil).

Kriteria Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 10

Tahun 1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah:

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 200 juta, sampai dengan paling

banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

2. Milik Warga Negara Indonesia (WNI).

3.Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak

langsung dengan perusahaan lain.

4.Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang berbadan hukum

maupun yang tidak berbadan hukum, termasuk LKM (Lembaga Keuangan

Mikro), Koperasi dan BMT (Baitul Mal Tanwil).

G. Serikat Pekerja

Hak dan kewajiban pekerja atau buruh telah diatur dan dilindungi oleh

Undang-Undang salah satunya yaitu hak untuk berserikat atau membentuk serikat kerja.

Serikat pekerja ini dibentuk guna melindungi hak-hak pakerja/buruh jika

mendapat perlakuan yang kurang adil atau terdapat kebijakan-kebijakan dari

(33)

serikat buruh sendiri menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk

pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,

terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,

membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan

kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Kesejahteraan pekerja atau kesejahteraan buruh sendiri menurut Undang-Undang

RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah suatu pemenuhan

kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di

dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung

dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan

sehat.

H. Kerangka Pemikiran

Robbin dan Judge (22008:107) telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu

perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah

evaluasi karakteristiknya. Definisi ini benar-benar merupakan sebuah definisi

yang sangat luas. Namun, ini melekat pada konsep tersebut. Ingat pekerjaan

seseorang lebih dari sekedar aktivitas mengatur kertas, menulis kode program,

menunggu pelanggan, atau mengendarai sebuah truk. Setiap pekerjaan menuntut

interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan

kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja,

menerima kondisi-kondisi kerja yang acap kali kurang ideal dan lain-lain. Ini

(34)

puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sebuah elemen

pekerjaan yang berlainan. Hal inilah yang ingin coba peneliti ketahui tentang

kepuasan kerja buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah.

Dalam hal ini peneliti mencoba melakuakn evaluasi tentang kepuasan kerja buruh

dengan menggunakan pendekatan job characteristics model untuk mengetahui

bagaimana kepuasan kerja para buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo

Lampung Tengah.

Melalui pendekatan job characteristics model, pekerjaan dideskripsikan dalam

lima dimensi pekerjaan utama, diantaranya:

1. Keragaman keterampilan, tingkat sejauh mana suatu pekerjaan

memerlukan serangkaian kegiatan agar karyawan dapat menggunakan

sejumlah keterampilan yang berbeda.

2. Identitas tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan menuntut suatu

penyelesaian suatu keseluruhan potongan kerja yang dapat diidentifikasi.

3. Signifikansi tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai

dampak besar terhadap kehidupan atau pekerjaan orang-orang lain.

4. Otonomi, derajat sejauh mana suatu pekerjaan memberi suatu kebebasan

berarti, kemandirian, dan keleluasaan kepada seseorang dalam menjadwal

pekerjaan itu dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan untuk

melaksanakannya.

5. Umpan balik, tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja

yang dituntut oleh suatu pekerjaan menyebabkan orang tersebut mendapat

(35)

Kelima dimensi atau karakter dasar pekerjaan di atas selanjutnya dapat

dipergunakan untuk memprediksikan bagaimana seseorang memandang

pekerjaannya, yaitu dengan menghubungkan karakter-karakter itu dengan kondisi

psikologis kritis.

Apabila karakter pertama, ke dua dan ke tiga terdapat dalam suatu pekerjaan,

maka individu yang melaksanakan pekerjaan itu akan mengalami perasaan berarti

(meaningful), selanjutnya karakter ke empat akan mendorong perasaan tanggung

jawab pada pelaksananya, sedangkan karakter ke lima memberikan pengetahuan

tentang hasil pekerjaan yang dilaksanakan. Semakin besar ketiga kondisi ini ada

dalam suatu pekerjaan, maka semakin besar motivasi, kinerja dan kepuasan kerja

dan semakin rendahnya tingkat ketidakhadiran (absenteism) individu

pelaksananya.

Dengan menggunakan pendekatan job characteristics model tersebut diharapkan

dapat memberikan gambaran tentang bagaimana kepuasan kerja buruh pada

perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah. Apakah para buruh

(36)

Secara garis besar, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada

[image:36.595.127.510.189.400.2]

bagan kerangka pemikiran berikut ini:

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran

Teori Job Characteristics Model (JCM): 1. Keragaman keterampilan

2. Identitas tugas 3. Signifikansi tugas 4. Otonomi

5. Umpan balik

Hasil Situasi Masalah (Kepuasan Kerja)

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan metode kualitatif.

Dalam Moleong (2004:3), metode kualitatif yang didefinisikan oleh Bodgandan

Taylor adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat

diamati. Nawawi dan Martini (1996:73) mengemukakan bahwa data atau fakta

yang ditemukan harus diberi arti dengan tidak sekedar menyajikan dalam bentuk

deskriptif. Dengan kata lain, metode deskriptif bermaksud untuk melakukan

representasi objektif mengenai gejala-gejala yang terdapat didalam masalah

penelitian. Representasi itu dilakukan dengan mendeskripsikan gejala-gejala

sebagai data atau fakta sebagaimana adanya.

Penelitian kualitatif menurut Satori dan Komariah (2010:22) adalah penelitian

yang menekankan pada kualitas atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang

atau jasa. Hal yang terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian,

fenomena atau gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat

dijadikan pelajaran berharga bagi suatu pengembangan konsep teori. Jangan

sampai suatu yang berharga tersebut berlalu bersama waktu tanpa meninggalkan

manfaat. Penelitian kualitatif dapat didesain untuk member sumbangannya

(38)

Dalam penelitian kualitatif, data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi

sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang

mengandung makna dibalik yang terucap dan terlihat tersebut. Metode penelitian

kualitatif sangat relevan digunakan dalam penelitian ini, karena tujuan penelitian

ini untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja pada buruh perusahaan genting

berdasarkan perspektif JCM (Job Caracteristic Model).

B. Lokasi Penelitian

Dalam menentukan lokasi penelitian Moleong (2004:86) menyatakan cara terbaik

ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori subtantif dan menjajaki lapangan

untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan sementara itu

keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu juga dijadikan

pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Kalirejo, tepatnya di dusun 2 RT 7

desa Kalirejo kecamatan Kalirejo Lampung Tengah. Peneliti memilih lokasi ini

dengan pertimbangan di daerah tersebut terdapat usaha rumahan pembuatan

genting yang telah berjalan cukup lama. Selain itu ada banyak usaha sejenis di

daerah tersebut sehingga memungkinkan untuk melakukan penelitian yang lebih

mendalam karena akan banyak terdapat pembanding dan data yang didapat.

C. Fokus Penelitian

Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun maksud

dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus yaitu

pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi; kedua, penetapan fokus

(39)

inclusion-exlusion criteria) atau informasi baru yang diperoleh di lapangan sebagaimana

dikemukakan Moleong (2004:93-94). Dalam metode kualitatif, fokus penelitian

berguna untuk membatasi bidang inquiry. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti

akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh dilapangan. Oleh karena itu

fokus penelitian akan berperan sangat penting dalam memandang dan

mengarahkan penelitian.

Fokus penelitian bersifat tentatif seiring dengan perkembangan penelitian.

Moleong (2004:237) menyatakan bahwa fokus penelitian dimaksudkan untuk

membatasi studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih data

yang relevan dan yang baik. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan

penelitian pada kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif JCM (Job

Caracteristics Model) dengan studi kasus pada buruh perusahaan genting didusun

2 RT 7 Kalirejo Kec. Kalirejo Lampung Tengah. Aspek-aspek yang menjadi

fokus penelitian ini adalah:

1. Kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif Job Characteristics

Model (JCM). Dimana dalam JCM akan diidentifikasi ke dalam lima

karakteristik utama pekerjaan, diantaranya:

a. Keragaman Keterampilan

Tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memerlukan serangkaian kegiatan

agar karyawan dapat menggunakan sejumlah keterampilan yang berbeda.

b. Identitas tugas

Derajat sejauh mana suatu pekerjaan menuntut suatu penyelesaian

keseluruhan potongan kerja yang dapat diidentifikasi (seberapa banyak

(40)

c. Signifikansi tugas

Derajat sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai dampak besar terhadap

kehidupan atau pekerjaan orang-orang lain.

d. Otonomi

Derajat sejauh mana suatu pekerjaan member kebebasan berarti,

kemandirian, dan keleluasaan kepada seseorang dalam menjadwal

pekerjaan itu dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan untuk

melaksanakannya.Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam

menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu

menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan

pekerjaan, dengan demikian desain kerja yang berbasis ekonomi ini

merupakan fungsi dan faktor pribadi.

e. Umpan Balik

Tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja yang dituntut

oleh suatu pekerjaan menyebabkan orang tersebut mendapat informasi

yang langsung dan jelas mengenai efektivitas kinerjanya.Pemahan pekerja

akan hasil dan efektivitas kinerja atas pekerjaan yang telah dijalankan

secara langsung.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang akan dikumpulkan melalui penelitian ini meliputi:

a. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara

(41)

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, hasil observasi

terhadap suatu objek benda, kejadian atau kegiatan, dan data mengenai

segala hal berkaitan dengan Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan

Perspektif Job Characteristics Model (JCM) pada perusahaan genting

di Desa Kalirejo Lampung Tengah.

b. Data sekunder adalah merupakan sumber data primer yang telah diolah

lebih lanjut, baik oleh pengambil data primer atau oleh pihak lain.

Pada penelitian ini, data bisa diperoleh berupa data-data tertulis seperti

monografi, laporan kegiatan, notulensi rapat, berita acara

kegiatan,surat-surat keputusan yang dapat digunakan sebagai informasi

pendukung dalam analisis data primer.

2. Sumber Data

Menurut Satori dan Komariah (2010:50) dalam penentuan sumber data

pada penelitian kualitatif pada umumnya dilakukan secara purposive.

Menurut Ferdinand (2006:195) purposive sampling adalah penentuan

sampel dimana peneliti memilih sampel secara subjektif. Pemilihan

sampel ini dilakukan karena mungkin saja peneliti telah memahami bahwa

informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari satu kelompok sasaran

tertentu yang mampu memberikan informasi yang dikehendaki karena

mereka memang memiliki informasi seperti itu dan mereka memenuhi

kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Sedang menurut Satori dan

Komariah (2010:47) purposive sampling adalah menentukan subjek atau

(42)

ditetapkan tempat yang dituju. Dengan menggunakan pertimbangan

pribadi yang sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek/objek

sebagai unit analisis. Peneliti memilih unit analisis tersebut berdasarkan

kebutuhan dan menganggap bahwa unit analisis tersebut representatif.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti menentukan kriteria sumber data

[image:42.595.110.495.262.315.2]

atau informan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Informan

Usia Status Lama Bekerja Pekerjaan

> 20 tahun Menikah ≥ 3 tahun Buruh Perusahaan Genting

Peneliti, dalam melakukan penelitian kualitatif mempelajari secara inten

situasi sosial yang terjadi pada objek penelitiannya. Objek penelitian

dalam penelitian kualitatif ini tidak dibatasi dengan banyaknya atau

jumlah responden. Penelitian dapat dilakukan terhadap (hanya) seorang

objek penelitian saja. Banyak penelitian kualitatif yang dilakukan terhadap

objek penelitian yang dilakukan dengan hanya melakukan wawancara

secara mendalam terhadap seseorang. Dengan pertimbangan bahwa

seseorang tersebut merupakan seseorang yang mempunyai karakteristik

spesifik yang perlu mendapat perhatian. Perlu diingat bahwa penelitian

kualitatif tidak dapat digeneralisasikan. Namun, dapat digunakan sebagai

rujukan bagi penelitian dengan situasi sosial yang sama di tempat yang

berbeda dengan menggunakan metode yang sama (Satori dan Komariah,

(43)

a. Informan

Adalah orang-orang yang benar-benar terlibat dan menjalani profesi

sebagai buruh perusahaan genting yang ada di Desa Kalirejo Lampung

Tengah.

Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian

No Nama Jenis

Kelamin

Usia Status Lama Bekerja

Pekerjaa n 1 Nani Wijayanti perempuan 30 tahun menikah 3 tahun Buruh 2 Deden Laki-laki 30 tahun menikah 4 tahun buruh

b. Peristiwa atau kejadian-kejadian

Adalah peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada pelaksanaan

kegiatan kerja buruh yang berkaitan dengan kepuasan kerja. Peneliti

dapat memperolehnya melalui wawancara dan penelusuran peristiwa

atau kejadian yang merupakan hasil pengamatan peneliti secara

langsung di lapangan maupun di perusahaan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis ambil dalam melakukan penelitian

ini adalah dengan cara:

1. Penelitian Lapangan

Yaitu penelitian langsung pada objek yang akan diteliti, dalam hal ini

Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristics

Model (JCM) pada Perusahaan Genting di Desa Kalirejo Lampung

Tengah. Kemudian mengumpulkan data dan keterangan yang

(44)

Pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Wawancara mendalam (in depth interview)

Teknik ini dilakukan untuk menjaring data-data primer yang

berkaitan dengan fokus penelitian. Wawancara mendalam akan

dilakukan baik secara terstruktur dengan menggunakan panduan

wawancara (interview guide) maupun wawancara bebas bersamaan

dengan observasi. Instrumen yang akan digunakan dalam

wawancara ini adalah tipe tape recorder, yang dilengkapi dengan

catatan-catatan kecil peneliti untuk memperoleh data yang

berhubungan dengan pembahasan masalah.

b. Observasi/ Pengamatan

Teknik ini digunakan untuk merekam data-data primer yang berupa

peristiwa atau situasi sosial tertentu pada lokasi penelitian, yang

berhubungan dengan fokus penelitian. Adapun instrument yang

digunakan adalah catatan-catatan lapangan yaitu melakukan

penelitian dan pengamatan secara langsung kepada objek yang

diteliti.

2. Penelitian Kepustakaan

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari literature-literatur

yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2008: 246) analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan

(45)

dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis

terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah

dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan

lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Milles dan

Hubberman dalam Sugiyono (2008: 246), mengungkapkan bahwa aktivitas dalam

menganalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara

terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Dalam penelitian ini

digunakan teknik analisis data dengan model interkatif, yaitu meliputi

langkah-langkah berikut: reduksi data, penyajian data, penyimpulan dan verifikasi (Miles

dan Hubberman, 1992: 16-20).

a. Reduksi Data

Merupakan proses penelitian, pemusatan penelitian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus

selama penelitian berlangsung. Secara teknis, pada kegiatan reduksi data

ini data-data yang dikumpulkan dari lokasi penelitian akan diorganisir ke

dalam sebuah “matriks analisis data”, yang meliputi unsur-unsur fokus

penelitian, substansi data, katagori data, dan meaning (pemaknaan)

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

(46)

Pada penelitian ini, secara teknis data-data yang telah terorganisir ke

dalam matriks analisis data akan disajikan kedalam bentuk teks naratif.

c. Penarikan Kesimpulan

Merupakan sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.

Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Secara teknis proses penarikan kesimpulan dalam penelitian ini akan

dilakukan dengan cara mendiskusikan data-data empiris hasil penemuan di

lapangan dengan teori-teori yang disusun dalam bab tinjauan pustaka usul

penelitian ini, ataupun teori-teori lain yang relevan dengan permasalahan

penelitian yang akan ditemukan kemuadian. Verifikasi data dalam

penelitian ini dilakukan secara terus-menerus selama proses penelitian

berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama pengumpulan

data, peneliti menganalisis dan mencari makna dari data yang

dikumpulkan, yakni dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan,

hal-hal yang sering timbul dan sebagainya, yang dituangkan dalam kesimpulan

yang masih bersifat tentatif dan melibatkan interpretasi sendiri.

G. Teknik Keabsahan Data

Suatu penelitian harus mengandung nilai terpercaya dan peneliti harus mampu

mempertanggungjawabkan penelitiannya dan meyakinkan kepada khalayak

bahwa kebenaran hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan. Menurut

Satori dan Komariah (2010: 163) pertanggung jawaban penelitian kualitatif

berada pada cara-cara memperoleh kepercayaan suatu penelitian yang mana

(47)

yang konsisten. Pada penelitian ini pemeriksaan keabsahaan data akan mengacu

pada kriteria-kriteria sebagai berikut: kredibilitas, keteralihan, kebergantungan,

dan kepa

Gambar

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran
Tabel 3.1 Kriteria Informan

Referensi

Dokumen terkait