• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prospek Pengembangan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat (Studi Kasus :KUD-P3RSU, Desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan batu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Prospek Pengembangan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat (Studi Kasus :KUD-P3RSU, Desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan batu)"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PROSPEK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT

PERKEBUNAN RAKYAT

(Studi Kasus :KUD-P3RSU, Desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan batu)

SKRIPSI

Oleh :

Ratna Permatasari Zen 030334025 SEP-Agribisnis

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PROSPEK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT

PERKEBUNAN RAKYAT

(Studi Kasus :KUD-P3RSU, Desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan batu)

SKRIPSI

Oleh :

Ratna Permatasari Zen 030334025 SEP-Agribisnis

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Luhut Sihombing, MP Ir.M. Jufri, MSi

Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

RATNA PERMATASARI ZEN

(030334025/ SEP- AGRIBISNIS) dengan judul skripsi “Prospek Pengembangan Kelapa Sawit Rakyat” (Studi Kasus: KUD-P3RSU Desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah hulu, Kabupaten Labuhan Batu). Penelitian ini dibimbing oleh Ir. Luhut Sihombing, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir.M. Jufri, MSi sebagai anggota komisi pembimbing. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007.

Metode penentuan daerah penelitian dilakukan secara metode simpel random sampling, dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu secara acak dimana setiap petani memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sample, dimana setiap sample memiliki luas lahan sebesar 2 Ha maka ditentukan sample sebanyak 30KK yang merupakan anggota P3RSU. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis NPV, IRR, B/C dengan melihat sumber data yang berasal dari PPKS dan Instansi tertentu (Australian Oli Palm) dengan membandingkan hasil data yang diproleh dalam 1 tahun . Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Usahatani Kelapa Sawit Rakyat selama satu tahun terakhir mengalami perkembangan pada luas lahan, produksi, produktivitas dan harga.

2. Usahatani Kelapa Sawit Rakyat menguntungkan petani dengan rata- rata pendapatan bersih per petani sebesar Rp. 41,679,388

3. Ketersediaan input produksi (meliputi: bibit, pupuk, tenaga kerja, dan obat- obatan) di daerah penelitian sudah cukup tersedia.

4. Pengaruh karakteristik petani yaitu: pengalaman betani, tingkat pendidikan, umur, luas lahan dan jumlah tanggungan dengan pendapatan bersih secara serempak adalah positif. Akan tetapi hubungan karakteristik petani dengan pendapatan bersih yang positif adalah luas lahan, umur, dan pengalaman bertani. 5. Pengaruh karakteristik petani yaitu: pengalaman betani, tingkat pendidikan, umur,

(4)

RIWAYAT HIDUP

RATNA PERMATASARI ZEN,

lahir di Yogyakarta pada tanggal 08 Juli 1986 anak dari DR. Ir Zahari Zen, MSc dan Syahniar Ansharullah. Penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 1991 masuk Sekolah Dasar Huges Primary School (Canberra, Australia)

tamat pada tahun 1997.

2. Tahun 1997 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Samson Primary School (Perth, Western Australia) tamat pada tahun 2000.

3. Tahun 2000 masuk Sekolah Menengah Umum Swasta Harapan 2 Medan tamat pada tahun 2003.

4. Tahun 2003 diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

5. Desember 2007 melaksanakan Penelitian Skripsi di KUD-P3RSU di Desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “PROSPEK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT PERKEBUNAN RAKYAT” (Studi Kasus: KUD-P3RSU Desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu). Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

• Dekan Fakultas Pertanian yang memimpin fakultas pertanian

• Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk mengajari saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

• Ir. M. Jufri, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu saya dalam penyempurnaan skripsi ini.

• Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen SEP, FP- USU/ Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku sekertaris Departemen SEP, FP- USU yang telah memberikan kemudahan dalam hal kuliah.

(6)

• Rekan- rekan mahasiswa stambuk 2003 Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, atas kebersamaan, dan canda tawa kalian yang membuat penulis menjadi lebih bersemangat.

• Terima Kasih khusus buat ” Ronyanda ” yang telah membantu dan mensupport saya dalam penyelesaian skripsi saya.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini yang banyak membantu penulis dalam memberikan data dan informasi megenai proyek P3RSU Aek Nabara.

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada Ayahanda DR. Ir. Zahari Zen, MSc dan Ibunda Syahniar Ansharullah atas kasih sayang, dan dukungan baik secara materi maupun doa yang diberikan kepada penulis selama menjalani kuliah, tak lupa kepada kakanda M.Afif Syahputra, AMd, ST and Risa Amalia Syahputri, SH dan adinda Mutiara Ismi atas doa dan semangat yang diberikan.

Medan, April 2008

(7)

DAFTAR ISI

I.1. Latar Belakang...1

I.2. Identifikasi Masalah...5

I.3. Tujuan Penelitian...6

I.4. Kegunaan Penelitian...7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI...8

II.1. Tinjauan Pustaka...8

II.2. Tinjauan Aspek Ekonomi Kelapa Sawit...15

II.3. Landasan Teori...17

II.4. Kerangka Pemikiran...24

II.5. Hipotesis Penelitian...27

BAB III. METODE PENELITIAN...28

III.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian...28

III.2. Metode Pengambilan Sampel Penelitian...28

III.3. Metode Pengumpul Data ...29

III.4. Metode Analisis Data...29

(8)

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

PETANI SAMPEL...36

IV.1. Deskripsi Daerah Penelitian...36

IV.2. Tata Guna Lahan Desa Aek Nabara...37

IV.3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin...37

IV.4. Keadaan Penduduk Menurut Umur...38

IV.5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan...39

IV.6. Sosial Ekonomi ...39

IV.7. Sarana Dan Prasarana ...40

IV.8. Karakteristik Petani Sampel ...41

IV.9.Gambaran Umum KUD (P3RSU) Aek Nabara...42

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN...45

V.1 Hasil Penelitian...45

V.2 Kondisi Umum Perkebunan Rakyat...45

V.3 Tingkat pendapatan usahatani kelapa sawit anggota koperasi KUD...45

V.3 Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit ...46

V.4 Biaya Produksi Usahatani Kelapa Sawit...47

V.5 Pendapatan Bersih Usahatani Kelapa Sawit...48

V.6 Tingkat kelayakan dan pengembalian modal apabila dilakukan peremajaan usahatani kelapa sawit...49

V.7 Pembahasan Penelitian...52

V.8 Kondisi Umum Perkebunan Rakyat...52

V.9 Tingkat pendapatan Usahatani kelapa sawit layak untuk diusahakan...52

V.10Peran lembaga ekonomi (P3RSU) dalam pengembangan kelapa sawit perkebunan rakyat...53

V.11Masalah yang dihadapi dalam pengembangan usahatani kelapa sawit...55

V.12Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah Usahatani Kelapa Sawit ...56

V.13 Tingkat kelayakan dan pengembalian modal apabila dilakukan peremajaan usahatani kelapa sawit...57

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...59

IV.1 Kesimpulan ...60

IV.2 Saran ...61

DAFTAR PUSTAKA ...56

LAMPIRAN ...58

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Tata Guna Lahan daerah Penelitian Tahun 2006...37

2. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Aek Nabara Tahun 2006...37

3. Komposisi Penduduk berdasarkan Umur, 2006...38

4. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Aek Nabara tahun 2006...39

5. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencahrian di Desa Aek Nabara tahun 2006 ...40

6. Karakteristik Petani Sampel Anggota KUD Aek Nabara ...41

7. Rata- Rata Penerimaan Petani/ Hektar Kelapa Sawit ...46

8. Rata- Rata Biaya Produksi Petani/ Hektar di Desa Aek Nabara ...48

9. Rata- Rata Pendapatan Bersih Petani/ Hektar di Desa Aek Nabara...49

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

1. Karakteristik Petani Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat

di Desa Aek Nabara ...64 2. Penggunaan Sarana Produksi Per Petani Per Tahun Pada

Usahatani Kelapa Sawit ...65 3. Penggunaan Sarana Produksi Per Hektar Per Tahun Pada

Usahatani Kelapa Sawit ...66 4. Biaya Penyusutan Peralatan Per Petani Pada

Usahatani Kelapa Sawit ...67 5. Biaya Penyusutan Peralatan Per Hektar Pada

Usahatani Kelapa Sawit ...68 6. Pengunaan Tenaga Kerja Menurut Macam Kegiatan

Per Petani Pada Usahatani Kelapa Sawit...70 7. Pengunaan Tenaga Kerja Menurut Macam Kegiatan

Per Petani Per Tahun Pada Usahatani Kelapa Sawit...71 8. Total Biaya Produksi Per Petani Per Tahun Pada

Usahatani Kelapa Sawit ...73 9. Total Biaya Produksi Per Hektar Per Tahun pada

(12)

10. Pendapatan Bersih Per Petani Per Tahun Pada

Usahatani Kelapa Sawit ...75 11. Pendapatan Bersih Per Hektar Per Tahun pada

Usahatani Kelapa Sawit...76 12. Proyeksi Laba-Rugi perkebunan rakyat per 2Ha

Sumatera Utara (PPKS)...77 13. Proyeksi Laba-Rugi perkebunan rakyat per 2Ha

(13)

BAB I

PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang

Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah yang diperlukan sebagai kegiatan pembangunan subsektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian. Perkembangan pada berbagai subsistem yang sangat pesat pada agribisnis kelapa sawit menjelang akhir tahun 1970-an menjadi bukti pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit (Risza, 1994).

Prospek Pengembangan Kelapa Sawit Rakyat sangat ditentukan oleh adanya kebijakan ekonomi yang memihak kepada rakyat, agar mendorong terwujudnya kesejahteraan rakyat. Pengembangan perkebunan rakyat diyakini tidak saja akan meningkatkan kesejahteraan rakyat, bahkan dapat meningkatkan devisa negara, penyerapan tenaga kerja baik pada sektor industri hulu yaitu perkebunan itu sendiri maupun industri hilirnya. Komoditi kelapa sawit berbeda dengan perkebunan komoditi lain, karena memerlukan pabrik yang dekat dengan petani, agar buah yang dihasilkan petani dapat segera dikirim ke pabrik (dalam waktu ± 24 jam) supaya kualitas minyak tidak mengandung asam lemak yang tinggi (Mubyarto & dkk, 1989).

(14)

terhadap minyak nabati dunia. Disusul minyak kedelai sebesar 23,8% minyak rape greed sebesar 14.3% dan minyak kelapa sebesar 3.4%. pada periode 2003-2007 kontribusi minyak sawit naik menjadi 30.1% dan periode 2007-2012 naik tipis menjadi sebesar 30.18%. begitu pula menyangkut konsumsimya minyak sawit diperkirakan bakal memiliki daya serap terbesar dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya. Dari total konsumsi 118.06 juta ton (2003-2007) pangsa minyak sawit mencapai 21.4% dan periode 2007-2012 total konsumsinya naik menjadi 22.5%. (Fauzi,Y, dkk,2002)

Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena permintaan dari tahun-ketahun mengalami peningkatan yang cukup besar, tidak hanya didalam negeri, tetapi juga diluar negeri. Karena itu, sebagai negara tropis yang masih memiliki lahan yang cukup luas. Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit. Baik melalui penanam modal asing maupun skala perkebunan rakyat.

(Downey, W. D dan S.P Erickson,1992)

(15)

baku diperlukan dalam produksi CPO (Crude Palm Oil) adalah TBS ( tandan buah segar) yang merupakan produk dari budidaya kelapa sawit (Fauzi,Y, dkk,2002)

Walaupun demikian, secara umum dapat diindikasikan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek, ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk. Secara internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri hilir (Pahan, 2006).

Pengembangan perkebunan raktyat secara cepat ini merupakan salah satu tujuan pemerintah, karena disamping untuk menghasilkan devisa negara juga untuk memperluas kesempatan kerja dan sekaligus juga untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kelapa sawit di Indonesia dewasa ini merupakan komoditas primadona: luasnya terus berkembang dan tidak hanya merupakan monopoli perkebunan besar negara atau perkebunan besar swasta. Saat ini perkebunan rakyat sudah berkembang dengan pesat (Sugito, 1992).

(16)

Modal untuk mengembangkan unit usaha perkebunan harus dipersiapkan sejak dini dan bersifat jangka panjang karena menjalankan usaha perkebunan kelapa sawit membutuhkan waktu relatif lama dan kondisi ekonomi yang baik. Modal digunakan untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit jadi tidak hanya keperluan penyediaan lahan, bibit dan tenaga kerja, tetapi juga dalam upaya meningkatkan pengetahuan petani melalui penyuluhan agar suatu usaha pekebunan dapat berkembang dan mempunyai hasil yang dapat meningkatkan pendapatan pemilik kebun rakyat. Sehingga modal sangat menentukan berkembangnya suatu usahatani perkebunan rakyat (Mangoensoekarjo & Samangun, 2003).

Tingkat pendapatan yang diterima oleh petani pada dasarnya hanya bersumber dari tanaman pokok. Pendapatan tersebut masih dapat ditingkatkan jika petani memanfaatkan perkarangan yang disediakan. Namun dalam memperoleh pendapatan yang tinggi belum berjalan atau berkembang suatu perekebunan rakyat tanpa adanya peran lembaga ekonomi koperasi unit daerah (KUD), karena penjualan produksi setiap kebun petani sebesar 30% digunakan untuk angsuran kredit, untuk biaya perawatan, biaya produksi, dan biaya perwatan jalan sekitar 20% sedangkan sisanya sebesar 50 % merupakan bagian dari petani sawit.maka dengan adanya peran lembaga ekonomi (KUD) sangat membantu petani sawit untuk mengembangkan hasil usahataninya (Sugito, 1992).

(17)

untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Tugas-tugas KUD sebagai berikut : 1. Tugas Penyediaan

2. Intensif produksi pada petani 3. Tugas pemasaran

4. Tugas pendidikan

Keanggotaan KUD adalah masyarakat perdesaan yang bertempat tinggal di desa yang bersangkutan pada umumnya adalah kepala keluarga dan KUD bermaksud dapat menumbuhkan swadaya serta meningkatkan potensi perdesaan yang berdaya guna dan berhasil guna (Sugito,1992).

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian dalam bentuk pertanyaan penelitian (research question), sebagai berikut:

a. Bagaimana masalah umum yang dihadapi petani dalam pengembangan usahatani kelapa sawit?

b. Bagaimana kelayakan finansial usahatani kelapa sawit rakyat?

(18)

d. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan petani dalam mengatasi masalah pengembangan kelapa sawit di dearah penelitian?

I.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka ditetapkan tujuan penelitian sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui masalah umum yang dihadapi petani dalam pengembangan usahatani kelapa sawit.

b. Untuk mengetahui kelayakan finansial usahatani kelapa sawit perkebunan rakyat.

c. Untuk mengetahui peran lembaga ekonomi (KUD/P3RSU) dalam pengembangan kelapa sawit perkebunan rakyat.

d. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi masalah pengembangan kelapa sawit di dearah penelitian.

I.4. Kegunaan Penelitian

Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain sebagai berikut:

a. Bagi penulis sebagai bagian dari penyelesaian studi pada jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian USU.

(19)
(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II.1. Tinjauan Agronomi Kelapa Sawit

Klassifikasi botani tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Devisi : Tracheopita

Subdevisi : Pteropsida

Kelas : Angiospermeae

Subkelas : Monocotyledoneae

Ordo : Palmales

Famili : Palmaceae

Genus : Elaeis

Species : Elaeis guinensis, Jacq

(Buah Kelapa Sawit) (Pohon Kelapa Sawit) Gambar 1. Komoditi Kelapa Sawit

(21)

populer setelah permintaan Kelapa sawit pertama kali ditanam secara massal pada tahun dan ekspor minyak sawit pertama dilakukan pada tahun

Kelapa sawit termasuk meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buah yang masak berwarna merah kehitaman, daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan da digunakan untuk makanan ternak. Tempurungnya dapat digunakan sebagai bahan bakar da

(22)

Untuk meningkatakan produktivitas perkebunan rakyat, maka strategi pemberdayaan petani menjadi penting, upaya yang digunakan untuk memenuhi strategi adalah dengan meningkatkan pengetahuan petani melalui penyuluhan, penyediaaan bibit unggul yang bermutu dan harga terjangkau ekonomi petani sehingga perlu didukung oleh modal (Mangoensoekarjo dan Samangun, 2003).

Perawatan tanaman kelapa sawit merupakan kunci keberhasilan dalam upaya peningkatan prospek pengembangan kelapa sawit karena mutu dan kualitas kelapa sawit akan mempengaruhi produktivitasnya. Faktor yang mempengaruhi untuk perkembangan kelapa sawit dijelaskan sebagai berikut :

1. Pembibitan

Pembibitan kelapa sawit merupakan titik awal yang paling menentukan masa depan pertumbuhan dan pengembangan kelapa sawit, bibit yang unggul merupakan modal dasar untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Pembibitan kelapa sawit dengan benih yang telah dikecambahakan dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu melalui dederan (pernursery) dan kemudian pembibitan (nursery), dan cara lagsung yaitu pembibitan tanpa melalui dederan terelebih dahulu. Varetas kelapa sawit berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, yaitu:

(23)

(daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah dan dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk betina.

2. Pasifera: ketebalan tempurung sangat tipis bahkan hampir tidak ada, daging buah tebal, lebih tebal daging buah dura, daging biji sangat tipis, tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan.

3. Tenera: Dura dengan pasifera, tempurung tipis (0.5-4 mm) terdapat lingkaran serabut sekeliling tempurung, daging buah sangat tebal (60-96% dari buah) tandan buah lebih banyak tetapi ukuran relatif lebih kecil.

4. Macro carya: temprung tebal sekitar (5mm) dan daging buah sangat tipis. Jenis varetas yang digunakan dalam perkebunan rakyat adalah jenis varetas dura karena memiliki kualitas yang cukup tinggi. (Pahan, 2006)

2. Pembukaan Lahan

(24)

3. Peremajaan

Peremajaan atau tanaman ulang penanaman merupakan aktivitas utama yang menetukan keberhasilan atau perkembangan usaha suatu perkebunan, untuk budidaya kelapa sawit juga tidak memerlukan pengolahan tanah yang intensif seperti budidaya lainnya. Penanaman ulang/ peremajaan dilakuakan pada tanaman tua (umur lebih dari 25 tahun) kerapatan dan produktivitas sudah rendah sehingga secara ekonomis tidak menguntungkan untuk dipertahankan lagi (Pahan, 2006).

4. Penanaman Penutup Kacangan-kacangan Tanah

Penanaman penutup kacangan-kacangan tanah sebagai penutup tanah dimaksudkan untuk menutupi permukaan tanah sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan dan mengurangi kompetisi harga dengan tanaman kelapa sawit kelak. Kacang-kacangan dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit karena berfungsi menghasilkan bahan organik, disamping dapat mengikat unsur nitrogen dari udara. Dan merupakan faktor yang penting perkembangan pertumbuhan tanaman kelapa sawit (Pahan, 2006).

5. Penanaman dan Penyisipan

(25)

untuk penanaman dilapangan berkisar 12 bulan. Bibit umur 10-14 bulan umumnya cukup baik untuk ditanam dilapangan karena sudah memenuhi syarat –syarat utama penanaman. Bibit yang ditanam untuk tanaman yang masih baru sebaiknya menggunkan bibit yang seumur dengan tanaman yang disisip. Pokok sisipan ditanam pada bekas tanaman yang sudah dibongkar supaya barisan tanam tegak lurus. Penyisipan umumnya sudah harus selesai dilakukan 1 tahun setelah penanaman (Pahan, 2006).

6. Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan

Tujuan dilakukan pemeliharaan yang tetap dan teratur sejak penanaman sawit sampai TBM umur 3 tahun adalah untuk mencapai tingkat pertumbuhan tanaman yang sehat, jagur, tetap dan homogen. Kegiatan tersebut meliputi garuk piringan, pemeliharaan penutup tanah kacangan pembuatan pasar hektar, pasar kontrol, normalisasi lalang, konsolidasi pokok, kastrasi pada umur 12-20 bulan, sanitasi tandan busuk, tunas pasir pada umur 18 bulan, penyisipan, pemupukan dan pemabrantasan hama penyakit (Fauzi dkk, 2002).

7. Pengendalian Hama dan Penyakit

(26)

pengendalian hama yang permanen. Perlu disadari bahwa penyakit tanaman sawit sulit dibrantas bahkan hampir tidak mungkin dapat diobati dengan fungisida (Samangun, 1989).

8. Pemupukan

Pemupukan merupakan salah satu tindakan kultur teknis yang paling penting, pengaruh pemupukan terhadap produksi bersifat jangka panjang dan baru akan terasa setelah 2 atau 3 tahun kemudian. Pemupukan sangat erat hubungannya dengan faktor lingkugan sumberdaya alam seperti iklim, tanah dan topografi. Oleh karena itu keberhasilan pemupukan tergantung dari manajemen pemupukan lapangan. Efesien dan efektivitas pemupukan harus tepat, yaitu tepat dosis, tepat tabur, tepat jenis dan tepat waktu/ frekuensi (Fauzi dkk, 2002).

9. Panen

Panen harus dilakukan pada saat kematangan buah optimum, agar diproleh tingkat kandungan minyak dalam daging buah yang maksimum dan dengan mutu yang baik tandan yang dinyatakan matang jika brondolnya telah lepas dan jatuh secara alami dari tandanya (Fauzi dkk, 2002).

10.Pengangkutan dan Pengolahan

(27)

mengutip minyak dan inti sawit dari tandan buah segar (TBS) seoptimal mungkin dengan mutu yang baik sesuai dengan permintaan pasar (Fauzi, dkk, 2002).

II.2 Tinjauan Aspek Ekonomi Kelapa Sawit

Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu pondasi bagi tumbuh dan berkembangnya sistem agribisnis kelapa sawit. Sistem agribisnis kelapa sawit merupakan gabungan subsistem sarana produksi pertanian (agroindustri hulu), pertanian, industri hilir dan pemasaran yang dengan cepat akan merangkaikan seluruh subsistem untuk mencapai subsistem (Pahan, 2006).

Karakteristik komoditi pertanian yaitu produksinya dalam bentuk curah (bulk), bersifat kamba (volumeness). Dan dalam beberapa kasus bersifat sangat mudah rusak atau menurun mutunya bila disimpan didalam jangka waktu yang lama. Harga produk perkebunan kelapa sawit sangat ditentukan oleh mekanisme pasar (Downey dan Erickson, 1992).

Prinsip dasar dalam usaha perkebunan kelapa sawit yaitu memproduksi produk dengan biaya yang rendah dalam tingkat produktivitas yang tinggi dan kualitas produk yang dapat dietrima. Setiap produsen kelapa sawit menghasilkan produk yang sama sehingga faktor yang menjadi pertimbanagan ekonomis dalam permintaanya yaitu kualitas dan kertersediaan produk di pasar.

(28)

1. Jangka waktu tanaman kelapa sawit mulai menghasilkan TBS 2. Jangka waktu produktif tanaman kelapa sawit.

3. Biaya investasi kebun untuk mecapai skala ekonomi.

4. Sifat TBS yang setelah dipanen harus segera diolah di PKS karena mutunya akan menurun jika sempat menginap (restan) di lapangan.

5. Adanya bulanan produksi puncak (peak months) yang menyebabkan penyebaran produksi TBS tidak merata. (Pahan, 2006)

Konsumsi yang domestik yang tinggi merupakan salah satu faktor yang mendorong peningkatan produktivitas. Keseimbangan penawaran dan permintaan MKS (minyak kelapa sawit) Indonesia menunjukan peran Indonesia yang semakin dominan sebagai negara yang mempengaruhi pola penwaran dan permintaan minyak kelapa sawit dunia. (Mangoensoekarjo dan Samangun, 2003).

Fluktuasi harga MKS pada saat ini lebih banyak disebabkan oleh goncangan pasukan (stock supply) yang disebabkan oleh faktor internal gangguan produksi MKS dan kopra di dalam negeri serta faktor eksternal berupa penarikan harga pasaran yang tinggi, pembentukan harga sangat ditentukan oleh situasi dan keadaan perkembangan kelapa sawit. (Risza, 1994)

(29)

II.3 Landasan Teori

Kelapa Sawit telah menjadi salah satu komoditi unggulan perkebunan, dan pengembangannya akan terus diupayakan sejalan dengan perkembangan/ pertumbuhan permintaan, baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas kelapa sawit yang memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan, prospek pengembangannya tidak saja terkait dengan pertumbuhan permintaan minyak nabati dalam negeri namun juga di dunia (Pahan, 2006).

Faktor produksi mempunyai peranan yang penting dalam melaksanakan usahatani. Pemilikan lahan yang semakin luas memberikan potensi yang besar dalam mengembangkan usahatani. Modal juga mempunyai peranan yang penting, digunakan untuk membeli sarana produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan lain- lain. Faktor produksi ini sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diproleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukan bahwa faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, untuk membeli adalah faktor yang penting diantara faktor produksi lainnya (Soekartawi,1999).

Modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan (Soekartawi,1999).

(30)

pas-pasan, teknologi tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahanya subsistem, serta lebih bersifat memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Faktor biologi : lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburanya,

bibit, pupuk, obat-obatan dan lain-lain.

2. Faktor sosial ekonomi : biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keuntungan, kelembagaan, ketersediaan kredit dan sebagainya.

Selain pengaruh iklim dan pengaruh lainnya yang tidak dapat dikuasai atau di kontrol oleh petani adalah alokasi sumberdaya yang dilakukan ini sangat menetukan berapa produksi yang akan dihasilkan sehingga petani dapat mempengaruhi produksi dihasilkan sehingga petani dapat mempengaruhi produksi melalui keputusan berapa jumlah sumberdaya yang akan digunakan (Soekartawi,1999)

(31)

Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor- faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usahatani tergantung kepada tujuannya. Pada akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang disebut dengan pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC) atau dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut : Pd = TR-TC

Dimana :

Pd = Penadapatan TR = Total penerimaan

TC = Total biaya (Soekartawi, 1995).

Fungsi produksi menunjukan sifat berkaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat faktor produksi yang ditingkatkan. Biaya atau (expense) kadang-kadang disebut beban, penurunan dalam modal pemilik, biasanya melalui pengeluran uang atau penggunaan aktiva yang terjadi sehubungan dengan usaha untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan (Soekartawi,1999).

(32)

membangun pasar dalam negeri yang berdaya beli tinggi bagi produk manufaktur dan jasa, bahkan mengantisipasi regionalisasi ekonomi sehingga daya saing nasional akan lebih meningkat melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan.

Masalah- masalah yang menghambat pengembangan agribisnis kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal:

Faktor Internal :

1. Ketersediaan energi: tidak saja berupa BBM tetapi juga LNG (liquidfied natural gas) ketersediaan energi yang didukung oleh harga input. Misalnya, naiknya harga pupuk.

2. Ketesediaan bibit kelapa sawit: akan menentukan pengembagan kelapa sawit.

3. Inovasi teknologi: dilakukan dengan menggunakan bibit unggul yang produksinya lebih tinggi.

4. Tenaga kerja murah: perkebunan kelapa sawit bersifat padat karya karena setiap hektar memerlukan tenaga kerja. Biaya tenaga keja murah dengan produktivitas yang tinggi akan menurunkan harga pokok per unit.

5. Akses bahan baku: komponen utama biaya pemeliharaan tanaman kelapa sawit yaitu pupuk, akses bahan baku yang lebih baik akan menurunkan unit biaya produksi

(33)

Faktor Eksternal :

1. Ekspansi pengembangan kebun: Ekspansi pengembangan kebun kelapa sawit akan meningkatkan permintaan benih kelapa sawit, pestisida, pupuk serta alat-alat dan mesin pertanian yang dihasilkan.

2. Serangan Hama dan Penyakit: akan meningkatkan permintaan pestisida. 3. Kegagalan panen: Pertumbuhan tidak berkembang dengan baik.

4. Ketersediaan lahan: merupakan faktor utama pengembangan keberhasilan pengembangan perkebunan kelapa sawit.

5. Ketersediaan modal: investasi untuk membangun sebuah perkebunan kelapa sawit sangat bereperan aktif.

6. Faktor keamanan: merupakan salah satu faktor dalam pengembangan kelapa sawit, tindakan para ninja akan merugikan bagi si pemilik kebun kelapa sawit. (Pahan, 2006)

(34)

dalam pengolahan maupun pemasaran hasil perkebunan. Diharapkan mereka akan mampu mengatasi permasalahan tersebut dengan cara sebagai berikut:

1. Menggalang kebersamaan atau soladaritas di anatar petani dalam wujud kelompok tani dan asosiasi petani sawit.

2. Mempererat kerjasama anggota koperasi dengan pihak pengelola koperasi yang kemudian akan memasarkan TBS hasil perkebunan mereka ke PN/PTP, PBSN dan PBSA.

3. Perkembangan koperasi ini akan menunjang kegiatan usaha tani dalam penyediaan input produsi seperti pupuk dan obat-obatan dan peralatan.

Secara skematis peranan petani dan koperasi digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Peranan Petani dan koperasi

(35)

PBSN = Perkebunan swasta nasional PTPN = Perkebunan milik negara PBSA = Perkebunan swasta asing

(36)

II.4 Kerangka Pemikiran

Keterangan: Mempengaruhi

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran

Usahatani kelapa sawit mempunyai berbagai masalah dalam meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Peningkatan produktivitas (produksi/ha/th) sangat

(37)

ditentukan oleh penerapan teknologi budidaya yang tepat seperti penggunaan bibit unggul hibrida, pemupukan yang berimbang (N, P, K, Mg ), pengendalian hama, penyakit dan gulma seperti gonoderma, ulat api. Jarak tanam dan membersihkan daun-daun tua. Peningkatan produktivitas juga sangat ditentukan oleh kultur tehnis yang benar seperti penyiangan (weeding), jarak tanam yang baik, terasering pada lahan miring, drainase pada lahan basah dsb.

Prospek perkebunan kelapa sawit rakyat dikatakan baik bila dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk meningkatkan kesejahteraan diperlukan peningkatan produktivitas, sehingga produksi meningkat. Namun bila tidak diikut i oleh perbaikan harga yang diterima petani tentulah pendapatannya tidak optimal. Untuk mendapatkan harga yang baik sesuai dengan mekanisme pasar maka diperlukan kualitas buah yang baik. Saling keterkaitan antara faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan

(38)
(39)

II.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ini adalah Desa Aek Nabara daerah ini merupakan areal kelapa sawit rakyat yang potensial dan memiliki prospek yang baik, disamping karena terbatasnya waktu dan biaya dengan pertimbangan bahwa daerah ini adalah yang pertama sekali adanya Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara (P3RSU).

III.2 Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilam sampel adalah Metode Simple Random Sampling dengan pertimbangan bahan sampel penelitian bersifat homogen atau rata-rata memiliki karakter yang sama. Jumlah populasi petani kelapa sawit yang terdapat di desa Aek Nabara berjumlah 400 KK. Penetapan besar sampel dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut.

Menurut Slovin dalam Pengantar Metode Penelitian maka besarnya sampel dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

N n =

1 + Ne Keterangan :

(41)

400 n =

1 + 400 (0,031) n = 30

(Sevilla,dkk,1993).

Dengan demikian maka besar sampel penelitian menurut formula tersebut adalah sebanyak 30 kepala keluarga.

III.3. Metode Pengumpulan Data

Ada dua macam data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data skunder.

• Data primer diperoleh dengan metode wawancara menggunakan kuisoner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

• Data sekunder adalah data dan informasi yang dikumpulkan dari pihak ketiga. yaitu dari intansi yang berhubungan dengan penelitian ini seperti P3RSU, pusat penelitian kelapa sawit (PPKS),RSPAS dan lain-lain.

III.4. Metode Analisis Data

(42)

1. Net Present Value (NPV)

Keuntungan bersih suatu usaha adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah biaya maka NPV suatu proyek adalah selisih PV arus benefit dengan PV arus biaya dapat dituliskan sebagai berikut :

Lalu Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif (sebagai pembilang) dengan jumlah Present Value yang negatif (sebagai penyebut), secara umum rumusnya adalah:

(

)

The internal rate of return (IRR) merupakan parameter yang dipakai apakah

suatu usaha mempunyai kelayakan usaha atau tidak. Kriteria layak atau tidak layak bagi suatu usaha adalah apabila IRR lebih besar dari pada tingkat suku bunga yang berlaku saat itu dilaksanakan dengan meminjam uang (biaya) dari bank pada saat nilai netto sekarang (Net Present Value, NPV = 0). Oleh karena itu untuk menghitung IRR diperlukan nilai NPV terlebih dahulu. Perkiraan IRR yang dekat didapat dengan memecahkan persamaan berikut :

(43)

III.5. Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan pengertian dalam penelitian ini, maka diberikan defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Defenisi

1. Petani (produsen) kelapa sawit adalah petani di daerah penelitian yang mengusahakan tanaman kelapa sawit sebagai tanaman utama.

2. Perkebunan rakyat adalah sejumlah masyarakat yang memiliki kebun kelapa sawit sendiri dengan membentuk suatu koperasi (KUD) dan tidak terlibatnya perkebunan besar.

3. Teknologi adalah penggunaan pengetahuan dan faktor-faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.

4. Produksi kelapa sawit adalah hasil usahatani kelapa sawit dalam bentuk minyak kelapa sawit (MKS).

5. Faktor produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi untuk menghasilkan output.

6. Biaya produksi kelapa sawit merupakan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang berkualitas sejak tanam hingga panen.

(44)

8. Pendapatan Bersih adalah selisih anatara penerimaan dari usahatani tanaman Kelapa Sawit dengan total biaya produksi usahatani tanaman Kelapa Sawit.

9. KUD-P3RSU (Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara) adalah bagian dari pola unit pelaksana proyek (UPP) yang dikembangkan oleh pemerintah pada dekade tujuh.

Batasan Operasional

1. Waktu penelitian dimulai 2008

2. Lokasi Penelitian adalah desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu

3. Petani dalam peneltian ini yang terlibat adalah petani perkebunan kelapa sawit rakyat perserta KUD-P3RSU.

(45)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV.1. Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 4.235 Ha. Desa ini berada pada ketinggian 0 - 1400 m diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 20-33 C. Jumlah penduduk sebanyak 6.215 jiwa atau 1.322 KK yang terdiri dari jumlah laki-laki 3.213 jiwa dan wanita 3.002 jiwa.

Kabupaten Labuhan Batu dengan luas wilayah 922.318 Ha Km2. Kabupaten Labuhan Batu secara geografis berada pada 1’26’- 2’11 lintang utara 91’01-97’07 bujur timur dengan ketinggian 0-2.151 m diatas permukaan laut.

Kecamatan Aek Nabara memiliki batas- batas wilayah desa sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Desa Pangkatan

• Sebelah Timur : Desa Tanah Tinggi

• Sebelah Selatan : Desa Pematang Seleng

• Sebelah Barat : Desa Pondok Batu

(46)

IV.2. Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan desa penelitian menurut fungsinya terdiri dari kebun kelapa sawit plasma, perumahan, perkuburan dan jalan desa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 :

Tabel 1. Tata Guna Lahan daerah Penelitian Tahun 2006

No Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Presentase (%)

1 Tanah ladang (kelapa sawit) 1.625 66

2 Tanah Perkebunan 619 25

3 Tanah Fasilitas Umum 225 9

Jumlah 2.469 100

Sumber : Data Monografi Desa Aek Nabara (2007)

Dari tabel. 1 dapat dikemukakan bahwa penggunaan lahan di desa penelitian lebih banyak digunakan untuk perkebunan kelapa sawit rakyat seluas 1.625 Ha dengan presentase sebesar 66%, untuk tanah perkebunan 619 Ha dengan presentase 25 %, untuk tanah fasilitas umum 225 Ha dengan presentase 9 %. Sebagian besar penduduk desa Aek Nabara mata pencaharianya dari sektor pertanian khususnya perkebunan rakyat, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani perkebunan rakyat yang mengusahakan kelapa sawit sebagai komoditi utama.

IV.3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin

(47)

Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Aek Nabara Tahun 2006

No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 3.002 48.30

2 Perempuan 3.213 51.70

Total 6.215 100

Sumber : Data Monografi Desa Aek Nabara (2007)

(48)

IV.4. Keadaan Penduduk Menurut Umur

Sementara keadaan penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada tabel.3 berikut :

Tabel. 3 Komposisi Penduduk berdasarkan Umur, 2006

No Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Presentase (%)

1 0-4 209 3.40

2 5-9 340 5.50

3 10-14 434 7.00

4 15-19 588 7.50

5 20-24 595 9.60

6 25-39 1.704 27.40

7 40-55 1.736 27.80

8 >59 609 9.80

Total 6.215 100

Sumber : Data Monografi Desa Aek Nabara (2007)

(49)

IV.5. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Aek Nabara pada tahun 2006 dapat dilihat pada table. 4 dibawah ini :

Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Aek Nabara tahun 2006.

No. Jenis pendidikan Jumlah (jiwa) Presentase

(%)

1 Penduduk buta huruf 56 0.90

2 Tidak tamat SD 1.680 27.00

3 Penduduk tamat SD 1.316 21.20

4 Penduduk tamat SLTP 1.282 20.60

5 Penduduk tamat SLTA 1.701 27.40

6 Penduduk tamat D-1 ,D-2 & S1 180 2.90

Jumlah 6.215 100

Sumber : Data Monografi Desa Aek Nabara (2007)

Dari tabel. 4 dapat diketahui tingkat pendidikan SD sebesar 1.316 jiwa (21.20%) dikuti dengan tamat SLTP sebesar 1.282 jiwa (20.60%), tamat SLTA sebesar 1.701 jiwa (27.40%) dan tamat D1, D2, S1 sebesar 180 jiwa (2.90%).

IV.6. Sosial Ekonomi

(50)

dimaklumi karena desa Aek Nabara merupakan daerah perkebunan yang sudah dikenal sejak dahulu kala. Gambaran distribusi penduduk berdasarkan sumber mata pencaharian disajikan pada Tabel 5:

Tabel. 5 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencahrian di Desa Aek Nabara tahun 2006

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Presentase (%)

1 Buruh Tani 98 5.05

2 Petani 368 18.99

3 Pedagang/ Pengusaha Perkebunan 1.140 58.86

3 PNS 82 4.23

4 TNI/ Polri 4 0.21

5 Guru 32 1.66

6 Karyawan Swasta 28 1.44

7 Pertukangan 10 0.52

8 Montir 92 4.75

9 Supir 83 4.29

Jumlah 1.937 100

Sumber : Data Monografi Desa Aek Nabara (2007)

IV.7. Sarana Dan Prasarana

(51)

Kondisi jalan yang ada di Desa Aek Nabara cukup baik karena banyaknya perkebunan sehingga memudahkan petani perkebunan untuk mengangkut hasil usahanya dan sarana transportasi cukup tersedia.

IV.8. Karakteristik Petani Sampel

Petani sampel yang dimaksud disini adalah seluruh petani Kelapa Sawit yang menjadi sampel dalam penelitian dan merupakan anggota KUD -P3RSU yang berada di desa Aek Nabara kecamatan Bilah Hulu.

Tabel. 6 Karakteristik Petani Sampel Anggota KUD Aek Nabara

No. Uaraian Rataan Range

1 Umur (tahun) 46,5 30-60

2 Pendidikan Formal (tahun) 9,9 6-12

3 Pengalaman Bertani (tahun) 12,86 5-20

4 Jumlah Anggota Keluarga (jiwa) 3,5 1-5

5 Produksi (ton/ha/th) 20 15-25

Tabel 6. menunjukkan bahwa anggota KUD-P3RSU memiliki umur rata-rata 46,5 tahun dengan range 30-60 tahun artinya petani sampel masih berada pada usia produktif sehingga masih besar potensi untuk berorganisasi dalam mengembangkan KUD- P3RSU. Pendidikan petani di daerah penelitian berada pada kisaran 6-12 tahun artinya petani sudah memiliki pendidikan SD, SLTP dan SLTA.

(52)
(53)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN V.1 Hasil Penelitian

V.1.1. Gambaran Umum KUD (P3RSU) Aek Nabara di Desa Aek Nabara

KUD P3RSU Aek Nabara dibentuk pada tahun 1975 yang beranggotakan 400 KK petani. Awalnya merupakan areal PTPN III yang diminta pemerintah untuk dialokasikan untuk membangun perkebunan kelapa sawit rakyat. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Kelapa Sawit dilakukan oleh PTPN III untuk dibagikan kepada masyarakat desa Aek Nabara dengan jumlah keseluruhan lahan diberikan berjumlah 5000 Ha dengan jatah masing-masing per kepala keluarga 2Ha/KK yaitu dengan syarat pengembalian modal sebesar Rp.900.000 dengan jangka waktu pengembalian modal 8-11 tahun tetapi dalam pelaksanaannya ada petani yang lebih dari awal dan ada yang melampau target yaitu mencapai 19 tahun

(Wawancara, 2008).

Pada tahun 1975 perusahaan inti (PTPN III Aek Nabara) menganjurkan kepada petani masyarakat desa Aek Nabara untuk membentuk sebuah organisasi KUD P3RSU dengan tujuan membantu petani dan masyarakat sekitar dalam hal sebagai berikut:

• Penyediaan sarana produksi.

• Penjualan hasil TBS ketika kebun telah menghasilkan.

(54)

• Mengurangi Pengannguran (Usaha berkebun sendiri)

Kemudian atas saran dari perusahaan inti (PTPN3 Aek Nabara) pada tahun 1975 petani membentuk KUD Aek Nabara yang bernama (P3RSU) dengan struktur organisasi ketua, sekretaris, bendahara dan bandan pengawas serta seluruh petani yang beranggotakan KUD. ( Kantor KUD-P3RSU)

KUD-P3RSU Aek Nabara merupakan koperasi primer yang beranggotakan 400 KK petani yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat akan satu lembaga ekonomi yang dapat menata, mengatur dan menampung aspirasi mereka dengan tujuan, kegiatan dan kepentingan yang sama, hal ini sesuai dengan pendapat Hendardan Kusnadi (2005: 257) yaitu koperasi primer adalah koperasi primer adalah koperasi yang mempunyai kesamaan aktivitas, kepentingan, tujuan, dan kebutuhan ekonomi.

Syarat menjadi anggota petani peserta proyek P3RSU ditetapkan pemerintah yaitu:

• Menjadi anggota KUD Perintis Aek Nabara

• Sudah berkeluarga dan belum mempunyai pekerjaan tetap.

• Mengembalikan modal pinjaman 2 Ha sebesar Rp. 900.000 dalam jangka waktu 8-11 tahun. ( Kantor KUD P3RSU).

Namun dengan melihat petani sawit perkebunan rakyat anggota P3RSU kurang memperhatikan perkembangan kelapa sawit sehingga tanaman kelapa sawit proyek P3RSU yang relatif sudah tua (± 32th) sudah seharusnya diremajakan, namun karena kemampuan ekonomi petani yang belum memungkinkan telah menyebabkan

(55)

sawit yaitu sekitar 25 tahun. Oleh sebab itu dalam uraian selanjutnya akan disajikan keadaan usahatani kelapa sawit dewasa ini dan prospek bila dilakukan peremajaan. Parameter yang digunakan utuk melihat prospek peremajaan dengan melihat dari KUD-P3RSU yaitu dengan metode IRR, NPV dan B/C dan dengan melihat dari instansi seperti PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) dan RSPAS (Research School Pasific and Asian Studies) sebagai sarana informasi agar petani sawit dapat

melakukan peremajaan ulang pada tanaman kelapa sawit.

V.1.2 Masalah umum yang dihadapi petani dalam pengembangan usahatani kelapa sawit

Petani Sawit Aek Nabara menghadapi beberapa masalah baik dalam usahataninya, masalah yang dihadapi petani antara lain :

1. Masalah harga TBS yang berfluktuatif tidak stabil tergantung kepada harga ditingkat PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Aek Nabara PKS menetapkan harga berdasarkan harga yang ditetapkan oleh komisi penetapan harga yang setiap 2 minggu sekali bersidang dan mengacu kepada harga CPO (Crude Palm Oil) dunia

2. Kemampuan petani dalam melakukan penyusutan hasil (depresiasi) untuk pendanaan peremajaan tidak terorganisir, sehingga ketika saat peremajaan harus dilakukan, petani tidak mempunyai cukup dana untuk membiayai. 3. Kenaikan harga input (sarana produksi seperti pupuk, herbisida, pestisida

(56)

4. Masalah petani yang masih ketergantungan meminjam uang kepada toke sehingga menghambat pengembangan kelapa sawit rakyat.

5. Pecurian TBS terus merajalela terutama ketika harga sawit sedang tinggi, sehingga petani sulit untuk memproleh keuntungan yang memadai.

V.1.3 Kelayakan Finansial Usahatani Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat

Penerimaan usahatani merupakan hasil produksi yang dikaitkan dengan harga jual dan selisih antara penerimaan usahatani dan biaya produksi inilah yang disebut dengan pendapatan usahatani. Pendapatan kelapa sawit sangat bergantung kepada jumlah produksi usahatani dan sistem pemasaranya.

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan petani baik biaya tetap maupun biaya tidak tetap dalam memproduksi kelapa sawit selama satu tahun. Biaya produksi usahatani kelapa sawit terdiri dari biaya sarana produksi (pupuk dan obat-obatan), biaya tenaga kerja, biaya pajak tanah, biaya penyusutan dan biaya transportasi. Total biaya produksi adalah jumlah dari seluruh biaya produksi baik biaya tetap (fixed costs) dan biaya tidak tetap (variabel costs).

(57)

keahlian menjual jenis hasil yang pasarnya baik dan merupakan biaya produksi yang rendah dengan mengatur biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah dan mengatur skala produksi yang efesien.

Kelayakan finansial dianalisis dengan menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi, Net Present Value (NPV), Net Benefit–Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR).

Tabel 7 berikut menunjukkan nilai NPV, B/C Ratio dan IRR pada usahatani kelapa sawit anggota KUD-P3RSU secara finansial pada table 11 :

Tabel. 7 Nilai Rata-rata NPV, Net B/C Ratio dan IRR Secara Finansial Tabel. 7 Nilai Rata-rata NPV, Net B/C Ratio dan IRR Secara Finansial

No Uraian Total Rataan

1 NPV 634,236,100.2 253.694.440.1

2 Net B/C 9.16 0,36

3 IRR (%) 8.3092975 0,3323719

Sumber : Analisis Data Primer di olah dari lampiran 12, 13, dan 14

Dari tabel 11 dapat diketahui pada discount faktor 5,25 % (sesuai dengan suku bunga deposito) di bank yang terdapat disekitar daerah penelitian yaitu memakai suku bunga deposito untuk 1 tahun pada bank BNI bahwa total nilai NPV adalah

634,236,100.2 Net B/C adalah 9,16 dan nilai IRR adalah 8.3092975 sedangkan rataan nilai NPV adalah 253.694.440.1, Net B/C adalah 0,36 dan nilai IRR adalah. 0,3323719.

(58)

dilakukan peremajaan kembali. Dengan demikian hipotesis 2 menyatakan bahwa prospek pengembangan kelapa sawit perkebunan rakyat secara finansial layak dikembangkan ternyata hipotesis tersebut diterima.

V.1.4 Peran Lembaga Ekonomi P3RSU (Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara) Dalam Pengembangan Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat

Awal terbentuknya P3RSU ( Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara) pada tahun 1975. PTPN III yang memiliki lahan berlebih sehingga dibuat perencanaan untuk membentuk sebuah koperasi yang membantu masyarakat desa Aek-Nabara, PTPN III memiliki jumlah sisa lahan untuk dibagikan sebesar 5000 ha yang masing-masing per kepala-keluarga sebesar 2ha jatahnya. Adapun Syarat untuk memiliki lahan 2ha yaitu dengan sistem pengembalian modal kepada pemerintah dengan jumlah nilai sebesar Rp.900.000 dalam jangka waktu selama 11-13 tahun atau bahkan lebih lama dari waktu yang ditentukan dan syaratnya juga sudah berkeluarga. Maka lembaga ekonomi di wilayah penelitian seperti P3RSU ( Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat Sumatera Utara) sangat berperan dalam membantu kesejahteraan dan ekonomi para petani sawit kelapa sawit rakyat, adapun peran lembaga tersebut sesuai dengan hasil penelitian diuraikan sebgai berikut :

(59)

1. Meningkatkan kesejahteraan (memakmurkan) petani sawit dengan memberikan bantuan skema proyek 2 Ha/KK.

2. Mengurangi tingkat Pengangguran di pedesaan dan alternatif usaha perkebunan yang lebih produktif

3. Sebagai lembaga penyediaan sarana produksi yang lebih murah karena dapat dilakukan pada skala ekonomi (berkurangnya biaya angkut per unit, dan harga dapat lebih rendah karena pengadaannya ditingkat agen besar atau distributer

4. Memberikan peluang atau kesempatan kerja untuk menghasilkan TBS yang memberikan sumbangan kepada kemampuan ekonomi nasional khususnya devisa ekspor.

5. Selain dapat meningkakan pendapatan petani sawit, dengan KUD P3RSU usaha peremajaan atau bahkan pengembangan areal baru dapat dilakukan lebih terorganisir.

V.1. 5 Upaya Yang Dapat Dilakukan Dalam Mengatasi Masalah Pengembangan Kelapa Sawit Di Dearah Penelitian.

(60)

2. Kemampuan petani untuk menghasilkan pendanaan untuk penanaman kembali (replanting) kurang terorganisir, sehingga petani perlu mendapat pembinaan terus menerus dari dinas Perkebunan setempat agar mereka mampu menyisihkan sebagian dananya untuk penanaman kembali.

3. Masalah kelangkaan dan tingginya harga sarana produksi, harus lebih diperhatikan oleh pemerintah bagaimana mengatasi sistem yang lebih efisien, misalnya memberdayakan KUD dalam memperoleh sarana produksi. Hal ini akan menekan permainan para tengkulak/ agen-agen.

4. Perlu adanya sistem pengamanan kebun yang dibentuk oleh para petani yang hamparannya berdekatan, misalnya membuat sistem ronda atau patroli yang tidak dapat terbaca polanya oleh pencuri. Aparat kepolisian sebetulnya harus dapat membantu kesulitan petani dalam pengamanan terhadap pencurian TBS.

V.2 Pembahasan Penelitian

(61)

Penerimaan diperoleh dari hasil kali antara produksi TBS (tandan buah segar) dengan harga TBS (tandan buah segar). Oleh sebab itu pendapatan sangat tergantung pada perawatan tanaman. Tanaman kelapa sawit dapat dipanen setelah berumur 3-4 tahun dan dapat dipanen 2-4 kali dalam sebulan. Produksi rata TBS yang diperoleh petani adalah 19,420 ton/ha/tahun. Penerimaan tiap bulannya berbeda-beda tergantung dari hasil panen yang diproleh yaitu dalam 1 tahun penerimaan kotor rata-rata per dua hektar Rp. 41,466,938 juta karena harga TBS yang tidak stabil maka dalam penelitian perhitungan pertahun digunakan harga rata-rata yaitu Rp. 1,300/kg untuk lebih jelas, dapat dilihat pada tabel 8 :

Tabel. 8 Rata- Rata Penerimaan Petani/ Hektar Kelapa Sawit

No. Uraian Per Hektar Per Petani

1 Produksi

Sumber : Data Diolah dari lampiran 9-10

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa produksi per petani sebesar 38,840 ton/ha dengan harga rata-rata sebesar Rp1.300/Kg maka diproleh penerimaan petani yaitu sebesar Rp. 41,666,938 per tahun dan produksi per hektar sebesar 19,420 ton/ ha dengan harga rata-rata Rp.1.300/Kg maka diperoleh penerimaan per hektar sebesar 20,733,469 per tahun.

(62)

Biaya sarana produksi terdiri biaya pupuk (Urea, TSP, KCL/MOP, dan Dolomit) dan obat-obatan (gramoxone dan Round-up)secara bergantian tiap tahunnya. Biaya tenaga kerja termasuk biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK), upah tenaga kerja untuk penyiangan, pemangkasan dan penyemprotan mempunyai upah yang berbeda- beda setiap sampelnya tegantung si petani ingin memberi upah berapa kepada tenaga kerjanya. Biaya pajak adalah biaya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) yang bisanya dipotong tiap tahunnya yaitu Rp. 50.000. Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam mengangkut hasil produksi TBS (tandan buah segar). untuk lebih jelas, biaya produksi petani kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 9:

Tabel. 9 Rata- Rata Biaya Produksi Petani/ Hektar di Desa Aek Nabara

No Uraian Petani

Sumber : Data diolah dari lampiran 7,8,9,10

(63)

kerja 9,51%, penyusutan peralatan sebesar 0,92% dan yang terendah pajak tanah 0,44%.

Pendapatan Bersih Usahatani

Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari hasil penerimaan dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan petani baik biaya usahatani maupun biaya pemasaran (dalam satu tahun). Petani sampel di daerah penelitian telah dikonversi dengan lunas kredit yaitu petani telah mengembalikan kredit ke perusahaan dan lahan 2 ha menjadi milik petani. Untuk lebih jelas, pendapatan bersih dapat dilihat pada tabel 5.4. : Tabel 10. Rata- Rata Pendapatan Bersih Petani/ Hektar di Desa Aek Nabara

No Uraian Per Petani Per Hektar 3 Pendapatan Bersih

(Rp/Tahun)

30,153,876 15,076,938

Sumber: Data diolah dari Lampiran 7,8,9,10

Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pendapatan bersih rata-rata usahatani per petani sebesar Rp. 30,153,876 per tahun dan per hektar pertahun 15,076,938.

Kelayakan Finansial Usahatani Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat

(64)

tingkat faktor terdiskon tertentu. Nilai NPV pada tingkat persentase faktor terdiskon tertentu memberikan nilai 0 dinamakan tingkat pengembalian internal (IRR, internal rate of value) proyek, presentase IRR yang lebih besar dari rata-rata tertimbang biaya modal.

Maka untuk melihat kelayakan finansial di KUD-P3RSU menggunakan metode analisis finansial dengan kriteria investasi, Net Present Value (NPV), Net Benefit–Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR).

Tabel berikut menunjukkan nilai NPV, B/C Ratio dan IRR pada usahatani kelapa sawit anggota KUD-P3RSU secara finansial :

Tabel. 11 Nilai Rata-rata NPV, Net B/C Ratio dan IRR Secara Finansial

No Uraian Total Rataan

1 NPV 634,236,100.2 253.694.440.1

2 Net B/C 9.16 0,36

3 IRR (%) 8.3092975 0,3323719

(65)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Kondisi tanaman kelapa sawit anggota KUD Perintis Aek Nabara sudah tua melampaui umur ekonomis, sehingga perlu dilakukan peremajaan, rata-rata umur tanaman 30 tahun dan telah melampaui umur ekonomis 25 tahun.

2. Meskipun demikian, karena harga CPO sangat tinggi dewasa ini dipasaran dunia kondisi ekonomi petani sawit cukup baik dengan tingkat pendapatan bersih Rp. 41,679,388 per tahun. Walaupun juga diikuti kenaikan harga sarana produksi.

3. Peran KUD Perintis berfungsi dalam penyediaan atau penyaluran sarana-sarana produksi dan pemasaran hasil-hasil produksi TBS. Namun peranan KUD akhir-akhir ini mengalami pennurunan dengan semakin tuanya tanaman dan terbatasnya kemampuan pendanaan KUD untuk membantu biaya peremajaan tanaman yang sudah tua.

(66)

5. Upaya strategis yang dapat dilakukan dalam memperbaiki ekonomi petani sawit adalah bantuan peremajaan oleh pemerintah dengan proyek revitalisasi perkebunan. Sehingga dalam jangka panjang ekonomi petani dapat ditingkatkan.

6. Dalam rangka mengetahui prospek pengembangan kelapa sawit rakyat telah dilakukan analisis kelayakan peremajaan tanaman tua. Hasil analisis sangat layak seperti terlihat dari indikator IRR berkisar 21% hingga 22% melampaui asumsi bunga komersial 12%. Demikian pula nilai NPV yang bernilai positif tinggi yaitu berkisar antara Rp 305 juta hingga Rp 504 juta dengan masa pengembalian modal 12 hingga 13 tahun.

Saran

1. Disarankan agar petani mendapatkan bantuan peremajaan dari pemerintah melalui skema pembangunan perkebunan rakyat, juga bantuan dan pembinaan KUD khususnya masalah pengelolaan usahatani perlu ditingkatkan.

2. Anggota KUD disarankan agar lebih aktif dan berpartisipasi dalam semua kegiatan yang dijalankan oleh KUD karena anggota KUD sudah tidak memperhatikan pengembangan KUD-P3RSU .

(67)

4. Dalam rangka peremajaan perlu meningkatkan produktivitasnya menggunakan bibit unggul dan sarana produksi yang tepat, sehingga diperlukan penyuluhan.

5. Disarankan pengurus KUD lebih bersikap adil dalam meminjamkan dana kepada anggota agar mereka tidak terjerat oleh hutang. Hutang dapat diberikan untuk kegiatan produktif, tapi sebaiknya tidak memberikan hutang untuk keperluan yang bersifat konsumtif.

6. Pengurus lebih transparan dan detail dalam menulis laporan keuangan sehingga pendapatan dan pengeluaran dapat diketahui oleh semua anggota. Transparansi yang dil\lakukan akan menambah tingkat kepercayaan anggota KUD.

7. Pengurus dapat memberikan motivasi dan menjadi contoh kepada anggota, misalnya dalam pengelolaan kebun yang baik, mengelola keuangan dan semangat dalam pengembangan ekonomi anggota.

8. Pemerintah diharapkan lebih memperhatikan kehidupan petani dan disarankan memberikan bantuan sarana produksi kalau diperlukan dengan subsidi mengingat tingginya harga sarana produksi.

9. Pemerintah perlu terus memantau kegitan peremajaan dan koperasi dan mengevaluasi agar keterampilan petani dan menejemen bisnis KUD lebih baik.

(68)

mereka mengambil kentungan yang lebih sehingga menyebabkan produktivitas petani sawit menurun.

(69)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2006 Prospek Agribisnis Minyak Kelapa Sawit. hhtp:

Basiron,Y. dan Simeh Mohd., A. 2002. The Palm Oil Phenomenon( Fenomena Kelapa Sawit. MPOB (Malaysian Palm Oil board).

Downey, W. D dan S.P Erickson,1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga, Jakarta.

Gray, C, P. Simanjuntak, L.k, Sabar dan P.F.L Maspeitella., 1995. Pengantar Evaluasi Proyek. PT. Gramedia, Jakarta.

Fauzi,Y., Widiastuti Y.S., Satyiawibawa I. Dan Hartono, R. , 2002. Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisi Usaha dan Pemasaran Kelapa Sawit.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Samangun, 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. UGM-Press . Yogyakarta

Mubyarto, dkk. 1989. Masalah dan Prospek Komoditi Perkebunan, UGM-press. Yogyakarta.

Pahan, I. 2006. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.

Risza, S. 1994. Upaya Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit. Kanisuis. Yogyakarta

Sevilla, C.G, dkk, 1993. Pengantar Metode Penelitian, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

(70)

Samangun, H. 1989. Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM-press. Yogyakarta.

Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. UI-press, Jakarta.

Sugito, J. 1992. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta

Zen.Z dan C. Barlow. 2006. Perkembangan Kelapa Sawit. Internasional oil palm Conference, Denpasar Bali 19 -23 Juni 2006.

Gambar

Gambar 1. Komoditi Kelapa Sawit
Gambar 2. Peranan Petani dan koperasi
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Tata Guna Lahan daerah Penelitian Tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait