• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN TINDAKAN PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT

PTPN IV ADOLINA TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH:

AYU HANDAYANI PARDEDE NIM. 111000121

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN TINDAKAN PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG PENDENGARAN DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT

PTPN IV ADOLINA TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

AYU HANDAYANI PARDEDE NIM: 111000121

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN TINDAKAN

PEKERJA DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG

PENDENGARAN DI BAGIAN PRODUKSI PABRIK KELAPA SAWIT PTPN IV ADOLINA TAHUN 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Agustus 2015

Yang membuat pernyataan,

(4)
(5)

ABSTRAK

Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP) merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian kebisingan apabila pengendalian secara teknik dan administratif tidak berhasil dijalankan. Hal ini disebabkan risikonya masih cukup tinggi karena susahnya memantau perilaku tenaga kerja dalam penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP). Pada kenyataanya di pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina dengan tingkat kebisingan yang tinggi masih ditemui pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Pendengaran (APP).

Penelitian ini dilakukan pada pekerja bagian produksi kelapa sawit PTPN IV Adolina tahun 2015 untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pekerja dan sikap pekerja dengan penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP). Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 23 orang dari 2 shift yang ada di bagian produksi kelapa sawit PTPN IV Adolina dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pekerja dan pengamatan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui tindakan pekerja. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja, dilakukan uji Exact Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 91,3% pekerja tidak menggunakan APP. Berdasarkan hasil uji exact fisher menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan pekerja (p = 0,692) dan sikap pekerja (p = 0,217) dengan penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP).

Disarankan pihak manajemen sebaiknya meningkatkan

penyuluhan/pelatihan tentang Alat Pelindung Pendengaran (APP) kepada pekerja agar dapat menambah pengetahuan dan menumbuhkan sikap positif pekerja. Selain itu, memberikan sanksi denda apabila pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Pendengaran (APP) dan menyediakan APP sesuai dengan kebutuhan dan digunakan secara benar serta selalu dipelihara dalam kondisi layak pakai terutama pada stasiun yang diatas Nilai Ambang Batas (NAB) namun tidak disediakan APP seperti stasiun klarifikasi, pemurnian air, penebahan dan pengempaan.

(6)

ABSTRACT

The use of Hearing Protective Devices (HPD’s) is the last stage of noise control if technical control and administration control good not running well. This is due to it is high risk because it is difficult to supervise workers behavior in using Hearing Protective Devices (HPD’s). In Fact, in PTPN IV Adolina Palm Oil Factory with it is high level of noise, there are still many workers do not use the Hearing Protective Devices (HPD’s).

This research was conducted at production PTPN IV Adolina Palm Oil Factory in 2015 to know the relationship between workers knowledge and the workers attitude towards using Hearing Protective Devices (HPD’s). The research was analytical with cross sectional design. Number of samples taken 23 people from 2 shift existing in PTPN IV Adolina Palm Oil Factory using purposive sampling technique. Data was collected by interview using questionnaire to determine the workers knowledge and workers attitude and observation using observation sheet to determine the workers behavior. To know the relationship between workers knowledge and workers attitude towards using Hearing Protective Devices (HPD’s), using Exact Fisher statistical test.

The result of the research showed that there were 91,3% of workers did not use hearing protector. Based on Exact Fisher Analysis it is known that there is did not have significant relation between workers knowledge (p= 0,692) and workers attitude (p=0,217) towards using Hearing Protective Devices (HPD’s).

It is recommended that management should intensify the information/training about using Hearing Protective Devices (HPD’s) to the workers in order to add their knowledge and positive attitude. As well as, giving amercement to those without Hearing Protective Devices (HPD’s) and providing Hearing Protective Device (HPD’s) according to the needs and used correctly and always maintained in a condition suitable to be used mainly at stations that exceed Threshold Limit Value (TLV) like clarification station, water treatment, threser, and pressing.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

judul : “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015”.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan

bantuan dan kerjasama serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Subhilhar, M.A., Ph.D sebagai Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan para wakil dekan.

3. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku Ketua Departemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan sehingga penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan.

5. Ibu Arfah Mardiana Lubis, S.Psi, M.Psi selaku dosen pembimbing II yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan sehingga penulisan

(8)

6. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes dan Ibu Isyatun Mardhiyah Syahri SKM,

M.Kes sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

7. Direksi PTPN IV dan Manajer Unit PTPN IV PKS yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melakukan penelitian di pabrik kelapa sawit Adolina.

8. KDTP PKS I dan II beserta pekerja PKS Adolina yang telah membantu saya

dengan memberikan banyak informasi dan data-data yang bersangkutan dengan

penulisan skripsi ini.

9. Seluruh dosen beserta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

10. Kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, ayahanda M. Pardede dan

Ibunda L. Simarmata atas segala kasih sayang, doa, pengorbanan, kesabaran,

dan motivasi yang diberikan dengan segenap cinta yang tulus kepada saya.

11. Terimakasih kepada sahabat terbaik Michael Joy Cristian Butar-butar, Irma

Siboro, Evita Hutagalung, Rapika Lumban Gaol, Erniwati Silalahi, Trivo,dll.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,

maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk

perbaikan dan kesempurnaannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2015

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

1.4 Hipotesis Penelitian... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 9

2.2 Higiene Industri ... 10

2.4.4 Pengendalian Kebisingan ... 16

2.5 Alat Pelindung Pendengaran (APP) ... 18

2.5.1 Jenis Alat Pelindung Pendengaran (APP) ... 19

(10)

3.2.1 Lokasi... 30

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 32

3.6 Definisi Operasional ... 33

3.7 Aspek Pengukuran ... 34

3.7.1 Pengukuran Variabel Independen ... 34

3.7.2 Pengukuran Variabel Dependen... 35

3.8 Pengolahan Data... 35

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan... 38

4.1.2 Letak Geografis Perusahaan ... 39

4.1.3 Luas Areal Perkebunan ... 39

4.1.4 Jumlah Tenaga Kerja ... 40

4.1.5 Jam Kerja ... 40

4.1.6 Proses Produksi ... 41

4.2 Hasil Univariat ... 44

4.2.1 Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP) ... 44

4.2.2 Pengetahuan Pekerja ... 45

4.2.3 Sikap Pekerja ... 45

4.3 Hasil Bivariat ... 46

4.3.1 Hubungan Pengetahuan Pekerja dengan Penggunaan APP ... 46

4.3.2 Hubungan Sikap Pekerja dengan Penggunaan APP ... 46

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Pengetahuan Pekerja dengan Penggunaan APP... 48

5.2 Hubungan Sikap Pekerja dengan Penggunaan APP ... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran... 56

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner pengetahuan pekerja ... 32

Tabel 3.2 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner sikap pekerja ... 33

Tabel 4.1 Jumlah Pekerja Bagian Produksi di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV

Adolina tahun 2015……….. 40

Tabel 4.2 Distribusi pekerja berdasarkan penggunaan APP di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 ... 45

Tabel 4.3 Distribusi pekerja berdasarkan pengetahuan di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 ... 45

Tabel 4.4 Distribusi pekerja berdasarkan sikap di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015... 45

Tabel 4.5 Hasil uji exact fisher pengetahuan pekerja dengan penggunaan APP di PKS Adolina PTPN IV tahun 2015 ... 46

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Lembar Checklist

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pengetahuan

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Sikap

Lampiran 5.` Master Data

Lampiran 6. Hasil Output SPSS

Lampiran 7. Dokumentasi

Lampiran 8. Surat Izin Penelitian

(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ayu Handayani Pardede

Tempat Lahir : Lubuk Pakam

Tanggal Lahir : 20 April 1993

Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Nama Ayah : Muara Jetro Pardede

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Laurina Simarmata

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba

Pendidikan Formal

1. SD/ Tamatan tahun : SD HKBP LUBUK PAKAM/2005

2. SLTP/ Tamatan tahun : SMP NEGERI 2 LUBUK PAKAM/2008

3. SLTA/ Tamatan tahun : SMA NEGERI 2 LUBUK PAKAM/2011

(14)

ABSTRAK

Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP) merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian kebisingan apabila pengendalian secara teknik dan administratif tidak berhasil dijalankan. Hal ini disebabkan risikonya masih cukup tinggi karena susahnya memantau perilaku tenaga kerja dalam penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP). Pada kenyataanya di pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina dengan tingkat kebisingan yang tinggi masih ditemui pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Pendengaran (APP).

Penelitian ini dilakukan pada pekerja bagian produksi kelapa sawit PTPN IV Adolina tahun 2015 untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan pekerja dan sikap pekerja dengan penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP). Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 23 orang dari 2 shift yang ada di bagian produksi kelapa sawit PTPN IV Adolina dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengetahuan dan sikap pekerja dan pengamatan menggunakan lembar observasi untuk mengetahui tindakan pekerja. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja, dilakukan uji Exact Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 91,3% pekerja tidak menggunakan APP. Berdasarkan hasil uji exact fisher menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pengetahuan pekerja (p = 0,692) dan sikap pekerja (p = 0,217) dengan penggunaan Alat Pelindung Pendengaran (APP).

Disarankan pihak manajemen sebaiknya meningkatkan

penyuluhan/pelatihan tentang Alat Pelindung Pendengaran (APP) kepada pekerja agar dapat menambah pengetahuan dan menumbuhkan sikap positif pekerja. Selain itu, memberikan sanksi denda apabila pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Pendengaran (APP) dan menyediakan APP sesuai dengan kebutuhan dan digunakan secara benar serta selalu dipelihara dalam kondisi layak pakai terutama pada stasiun yang diatas Nilai Ambang Batas (NAB) namun tidak disediakan APP seperti stasiun klarifikasi, pemurnian air, penebahan dan pengempaan.

(15)

ABSTRACT

The use of Hearing Protective Devices (HPD’s) is the last stage of noise control if technical control and administration control good not running well. This is due to it is high risk because it is difficult to supervise workers behavior in using Hearing Protective Devices (HPD’s). In Fact, in PTPN IV Adolina Palm Oil Factory with it is high level of noise, there are still many workers do not use the Hearing Protective Devices (HPD’s).

This research was conducted at production PTPN IV Adolina Palm Oil Factory in 2015 to know the relationship between workers knowledge and the workers attitude towards using Hearing Protective Devices (HPD’s). The research was analytical with cross sectional design. Number of samples taken 23 people from 2 shift existing in PTPN IV Adolina Palm Oil Factory using purposive sampling technique. Data was collected by interview using questionnaire to determine the workers knowledge and workers attitude and observation using observation sheet to determine the workers behavior. To know the relationship between workers knowledge and workers attitude towards using Hearing Protective Devices (HPD’s), using Exact Fisher statistical test.

The result of the research showed that there were 91,3% of workers did not use hearing protector. Based on Exact Fisher Analysis it is known that there is did not have significant relation between workers knowledge (p= 0,692) and workers attitude (p=0,217) towards using Hearing Protective Devices (HPD’s).

It is recommended that management should intensify the information/training about using Hearing Protective Devices (HPD’s) to the workers in order to add their knowledge and positive attitude. As well as, giving amercement to those without Hearing Protective Devices (HPD’s) and providing Hearing Protective Device (HPD’s) according to the needs and used correctly and always maintained in a condition suitable to be used mainly at stations that exceed Threshold Limit Value (TLV) like clarification station, water treatment, threser, and pressing.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat

seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses industrialisasi

masyarakat Indonesia makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja

yang beraneka ragam. Perkembangan industri yang pesat ini diiringi pula oleh

adanya risiko bahaya yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih

teknologi dimana penggunaan mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks

untuk mendukung berjalannya proses produksi. Hal ini dapat menimbulkan

masalah kesehatan dan keselamatan kerja (Novianto, 2010).

Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistem kerja

atau proses kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari

keterbatasan pekerjanya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku

kerja yang tidak selamat/ aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan

yang tidak ergonomik, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak

kondusif bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2012).

Terdapat 5 faktor penyebab beban tambahan akibat lingkungan kerja yaitu

faktor fisis, kimiawi, biologis, fisiologis/ ergonomis dan faktor mental dan

psikologis. Salah satu faktor fisis di tempat kerja adalah kebisingan. Kebisingan

adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted

sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan

(17)

proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2014).

Gangguan terhadap pemajanan kebisingan sangat bervariasi tergantung

dari tingkat intensitas dan karakteristik kebisingan. Dari sudut pandang

ergonomik, pengaruh pemajanan kebisingan pada intensitas yang rendah

umumnya berupa gangguan komunikasi, ketidaknyamanan dan gangguan

performansi kerja. Tetapi, pada pemajanan kebisingan dengan intensitas yang

lebih tinggi khususnya yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB >85 dBA) dan

dalam waktu yang lama dapat menurunkan fungsi indera pendengaran yang

bersifat sementara kemudian berlanjut permanen. Dan tanpa disadari penurunan

daya dengar tersebut akan memberikan pengaruh psikologis terutama terhadap

pergaulan sehari-hari dengan keluarga maupun kontak sosial dalam masyarakat

(Tarwaka, 2004).

Beberapa penelitian menyatakan bahwa tuli akibat terpajan bising terjadi

pada 5% individu yang terpajan intensitas bunyi 80 dBA, 5-15% individu yang

terpajan 85 dBA, dan 15-25% bila terpajan 90 dBA. Frekuensi gangguan

kesehatan ini begitu tinggi, karena menurut NIOSH (National Institute of

Occupational Safety and Health) 14% dari seluruh populasi pekerja mendapat

pajanan bising 90 dBA atau lebih. Hasil tes pendengaran pada penelitian ini

menemukan bahwa prevalensi tuli ringan pada industri dengan pajanan lebih besar

atau sama dengan 90 dBA sebesar 9,56%, tetapi ternyata 37,14% gambaran

audiogram populasi tersebut telah di temukan adanya masalah gangguan

(18)

Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja

di berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang ( 35% dari total populasi industri di

Amerika dan Eropa ) terpajan bising 85 dB atau lebih. Ketulian yang terjadi dalam

industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika

dan Eropa. Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja terpajan bising dengan

intensitas lebih dari 85 dB. Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja

industri mempunyai risiko terpajan bising, dengan perkiraan 25% dari jumlah

yang terpajan terjadi gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit

akibat kerja dapat diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus

baru dari 100.000 pekerja setiap tahun. Di Indonesia penelitian tentang gangguan

pendengaran akibat bising telah banyak dilakukan sejak lama. Survei yang

dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun yang sama pada Manufacturing

Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta mendapatkan hasil terdapat

gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai peningkatan ambang

dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah bekerja

terus-menerus selama 5-10 tahun (KNPGPKT, 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan Noviadi (2000) di PT Pusri

Palembang menyatakan bahwa terdapat 30% pekerja yang berperilaku tidak baik

dalam penggunaan APD Telinga. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui

terdapat hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan (p= 0,001) dan

sikap (p= 0,001) terhadap penggunaan APD Telinga.

Menurut penelitian Linggasari (2008) di PT Indah Kiat Pulp & Paper

(19)

penggunaan APD. Berdasarkan hasil analisis bivariat diketahui tidak ada

hubungan antara pengetahuan (p= 0,244) dan sikap (p= 0,06) dengan penggunaan

APD.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2013) di PT Gapura

Angkasa Bandara SMB II Palembang menyatakan bahwa 53,7 % petugas ground

handling yang patuh dalam menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) ada

hubungan antara pengetahuan (p= 0,018) dengan penggunaan APT (Alat

Pelindung Telinga).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2014) di PT Total Dwi

Daya Semarang menyatakan bahwa 62,5% pekerja tidak patuh memakai APT saat

bekerja ada hubungan antara sikap (p=0,009) dengan kepatuhan memakai APT.

Tidak ada hubungan antara pengetahuan (p=0,615) dengan kepatuhan memakai

APT.

Alat pelindung telinga adalah pelindung yang berfungsi untuk melindungi

alat pendengaran terhadap kebisingan atau tekanan. Bila pajanan bising tidak

dapat dihindari, penerima bising harus menggunakan alat pelindung diri. Alat

pelindung diri cukup efektif untuk mengurangi intensitas bising yang diterima

oleh telinga, yaitu sekitar 10-32 dBA. Jenis alat pelindung telinga terdiri dari

sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff) (Suma’mur, 2014).

Menurut Olishifski (1998) dalam Noviadi (2000), penggunaan alat

pelindung telinga ini merupakan tahap terakhir dari hirarki pengendalian apabila

(20)

administratif tidak berhasil dijalankan. Hal ini disebabkan risikonya masih cukup

tinggi karena susahnya memantau kebiasaan tenaga kerja.

Menurut Budiono (2003) dalam Hidayah (2014), kesadaran akan manfaat

penggunaan APD perlu ditanamkan pada setiap tenaga kerja, karena perasaan

tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) merupakan salah satu alasan

mengapa seorang pekerja tidak menggunakan APD. Pembinaan yang

terus-menerus dapat meningkatkan kesadaran dan wawasan mereka. Salah satu cara

yang efektif adalah melalui pelatihan. Peningkatan pengetahuan dan wawasan

akan menyadarkan tentang pentingnya penggunaan APD, sehingga efektif dan

benar dalam penggunaannya.

PTPN IV Adolina merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit yang

memproduksi kelapa sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit (kernel)

melalui beberapa tahapan proses di beberapa stasiun yang tidak terlepas dari

bahaya kebisingan. Ada 9 stasiun yang terdiri dari stasiun penerimaan buah,

perebusan, penebahan, pengempaan, klarifikasi, kernel/biji, ketel uap, kamar

mesin dan pemurnian air. Bahaya kebisingan di area PTPN IV Adolina berasal

dari peralatan kerja dan proses produksi.

Berdasarkan hasil pengukuran Hiperkes pada tahun 2013, area kerja yang

memiliki tingkat intensitas kebisingan tinggi antara lain kamar mesin (97,1 dB),

ketel uap (94,3 dB), perebusan (89,1 dB), kernel/biji (93,2 dB), pengempaan (89,3

dB), penebahan (85 dB), klarifikasi (90,4 dB) dan pemurnian air (91,9 dB).

Salah satu upaya yang diberlakukan oleh PTPN IV Adolina adalah

(21)

risiko gangguan pendengaran. Perusahaan telah menyediakan Alat Pelindung

Pendengaran berupa penutup telinga (ear muff) kepada pekerja di beberapa stasiun

seperti stasiun kamar mesin, ketel uap, perebusan, dan kernel/biji, sedangkan di

stasiun lainnya yang juga memiliki intensitas kebisingan > NAB seperti stasiun

pengempaan (89,3 dB), klarifikasi (90,4 dB), dan pemurnian air (91,9 dB) tidak

disediakan Alat Pelindung Pendengaran. Berdasarkan survei pendahuluan ternyata

masih ada tenaga kerja yang tidak menggunakannya ketika bekerja. Tingginya

tingkat kebisingan yang dihasilkan di beberapa stasiun produksi ini dapat

menyebabkan gangguan pendengaran pada pekerja.

Dari hasil audiometri Hiperkes pada tahun 2013, didapatkan hasil bahwa

terdapat beberapa pekerja yang mengalami penurunan pendengaran yaitu di

bagian pengempaan sebanyak 6 pekerja dan bagian pabrik biji sebanyak 2 pekerja.

Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya APP di bagian pengempaan dan

kecenderungan pekerja untuk bekerja tidak aman seperti tidak menggunakan alat

pelindung pendengaran saat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang bising.

Dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui “Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat

Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV

Adolina Tahun 2015”

1.2 Perumusan Masalah

1. Belum diketahuinya hubungan pengetahuan pekerja dengan tindakan pekerja

dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik

(22)

2. Belum diketahuinya hubungan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam

penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa

sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pekerja dan sikap pekerja

dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian

produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja dalam penggunaan alat

pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV

Adolina Tahun 2015.

2. Untuk mengetahui gambaran sikap pekerja dalam penggunaan alat pelindung

pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun

2015.

3. Untuk mengetahui gambaran tindakan pekerja dalam penggunaan alat

pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV

Adolina Tahun 2015.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan pengetahuan pekerja dengan tindakan pekerja dalam

penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa

(23)

2. Ada hubungan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat

pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV

Adolina Tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan mengenai hubungan

pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan

alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa sawit PTPN IV

Adolina Tahun 2015.

2. Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti yang akan datang.

3. Meningkatkan pengetahuan dan sebagai pengalaman awal bagi peneliti dalam

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan merupakan suatu faktor yang penting dalam terlaksananya

kegiatan perusahaan. Setiap karyawan akan bekerja secara maksimal apabila

terdapat jaminan terhadap keselamatan kerja karyawan. Adapun pengertian dari

keselamatan kerja menurut para ahli adalah sebagai berikut :

a. Sedangkan menurut Suma’mur (1981), “Keselamatan kerja adalah

keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan

proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta

cara-cara melakukan pekerjaan”.

b. Menurut Silalahi dan Rumondang (1995), “Keselamatan merupakan suatu

usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat

mengakibatkan kecelakaan”.

Menurut Suma’mur (1981), perusahaan perlu menjaga keselamatan kerja

terhadap karyawannya karena tujuan program keselamatan kerja diantaranya

sebagai berikut:

a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan

untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas

nasional.

b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat kerja.

(25)

Program kesehatan kerja merupakan suatu hal yang penting dan perlu

diperhatikan oleh pihak pengusaha. Karena dengan adanya program kesehatan

yang baik akan menguntungkan para karyawan secara material, karena karyawan

akan lebih jarang absen, bekerja dengan lingkungan yang lebih menyenangkan,

sehingga secara keseluruhan karyawan akan mampu bekerja lebih lama. Menurut

Silalahi dan Rumondang (1995) menyatakan kesehatan kerja yaitu terhindarnya

dari penyakit yang mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja

merupakan salah satu upaya perlindungan yang diajukan kepada semua potensi

yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan

orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta

semua sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Suma’mur,

1981).

2.2 Higiene Industri

Maksud dan tujuan higiene perusahaan adalah melindungi pekerja dan

masyarakat sekitar suatu perusahaan atau industri dari risiko bahaya khususnya

faktor fisis, kimiawi, dan biologis yang mungkin timbul oleh karena

beroperasinya suatu proses produksi. Sasaran suatu kegiatan higiene perusahaan

adalah faktor lingkungan dengan jalan identifikasi bahaya dan pengukuran agar

tahu secara kualitatif dan kuantitatif bahaya yang sedang dihadapi atau yang

mungkin timbul, dan dengan pengetahuan yang tepat tentang risiko faktor bahaya

tersebut diselenggarakan tindakan korektif yang merupakan prioritas utama waktu

(26)

higiene perusahaan (industri) adalah teknis-teknologis yang ditujukan kepada

lingkungan kerja dengan pengenalan, identifikasi, pengukuran, evaluasi dan

pengendalian bahaya dan risiko faktor fisis, kimiawi, dan biologis (Suma’mur,

2014).

2.3 Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No Per 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat

kerja (Permen.Nakertrans No. Per 01/Men/1981).

Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang

disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1 Keputusan Presiden No.

22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul karena hubungan kerja (Keppres No.

22 Tahun 1993).

Baik penyakit akibat kerja maupun penyakit yang timbul karena hubungan

kerja mempunyai pengertian yang sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan atau lingkungan kerja.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja sebagai

berikut:

1. Faktor fisis seperti:

a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja

b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain

penyakit susunan darah dan kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah dapat

(27)

ultraviolet menjadi sebab konjungtivitis fotoelektrika (conjunctivitis

photoelectica).

c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heatstroke atau (pukulan panas),

kejang panas (heatcramps) atau hiperpireksia (hyperpyrexia), sedangkan suhu

terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite.

d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison (caisson disease).

e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indera

penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.

2. Faktor kimiawi, antara lain:

a. Debu yang menyebabkan pneumokoniosis (pneumoconiosis), diantaranya

silikosis, asbestosis dan lainnya.

b. Uap yang daintaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume fever)

dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap

formaldehida.

c. Gas, misalnya keracunan oleh Co, H2S dan lainnya.

d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit.

e. Awan atau kabut misalnya racun serangga (insektisides), racun jamur dan

lainnya yang menimbulkan keracunan.

3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusela (brucella) yang

menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.

4. Faktor fisiologis/ergonomis yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin,

(28)

kesemuanya menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan

lambat laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.

5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau

hubungan industrial yang tidak baik dengan akibat timbulnya misalnya depresi

atau penyakit psikosomatis.

2.4 Kebisingan

2.4.1 Definisi Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki

(noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja

kebisingan diartikan sebagai semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat

tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2014).

Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang direkomendasikan menurut

ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygienist), PPKKH

RI (Pusat Pengembangan Keselamatan Kerja dan Hiperkes Republik Indonesia)

dan NIOSH (National Institute for Occupational Safety and Health) adalah

sebesar 85 dB (A) sedang menurut OSHA (Occupational Safety and Health

Administration) sebesar 90 dB (A) untuk waktu kerja 8 jam sehari (Harrianto,

2013).

2.4.2 Jenis Kebisingan

Menurut Suma’mur (2014), jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan

(29)

1. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus dengan spektrum

frekuensi yang lebar (steady state, wide band noise), misalnya bising mesin,

kipas angin, dapur pijar, dan lain-lain.

2. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum frekuensi tipis (steady

state, narrow band noise), misalnya bising gergaji sirkuler, katup gas, dan

lain-lain.

3. Kebisingan terputus-putus (intermitten noise), misalnya bising lalu lintas,

suara kapal terbang di bandara.

4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), seperti bising pukulan palu,

tembakan bedil atau meriam, dan ledakan.

5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya bising mesin tempa di perusahaan

atau tempaan tiang pancang bangunan.

2.4.3 Dampak Kebisingan

Menurut Nasri (1997) dalam Noviadi (2000) dampak kebisingan pada

manusia dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:

1. Pengaruh pada indera pendengaran (auditory effect), ada tiga kemungkinan

yaitu:

a. Trauma akustik

Yaitu pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal (single

exposure) terhadap intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara

tiba-tiba, misalnya suara ledakan bom. Hal ini dapat menyebabkan robeknya

membran timpani atau dislokasi dan kerusakan tulang-tulang pendengaran.

(30)

Mula-mula seseorang akan merasa terganggu di tempat kerja baru yang

bising, tapi setelah beberapa jam kemudian dia akan merasa terbiasa dan tidak

terganggu, suara tidak lagi sekeras semula. Maka dengan kata lain orang tersebut

telah mengalami ketulian. Bila orang ini selesai bekerja dan keluar dari ruang

kerja, daya dengarnya sedikit demi sedikit akan pulih kembali sediakala. Jadi

gangguan pendengaran yang dialami orang tersebut bersifat sementara. Waktu

yang dibutuhkan untuk pemulihan kembali berkisar dari beberapa menit sampai

beberapa hari serta paling lama 10 hari.

c. Kenaikan ambang pendengaran menetap (Permanent Threshold Shift)

Bila seseorang mengalami kenaikan ambang pendengaran sementara dan

kemudian terpajan kebisingan sebelum pemulihan secara bertahap terjadi, maka

akan terjadi akumulasi sisa ketulian. Bila hal ini berlangsung secara berulang dan

menahun, maka sifat ketulian akan berubah menetap (permanen).

2. Pengaruh pada bukan indera pendengaran (Non Auditory Effect)

a. Gangguan perasaan atau mudah marah (annoyance)

Bising juga dapat menimbulkan perasaan tidak enak atau mudah marah,

biasanya faktor yang mempengaruhinya adalah karakteristik kebisingan, sikap

individu terhadap bising, kepekaan individu dan lain-lain.

b. Gangguan komunikasi

Kebisingan dapat mengganggu pembicaraan sebagai alat komunikasi,

sehingga kita tidak dapat menangkap pembicaraan dan mengerti apa yang

(31)

c. Gangguan tidur

Adanya suara bising dapat menimbulkan gangguan tidur pada seseorang

pekerja.

d. Gangguan fisiologis

Berupa peningkatan tekanan darah, denyut nadi dan gastro intestinal.

e. Gangguan psikologis

Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis

yaitu rasa khawatir, jengkel dan sebagainya.

2.4.4 Pengendalian Kebisingan

Menurut Olishifski (1998) dalam Noviadi (2000), pencegahan terhadap

bahaya kebisingan pada prinsipnya adalah mengurangi tingkat atau lamanya

pemajanan terhadap kebisingan. Apabila pola kebisingan berasal dari sumber

(noise source) dan ditransmisikan melalui work area (path) menuju pekerja

(receiver), maka secara konsepsi dapat dilakukan prioritas pengendalian

kebisingan sebagai berikut:

1. Pengendalian kebisingan pada sumbernya

Pengendalian kebisingan pada sumbernya, dapat dilakukan dengan

mengendalikan antara lain:

a. Pemilihan dan pemasangan mesin dengan tingkat kebisingan yang rendah.

b. Bentuk disain, seperti: disain pipa gas buang, jumlah daun propeller, proses

kerja motor, jumlah silinder, menambah daya efektif motor, bentuk dan

kedudukan katup, dan sebagainya.

(32)

d. Perubahan sistem dan jenis kopling yang digunakan.

e. Perawatan berupa pemberian gemuk dan pelumas dengan teratur.

f. Substitusi, pergantian suku cadang/ mesin/ proses.

2. Pengendalian Kebisingan pada Work Area

Pengendalian kebisingan pada work area dapat dilakukan antara lain:

a. memperpanjang jarak antara sumber dengan penerima.

b. Memperpanjang silencer yang dapat memperhalus suara seperti pemasangan

fan exhauster atau air intake.

c. Mempergunakan enclosure atau pemisah yang terbuat dari bahan/ konstruksi

yang mampu mengurangi penjalaran suara, baik berupa tabir ataupun ruang

tertutup.

3. Pengendalian Kebisingan pada Tenaga Kerja

Ada 3 rangkaian kegiatan dalam rangka mengendalikan kebisingan pada

tenaga kerja yang disebut juga Hearing Conservation Programme (HCP), yaitu:

a. Testing (noise testing), yaitu pemantauan kebisingan melalui pengukuran

kebisingan di lingkungan kerja dengan sound level meter dan pengukuran

kebisingan yang diterima tenaga kerja dengan personal noise dosimeter dan

hearing test, untuk pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan

audiometer.

b. Training, yaitu pemberian pelatihan kepada tenaga kerja, terutama bagi tenaga

(33)

c. Hearing protection, yaitu penggunaan alat pelindung pendengaran (hearing

protector) untuk mengurangi tingkat pemajanan kebisingan yang diterima

tenaga kerja.

Program dasar pengendalian kebisingan menurut Goetsch (1996) dalam

Noviadi (2000) adalah meliputi Three E’s of Safety yaitu Engineering, Education,

Enforcement. Terhadap kebisingan, engineering control (pengendalian teknik):

menciptakan/ mengubah mesin produksi yang aman dari kebisingan, education

(pendidikan/penyuluhan) dengan memberikan penyuluhan mengenai bahaya

kebisingan dan dampaknya bila tidak menggunakan APD Telinga dan

enforcement (peraturan perundangan) dengan pemberlakuan peraturan-peraturan

di perusahaan khususnya mengenai kebisingan dan penggunaan alat pelindung

pendengaran.

2.5 Alat Pelindung Pendengaran (APP)

Menurut Olishifski (1998) dalam Noviadi (2000), alat pelindung

pendengaran adalah penghalang akustik yang mengurangi besarnya energi bunyi

yang dipancarkan melalui lubang telinga ke reseptor di dalam bagian telinga

bagian dalam.

Menurut Siswanto (1983) dalam Noviadi (2000) menyatakan bahwa APD

telinga (hearing protector/hearing protection devices) dirancang untuk

memberikan perlindungan maksimum dengan dilengkapi penyaring dan mampu

menyerap bising. APD telinga ini bekerja sebagai penghalang antara bising

(34)

Alat pelindung pendengaran harus diberikan satu untuk setiap pekerja,

menyediakan atenuasi yang cukup (dapat mengurangi sejumlah kebisingan yang

mencapai telinga) untuk menjamin pendengaran terlindung dengan baik, dan para

pengguna harus terbiasa dengan tingkat bunyi yang berbeda-beda yang dapat

didengar melalui alat pelindung pendengaran (Ridley, 2008).

Alat pelindung pendengaran (APP) hendaknya dipakai sebagai upaya

terakhir setelah segala usaha menghilangkan atau mengurangi sumber bising tidak

berhasil. Hal yang harus dipertimbangkan sewaktu memilih alat pelindung telinga

adalah:

1. Alat pelindung telinga harus dapat melindungi pendengaran dari bising yang

berlebihan. Jumlah penurunan tingkat kebisingan yang dibutuhkan untuk tiap

area harus dicocokkan dengan kemampuan penurunan tingkat kebisingan alat

pelindung telinga.

2. Alat pelindung telinga harus ringan, nyaman dipakai, sesuai dan efisien

(ergonomik).

3. Harus menarik.

4. Tidak memberi efek samping (aman), baik oleh karena bentuknya, konstruksi

maupun bahan (Buchari, 2007).

2.5.1 Jenis Alat Pelindung Pendengaran

Menurut Siswanto (1983) dalam Noviadi (2000), umumnya APD Telinga

dibedakan mnejadi dua jenis yaitu: sumbat telinga (Ear plug) dan tutup telinga

(35)

2.5.1.1 Sumbat Telinga (Ear Plug)

Ear plug adalah jenis pelindung telinga yang dipasang secara langsung ke

kanal atau saluran telinga. Ukuran, bentuk dan posisi saluran telinga untuk

tiap-tiap individu berbeda-beda dan bahkan antara kedua telinga dari individu yang

sama berlainan pula. Oleh karena itu sumbat telinga harus dipilih sesuai dengan

ukuran, bentuk dan posisi saluran telinga pemakainya. Ear plug mempunyai

bermacam konfigurasi dan terbuat dari karet, plastik atau cotton.

a. Jenis sumbat telinga berdasarkan bentuknya

Berdasarkan bentuknya sumbat telinga dibedakan atas:

1. Semi insert type, yaitu jenis sumbat telinga yang hanya menyumbat lubang

masuk telinga luar.

2. Insert type, yaitu sumbat telinga yang menutupi seluruh saluran telinga luar.

b. Jenis sumbat telinga berdasarkan cara penggunaannya

Berdasarkan cara penggunaannya, sumbat telinga dibedakan atas:

1. Disposable plug, yaitu sumbat telinga yang digunakan sekali pakai saja,

kemudian langsung dibuang, biasanya sumbat telinga yang terbuat dari busa dan

malam (WAX). Cara penggunaannya yaitu sumbat digulung dengan ujung-ujung

jari, lalu salah satu tangan diangkat mengelilingi bagian belakang kepala dan

telinga bagian luar ditarik untuk meluruskan liang telinga. Kemudian sumbat

dimasukkan sampai dirasakan alat tersebut menyumbat, lalu sumbat tersebut

dipegang sebentar sampai sumbat tersebut mengembang. Sebelum digunakan,

(36)

terlebih dahulu. Beberapa disposable plug butuh dibentuk sebelum digunakan,

dan setelah digunakan maka sumbat dibuang.

2. Reusable plug, yaitu sumbat telinga yang digunakan berulang kali, dalam

waktu yang lama, biasanya terbuat dari karet yang fleksibel, silikon atau plastik

yang dicetak. Ada berbagai bentuk reusable plug dan sesuai dengan liang telinga

untuk menahan kebisingan, kotoran dan lemak. Alat ini bisa berbentuk flengs

(seperti pinggiran roda), atau berbentuk kerucut, dan sering dihubungkan dengan

tali sehingga tidak mudah hilang dan agar mudah diawasi oleh pengawas. Cara

penggunaan alat ini yaitu dengan mengangkat salah satu tangan mengelilingi

bagian belakang kepala dan menarik telinga bagian luar untuk meluruskan liang

telinga. Kemudian reusable plug dimasukkan sampai merasa menutup dan

nyaman. Cara perawatan alat ini yaitu dengan mencuci tangan terlebih dahulu

sebelum memakai, dan memeriksa alat dari kotoran dan lemak pada sumbat.

Reusable plug ini dicuci minimal sekali sehari, kemudian dibilas dan dikeringkan.

Setelah digunakan, alat ini disimpan di kotak plastik atau botol kecil yang bersih.

Dan penggantian sumbat dilakukan ketika sumbat telah mengeras dan berubah

warna.

3. Headband plug, yaitu jenis sumbat yang menggunakan ikat kepala (hamper

menyerupai ear muff). Alat ini dibuat dari bahan-bahan yang dapat dicuci dan

dapat memberikan kenyamanan yang sesuai serta dapat digunakan bersamaan

dengan pelindung mata, helm (pelindung kepala), atau tutup kepala yang lain.

Bagaimanapun headband plug lebih serbaguna daripada penutup telinga (ear

(37)

lama dan digunakan dalam waktu yang lama, alat ini tidak boleh menjadi

menekuk atau membengkok. Setelah digunakan, headband plug disimpan

ditempat yang aman.

Keuntungan sumbat telinga:

1. Mudah dibawa karena ukurannya kecil.

2. Relatif lebih nyaman dipakai ditempat yang panas.

3. Tidak membatasi gerak kepala.

4. Harganya relatif murah daripada penutup telinga.

5. Dapat dipakai secara efektif tanpa dipengaruhi oleh pemakaian kacamata,

tutup kepala, anting-anting dan rambut.

Kekurangan sumbat telinga:

1. Memerlukan waktu yang lebih lama dari penutup telinga untuk pemasangan

yang tepat.

2. Tingkat proteksinya lebih kecil daripada penutup telinga.

3. Sulit untuk memonitor tenaga kerja, apakah ia memakai atau tidak karena

pemakaiannya sukar dilihat oleh pengawas.

4. Hanya dapat dipakai oleh pekerja yang saluran telinganya sehat.

5. Bila tangan yang digunakan untuk memasang sumbat telinga kotor, maka

saluran telinga akan mudah terkena infeksi karena iritasi.

2.5.1.2 Penutup telinga (Ear muff)

Adalah kubah plastik yang menyelimuti telinga dan dihubungkan dengan

pita pegas. Pita pegas tersebut dapat disesuaikan dengan bervariasi bentuk, ukuran

(38)

kubah sehingga tetap terjaga kerapatannya. Kubah plastik ini dilengkapi dengan

open-cell busa yang bermanfaat untuk menyerap dan meredam bunyi serta

dilekatkan pada suatu bantalan yang berhubungan dengan kepala. Dalam bantalan

ini berisi udara atau fluida lainnya yang dapat memberikan kenyamanan jika

melakukan kontak dengan bentuk-bentuk yang tidak teratur (seperti cacat muka

atau bekas operasi). Dimensi lubang kubah juga harus cukup besar supaya dapat

melingkupi seluruh bagian telinga luar.

Keuntungan penutup telinga:

1. Tingkat proteksinya lebih besar dibandingkan sumbat telinga.

2. Mudah dimonitor pemakaiannya oleh pengawas.

3. Dapat digunakan oleh telinga yang terkena infeksi (ringan).

4. Tidak mudah hilang (terselip).

Kerugian penutup telinga:

1. Tidak nyaman digunakan di tempat kerja yang panas.

2. Efektifitas dan kenyamanan penggunanya dipengaruhi oleh penggunaan

kacamata, tutup kepala, anting-anting, dan rambut yang menutup telinga.

3. Relatif tidak mudah dibawa/disimpan.

4. Dapat membatasi gerakan kepala pada ruang kerja yang agak sempit.

5. Harganya relatif lebih mahal daripada sumbat telinga.

6. Pada penggunaannya yang terlalu sering/bilamana pita penghubungnya yang

(39)

Gambar 2.1 Macam-macam APD Telinga

Sumber: http://www.ilo.org/safework_bookshelf/english

2.6 Perilaku

Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan perkataan lain,

perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai

tujuan tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selalu diketahui secara sadar oleh

individu yang bersangkutan (Winardi, 2004).

Skinner (1938) dalam Notoadmodjo (2010), merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar), oleh karena perilaku itu terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme dan kemudian organisme tersebut merespons. Respons dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu:

a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena

menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya: makanan lezat akan

menimbulkan nafsu untuk makan. Respon-dent respons juga mencakup perilaku

(40)

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Misalnya,

apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah

sebagai respons terhadap gaji yang cukup, misalnya (stimulus). Kemudian karena

kerja baik tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi,

kerja baik tersebut sebagai reinforce untuk memperoleh promosi pekerjaan.

Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (Covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih

belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih

terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap

terhadap stimulus yang bersangkutan.

b. Perilaku terbuka (Overt behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah

berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar.

2.6.1 Domain Perilaku

Teori Bloom yang dikutip dalam Notoadmodjo (2010) membedakan

perilaku dalam 3 domain perilaku, yaitu: kognitif (cognitive), afektif (affective)

dan psikomotor (Psychomotor). Untuk kepentingan pendidikan praktis, teori ini

kemudian dikembangkan menjadi 3 ranah perilaku yaitu:

2.6.1.1 Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

(41)

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan

seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan

(mata). Menurut Notoatmodjo (2010) mengungkapkan bahwa pengetahuan

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda,

secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu:

a. Tahu (know) diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension) artinya memahami suatu objek bukan sekadar

tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang

tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application) diartikan apabila orang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang

terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa

pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila

orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,

membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis) menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

(42)

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian

ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2.6.1.2 Sikap

Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan

persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan suatu keadaan sikap

mental, yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang

menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap

orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan siapa ia berhubungan (Winardi,

2004).

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor

lingkungan kerja, sebagai berikut:

a. Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.

b. Kognisi adalah keyakinan evaluatif seseorang. Keyakinan-keyakinan

evaluatif, dimanifestasi dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang

(43)

c. Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecenderungan seseorang

untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu

(Winardi, 2004).

Sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai

berikut:

a. Menerima (receiving) diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima

stimulus yang diberikan (objek).

b. Menanggapi (responding) diartikan memberikan jawaban atau tanggapan

terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c. Menghargai (valuing) diartikan subjek atau seseorang memberi nilai yang

positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang

lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain

dan bahkan mengajak atau memengaruhi atau menganjurkan orang lain

merespons.

2.6.1.3 Tindakan

Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk

mewujudkannya sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau

suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas atau sarana dan prasarana

setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

(44)

diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice)

kesehatan (Notoadmodjo, 2010).

Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut

kualitasnya, yaitu:

a. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung

pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal

secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.

c. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa

yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah

dilakukan modifikasi atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan

Tindakan Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik

dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian dimana cara pengukuran

variabel bebas dan variabel terikat dalam waktu yang bersamaan untuk

menganalisa hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan tindakan pekerja

dalam penggunaan alat pelindung pendengaran di bagian produksi pabrik kelapa

sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di PTPN IV unit usaha Adolina tepatnya di bagian

produksi pabrik kelapa sawit dengan alasan:

1. Masih terdapat tenaga kerja yang tidak memakai Alat Pelindung Pendengaran

ketika bekerja.

2. Belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap

pekerja dengan tindakan pekerja dalam penggunaan alat pelindung

pendengaran di bagian produksi PTPN IV Adolina Tahun 2015.

3. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak perusahaan untuk melakukan

penelitian.

3.2.2 Waktu

(46)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja di bagian produksi

pabrik kelapa sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015 berjumlah 74 pekerja yang

terdiri dari 36 pekerja di shift I dan 38 pekerja di shift II.

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh

peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Notoadmodjo, 2010).

Sampel yang digunakan adalah pekerja yang bekerja di shift (1 dan 2) dan

pekerja yang diberi APP. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, jumlah

sampel adalah 23 pekerja dengan rincian sebagai berikut:

Perebusan : 3 pekerja (shift I) dan 3 pekerja (shift II)

Ketel uap : 4 pekerja (shift I) dan 4 pekerja (shift II)

Kernel/pabrik biji : 3 pekerja (shift I) dan 2 pekerja (shift II)

Kamar Mesin : 2 pekerja (shift I) dan 2 pekerja (shift II)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dan

(47)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak perusahaan bagian personalia meliputi

data hiperkes dan data gambaran umum perusahaan.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas ini dilakukan dengan tujuan menganalisis apakah isi

item-item instrumen yang disusun memang benar-benar tepat dan rasional untuk

mengukur variabel penelitian. Uji signifikansi dilakukan membandingkan nilai r

hitung dengan r tabel. Jika r hitung > r tabel, maka butir pertanyaan atau indikator dinyatakan valid. Selanjutnya, butir instrumen yang valid diuji reliabilitasnya

(Santoso, 2013). Nilai r tabel untuk 10 responden yang diuji coba dan pada taraf

signifikansi 5% adalah sebesar 0,576.

Menurut Sunyoto (2012), uji reliabilitas atau uji konsistensi suatu item

pertanyaan dengan membandingkan antara nilai Cronbach’s Alpha dan taraf

keyakinan (coefficients of confidance =CC) dengan ketentuan sebagai berikut:

Jika CC < Cronbach’s Alpha, item pertanyaan reliabel (konsisten)

Jika CC > Cronbach’s Alpha, item pertanyaan tidak reliabel (tidak konsisten)

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan Pekerja

Pertanyaan N Corrected Item-Total Correlation

Hasil Uji Cronbach’s Alpha

Hasil Uji

1 12 0,819 Valid 0,698 Reliabel

2 12 0,635 Valid 0,716 Reliabel

3 12 0,635 Valid 0,716 Reliabel

4 12 0,816 Valid 0,704 Reliabel

5 12 0,819 Valid 0,698 Reliabel

6 12 0,816 Valid 0,704 Reliabel

7 12 0,819 Valid 0,698 Reliabel

(48)

9 12 0,717 Valid 0,702 Reliabel

10 12 0,717 Valid 0,702 Reliabel

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa nilai Corrected Item-Total Correlation (r

hitung) > 0,576 artinya semua pertanyaan valid. Nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 artinya semua pertanyaan reliabel untuk variabel pengetahuan.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sikap Pekerja

Pertanyaan N Corrected Item-Total Correlation

Hasil Uji Cronbach’s Alpha

Hasil Uji

1 12 0,763 Valid 0,661 Reliabel

2 12 0,937 Valid 0,614 Reliabel

3 12 0,938 Valid 0,655 Reliabel

4 12 0,689 Valid 0,691 Reliabel

5 12 0,922 Valid 0,780 Reliabel

6 12 0,589 Valid 0,676 Reliabel

7 12 0,882 Valid 0,619 Reliabel

8 12 0,689 Valid 0,691 Reliabel

9 12 0,790 Valid 0,674 Reliabel

10 12 0,624 Valid 0,764 Reliabel

Tabel 3.2 menunjukkan bahwa nilai Corrected Item-Total Correlation (r

hitung) > 0,576 artinya semua pertanyaan valid. Nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 artinya semua pertanyaan reliabel untuk variabel sikap.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan:

1. Pengetahuan adalah hal-hal yang diketahui oleh responden mengenai alat

pelindung pendengaran, seperti: pengertian, guna pemakaian, kerugian bila

tidak memakainya, kapan harus menggunakan, jenis-jenisnya, daya redamnya

(49)

2. Sikap adalah respon dan keyakinan responden untuk menggunakan alat

pelindung pendengaran di tempat kerja bising.

3. Tindakan penggunaan alat pelindung pendengaran adalah penggunaan alat

pelindung pendengaran saat bekerja di tempat kerja yang bising (pada jam

kerja selama 1 hari pengamatan).

3.7 Aspek Pengukuran

3.7.1 Pengukuran Variabel Independen

1. Pengetahuan responden tentang penggunaan Alat Pelindung Pendengaran

(APP) diukur dengan penghitungan skor terhadap seluruh jawaban dari aspek

pengetahuan pada kuesioner. Terdapat 10 pertanyaan aspek pengetahuan,

setiap jawaban yang “benar” diberi nilai 1 dan “salah” diberi nilai 0. Nilai

minimum yang mungkin didapat adalah 0 dan nilai maksimum yang didapat

adalah 10.

1. Baik : jika skor yang diperoleh > nilai median

2. Kurang : jika skor yang diperoleh ≤ nilai median

Skala: ordinal

2. Pengukuran sikap tentang Alat Pelindung Pendengaran (APP) diukur dengan

menggunakan skala Likert, dimana kuantifikasi ini dilakukan dengan mencatat

penguatan respon untuk pernyataan kepercayaan positif (kuesioner nomor 11,

14, 15, 17, 20) jika jawaban sangat setuju diberi skor 5 , setuju diberi skor 4,

kurang setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 2 dan sangat tidak setuju

diberi skor 1. Untuk pernyataan kepercayaan negatif (kuesioner nomor 12, 13,

(50)

kurang setuju diberi skor 3, tidak setuju diberi skor 4 dan sangat tidak setuju

diberi skor 5. Kuesioner terdiri dari 10 pertanyaan.

1. Baik : jika skor yang diperoleh > nilai median

2. Kurang : jika skor yang diperoleh ≤ nilai median

Skala: ordinal

3.7.2 Pengukuran Variabel Dependen

Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran dapat dilihat dari hasil observasi

menggunakan lembaran checklist saat bekerja di tempat kerja yang bising (pada

jam kerja selama 1 hari). Kemudian dikategorikan menjadi:

1. Pakai : jika pekerja menggunakan APP pada saat pengamatan.

2. Tidak Pakai: jika pekerja tidak menggunakan APP pada saat pengamatan.

Skala: Nominal

3.8 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data

dengan beberapa tahap, yaitu:

1. Editing

Pada tahap ini dilakukan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuesioner tersebut:

- Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.

- Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau

terbaca.

Gambar

Gambar 2.1 Macam-macam APD Telinga
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 4.1 Jumlah Pekerja di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kita diwarisi sebuah nilai, alasanya memang orang tua tidak salah, mengajari agama itu tujuanya memang untuk sesuatu yang baik, kalau kita diajarkan sesuatu

Dari hasil penelitian ini di harapkan masyarakat lebih menjaga kesehatan khususnya untuk untuk pasien yang sudah mengalami penyakit TB paru agar lebih mematuhi

Kegiatan pendidikan kesehatan yang secara langsung dapat dilakukan oleh. perawat komunitas

1) Untuk mengetahui sikap toleransi beda agama yang ada di SMP Katolik Harapan Slahung Kabupaten Ponorogo. 2) untuk mengetahui implementasi sikap toleransi beda

diketahui bahwa daya hambat terhadap bakteri ini disebabkan karena adanya senyawa triterpenoid yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Skrining fitokimia

JUDUL : UNIT STROKE SARDJITO, TERBAKAR. MEDIA :

This research was trying to develop a promotion media for Information Technology Faculty UKSW using video mapping technique that were projected at mock-up of Information

on how writing skills knowledge support students in answering reading texts test:.. First, Paragraph Texts (Narrative, Expository,