PENGARUH PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP KINERJA PEGAWAI PT. PLN (Persero) CABANG MEDAN
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
DISUSUN OLEH :
(050903019)
FERNANDO B NAINGGOLAN
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Pegawai
PT. PLN (Persero) Cabang Medan
Nama : Fernando Barista Nainggolan NIM : 050903019
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen : Ilmu Administrasi Negara Pembimbing : Drs. Tunggul Sihombing, MA
Pengembangan sumber daya manusia merupakan suatu proses untuk meningkatkan berbagai kemampuan, baik kemampuan teoritis dan umum, maupun kemampuan teknis dan operasional pegawai untuk mempersiapkan suatu tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Proses pengembangan sumber daya manusia ini tentunya sedikit banyak dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Hal ini terjadi karena tujuan pengembangan sumber daya manusia pada akhirnya adalah untuk menciptakan pegawai yang memiliki kinerja yang baik dengan cara meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat berkinerja lebih baik. Jika kinerja pegawai sebelumnya adalah positif, maka pengembangan yang diberikan bertujuan untuk semakin meningkatkan prestasi pegawai tersebut dalam proses menapaki jenjang karir. Sedangkan bila kinerja sebelumnya negatif, maka tujuan pengembangan sumber daya manusia adalah untuk memperbaikinya agar menjadi baik dan positif.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai, untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara pengembangan sumber daya manusia dan kinerja pegawai, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai PT. PLN (Persero) Cabang Medan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian asosiatif dengan analisa data kuantitatif, yang bersifat mencari hubungan antara variabel X dan variabel Y. Disini variabel X adalah pengembangan sumber daya manusia dan variabel Y adalah kinerja pegawai. Sampel yang digunakan adalah seluruh pegawai di kantor PT. PLN (Persero) Cabang Medan. Penarikan sampelnya menggunakan teknik sampling jenuh/ penelitian populasi. Data yang diperoleh kemudian akan di analisis dengan menggunakan teknik analisa data kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang didapatkan dengan menggunakan rumus korelasi product moment, maka diperoleh hasilnya yaitu terdapat hubungan yang signifikan pada pada tingkat sedang antara pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai sebesar 0,54. Dengan besarnya pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai sebesar 29,16%.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1. Latar Belakang ... 1
I.2. Perumusan Masalah ... 6
I.3. Tujuan Penelitian... 6
I.4. Manfaat Penelitian ... 6
I.5. Kerangka Teori... 7
I.5.1. Pengembangan Sumber Daya Manusia... 7
I.5.1.1. Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 7
I.5.1.2. Tujuan Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 10
I.5.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 11
I.5.1.4. Langkah-langkah Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 12
I.5.2. Kinerja Pegawai ... 18
I.5.2.1. Pengertian Kinerja Pegawai ... 18
I.5.2.2. Manajemen Kinerja ... 20
I.5.2.3. Kriteria atau Indikator Pengukuran Kinerja Pegawai... 22
I.5.3. Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap
Kinerja Pegawai ... 26
I.6. Hipotesis ... 27
I.7. Definisi Konsep ... 28
I.8. Definisi Operasional ... 29
I.9. Sistematika Penulisan ... 31
BAB II METODE PENELITIAN ... 32
II.1. Bentuk Penelitian ... 32
II.2. Lokasi Penelitian ... 32
II.3. Populasi dan Sampel... 32
II.3.1. Populasi ... 32
II.3.2. Sampel ... 33
II.4. Teknik Pengumpulan Data... 33
II.5. Teknik Pengumpulan Skor... 34
II.6. Teknik Analisa Data ... 35
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 38
III.1. Dasar Hukum ... 38
III.2. Sejarah PT. PLN (Persero) Wilayah II Sumatera Utara ... 38
III.3. Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Unsur Pelaksana Cabang ... 41
BAB IV PENYAJIAN DATA ... 53
IV.1. Data Identitas Responden ... 53
IV.2. Tabulasi Jawaban Responden Untuk Variabel X ... 55
BAB V ANALISA DATA ... 72
V.1. Klasifikasi Data ... 72
V.2. Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 74
V.3. Kinerja Pegawai ... 79
V.4. Koefisien Korelasi Product Moment ... 83
V.5. Uji Signifikan ... 85
V.6. Koefisien Determinant ... 86
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
VI.1. Kesimpulan ... 87
VI.2. Saran ... 88
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Interpretasi koefisien korelasi Product Moment ... 36
Tabel 2. Data responden menurut usia ... 53
Tabel 3. Data responden menurut jenis kelamin... 54
Tabel 4. Data responden menurut pendidikan ... 54
Tabel 5. Data responden menurut jabatan ... 54
Tabel 6. Data responden menurut lama bekerja ... 55
Tabel 7. Jawaban responden mengenai pelaksanaan analisis kebutuhan diklat (Training Need Assesment) ... 56
Tabel 8. Jawaban responden mengenai frekuensi mengikuti diklat ... 56
Tabel 9. Jawaban responden mengenai frekuensi menghadiri program pembelajaran saat Diklat ... 57
Tabel 10. Jawaban responden mengenai adanya pegawai lama yang diberi tugas oleh pimpinan untuk membimbing pegawai baru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari (mentoring) ... 57
Tabel 11. Jawaban responden mengenai perilaku pegawai yang diberi tugas membimbing pegawai baru ... 58
Tabel 12. Jawaban responden mengenai evaluasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap pegawai yang mengikuti diklat ... 58
Tabel 14. Jawaban responden mengenai frekuensi belajar dari media cetak untuk
Mengembangkan Kemampuan ... 59
Tabel 15. Jawaban responden mengenai frekuensi belajar dari media elektronik untuk
mengembangkan kemampuan ... 60
Tabel 16. Jawaban Responden Mengenai Frekuensi Mengikuti Workshop, Seminar,
Simposium, Pameran, Studi Banding, Wisata Karya Untuk Mengembangkan
Kinerja ... 60
Tabel 17. Jawaban responden mengenai frekuensi kenaikan jabatan/jenjang karir yang
lebih baik ... 61
Tabel 18. Jawaban responden mengenai kesesuaian antara kenaikan
gaji/tunjangan/fasilitas yang diberikan perusahaan dengan jabatan yang
diduduki ... 61
Tabel 19. Jawaban responden mengenai kesesuaian antara promosi jabatan yang
diberikan perusahaan dengan kinerja pegawai yang mendapatkan promosi
jabatan ... 62
Tabel 20. Jawaban responden mengenai bonus atau piagam penghargaan yang diberikan
perusahaan kepada para pegawai karena telah bekerja dengan baik ... 62
Tabel 21. Jawaban responden mengenai sanksi atau hukuman dari perusahaan bila hasil
pekerjaan kurang baik ... 63
Tabel 22. Jawaban responden mengenai penguasaan bidang tugas jabatan yang
Tabel 23. Jawaban responden mengenai kesesuaian latar belakang pendidikan dengan
jabatan yang sedang diduduki ... 64
Tabel 24. Jawaban responden mengenai penyelesaian tugas dengan tepat waktu ... 65
Tabel 25. Jawaban responden mengenai pertanggungjawaban terhadap tugas yang telah
dikerjakan ... 65
Tabel 26. Jawaban responden mengenai kesetiaan dan pengabdian (loyalitas) terhadap
jabatan yang sedang diduduki ... 66
Tabel 27. Jawaban responden mengenai kesungguhan hati (sepenuh hati) dalam
menyelesaikan pekerjaan ... 66
Tabel 28. Jawaban responden mengenai usaha mencari cara baru dalam menyelesaikan
pekerjaan ... 67
Tabel 29. Jawaban responden mengenai bekerja dengan data yang sebenarnya (valis/tidak
memanipulasi data) ... 67
Tabel 30. Jawaban responden mengenai ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib yang
berlaku di perusahaan ... 68
Tabel 31. Jawaban responden mengenai kemampuan aturan kedisiplinan yang
diberlakukan perusahaan dalam meningkatkan kinerja pegawai ... 68
Tabel 32. Jawaban responden mengenai kemungkinan pegawai yang bekerja kurang
baik mendapatkan sanksi atau hukuman dari pihak perusahaan ... 69
Tabel 33. Jawaban responden mengenai kerja sama dengan orang lain pada
bidang tugas yang ditentukan ... 69
Tabel 34. Jawaban responden mengenai kualitas kerja sama yang dilakukan ... 70
Tabel 36. Jawaban responden mengenai pemberian motivasi kepada rekan kerja ... 71
Tabel 37. Distribusi frekuensi klasifikasi jawaban responden untuk variabel X ... 73
Tabel 38. Distribusi frekuensi klasifikasi jawaban responden untuk variabel Y ... 74
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai .... 27
ABSTRAK
Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Pegawai
PT. PLN (Persero) Cabang Medan
Nama : Fernando Barista Nainggolan NIM : 050903019
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen : Ilmu Administrasi Negara Pembimbing : Drs. Tunggul Sihombing, MA
Pengembangan sumber daya manusia merupakan suatu proses untuk meningkatkan berbagai kemampuan, baik kemampuan teoritis dan umum, maupun kemampuan teknis dan operasional pegawai untuk mempersiapkan suatu tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan organisasi. Proses pengembangan sumber daya manusia ini tentunya sedikit banyak dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Hal ini terjadi karena tujuan pengembangan sumber daya manusia pada akhirnya adalah untuk menciptakan pegawai yang memiliki kinerja yang baik dengan cara meningkatkan kemampuan mereka untuk dapat berkinerja lebih baik. Jika kinerja pegawai sebelumnya adalah positif, maka pengembangan yang diberikan bertujuan untuk semakin meningkatkan prestasi pegawai tersebut dalam proses menapaki jenjang karir. Sedangkan bila kinerja sebelumnya negatif, maka tujuan pengembangan sumber daya manusia adalah untuk memperbaikinya agar menjadi baik dan positif.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai, untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara pengembangan sumber daya manusia dan kinerja pegawai, dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai PT. PLN (Persero) Cabang Medan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian asosiatif dengan analisa data kuantitatif, yang bersifat mencari hubungan antara variabel X dan variabel Y. Disini variabel X adalah pengembangan sumber daya manusia dan variabel Y adalah kinerja pegawai. Sampel yang digunakan adalah seluruh pegawai di kantor PT. PLN (Persero) Cabang Medan. Penarikan sampelnya menggunakan teknik sampling jenuh/ penelitian populasi. Data yang diperoleh kemudian akan di analisis dengan menggunakan teknik analisa data kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang didapatkan dengan menggunakan rumus korelasi product moment, maka diperoleh hasilnya yaitu terdapat hubungan yang signifikan pada pada tingkat sedang antara pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai sebesar 0,54. Dengan besarnya pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai sebesar 29,16%.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang.
Pada setiap organisasi besar maupun organisasi kecil dapat dikatakan bahwa
salah satu sumber daya yang penting adalah manusia yang berkedudukan sebagai
karyawan, buruh ataupun pekerja. Bagaimanapun majunya teknologi dewasa ini yang
mampu menggantikan sebagian besar tenaga kerja manusia, namun masih banyak kegiatan
yang tidak dapat menggunakan alat perlengkapan mekanis dan sepenuhnya otomatis
tersebut. Dikatakan paling berharga karena dari semua sumber yang terdapat dalam suatu
organisasi, hanya sumber daya manusialah yang mempunyai harkat dan martabat yang
harus dihargai dan dijunjung tinggi. Selain itu, hanya sumber daya manusialah yang
memiliki kemampuan berpikir secara rasional. (Notoadmodjo, 1998:5)
Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh kualitas orang-orang yang
bekerja di dalamnya. Perubahan lingkungan yang begitu cepat menuntut kemampuan
mereka dalam menangkap fenomena perubahan tersebut, menganalisa dampaknya terhadap
organisasi dan menyiapkan langkah-langkah guna menghadapi kondisi tersebut. Menyimak
kenyataan diatas maka peran manajemen sumber daya manusia dalam organisasi tidak
hanya sekedar administratif tetapi justru lebih mengarah pada bagaimana mampu
mengembangkan potensi sumber daya manusia agar menjadi kreatif dan inovatif.
Seperti yang dilansir dari www.elektroindonesia.com, pembangunan instalasi
tenaga listrik dari tahun ke tahun semakin kompleks sejalan dengan perkembangan
teknologi ketenagalistrikan. Kini, tenaga listrik tidak hanya harus memenuhi kualitas dan
keandalan dan berwawasan lingkungan tersebut mengharuskan teknologi ketenagalistrikan
berkembang dari tahun ke tahun dan sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia
masih pada tahap pemakai teknologi ketenagalistrikan tersebut, walaupun dalam skala kecil
sudah memiliki industri peralatan tenaga listrik. Program pengembangan sumber daya
manusia diperlukan untuk setiap pegawai/petugas baik pada saat awal memasuki sebuah
perusahaan maupun secara berkelanjutan mengikuti tuntutan pekerjaan. Pelatihan diawal
pekerjaan bertujuan meningkatkan kompetensi yang harus dimiliki tenaga teknik, yang
merupakan persyaratan yang ditetapkan oleh perusahaan. Pelatihan lanjutan dimaksudkan
untuk meningkatkan kompetensinya ke jenjang keahlian yang lebih tinggi dibidangnya atau
penyesuaian apabila ada teknologi baru yang harus ditangani dibidangnya atau membentuk
kemampuan baru jika pindah bidang kerjanya.
Dengan profil sumber daya manusia di bidang ketenagalistrikan yang beraneka
ragam, maka masalah yang menonjol saat ini adalah tidaklah mungkin suatu lembaga
pendidikan formal secara spesifik dapat menyediakan sumber daya manusia untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Lulusan dari lembaga pendidikan formal tidak mungkin
dapat langsung mampu bekerja sesuai dengan jenjang kualifikasi tenaga teknik. Mutu atau
kualitas lulusan dari berbagai lembaga pendidikan yang setingkat juga masih sangat
bervariasi sehingga pada saat awal memasuki pekerjaan sering dijumpai kesenjangan yang
dapat menghambat tercapainya sasaran yang diinginkan.
Di bidang pekerjaan instalatur, masalah menonjol adalah sampai saat ini belum
mempunyai sertifikasi keahlian atau keterampilan yang standar. Sedangkan masalah
menonjol di bidang pembangkit tenaga listrik adalah perlu adanya sertifikasi kemampuan
pembangunan pembangkit listrik. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan program
pengembangan sumber daya manusia baik dari dalam organisasi maupun dari luar
organisasi itu sendiri, misalnya melalui lembaga pendidikan non formal untuk dapat
menunjang program pendidikan formal. Program tersebut dirancang berorientasi kepada
peningkatan/pengembangan kompetensi dari lulusan pendidikan formal agar dapat
memasuki lapangan kerja atau melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jenjang
keahliannya.
Maka jelaslah bahwa dalam setiap organisasi peranan sumber daya manusia
sangatlah penting. Namun demikian, tentulah yang diharapkan adalah sumber daya manusia
yang berkualitas, dalam artian memiliki kemampuan dan kecakapan serta keterampilan
dalam melaksanakan tugas sehingga pelayanan dapat diselenggarakan dengan tertib dan
lancar. Sorotan terhadap sumber daya manusia yang dimiliki organisasi tidak hanya
ditujukan pada pemanfaatannya secara optimal, akan tetapi juga pada pengembangannya,
perlakuannya, serta estafet penggantiannya. Maka dalam rangka peningkatan efisiensi
kerja, perhatian utama ditujukan pada pengembangannya. Pengembangan sumber daya
manusia dalam organisasi merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena melalui
pengembangan sumber daya manusia maka diharapkan kinerja daripada orang-orang yang
berada di dalam organisasi tersebut tercapai dengan baik.
Seiring dengan persaingan yang semakin tajam karena perubahan teknologi
yang cepat dan lingkungan yang begitu drastis pada setiap aspek kehidupan manusia maka
setiap organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kompentensi agar
dapat memberikan pelayanan yang prima dan bernilai. Dengan kata lain organisasi tidak
berorientasi pada nilai (customer value). Sehingga organisasi tidak sematamata mengejar
pencapaian produktifitas kerja yang tinggi tetapi lebih pada kinerja dalam proses
pencapaiannya. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan kunci pencapaian
produktivitas. Karena kinerja adalah suatu hasil dimana orang-orang dan sumber daya lain
yang ada dalam organisasi secara bersama-sama membawa hasil akhir yang didasarkan
pada tingkat mutu dan standar yang telah ditetapkan. Konsekuensinya, organisasi
memerlukan sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan kemampuan yang unik
sesuai dengan visi dan misi organisasi.
Dengan kata lain, penilaian kinerja adalah merupakan suatu hal yang tidak dapat
dipisahkan dengan perusahaan. Dukungan dari tiap manajemen yang berupa pengarahan,
dukungan sumber daya seperti, memberikan peralatan yang memadai sebagai sarana untuk
memudahkan pencapaian tujuan yang ingin dicapai dalam pendampingan, bimbingan,
pelatihan serta pengembangan akan lebih mempermudah penilaian kinerja yang obyektif.
Namun demikian, dalam beberapa organisasi masih sering ditemukan masalah
yang berkenaan dengan kinerja pegawai. Pertama, kurangnya kecakapan yang dimiliki para
pegawai. Hal ini terlihat dari masih seringnya terdapat pekerjaan yang tidak selesai tepat
pada waktunya dan adanya keluhan pelanggan yang menyatakan kurang puas terhadap
pelayanan yang diberikan. Misalnya : pembuatan laporan operasional dari setiap bagian
yang ada terkadang tidak selesai tepat pada waktunya. Kedua, rendahnya motivasi para
pegawai pelaksana. Indikasinya antara lain loyalitas, tanggung jawab, disiplin serta
komitmen pegawai terhadap pekerjaan terlihat masih rendah. Pada PT. PLN (Persero)
Cabang Medan sendiri walaupun jumlahnya relatif sedikit, namun masih terdapat pegawai
bekerja pegawai pada bagian pengukuran dan proteksi secara umum masih rendah.
Sehingga masalah yang kemudian muncul adalah maraknya aksi ‘pencurian arus listrik’ di
tengah-tengah masyarakat kota Medan. Hal ini juga yang menimbulkan berbagai implikasi
sehingga PT. PLN (Persero) Cabang Medan mengalami kerugian. Padahal dengan
menyandang status sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara maka PT. PLN (Persero)
Cabang Medan seharusnya bisa memberikan keuntungan untuk menambah kas negara.
Ketiga, kurangnya personil yang terlatih. Hal ini terlihat dari masih adanya pegawai yang
menunggu perintah dalam mengerjakan pekerjaannya serta masih sering terdapat pekerjaan
yang tertunda. Pada sub-bagian perencanaan distribusi, tampak para pegawai masih
menunggu perintah dari atasan untuk membuat rencana-rencana kerja ke depan. Keempat,
sedikitnya pegawai yang memiliki keterampilan pengelolaan. Masih ada pegawai yang
tidak bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan serta tidak konsisten
dalam mengerjakan tugas. Pada PT. PLN (Persero) Cabang Medan masalah ini secara
umum dialami oleh para pegawai, namun masih dapat diatasi oleh pihak manajemen
perusahaan, diantaranya melalui pelaksanaan program pengembangan sumber daya
manusia. (Siagian 2003)
Pengelolaan sumber daya manusia terkait diperlukan untuk mempengaruhi
kinerja organisasional dan tidak hanya terbatas pada pegawai operasional semata, namun
juga meliputi tingkatan manajerial. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang harus
dicapai pegawai harus ditetapkan dengan standar atau tolak ukur yang telah disepakati oleh
bawahan dan atasan. Bawahan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran
kerja dan standar kinerja yang harus dicapai serta menilai hasil-hasil yang sebenarnya
akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan, yang direkflesikan
dalam kenaikan produktifitas.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap
Kinerja Pegawai PT. PLN (Persero) Cabang Medan.”
I.2. Perumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis
merumuskan masalah penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : “Seberapa
besar Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Medan?”
I.3. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan sumber daya manusia pada kantor
PT. PLN (Persero) Cabang Medan.
2. Untuk mengetahui bagaimana kinerja pegawai pada kantor PT. PLN (Persero) Cabang
Medan.
3. Untuk memperoleh kejelasan bagaimana pengaruh pengembangan sumber daya
manusia terhadap kinerja pegawai pada kantor PT. PLN (Persero) Cabang Medan.
Manfaat yang diharapkan oleh penulis dengan adanya penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagi penulis, sebagai usaha untuk melatih, meningkatkan, mengembangkan
kemampuan berpikir penulis melalui penulisan karya ilmiah.
2. Bagi PT. PLN (Persero) Cabang Medan sebagai masukan dalam meningkatkan kinerja
pegawai.
3. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, sebagai
penambahan kualitas dan kuantitas referensi di bidang ilmu sosial lainnya khususnya
dalam bidang Ilmu Administrasi Negara.
I.5. Kerangka Teori.
Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang
penting. Teori adalah konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang
dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian. (Sugiyono,
2005:55).
Berdasarkan rumusan diatas, penulis akan mengemukakan beberapa teori,
pendapat ataupun gagasan yang akan dijadikan sebagai landasan berfikir dalam penelitian
ini.
I.5.1. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Suatu organisasi atau perusahaan akan dapat berjalan dengan baik bila
organisasi atau instansi tersebut memiliki kemampuan sumber daya manusia yang baik
dalam pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Almasdi (2006:17)
sumber daya manusia adalah kekuatan daya pikir dan karya manusia yang masih tersimpan
di dalam dirinya yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan
sebaik-baiknya bagi kesejahteraan kehidupan masyarakat. Selanjutnya Hasibuan
(2001:244) mengatakan bahwa sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya
pikir dan fisik yang dimiliki individu. Sumber daya manusia dipandang sebagai
kemampuan yang dimiliki manusia untuk didayagunakan untuk menjalankan suatu
organisasi atau urusan sehingga berdayaguna atau berhasilguna. Ini berarti bahwa manusia
memiliki kemampuan yang perlu dikembangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan yang
telah direncanakan.
Maka dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa sumber
daya manusia adalah orang yang bekerja dalam suatu organisasi atau perusahaan yang
memberikan bakat, kreativitas dan usaha mereka, dan mereka ini disebut sebagai pegawai
atau karyawan. Dalam penelitian ini adalah pegawai PT. PLN (Persero) Cabang Medan.
Berbicara masalah sumber daya manusia dapat dilihat dari dua aspek, yaitu :
kuantitas dan kualitas. Kuantitas menyangkut pada jumlah sumber daya manusia (pegawai)
yang dimiliki oleh suatu organisasi. Aspek kuantitas ini dapat dikesampingkan karena
relatif lebih mudah dalam perencanaan dan perekrutannya. Sedangkan kualitas menyangkut
mutu sumber daya manusia tersebut, yang menyangkut kemampuan, baik kemampuan fisik
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki, diantaranya adalah
melalui pengembangan sumber daya manusia.
Menurut Yuli (2005:73) pengembangan merupakan suatu proses pendidikan
jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana
karyawan manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai
tujuan yang umum.
Pendapat lain dari Handoko (1996:104) yang mengatakan bahwa pengembangan
sumber daya manusia mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya untuk
memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifat-sifat
kepribadian sebagai upaya persiapan para karyawan untuk memegang tanggung jawab
pekerjaan di waktu yang akan datang.
Sementara itu menurut Notoatmodjo (1998:2) ada dua pengertian
pengembangan sumber daya manusia. Secara makro, pengembangan sumber daya manusia
(human resources development) adalah suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan
manusia dalam rangka mencapai suatu tujuan pembangunan bangsa. Secara mikro,
pengembangan sumber daya manusia adalah suatu proses perencanaan pendidikan,
pelatihan dan pengelolaan tenaga atau karyawan untuk mencapai suatu hasil optimal yang
dapat berupa jasa maupun benda atau uang.
Panggabean (2002:51) juga menambahkan bahwa pengembangan karyawan
lebih berorientasi kepada masa depan dan lebih perduli terhadap pendidikan yaitu terhadap
peningkatan kemampuan seseorang untuk memahami dan menginterpretasi pengetahuan
dan bukan mengajarkan keterampilan teknis. Dengan demikian pengembangan ini berupaya
dibutuhkan untuk melakukan suatu pekerjaan baik untuk saat ini atau untuk masa yang
akan datang.
Dari beberapa definisi di atas, jelaslah bahwa di dalam setiap kegiatan
pengembangan sumber daya manusia terdapat suatu proses untuk meningkatkan berbagai
kemampuan, baik kemampuan teoritis dan umum, maupun kemampuan teknis dan
operasional pegawai untuk mempersiapkan suatu tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas
untuk mencapai tujuan organisasi.
I.5.1.2. Tujuan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Menurut Handoko (1996:103) ada dua tujuan utama program pelatihan dan
pengembangan karyawan. Pertama, penelitian dan pengembangan dilakukan untuk
menutup “gap” antara kecakapan dan kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan.
Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas
kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan.
Sementara itu menurut Notoatmodjo (1998:3), pengembangan sumber daya
manusia baik secara mikro maupun secara makro pada hakikatnya adalah merupakan upaya
untuk merealisasikan semua kebutuhan-kebutuhan manusia menurut Maslow, yakni :
kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan jaminan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan
pengakuan dan penghargaan, serta kebutuhan akan kesempatan untuk mengembangkan diri.
Kebutuhan untuk mengembangkan diri merupakan kebutuhan yang paling tinggi bagi setiap
orang. Realisasi pengembangan diri ini bermacam-macam bentuk, antara lain melalui
pendidikan yang lebih tinggi atau pelatihan-pelatihan peningkatan kemampuan. Dalam
pelatihan, baik bergelar ataupun non-gelar merupakan usaha untuk memberikan
kesempatan bagi karyawannya guna memenuhi kebutuhan.
Meskipun usaha-usaha ini memakan waktu dan mahal, akan tetapi efektif untuk
mengurangi perputaran tenaga kerja dan membuat karyawan menjadi lebih produktif.
Pelatihan dan pengembangan juga membantu mereka dalam menghindarkan diri dari
keusangan dan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.
I.5.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Proses pengembangan sumber daya manusia merupakan sesuatu yang harus ada
dan terjadi di suatu organisasi. Namun demikian dalam pelaksanaan pengembangan sumber
daya manusia ini perlu mempertimbangkan faktor-faktor, baik dari dalam diri organisasi itu
sendiri maupun dari dalam organisasi yang bersangkutan. (Notoadmodjo, 1998:8)
a. Faktor Internal.
Mencakup keseluruhan kehidupan organisasi yang dapat dikendalikan baik oleh
pimpinan maupun oleh anggota organisasi yang bersangkutan, yang terdiri dari :
- Misi dan tujuan organisasi, pelaksanaan kegiatan atau program organisasi dalam
rangka mencapai tujuan ini memerlukan kemampuan sumber daya manusia yang telah
berkembang.
- Strategi pencapaian tujuan, diperlukan kemampuan pegawai dalam memperkirakan
dan mengantisipasi keadaan di luar yang dapat mempunyai dampak terhadap
- Sifat dan jenis kegiatan, strategi dan program pengembangan sumber daya manusia
akan berbeda antara organisasi yang kegiatannya rutin dengan organisasi yang
kegiatannya memerlukan inovasi dan kreatif.
- Jenis teknologi yang digunakan, pengembangan sumber daya manusia diperlukan
untuk mempersiapkan tenaga guna mengoperasikan teknologi yang dimiliki oleh
organisasi tersebut.
b. Faktor Eksternal.
Agar organisasi dapat melaksanakan misi dan tujuannya, maka ia harus
mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan yang mungkin saja dapat
mempengaruhinya, terdiri dari :
- Kebijaksanaan pemerintah, seperti misalnya : Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
SK Menteri atau keputusan pejabat lainnya, merupakan arahan yang harus
diperhitungkan karena barang tentu akan mempengaruhi program-program
pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi yang bersangkutan.
- Sosio-budaya masyarakat, suatu organisasi apapun didirikan untuk kepentingan
masyarakat yang mempunyai latar belakang sosio-budaya yang berbeda-beda.
- Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, suatu organisasi harus mampu
memilih teknologi yang tepat yang sesuai dengan kemampuan sumber daya manusia
yang dimilikinya.
I.5.1.4. Langkah-langkah Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan
sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kepribadian manusia. Pendidikan di dalam suatu organisasi (Soeprihanto, 1988:85) adalah
suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan
pengetahuan dan pengertian tentang pengetahuan umum, termasuk peningkatan penguasaan
teori pengambilan keputusan dalam menghadapi persoalan-persoalan perusahaan.
Sedangkan pelatihan adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan
cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam menjalankan suatu
pekerjaan. Maka dengan demikian, program pendidikan berguna untuk menambah
wawasan pegawai secara teoritis pada bidang pekerjaan sesuai dengan jabatannya
(memahami fungsi jabatan). Sedangkan program pelatihan berguna meningkatkan
kemampuan pegawai secara teknis operasional dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Menurut Notoatmodjo (1998:27), pentingnya program pendidikan dan pelatihan
bagi suatu organisasi disebabkan beberapa alasan. Pertama, sumber daya manusia atau
pegawai yang menduduki suatu jabatan dalam organisasi, belum tentu mempunyai
kemampuan yang sesuai dengan persyaratan yang diperlukan dalam jabatan tersebut (the
right man on the right place). Kedua, dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi maka
jabatan-jabatan yang dulu belum diperlukan, sekarang diperlukan. Maka diperlukan
penambahan atau peningkatan kemampuan yang diperlukan oleh jabatan tersebut. Ketiga,
promosi sebagai salah satu cara untuk mengembangkan sumber daya manusia harus
diberikan kepada pegawai yang telah memiliki kecakapan untuk jabatan yang lebih tinggi.
merasa terpanggil untuk melaksanakan pelatihan-pelatihan bagi karyawan atau pegawainya
agar diperoleh efektivitas dan efisiensi kerja sesuai dengan masa pembangunan.
Pada garis besarnya dibedakan adanya dua macam metode atau pendekatan yang
digunakan dalam pendidikan dan pelatihan karyawan maupun pegawai, yakni :
1. Metode di luar pekerjaan (Off the Job Site)
Pendidikan dan pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti pegawai sebagai
peserta diklat ke luar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya. Kemudian mengikuti
pendidikan atau pelatihan, dengan menggunakan teknik-teknik belajar mengajar seperti
lazimnya. Pada umumnya metode ini mempunyai dua macam teknik, yaitu :
- Teknik presentasi informasi, dengan menyajikan informasi, yang tujuannya
mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada para peserta
yang nantinya akan diadopsi oleh peserta diklat di dalam pekerjaannya nanti. Yang
termasuk ke dalam teknik ini antara lain adalah ceramah biasa, teknik diskusi, teknik
peniruan perilaku dan teknik magang.
- Metode-metode simulasi, merupakan suatu peniruan karakteristik atau perilaku
tertentu dari dunia riil sedemikian rupa sehingga peserta diklat dapat merealisasikan
seperti keadaan sebenarnya di tempat kerja. Metode-metode simulasi ini mencakup
simulator alat-alat, studi kasus, permainan peranan, teknik penyelesaian berbagai
macam masalah.
2. Metode di dalam pekerjaan (On the Job Site)
Pelatihan ini berbentuk penugasan pegawai-pegawai baru kepada pegawai yang sudah
berpengalaman untuk membimbing atau mengajarkan kepada para pegawai baru. Para
baik, dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas dan konkret, yang
akan dikerjakan oleh pegawai baru tersebut segera setelah pelatihan berakhir. Cara ini
biasa disebut sebagai mentoring. Cara ini dianggap sangat ekonomis dan efisien karena
karena tidak perlu membiayai para trainers dan trainee.
Setelah berakhirnya pendidikan dan pelatihan, seyogianya dilakukan evaluasi
terhadap proses dan hasilnya. Evaluasi terhadap proses mencakup organisasi
penyelenggaraan diklat dan penyampaian materi diklat. Sedangkan evaluasi terhadap hasil
mencakup evaluasi sejauh mana materi yang diberikan itu dapat dikuasai atau diserap oleh
peserta diklat. Cara melakukan evaluasi ini dapat secara formal dalam arti dengan
mengedarkan kuisioner yang harus diisi oleh para peserta diklat. Tetapi juga dapat
dilakukan secara informal, yakni melakukan diskusi antara peserta dengan panitia.
b. Kegiatan non-diklat.
Ada banyak kegiatan pengembangan yang dapat dilakukan atau diikuti baik
secara mandiri maupun secara organisasi oleh instansinya atau pihak luar instansinya.
Kegiatan pengembangan sumber daya manusia secara mandiri dapat berupa :
- Membaca buku teks, referensi dan media cetak lainnya
- Menonton program pendidikan dan pelatihan melalui TV, Video, atau media proyeksi
lainnya
- Mendengar siaran radio, kaset, atau media terekam lainnya
- Melalui komputer atau internet
Kegiatan pengembangan sumber daya manusia yang diorganisasi oleh suatu
instansi berupa : lokakarya/workshop, seminar, simposium, pameran (expose), studi
banding, wisata karya.
c. Promosi.
Pentingnya promosi bagi pegawai adalah sebagai perangsang yang kemudian
diharapkan dapat meningkatkan kinerja pegawai. Promosi adalah perubahan kedudukan
seorang pegawai dalam rangkaian susunan kepangkatan atau jabatan yang lebih tinggi dari
keadaan semula baik dari segi tanggung jawab, syarat-syarat kerja atau penghasilannya.
(Moenir, 1993:173)
Pada PT. PLN (Persero) sendiri, promosi lebih berarti kepada perubahan ke
jabatan yang lebih baik, daripada menggunakan istilah kenaikan pangkat yang lebih umum
digunakan pada susunan organisasi negara. Jabatan merupakan kedudukan yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai pada perusahaan
yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar penggajian.
Sebagai salah satu upaya pengembangan, promosi sangat diharapkan oleh setiap
pegawai dimanapun ia berada. Hal ini disebabkan dengan adanya promosi maka pegawai
yang bersangkutan akan mendapatkan hak-hak yang bersifat material, misalnya : kenaikan
pendapatan, perbaikan fasilitas, sedangkan hal non-material misalnya : status sosial dan
rasa bangga. Kesempatan promosi dalam suatu organisasi dapat terjadi karena adanya
lowongan. Lowongan dari segi jabatan timbul dalam sistem kepegawaian yang
d. Motivasi.
Dalam Hasibuan (2005:95) ada beberapa pengertian motivasi. Menurut
Hasibuan, motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala
daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Stephen P. Robbins mendefinisikan motivasi
sebagai suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan
organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk memuaskan beberapa kebutuhan
individu. Merle J. Moskowits menambahkan pengertian motivasi sebagai inisiatif dan
pengarahan tingkah laku dan pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah
laku.
Dengan demikian, motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong
gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua
kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Karena pada
dasarnya perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan yang “mampu, cakap dan
terampil”, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk
mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan dan keterampilan karyawan
tidak ada artinya bagi perusahaan, jika mereka tidak mau bekerja keras mempergunakan
kemampuan, kecakapan dan keterampilan yang dimilikinya.
Menurut Hasibuan (2005:96) ada dua aspek motivasi :
1. Aspek aktif / dinamis : motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam
menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia agar secara produktif berhasil
2. Aspek pasif / statis : motivasi tampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai
perangsang untuk dapat mengarahkan dan menggerakkan potensi sumber daya manusia
itu ke arah tujuan yang diinginkan.
Hasibuan juga menambahkan jenis-jenis motivasi yang dapat digunakan pada
potensi sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan :
1. Motivasi positif (insentif positif), manajer memotivasi bawahan dengan memberikan
hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat
kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang
baik-baik saja. Misalnya : gaji, bonus, piagam, medali jasa, kendaraan dinas, rumah
dinas.
2. Motivasi negatif (insentif negatif), manajer memotivasi bawahannya dengan
memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasi rendah).
Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan
meningkat, karena mereka takut dihukum, tetapi dalam jangka waktu panjang dapat
berakibat kurang baik. Misalnya : skorsing, pengurangan bonus, penurunan jabatan
ataupun mutasi.
I.5.2. Kinerja Pegawai.
I.5.2.1. Pengertian Kinerja Pegawai.
Kinerja merupakan suatu hal yang penting untuk mengatur keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya. Setiap orang penting untuk selalu melakukan
penilaian terhadap kinerja, karena hal tersebut dapat dijadikan sebagai masukan untuk
Dalam Rivai (2005:15) ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian
kinerja. Osborn (1991) mengatakan bahwa kinerja adalah sebagai kualitas dan kuantitas
dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan individu, kelompok maupun perusahaan.
Casio (1992) menyebutkan kinerja adalah merujuk kepada pencapaian tujuan karyawan atas
tugas yang diberikan. Stolovitch (1992) kinerja adalah merupakan seperangkat hasil yang
dicapai dan merujuk kepada tingkatan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang
diminta. Robins (1996) mendefinisikan pengertian kinerja adalah fungsi interaksi antara
kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau
opportunity (O), yaitu kinerja = F (A x M x O) artinya kinerja merupakan fungsi dari
kemampuan, motivasi dan kesempatan.
Pengertian kinerja pegawai menurut Simamora (2005:120) adalah tingkat
terhadap mana para pegawai mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Sedangkan
menurut Mangkunegara (2001), definisi kinerja pegawai adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Maka dengan demikian, kinerja dapat dipahami sebagai tingkat keberhasilan
maupun tingkat pencapaian tujuan organisasi. Kinerja dapat menunjukkan seberapa jauh
tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi. Selain itu, kinerja juga
menunjukkan sejauh mana tujuan yang dinyatakan dalam petunjuk hasil dapat dicapai oleh
suatu organisasi. Dengan demikian pengertian kinerja suatu organisasi memenuhi fungsi
I.5.2.2. Manajemen Kinerja.
Manajemen kinerja merupakan metode atau alat untuk meningkatkan atau
memperbaiki kinerja pelayanan publik, dan menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam
menerapkan manajemen kinerja. Menurut Robert Bacal (Modul 2 : Memperbaiki
Manajemen Kinerja, 2007:16), manajemen kinerja adalah berlangsungnya proses
komunikasi, melakukan kerja sama antara pimpinan dengan staf/pegawai yang terlibat
membuat kejelasan atau kepastian harapan dan memahami tentang :
a. Esensi tugas hambatan dan fungsi pegawai yang diharapkan untuk dikerjakan
b. Bagaimana kontribusi pegawai terhadap tujuan organisasi
c. Apa yang dimaksud melakukan kerja dengan baik dalam pengertian kongkrit
d. Bagaimana pimpinan dan pegawai akan bekerja sama secara berkesinambungan,
atau untuk mengembangkan kinerja pegawai untuk saat ini
e. Bagaimana kinerja pekerjaan akan memiliki pengaruh
f. Identifikasi rintangan/kinerja dan derajatnya
Manajemen kinerja harus dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan
organisasi, sebagai metode untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap menurun atau
memburuknya kinerja individu, kelompok atau tim dan organisasi, dan sebagai metode
bagaimana pimpinan menjelaskan dan mengarahkan agar pegawai melakukan kerja sama
dalam suatu sistem untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja. Artinya bahwa
manajemen kinerja merupakan suatu proses manajemen yang dititikberatkan pada tindakan
pencegahan (preventif) yang dilakukan manajemen terhadap kemungkinan menurun atau
memburuknya kinerja. Manajemen kinerja juga dianggap sebagai suatu proses yang
memperbaiki kinerja individual, unit cabang dan korporat, terhadap sasaran-sasaran dan
target-target yang telah ditetapkan sebelumnya. Maka secara umum, manajemen kinerja
adalah proses berlangsungnya kerjasama dan komunikasi dua arah antara pimpinan/top
manager dengan manajemen (manager or supervisor) dan antara pimpinan/top manager
dan manajemen dengan staf.
Keberhasilan kinerja sebenarnya sangat ditentukan oleh suatu perencanaan
kinerja yang baik, kesatuan dan persamaan persepsi dari seluruh pegawai terhadap sistem
manajemen kinerja, dan karyawan memahami bagaimana cara menjalankan tugas dan
pekerjaan dalam satu sistem manajemen.
Perencanaan kinerja secara operasional didefinisikan sebagai proses yang
dilakukan oleh pimpinan dan karyawan untuk bekerjasama menetapkan apa yang harus
dikerjakan oleh karyawan dalam beberapa tahun ke depan, dan apa yang harus dipahami
untuk berhasilnya kinerja dalam suatu sistem manajemen kinerja.
Manajemen kinerja dalam prosesnya berhubungan dengan proses perencanaan
strategis, perencanaan anggaran, kebijakan pengembangan pegawai dan sistem kompensasi
pegawai, serta proses peningkatan kualitas program. Manajemen kinerja adalah salah satu
metode, cara atau alat untuk bagaimana mendapatkan hasil maksimal dari investasi yang
kita tanamkan, yaitu investasi : waktu, tenaga, usaha, dan komitmen kebersamaan;
pimpinan tertinggi, pimpinan menengah dan bawah serta seluruh pegawai, untuk
meningkatkan kualitas manajemen kinerja yang akan berpengaruh signifikan terhadap
meningkatnya kualitas pelayanan publik.
Tetapi jangan salah pengertian atau bingung memahami manajemen kinerja
bagian dari sistem manajemen kinerja. Keberhasilan memenej manajemen kinerja,
syaratnya anda harus menggunakan semua bagian atau komponen yang terkait dalam suatu
sistem itu sendiri.
I.5.2.3. Kriteria atau Indikator Pengukuran Kinerja Pegawai.
Menurut Schuler and Jackson (1999:11) ada tiga jenis dasar kriteria kinerja.
Kriteria berdasarkan sifat, memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang karyawan.
Loyalitas, keandalan, kemampuan berkomunikasi dan keterampilan memimpin merupakan
sifat-sifat yang sering dinilai selama proses penilaian. Kriteria berdasarkan perilaku,
terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi
pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal. Kriteria keperilakuan terbukti
bermanfaat untuk memantau apakah para atasan mencurahkan cukup banyak usaha untuk
mengembangkan diri. Kriteria berdasarkan hasil, kriteria ini berfokus pada apa yang telah
dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dihasilkan atau dicapai.
Dalam melakukan penilaian terhadap kinerja pegawai maka harus dimiliki
sebuah pedoman dan dasar-dasar penilaian. Pedoman dan dasar-dasar penilaian tersebut
dapat dibedakan dalam aspek-aspek penilaian. Yang dimaksud dengan aspek-aspek
penilaian di sini adalah hal-hal yang pada dasarnya merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang
dapat menunjukkan bahwa pelaksanaan suatu pekerjaan tertentu dapat berjalan dengan
lancar dan berhasil dengan baik. Atau dengan kata lain ciri-ciri dari pelaksanaan pekerjaan
yang berhasil digunakan kembali untuk menilai setiap pelaksanaan pekerjaan yang
bersangkutan secara rutin. Oleh karena itu, menurut Soeprihanto (1988:23) aspek-aspek
1. Prestasi kerja : mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk-beluk pekerjaan dan
bidang tugasnya serta bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya.
2. Rasa tanggung jawab : menyelesaikan tugas sebaik-baiknya tepat pada waktunya.
3. Kesetiaan dan pengabdian : loyal terhadap jabatan yang diduduki serta bekerja sepenuh
hati untuk menyelesaikan pekerjaan.
4. Prakarsa : mampu mencari tata kerja baru untuk mencapai efektivitas dan efisiensi
dalam pekerjaan.
5. Kejujuran : melaksanakan tugas dengan ikhlas.
6. Disiplin : mentaati peraturan dan tata tertib yang berlaku.
7. Kerjasama : mampu bekerjasama dengan orang lain menurut waktu dan bidang tugas
yang ditentukan.
8. Kepemimpinan : mampu berkomunikasi, berkoordinasi, serta memberikan motivasi
kepada rekan kerja.
Sedangkan menurut Bernardin dan Cascio (Schuler and Jackson, 1999:8) ada
beberapa sistem penilaian yang baku untuk melaksanakan evaluasi kinerja, yaitu :
1. Analisis jabatan untuk mengidentifikasi tugas dan kewajiban pekerjaan dan tugas-tugas
penting harus melalui pengembangan sistem penilaian kinerja.
2. Sistem penilaian kinerja harus baku dan formal.
3. Standar-standar kinerja tertentu harus disampaikan kepada karyawan sebelum masa
penilaian dilakukan.
4. Data-data yang obyektif dan tidak dicampur aduk harus digunakan dalam setiap situasi
5. Rating sifat-sifat seperti keandalan, dorongan, atau sikap harus dihindarkan dalam
pengertian perilaku.
6. Karyawan harus dievaluasi menurut dimensi kerja tertentu dan bukan menurut suatu
ukuran global atau keseluruhan.
7. Jika yang harus dievaluasi adalah perilaku kerja dan bukan hasilnya, maka penilaiannya
harus mempunyai kesempatan yang cukup luas mengamati kinerja orang-orang yang
sedang dinilai.
8. Untuk meningkatkan keandalan rating, lebih dari satu penilai independen harus
melakukan penilaian kapan saja bila memungkinkan.
9. Dokumentasi perilaku harus disiapkan untuk penilaian yang ekstrim.
10.Karyawan harus diberi kesempatan untuk meninjau kembali penilaian mereka.
11.Suatu sistem naik banding formal harus ada jika terjadi ketidaksepakatan terhadap
penilaian.
12.Para pemberi rating harus dilatih mencegah diskriminasi dan mengevaluasi kinerja
secara konsisten.
13.Penilaian harus sering dilakukan, paling tidak sekali dalam satu tahun.
I.5.2.4. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja Pegawai.
Adapun tujuan penilaian kinerja menurut Soeprihanto (1988:8) :
1. Mengetahui keadaan keterampilan dan kemampuan setiap pegawai.
2. Untuk digunakan sebagai dasar perencanaan di bidang personalia, khususnya
3. Dapat digunakan sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan pegawai seoptimal
mungkin, sehingga dapat diarahkan jenjang karirnya atau perencanaan karirnya,
kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antar atasan dan bawahan.
5. Mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang personalia, khususnya
prestasi pegawai dalam bekerja.
6. Secara pribadi, bagi pegawai dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan
masing-masing sehingga dapat memacu perkembangannya. Sebaliknya bagi atasan yang
menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan sehingga dapat membantu
dan memotivasi pegawai dalam bekerja.
7. Hasil penilaian kinerja tersebut akan bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di
bidang personalia secara keseluruhan.
Selain itu, Schuler dan Jackson (1999:4) juga menambahkan manfaat
dilakukannya penilaian kinerja, diantaranya adalah :
1. Mensejajarkan tujuan individu dengan tujuan organisasi, yaitu menambah deskripsi
tindakan yang harus diperlihatkan karyawan dan hasil-hasil yang harus mereka capai
agar suatu strategi bisa berhasil.
2. Sebagai sarana untuk mengukur kontribusi masing unit kerja dan
masing-masing karyawan.
3. Memberi kontribusi kepada tindakan dan keputusan-keputusan administratif yang
mempertinggi dan mempermudah strategi, seperti menilai tingkat kemampuan
karyawan dan merencanakan bagaimana menyiapkan tenaga kerja untuk waktu yang
4. Untuk mengidentifikasi kebutuhan untuk strategi dan kebutuhan-kebutuhan baru.
I.5.3. Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Pegawai.
Didasarkan pada kenyataan bahwa seorang pegawai akan membutuhkan
serangkaian pengetahuan, keahlian dan kemampuan yang berkembang untuk bekerja
dengan baik dan suksesi posisi yang ditemui selama karirnya, maka pengembangan sumber
daya manusia merupakan hal yang penting dilakukan untuk merubah sumber daya manusia
yang dimiliki organisasi, dari suatu keadaan ke keadaan lain yang lebih baik melalui
pendidikan jangka panjang dan pengalaman belajar dalam mempersiapkan pegawai untuk
tanggung jawab di masa mendatang. (Simamora, 2005:120)
Kinerja pegawai adalah hasil prestasi kerja, rasa tanggung jawab, kesetiaan dan
pengabdian, prakarsa, kejujuran, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
(Soeprihanto, 1988:23)
Pengembangan sumber daya manusia bertujuan untuk menghasilkan sumber
daya manusia organisasi yang handal dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Tujuan pengembangan sumber daya manusia pada akhirnya adalah
untuk menciptakan pegawai yang memiliki kinerja yang baik dengan cara meningkatkan
kemampuan mereka untuk dapat berkinerja lebih baik. Maka dengan demikian diharapkan
akan tampak pengaruh penerapan program pengembangan sumber daya manusia terhadap
peningkatan kinerja pegawai PT. PLN (Persero) Cabang Medan. Jika kinerja pegawai
sebelumnya adalah positif, maka pengembangan yang diberikan bertujuan untuk semakin
bila kinerja sebelumnya negatif, maka tujuan pengembangan sumber daya manusia adalah
untuk memperbaikinya agar menjadi baik dan positif.
I.6. Hipotesis.
Arikunto (1996:67) menyebutkan hipotesis sebagai jawaban terhadap
permasalahan, yang dapat dibedakan atas 2 hal sesuai dengan taraf pencapaiannya, yaitu :
1. Jawaban permasalahan yang berupa kebenaran pada taraf teoritik, dicapai melalui
membaca;
2. Jawaban permasalahan yang berupa kebenaran pada taraf praktek dicapai setelah
penelitian selesai, yaitu setelah pengolahan terhadap data.
Maka, sehubungan dengan pembatasan pengertian diatas, hipotesis dapat
diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian,
sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
Berdasarkan konsep-konsep yang dipaparkan penulis di atas maka penulis
merumuskan hipotesis sebagai berikut : “Semakin baik pengembangan sumber daya
manusia yang diterapkan maka semakin tinggi kinerja pegawai kantor PT. PLN (Persero) Cabang Medan”.
Bila digambarkan hipotesis tersebut akan tampak sebagai berikut :
Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia Terhadap Kinerja Pegawai
Variabel X (bebas) Variabel Y (terikat)
Gambar 1. Pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai
Pengembangan Sumber Daya Manusia
I.7. Definisi Konsep.
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian
ilmu sosial. (Singarimbun, 1995:37).
Untuk memberikan batasan yang jelas tentang penelitian yang akan dilakukan,
maka penulis mendefinisikan konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :
1. Pengembangan sumber daya manusia adalah proses untuk meningkatkan berbagai
kemampuan, baik kemampuan teoritis dan umum, maupun kemampuan teknis dan
operasional pegawai PT. PLN (Persero) Cabang Medan melalui pendidikan dan
pelatihan, kegiatan non-diklat, promosi, serta motivasi untuk mempersiapkan suatu
tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang
pada PT. PLN (Persero) Cabang Medan dalam hal prestasi kerja, rasa tanggung jawab,
kesetiaan dan pengabdian, prakarsa, kejujuran, disiplin, kerja sama, serta kepemimpinan
yang telah dilaksanakan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
3. Pengaruh pengembangan sumber daya manusia terhadap kinerja pegawai adalah untuk
memperbaiki, meningkatkan pengetahuan pegawai dari segi kemampuan teoritis dan
kemampuan teknis melalui pendidikan dan pelatihan, kegiatan non-diklat, promosi serta
motivasi akan meningkatkan hasil kerja pegawai secara prestasi kerja, rasa tanggung
jawab, kesetiaan dan pengabdian, prakarsa, kejujuran, disiplin, kerja sama, serta
I.8. Definisi Operasional.
Definisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana
mengukur suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui
indikator-indikator apa saja untuk mendukung analisa dari variabel-variabel tersebut (Singarimbun,
1995:46).
1. Pengembangan sumber daya manusia sebagai variabel bebas (X) dapat diukur
melalui indikator sebagai berikut :
a) Pendidikan dan pelatihan
• Partisipasi pegawai dalam mengikuti pendidikan dan pelatihan
• Pegawai menghadiri program pembelajaran saat pendidikan dan pelatihan
dilaksanakan (mendengar presentasi pengajar dan memecahkan suatu studi
kasus)
• Adanya pegawai lama yang diberi tugas oleh pimpinan untuk membimbing
pegawai baru dalam menjalankan tugas sehari-hari (mentoring)
• Adanya evaluasi setelah pelaksanaan diklat terhadap peserta diklat untuk
mengetahui dampaknya terhadap kemajuan pegawai
b) Kegiatan non-diklat
• Belajar dari media cetak (buku, koran, majalah, buletin), media elektronik
(TV, radio, internet) maupun menulis artikel atau bahkan buku
• Mengikuti workshop, seminar, simposium, pameran, studi banding, ataupun
wisata karya
c) Promosi
• Kenaikan gaji, tunjangan ataupun fasilitas yang sesuai dengan kedudukan
jabatan yang baru
• Diberikan berdasarkan kinerja pegawai
d) Motivasi
• Memberikan bonus atau piagam penghargaan kepada para pegawai yang
bekerja dengan baik
• Memberikan hukuman atau sanksi kepada para pegawai yang pekerjaannya
kurang baik
2. Kinerja pegawai sebagai variabel terikat (Y) dengan indikator sebagai berikut :
a) Prestasi kerja : mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk-beluk
pekerjaan dan bidang tugasnya serta bidang lain yang berhubungan dengan
tugasnya.
b) Rasa tanggung jawab : menyelesaikan tugas sebaik-baiknya tepat pada
waktunya.
c) Kesetiaan dan pengabdian : loyal terhadap jabatan yang diduduk i serta bekerja
sepenuh hati untuk menyelesaikan pekerjaan.
d) Prakarsa : mencari cara kerja baru untuk mencapai efektivitas dan efisiensi
dalam pekerjaan.
e) Kejujuran : melaksanakan tugas dengan data yang sebenarnya.
f) Disiplin : mentaati peraturan dan tata tertib yang berlaku.
g) Kerjasama : bekerjasama dengan orang lain menurut waktu dan bidang tugas
h) Kepemimpinan : berkomunikasi, berkoordinasi, serta memberikan motivasi
kepada rekan kerja.
I.9. Sistematika Penulisan.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, definisi konsep,
definisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample,
teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor dan teknik analisa data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum tentang objek atau lokasi penelitian yang
relevan dengan topik penelitian.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini berisi hasil data yang diperoleh dari lapangan dan atau berupa
dokumen yang akan dianalisis.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisi tentang uraian data-data yang diperoleh setelah melaksanakan
penelitian.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan
BAB II
METODE PENELITIAN
II.1. Bentuk Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian asosiatif
(hubungan) dengan teknik analisa data kuantitatif. Penelitian asosiatif (hubungan) adalah
merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau
lebih (hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen). Dengan penelitian
ini maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk menjelaskan,
meramalkan dan mengontrol suatu gejala. Teknik analisa data kuantitatif merupakan
kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan
dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan jenis responden dan variabel,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap
variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan
melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. (Sugiyono, 2005:11)
II.2. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilakukan pada Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Medan yang
beralamat pada Jl. Listrik No. 8 Medan.
II.3. Populasi dan Sampel. II.3.1. Populasi.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek dan obyek yang
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005:90). Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah seluruh pegawai tetap yang bertugas pada kantor PT. PLN (Persero)
Cabang Medan yang berjumlah 125 orang.
II.3.2. Sampel.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2005:91). Sampel yang diambil dalam penelitian harus dapat dianggap
mewakili dalam suatu penelitian. Agar sampel yang digunakan dalam penelitian ini lebih
representatif maka teknik sampling yang digunakan adalah sampel jenuh, di mana yang
menjadi sampel adalah seluruh pegawai tetap yang bertugas pada kantor PT. PLN (Persero)
Cabang Medan yang berjumlah 125 orang.
II.4. Teknik Pengumpulan Data.
Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan yang diperlukan
penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Metode Angket
Yaitu teknik pengumpulan data melalui pemberian daftar pertanyaan secara tertutup
kepada responden yang dilengkapi dengan beberapa alternatif jawaban.
2. Penelitian Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literatur seperti
buku, dokumen, majalah dan berbagai bahan yang berhubungan dengan objek
3. Studi Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui pengkajian dan penelaahan terhadap
catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti.
II.5. Teknik Penentuan Skor.
Untuk membantu dalam menganalisa data yang diperoleh dalam penelitian,
maka penelitian ini menggunakan teknik penentuan skor. Teknik pengukuran skor yang
akan digunakan adalah dengan skala ordinal untuk menilai jawaban kuesioner responden.
Adapun skor yang ditentukan untuk setiap pertanyaan adalah :
1. Untuk alternatif jawaban A diberi skor 5
2. Untuk alternatif jawaban B diberi skor 4
3. Untuk alternatif jawaban C diberi skor 3
4. Untuk alternatif jawaban D diberi skor 2
5. Untuk alternatif jawaban E diberi skor 1
Untuk mengetahui atau menentukan kategori jawaban responden dari
masing-masing variable apakah tergolong tinggi, sedang atau rendah maka terlebih dahulu
ditentukan skala interval dengan cara sebagai berikut :
Banyaknya Bilangan Skor Tertinggi – Skor Terendah
Maka diperoleh : 0.80 5
1 5
= −
Sehingga dengan demikian dapat diketahui kategori jawaban responden
Skor untuk kategori sangat tinggi = 4.21 – 5.00
Skor untuk kategori tinggi = 3.41 – 4.20
Skor untuk kategori sedang = 2.61 – 3.40
Skor untuk kategori rendah = 1.81 – 2.60
Skor untuk kategori sangat rendah = 1.00 – 1.80
II.6. Teknik Analisa Data.
Teknik analisa data yang digunakan untuk mengetahui koefisien korelasi
variabel X terhadap Y digunakan rumus :
1. Koefisien Korelasi Product Moment
Cara ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya dan besar kecilnya
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Perhitungannya dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
( )( )
rxy = angka indeks korelasi ‘r’ product moment
N = populasi
Σx = jumlah seluruh skor x
Σy = jumlah seluruh skor y
Dari hasil perhitungan tersebut akan memperlihatkan kemungkinan-
kemungkinan sebagai berikut :
a. Koefisien korelasi yang diperoleh sama dengan nol (r = 0) berarti hubungan
kedua variabel yang diuji tidak ada.
b. Koefisien korelasi yang diperoleh positif (r = +) berarti kenaikan nilai variabel
yang satu, diikuti nilai variabel yang lain dan kedua variabel memiliki hubungan
positif.
c. Koefisien korelasi yang diperoleh negatif (r = -), berarti kedua variabel negatif
dan menunjukkan meningkatnya variabel yang satu diikuti menurunnya variabel
yang lain.
Untuk mengetahui adanya hubungan yang tinggi, sedang atau rendah antara
kedua variabel berdasarkan nilai r (koefisien korelasi) digunakan penafsiran atau
interpretasi angka sebagai berikut :
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0.80 – 1.000 Sangat Tinggi
0.60 – 0.799 Tinggi
0.40 – 0.599 Sedang
0.20 – 0.399 Rendah
0.00 – 0.199 Sangat Rendah
Tabel 1. Interpretasi Koefisien Korelasi Product Moment
Dengan nilai r yang diperoleh maka dapat diketahui apakah nilai r yang
Tabel korelasi menentukan batas-batas r yang signifikan. Bila r tersebut signifikan,
artinya hipotesis kerja atau hipotesis alternatif dapat diterima.
2. Uji Signifikan
Uji signifikan digunakan untuk menentukan apakah hipotesis diterima atau
ditolak. Uji signifikan yang dilakukan terhadap hipotesis nihil (Ho) mengatakan :
“Tidak ada korelasi antara Variabel X dan Variabel Y”. Ho ditolak apabila nilai t-hitung
lebih besar daripada harga t-tabel (t-hitung > t-tabel), dan diterima bila t-hitung nilainya lebih
kecil dari t-tabel (t-hitung < t-tabel). Rumus yang digunakan adalah :
t-
hitung =2
1 2
r n r
− −
3. Koefisien Determinant
Teknik ini digunakan untuk mengetahui berapa persen besarnya pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan
nilai koefisien product moment Pearson :
D = (rxy)2 x 100%
D = Koefisien Determinant
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
III.1. Dasar Hukum.
1. Undang – Undang Republik Indonesia nomor : 20 tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor : 23 tahun 2004 tentang Badan
Nasional Sertifikasi Profesi.
3. Anggaran Dasar PT. PLN (Persero).
4. Keputusan Menteri BUMN No. KEP-180/M-MBU/2003
5. Keputusan Pemimpin PT. PLN (Persero) Wilayah Sumut nomor :
036.K/010/PW.SU/2004
6. Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) nomor : 1337.K/440/DIR/2003
III.2. Sejarah PT. PLN (Persero) Wilayah II Sumatera Utara.
Sejarah kelistrikan di Sumatera Utara bukanlah baru. Kalau listrik mulai ada di
wilayah Indonesia tahun 1893 di daerah Batavia (Jakarta sekarang), maka 30 tahun
kemudian (1923) listrik mulai ada di Medan. Sentralnya dibangun di tanah pertapakan
Kantor PLN Cabang Medan yang sekarang di Jl. Listrik No. 12 Medan, dibangun oleh NV
NIGEM / OGEM perusahaan swasta Belanda. Kemudian menyusul pembangunan
kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan (1924), Tebing Tinggi (1927), Sibolga
(NV ANIWM) Brastagi dan Tarutung (1929), Tanjung Balai (1931) milik Gemeente –
Masa penjajahan Jepang, Jepang hanya mengambil alih pengelolaan Perusahaan
Listrik Swasta Belanda tanpa mengadakan penambahan mesin dan perluasan jaringan.
Daerah kerja dibagi menjadi Perusahaan Listrik Sumatera Utara, Perusahaan Listrik Jawa
dan seterusnya sesuai struktur organisasi pemerintahan tentara Jepang waktu itu.
Setelah Proklamasi RI 17 Agustus 1945, dikumandangkanlah Kesatuan Aksi
Karyawan Perusahaan Listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil alih
perusahaan listrik bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan Listrik yang
sudah diambil alih itu diserahkan kepada Pemerintah RI dalam hal ini Departemen
Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih itu, maka dengan Penetapan
Pemerintah No.1 SD/45 ditetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik. Sejarah
memang membuktikan kemudian bahwa dalam suasana yang makin memburuk dalam
hubungan Indonesia – Belanda, tanggal 3 Oktober 1953 keluar Surat Keputusan Presiden
No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta Belanda
sebagai bagian dari perwujudan pasal 33 ayat(2) UUD 1945.
Setelah aksi ambil alih itu, sejak tahun 1955 di Medan berdiri Perusahaan
Listrik Negara Distribusi Cabang Sumatera Utara ( Sumatera Timur dan Tapanuli ) yang
mula – mula dikepalai R.Sukarno ( merangkap kepala di Aceh ), tahun 1959 dikepalai oleh
Ahmad Syaifullah. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PPUT No. 16/1/20
tanggal 20 Mei 1961, maka organisasi kelistrikan dirubah. Sumatera Utara, Aceh, Sumbar,