PENGERINGAN BUBUK TEH DENGAN MENGGUNAKAN
FLUID BED DRYER (FBD)
(Aplikasi PTP.N.IV Bah butong Simalungun)
Oleh :
IRWAN OMPUSUNGGU
055203011
Karya Akhir ini Digunakan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan
PROGRAM DIPLOMA IV
TEKNOLOGI INSTRUMENTASI PABRIK
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Sistem pengeringan bubuk teh dalam proses pengolahan teh hitam di
PTP.NUSANTARA IV Unit Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten
simalungun adalah tahapan yang sangat penting dalam proses pengolahan teh hitam.
Alat pengering yang di pakai di PTP.NUSANTARA IV Unit Bah Butong
adalah mesin pengering yang berkesinambungan seperti Fluid Bed Driyer. Suhu
masuk (inlet) yang disarankan tidak boleh terlalu rendah maupun terlalu tinggi,
optimal 92-110 ºC, dan suhu keluar (outlet) 80-85 º C
Pengeringan dimaksudkan untuk menghentikan proses oxidasi (terhentinya
aktivitas enzim) pada saat zat-zat bernilai yang terkumpul mencapai kadar yang tepat.
Suhu yang optimal akan mengurangi kandungan air teh sampai menjadi 2-3 % yang
membuatnya tahan lama disimpan (tanpa mengurangi perubahan yang merugikan),
serta ringan dibawa.
Beberapa perubahan kimia lain selain terhentinya aktivitas enzim adalah
pembentukan rasa, warna dan bau spesifik (karena pembentukan karamel dari
karbohidrat), walaupun minyak esensiel yang sudah terbentuk 75-80 % akan hilang.
Sifat baik lain yang diperoleh akibat proses pengeringan adalah pengeringan nya
lapisan gel pektin di permukaan teh yang dikenal sabagai blomm.
Alat pengering Fluid Bed Driyer dilengkapi dengan beberapa alat instrumen
pendukung lainya seperti Thermocople dan Heat exchager.Termokople untuk
mengukur suhu masuk dan kluar, sedangkan Heat exchanger untuk menghasilkan uap
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL ...viii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
I.6. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ... 6
II.1. Prinsip Dasar Pengeringan ... 6
II.2. Dasar Dan Terminologi Pengeringan ... 8
II.2.1.Sifat Termodinamik Udara ... 10
II.2.1.1.Psikrometri ... 10
II.2.1.2 Kadar Air Kesetimbangan... 11
II.2.1.3 Aktifitas Air ... 14
II.3. Kinetika Pengeringan ... 16
II.4. Pengaruh Aktivitas Air padan Reaksi Enzimatis ... 19
II.5. Sistem Kontrol... 22
II.6. Temperatur ... 23
II.6.2. Metode Pengukuran Temperatur ... 24
II.6.3. Jenis – jenis Alat Ukur Temperatur ... 25
BAB III. FLUID BED DRYER (FBD) ... 26
III.1. Prinsip Kerja FBD ... 27
III.2. Bagian-bagian Pendukung FBD dan Fungsinya ... 28
III.3. Tipe-tipe Pengering Bed Fluidisasi ... 30
III.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja FBD ... 32
III.5. Pemeliharaan (Maintenance) ... 33
BAB IV. MEKANISME PENGERINGAN BUBUK TEH DENGAN MENGGUNAKAN FLUID BED DRYER (FBD) ... 35
IV.1. Umum ... 35
IV.2. Proses Pemanasan Udara ... 35
IV.3. Proses Pengeringan Bubuk Teh ... 36
IV.4. Parameter Operasional FBD ... 39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Psikometr ...11
Gambar 2.2 Isothermis tipikal ...12
Gambar 2.3 Kurva Kadar Air Keseimbangan ...13
Gambar 2.4 Berbagai Jenis Kadar Air ...14
Gambar 2.5 Hubungan Aktivitas Air Terhadap Kadar Air ...16
Gambar 2.6 Kurva Laju Pengeringan Tipikal Teksbook ...18
Gambar 2.7 Diagram Kontrol ...22
Gambar 2.8 Skala Temperatur Relatif ...23
Gambar 2.9 Metode Pemuaian ...24
Gambar 2.10Metode Elektris ...25
Gambar 3.1 Skema Fenomena Fluidisasi ...26
Gambar 3.2 Skema Diagram Alir System Pengeringan FBD ...27
Gambar 3.3 Blower ...28
Gambar 3.4 Heat Exchanger ...28
Gambar 3.5 Hopper ...29
Gambar 3.6 Termokople ...29
Gambar 3.7 Pengering Bed Fluidisasi Jenis Kontinyu ...30
Gambar 3.8 Pengering Bed Fluidisasi Jenis Aliran Plug ...31
Gambar 3.9 Pengering Bed Fluidisasi Bergetar ...32
Gambar 4.1 Heat Exchange dan Pipa-pipa api ...36
Gambar 4.2 Pengeringan Bubuk Teh dengan menggunkan FBD ...38
Gambar 4.3 Skema Gerakan Partikel Teh Pada Proses Fluidisasi ...39
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Aktivitas Air aw minimum Untuk Pertumbuhan Mikroba dan
Perkecambahan Spora ...15
Tabel 2.2 Nilai Pendekatan Kada Air Kritik Untuk Berbagai Bahan ...19
ABSTRAK
Sistem pengeringan bubuk teh dalam proses pengolahan teh hitam di
PTP.NUSANTARA IV Unit Bah Butong Kecamatan Sidamanik Kabupaten
simalungun adalah tahapan yang sangat penting dalam proses pengolahan teh hitam.
Alat pengering yang di pakai di PTP.NUSANTARA IV Unit Bah Butong
adalah mesin pengering yang berkesinambungan seperti Fluid Bed Driyer. Suhu
masuk (inlet) yang disarankan tidak boleh terlalu rendah maupun terlalu tinggi,
optimal 92-110 ºC, dan suhu keluar (outlet) 80-85 º C
Pengeringan dimaksudkan untuk menghentikan proses oxidasi (terhentinya
aktivitas enzim) pada saat zat-zat bernilai yang terkumpul mencapai kadar yang tepat.
Suhu yang optimal akan mengurangi kandungan air teh sampai menjadi 2-3 % yang
membuatnya tahan lama disimpan (tanpa mengurangi perubahan yang merugikan),
serta ringan dibawa.
Beberapa perubahan kimia lain selain terhentinya aktivitas enzim adalah
pembentukan rasa, warna dan bau spesifik (karena pembentukan karamel dari
karbohidrat), walaupun minyak esensiel yang sudah terbentuk 75-80 % akan hilang.
Sifat baik lain yang diperoleh akibat proses pengeringan adalah pengeringan nya
lapisan gel pektin di permukaan teh yang dikenal sabagai blomm.
Alat pengering Fluid Bed Driyer dilengkapi dengan beberapa alat instrumen
pendukung lainya seperti Thermocople dan Heat exchager.Termokople untuk
mengukur suhu masuk dan kluar, sedangkan Heat exchanger untuk menghasilkan uap
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Proses pengeringan telah di kenal manusia sejak lama. Penjemuran pakaian
dan hasil pertanian merupakan bentuk dari proses pengeringan. Melalui proses
pengeringan berbagai hasil pertanian, perkebunan, kehutanan dan hasil laut dapat
disimpan lama sehingga kehilangan pascapanen yang merugikan petani dapat
dihindari.
Di negara kita penggunaan mesin pengering masih terbatas pada industri
menengah dan industri besar sedangkan untuk industri kecil proses pengeringan masih
dilaksanakan dengan sistem penjemuran dengan memanfaatkan panas matahari.
Pengeringan buatan yang tidak tergantung pada kondisi cuaca yaitu dengan
menggunakan mesin pengering dengan bahan bakar minyak, gas, batubara, cangkang
sawit, dan lain-lain. Mesin pengering menggunakan uap panas sudah umum
digunakan di negara maju, agar kondisi pengeringan dapat dikendalikan sedemikian
rupa sehingga proses pengeringan tersebut dapat berjalan secara efisien, efektif dan
menghasilkan produk dengan kualitas prima.
Proses pengeringan secara mekanis mempunyai banyak keunggulan
dibandingkan dengan cara pengerigan tradisional, antara lain dalam hal volume bahan
yang dikeringkan, keseragaman hasil, mutu, baik ditinjau dari segi keberhasilan
(higienis) maupun dari kemurnian dan kebersihannya.
Tujuan utama pengeringan bubuk teh adalah menghentikan oxidasi enzimatis
senyawa polifenol dalam teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas
mencapai keadaan optimal. Adanya pengeringan maka kadar air dalam bubuk teh
Kapasitas mesin pengering ditentukan oleh kemampuan mesin dalam
menguapkan air dari teh per satuan waktu.
Dengan demikian kapasitas mesin pengering di tentukan oleh beberapa faktor lain
ialah :
• Kadar air bubuk teh basah
• Suhu dan volume udara panas
• Ketebalan pengisian
• Kecepatan trays (FBD).
Umumnya alat pengering bubuk teh yang dipakai di indonesia memakai mesin
yang berkesinambungan seperti FBD. Suhu masuk (inlet) yang disarankan tidak boleh
terlalu rendah maupun terlalu tinggi, optimal 92-110 °C, dan suhu keluar (outlet)
80-85C.
Karena pentingnya proses pengeringan dalam pengolahan bubuk teh, maka penulis
menarik suatu rumusan masalah dan menyusun suatu karya akhir dengan judul
PENGERINGAN BUBUK TEH DENGAN MENGGUNAKAN FLID BED DRYER (FBD) (Aplikasi PTPN.IV Unit Bah Butong)
I.2 Tujuan Karya Akhir
Adapun tujuan karya akhir ini adalah
1. Untuk memenuhi syarat menyelesaikan masa studi sebagai Mahasiswa
program Diploma IV Teknologi Instrumentasi Pabrik.
2. Mengetahui dan memahami cara kerja dari Fluid Bed Dryer dan penggunaan
perangkat tambahan serta penggunaanya pada proses pengeringan bubuk teh.
I.3 Rumusan Masalah
2. Bagaimana cara kerja perangkat tambahan seperti thermokopel, heat
exchanger sebagai komponen pendukung dalam pengeringan teh.
3. Bagai mana proses pengeringan bubuk teh dengan FBD
I.4 Batasan Masalah
Mengingat masalah yang akan diangkat sebagai karya akhir ini mempunyai
ruang lingkup yang relatif luas, maka penulis membatasi masalah karya akhir ini
pada:
1. Hanya membahas prinsip kerja Fluid Bed Driyer dan proses pengeringan
bubuk teh.
2. Tidak membahas perhitungan secara menditail
I.5 Metode Penulisan
Metode penulisan yang dipergunakan dalam penulisan karya akhir ini antara lain
sebagai berikut :
1. Dengan mempelajair teori dan pengamatan langsung di lapangan dengan
melakukan tinjauan langsung ke PTP.N IV unit Bah butong serta melakukan
diskusi dengan pembimbing dilapangan dan juga operator di stasion
pengeringan.
2. Melakukan diskusi dengan Dosen Pembibing Fakultas
3. Dengan mencari buku-buku referensi dari beberapa pustaka dengan
mengambil artikel-artikel dari website yang dapat menunjang penyusunan
I.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan karya akhir ini, maka
penulis membuat suatu sistematika penulisan. Sistematika penulisan ini merupakan
urutan bab demi bab termasuk isi dari sub-sub babnya. Adapun pembahasan tersebut
adalah sebagai berikut :
BAB I :PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang pemilihan judul, tujuan karya
akhir, Tinjauan umum, rumusan dan batasan masalah,Tinjauan pustaka
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II :LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan prinsip dasar pengeringan, sifat termodinamik
campuran udara air dan padatan lembab, kadar air keseimbangan.
BAB III : FLUID BED DRYER
Bab ini berisikan Tentang mesin Fluid Bed Dryer, Prinsip
kerja,bagian- bagian pendukung Fluid Bed Dryer, tipe-tipe Pengering
BABIV :MEKANISME PENGERINGAN BUBUK TEH DENGAN MENGGUNAKAN FLUID BED DRYER (FBD)
Bab ini menjelaskan mekanisme pengeringan bubuk teh dengan
menggunakan fluid bed driyer.
BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang dapat diambil
penulis dari pengamatan dilapangan dan pada waktu penulisan karya
BAB II
LANDASAN TEORI
I.1Prinsip Dasar Pengeringan
Operasi pemisahan pada pengeringan adalah kegiatan mengubah suatu bahan
umpan berbentuk padatan, semi-padatan atau cairan menjadi produk berbentuk
penambahan panas. Pada kasus pengeringan beku, yang berlangsung di bawah titik
tripel cairan yang akan di keluarkan, pengeringan terjadi dengan penyubliman fase
padat langsung menjadi fase uap. Jadi, definisi ini tidak mencakup pengubahan suatu
fase cairan menjadi fase cair terkonsentrasi (penguapan), operasi pengurangan air
secara mekanis seperti penyaringan, sentrifugasi, sedimentasi, ekstraksi superkritik air
dari jel untuk menghasilkan produk yang sangat berongga (ekstraksi) atau yang
disebut sebagai pengeringan cairan dan gas dengan menggunakan saringan molekuler
(adsorpsi). Perubahan fase dan pembentukan fase padat sebagai hasil akhir adalah ciri
penting proses pengeringan. Pengeringan adalah operasi yang sangat penting dalam
industri kimia, pertanian, bioteknologi, pangan, polimer, keramik, farmasi, kertas dan
bubur kertas, pengolahan mineral, dan pengolahan kayu.
Pengeringan mungkin merupakan satuan operasi teknik kimia yang paling tua,
paling umum dan paling tersebar. Lebih dari 400 jenis pengering telah dilaporkan
pada literature dan lebih dari seratus jenis telah tersedia di pasar umum. Besaing
dengan penyulingan, pengeringan merupakan satuan operasi yang sangat intensif
energi sebagai akibat dari panas laten penguapan yang tinggi dan ketidak efisienan
penggunaan udara panas sebagai media pengering (yang paling umum). Berbagai
kajian melaporkan bahwa konsumsi energi nasional untuk opersi pengeringan di
Pengeringan berbagai bahan umpan diperlukan berdasarkan salah satu atau
beberapa alasan berikut : kebutuhan untuk mempermudah panganan padat yang dapat
mengalir bebas, pengawetan dan penyimpanan, pengurangan biaya transportasi, untuk
mendapatkan mutu hasil yang diinginkan. Dalam beberapa proses, pengeringan yang
tidak tepat dapat mengakibatkan kerusakan mutu hasil yang tidak mungkin diperbaiki
sehingga tidak dapat dijual.
Sebelum melanjutkan ke prinsip dasar, perlu dicatat ciri khas pengeringan
berikut :
1. Ukuran produk dapat berkisar dari mikro hingga puluhan sentimeter (dalam
ketebalan bahan atau kedalaman tumpukan)
2. Porositas produk dapat berkisar dari 0,25 detik (pengeringan kertas tissu)
hingga lima bulan (untuk jenis kayu keras tertentu)
3. Kapasitas produk dapat berkisar dari 0,10 kg/jam hingga 100 ton/jam
4. Kecepatan produk berkisar dari nol (diam) hingga 2000 m/detik (kertas tissu)
5. Suhu pengeringan berkisar dari di bawah titik tripel hingga di atas titik kritis
cairan yang bersangkutan
6. Tekanan operasi dapat berkisar dari di bawah satu milibar hingga 25 atmosfir
7. Panas dapat dipindahkan secara kontinyu atau intermiten dengan cara
konveksi, konduksi, radiasi atau medan elektromaknetik
Dari keterangan diatas jelas bahwa tidak ada satu prosedur perancangan khusus
yang mungkin diterapkan untuk seluruh atau beberapa jenis mesin pengering sekali
pun. Karena itu, saat mencoba merancang mesin pengering atau menganalisa suatu
mesin pegering yang telah ada, perlu mengacu kembali pada dasar-dasar pindah
(mutu). Secara matematis dapat dikatakan bahwa seluruh proses yang terlibat, meski
pada mesin pengering yang paling sederhana pun, adalah sangat tidak linier dan
karenanya pembesaran skala mesin pengering umunya sangat sulit. Percobaan di
laboratorium dan bangsal percontohan, yang dirangkai dengan pengalaman lapangan
dan pengetahuan sangat penting untuk pengembangan dan penerapan suatu pengering
baru. Pedagang mesin pengering biasanya sudah terspesialisasi dan hanya
menawarkan peralatan pengering dengan kisaran sempit. Karena itu, pembeli harus
memiliki pengetahuan dasar yang memadai mengenai penggolongan mesin pengering
dan, dengan pengecualian tertentu, mampu membuat ancang-ancang pilihan sebelum
mendatangi pedagang. Secara umum, beberapa pengering berbeda mungkin dapat
diterapkan untuk proses pengering tertentu.
II.2 Dasar Dan Terminologi Pengeringan
Pengeringan adalah operasi yang rumit yang meliputi perpindahan panas dan
massa secara transien serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia,
yang pada gilirannya dapat menyebabkan perubahan mutu hasil maupun mekanisme
perpindahan panas dan massa. perubahan fisik yang mungkin terjadi meliputi :
pengkerutan, penggumpulan, kristalisasi, transisi gelas. pada beberapa kasus, dapat
terjadi reaksi kimia atau biokimia yang diinginkan atau tidak diinginkan, yang
menyebabkan perubahan warna, tekstur, aroma atau sifat lain padatan yang
dihasilkan. Sebagai contoh, pada pembuatan katalis, kondisi pengeringan dapat
menyebabkan perbedaan nyata dalam aktivitas katalis tersebut melalui perubahan luas
permukaan internalnya.
Pengeringan terjadi melalui penguapan cairan dengan pemberian panas ke bahan
konveksi (pengering langsung), konduksi (pengering sentuh atau tak langsung),
radiasi atau secara volumetrik dengan menempatkan bahan basah tersebut dalam
medan elektromaknetik gelombang mikro atau frekuensi radio. Lebih dari 85 % mesin
pengering industrial adalah jenis konvektif dengan udara panas atau gas-gas
pembakaran langsung sebagai media pengering. Lebih dari 99% kecuali dielektrik
(gelombang mikro atau frekuensi radio), menyediakan panas pada batas objek yang
dikeringkan sehingga panas harus berdifusi ke dalam padatan dengan cara konduksi.
Cairan harus bergerak ke batas bahan sebelum diangkut ke luar oleh gas pembawa
(atau dengan penerapan vakum pada pengering nonkonvektif).
Pergerakan air dalam padatan dapat terjadi melalui salah satu atau lebih dari
mekanisme pindah massa berikut :
• Difusi cairan, jika padatan basah berada pada suhu di bawah titik didih cairan
tersebut.
• Difusi uap, jika cairan tersebut menguap dalam bahan.
• Difusi knudsen, jika pengeringan berlangsung pada suhu dan tekanan sangat
rendah, misal, pada pengeringan beku.
• Difusi permukaan (mungkin terjadi, meskipun belum terbukti).
• Beda tekanan hidrostastik, jika laju penguapan internal melampaui laju
pergerakan uap melalui padatan ke lingkungan sekitar.
• Kombinasi dari mekanisme di atas.
Perlu di catatat bahwa karena struktur fisik padatan yang dikeringkan dapat berubah
selama pengeringan, perpindahan air dapat juga berubah dengan bertambahnya waktu
II.2.1 Sifat Termodinamik Udara-Air II.2.1.1 Psikrometri
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, kebanyakan mesin pengering adalah jenis
langsung (atau konvektif). Dengan kata lain, udara panas digunakan baik sebagai
penyedia panas untuk penguapan maupun sebagai pembawa air yang diuapkan keluar
dari produk. Pengeculian penting terdapat pada mesin pengering beku dan vakum,
yang digunakan hampir secara ekslusif untuk pengeringan sensitif terhadap panas
karena cenderung jauh lebih mahal daripada pengering yang beroperasi disekitar
tekanan atmosfir. Pengecualian lain terdapat pada teknologi pengeringan yang sedang
berkembang, yaitu pengering dengan uap super panas (Mujumdar, 1995). Pada kasus
tertentu, seperti pada pengeringan bahan pangan kental dengan pengering jenis drum,
sebagian atau seluruh panas disediakan secara tak langsung dengan konduksi.
Pengeringan dengan udara panas berarti pelembaban dan pendingin udara
dalam pengering yang terinsulasi dengan baik (adiabatik). Jadi, sifat higrotermal
udara lembab diperlukan untuk perhitungan rancangan pengering jenis ini.
Gambar 2.1 adalah adalah bagan psikrometrik untuk system udara-air. Gambar
tersebut menunjukkan hubungan antara suhu (sumbu datar) dan kelembaban mutlak
(sumbu tegak, dalam kg air per kg udara kering) Udara lembab pada tekanan mutlak
dan kejenuhan adiabatik digambar sesuai dengan defenisi termodinamik terminolog
tersebut.
Perbandingan (h/MairKy) , rasio psikrometrik, terletak pada nilai 0,96-1,005
untuk campuran udara-uap air. Jadi hampir sama dengan nilai panas kelembaban Cs
jika pengaruh kelembaban diabaikan, suhu kejenuhan adiabatic dan suhu bola basah
(masing-masing Tas dan Twb) hampir sama unuk system udara-air. Tetapi, perlu
adalah suhu gas dan suatu entitas termodinamik, sementara suhu bola basah adalah
entitas yang didasarkan pada laju pindah panas dan massa dan merujuk pada suhu fase
cair. Pada kondisi pengeringan yang tetap, permukaan bahan yang dikeringkan
menacapi bola basah jika pindah panas berlangsung dengan konveksi murni.Suhu
bola basah tidak tergantung pada gometri permukaan sebagai hasi dari analogi antara
pindah panas dan massa
Gambar 2.1 di bawah ini dapat di lihat Bagan psikrometri untuk system udara-air
Gambar 2.1 Bagan psikrometri untuk system udara-air
II.2.1.2 Kadar Air Kesetimbangan
Kadar air suatu padatan basah yang berada dalam kesetimbangan dengan
udara pada suhu dan kelembaban tertentu disebut sebagai kadar air kesetimbangan
(equilibrium moisture content, EMC). Suatu teraan EMC pada suhu tertentu terhadap
kelembaban nisbi disebut sebagai isotermisorpsi. Isotermi yang diperoleh dengan
memaparkan padatan pada udara yang kelembabannya meningkat dikenal dengan
pada udara yang kelembabannya menurun dikenal dengan isotermi desorpsi. Jelas
bahwa isotermi desorpsi merupakan perhatian utama pengeringan karena kadar air
padatan menurun secara progresif. Kebanyakan bahan yang dikeringkan menunjukkan
“histeresis” dimana kedua isotermi tersebut tidak sama sebangun.
Gambar 2.2 menunjukkan bentuk umum isothermis tipikal. Bentuk tersebut
dicirikan oleh tiga wilayah secara tegas, A, B dan C, yang merupakan pertanda
mekanisme pengikatan air yang berbeda pada tempat-tempat yang terpisah pada
matrik padatan. Pada wilayah A, air terikat kuat pada tempat tersebut dan tidak dapat
digunakan untuk reaksi. Pada wilayah ini, terutama terdapat adsorpsi lapis-tunggal
uap air dan tidak tampak perbedaan tegas antara isotermi adsorpsi dan desorpsi. Pada
wilayah B, air terikat lebih longgar. Penurunan tekanan uap air hingga dibawah
tekanan keseimbangan uap air pada suhu yang sama adalah karena air tersebut
terkurung dalam kapiler yang lebih kecil. Air dalam wilayah C bahkan terikat lebih
longgar dalam kapiler yang lebih besar. Air ini dapat digunakan untuk reaksi dan
sebagai pelarut. Pada gambar 2.2 dibawah ini dapat dilihat gambar isotermi sorpsi
tipikal.
Sejumlah hipotesa telah diajukan untuk menjelaskan histeris tersebut. Dapat
dilihat dibawah ini gambar 2.3 menunjukkan secara skematik bentuk kurva kadar air
Gambar 2.3 Kurva kadar air keseimbangan untuk berbagai jenis padatan
Dimana X adalah kadar air keseimbangan basis kering, T adalah suhu,
parameter α berkisar dari 0,005 hingga 0,01 K. Korelasi ini dapat digunakan untuk
menduga ketergantungan X terhadap suhu manakala data tidak tersedia. Untuk
padatan higroskopik, entalbi air yang menempel lebih kecil dari enalpi cairan murni,
sejumlah besaran yang sama dengan energi ikatan, yang juga disebut sebagai entalpi
pembahasan, entalpi tersebut meliputi panas sorpsi, hidrasi dan larutan, dan dapat
diduga.
keseimbangan berbagai jenis padatan. Pada gambar 2.4 dibawah ini
menunjukkan berbagai jenis air yang isotermi desorpsi juga tergantung pada tekanan
Gambar 2.4 Berbagai jenis kadar air
Untuk kebanyakan bahan, energi ikatan air adalah positif, umumnya
merupakan fungsi yang menurun secara monotonic, dengan nilai nol untuk air tak
terikat. Tetapi, untuk bahan pangan hidrofobik (misalnya, minyak kacang, starch pada
suhu rendah) energi ikatan tersebut dapat negatip.
Umumnya, data sorpsi air harus ditentukan melalui percobaan. Sekitar 80
korelasi, mulai dari yang berdasarkan teori hingga yang murni emperik. Disamping
suhu, struktur fisik serta komposisi bahan juga mempengaruhi sorpsi air. Struktur
rongga dan ukuran serta transformasi fisik dan kimia yang terjadi selama pengeringan
dapat menyebabkan perbedaan menyolok dalam kemampuan pengikatan air oleh
padatan.
II.2.1.3 Aktivitas Air
Dalam pengeringan beberapa bahan, yang membutuhkab perhatian higienis
khusunya seperti bahan pangan, ketersediaan air untuk pertumbuhan mikro
organisma, perkecambahan spora, dan penyertaan dalam beberapa reaksi kimia,
atau aktivitas air, aw didefenisikan sebagai perbandingan antara tekanan persial air, p,
pada system padatan basah terhadap terhadap tekanan keseimbangan uap air, pw pada
suhu yang sama. Jadi aw yang juga sama dengan kelembaban nisbi udara lembab
sekeliling didefenisikan sebagai :
aw=
pw p
Terdapat berbagai bentuk kurva X terhadap aw yang berbeda, tergantung pada
jenis bahan (missal, padatan dengan daya higroskopis tinggi, menengah, dan rendah).
Pada tabel 2.1 bawah ini dapat dilihat aktivitas air, aw minimum untuk pertumbuhan
mikroba perkecambahan spora
Mikroorganisma Aktivitas Air
Organisma penghasil lender pada daging 0.98
Spora Pseudomanas, Bacillus cereus 0,97
Spora B subtilis, C, botulinun 0,95
C, botulinum, Salmonella 0,93
Bakteri pada umumnya 0,91
Ragi pada umumnya 0,88
Aspergillus niger 0,85
Jamur pada Umumnya 0,80
Bakteri halofilik 0,75
Tabel 2.1 Aktivitas Air, aw minimum untuk pertumbuhan mikroba dan perkecambahan
spora
Jika aw diturunkan menjadi di bawah nilai ini dengan cara pengeringan atau
pertumbuhan mikroba dapat dihambat. Akan tetapi, penambahan tersebtu seharusnya
tidak sampai mempengaruhi aroma, rasa, atau criteria mutu lainya. Karena untuk
penurunan nilai aw sebesar 0,1 pundiperlukan jumlah adiktif terlarut yang cukup besar,
maka pengingan tampaknya mempunyai daya tarik khusus untuk bahan pangan
berkadar air tinggi sebagai cara penurunan aw. Pada gambar 2.5 dibawah ini dapat
dilihat kurva hubungan aktivitas air terhadap kadar air untuk jenis pangan berbeda
Gambar 2.5 Hubungan aktivitas air terhadap kadar air untuk jenis pangan berbeda
Kurva skematik di atas menunjukkan aktivitas air terhadap kadar air untuk
jenis bahan pangan yang berbeda, memberi rangkuman luas terhadap aktivitas air dan
penerapanya.
II.3 Kinetika Pengeringan
Perhatikan pengeringan suatu padatan basah pada kondisi pengeringan tetap.
Pada khusus yang paling umum, setelah tahap penyesuaian awal, kadar air basis
kering, X menurun secara linier terhadap waktu, t, akibat mulainya penguapan. Hal ini
panjang, padatan tersebut mencapai kadar air keseimbanganya, X*dan pengerigan
berhenti. Dalam bentuk kadar air bebas, didefenisikan sebagai:
Xf = (x-x*)
Laju pengeringan mencapai nol pada xf = 0
Berdasarkan kesepakatan, laju pengeringan, N, didefenisikan sebagai :
N=
Pada kondisi pengeringa tetap. Disini N (kg m jm ) adalah laju penguapan air,
A adalah luasan penguapan (bisa berbeda dari luasan pindah panas) dan Ms adalah
massa kering padatan. Jika A tidak diketahui, maka laju pengeringan dapat dinyatakan
dalam kg air yang diuapkan per jam.
Teraan antara N terhadap X (atau Xf) disebut sebagai kurva laju pengeringan.
Kurva ini harus selalu diambil pada kondisi pengeringan tetap. Perhatikan bahwa,
pada mesin pengering nyata, bahan yang dikeringkan umumnya terpapar pada kondisi
pengeringan yang berubah-ubah (misalkan laju nisbi gas padatan) berbeda,
kelembaban dan suhu gas berbeda, orientasi aliran berbeda). Jadi, dikembangkan
suatu meteorology untuk menginterplasi data laju pengeringan terbatas dalam suatu
kisaran kondisi operasi.
Pada gambar 2.6 dibawah ini dapat dilihat Kurva pengeringan tipikal “teksbook”
Gambar 2.6 Kurva laju pengeringan tipikal “teksbook” pada kondisi pengeringan
tetap
Yang menggambarkan prioda laju pengeringan tetap si awal , dimana N=Nc
=tetap. Prioda laju tetap ditentukan sepenuhnya oleh laju pindah panas dan massa
eksternal karena suatu lapisan tipis air bebas selalu tersedia pada permukaan
penguapan. Prioda pengeringan ini hamper tidak tergantung pada bahan yang sedang
dikeringkan. Tetapi, beberapa bahan dan hasil pertanian tidak menunjukkan prioda
laju tetap sama sekali karena laju pindah panas dan massa internal yang menjadi
penentu pada laju mana air dapat tersedia pada permukaan penguapan yang terpapar.
Pada kadar air yang disebut dengan kadar air kritik ,Xc,N mulai turun dengan
menurunya X karena air tidak dapat berpindah ke permukaan dengan laju Nc sebagai
hambatan transport internal. Mekanisma yang mendasari fenomena ini tergantung
pada bahan dan kondisi pengeringan. Awalnya permukaan pengeringan menjadi tak
jenuh sebagian dan kemudian menjadi tak jenuh. Nilai pendekatan air kritik untuk
Bahan Kadar air Kritik Kristal garam, batu garam, pasir, wool 0,05-0,10
Bata bata, kaolin, pasir halus 0,10-0,20
Pigmen, kertas, tanah , kain wool rajutan 0,20-0,40
Beberapa bahan pangan, copper, carbonate, sludges 0,40-0,80
Kulit chrome, sayuran, daun-daun, buahan, jelatin, jel >0,8
Tabel 2.2 Nilai Pendekatan kadar air kritik untuk berbagai bahan
Perlu dicatat bahwa suatu bahan dapat mempunyai lebih dari satu kadar air
kritk, pada mana kurva laju pengeringan menunjukkan perubahan bentuk yang tajam.
Hal ini umumnya berkaitan dengan perubahan mekanisma pengeringan yang
mendasarinya akibat perubahan struktur ataupun kimiawi. Perlu juga dicatat bahwa Xc
bukanlah semata-mata dipengaruhi oleh sifat bahan, tetapi juga tergantung pada laju
pengringan. Nilai tersebut harus ditentukan melalui percobaan.
II.4 Pengaruh Aktivitas Air pada Reaksi Enzimatis
Keanekaragaman dan besaranya tingkat reaksi, khsusnya yang merupakan ciri
suatu enzim akan mewarnai pula kegiatan reaksinya dalam bahan pangan. Peran
enzim dalam pengolahan bahan pangan dari tahun ke tahun berkembang secara pesat,
walau sejak dulu secara naluri dan empiric peran enzim tersebut telah dipahami.
Penggunaan enzim dalam pengolahan pangan misalny a pada proses
pembuatan sayur asin, kecap, glikosa dan fluktosa dari pati, proses pengepukan
daging, produksi jenis keju tertentu, dan lain-lain. Reaksi enzimatis lainya yang
fenoloksidase dan ketengikan pada tepung sebagai akibat kerja dari enzim lipase dan
lipoksidase.
Kegiatan enzimatis yang tidak menguntungkan dalam proses pengolahan
pagan dapat di hambat atau dihentikan, misalnya dengan pemanasan atau
pengeringan. Penurunan kadar air akan sangat besar pengaruhnya terhadap reaksi
enziamtis, karena pada kondisi air bebas akan membantu difusi antara enzim dan
substratnya.
Hubungan antara reaksi enzimatis dan nilai Aw cukup kompleks dan
ditemukan bahwa kurva sorpsi isotermis dapat digunkan untuk menentukan kapan
reaksi enzimatis akan berlangsung. Umumnya reaksi enzimatis terjadi di atas bagian
air lapis tinggal (monolayer) seperti terlihat pada gambar 2.7 di bawah ini.
Pada nilai Aw rendah kelarutan substrat dalam air sangat kecil jumlahnya, dan
apabila substratnya telah habis dihidrolisis, maka reaksinya akan terhenti. Oleh karena
itu peningkatan kadar air bebas akan melarutkan substratnya yang baru, dan akibatnya
reaksi enzimatis akan terjadi lagi
Jika substratnya adalah cairan yang dapat bergerak menuju enzim, dan bila
hanya air berperan sebagai pereaksi saja, perubahan reaksi enzimatis dapat terjadi
pada nilai Aw rendah. Jadi berat molekul dan penggerakan substrat merupakan factor
penting dalam menduga tingkatan reaksi enzimatis.
Ketergantungan reaksi enzimatis pada kadar air dalam bahan pangan kering
telah diuji, dan ditemukan bahwa reaksi enzimatis bertanggung jawab atas pemecahan
ATP dalam daging kering beku. Tingkat pemecahan ATP ditemukan menurun pada
nilai Aw yang labih rendah. Di samping nilai Aw penyebaran substrat dalam urat
Selain factor Aw yang dapat mempengaruhi stabilitas enzim dalam bahan
pangan, juga suhu, pH, konsentrasi ion, kadar air, sifat alami bahan pangan, waktu
penyimpanan dan tersedianya activator serta inhibitor. Walaupun demikian kerusakan
daging kering karena reaksi enzimatis kurang penting kecuali bila suhu penyimpanan
cukup tinggi. Dalam beberapa hal reaksi enzimatis dapat dihambat dengan blasing
yang benar.
Stabilitas enzim terkadang merupakan factor kritis dalam penentuan apakah
perlu penambahan enzim dalam proses pengolahan bahan pangan, atau menambahkan
suatu tahap dalam proses agar kerja enzim dapat dihambat, hingga diperoleh mutu
yang diharapkan. Pada umumnya enzim dijual dalam bentuk siap pakai dalam
pengolahan pangan dan apabila dalam bentuk cairan maka ditambahkan sodium
klorida gliserol atau propilen glikol untuk mempertahankan kestabilannya.
Bahan-bahan ini berperan dalam menurunkan nilai Aw yang berarti menurunkan kadar air,
dan akibatnya dapat meningkatkan stabilitas enzim tersebut.
Aktivitas enzim pangan dapat dipertahankan untuk waktu yang cukup lama
bila dipertahankan pada pH yang mendekati netral, suhu rendah atau sedang, dan
kadar air cukup rendah. Kadar air yang rendah bukan saja menghambat kerusakan
enzim, tetapi juga pertumbuhan mikroorganisme yang dapat melakukan kegiatan
metabolisme pada enzim tersebut.
Dalam banyak hal nilai Aw 0,30 atau lebih rendah dapat menghambat
kerusakan tersebut. Enzim lecithinase dalam barley ditemukan dapat dipertahankan
aktivitasnya pada suhu 30ºC sedikitnya 48 hari, bila system tersebut dipertahankan
pada nilai Aw 0,35. Apabila ditambahkan air hingga nilai Aw mencapai 0,70 maka
hidrolisis enzim akan terjadi sebanding dengan system control yang dipertahankan
II.5. Sistem Kontrol
Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap
satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu
harga atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Di dalam dunia
industri, dituntut suatu proses kerja yang aman dan berefisiensi tinggi untuk
menghasilkan produk dengan kualitas dan kuantitas yang baik serta dengan waktu
yang telah ditentukan. Otomatisasi sangat membantu dalam hal kelancaran
operasional, keamanan (investasi, lingkungan), ekonomi (biaya produksi), mutu
produk dll.
Gambar 2.7 Diagram kontrol
Ada banyak proses yang harus dilakukan untuk menghasilkan suatu
produk sesuai standar, sehingga terdapat parameter yang harus dikontrol atau di
kendalikan antara lain tekanan (pressure), aliran (flow), suhu (temperature),
ketinggian (level), kerapatan (intensity), dll. Gabungan kerja dari berbagai alat-alat
kontrol dalam proses produksi dinamakan sistem pengontrolan proses (process
control system). Sedangkan semua peralatan yang membentuk sistem
pengontrolan disebut pengontrolan instrumentasi proses (process control
instrumentation). Dalam istilah ilmu kendali, kedua hal tersebut berhubungan erat,
Operator
Proses
namun keduanya sangat berbeda hakikatnya. Pembahasan disiplin ilmu Process
Control Instrumentation lebih kepada pemahaman tentang kerja alat
instrumentasi, sedangkan disiplin ilmu Process Control System mengenai sistem
kerja suatu proses produksi.
II.6. Temperatur
Alat yang digunakan untuk mengukur dan menunjukkan “besaran” temperatur
disebut sebagai Alat Ukur Temperatur.
Skala Temperatur
Skala temperatur adalah besar dari satu unit ukuran yaitu satu energi termal
rata-rata per molekul dinyatakan oleh satu unit dari skala tersebut.
Skala temperatur absolut yaitu skala yang menetapkan temperatur nol suatu
material yang tidak mempunyai energi termal (tidak ada getaran molekuler). Skala
yang biasa digunakan dalam suatu temperatur yaitu:
• Skala Farenheit (0F) 0C +32
• Skala Celcius (0C) 0F – 32
• Skala Kelvin (0K) 0C + 273.15
• Skala Rankine (0R) 0F + 459.7
Dibawah ini merupakan gambar dari skala temperatur relatif dengan
pergeseran sumbu nol :
II.6.1.Tujuan Pengukuran Temperatur
Tujuan pengukuran temperatur pada proses adalah untuk :
1. Mencegah kerusakan pada equipment.
2. Mendapat mutu produksi/kondisi operasi yang diinginkan.
3. Pengontrolan jalannya proses. II.6.2. Metode Pengukuran Temperatur
Metoda pengukuran temperatur ada dua yaitu :
1. Metode Pemuaian.
Panas yang diukur menghasilkan pemuaian. Pemuaian dirubah kedalam bentuk
gerak – gerak mekanik kemudian dikalibrasi kedalam skala angka-angka yang
menunjukkan nilai panas (temperatur) yang diukur. Seperti pada gambar 2.6 berikut:
Gambar 2.9. Metode Pemuaian Panas
Memuai Gerak Mekanik
2. Metode Elektris
Panas diukur menghasilkan gaya gerak listrik (Emf). Gaya Gerak Lisrik kemudian
dikalibrasi kedalam skala angka-angka yang menunjukan nilai panas (temperatur)
yang diukur, seperti pada gambar 2.7
Gambar 2.10. Metoda Elektris
II.6.3. Jenis-Jenis Alat Ukur Temperatur
Secara sederhana, alat ukur temperatur dapat dibagi kedalam dua kelompok
besaran yaitu :
• Alat Ukur Temperatur dengan Metoda Pemuaian.
• Alat Ukur Temperatur dengan metoda Elektris.
Alat Ukur Temperatur dengan metoda Pemuaian terdiri dari :
1. Termometer Tabung gelas
2. Termometer Bi-metal
3. Filled Thermal Thermometer
Alat Ukur Temperatur dengan Metoda Elektris terdiri dari :
BAB III
FLUID BED DRYER
Pengering bed fluidisasi (Fluid Bed Driyer) banyak digunkan untuk
pengeringan bahan berbentuk partikel atau butiran, baik untuk industri kimia, pangan,
keramik, farmasi, pertanian, polimer dan limbah. Baru-baru ini, pengering tumpukan
fluidisasi juga diterapkan untuk pengeringan bahan berbentuk bubur. Bentuk-bentuk
seperti larutan, suspensi, pasta encer atau Lumpur.
Untuk pengeringan bubuk, pengering bed fluidisasi terbukti lebih baik
dibandingkan dengan jenis lain, seperti rotari, trowongan, konveyor atau rak berjalan.
Beberapa keuntungan pengeringan bed fluidisasi diantaranya adalah :
• Laju pengeringan tinggi, karena persentuhan antara partikel dan gas terjadi
sangat baik yang menyebabkan tingginya laju pindah panas dan massa.
• Luas permukaan aliran lebih kecil
• Efisiensi panas tinggi, terutama jika bagian energi panas untuk pengeringan
diberikan dengan penukar panas internal.
• Biaya investasi dan pemeliharaan lebih rendah dibandingkan dengan
pengering rotary.
• Mudah dikendalikan.
Fenomena fluidisasi dapat dijelaskan secara sederhana dengan gambar 3.1 di bawah
Kipas Pemanas Gambar 3.1 Skema fenomena fluidisasi
III.1 Prinsip Kerja FBD
Fluidisasi merupakan fenomena yang di akibatkan perlakuan fluida ( zat cair
atau gas) terhadap zat padat, sehingga zat padat akan bersifat sebagai cairan atau gas.
Dalam hal pengeringan teh dengan menggunakan FBD zat padatnya adalah partikel
teh, sedangkan fluidanya adalah udara. Skema diagram alir system pengering Fluid
Bed Dryer dapat dilihat pada gambar 3.2 dibawah ini.
Gambar 3.2 Skema diagram alir system pengeringan Fluid Bed Dryer.
Setelah pemanas sudah dinyalakan dan telah mencapai suhu 140º C yang di
ukur oleh Termometer bimetal maka udara segar dialirkan ke pemanas oleh kipas
(Blower) , setalah itu udara yang sudah panas di dalam Heat exchanger di alirkan ke
mesin Fluid Bed Dryer dengan temperatur udara panasnya 100ºC-110ºC melalui
aliran dari bawah FBD, setelah udara panas itu masuk, barulah padatan basah di
masukkan ke Fludi Bed Driyer. Setelah padatan masuk dan proses pengeringan
0utlet 80ºC-85ºC
Inlet 100ºC-110ºC
berlangsung, temperatur udara keluar nya harus 80ºC-85ºC agar hasil pengeringanya
baik.
III.2 Bagian-bagian Pendukung FBD dan Fungsinya
1.Kipas (Blower). Kipas (Blower) berfungsi untuk menghasilkan aliran udara, yang
akan digunakan pada proses fluidisasi. Kipas juga berfungsi sebagai penghembus
udara panas ke dalam ruang pengering juga untuk mengangkat bahan agar proses
fluidisasi terjadi.
Gambar 3.3 Blower
2.Elemen Pemanas (heat Exchanger). Elemen Pemanas berfungsi untuk
memanaskan udara sehingga kelembaban relatif udara pengering turun, dimana
kalor yang dihasilkan dibawa oleh aliran udara yang melewati elemen pemanas
Gambar 3.4 Heat Exchanger
3.Hopper. Hopper berfungsi sebagai tempat memasukkan bahan yang akan dikeringkan ke ruang pengering.
Gambar 3.5 Hopper
4.Termokople Berfungsi sebagai pengontrol temperatur udara masuk (intlet) dan udara keluar (outlet)
III.3 Tipe-tipe Pengering Bed Fluidaisasi
Ada 3 jenis tipe Pengering Bed Fluidaisasi yang saring digunakan dalam dunia
industri yaitu :
1.Pengering Bed Fluidisasi jenis Kontinyu
Pada pengering jenis ini suhu tumpukan seragam dan sama dengan suhu
produk dan suhu udara keluar. Tetapi , karena sifat keragaman sebaran waktu tinggal
produk, maka kadar air produk akan beragam mulai dari kadar air awal hingga nilai
yang lebih rendah, Salah satu keunggulan pengering kontinyu adalah kemudahan
proses penjatuhan umpan ke dalam tumpukan dan kemudahan fluidisasi.
Gambar 3.7 Pengering Bed Fluidisasi jenis Kontinyu
2. Pengering Bed Fluidisasi Aliran Plug
Pengering bed fluidisasi aliran plug biasanya mempunyai rasio antara tinggi
dan lebar sebesar 5:1 atau 3:1. Padatan mengalir secara kontinyu melalui saluran dari
tinggal semua partikel tampa memperhatikan ukurannya. Kadar air partikel yang
hamper bersifat monodispersi bias dipastikan seragam. Masalah operasional utama
terjadi pada pengumpanan, dimana umpan basah harus difluidisasi secara langsung
dari pada dicampur dengan bahan kering seperti pada jenis tercampur sempurna.
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa strategi alternative dapat dilakukan, misalnya,
• Menggunakan pengaduk di daerah pengumpanan
• Mencampur balik padatan.
• Menggunakan pengering flash untuk menghilanglkan air sebelum pengering
bed fluidisasi.
Gambar 3.8 Pengering Bed Fluidisasi Aliran Plug
Pada akhirnya pengeringan, efisiensi termal mungkin akan lebih rendah karena
pengeringan yang terjadi hanya sedikit sedangkan laju aliran gas harus tetap tinggi
untuk menjaga fluidisasi. Sehingga suhu udara pengering dan kecepatan, pada tingkat
yang lebih rendah, menurun dengan cepat bersamaan dengan mengeringnya bahan,
sangat menguntungkan untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi degradasi
3. Pengering Bed Fluidisasi Bergetar
Untuk tumpukan yang partikelnya sulit difluidisasi, karena sebaran ukuran
yang sangat luas atau adanya gaya adhesi (sifat lengket) yang kuat antara partikelnya,
dapat digunakan pengering bed fluidisasi bergetar, baik dalam bentuk curah atau
kontinyu, Penerapan getaran mekanis sinusoidal yang hamper tegak (setangah
amplitude 3-5mm, frekuensi 10-50 Hz) dapat menghasilkan fluidisasi semu pada
tumpukan dengan laju aliran udara rendah. Pada kasus ini, kebutuhan hidrodinamik
dan pindah panas/massa dapat dipisahkan secara efektif.
Gambar 3.9 Pengering Bed Fluidisasi Bergetar
Kecepatan udara dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan kinetika pengeringan,
harus lebih kecil dari kecepatan fluidisasi minimum, karena diatas kecepatan tersebut
tumpukan tidak lagi dapat bersentuhan secara kontinyu dengan lempeng bagi
penggetar.
III.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Fluid Bed Driyer a. Pengeruh tinggi Bed
Untuk bahan dengan mobilitas kadar air internal yang tinggi ( Seperti, biji
pembagi. Peningkatan ketinggiantumpukan melebihi nilai tertentu tidak
menyebabkan perbedaan laju pengeringan. Untuk bahan-bahan yang agak sulit
dikeringkan (mempunyai tahanan besar terhadap pengering), seperti biji-bijian,
peningkatan ketinggian tumpukan akan menurunkan laju pengeringan.
b. Pengaruh ukuran Partikel
Untuk partikel Geldart tipe B, waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan
sejumlah tertentu uap air meningkat sebesar kuadrat dari diameter partikel tersebut,
jika seluruh kondisi lainnya sama. Untuk partikel jenis A pengaruh ini lebih kecil.
c. Pengaruh Kecepatan Udara/Gas
Kecepatan gas berpengeruh dominant dalam mengeringkan air permukaan,
tetapi hamper tidak berpengaruh untuk partikel dengan tahanan internal yang tinggi
terhadap perpindahan uap air.
d. Pengeruh Suhu Bed
Pengaruh ini rumit dan tergantung pada beda antara tahanan internal dengan
tahanan eksternal terhadap perpindahan uap air. Fluks panas eksternal yang lebih
tinggi dapat meningkatkan suhu tumpukan, yang selanjutnya menyebabkan
difusivitas uap air serta laju pengeringan yang lebih tinggi.
III.5 Pemeliharaan (Maintenance)
Pemeliharaan sangatlah penting untuk keselamatan dan kelancaran produksi
dan menghidari kerusakan yang fatal pada mesin tersebut.
Walaupun metode pemeliharaan berbeda-beda tergantung pada pengoperasian,
maka disarankan untuk mengikuti cara berikut ini :
a. Cara pengaturan pemeliharaan dalam bekerja.
c. Keamanan dari para pekerja.
d. Standarisasi dari pemeliharaan.
e. Ketelitian pengontrol dari pemeriksaan peralatan.
f. Persiapan dan manajemen dari data pemeliharaan.
1.Pemeliharaan harian
• Pengecekan pengarah aliran udara sebelum pengoperasian dan sesudah
pengoperasian. Sesudah selesai, lalu dibersihkan.
• Pembersihan lantai bagian dalam FBD dari kotoran yang melekat.
• Pemeriksasaan rantai dan van-belt penggerak conveyor.
• Pemeriksaan kebersihan bagian dalam mesin
• Pemeriksaan pelumas alat
2. Pemeliharaan Berkala
• Pemeriksaan keausan roda gigi penggerak dan rantai penggerak
• Pemeriksaan keteganan Van-belt pada main fan bila perlu diganti apabila
telah aus.
• Kalibrasi alat-alat ukur yang dipakai pada mesin pengering.
BAB IV
MEKANISME PENGERINGAN BUBUK TEH DENGAN MENGGUNAKAN FLUID BED DRYER (FBD)
IV.1. Umum
Pengeringan merupakan proses dehidrasi, yaitu penguapan air. Air teh fermen
yang dilakukan dengan bantuan udara. Udara merupakan media yang paling baik dan
murah bagi transfer kalor dari sumber kalor ke partikel teh, karena secara kualitatif
akan di peroleh karakter teh yang diinginkan dan sacara kuantitatif penggunaan udara
dapat dikendalikan secara efektif dan efisien.
Pada umumnya pengeringan teh pada saat ini dilakukan dengan dua metode,
yaitu : metode Konvensional dan metode fluidisasi. Pada metode konfensional
partikel teh pada rangkaian nampan (tray) yang digerakkan rantai lingkar dalam mesin
pengering melaju melawan arah aliran udara panas bertekanan tinggi. Pada awal
proses pengeringan, partikel teh terpapar udara bertemperatur relatif rendah
(49ºC-54ºC) dan pada akhir pengeringan, udara bertemperatur tinggi. Sebaliknya, pada
metode fluidisasi dalam fluid bed dryer (FBD) partikel teh langsung terpapar udara
bertemperatur tinggi, dan pada akhir proses pengeringan bertemperatur relatif rendah.
IV.2. Proses Pemanasan Udara
Proses pertama dalam proses pengeringan teh adalah pemanasan udara dalam
dapur bakar (Heat Exchanger) dimana dapur bakar tersebut berbahan bakar cangkang
sawit.
Cangkang sawit dibakar dalam tungku bakar, dan api yang dihasilkan akan
Exchanger tersebut. Setelah udara yang ada di celah-celah susunan pipa-pipa api
tersebut sudah panas dan telah mencapai temperatur yang diinginkan maka kipas
(Blower) dinyalakan untuk mengalirkan udara panas tersebut ke mesin Fluid Bed
Dryer (FBD)
Gambar 4.1 Heat Exchanger dan pipa-pipa api
IV.3. Proses Pengeringan Bubuk Teh
Setelah udara panas yang dihasilkan Heat Exchanger dialirkan ke mesin Fluid
Bed Dryer, barulah konveyor pembawa bubuk dari hopper ke mesin Fluid Bed Dryer
dihidupkan, setelah itu bubuk yang sudah di fermentasi lalu di masukkan ke dalam
hopper, dan setelah bubuk masuk ke Fluid Bed Dryer bubuk langsung terpapar udara
panas.
Intlet (masuk) outlet (keluar) Kapasitas Kadar air
120ºC 90ºC 330 kg/jam 2,8%
110ºC 85ºC 300kg/jam 3,0%
100°C 80°C 280 kg/jam 3,2%
95°C 75°C 260kg/jam 3,3%
0 20 40 60 80 100 120
250 260 270 280 290 300 310 320 330 340
Analisa
Pengaruh temperatur intlet terhadap kapasitas pengeringan dapat di tunjukkan
oleh grafik di bawah ini :
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Temperatur Intlet Terhadap Kapasitas Pengeringan
Dari grafik di atas tersebut menunjukkan bahwa, semakin tinggi temperatur
intletnya, maka semakim besar kapasitas atau hasil pengeringan Fluid Bed Dryer
tersebut. Dan sebaliknya, semakin rendah temperature intlet nya semakin rendah
kapasitas pengeringan nya, diakibatkan karena temperature rendah mengakibatkan
proses pengeringan menjadi lambat. Temperatur Intlet
ºC
Pada saat terjadinya Fluidisasi ada dua siklon pada mesin Fluid Bed Driyer
tersebut yaitu siklon basah dan siklon kering yang berfungsi untuk menyedot
ampas-ampas atau partikel-partikel kecil. Siklon basah terletak paling depan di dalam mesin
Fluid Bed Dryer dan paling dekat pada titik jatuh bubuk dari hopper. Hasil sedotan
dari siklon basah langsung di buang ke luar. Dan sebaliknya hasil dari sedotan siklon
kering masih di tampung, karena ampas hasil sedotannya masih bercampur teh kering
dan harus dipisahkan di mesin sortasi.
Gambar 4.2 Pengeringan bubuk teh dengan menggunakan FBD
Hopper
Lorong Udara Panas
Blower Heat Exchanger
Cerobong ampas
Siklon Cerobong
IV.4. Parameter Operasional FBD IV.4.1. Pelat berperforasi
Perforasi pada pelat dirancang sedemikian rupa hingga menimbulkan aliran
udara dengan kecepatan tinggi dan membentuk sudut miring kea rah ujung
pengeluaran. Kedua hal ini menyebabkan partikel teh terfluidisasi dengan gerakan
sirkular seperti terlihat pada gambar 4.3 dibawah ini
Gambar 4.3 Skema gerakan partikel teh pada proses fluidisasi
Bentuk perforasi merupakan celah yang memanjang dan melintang terhadap arah
aliran Fluida dengan kecepatan yang rendah.
IV.4.2. Kecepatan Pengisian
Pengisian teh fermen ke dalam FBD harus dilakukan secara
berkesinambungan dan dengan kecepatan yang tetap untuk memperoleh proses
pengeringan yang efektif dan kinerja yang konsisten. Selain itu variasi kadar teh
Gambar 4.4 Proses pengeringan bubuk teh di dalam FBD
IV.4.3. Volume Udara
Karena partikel teh pada tahap awal proses pengeringan adalah basah dan
lengket, aliran volume udara di ujung pemasukan (tahap awal) harus lebih besar dari
pada di ujung pengeluaran (tahap akhir) volume udara yang rendah akan
mengakibatkan Fluidisasi yang kurang baik, dimana gerakan partikel teh terlihat
seperti aliran Lumpur dengan kecepatan yang relative rendah.
IV.5. Beberapa Masalah Yang Sering Timbul Dalam Pengeringan.
• Case hardening, bagian luar partikel teh telah kering, tetapi bagian dalamnya
masih basah. Teh akan terasa soft dan cepat berjamur. Peristiwa ini
disebabkan oleh suhu outlet terlalu tinggi, apalagi kalau layuanya ringan.
• Bakey, burtnt, over fired (terbakar, gosong), disebabkan oleh suhu intlet
terlalu tinggi.
• Smokey (bau asap), disebabkan oleh adanya kebocoran pada bagian alat
• Teh kering kurang masak, dapat diketahui dengan cara dicium atau diraba.Hal
ini disebabkan oleh terlalu tebalnya pengisian dan waktu pengeringan terlalu
pendek.
• Banyak fall trough, banyak teh yang jatuh ke bawah di dalam.mesin
pengering. Setiap hari harus dibersihkan supaya tidak mencemari yang lain.
• Banyak blow out, banyak bubuk teh yang jatuh di lantai di luar mesin
pengering. Hal ini disebabkan oleh terlalu besarnya volume udara, berasal dari
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan langsung yang dilakukan di PTPN.IV Unit Bah Butong
mengenai aplikasi Fluid Bed Dryer pada proses pengeringan bubuk teh maka dapat
diambil kesumpulan sebagai berikut :
1. Suhu pembakaran di Heat Exchanger harus tinggi yaitu di atas suhu intlet ke
Fluid Bed Dryer nya, misal intletnya 100ºC Berarti suhu pembakaran minimal
130ºC
2. Temperatur udara panas yang masuk (intlet) ke Fluid Bed Dryer adalah
100°C-110°C. dan temperatur udara keluarnya (outlet) 80°C-85°C dan kadar
air bubuk teh yang sudah dkeringkan 3%-3,2%. Namun apabila menaikkan
Temperatur intletnya sampai 120ºC dan outlet nya 90ºC, maka hasil
pengeringanya lebih besar yaitu 330kg/jam dan kadar airnya 2,8%. Karena
nilai optimal (yang baik) kadar air teh kering adalah 2,5%-3,5%.
3. Dari tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa semakin rendah temperatur udara
masuk (intlet) maka semakin rendah kapasitas hasil pengeringan Fluid Bed
Dryer per kg/jam, maksimal kapasitas Fluid Bed Dryer adalah 360 kg/jam.
V.2 Saran
1. Untuk mendapatkan temperatur udara panas yang diinginkan, maka
pemasukan bahan bakar cangkang sawit ke heat exchanger supaya selalu
kontinyu agar temperatur cangkang dapat dihasilkan sesuai dengan yang
temperatur intlet ketinggian agar segera membuka katup udara segar, agar
temperaturnya turun.
2. Selalu memeriksa pipa-pipa api yang ada di heat exchanger, apabila ada
kebocoran maka teh kering yang dihasilkan akan berbau asap.
3. Mengingat peralatan yang digunakan dalam waktu yang sudah cukup lama,
maka perlu pembersihan pada peralatan tersebut guna mendapatkan hasil yang
maksimal dalam produksi. Pembersihan yang dilakukan selain berguna untuk
melancarkan produksi juga berguna untuk pemeliharaan peralatan sehingga
dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Kemudian lakukanlah
DAFTAR PUSTAKA
Arifind, M. Sultoni, Dr. M.Sc, Petunjuk Teknis Pengolahan The, Bandung 1994
Devahastin, Sakamon, Pengeringan Industrial, Bogor : Penerbit IPB , 2001
Purnomo, Hari, Aktivitas Air dan Perananya dalam Pengawetan Pangan, Jakarta :
Penerbit UI , 1995