ABSTRCT
Job Satisfaction Labor Besed Job Characteristic Model (JCM) Perspective On Roof Tile Factory In Kecamatan Kalirejo Central Lampung
By
AGUS NURZAMAN
The goal of this research was to know how job satisfaction to the labors of roof-tile factory which exists in Kalirejo, Central Lampung. The type of this research used descriptive by qualitative approach. The location of this research was Dusun 02 RT 07 Kalirejo, Central Lampung.
Job satisfaction is one of the things that are hoped by every labor, even formal labor and also informal labor. In this thing, the research was focused to the informal labor that is labors of roof-tile factory. By using Job Characteristic Model (JCM) perspective, it is hoped that it can give clear description about work satisfaction to the informal labor especially labors of roof-tile factory in Kalirejo. Because Job Characteristic Model (JCM) does not only see the job satisfaction achievement from the material but it emphasizes in the work aspect itself. Data Collecting Technique in this research was by using deeply interview to the informant they were labors itself.
Result of this research showed that based on Job Characteristic Model (JCM) perspective, the labors of roof-tile factory felt quite motivated so far to the job they do this time. This thing seemed from positive respond that was given by labors of roof-tile factory to the 3 of 5 Job Characteristic Model (JCM) indicators they are significant assignment, autonomy and feed back.
ABSTRAK
Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristic Model (JCM) Pada Perusahaan Genting di Kecamatan Kalirejo Lampung tengah
Oleh
Agus Nurzaman
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja pada buruh perusahaan genting yang ada di Desa Kalirejo Lampung Tengah. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ini tepatnya dilakukan di Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah.
Kepuasan kerja merupakan salah satu hal yang diharapkan oleh pekerja, baik pekerja formal maupun informal. Dalam hal ini penelitian difokuskan pada pekerja informal yaitu buruh perusahaan genting. Dengan menggunakan perspektif Job Characteristic Model (JCM), diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kepuasan kerja pada buruh informal khususnya buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo. Karena Job Characteristic Model (JCM) tidak hanya melihat pencapaian kepuasan kerja dari segi materi saja, tetapi lebih menitik beratkan dalam aspek pekerjaan itu sendiri. Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam terhadap informan yaitu buruh perusahaan genting itu sendiri.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan perspektif Job Characteristic Model (JCM), para buruh perusahaan genting sejauh ini merasa cukup termotivasi terhadap pekerjaan yang mereka jalani saat ini. Hal ini terlihat dari respon positif yang diberikan oleh para buruh perusahaan genting terhadap 3 dari 5 indikator Job Characteristic Model, yaitu signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap perusahaan baik perusahaan besar, UMKM, swasta maupun pemerintah
mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan
utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan. Perusahaan yang siap bersaing
harus memiliki manajemen yang efektif karena dengan manajemen pencapaian
tujuan akan lebih mudah.
Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan manusia sangat beraneka ragam, baik jenis
maupun tingkatnya, bahkan manusia memiliki kebutuhan yang cenderung tak
terbatas. Artinya, kebutuhan selalu bertambah dari waktu ke waktu dan manusia
selalu berusaha dengan segala kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan
tersebut. Kebutuhan manusia diartikan sebagai segala sesuatu yang ingin
dimilikinya, dicapai dan dinikmati. Dengan demikian, manusia terdorong untuk
melakukan aktivitas yang disebut dengan kerja. Meskipun tidak semua aktivitas
dikatakan kerja.
Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempat
kerjanya atau pekerjaannya. Sebab kepuasan kerja akan mempengaruhi
produktivitas yang sangat diharapkan oleh perusahaan atau pemiliknya.
yang tidak puas merupakan suatu ajaran dasar di antara para manajer selama
bertahun-tahun.
Banyak sekali masalah atau kasus perselisihan antara pekerja atau buruh dan
pihak perusahaan yang sebagian besar pokok permasalahannya adalah
ketidakpuasan dalam bekerja. Serikat kerja mengadakan demo mogok kerja
menuntut kenaikan gaji dan tunjangan lainnya merupakan suatu permasalahan
yang umumnya sering terjadi di perusahaan-perusahaan besar saat ini. Hal
tersebut merupakan salah satu contoh kasus akibat ketidakpuasan dalam bekerja
yang dialami oleh para pekerja atau buruh. Hal tersebut wajar terjadi karena
kurangnya perhatian pihak perusahaan dalam memperhatikan kesejahteraan nasib
buruh saat ini.
Sebagaimana diketahui, dampak tekanan ekonomi saat sekarang ini makin
dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke
bawah yang salah satunya bagi masyarakat yang berprofesi sebagai buruh.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Mereka yang
berpenghasilan pas-pasan bahkan dibawah upah minimum harus tetap terus
berjuang mempertahankan kelangsungan hidupnya. Maka wajar bila terjadi
pemogokan kerja atau aksi demo para buruh menuntut peningkatan kesejahteraan
apabila pihak perusahaan kurang pemperhatikan karyawannya dalam hal kepuasan
Kepuasan kerja merupakan suatu hal yang penting bagi pekerja atau buruh dalam
menjalankan pekerjaannya. Pengertian kepuasan kerja adalah sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah
penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya
mereka terima (Stephen Robbins, 2001: 30). Greenberg dan Baron dalam Wibowo
(2007: 299) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif
yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka. Seseorang dengan tingkat
kepuasan yang tinggi akan bersikap positif terhadap kerja itu, sedangkan
seseorang yang tingkat kepuasannya rendah atau tidak puas dengan pekerjaannya
menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.
Sama halnya dengan orang-orang yang bekerja di sektor formal, orang yang
bekerja sebagai buruh disektor informal juga dapat merasakan adanya kepuasan
dalam bekerja. Walaupun kadang kala banyak di antara mereka yang kurang
mendapatkan perhatian dalam hal kepuasan kerja dari pemilik usaha atau tempat
kerja mereka. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan permasalahan yang
dihadapi oleh pekerja atau buruh di sektor informal.
Belum adanya peraturan serta perundang-undangan yang jelas mengenai
perlindungan buruh di sektor informal, mengakibatkan pekerja atau buruh rentan
mengalami pelanggaran hak serta eksploitasi oleh pemilik usaha atau perusahaan.
Permasalahan yang sering terjadi adalah rendahnya tingkat upah, jam kerja yang
panjang, tidak adanya jaminan kesejahteraan serta tidak adanya perjanjian/
kontrak kerja yang jelas secara tertulis sehingga pemilik usaha dapat leluasa
Selain itu tidak adanya kontrol seperti serikat kerja menjadikan posisi tawar buruh
menjadi lemah. Sehingga setiap terjadi permasalahan lebih banyak diselesaikan
secara kekeluargaan walaupun kadang kala merugikan buruh. Kondisi ini tentunya
sangat berbeda dengan buruh di sektor formal yang telah memiliki jaminan
perlindungan dan kesejahteraan dari pemerintah. Hal inilah yang menjadi latar
belakang ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan
kepuasan kerja buruh di sektor informal.
Banyak pendapat yang memaknai kepuasan kerja dapat diperoleh dari segi materi.
Namun ada beberapa pandangan yang memaknai kepuasan kerja tidak hanya dari
segi materi, salah satunya yaitu pandangan yang diungkapkan oleh Karl Marx
dalam Frans Magnis Suseno (1999:87) bahwa dengan pekerjaan, manusia dapat
membuat dirinya menjadi nyata. Makna pekerjaan itu tercermin dalam perasaan
bangga. Keringat yang tercurah tidak berarti apapun ketika dihadapkan dengan
kebanggaan melihat hasil pekerjaannya. Pekerjaan membuktikan pada manusia
bahwa dirinya tidak sedang berhayal, melainkan nyata.
Disamping itu melalui pekerjaan, manusia membuktikan dirinya sebagai makhluk
sosial. Tidak mungkin manusia menghasilkan sendiri apa saja yang
dibutuhkannya. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, manusia
membutuhkan bantuan orang lain, begitu juga sebaliknya. Jadi, hasil pekerjaan
seseorang dapat memenuhi kebutuhan orang lain dan pekerjaan itu juga dapat
menjadikan orang lain gembira. Sebaliknya, orang lain akan mengakui seseorang
berarti ketika mengetahui bahwa dirinya berarti bagi orang lain. Ternyata ia
mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan orang lain.
Berdasarkan pendapat Marx tersebut, kiranya dapat dipahami bahwa kepuasan
seseorang dalam kaitannya dengan pekerjaannya timbul manakala pekerjaaan itu
mampu membuktikan serta menunjukan eksistensinya di tengah masyarakat serta
mampu membuktikan bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas
dari manusia lainnya.
Untuk itulah dalam hal ini peneliti menggunakan perspektif Job Characteristics
Model (JCM) yang dikembangkan oleh Hackman dan Oldham untuk melakukan
analisis terhadap kepuasan kerja pada buruh di sektor informal. Job
characteristics model (JCM) melakukan pendekatan terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja atau buruh itu sendiri. Di mana JCM mendeskripsikan
pekerjaan ke dalam lima dimensi pekerjaan utama yaitu keanekaragaman
keterampilan, identitas tugas, arti tugas, otonomi dan umpan balik. Menurut
Robbin dan Judge (2008:270) dari kelima dimensi pekerjaan utama tersebut
nantinya akan menimbulkan tiga keadaan psikologis yang penting yaitu
merasakan pekerjaan yang berarti, tanggung jawab akan hasil kerja, dan
pengetahuan akan hasil kerja. Selanjutnya semakin tersedianya ketiga keadaan
psikologis ini, semakin besar motivasi, kinerja dan kepuasan kerja karyawan.
Kaitannya dengan paparan di atas tentang kepuasan kerja bagi pekerja atau buruh,
di Desa Kalirejo tepatnya di Dusun 2 RT 7 Kalirejo Kec. Kalirejo Lampung
Tengah terdapat usaha pembuatan genting yang cukup berkembang, Rata-rata
pengusaha genting yang menjalankan usaha ini, mereka menjalankan usaha
mereka di rumah mereka masing-masing dengan memperkerjakan tiga sampai
enam orang karyawan. Jumlah pengusaha tersebut mengalami peningkatan jika
dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu. Hal ini menunjukan bahwa ada
peningkatan jumlah pengusaha genting di desa ini.
Tabel 1.1 Data Jumlah Perusahaan dan Pekerja/ Buruh Perusahaan Genting di Dusun 2 RT 7 Kalirejo Kec. Kalirejo Lampung Tengah pada Oktober 2011.
Jumlah Perusahaan Genting Jumlah pekerja/Buruh
33 perusahaan 129 orang
Sumber: Data diolah 2012.
Peningkatan jumlah tersebut memberikan dampak yang positif bagi lingkungan
sekitar. Hal tersebut dapat dilihat dari berkurangnya jumlah pengangguran
khususnya di daerah industri genting tersebut, hingga kadang kala pemilik atau
pengusaha genting kesulitan dalam mendapatkan tenaga kerja sehingga harus
mencari atau mendatangkan tenaga kerja dari desa tetangga. Tenaga kerja yang
umumnya disebut buruh di daerah ini ada dua macam, yaitu buruh tetap dan buruh
tidak tetap.
Buruh tetap adalah buruh yang bekerja menetap atau terikat pada satu tempat
kerja atau pemilik usaha setiap harinya. Biasanya terdapat targetan produksi tiap
harinya yang telah ditetapkan walaupun tidak dipaksakan oleh pemilik usaha.
Sedangkan buruh tidak tetap adalah buruh yang bekerjanya tidak terikat atau tidak
menetap pada satu tempat kerja atau pemilik usaha. Mereka bekerja apa saja yang
Bahkan kadang kala penghasilan mereka bisa lebih besar dari penghasilan buruh
tetap perharinya. Hal ini dikarenakan mereka dapat bekerja lebih dari satu tempat
atau pekerjaan dalam satu harinya. Banyak diantara mereka yang telah bekerja
cukup lama sebagai buruh, baik buruh tetap maupun buruh tidak tetap atau
serabutan. Dan sebagian besar dari mereka telah berumah tangga memiliki
tanggungan istri dan anak dengan hanya mengandalkan pekerjaan sebagai buruh.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam
tentang kepuasan kerja bagi pekerja atau buruh. Selain itu juga masih terbatasnya
penelitian mengenai kepuasan kerja pada pekerja di sektor informal khususnya
pekerja atau buruh di sektor informal, membuat penulis tertarik untuk meneliti
lebih jauh tentang permasalahan ini. Karena dari penelitian yang sudah ada
kebanyakan meneliti tentang kepuasan kerja karyawan di sektor formal.
Melihat kenyataan tersebut maka peneliti tertarik dan ingin mengkaji lebih
mendalam mengenai “KEPUASAN KERJA BURUH BERDASARKAN PERSPEKTIF JOB CHARACTERISTIC MODEL (JCM) PADA PERUSAHAAN GENTING DI KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH”.
B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif Job
C.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah yang telah
penulis kemukakan di atas adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif Job
Characteristics Model (JCM).
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:
1. Manfaat teoritis
Untuk menambah wawasan tentang kepuasan kerja di sektor informal terkait
dengan upaya pengembangan sumber daya manusia.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi
pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung tertarik pada masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Menurut Robbins dan Coulter (1999: 458) motivasi adalah kerelaan untuk
melakukan usaha-usaha tingkat tinggi guna mencapai tujuan-tujuan organisasi,
dipersaratkan oleh kemampuan usaha tadi untuk memuaskan kebutuhan individu
tertentu. Sedang Robbins (2006: 213) mendevinisikan motivasi sebagai proses
yang ikut menetukan intensitas, arah, dan ketentuan individu dalam usaha
mencapai sasaran. Meski motivasi umum terkait dengan upaya kea rah sasaran
apa saja, tetapi disini sasaran itu adalah tujuan organisasi agar mencerminkan
minat tunggal terhadap perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tiga unsur dalam definisi motivasi adalah intensitas, arah, dan berlangsung lama.
Intensitas terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Ini adalah unsur yang
mendapat perhatian yang paling besar bila berbicara tentang motivasi. Akan
tetapi, intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang
diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan
organisasi. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan kualitasupaya itu
maupun intensitasnya. Upaya yang diarahkan ke sasaran dan konsisten dengan
motivasi memiliki dimensi berlangsung lama. Ini adalah ukuran tentang berapa
lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Individu-individu yang
termotivasi tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk
mencapai sasaran mereka (Robbins, 2006:214).
2. Teori Motivasi
a. Teori Hierarki Kebutuhan
Munkin bisa dikatakan bahwa teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki
kebutuhan yang diungkapkan oleh Abraham Maslow. Hipotesisnya mengatakan
bahwa di dalam diri setiap manusia bersemayam lima jenjang kebutuhan, yaitu
sebagai berikut:
1. Psikologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan
perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lainnya.
2. Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian
fisik dan emosional.
3. Sosial: mencakup kasih sayang, rasa memiliki, diterima-baik, dan
persahabatan.
4. Penghargaan: mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri,
otonomi, dan prestasi; serta faktor penghormatan dari luar seperti misalnya
status, pengakuan, dan perhatian.
5. Aktualisasi diri: yaitu dorongan untuk menjadi seseorang/ sesuatu sesuai
dengan ambisinya, yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan
pemenuhan kebutuhan diri.
Begitu masing-masing kebutuhan ini terpenuhi secara substansial,maka kebutuhan
mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang dipenuhi sepenuhnya,
namun kebutuhan tertentu yang telah dipuaskan secara substansial tidak lagi
menjadi pendorong motivasi. Jadi jika anda ingin memotivasi seseorang, menurut
Maslow, anda perlu memahami sedang berada di anak tangga manakah orang
tersebut dan anda harus fokus pada pemenuhan kebutuhan ditingkat atasnya.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu sebagai tingkat tinggi dan tingkat
rendah. Kebutuhan psikologis dan kebutuhan akan keamanan digambarkan
sebagai kebutuhan tingkat rendah sementara kebutuhan sosial, kebutuhan akan
penghargaan, dan aktualisasi diri digambarkan sebagai kebutuhan tingkat tinggi.
Pembedaan antara kedua tingkat itu berdasarkan alasan bahwa kebutuhan tingkat
tinggi dipenuhi dengan secara internal (dalam diri orang itu), sedangkan
kebutuhan tingkat rendah terutama dipenuhi secara eksternal (dengan upah,
kontrak serikat buruh, dan masa kerja, misalnya).
Teori kebutuhan Maslow telah memperoleh pengakuan luas, terutama pada para
manajer aktif. Ini karena teori tersebut berdasarkan logika yang intuitif dan mudah
dipahami. Tetapi sayangnya, secara umum riset tidak mensahihkan teori itu.
Maslow tidak memberikan pembenaran substansiasi empiris, sementara beberapa
studi yang berusaha mensahihkan teori itu tidak mendukung teori itu.
Teori-teori lama, terutama teori yang logis secara intuitif, rupanya tetap bertahan.
Walaupun teori hierarki kebutuhan dan terminologinya tetap popular di kalangan
manajer aktif, prediksi-prediksi itu kurang mendapat dukungan empiris. Lebih
spesifik, hanya ada sedikit bukti bahwa struktur kebutuhan itu terorganisasi
terpuaskan akan memotivasi. Atau, bahwa kebutuhan tertentu yang terpuaskan
akan mengaktifkan dorongan ke tingkat kebutuhan yang baru.
b. Teori X dan Teori Y
Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai
manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai dengan Teori X, dan
yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Menurut Robbins (2006:216)
Teori X adalah asumsi bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak
menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sedang Teori Y
adalah asumsi bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung
jawab, dan dapat menjalankan pengarahan-diri. Setelah mengkaji cara para
manajer menangani karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan
manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu, dan
menurut asumsi-asumsi ini, manajer cenderung menularkan cara berperilakunya
ke para bawahan.
Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang para manajer adalah sebagai
berikut:
1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan, bila dimungkinkan,
akan menghindarinya.
2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi,
atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan
4. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain
yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.
Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, McGregor
mencatat empat asumsi positif, yang disebutnya Teori Y:
1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama
dengan istirahat atau bermain.
2. Orang-orang akan melakukan penghargaan diri dan pengawasan diri jika
mereka memiliki komitmen pada sasaran.
3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan,
tanggung jawab.
4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke
semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisis
manajer.
Teori X mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat rendah mendominasi individu.
Teori Y mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat tinggi mendominasi individu.
McGregor sendiri menganut keyakinan bahwa asumsi Teori Y lebih sahih dari
pada Teori X. Oleh karena itu, ia mengusulkan ide-ide seperti pengambilan
keputusan partisipatif, pekerjaan yang bertanggung jawab dan menantang, dan
hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatan-pendekatan yang akan
B. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada tingkat tertentu dapat mencegah karyawan untuk mencari
pekerjaan di perusahaan lain. Apabila karyawan di perusahaan tersebut
mendapatkan kepuasan, karyawan akan cenderung bertahan pada perusahaan
walaupun tidak semua aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja terpenuhi.
Karyawan yang memperoleh kepuasan kerja dari perusahaannya akan memiliki
rasa keterkaitan atau komitmen lebih besar kepada perusahaan dibanding
karyawan yang tidak puas. Dengan demikian beberapa ahli memberikan definisi
tentang kepuasan kerja.
Kepuasan kerja akan mendorong karyawan untuk berprestasi lebih baik. Prestasi
yang baik akan menimbulkan imbalan ekonomi dan psikologis yang lebih tinggi.
Apabila imbalan tersebut dipandang pantas dan adil maka timbul kepuasan yang
lebih besar karena karyawan merasa mereka mendapat imbalan yang sesuai
dengan prestasi atau kerja yang mereka hasilkan.
Menurut Robbins (2006: 179) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu
sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Sedang menurut Handoko
(1993: 193) menyatakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, serta bagaimana
karyawan memandang pekerjaan mereka. Dari dua pengertian tersebut, dapat
dipahami bahwa karyawan harus ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
Jadi kepuasan kerja mengandung arti yang sangat penting, baik dari sisi pekerja
maupun perusahaan serta bagi masyarakat secara umum. Oleh karena itu maka
menciptakan keadaan yang bernilai positif dalam lingkungan kerja dalam suatu
perusahaan mutlak merupakan kewajiban dari setiap jajaran pimpinan perusahaan
yang bersangkutan.
2. Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian
orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga
mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja.
Diantara teori kepuasan kerja adalah Two-factor theory dan Value theory.
a. Two-Factor Theory
Menurut Robbins dan Judge (2008:227) teori dua faktor adalah teori yang
menghubungkan faktor-faktor intrinsik dengan kepuasan kerja dan mengaitkan
faktor-faktor ekstrinsik dengan ketidakpuasan kerja. Teori dua faktor juga disebut
teori motivasi hygiene yang dikemukakan oleh seorang psikolog bernama
Frederick Herzberg. Dengan keyakinan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan
bisa sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan, Herzberg menyelidiki
pertanyaan tersebut, “Apa yang diinginkan individu dari pekerjaan-pekerjaan
mereka?” Ia meminta individu untuk mendeskripsikan, secara mendetail,
situasi-situasi di mana mereka merasa luar biasa baik atau buruk dengan
Dari respons-respons yang dikategorikan, Herzberg menyimpulkan bahwa
jawaban-jawaban yang diberi oleh individu ketika mereka merasa baik dengan
pekerjaan-pkerjaan mereka secara signifikan dari jawaban-jawaban yang
diberikan ketika mereka merasa buruk. Faktor-faktor intrinsik, seperti kemajuan,
pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian tampaknya berhubungan dengan
kepuasan kerja. Responden yang merasa baik dengan pekerjaan mereka cenderung
menghubungkan faktor-faktor ini dengan diri mereka sendiri. Namun,
responden-responden yang tidak puas cenderung menyebut faktor-faktor ekstrinsik, seperti
pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan kondisi-kondisi kerja.
Menurut Herzberg dalam Robbins dan Judge (2008:227) data tersebut
menunjukan bahwa lawan dari kepuasan bukanlah ketidakpuasan, seperti yang
pada umumnya kita ketahui. Menghilangkan karakteristik-karakteristik yang tidak
memuaskan dari suatu pekerjaan belum tentu membuat pekerjaan tersebut
memuaskan. Herzberg mengemukakan bahwa penemuannya menunjukan adanya
kesatuan rangkap: Lawan dari “Kepuasan” adalah “Bukan Kepuasan”, dan lawan
dari “Ketidakpuasan” adalah “Bukan Ketidakpuasan”.
Selain itu faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda
dari faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu,
manajer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan
ketidakpuasan kerja mungkin menghadirkan kenyamanan, namun belum tentu
motivasi. Sebagai hasilnya, kondisi-kondisi yang melingkungi pekerjaan seperti
kualitas pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, kondisi fisik
pekerjaan, hubungan dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan digolongkan
Selanjutnya Wibowo (2007:302) juga menerangkan teori dua faktor merupakan
teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan
dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kalompok variable yang
berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.
Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan kepuasan
apabila tersedia dan menimbulkan keridakpuasan apabila tidak ada pada teori ini,
ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi
kerja, pengupahan, keamanan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya
dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif,
dinamakan sebagai hygien atau maintenance factors.
Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri
atau hasil langsung dari padanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan,
peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan.
Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan
motivators.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting untuk diselidiki
karna terbukti besar manfaatnya baik bagi kepentingan pegawai, perusahaan atau
organisasi dan masyarakat. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan
menurut Hasibuan (2005:203) sebagai berikut:
1. Balas jasa yang adil dan layak
4. Suasana dan lingkungan pekerjaan
5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya
7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
C. Perilaku Individu
Perbedaan individu diutamakan dalam ilmu manajemen dan perilaku organisasi
karena sebuah alasan penting. Perbedaan individu memiliki dampak langsung
terhadap perilaku. Setiap orang merupakan pribadi yang unik berkat latar
belakang mereka, karakteristik individual, kebutuhan dan cara mereka
memandang dunia dan individu lain. Orang yang memandang berbagai hal secara
berbeda akan berperilaku secara berbeda. Orang yang memiliki sikap yang
berbeda akan memberikan respons yang berbeda terhadap perintah. Orang yang
memiliki kepribadian yang berbeda berinteraksi dengan cara yang berbeda dengan
atasan, rekan kerja, bawahan dan konsumen. Dengan jutaan cara yang berbeda,
perbedaan individu membentuk perilaku organisasi, dan pada akhirnya,
keberhasilan individu dan organisasi. Perbedaan individu misalnya, membantu
menjelaskan mengapa beberapa orang bersedia menerima perubahan dan beberapa
lainnya merasa takut terhadap perubahan. Juga mengapa beberapa karyawan
hanya produktif jika mereka diawasi dengan ketat, sedangkan yang lain justru
lebih produktif jika mereka tidak diawasi. Atau mengapa beberapa pekerja
mempelajari tugas baru lebih efektif dari yang lainnya. Semua aktivitas organisasi
selalu dipengaruhi oleh perbedaan individu.
1. Kemampuan
Menurut Robbin & Judge (2008: 57) kemampuan adalah kapasitas seorang
individu memiliki kekuatan dan kelemahandalam kemampuan yang
membuatnya relatif unggul atau kurang unggul dibandingkan individu lain
dalam melakukan tugas atau aktivitas tertentu.Dari sudut pandang manajemen,
masalah bukan pada apakah setiap individu memiliki kemampuan yang
berbeda. Tetapi isunya adalah mengetahui bagaimana setiap individu memiliki
kemampuan yang berbeda dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk
meningkatkan kemungkinan seseorang melakukan pekerjaannya dengan baik.
Kemampuan keseluruhan individu terdiri atas dua kelompok factor: intelektual
dan fisik.
2. Kemampuan Intelektual
Menurut Robbin & Judge (2008: 57) kemampuan intelektual adalah
kemampuan yang digunakan untuk melakukan berbagai macam aktivitas
mental, seperti berfikir, menalar dan memecahkan masalah. Individu dalam
sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang
tepat, pada nilai yang tinggi. Individu cerdas biasanya mendapatkan lebih
banyak uang dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Individu cerdas juga
juga lebih mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok.
3. Kemampuan Fisik
Menurut Robbin & Judge (2008: 57) kemempuan fisik adalah kemampuan
melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan dan
karakteristik serupa. Pada tingkat yang sama dimana kemampuan intelektual
memainkan sebuah peran yang lebih besar dalam pekerjaan kompleks dengan
bermakna penting bagi keberhasilan pekerjaan yang kurang membutuhkan
keterampilan dan lebih terstandar. Misalnya, pekerjaan-pekerjan yang
menuntut stamina, ketangkasan fisik, kekuatan kaki, atau bakat-bakat serupa
yang menumbuhkan manajemen untuk mengidentifikasi kemampuan fisik
seorang karyawan.
4. Kesesuaian Kemampuan dan Pekerjaan
Kita telah mengetahui bahwa pekerjaan menuntut hal yang berbeda-beda dari
setiap individu dan setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Dengan demikian, kinerja karyawan akan meningkat bila terdapat kesesuaian
antara kemampuan dan pekerjaan yang tinggi.
Kemampuan intelektual atau fisiktertentu yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan dengan memadai bergantung pada persyaratan kemampuan dari
pekerjaan tersebut. Sebagai contoh, pilot pesawat terbang membutuhkan
kemampuan visualisasi spasial yang kuat, pekerja konstruksi di tempat yang
tinggi membutuhkan keseimbangan, dan jurnalis dengan kemampuan
penalaran yang rendah akan mungkin memperoleh kesulitan dalam memenuhi
standar kinerja pekerjaan minimum.
5. Karakteristk-Karakteristik Biografis
Karakteristik-karakteristik biografis merupakan karakteristik perseorangan
seperti usia, gender dan tingkat pendidikan yang diperoleh secara mudah
dan objektif dari arsip pribadi seseorang diantaranya sebaga berikut:
Robbin & Judge (2008: 65) menerangkan bahwa terdapat
kepercayaan luas bahwa produktivitas menurun seiring dengan
bertambahnya usia. Sering diasumsikan bahwa keterampilan
seorang individu khususnya kecepatan, kelincahan, kekuatan dan
koordinasi berkurang seiring waktu dan bahwa kebosanan secara
berkepanjangan dan kurangnya stimulasi intelektual terhadap
pekerjaan berkontribusi terhadap produktifitas yang menurun.
Tuntutan bagi sebagian pekerjaan dengan persyaratan tenaga kerja
manual yang berat, tidaklah cukup ekstrim sehingga penurunan
dalam keterampilan fisik yang berkaitan dengan usia memiliki
dampak pada produktivitas; atau, jika terdapat sedikit penurunan
yang dikarenakan usia, hal tersebut akan tergantikan oleh
keuntungan yang didapatkan oleh pengalaman.
Jenis Kelamin (Gender)
Satu masalah yang tampak memang berbeda dalam hal gender,
khususnya saat karyawan memiliki anak yang masih dalam asuhan
orang tua. Ibu yang bekeja kemungkinan lebih memilih jadwal
kerja paruh waktu yang fleksibel dan telecommuting sebagai cara
untuk mengakomodasi tanggung jawab keluarga merka.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu tolak ukur seseorang
dalam menyesuaikan pekerjaan yang ingin dijalani. Seseorang
yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tentunya
tingkat pendidikannya. Sebaliknya orang yang memiliki tingkat
pendidikan yang rendah akan menyesuaikan pekerjaan yang tidak
banya menuntut kecerdasan dan keterampilan yang tinggi.
Sehingga mereka lebih memilih pekerjaan yang membutuhkan
keterampilan yang lebih standar yaitu pekerjaan yang lebih
mengutamakan kemampuan fisik.
D. Job Characteristic Model (JCM)
Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan. Menurut Robbins & Judge (2008: 268) model
karakteristik pekerjaan (job characteristics models) adalah suatu pendekatan
terhadap pemerkayaan jabatan (job enrichment) yang dispesifikasikan kedalam 5
dimensi karakteristik inti yaitu keragaman ketrampilan (skill variety), jati diri dari
tugas (task identity), signifikansi tugas (task significance), otonomi (autonomy)
dan umpan balik (feed back). Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek
besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang,
semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang
akan merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan
pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan
rasa kejenuhan atau kebosanan.
Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya
akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya
mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian desain kerja
karakteristik kerja ini akan mempengaruhi tiga keadaan psikologis yang penting
bagi karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul tanggung jawab akan
hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya, ketiga kondisi psikologis
ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas kinerja, kepuasan
kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.Rendahnya kepuasan kerja
dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti mangkir kerja, mogok kerja,
kerja lamban, pindah kerja dan kerusakan yang disengaja.
Dalam konsep JCM, setiap pekerjaan dapat dirumuskan dari segi lima dimensi
inti, sebagai berikut:
a. Keragaman keterampilan, tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memerlukan
serangkaian kegiatan agar karyawan dapat menggunakan sejumlah
keterampilan yang berbeda.
b. Identitas tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan menuntut suatu
penyelesaian suatu keseluruhan potongan kerja yang dapat diidentifikasi.
c. Signifikansi tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai dampak
besar terhadap kehidupan atau pekerjaan orang-orang lain.
d. Otonomi, derajat sejauh mana suatu pekerjaan memberi suatu kebebasan
berarti, kemandirian, dan keleluasaan kepada seseorang dalam menjadwal
pekerjaan itu dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan untuk
melaksanakannya.
e. Umpan balik, tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja yang
dituntut oleh suatu pekerjaan menyebabkan orang tersebut mendapat informasi
Menurut Robbins & Coulter (1999: 465) pada program JCM ini, ketiga dimensi
pertama itu yaitu keragaman keterampilan, identitas tugas, dan signifikansi tugas
bergabung untuk menciptakan pekerjaan yang bermanfaat. Apa yang
dimaksudkan ialah bahwa seandainya ketiga ciri ini ada dalam suatu pekerjaan,
kita dapat meramalkan bahwa orang tersebut akan memandang pekerjaannya
sebagai hal yang penting, berharga, dan pantas dikerjakan. Perhatikan pula bahwa
pekerjaan-pekerjaan yang memiliki otonomi akan memberi pelaksana pekerjaan
itu suatu perasaan tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya sehingga ia akan
memiliki perasaan puas akan pekerjaannya. Maka seandainya suatu pekerjaan
memberi umpan balik, karyawan itu akan tahu seberapa efektifnya dia bekerja.
Menurut Robbins & Coulter (1999: 466) Dari sudut pandang motivasi, JCM
mengemukakan bahwa imbalan-imbalan intrinsik (internal) diperoleh manakala
seorang karyawan belajar (mengetahui akan hasil-hasil melalui umpan balik)
bahwa dia secara pribadi (mengalami tanggung jawab melalui otonomi kerja)
telah bekerja dengan baik dalam sebuah tugas yang dianggapnya penting
(mengalami makna melalui keragaman keterampilan, identitas tugas, dan/atau
signifikansi tugas). Semakin ketiga kondisi ini mengkarakteristikan pekerjaan,
semakin besar motivasi kinerja dan kepuasan karyawan, dan semakin rendah
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat penggambaran Job Characteristics Model dalam Bagan 2.2 The Job Characteristics Model, sebagai berikut:
Pertumbuhan karyawan memerlukan kekuatan
Sumber: Robbin dan Judge (2008:270)
D. Memotivasi Karyawan Berketerampilan Rendah
Salah satu masalah motivasi yang paling menantang dalam industri adalah
bagaimana caranya memotivasi yang mendapat gaji rendah dan yang mempunyai
sedikit peluang untuk benar-benar meningkatkan upah mereka, baik dalam
pekerjaan mereka yang sekarang atau melalui promosi. Jabatan-jabatan ini
khususnya diisi oleh orang yang memiliki keterampilan dan pendidikan terbatas,
serta tingkat upah yang sedikit di atas upah minimum. Dimensi
Pekerjaan Inti
Keadaan Psikologis yang Menentukan
Pribadi dan Hasil Kerja Keragaman keterampilan Identitas tugas Arti (signifikansi) tugas Mengalami arti kerja
Motivasi kerja dari dalam yang tinggi
Otonomi
Umpan balik
Mengalami tanggung jawab akan hasil kerja
Mengetahui akan hasil sesungguhnya dari kegiatan kerja
Menurut Robbins (2006: 287) untuk mengatasi masalah seperti ini dapat
dilakukan melalui pendekatan tradisional untuk memotivasi orang-orang seperti
ini berfokus pada memberikan pekerjaan yang lebih luwes sesuai dengan
kemampuan dan keahlian mereka. Selain itu berilah sedikit perhatian dan
penghargaan atas hasil kerja karyawan yang baik dan bila perlu berilah sedikit
insentif tambahan atas prestasi kerja mereka, agar mereka termotivasi untuk lebih
giat dalam bekerja. Namun jika cara ini masih belum bisa mengatasi masalah ini
secara efektif, agaknya hal ini bisa diimbangi dengan perluasan jaringan
perekrutan, yang membuat pekerjaan-pekerjaan ini menjadi lebih menarik, dan
menaikan upah.
E. Memotivasi Karyawan Melakukan Tugas yang Terus Berulang
Rasa bosan dan stres dapat dialami oleh para karyawan yang melakukan pekerjaan
pekerjaan baku yang terus-menerus berulang. Memotivasi individu dalam
pekerjaan-pekerjaan ini dapat dipermudah melalui seleksi yang hati-hati. Menurut
Robbins (2006:288) setiap orang berada dalam toleransi mereka terhadap
ambiguitas. Banyak orang lebih menyukai pekerjaan yang memiliki jumlah
keragaman dan variasi yang minimal. Orang-orang tersebut lebih cocok dengan
pekerjaan-pekerjaan baku dari pada orang-orang yang memiliki kebutuhan yang
kuat akan pertumbuhan dan otonomi. Pekerjaan baku hendaknya menjadi yang
pertama-tama dipikirkan pada otomatisasi. Ini membantu menjelaskan motivasi
manajemen untuk menempatkan ATM di bank-bank, mesin soda swalayan di
Banyak pekerjaan baku, khususnya di sektor manufaktur, dibayar tinggi. Ini
membuatnya relatif mudah untuk mengisi lowongan. Meski upah yang tinggi
dapat mempermudah masalah perekrutan dan mengurangi keluar masuknya
karyawan, namun itu belum tentu menghasilkan pekerjaan yang bermotivasi
tinggi. Dalam kenyataannya, ada pekerjaan-pekerjaan yang memang tidak akan
berubah menjadi lebih menantang dan menarik untuk bisa dirancang ulang.
Beberapa tugas, misalnya, justru jauh efisien dilakukan dalam lini perakitan
daripada dalam tim. Ini menyisakan pilihan-pilihan yang terbatas. Kita mungkin
tidak mampu berbuat lebih banyak daripada sekadar mencoba untuk membuat
situasi yang buruk menjadi dapat ditolerir dengan menciptakan iklim kerja yang
lebih menyenangkan. Ini mungkin mencakup penyediaan lingkungan kerja yang
bersih dan menarik, waktu istirahat kerja yang cukup, peluang untuk sosialisasi
dengan rekan-rekan kerja selama istirahat, dan para penyelia yang memiliki
empati.
F. Pekerja/ Buruh di Sektor Informal 1. Pengertian Pekerja/ Buruh
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pengertian
pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Dalam hal ini upah adalah hak pekerja/buruh yang
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut
suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa
yang telah atau akan dilakukan.
2. Sektor Informal
Nitisusastro (2010: 15) menjelaskan bahwa sektor informal adalah semua kegiatan
usaha yang tidak memiliki ikatan-ikatan organisatoris secara formal kelembagaan,
seperti mereka yang bekerja dikantor-kantor pemerintah, di badan usaha milik
negara, diperusahaan multinasional dan perusahaan besar lainnya atau tidak
serupa dengan organisasi perkantoran. Keberadaan dan kiprah sektor informal ini
sangat penting. Penyebab utama karena kebutuhan dan keinginan masyarakat
konsumen yang demikian banyak, demikian beragam, dan senantiasa berubah dan
tidak mungkin dikerjakan dan dijalankan sepenuhnya oleh sektor formal.
Demikian juga dengan komposisi kelas sosial ekonomi masyarakat yang didalam
pandangan konsep pemasaran menjadi segmen-segmen juga tidak mungkin dapat
dipenuhi oleh sektor formal. Pada segmen-segmen tertentu hanya dapat dipenuhi
dan dijawab oleh sektor informal. Apabila usaha informal diidentikan dengan
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), agaknya tidak terlalu menyimpang
dengan kondisi yang sebenarnyayang ada dewasa ini.
1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
a. Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Menurut UU RI No.9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil yang dimaksudkan
memenuhi kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan serta kepemilikan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Sedangkan pengertian usaha
menengah menurut Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1995 adalah kegiatan
ekonomi rakyat yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan lebih besar dari pada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan
usaha kecil.
b. Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Kriteria usaha mikro menurut Peraturan Mentri Keuangan Nomer
12/PMK.06/2005 adalah sebagai berikut:
1. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) paling banyak Rp 100 juta.
2. Milik Warga Negara Indonesia (WNI)
3. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan perusahaan lain.
4. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum, termasuk LKM (Lembaga Keuangan
Mikro), Koperasi dan BMT (Baitul Mal Tanwil).
Sedangkan kriteria Usaha Kecil sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) paling banyak Rp 1 milyar.
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan perusahaan lain.
5. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum, termasuk LKM (Lembaga Keuangan
Mikro), Koperasi dan BMT (Baitul Mal Tanwil).
Kriteria Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 10
Tahun 1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah:
1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 200 juta, sampai dengan paling
banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
2. Milik Warga Negara Indonesia (WNI).
3.Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan perusahaan lain.
4.Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum, termasuk LKM (Lembaga Keuangan
Mikro), Koperasi dan BMT (Baitul Mal Tanwil).
G. Serikat Pekerja
Hak dan kewajiban pekerja atau buruh telah diatur dan dilindungi oleh
Undang-Undang salah satunya yaitu hak untuk berserikat atau membentuk serikat kerja.
Serikat pekerja ini dibentuk guna melindungi hak-hak pakerja/buruh jika
mendapat perlakuan yang kurang adil atau terdapat kebijakan-kebijakan dari
serikat buruh sendiri menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Kesejahteraan pekerja atau kesejahteraan buruh sendiri menurut Undang-Undang
RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah suatu pemenuhan
kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung
dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan
sehat.
H. Kerangka Pemikiran
Robbin dan Judge (22008:107) telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu
perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah
evaluasi karakteristiknya. Definisi ini benar-benar merupakan sebuah definisi
yang sangat luas. Namun, ini melekat pada konsep tersebut. Ingat pekerjaan
seseorang lebih dari sekedar aktivitas mengatur kertas, menulis kode program,
menunggu pelanggan, atau mengendarai sebuah truk. Setiap pekerjaan menuntut
interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan
kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja,
menerima kondisi-kondisi kerja yang acap kali kurang ideal dan lain-lain. Ini
puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sebuah elemen
pekerjaan yang berlainan. Hal inilah yang ingin coba peneliti ketahui tentang
kepuasan kerja buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah.
Dalam hal ini peneliti mencoba melakuakn evaluasi tentang kepuasan kerja buruh
dengan menggunakan pendekatan job characteristics model untuk mengetahui
bagaimana kepuasan kerja para buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo
Lampung Tengah.
Melalui pendekatan job characteristics model, pekerjaan dideskripsikan dalam
lima dimensi pekerjaan utama, diantaranya:
1. Keragaman keterampilan, tingkat sejauh mana suatu pekerjaan
memerlukan serangkaian kegiatan agar karyawan dapat menggunakan
sejumlah keterampilan yang berbeda.
2. Identitas tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan menuntut suatu
penyelesaian suatu keseluruhan potongan kerja yang dapat diidentifikasi.
3. Signifikansi tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai
dampak besar terhadap kehidupan atau pekerjaan orang-orang lain.
4. Otonomi, derajat sejauh mana suatu pekerjaan memberi suatu kebebasan
berarti, kemandirian, dan keleluasaan kepada seseorang dalam menjadwal
pekerjaan itu dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan untuk
melaksanakannya.
5. Umpan balik, tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja
yang dituntut oleh suatu pekerjaan menyebabkan orang tersebut mendapat
Kelima dimensi atau karakter dasar pekerjaan di atas selanjutnya dapat
dipergunakan untuk memprediksikan bagaimana seseorang memandang
pekerjaannya, yaitu dengan menghubungkan karakter-karakter itu dengan kondisi
psikologis kritis.
Apabila karakter pertama, ke dua dan ke tiga terdapat dalam suatu pekerjaan,
maka individu yang melaksanakan pekerjaan itu akan mengalami perasaan berarti
(meaningful), selanjutnya karakter ke empat akan mendorong perasaan tanggung
jawab pada pelaksananya, sedangkan karakter ke lima memberikan pengetahuan
tentang hasil pekerjaan yang dilaksanakan. Semakin besar ketiga kondisi ini ada
dalam suatu pekerjaan, maka semakin besar motivasi, kinerja dan kepuasan kerja
dan semakin rendahnya tingkat ketidakhadiran (absenteism) individu
pelaksananya.
Dengan menggunakan pendekatan job characteristics model tersebut diharapkan
dapat memberikan gambaran tentang bagaimana kepuasan kerja buruh pada
perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah. Apakah para buruh
Secara garis besar, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada
[image:36.595.127.510.189.400.2]bagan kerangka pemikiran berikut ini:
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran
Teori Job Characteristics Model (JCM): 1. Keragaman keterampilan
2. Identitas tugas 3. Signifikansi tugas 4. Otonomi
5. Umpan balik
Hasil Situasi Masalah (Kepuasan Kerja)
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan metode kualitatif.
Dalam Moleong (2004:3), metode kualitatif yang didefinisikan oleh Bodgandan
Taylor adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat
diamati. Nawawi dan Martini (1996:73) mengemukakan bahwa data atau fakta
yang ditemukan harus diberi arti dengan tidak sekedar menyajikan dalam bentuk
deskriptif. Dengan kata lain, metode deskriptif bermaksud untuk melakukan
representasi objektif mengenai gejala-gejala yang terdapat didalam masalah
penelitian. Representasi itu dilakukan dengan mendeskripsikan gejala-gejala
sebagai data atau fakta sebagaimana adanya.
Penelitian kualitatif menurut Satori dan Komariah (2010:22) adalah penelitian
yang menekankan pada kualitas atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang
atau jasa. Hal yang terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian,
fenomena atau gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat
dijadikan pelajaran berharga bagi suatu pengembangan konsep teori. Jangan
sampai suatu yang berharga tersebut berlalu bersama waktu tanpa meninggalkan
manfaat. Penelitian kualitatif dapat didesain untuk member sumbangannya
Dalam penelitian kualitatif, data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi
sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang
mengandung makna dibalik yang terucap dan terlihat tersebut. Metode penelitian
kualitatif sangat relevan digunakan dalam penelitian ini, karena tujuan penelitian
ini untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja pada buruh perusahaan genting
berdasarkan perspektif JCM (Job Caracteristic Model).
B. Lokasi Penelitian
Dalam menentukan lokasi penelitian Moleong (2004:86) menyatakan cara terbaik
ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori subtantif dan menjajaki lapangan
untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan sementara itu
keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu juga dijadikan
pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Kalirejo, tepatnya di dusun 2 RT 7
desa Kalirejo kecamatan Kalirejo Lampung Tengah. Peneliti memilih lokasi ini
dengan pertimbangan di daerah tersebut terdapat usaha rumahan pembuatan
genting yang telah berjalan cukup lama. Selain itu ada banyak usaha sejenis di
daerah tersebut sehingga memungkinkan untuk melakukan penelitian yang lebih
mendalam karena akan banyak terdapat pembanding dan data yang didapat.
C. Fokus Penelitian
Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun maksud
dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus yaitu
pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi; kedua, penetapan fokus
inclusion-exlusion criteria) atau informasi baru yang diperoleh di lapangan sebagaimana
dikemukakan Moleong (2004:93-94). Dalam metode kualitatif, fokus penelitian
berguna untuk membatasi bidang inquiry. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti
akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh dilapangan. Oleh karena itu
fokus penelitian akan berperan sangat penting dalam memandang dan
mengarahkan penelitian.
Fokus penelitian bersifat tentatif seiring dengan perkembangan penelitian.
Moleong (2004:237) menyatakan bahwa fokus penelitian dimaksudkan untuk
membatasi studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih data
yang relevan dan yang baik. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan
penelitian pada kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif JCM (Job
Caracteristics Model) dengan studi kasus pada buruh perusahaan genting didusun
2 RT 7 Kalirejo Kec. Kalirejo Lampung Tengah. Aspek-aspek yang menjadi
fokus penelitian ini adalah:
1. Kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif Job Characteristics
Model (JCM). Dimana dalam JCM akan diidentifikasi ke dalam lima
karakteristik utama pekerjaan, diantaranya:
a. Keragaman Keterampilan
Tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memerlukan serangkaian kegiatan
agar karyawan dapat menggunakan sejumlah keterampilan yang berbeda.
b. Identitas tugas
Derajat sejauh mana suatu pekerjaan menuntut suatu penyelesaian
keseluruhan potongan kerja yang dapat diidentifikasi (seberapa banyak
c. Signifikansi tugas
Derajat sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai dampak besar terhadap
kehidupan atau pekerjaan orang-orang lain.
d. Otonomi
Derajat sejauh mana suatu pekerjaan member kebebasan berarti,
kemandirian, dan keleluasaan kepada seseorang dalam menjadwal
pekerjaan itu dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan untuk
melaksanakannya.Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam
menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu
menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan
pekerjaan, dengan demikian desain kerja yang berbasis ekonomi ini
merupakan fungsi dan faktor pribadi.
e. Umpan Balik
Tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja yang dituntut
oleh suatu pekerjaan menyebabkan orang tersebut mendapat informasi
yang langsung dan jelas mengenai efektivitas kinerjanya.Pemahan pekerja
akan hasil dan efektivitas kinerja atas pekerjaan yang telah dijalankan
secara langsung.
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang akan dikumpulkan melalui penelitian ini meliputi:
a. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, hasil observasi
terhadap suatu objek benda, kejadian atau kegiatan, dan data mengenai
segala hal berkaitan dengan Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan
Perspektif Job Characteristics Model (JCM) pada perusahaan genting
di Desa Kalirejo Lampung Tengah.
b. Data sekunder adalah merupakan sumber data primer yang telah diolah
lebih lanjut, baik oleh pengambil data primer atau oleh pihak lain.
Pada penelitian ini, data bisa diperoleh berupa data-data tertulis seperti
monografi, laporan kegiatan, notulensi rapat, berita acara
kegiatan,surat-surat keputusan yang dapat digunakan sebagai informasi
pendukung dalam analisis data primer.
2. Sumber Data
Menurut Satori dan Komariah (2010:50) dalam penentuan sumber data
pada penelitian kualitatif pada umumnya dilakukan secara purposive.
Menurut Ferdinand (2006:195) purposive sampling adalah penentuan
sampel dimana peneliti memilih sampel secara subjektif. Pemilihan
sampel ini dilakukan karena mungkin saja peneliti telah memahami bahwa
informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari satu kelompok sasaran
tertentu yang mampu memberikan informasi yang dikehendaki karena
mereka memang memiliki informasi seperti itu dan mereka memenuhi
kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Sedang menurut Satori dan
Komariah (2010:47) purposive sampling adalah menentukan subjek atau
ditetapkan tempat yang dituju. Dengan menggunakan pertimbangan
pribadi yang sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek/objek
sebagai unit analisis. Peneliti memilih unit analisis tersebut berdasarkan
kebutuhan dan menganggap bahwa unit analisis tersebut representatif.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti menentukan kriteria sumber data
[image:42.595.110.495.262.315.2]atau informan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Kriteria Informan
Usia Status Lama Bekerja Pekerjaan
> 20 tahun Menikah ≥ 3 tahun Buruh Perusahaan Genting
Peneliti, dalam melakukan penelitian kualitatif mempelajari secara inten
situasi sosial yang terjadi pada objek penelitiannya. Objek penelitian
dalam penelitian kualitatif ini tidak dibatasi dengan banyaknya atau
jumlah responden. Penelitian dapat dilakukan terhadap (hanya) seorang
objek penelitian saja. Banyak penelitian kualitatif yang dilakukan terhadap
objek penelitian yang dilakukan dengan hanya melakukan wawancara
secara mendalam terhadap seseorang. Dengan pertimbangan bahwa
seseorang tersebut merupakan seseorang yang mempunyai karakteristik
spesifik yang perlu mendapat perhatian. Perlu diingat bahwa penelitian
kualitatif tidak dapat digeneralisasikan. Namun, dapat digunakan sebagai
rujukan bagi penelitian dengan situasi sosial yang sama di tempat yang
berbeda dengan menggunakan metode yang sama (Satori dan Komariah,
a. Informan
Adalah orang-orang yang benar-benar terlibat dan menjalani profesi
sebagai buruh perusahaan genting yang ada di Desa Kalirejo Lampung
Tengah.
Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian
No Nama Jenis
Kelamin
Usia Status Lama Bekerja
Pekerjaa n 1 Nani Wijayanti perempuan 30 tahun menikah 3 tahun Buruh 2 Deden Laki-laki 30 tahun menikah 4 tahun buruh
b. Peristiwa atau kejadian-kejadian
Adalah peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada pelaksanaan
kegiatan kerja buruh yang berkaitan dengan kepuasan kerja. Peneliti
dapat memperolehnya melalui wawancara dan penelusuran peristiwa
atau kejadian yang merupakan hasil pengamatan peneliti secara
langsung di lapangan maupun di perusahaan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis ambil dalam melakukan penelitian
ini adalah dengan cara:
1. Penelitian Lapangan
Yaitu penelitian langsung pada objek yang akan diteliti, dalam hal ini
Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristics
Model (JCM) pada Perusahaan Genting di Desa Kalirejo Lampung
Tengah. Kemudian mengumpulkan data dan keterangan yang
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Wawancara mendalam (in depth interview)
Teknik ini dilakukan untuk menjaring data-data primer yang
berkaitan dengan fokus penelitian. Wawancara mendalam akan
dilakukan baik secara terstruktur dengan menggunakan panduan
wawancara (interview guide) maupun wawancara bebas bersamaan
dengan observasi. Instrumen yang akan digunakan dalam
wawancara ini adalah tipe tape recorder, yang dilengkapi dengan
catatan-catatan kecil peneliti untuk memperoleh data yang
berhubungan dengan pembahasan masalah.
b. Observasi/ Pengamatan
Teknik ini digunakan untuk merekam data-data primer yang berupa
peristiwa atau situasi sosial tertentu pada lokasi penelitian, yang
berhubungan dengan fokus penelitian. Adapun instrument yang
digunakan adalah catatan-catatan lapangan yaitu melakukan
penelitian dan pengamatan secara langsung kepada objek yang
diteliti.
2. Penelitian Kepustakaan
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari literature-literatur
yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
F. Teknik Analisis Data
Menurut Sugiyono (2008: 246) analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan
dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis
terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah
dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan
lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Milles dan
Hubberman dalam Sugiyono (2008: 246), mengungkapkan bahwa aktivitas dalam
menganalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Dalam penelitian ini
digunakan teknik analisis data dengan model interkatif, yaitu meliputi
langkah-langkah berikut: reduksi data, penyajian data, penyimpulan dan verifikasi (Miles
dan Hubberman, 1992: 16-20).
a. Reduksi Data
Merupakan proses penelitian, pemusatan penelitian pada penyederhanaan,
pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus
selama penelitian berlangsung. Secara teknis, pada kegiatan reduksi data
ini data-data yang dikumpulkan dari lokasi penelitian akan diorganisir ke
dalam sebuah “matriks analisis data”, yang meliputi unsur-unsur fokus
penelitian, substansi data, katagori data, dan meaning (pemaknaan)
b. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
Pada penelitian ini, secara teknis data-data yang telah terorganisir ke
dalam matriks analisis data akan disajikan kedalam bentuk teks naratif.
c. Penarikan Kesimpulan
Merupakan sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.
Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Secara teknis proses penarikan kesimpulan dalam penelitian ini akan
dilakukan dengan cara mendiskusikan data-data empiris hasil penemuan di
lapangan dengan teori-teori yang disusun dalam bab tinjauan pustaka usul
penelitian ini, ataupun teori-teori lain yang relevan dengan permasalahan
penelitian yang akan ditemukan kemuadian. Verifikasi data dalam
penelitian ini dilakukan secara terus-menerus selama proses penelitian
berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama pengumpulan
data, peneliti menganalisis dan mencari makna dari data yang
dikumpulkan, yakni dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan,
hal-hal yang sering timbul dan sebagainya, yang dituangkan dalam kesimpulan
yang masih bersifat tentatif dan melibatkan interpretasi sendiri.
G. Teknik Keabsahan Data
Suatu penelitian harus mengandung nilai terpercaya dan peneliti harus mampu
mempertanggungjawabkan penelitiannya dan meyakinkan kepada khalayak
bahwa kebenaran hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan. Menurut
Satori dan Komariah (2010: 163) pertanggung jawaban penelitian kualitatif
berada pada cara-cara memperoleh kepercayaan suatu penelitian yang mana
yang konsisten. Pada penelitian ini pemeriksaan keabsahaan data akan mengacu
pada kriteria-kriteria sebagai berikut: kredibilitas, keteralihan, kebergantungan,
dan kepa