• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan Ibu Terhadap Kurang Kalori Protein Pada Balita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan Ibu Terhadap Kurang Kalori Protein Pada Balita"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN IBU TERHADAP KURANG KALORI PROTEIN PADA BALITA

M. ARIFIN SIREGAR

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN

Hampir semua orang makan setiap kali di rumah mereka masing-masing, dengan demikian maka perbaikan gizi keluarga adalah pintu gerbang perbaikan gizi masyarakat, dan pendidikan gizi keluarga merupakaaan kunci pembuka pintu gerbang itu Di dalam keluarga biasanyaa ibu-ibu berperanan mengatur makanan keluarga, oleh karena itu ibu-ibu adalah sasaran utama pendidikan gizi keluarga. Pendidikan gizi keluarga dapat dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, rnisalnya dengan memberikan teladan, dapat pula dilakukan dengan cara yang lebih khusus misalnya kursus-kursus.

Pengajaran dapat ditujukan kepada perorangan, dapat pula kepada kelompok, Kalau ibu-ibu merupakan sasaran utama pendidikan, siapakah pengajarnya? setiap orang yang mengetahui cara mengatasi rintangan jalur pangan dapat menjadi pengajar, bahkan harus menjadi pengajar. Sebab mengatasi bahaya gizi kurang adalah kewajiban semua orang. Sering terjadi bahwa perlu dididik orang-orang tertentu untuk mengajarkan pengetahuan gizi kepada ibu-ibu dimana mereka ini d isebut pelatih atau kader.

Pendidikan gizi keluarga khususnya untuk meningkatkan pengetahuan para ibu bertujuan mengubah perbuatan-perbuatan yang keliru, yang mengakibatkan bahaya gizi kuran, misalnya dengan memberi pengertian kepada ibu-ibu agar lebih sering memberi makanan kepada anak-anak dan memberikan tambahan makanan yang mengandung zat pembangunan ke dalam bubur bagi bayi mereka. Demikian pula memberi pengertian kepada para suami agar memberi cukup uang kepada istri mereka, agar dapat membeli cukup makanan yang bergizi tinggi. Pengajaran untuk mengubah perilaku perlulah memberikan pengetahuan dari pengertian tentang mengapa sesuatu harus di laksanakan, atas dasar pengetahuan dari pengertiannya diharapkan mau untuk mengerjakannya.

Perbuatan orang atau ibu-ibu yang kurang benar sering didasarkan atas keyakinannya yang keliru atas sesuatu hal, yang seakan-akan tidak dapat diubah dengan pendidikan. Kalau kita dapatkan hal seperti ini haruslah kita cari akal bagaimana mengubah perbuatannya tanpa mengubah keyakinannya. Misalnya seorang ibu yang mempunyai keyakinan bahwa anak yang kurus itu dihinggapi dan diganggu oleh setan, meskipun sesungguhnya ia menderita kurang gizi. Tanpa mengubah keyakinannya tentang setan, dapat kita ajarkan bahwa untuk mengusir setan itu. kepada si anak perlu diberikan makanan yang bergizi tinggi.

Sehubungan dengan hal diatas, para ibu sering juga kurang mengetahui tentang bagamana kecukupan gizi dari anggota keluarganya, apakah ada diantara anggota keluarga yang masuk kedalam golongan rawan gizi, seperti balita khususnya. dimana golongan ini mudah sekali terkena penyakit gizi kurang yang sering disebut dengan KKP (Kekurangan Kalori Protein) yang dapat menyebabkan penderitaan bahkan kematian bagi bayi tersebut.

BAB II. PERMASALAHAN

(2)

BAB III. PEMBAHASAN

Seorang ibu yang hanya tamat Sekolah Dasar belum tentu pengetahuannya jauh lebih rendah dibanding dengan ibu-ibu yang tamat dari sekolah lanjutan, karena pengetahuan itu tidak hanya diperoleh dari bangku sekolah, namun pengetahuan lebih banyak diperoleh dari pengalaman hidup sehari-hari, terutama pengetahuan ibu tentang gizi, dimana mereka dapat mempero1eh pengetahuan tersebut dari kursus-kursus masakan dengan jalan mengikuti program PKK, dengan adanya kerja sama dengan ibu-ibu yang ahli dalam hal mengatur makanan keluarga. Namun dalam hal ini sering para ibu tidak memperhatikan bagaimana pengetahuannya sendiri tentang gizi, hal ini mungkin disebabkan karena faktor-faktor sosial seperti faktor sosial ekonomi yang rendah, dimana para ibu yang mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari dari penghasilan yang diperoleh hanya cukup untuk kebutuhan yang sangat mendasar saja sehingga dengan sendirinya perhatian mereka kehal-hal lain semakin berkurang termasuk dalam hal pengetahuan tentang pengaturan makanan.

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa banyak juga ibu-ibu yang tidak mengetahui apakah ada anggota keluarga yang rawan gizi atau tidak, juga sering hidangan yang dihidangkan tidak seimbang sehingga dapat menimbulkan defisiensi energi dan defisiensi protein yang disebut dengan penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP).

Penyakit ini banyak menyerang anak-anak yang sedang mengalami perkembangan pertumbuhan pesat, anak balita merupakan kelompok yang menununjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kg berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering memderita KKP. Beberapa kondisi dan anggapan orang tua dari masyarakat justru merugikan penyediaan mlakanan bagi kelompok balita ini: a. Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan orang

dewasa, jadi masih memerlukan adaptasi.

b. Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi keluarga, karena belum sanggup ikut dalam membantu menambah kebutuhan hidup keluarga, baik tenaga maupun kesanggupan kerja penambah keuangan. Anak itu sudah tidak begitu diperhatikan dari pengurusannya sering diserahkan kepada saudaranya yang lebih tua, tetapi sering belum cukup umur untuk mempunyai pengalaman dari ketrampilan untuk mengurus anak dengan baik.

c. Ibu sering mempunyai anak kecil lagi atau sudah bekerja penuh, sehingga tidak dapat lagi memberikan perhatian kepada anak balita, apalagi mengurusnya. d. Anak balita belum dapat mengurus diri sendiri dengan baik, dan belum dapat

berusaha mendapatkan sendiri apa yang ia perlukan untuk makanannya. Kalau makan bersama dalam keluarga, anak balita masih diberi jatah makanannya dan kalaupun tidak mencukupi, sering tidak diberi kesempatan untuk minta lagi atau mengambil sendiri tambahannya.

e. Anak balita mulai turun ke tanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi yang memberikan infeksi atau penyakit lain, padahal tubuhnya belum cukup mempunyai immunitas atau daya tahan untuk melawan penyakit atau menghindarkan kondisi lain yang memberikan bahaya kepada dirinya.

Di Indonesia anak kelompok balita menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit KKP. Kelompok umur ini sulit dijangkau oleh berbagai upaya perbaikan gizi dan kesehatannya, karen tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang ditentukan tanpa diantar, padahal yang mengantar sedang sibuk semua.

(3)

rehabilitasi para penderita KKP dan melatih para ibu dan mereka yang bertanggung jawab atas urusan balita di dalam keluarga, bagaimana mengurus dan memasak serta menyediakan makanan bergizi bagi anak balita.

Adapun faktor-faktor penyebab penyakit KKP adalah sebagai berikut: faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain.

Peranan Faktor Diet

Menrut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita Kwashiorkor. sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita Marasmus. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gopalan dan Narasnya (1971) terlihat bahwa dengan diet yang kurang-lebih sama, pada beberapa anak timbul gejala-gejala Kwashiorkor, sedangkan pada beberapa anak yang lain timbul gejala-gejala Marasmus. Mereka membuat kesimpulan bahwa diet merupakan faktor yang penting, tetapi ada faktor lain yang masih harus dicari untuk dapat menjelaskan timbulnya gejala tersebut.

Peranan Faktor Sosial

Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KKP. Ada kalanya pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan tradisi yang turun-temurun. Jika pantangan itu di dasarkan kepada keagamaan maka sulit diubah, tetapi jika pantangan tersebut berlangsung karena kebiasaan, maka dengan pendidikan gizi yang baik dan dilakukan terus menerus hal tersebut masih dapat diatasi. Faktor-faktor sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KKP adalah:

a. Perceraian yang sering terjadi antara wanita yang mempunyai anak banyak dengan suaminya yang merupakan pencari nafkah tunggal;

b. Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan anak, sehingga dengan pendapatan yang kecil ia tidak dapat memberi cukup makan pada anggota keluarganya yang besar itu;

c. Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada musim panen mereka pergi memotong padi para pemilik sawah yang letak sawahnya jauh dari tempat tinggal para ibu tersebut. Anak-anak terpaksa ditinggalkan di rumah sehingga jatuh sakit dan mereka tidak mendapat perhatian dari pengobatan sewestinya;

d. Para ibu setelah melahirkan menerima pekerjaan tetap sehingga harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore. Dengan demikian, bayi tersebut tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI walaupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya. Alangkah baiknya jika misalnya badan-badan yang bergerak dibidang sosial menampung bayi dari anak-anak kecil yang ditinggal bekerja seharian penuh di balai desa, mesjid, gereja, atau tempat lain unttuk dirawat dan diberi makan yang cukup dan baik.

Peranan Faktor Infeksi

(4)

Peranan Faktor Kemiskinan

Penyakit KKP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama merupakan problem bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara tersebut. Pentingnya kemiskinan ditekankan dalam laporan Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1974. Mereka menganggap kemiskinan merupakan dasar penyakit KKP. Tidak jarang terjadi bahwa petani miskin menjual tanah miliknya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, lalu ia menjadi penggarap yang menurunkan lagi penghasilannya, atau ia meninggalkan desa untuk mencari nafkah di kota besar. Dengan penghasilan yang tetap rendah, ketidakmampuan menanam bahan makanan sendiri, ditambah pula dengan timbulnya banyak penyakit lnfekisi karena kepadatan tempat tinggal.

PENCEGAHAN KKP

Banyak orang yang beranggapan bahwa faktor utama pada malnutrisi itu kemelaratan, sehingga malnutrisi hanya dapat diperbaiki dengan perbaikan status sosial dan ekonomi masyarakat. Walaupun pendapat tersbut mengandung banyak kebenaran, ini tidak berarti bahwa para petugas kesehatan lalu menjadi putus asa dan melepaskan tanggung jawab dalam hal pencegahan KKP.

Tindakan pencegahan KKP bertujuan untuk mengurangi insiden KKP dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Usaha disebut tadi mungkin dapat ditanggulangi oleh petugas kesehatan tanpa menunggu perbaikan status ekonomi golongan yang berkepentingan. Akan tetapi tujuan yang lebih luas dalam pencegahan KKP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang dapat bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang cukup.

Oleh sebab akar-akar malnutrisi menjalar melampaui jangkauan bldang kesehatan dan gizi, akan tetapi mengenai pula lingkungan tradisi dan keadaan ekonomi rakyat, maka inisiatif tunggal dari petugas kesehatan tidak mungkin dapat mencapai tujuan yang luas ini.

Tindakan pencegahan KKP harus dilaksanakan secara nasional dan hal ini memerlukan analisa, perencanaan yang luas dan sistematis. Perencanaan program intervensi sendiri merupakan prosedur yang kompleks dan memerlukan kerjasama para ahli berbagai bidang dan disiplin seperti ahli-ahli dari departemen kesehatan, pendidikan, perdagangan, perhubungan dan sebagainya.

Perbaikan status gizi jangka panjang bergantung kepada pemberian makanan sehari-hari pada anak-anak, yang harus mengandung cukup energi maupun zat-zat gizi esensial. Masukan (intake) bahan makanan yang kurang maupun berlebihan terus-menerus akan mengganggu pertimbuhan dan kesehatan anak-anak tersebut akan tetapi tidak boleh dilupakan, bahwa kebutuhan tiap orang akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti umur, berat badan, jenis kelamin, aktivitasnya, suhu lingkungan dimana mereka berada, keadaan sakit, dan sebagainya. Terutama pada anak-anak infestasi parasit dan infeksi kuman dapat mengubah kebutuhan makanan sehari-hari.

Persediaan dan kebutuhan bahan makanan juga dipengaruhi berbagai faktor, misalnya keadaan ekonomi, sosial dan polotik. Makan perencanaan yang efektif memerlukan survei, waktu dan dibicarakan oleh para ahli berulang-ulang. Perencanaan yang realistis harus didasarkan pada perkiraan persediaan bahan makanan maupun keperluannya pada waktu yang akan datang.

Adapun berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasal satu atau lebih dari satu faktor dasar penyebab KKP yaitu:

(5)

rakyat seperti dikemukakan Presiden Soeharto pada peresmian pabrik pupuk fospat (TSP) unit II di Gresik pada tanggal 30 Juli 1983.

2. Penyediaan makanan formula yang mangandung tinggi protein dan tinggi energi untuk anak-anak yang disapih. Makanan demikian pada umumnya tidak terdapat dalam diet tradisi, tetapi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada anak-anak berumur 6 bulan keatas. Formula tersebut dapat diberikan dalam program pemberian makanan tambahan maupun dipasarkan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pembuatan makanan demikian juga dapat diajarkan pada masyarakat sehingga juga merupakan pendidikan gizi. 3. Memperbaiki infrastruktur pemasaran, infrastruktur pemasaran yang tidak baik

akan berpengaruh negatif terhadap harga maupun kualitas bahan makanan. Hal ini sudah ditanggulangi pemerintah melalui Bulog.

4. Subsidi harga bahan makanan. Intervensi demikian bertujuan untuk membantu mereka yang sangat terbatas penghasilannya. Pada hakekatnya pemerintah sudah memberikan subsidi yang cukup besar kepada petani melalui program intensifikasi padi. Oleh proyek bimas dikeluarkan dana antara lain untuk membiayai kegiatan operasional sepeti pembinaan, penyuluhan, latihan dan sebagainya.

5. Pemberian makanan suplementer. Dalam hal ini makanan diberikan .secara cuma-cuma atau dijiual dengan harga minim. Makanan semacam ini terutama ditujukan terutama pada anak-anak yang termasuk golongan umur rawan akan penyakit KKP. Makanan tersebut dapat disediakan pada waktu-waktu tertentu di Puskesmas maupun diberikan secara periodik untuk dibawa pulang. Cara yang disebut belakangan ini biasanya kurang manfaatnya karena makanan yan seharusnya diberikan pada anak-anak yang membutuhkannya, dibagikan kepada seluruh keluarga atau dijual.

6. Pendidikan gizi. Tujuan pendidikan gizi ialah untuk mengajar rakyat mengubah kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan makanan supaya mereka dan anak-anaknya mendapat makanan yang lebih baik mutunya. Menurut Hofvandel (1983) pendidikan gizi akan berhasi jika:

a. penduduk diikutsertakan dalam pembuatan rencana, menjalankan rencana tersebut, serta ikut menilai hasilnya.

b. rencana tersebut tidak banyak kebiasaan yang sudah turun temurun.

c. anjuran cara pemberian makanan yang diulang pada setiap kesempatan dan situasi.

d. semua pendidik atau mereka yang diberi tugas untuk memberikan penerangan pada masyarakat yang memberi anjuran yang sama.

e. mendiskusilran anjuran dengan kelompok yang terdiri dari para ibu serta anggota masyarakat lainnya, sebab keputusan yang diambil oleh satu kelompok lebih mudah dijalankan daripada seorang ibu saja.

f. pejabat kesehatan, teman-teman, dan anggota keluarga memberikan bantuan aktif dalam memperaktekkan anjuran itu.

g. orang tua maupun anggota masyarakat lainnya dapat melihat hasil yang menguntungkan atas praktek anjuran itu.

7. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan:

a. pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu misalnya di BKIA, Puskesmas dan posyandu

b. melakukan imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi yang prevalensinya tinggi.

c. memperbaiki higiene lingkungan dengan menyediakan air minum, tempat membuang air besar (WC).

(6)

sepatu untuk menghindari infeksl dari parasit., membersihkan rumah serta isinya dan memasang jendela-jendela untuk mendapat hawa segar.

e. menganjurkan rakyat untuk mengunjungi puskesmas secepatnya jika kesehatannya terganggu.

f. menganjurkan keluarga berencana. Petros Bemazian (1970) berpendapat bahwa Child spacing merupakan faktor yang sangat penting untuk status gizi ibu maupun anaknya. Dampak kumulatif kehamilan yang berturut-turut dan dimulai pada umur muda dalam kehidupan seorang ibu dapat mengakibatkan deplesi zat-zat gizi orang tersebut.

Intervensi gizi yang berhasil dapat mengurangi jumlah penderita malnutrisi sehingga merupakan sumbangan yang positif dalam proses perkembangan negara. Tujuan intervensi gizi meliputi:

a. peningkatan kapasitas kerja; b. peningkatan kesejahteraan rakyat; c. pemerataan pendapatan yang lebih baik.

Dampak intervensi akan lebih positif jika "cukup pangan" didefenisikan tidak saja sebagai "kebutuhan dasar", melainkan sebagai "hak dasar" (Austin, 1981).

Presiden Soeharto pada pembukaan Widyakarya National Pangan dan Gizi pada tanggal 25 Juli 1983 menekankan bahwa:

“Gizi bagi bangsa Indonesia bukan hanya sekedar bertujuan untuk mencapai Kesehatan jasmani saja, akan tetapi melalui perbaikan makanan dan peninngkatan gizi juga ingin ditingkatkan kecerdasan bangsa. Pencerdasan kehiduan bangsa tidak akan cukup hanya elalui pendidikan saia, melainkan pula tidak dapat dipisahkan dari peningkatan gizi secara mantap".

BAB IV. KESIMPULAN

Pengetahuan Ibu sangat mempengaruhi keadaan gizi dari Balita yang merupakan salah satu dari kelompok yang rawan gizi. Hal ini dapat diketahui dari adanya penyakit KKP yang diderita oleh balita yang diakibatkan karena kadaan pangan yang tidak seimbang pada hidangan makanan sehari-hari, dimana yang berperanan besar terhadap penyediaan tersebut adalah ibu-ibu rumah tangga.

Pengetahuan ibu rumah tangga sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial masyarakat dari keluarga itu sendiri diantaranya adalah penghasilan keluarga yang minim sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi perhatian ibu terhadap penyediaan makanan di rumah tangga.

DAFTAR PUSTAKA

Pujiadi, Solihin, Ilmu Gizi Klinis pada Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta, 1990

Berg, Alan, Nutrition Factor its Role in National Development. (Diterjemahkan Zahara D. Noer, Rajawali dan Seyogya), CV Rajawali, Jakarta 1986.

Referensi

Dokumen terkait

Parameter berupa nilai kapasitansi yang diperoleh dari hasil pengukuran listrik dapat digunakan untuk menentukan nilai permitivitas relatif atau konstanta dielektrik

Faktor lain yang berhubungan dengan keikutsertaan KB yaitu tingkat ekonomi atau pengeluaran sehingga dapat kita simpulkan bahwa Tingkat pengetahuan tidak sangat menentukan

Panglima TNI saat ini dijabat oleh Laksamana Agus Suhartono, yang yang berasal dari TNI Angkatan Laut.. Berikut adalah daftar Panglima Tentara

Pada dasarnya kepuasan kerja merupkan hal yang bersifat individual dan dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor , setiap individu akan memiliki sikap kepuasan yang

• Beberapa efek ini diakibatkan oleh peningkatan stimulasi postsinap reseptor 5-HT akibat peningkatan konsentrasi obat atau akibat stimulasi reseptor yang sama namun regio

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan mendeskripsikan lokasi terjadinya banjir dengan variabel yang digunakan yaitu kemiringan lereng dengan kriteria

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan media, yang digunakan guru dalam pembelajaran menulis naskah drama dan hasil menulis naskah

Hasil interpretasi tanda yang ada pada iklan korporat Dove “Real Beauty” versi global ke lokal menunjukkan pergeseran standar kecantikan (definisi baru kecantikan) hanya