• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal Tanaman Pisang Tongkat Langit untuk Mengendalikan Penyakit Darah Pisang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal Tanaman Pisang Tongkat Langit untuk Mengendalikan Penyakit Darah Pisang"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SELEKSI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI BERMANFAAT

ASAL TANAMAN PISANG TONGKAT LANGIT (Musa troglodytarum L.)

UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT DARAH PISANG

YUNITA LATUPEIRISSA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal Tanaman Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum

L.) untuk Mengendalikan Penyakit Darah Pisang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Yunita Latupeirissa

(4)

RINGKASAN

YUNITA LATUPEIRISSA. Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal Tanaman Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) untuk Mengendalikan Penyakit Darah Pisang. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH dan KIKIN HAMZAH MUTAQIN.

Tanaman pisang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki banyak keunggulan. Tanaman pisang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pisang budidaya dan pisang liar. Indonesia memiliki banyak jumlah jenis pisang salah satu diantaranya adalah pisang Tongkat Langit. Pisang tongkat langit (Musa troglodytarum L.) adalah salah satu spesis tanaman pisang di Indonesia yang hanya ditemukan di wilayah Indonesia Timur yaitu di Maluku dan Papua. Pisang ini mempunyai bentuk yang khas dengan tandan buah yang tumbuh ke atas sehingga dinamakan sebagai pisang tongkat langit. Pisang ini merupakan sumber plasma nutfah sehingga potensinya perlu terus dikembangkan salah satunya dengan eksplorasi bakteri-bakteri bermanfaat yang berasosiasi dengan tanaman pisang tersebut. Bakteri endofit dan bakteri rizosfer perakaran tanaman dapat digunakan sebagai agens hayati dalam memperbaiki pertumbuhan dan ketahanan tanaman dalam menghadapi serangan penyakit.

Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan penyakit pada tanaman inangnya. Bakteri rizosfer merupakan bakteri yang hidup di daerah perakaran tanaman yang dapat berperan dalam menekan perkembangan patogen tular tanah. Bakteri endofit dan bakteri rizosfer dapat memberi kentungan bagi tanaman dengan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan mengendalikan atau menekan serangan patogen pada tanaman. Bakteri endofit dapat menekan patogen penyebab penyakit darah pada pisang secara in vitro.

Penyakit darah pada pisang disebabkan oleh Blood Disease Bacterium

(BDB) yang hanya menyerang tanaman pisang dan jenis Heliconia sp. Kehilangan hasil akibat penyakit ini dapat mencapai 10-42% bahkan sampai 93.1 % pada serangan yang berat. Upaya pengendalian penyakit darah yang berpotensi dilakukan adalah dengan penggunaan agens hayati seperti bakteri endofit dan bakteri rizosfer yang sekaligus dapat juga membantu memperbaiki pertumbuhan pada tanaman.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium dan rumah kaca, sedangkan sampel akar dan tanah dari perakaran pisang Tongkat Langit diambil di Pulau Ambon yang terdiri atas Desa Seilele, Desa Alang, Dusun Siwang, dan Dusun Tuni. Hasil uji penghambatan BDB secara in vitro dianalisis menggunakan Anova dan uji lanjut Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Data pertumbuhan tanaman di rumah kaca, selanjutnya digunakan untuk menghitung dalam nilai Area Under Plant Height Growth Curve (AUPHGC) dan nilai Area Under Stem Diameter Growth Curve (AUSDGC) yang diamati setiap minggu selama satu bulan. Persentase kejadian penyakit dan penekanan penyakit, diamati pada minggu ke-2 dan minggu ke-4 setelah perlakuan BDB.

(5)

rizosfer ditumbuhkan pada 3 medium yang berbeda yaitu medium TSA 100% untuk mengisolasi kelompok bakteri tahan panas, medium King’s B untuk kelompok bakteri fluorescence, dan media yang mengandung kitin untuk kelompok bakteri kitinolitik. Dari hasil isolasi ditemukan 252 isolat bakteri yang terdiri atas 102 bakteri endofit akar dan 150 bakteri rizosfer. Kelimpahan bakteri

endofit akar juga berbeda-beda di setiap lokasi yaitu berkisar antara 4.05 x 104 cfu/g akar sampai 1.18 x 105 cfu/g akar. Kelimpahan bakteri rizosfer

secara keseluruhan yang paling tinggi adalah dari kelompok bakteri tahan panas kemudian diikuti bakteri fluorescence dan bakteri kitinolitik.

Hasil uji antibiosis secara in vitro menunjukkan ada 16 bakteri yang

memiliki sifat antibiosis terhadap BDB dengan kisaran zona hambatan antara 2-25 mm. Isolat-isolat bakteri yang memiliki sifat antibiosis, bersifat HR negatif,

dan memiliki kemampuan tumbuh yang cepat pada media tumbuh, kemudian digunakan pada pengujian di rumah kaca. Hasil analisis data menunjukkan bahwa perlakuan bakteri bermanfaat pada tanaman pisang berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman namun tidak terlalu berpengaruh terhadap pertambahan diameter batang. Dari 21 isolat yang diuji, ditemukan ada 4 isolat bakteri rizosfer yang dapat memacu pertambahan tinggi tanaman dibandingkan dengan kontrol. Empat isolat bakteri rizosfer ini merupakan kelompok bakteri tahan panas yaitu RTI 3, RTI 4, RTT 3, dan RTA 2.2. Dari hasil penghitungan kejadian penyakit dan penekanan penyakit menunjukkan ada 11 isolat bakteri bermanfaat yang dapat menekan penyakit darah dengan persentase penekanan penyakit berkisar antara 60-80%. Aplikasi isolat bakteri rizosfer RTI 2, RTI 3, dan RTI 4 pada tanaman pisang mampu menekan perkembangan penyakit darah dengan persentase penekanan yang paling tinggi yaitu sebesar 80%.

Berdasarkan hasil seleksi terhadap kemampuan penekanan penyakit darah ditetapkan 2 isolat bakteri bermanfaat untuk diidentifikasi secara molekuler. Dua isolat tersebut yaitu EAI 26 dari kelompok bakteri endofit akar dan isolat RTI 4 dari kelompok bakteri tahan panas. Berdasarkan sekuen gen 16S rRNA, isolat EAI 26 diidentifikasi sebagai Bacillus sp dan isolat RTI 4 diidentifikasi sebagai

Bacillus subtilis. Hasil seleksi secara keseluruhan menunjukkan bahwa isolat RTI 4 (B. subtilis) merupakan isolat terbaik yang dapat digunakan sebagai agens hayati karena dapat menekan patogen BDB dan memacu pertumbuhan tanaman pisang. Kata kunci: Bacillus subtilis, bakteri endofit, bakteri rizosfer, blood disease,

(6)

SUMMARY

YUNITA LATUPEIRISSA. Selection and Identification of Beneficial Bacteria from Fe’i Banana (Musa troglodytarum L.) to Control Bacterial Blood Disease. Supervised by ABDJAD ASIH NAWANGSIH and KIKIN HAMZAH MUTAQIN.

Banana is an important horticulture commodities in Indonesia and many

other countries. Banana plants can be divided into two groups i.e. cultivated and wild banana. Indonesia has many banana species, including

Musa troglodytarum L., which is commonly called as Fe’i Banana or “tongkat

langit” (sky stick) banana. Fe’i Banana is a unique species in Indonesia that can

only be grown in Eastern region of Indonesia, i.e Maluku and Papua. It has characteristics where the bunches grow upwards from which the name tongkat langit banana taken. As a source of germplasm, the potent of this banana is important to be developed, one of the ways is by exploring the beneficial bacteria associated with this plant. The endophitic and rhizophere bacteria can be used as biological agents to improve the plant growth and its resistance to diseases.

Endophytic bacteria are bacteria which living inside plant tissue without causing significant deleterious effect or diseases to the host plant. Rhizosphere bacteria live in the rhizosphere of the plant and can suppress the development of soil borne patogen. Endophyte and rhizosphere bacteria are able to give advantage to the host plant by promoting plant growth and control or suppress the pathogen on plants. Endophytic bacteria have been reported to be able to suppress pathogen that cause blood disease in vitro.

Blood disease on banana is caused by Blood Disease Bacterium (BDB) which only attack banana plants (Musa spp.) and species of Heliconia. Disease incidence caused by this pathogen can reach 10-42% even up to 93.1% during heavy incidence. One of the effort to control this disease is using biological control agents like endophytic and rhizosphere bacteria which also improve plant growth.

This reseach was conducted in Laboratory of Plant Bacteriology and in the green house, while sample of roots and soil obtained in some location in Ambon Island i.e. Seilele, Alang, Siwang and Tuni villages or subdistrict. The experiment of in vitro inhibition test of BDB was conducted using Completely Randomize Design and data were analyzed with Anova and Duncan’s Multiple Range-test at significant level 0.05. Plant growth data in green house was observed weekly during one month, calculated and presented in the form of Area Under Plant Height Growth Curve (AUPHGC) value and Area Under Stem Diameter Growth Curve (AUSDGC) value. Disease incidence and percentage of disease suppression were calculated in 2 and 4 week after inoculation of BDB.

Beneficial bacteria successfully isolated were root endophyte and rhizosphere bacteria. Root endophyte bacteria were cultivated at Triptic Soy Agar

(7)

with range from 4.05 x 104 cfu/g root to 1.18 x 105 cfu/g root. The highest abudance of rhizosphere was shown by heat tolerant bacteria followed by flourescence bacteria and chitinolytic bacteria.

Based on in vitro test of antibiosis mechanism, there are 16 beneficial bacteria that has antibiosis ability against BDB with inhibition rates between 2-25 mm. Bacteria isolates showed that antibiosis ability and fast growth in media, then were subsequently used in green house test. Result from data analysis showed that characteristic of these beneficial bacteria on banana affecting plant height rate but not affecting much on stem diameter growth. From 21 tested isolates there 4 rhizosphere bacteria isolate that can induce plant height compared to control. These four rhizosphere bacterial isolate are also heat-tolerant i.e. RTI 3, RTI 4, RTT 3 and RTA 2.2. From observation of disease incidence and disease suppression showed that there are 11 beneficial bacterial isolates that can suppress blood disease at disease suppression percentage rate around 60-80%. Application of rhizosphere bacteria isolate RTI 2, RTI 3 and RTI 4 on banana plant was able to suppress blood disease development at highest suppression percentage rate of 80%.

Based on blood disease suppression two beneficial bacterial isolates were identified molecularly. Those two isolates were EAI 26 from root endophyte bacteria group and RTI 4 from heat tolerate bacteria group. Identification was based on gene sequence 16S rRNA, showed that EAI 26 isolate was 98% identical to Bacillus sp., whereas RTI 4 isolate was 95% identical to Bacillus subtilis. B. subtilis is the best isolate to be used as biological agent because of its ability in suppressing BDB pathogen and improve banana plant growth.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

YUNITA LATUPEIRISSA

SELEKSI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI BERMANFAAT

(10)
(11)

Judul Tesis : Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal Tanaman Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) untuk Mengendalikan Penyakit Darah Pisang

Nama : Yunita Latupeirissa NIM : A352100051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ir Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi Ketua

Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Fitopatologi

Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala hikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Seleksi dan Identifikasi Bakteri Bermanfaat asal Tanaman Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) untuk Mengendalikan Penyakit Darah Pisang.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si dan Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, M.Si, selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ketua Program Studi Fitopatologi, Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc yang telah banyak memberikan bantuan dan saran selama penulis menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih kepada Dr. Efi Toding Tondok, SP, M.Sc atas saran-saran yang diberikan untuk penulisan. Ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Giyanto, M.Si dan Ir. Ivone Oley Sumarauw, M.Si, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan. Terima kasih kepada Bapak Saefudin dan Bapak Saodik yang telah membantu penulis selama penelitian di rumah kaca. Terima kasih kepada Dr. Ir. Supriadi, M.Sc, dan Ibu Nuri atas bantuan penggunaan isolat BDB. Ibu Wiwiek dari Silvikultur Citeureup, Ibu Susi dan Ibu Aminah dari Balai Penelitian Biogen Cimanggu. Ucapan terima kasih kepada teman-teman Pasca Fitopatologi 2011 dan teman-teman di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan atas semua kebersamaan dan semangat selama perkuliahan dan penelitian.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan hormat kepada masyarakat Desa Seilale dan Alang, Dusun Siwang dan Tuni yang telah membantu penulis selama melakukan pengambilan sampel di lapangan. Terima kasih kepada pimpinan dan staf pihak Yayasan Beasiswa Oikumene, Yayasan Toyota Astra, dan Yayasan Satya Bhakti atas bantuan dana penelitian. Terima kasih kepada pimpinan dan staf Balai Proteksi Pertanian dan Peternakan Propinsi Maluku atas informasi penyakit darah pisang di Maluku. Ucapan terima kasih kepada Bapak Agus Sutanto, Ibu R. Karuwal, Ibu Senly Wattimena, Ibu A. Pesik, Bapak Adrien Unitly, Joseph Kaya, dan Obet Paparang atas informasi tentang pisang tongkat langit, serta rekan-rekan Forum Wacana Ento-Fito, PERMAMA dan PO di Bogor.

Terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada keluarga yang selalu mendukung, membantu, dan mendoakan penulis: papa Thos dan mama Yeni, bongso Yana, oma Ama, kk Kiki, kk Linda, Oce, Edys, Juan, mama Is, mama Doly, papa Bram, mama Mia, dan seluruh keluarga besar Latupeirissa-Kaya. Ucapan terima kasih buat Ricardo A. Nunumete atas doa dan dukungannya.

Akhirnya semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.

Bogor, Agustus 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Biologi Umum Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) 3

Penyakit Darah pada Pisang 4

Pengendalian Hayati dengan Bakteri Antagonis 7

Potensi Bakteri Endofit sebagai Agens Biokontrol 8

Bakteri Rizosfer Pemacu Pertumbuhan Tanaman 10

Identifikasi Bakteri dengan Gen 16S rRNA 11

3 BAHAN DAN METODE 12

Tempat 12

Bahan 12

Isolasi dan Purifikasi Bakteri Endofit Akar 12

Isolasi dan Purifikasi Bakteri Rizosfer 13

Uji Patogenisitas 13

Uji Antibiosis secara in vitro 13

Pengaruh Bakteri terhadap Pertumbuhan Tanaman Pisang 14 Pengaruh Bakteri Bermanfaat terhadap Penekanan Penyakit Darah

Pisang 15

Analisis Data 15

Karakterisasi Bakteri Bermanfaat 16

Identifikasi Bakteri Bermanfaat secara Molekuler 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Deskripsi Lokasi Penelitian 17

Kelimpahan Bakteri Endofit Akar 18

Kelimpahan Bakteri Rizosfer 19

Kemampuan Antibiosis Bakteri terhadap BDB 21

Uji Patogenisitas 24

Pengaruh Bakteri Bermanfaat asal Pisang Tongkat Langit terhadap

Pertumbuhan Tanaman Pisang 25

Pengaruh Bakteri Bermanfaat asal Pisang Tongkat Langit terhadap

Penyakit Darah pada Tanaman Pisang 26

(14)

Identifikasi Gen 16S rRNA Bakteri Bermanfaat 31

5 SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 40

(15)

DAFTAR TABEL

1 Kelimpahan dan keragaman bakteri endofit akar asal tanaman Pisang

Tongkat Langit 18

2 Diameter zona hambatan bakteri bermanfaat dari Pisang Tongkat

Langit terhadap BDB secara in vitro 22

3 Pengaruh bakteri bermanfaat terhadap persentase kejadian penyakit dan penekanan penyakit darah pada tanaman Pisang Kepok 28 4 Identifikasi sekuen gen 16S rRNA isolat EAI 26 dan RTI 4

menggunakan program Blast N 32

DAFTAR GAMBAR

1 Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) 4 2 Gejala penyakit darah pisang pada daun dan buah 6

3 Uji antibiosis secara in vitro 14

4 Jumlah jenis isolat bakteri rizosfer pada lokasi pengambilan sampel 19 5 Kelimpahan bakteri rizosfer pada lokasi pengambilan sampel 20 6 Uji antibiosis bakteri bermanfaat terhadap BDB 23 7 Daun tembakau yang diinokulasi dengan bakteri bermanfaat yang

menunjukkan reaksi HR negatif 24

8 Nilai AUPHGC pertambahan tinggi dan AUSDGC pertambahan diameter batang tanaman pisang Kepok selama 4 minggu 26

9 Gejala penyakit darah pisang di rumah kaca 27

10 Morfologi koloni bakteri bermanfaat 30

11 Pita DNA gen 16S rRNA isolat EAI 26 dan RTI 4 hasil amplifikasi

PCR 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis ragam daya hambatan bakteri bermanfaat terhadap BDB

secara in vitro 40

2 Pengaruh bakteri bermanfaat terhadap pertambahan tinggi tanaman dan

diameter batang pisang Kepok 41

3 Hasil analisis ragam nilai AUPHGC dan AUSDGC 42

4 Hasil uji lanjut Dunnet nilai AUPHGC 43

5 Hasil uji lanjut Dunnet nilai AUSDGC 44

6 Tanaman Pisang Kepok yang diaplikasi dengan bakteri bermanfaat 45

7 Karakteristik bakteri bermanfaat 46

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman pisang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah produktivitas, nilai gizi, ragam genetiknya tinggi, adaptif pada ekosistem yang luas, biaya produksi rendah, dan telah diterima secara luas oleh masyarakat. Tanaman pisang dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai kondisi agroekologi dari dataran rendah beriklim basah seperti Sumatera dan Kalimantan, sampai ke dataran tinggi beriklim lebih kering di daerah-daerah Indonesia bagian timur (Rustam 2007). Pisang dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu pisang budidaya dan pisang liar. Pisang budidaya umumnya ditanam sengaja di kebun atau pekarangan, bijinya sedikit, bersifat triploid atau beberapa yang diploid. Pisang budidaya banyak yang dimanfaatkan sedangkan pisang liar tidak terlalu banyak dimanfaatkan secara ekonomi padahal pisang liar memiliki potensi yang belum banyak dikembangkan. Indonesia memiliki banyak jumlah jenis pisang salah satu diantaranya adalah pisang tongkat langit. Pisang ini sebelumnya dikenal sebagai jenis pisang liar, namun kini mulai dibudidayakan oleh masyarakat.

Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.) adalah spesies tanaman pisang di Indonesia yang hanya ditemukan di wilayah timur Indonesia yaitu di Maluku dan Papua. Pisang ini mempunyai bentuk yang khas dengan tandan buah yang tumbuh ke atas, bukan ke bawah seperti kebanyakan pisang pada umumnya, sehingga dinamakan sebagai pisang tongkat langit (Ploetz et al. 2007). Menurut informasi dari masyarakat yang ada pada beberapa lokasi di pulau Ambon, mengemukakan bahwa pisang ini juga merupakan salah satu jenis pisang yang tahan terhadap serangan penyakit. Sebagai tanaman endemik daerah lokal, pisang ini merupakan salah satu sumber plasma nutfah sehingga potensinya perlu terus dikembangkan. Salah satu potensi pemanfaatannya adalah eksplorasi bakteri-bakteri bermanfaat yang berasosiasi dengan tanaman pisang tersebut. Baik bakteri-bakteri endofit maupun bakteri rizosfer perakaran tanaman dapat digunakan sebagai agens hayati dalam memperbaiki pertumbuhan dan ketahanan tanaman dalam menghadapi serangan penyakit.

Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan penyakit pada tanaman inangnya (Hallman et al. 1997). Bakteri endofit merupakan sumber keanekaragaman genetik yang kaya dan dapat diandalkan, dengan sumber berbagai jenis baru yang belum dideskripsikan. Bakteri endofit dapat memberikan keuntungan bagi tanaman dengan memproduksi zat pengatur tumbuh, fiksasi nitrogen, produksi antibiotik, dan meningkatkan resistensi tanaman inang terhadap patogen dan parasit (Bhore et al. 2010, Hurek dan Hurek 2011). Bakteri endofit saat ini banyak diteliti

(18)

2

yang diisolasi dari beberapa tanaman pisang mampu menekan perkembangan penyakit darah pada pisang dengan tingkat penekanan kejadian penyakit sebesar 66.67-83.33%. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa bakteri endofit dapat menekan jumlah puru dan populasi nematoda Meloidogyne incognita di dalam akar tanaman nilam (Harni dan Ibrahim2011).

Bakteri rizosfer merupakan bakteri yang hidup di daerah perakaran tanaman yang dapat berperan dalam menekan perkembangan patogen tular tanah serta bermanfaat dalam memacu pertumbuhan tanaman (Kumar et al. 2012; Lemessa dan Zeller 2007; Rengel dan Marschner 2005). Bakteri rizosfer merupakan kelompok dari rizobakteria yang memiliki kemampuan dalam mengkolonisasi rizosfer secara agresif dan memberi keuntungan bagi tanaman sehingga dikenal sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). Aktivitas PGPR dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan mekanisme langsung dan tidak langsung yaitu melalui peningkatan mineral solubilisasi mineral, fiksasi nitrogen, menyediakan nutrisi untuk tanaman, menghambat pertumbuhan patogen tular tanah, meningkatkan toleransi stres tanaman terhadap kekeringan, salinitas, dan keracunan logam, serta produksi fitohormon seperti asam indol-3-asetat (IAA) (Figueiredo et al. 2010). Beberepa genus PGPR seperti Bacillus, Streptomyches, Pseudomonas, Burkholderia, dan Agrobacterium merupakan agens pengendalian hayati penyakit tanaman (Figueiredo et al. 2010).

Blood disease bacterium (BDB) merupakan patogen penyebab penyakit darah yang hanya menyerang tanaman pisang dan jenis Heliconia sp. Penyakit darah pertama kali dilaporkan oleh Gaumann pada tahun 1920 yaitu menyerang tanaman pisang di Pulau Selayar Sulawesi Selatan. BDB adalah kompleks spesies dari Ralstonia solanacearum ras 2 dan termasuk dalam filotipe IV yang ditemukan di Indonesia (Fegan 2005). Gejala penyakit layu bakteri pada tanaman pisang diawali dengan terjadinya perubahan warna daun muda yaitu pada ibu tulang daun terlihat garis coklat kekuningan ke arah tepi daun. Daun yang terinfeksi kemudian menguning atau berwarna coklat, dan akhirnya menjadi layu. Gejala spesifik adalah terdapatnya lendir bakteri yang berbau, berwarna putih abu-abu sampai coklat kemerahan keluar dari potongan buah atau bonggol, tangkai buah, tangkai tandan dan batang. Penyebaran penyakit dapat melalui tanah yang terinfestasi, alat pertanian, ataupun melalui serangga vektor.

Penyebaran penyakit darah di Indonesia sangat cepat, sehingga turut berpengaruh terhadap produksi pisang. Menurut Hadiwiyono et al. (2013), bahwa intensitas penyakit darah di Indonesia terjadi pada beberapa propinsi seperti di Bondowoso Jawa Timur sekitar 97.9% dan Lombok mencapai 86.8%. Aeny et al. (2007), melaporkan bahwa kehilangan hasil akibat penyakit ini dapat mencapai 10-42% bahkan sampai 93.1% pada serangan yang berat. Menurut Suastika (2010), penyakit ini menyebabkan penurunan produksi pisang di Bali yaitu lebih dari 50% dalam kurun waktu dua tahun dari tahun 1997-1999. Hal ini mengakibatkan diperlukan adanya upaya pengendalian untuk menekan perkembangan bakteri patogen sekaligus dapat meningkatkan produksi tanaman pisang.

(19)

3

terpadu seperti pencegahan masuknya patogen pada lahan yang sehat, pemusnahan (eradikasi), modifikasi lingkungan yang dapat menekan perkembangan patogen di dalam tanah, penanaman tanaman pisang yang resisten, dan penggunaan herbisida, pestisida nabati, dan pengendalian dengan agens hayati (Supriadi 2005, Supriadi 2011).

Pengendalian hayati terhadap penyakit tanaman dapat dilakukan secara langsung yaitu mekanisme antibiosis dan kompetisi ruang, sedangkan secara tidak langsung melalui mekanisme induksi sistem ketahanan tanaman. Potensi bakteri-bakteri bermanfaat yang diisolasi dari tanaman maupun dari daerah rizosfer perakaran tanaman dapat digunakan sebagai agens hayati dalam mengendalikan penyakit tanaman termasuk juga penyakit darah pada tanaman pisang.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi dan mengidentifikasi bakteri-bakteri bermanfaat dari tanaman pisang tongkat langit yang berpotensi

mengendalikan penyakit darah pada tanaman pisang.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah tentang potensi bakteri-bakteri bermanfaat asal pisang tongkat langit dalam mengendalikan penyakit layu bakteri pada tanaman pisang, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agens pengendalian hayati.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Umum Pisang Tongkat Langit (Musa troglodytarum L.)

Pisang tongkat langit merupakan salah satu jenis tanaman pisang yang spesifik tumbuh di daerah timur Indonesia yaitu di daerah Maluku dan Papua. Pisang ini termasuk dalam seksi Australimusa dengan asal mula yang kompleks

yaitu berasal dari 3 jenis pisang antara lain M. lolodensis M. maclayi dan

M. peekelii. Tanaman dalam seksi Australimusa ini umumnya tinggi dan buahnya berbiji. Pisang ini ditemukan di daerah Maluku kemudian menyebar ke Papua, Papua New Guinea sampai ke kepulauan Pasifik (Ploetz 2007; Backer dan Van den Brink 1968).

(20)

4

memiliki jantung pisang, dan ukuran buah lebih kecil yaitu 15 cm. Buah pisang

yang telah masak berwarna kuning orange dan kulit buah berwarna merah (Sutanto dan Edison, 2005). Menurut Karuwal et al (2011) pisang tongkat langit

yang ditemukan pada beberapa pulau di daerah Maluku memiliki ciri morfologi yang berbeda baik itu pada bentuk daun maupun buahnya. Bentuk daun ada yang lebih licin dan ada yang tidak licin, sedangkan bentuk buahnya bervariasi yaitu berbentuk silinder (bulat panjang), kerucut, dan asimetris.

Gambar 1 Pisang Tongkat Langit (M. troglodytarum L.) dengan buah berbentuk silinder; a: buah belum masak (buah muda), b: buah masak

Jenis pisang tongkat langit digolongkan dalam jenis pisang buah yaitu pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu (Watkaat dan Latuconsina 2005), akan tetapi ada sebagian masyarakat juga sering mengkonsumsi pisang ini pada kondisi matang dan tanpa diolah terlebih dahulu (Kaya dan Unitly, komunikasi pribadi). Buah pisang ini mengandung pigmen

karotenoid yakni β-karoten, α-karoten, lutein, dan zeaxantin, dimana pigmen yang

paling dominan adalah β-karoten. Menurut Englberger (2003), buah pisang

Tongkat Langit mengandung kadar provitamin A dan karotenoid yang tinggi yaitu 6360 µg/100 g. Penyebaran pisang tongkat langit di Maluku meliputi 5 pulau yaitu pulau Ambon, Haruku, Saparua, Nusalaut, dan Seram. Populasi pisang pada setiap lokasi ini memiliki karakter fenotip dan genotip yang berbeda karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genotip (Karuwal et al. 2011).

Penyakit Darah pada Pisang

Patogen Penyebab Penyakit Darah

Patogen penyebab penyakit darah pada pisang pada awalnya disebut dengan nama Ralstonia solanacearum karena belum adanya kesepakatan dalam

penentuan nama yang sebenarnya untuk patogen tersebut. Bakteri

R. solanacearum dibagi menjadi 5 ras berdasarkan kisaran inangnya yaitu ras 1 menyerang tembakau, tomat, dan genus Solanaceae lainnya, ras 2 menyerang pisang (triploid) dan Heliconia, ras 3 menyerang kentang, ras 4 menyerang jahe,

(21)

5

dan ras 5 menyerang murbei. Berdasarkan oksidasi disakarida dan alkohol heksosa, maka bakteri ini dibagi ke dalam 5 biovar (Schaad et al. 2001).

Blood disease bacterium merupakan bakteri penyebab penyakit darah pada tanaman pisang. Penyakit darah pisang pertama kali dilaporkan oleh Gaumann pada tahun 1921 di Pulau Sulawesi. Pada awalnya patogen penyebab penyakit ini disebut sebagai Pseudomonas celebensis, namun belum dideskripsikan dan diakui secara jelas. Bakteri patogen ini dikelompokkan dalam genus Ralstonia meskipun posisi taksonominya belum dideskripsikan secara jelas. Serangkaian hasil penelitian selanjutnya menyatakan bahwa patogen ini merupakan spesies kompleks R. solanacearum yang dibagi dalam 4 filotipe. Fegan dan Prior (2005), melaporkan bahwa BDB memiliki perbedaan secara fenotip maupun genotip dengan Ralstonia solanacearum. BDB digolongkan dalam filotipe 4 dan memiliki hubungan kekerabatan dekat dengan anggota kompleks R. solanacearum lainnya dari Indonesia.

Karakteristik kimiawi menunjukkan bahwa BDB merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dengan adanya flagel polar, kelompok non fluorescence, dan bersifat aerobik (EPPO 2005; Schaad 2001). BDB dapat menghasilkan

senyawa hidrogen sulfat dari sistein, oksidase Kovac’s positif, poly-β-hydroxybutyrate positif, uji HR positif, uji oksidatif positif, uji fermentatif

negatif, dan dapat tumbuh pada suhu 4 oC dan 41 oC, menghasilkan enzim arginin

dihidrolase, denitrifikasi, hidrolisis pati, memiliki pigmen berfluoresensi dan melanin, toleransi terhadap NaCl 2 % dan produksi levan (Baharuddin et al. 1994). Kultur BDB pada medium yang mengandung

tetrazolium chloride menunjukkan koloni yang kecil, mucoid dengan bagian tengah koloni berwarna merah, sedangkan tepian berwarna putih. Uji patogenisitas menunjukkan bahwa BDB penyebab layu pada pisang tidak ditemukan pada tanaman famili solanaceae lainnya, misalnya Pseudomonas syzgii

penyebab penyakit layu pada cengkeh maupun R. solacearum pada tanaman non pisang di Indonesia (Supriadi 2005).

Gejala Penyakit Darah

Gejala penyakit darah mirip dengan penyakit Moko pada pisang yang ditemukan di Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Serangan patogen ini menyebabkan pertumbuhan daun sangat terhambat, daun lebih cepat patah, menguning, layu dan mengering. Pada tanaman yang agak tahan biasanya gejala mulai muncul pada saat tanaman berbuah, dimana mula-mula satu daun muda (daun no. 3 atau 4 yang termuda) berubah warna, dan biasanya dari ibu tulang daun keluar garis coklat kekuningan mengarah ke tepi daun (Suastika 2010).

(22)

6

bila dipotong, akan keluar cairan seperti lendir yang berwarna coklat kemerahan, sedangkan pada buah yang terinfeksi, ruang bagian dalam buah yang biasanya berisi daging buah, penuh terisi oleh cairan lendir yang berwarna merah kecoklatan (Supriadi 2005). Cairan lendir ini merupakan ooze bakteri yang warnanya mirip seperti darah sehingga penyakit ini disebut sebagai penyakit darah. Gejala penyakit darah pisang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Gejala penyakit darah pada pisang; a dan b: daun, c: buah

Penyebaran Penyakit

Terdapat tiga jenis penyakit layu pada tanaman pisang yaitu penyakit Moko, Bugtok (dikenal dengan nama tobaglon dan tapurok), dan penyakit darah. Penyakit Moko ditemukan pertama kali pada tahun 1890-an dan berstatus endemik di Amerika Selatan dan di bagian selatan Filipina. Penyakit Bugtok ditemukan pertama kali di Filipina pada pertengahan tahun 1960, sedangkan penyakit darah hingga saat ini hanya ditemukan di Indonesia. Karakteristik patogen penyebab ketiga penyakit juga berbeda baik pada tingkat morfologi, kisaran inang, maupun pada aras molekulernya.

Penyakit darah pada pisang pertama kali ditemukan di Sulawesi Selatan dan Pulau Selayar pada tahun 1920. Penyakit ini kemudian menyebar ke daerah lain di Indonesia seperti di Jonggol yang ditemukan oleh dari Eden dan Green, kemudian di Yogyakarta, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan di Solok Sumatera Barat (Supriadi 2005). Untuk daerah Maluku, penyakit ini juga sudah menyerang tanaman pisang di beberapa daerah seperti Kota Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), dan Kabupaten Maluku Tengah dengan tingkat serangan yang masih rendah. Total jumlah luas tambah serangan per rumpun untuk masing-masing daerah diatas antara lain 15 rumpun, 197 rumpun, dan 2 975 rumpun (BPPP 2012).

Penyakit darah juga dapat disebarkan melalui serangga-serangga vektor yang mengunjungi bunga dari tanaman yang terserang penyakit kemudian menular pada tanaman yang sehat. Beberapa serangga yang berpotensi sebagai agen penyebar penyakit ini antara lain serangga dari ordo Hymenoptera (Apidae), Diptera (Chloropidae, Sciaridae, Sarcophagidae, Anthomyiidae, Platypezidae, Tephritidae, Drosophilidae, Muscidae, Syrphidae, Culicidae), Lepidoptera (Coleophoridae), dan Blattodea (Blattidae) (Leiwakabessy 1999; Supriadi 2005, Mairawita et al. 2012). Subandiyah et al. (2005), melaporkan bahwa intensitas penyakit BDB pada daerah endemik juga berasosiasi dengan kehadiran serangga hama dan nematoda. Spesies serangga hama ini yaitu Erionata thrax

(23)

7

(Lepidoptera) dan Cosmopolites sordidus, sedangkan nematoda parasit yang ditemukan antara lain, Pratylenchus sp, Meloidogyne sp, Haplolaimus sp, dan

Rhadopholus sp. Nematooda Pratylenchus sp merupakan endoparasit yang dapat bergerak dari akar satu tanaman ke tanaman lain dan menyebabkan luka dan kerusakan akar. Hal ini yang mungkin menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan serta dapat meningkatkan penularan bakteri patogen. Penyebaran BDB juga dapat berhubungan dengan pH tanah serta tipe tanah. Penyebaran BDB di daerah Yogyakarta ditemukan pada pH yang berkisar antara 5,71-7,45 dengan tipe tanah berpasir sampai tanah liat. Penyebaran patogen ini sangat cepat dan mampu bertahan di dalam tanah selama bertahun-tahun, sehingga pengendalian penyakit ini perlu dilakukan secara tuntas.

Pengendalian Penyakit Darah

Beberapa strategi pengendalian penyakit darah pada pisang yang dapat dilakukan adalah penggunaan kultivar tahan, sanitasi, desinfeksi alat dan mesin pertanian, eradikasi tanaman yang terinfeksi, dan monitoring serangga vektor pada daerah yang sehat (Supriadi 2005; Eyres et al. 2001). Penggunaan agens hayati juga telah dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan patogen BDB, salah satunya adalah bakteri endofit kelompok Bacillus spp. (Hadiwiyono dan Widono (2012). Nawangsih (2007) juga melaporkan bahwa isolat bakteri endofit CA8 (genus Bacillus) dan PK5 (genus Pseudomonas) dari tanaman pisang mampu menekan perkembangan patogen penyakit darah secara in vitro.

Pengendalian Hayati dengan Bakteri Antagonis

Istilah pengendalian hayati atau biological control telah digunakan pada berbagai bidang biologi dan sebagian besar pada bidang entomologi dan penyakit tanaman. Pada bidang entomologi, pengendalian hayati dilakukan dengan menggunakan serangga predator, nematoda entomopatogen, atau mikroba patogen yang dapat menekan populasi serangga hama (Baker dan Cook 1974), sedangkan dalam penyakit tanaman, menggunakan mikroba antagonis yang dapat menekan penyakit sama dengan patogen spesifik inang yang dapat mengendalikan populasi gulma. Pada kedua bidang tersebut, organisme yang dapat menekan hama atau patogen dikenal sebagai agens pengendalian hayati atau biological control agent

(BCA). Defenisi pengendalian hayati bergantung pada target yang dituju yang meliputi jumlah, tipe dan sumber agen biologi, serta derajat dan waktu intervensi manusia (Pal dan Gardener 2006). Menurut Alabouvette at al. (2006), pengertian pengendalian hayati secara luas melibatkan organisme dan mekanisme yang meliputi beberapa hal yaitu (1) individu hypo-virulen atau tidak virulen atau populasi pada spesies patogen, (2) mikroorganisme antagonis, dan (3) manipulasi tanaman inang sehingga tahan terhadap serangan patogen. Pengendalian hayati oleh bakteri antagonis dapat terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme seperti: antibiosis, kompetisi, hiperparasit, induksi resistensi dan memacu pertumbuhan tanaman.

(24)

8

mikroorganisme lain. Antibiotik merupakan toksin yang dihasilkan mikroba dan

pada konsentrasi rendah dapat bersifat racun dan membunuh organisme

lain, misalnya Pseudomonas fluorescens F113 menghasilkan racun 2,4-diacetylphloroglucinol, Agrobacterium radiobacter menghasilkan Agrocin 84.

Senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh bakteri antagonis dapat berperan langsung sebagai bakterisida terhadap bakteri patogen dan agens penginduksi (elicitor) ketahanan tanaman terhadap penyakit (Lyon 2007). Beberapa genus bakteri yang ditemukan sebagai BCA penyakit tanaman adalah Pseudomonas

spp., Bacillus spp., dan Streptomyches spp. (Alabouvette at al. 2006).

Bakteri antagonis juga dapat menghasilkan enzim lisis yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan atau aktivitas patogen. Enzim ini dapat menghidrolisis berbagai senyawa polimer termasuk kitin, protein, selulosa, hemiselulosa, dan DNA. Salah satu contohnya adalah pengendalian Sclerotium rolfsii oleh Serratia marcescens yang dibantu dengan ekspresi enzim kitinase. Genus Paenibacillus sp. galur 300 dan Streptomyches sp galur 385 dapat melisis dinding sel Fusarium oxysporum f.sp. cucmerinum. Bacillus cepacia mensintesis

enzim β-1,3 glukanase untuk menghancurkan dinding sel Rhizoctonia solani,

S. rolfsii, Pythium ultimum (Chompant et al. 2005).

Agens hayati atau BCA dapat menekan patogen tanaman melalui mekanisme induksi ketahanan tanaman. Induksi ketahanan tanaman dapat terjadi secara lokal atau sistemik secara alami bergantung pada tipe, jumlah dan sumber stimulan yang diberikan. Terdapat dua mekanisme stimuli induksi ketahanan yaitu Systemic Acquire Resistance (SAR) dan Induced Systemic Resistance (ISR). SAR dimediasi oleh asam salisilat (SA) yaitu senyawa yang diproduksi ketika adanya infeksi patogen dan berperan dalam ekspresi pathogenesis-related (PR) protein. PR protein meliputi berbagai enzim yang bereaksi secara langsung pada dinding sel tanaman yang diserang, memperkuat batasan dinding sel terhadap infeksi, dan menginduksi kematian sel lokal yang diserang. ISR dimediasi oleh asam jasmonic (JA) dan atau etilen yang dihasilkan dengan adanya aplikasi beberapa rhizobacteria non patogen (Pal dan Gardener 2006). Bakteri antagonis banyak ditemukan sebagai bakteri endofit atau PGPR yang dapat berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman dan mengendalikan penyakit pada tanaman (Piggot dan Hilbert 2004).

Potensi Bakteri Endofit Sebagai Agens Biokontrol

(25)

9

terinfestasi dalam benih atau bahan tanam. Bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman melalui lubang alami, luka, dan secara aktif menggunakan enzim hidrolitik seperti selulase dan pektinase, dimana enzim ini juga diproduksi oleh patogen sehingga diperlukan adanya pengetahuan lebih lanjut tentang regulasi dan ekspresi untuk membedakan bakteri endofit dari patogen tanaman (Hallmann et al 1997). Bakteri endofit yang secara umum ditemukan pada berbagai tumbuhan adalah Pseudomonas, Bacillus, Enterobacter, dan

Agrobacterium. Pantoea, Enterobacter, Methylobacterium, Agrobacterium, dan

Bacillus banyak dilaporkan sebagai bakteri endofit pada tumbuhan yang dibudidayakan (Susilowati et al 2010).

Bakteri endofit dilaporkan dapat memacu pertumbuhan tanaman, induksi ketahanan, biokontrol terhadap nematoda parasit tanaman, fungi patogen pada tanaman pertanian dan kehutanan, sintesis metabolit bakteri antagonis terhadap predator (Schulz dan Boyle 2007). Bakteri endofit dapat memberikan manfaat pada tanaman inangnya melalui beberapa mekanisme yaitu dengan memacu pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman. Bakteri endofit dapat memacu pertumbuhan tanaman yang didukung oleh beberapa proses yaitu fiksasi nitrogen (N2), pelarutan fosfat, dan produksi hormon pemacu pertumbuhan tanaman seperti auksin, sitokinin, dan giberellin (Hallman 2001). Menurut Susilowati (2010), bahwa kemampuan bakteri endofit mengolonisasi sistem perakaran secara efektif sebagai bakteri rizosfer dan memacu pertumbuhan akar merupakan dua faktor penentu efikasi bakteri endofit dalam perannya untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, memacu rendemen tumbuhan serta mengontrol serangan penyakit tumbuhan. Marwan (2011), melaporkan bahwa isolat bakteri endofit yang diisolasi dari beberapa jenis pisang dapat meningkatkan pertambahan tinggi dan jumlah daun pada tanaman pisang cavendish.

Bakteri endofit juga memberikan kontribusi pada tanaman dengan meningkatkan resistensi tanaman inang (Hurek dan Hurek 2011). Induksi ketahanan pada tanaman dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu induksi ketahanan sistemik atau Induced Systemic Resistance (ISR) dan Systemic Acquire Resistance

(SAR). ISR merupakan ketahanan tanaman terinduksi melalui pengaktifan lintasan transduksi signal yang melibatkan asam jasmonik dan etilen untuk mengaktifkan gen-gen ketahanan. Faktor yang dapat memicu ISR adalah adanya senyawa kimia yang dihasilkan oleh bakteri seperti siderofor, antibiotik dan ion Fe, serta komponen sel bakteri seperti dinding sel, flagella, filli, dan membran lipopolisakarida (Van Loon Bakker 2006). Bakteri endofit dan PGPR juga dilaporkan dapat berperan dalam memicu terjadinya SAR. SAR disebut juga sebagai ketahanan perolehan yang terinduksi karena penambahan senyawa kimia misalnya dengan terbentuknya akumulasi asam salisilat dan PR protein (pathogenesis-related proteins). Mekanisme bakteri endofit yang menginduksi ISR adalah dengan menghasilkan senyawa tertentu seperti lipopolysacharida

(LPS).

(26)

10

(survival) pada saat bakteri berada di daerah rizosfer. Banyak anggota bakteri endofit tanah seperti Pseudomonas, Burkholderia dan Bacillus dapat memproduksi berbagai produk metabolit sekunder termasuk antibiotik, senyawa antikanker, senyawa organik yang mudah menguap, senyawa anticendawan, antivirus, insektisida dan agen imunosupresan (Ryan et al. 2007). Peranan lain dari bakteri endofit adalah dapat memproduksi enzim ekstraseluler seperti, kitinase, protease, dan selulase. Enzim kitinase merupakan enzim penting yang dihasilkan oleh bakteri antagonis untuk mengendalikan patogen terutama patogen tular tanah.

Bakteri Rizosfer Pemacu Pertumbuhan Tanaman

Istilah rizosfer diperkenalkan pada tahun 1904 oleh Hiltner, seorang ilmuwan Jerman untuk menunjukkan bagian tanah yang dipengaruhi secara langsung oleh perakaran tanaman. Daerah perakaran banyak terdapat mikroorganisme saprofit yang menyebabkan tahap perombakan dan kecepatan perombakan bahan organik di dalam tanah, sehingga patogen mempunyai kesempatan yang kecil untuk berkembang (Hutcheoson 1998; Weller et al. 2002). Rizosfer dalam ekosistem tanah yang sehat dihuni oleh organisme yang menguntungkan dan dapat memanfaatkan subtrat organik atau eksudat akar tanaman sebagai sumber energi dan nutrisinya. Senyawa yang dihasilkan oleh mikroba tanah dapat berperan dalam memperbanyak jumlah mikroorganisme, dan mengaktifkan metabolisme dari komunitas mikroba tanah. Mikroba tanah juga dapat berperan sebagai agens pemacu pertumbuhan tanaman yang memproduksi berbagai hormon tumbuh, vitamin, dan berbagai asam organik yang berperan penting dalam merangsang pertumbuhan bulu-bulu akar (Hindersah dan Simarmata 2004).

Beberapa strain bakteri rizosfer adalah bakteri Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR), karena dalam aplikasinya dapat menstimulasi pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kondisi yang kurang menguntungkan. Menurut Bloemberg dan Lugtenberg (2001), bahwa berdasarkan kemampuan dan fungsinya, PGPR dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok antara lain: (1) biofertilitzer, dapat mengikat nitrogen dan melarutkan fosfat yang kemudian dapat digunakan oleh tanaman sehingga mampu meningkatkan pertumbuhannya; (2) photostimulator, secara langsung dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon-hormon; dan (3) agens biokontrol, mampu melindungi tanaman dari infeksi patogen. Bakteri rizosfer lebih banyak yang berperan sebagai agens hayati karena keberlangsungan hidupnya lebih stabil dibandingkan dengan bakteri yang hidup di daerah permukaan daun (filoplan).

(27)

11

tanah. Mekanisme dari aktivitas ini antara lain: penghambatan fitopatogen oleh senyawa antimikrob, kompetisi dalam mengkelat besi melalui produksi siderofor, kompetisi ruang dan nutrisi yang dikelurkan oleh akar, mekanisme induksi ketahanan tanaman, degradasi faktor patogenesitas fitopatogen seperti racun, memproduksi enzim ekstraseluler pendegradasi dinding sel seperti kitinase, dan

β-1,3 glukanase (Whipps 2001).

Berbagai macam mikroorgansime yang terdapat dalam rizosfer dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman . Secara umum jumlah bakteri di dalam tanah lebih banyak dari pada jumlah cendawan. Beberapa genus bakteri rizosfer adalah Pseudomonas, Agrobacterium, Azotobacter, Mycobacter, Flavobacter, Cellulomonas, Micrococcus, dan Bacillus. Bakteri ini merupakan bakteri gram positif yang berpotensi sebagai biological solution, karena dapat tahan terhadap panas dan kemampuannya membentuk endospora. Genus Paenibacillus diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena dapat mengolonisasi daerah perakaran tanaman (Timmusk dan Wagner 1999). Bakteri rizosfer seperti

Pseudomonas fluorescence dan Bacillus sp dapat berperan secara tidak langsung terhadap pertumbuhan tanaman yaitu sebagai agens pengendalian hayati penyakit layu pada tanaman (Nasrun dan Nuryani 2007).

Identifikasi Bakteri dengan Gen 16S rRNA

Gen merupakan bagian dari DNA yang membawa informasi genetik atau yang menentukan sifat suatu organisme. Gen adalah fragmen DNA atau kromosom yang menyandi satu rantai polipeptida fungsional atau molekul RNA. Ribosom RNA (rRNA) pada bakteri terbagi atas 3 tipe yaitu 16S rRNA, 23S rRNA dan 5S rRNA. Gen 16S rRNA mengandung informasi yang dapat dijadikan biomarker terhadap suatu bakteri karena gen ini terdiri dari daerah konservatif yang dapat dijumpai pada semua organisme dan daerah hypervariabel yang unik pada setiap organisme yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dan digunakan untuk identifikasi (Moyer et al. 1994; Snyder dan Champness 2003). Pendekatan identifikasi secara molekuler yang banyak dipakai saat adalah analisis sekuen gen 16S rRNA atau 23S rRNA. Gen 16S rRNA merupakan gen yang selalu ada pada semua prokariot dan menjalankan fungsi yang sama. Perubahan sekuen gen 16S rRNA menandai jarak evolusi antara mikroba yang memiliki kekerabatan. Panjang gen ini adalah sekitar 1550 pb dan tersusun atas daerah variabel dan konservatif (Clarridge 2004). Identifikasi gen 16S rRNA dapat dilakukan melalui beberapa tahap diantaranya adalah isolasi DNA bakteri, replikasi DNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR), dan analisis filogenetik gen 16S RNA.

Isolasi DNA diawali dengan perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara salah satunya dengan pemberian enzim lisozim. Langkah berikutnya adalah lisis sel dengan menambahkan larutan-larutan tertentu seperti bufer non osmotik untuk bahan-bahan sel yang relatif lunak, sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan Sodium Dodecyl Sulphate

(28)

12

kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan menggunakan CsCl (Alberts et al 2002). PCR merupakan teknik dalam biologi molekuler untuk mengamplifikasi satu atau beberapa potongan copy DNA sampai menghasilkan miliaran copy. Secara sederhana PCR merupakan reaksi penggandaan daerah tertentu dari DNA cetakan (template) dengan bantuan enzim DNA polymerase. Komponen PCR yang digunakan antara lain DNA template, enzim DNA polymerase, primer,

deoxynucleoside triphosphate (dNTP), larutan buffer, dan ion logam.

3 BAHAN DAN METODE

Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan November tahun 2012 sampai bulan September 2013 di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB. Pengujian secara in planta dilakukan di rumah kacaCikabayan Fakultas Pertanian IPB. Sampel tanah rizosfer dan akar tanaman pisang tongkat langit diambil di Pulau Ambon yaitu Kecamatan Nusaniwe (Desa Seilale, Dusun Siwang, dan Dusun Tuni) dan Kecamatan Leihitu Barat (Desa Alang).

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel akar pisang tongkat langit, kultur isolat BDB, media Triptic Soy Agar (TSA), media Triptic Soy Broth

(TSB), media Sucrose Peptone Agar (SPA), media king’s B, media kitinolitik,

media Luria Broth (LB), dan bibit pisang varietas Kepok.

Isolasi dan Purifikasi Bakteri Endofit Akar

(29)

13

pengenceran, masing-masing diambil 100 µl dan dilakukan pencawanan menggunakan glass beads steril pada media TSA 50%. Sebagai kontrol untuk memastikan bakteri yang diisolasi merupakan bakteri endofit, maka bagian akar yang sudah steril digoreskan pada permukaan media TSA 50%. Media TSA yang telah diinokulasi dengan suspensi bakteri kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam. Koloni tunggal masing-masing bakteri yang tumbuh, dimurnikan pada media TSA dengan menggunakan metode gores kuadran.

Isolasi dan Purifikasi Bakteri Rizosfer

Sampel tanah diambil dari tanah di sekitar perakaran tanaman yang sehat dan berada pada fase reproduktif. Sampel tanah rizosfer diambil sebanyak 200 g pada kedalaman 20-30 cm. Dari masing-masing sampel tanah ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi 50 ml aquades steril dan dikocok menggunakan shaker dengan kecepatan 100 rpm selama 5 menit. Suspensi tanah tersebut kemudian diencerkan secara berseri hingga 10-10. Dari pengenceran 10-1,10-3,10-5,10-7 dan 10-9, masing-masing diambil 100 µl dan dilakukan pencawanan menggunakan glass beads steril pada media King’s B dan media yang mengandung kitin. Sisa suspensi pengenceran dipanaskan pada suhu 80 oC selama 10 menit kemudian diambil 100 µl dan dilakukan pencawanan kembali pada media TSA. Media yang sudah diinokulasi dengan suspensi bakteri, selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam. Koloni tunggal bakteri yang tumbuh dimurnikan pada media TSA, King’s B dan media yang mengandung kitin menggunakan metode gores kuadran.

Seleksi Bakteri Endofit dan Rizosfer

Uji Patogenisitas

Uji patogenisitas dilakukan untuk mengetahui patogenisitas mikroorgansime berdasarkan reaksi pertahanan tanaman yang diwujudkan dalam gejala reaksi hipersensitivitas (HR).Isolat bakteri endofit akar dan rizosfer dibiakkan pada 5 ml media LB, kemudian diinkubasi pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm selama 48 jam. Suspensi bakteri diambil sebanyak 2 ml dengan menggunakan jarum suntik steril dan diinjeksikan pada permukaan bawah daun tembakau. Pengamatan hasil uji dilakukan pada 24-48 jam setelah injeksi. Reaksi yang positif terhadap bakteri yang bersifat patogenik ditunjukkan dengan adanya bercak nekrosis hipersensitif pada bagian daun yang diinjeksi, sedangkan bagian daun yang tetap berwarna hijau menunjukkan reaksi yang negatif (bakteri non patogenik).

Uji Antibiosis secara in vitro

(30)

14

108-109 cfu/ml (OD600 = 0.16). Isolat BDB juga dibiakkan pada media TSB dengan cara dihomogenasi menggunakan shaker pada kecepatan 100 rpm selama 48 jam, kemudian dihitung populasinya sampai mencapai 108-109 cfu/ml (OD600 = 0.1).

Sebanyak 100 μl suspensi BDB disebarkan pada permukaan media SPA

secara merata menggunakan glass beads steril dan kemudian dikeringanginkan selama beberapa menit. Uji antibiosis dilakukan menggunakan metode difusi dengan menggunakan kertas saring steril. Lima potongan kertas saring steril dengan diameter 5 mm diletakkan secara teratur pada permukaan media SPA. Sebanyak 4 potongan kertas saring ditetesi dengan 7.5 μl suspensi bakteri endofit akar dan rizosfer yang berbeda dan 1 potongan kertas saring ditetesi dengan 7.5 μl akuades steril sebagai kontrol. Media tersebut diinkubasi selama 24-48 jam untuk mengamati adanya zona bening yang muncul di sekitar kertas saring. Pengamatan dilakukan terhadap diameter zone bening yang merupakan reaksi penghambatan dari bakteri endofit akar dan rizosfer terhadap patogen BDB (Marwan 2011).

Gambar 3 Uji antibiosis secara in vitro Pengaruh Bakteri terhadap Pertumbuhan Tanaman Pisang

Bakteri antagonis yang digunakan merupakan bakteri yang memiliki daya hambat terhadap BDB, bersifat HR negatif, dan isolat bakteri lain yang memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat pada media tumbuh. Dalam pengujian ini digunakan bibit pisang jenis pisang Kepok berumur 1 bulan setelah aklimatiasi hasil perbanyakan kultur jaringan dari P.T. Silva Tropika Kultur Citeureup. Isolat bakteri bermanfaat diperbanyak pada media TSB dan dihitung populasinya sehingga mencapai 108-109 cfu/ml.

Aplikasi bakteri endofit akar dan bakteri rizosfer pada bibit tanaman pisang Kepok dilakukan dengan cara yang berbeda. Bakteri rizosfer diaplikasi dengan cara menyiramkan 10 ml suspensi bakteri di sekitar daerah perakaraan bibit tanaman pisang. Aplikasi bakteri endofit akar pada bibit pisang dilakukan dengan cara merendam akar masing-masing bibit dalam 60 ml suspensi tiap isolat bakteri selama 4 jam. Sebagai perlakuan kontrol, akar bibit tanaman pisang direndam dalam 60 ml aquades steril. Bibit yang telah diinokulasi dengan bakteri endofit akar dan rizosfer, kemudian dipindah tanam dalam polybag dengan diameter 30 cm. Media tanam berupa campuran tanah steril dan arang sekam (2:1) (Marwan et al. 2011). Untuk setiap perlakuan isolat bakteri bermanfaat digunakan 10 tanaman.

Pengaruh perlakuan bakteri endofit akar dan rizosfer terhadap pertumbuhan tanaman diamati berdasarkan pertambahan tinggi tanaman dan diameter batang pada 1 minggu setelah tanaman (MST) sampai 4 MST. Pengukuran tinggi

(31)

15

tanaman dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal batang yang sejajar dengan permukaan tanah sampai ujung daun terpanjang setelah semua daun disatukan ke atas. Data yang diperoleh diplotkan pada kurva pertumbuhan tanaman yaitu Area di Bawah Kurva Pertambahan Tinggi Tanaman (Area Under Plant Height Growth Curve/AUPHGC) dan Area di Bawah Kurva Pertambahan Diameter Batang (Area Under Stem Diameter Growth Curve/AUSDGC) dengan waktu (MST) sebagai sumbu x sedangkan tinggi tanaman dan diameter batang sebagai sumbu y. Total nilai AUPHGC dan AUSDGC dihitung menggunakan rumus Cooke (1998):

AUPHGC =

AUSDGC =

Keterangan:

xi : pertambahan tinggi tanaman setiap minggu yi : pertambahan diameter batang setiap minggu ti : waktu pengamatan

Pengaruh Bakteri Bermanfaat terhadap Penekanan Penyakit Darah Pisang

Aplikasi BDB pada tanaman dilakukan 4 minggu setelah perlakuan bakteri endofit akar dan bakteri rizosfer. BDB dibiakkan pada media TSB dan dihitung populasinya sehingga mencapai 108-109 cfu/ml. Suspensi BDB diambil sebanyak 2 ml dan diinjeksikan pada bagian bonggol tanaman pisang yang sebelumnya telah diinokulasi dengan bakteri endofit akar (Kasutjianingati 2004). Aplikasi BDB pada tanaman yang sebelumnya telah diinokulasi dengan bakteri rizosfer dilakukan dengan cara membuat luka pada bagian akar dan menyiramkan 10 ml suspensi bakteri ke area tanah perakaran. Pengaruh perlakuan bakteri endofit dan rizosfer terhadap tanaman yang telah diinokulasi dengan BDB diamati berdasarkan jumlah tanaman yang menunjukkan gejala penyakit darah. Data dari tanaman yang bergejala selanjutnya digunakan dalam perhitungan persentase penekanan penyakit dihitung menggunakan rumus :

Persentase penekanan kejadian penyakit = X 100%

Y perlakuan : jumlah tanaman bergejala yang diberi perlakuan bakteri bermanfaat

Y kontrol : jumlah tanaman bergejala yang tidak diberi perlakuan bakteri bermanfaat

Analisis Data

(32)

16

Dunnet pada taraf kepercayaan 95%. Analisis data menggunakan program komputer SAS 9.1.3.

Karakterisasi Bakteri Bermanfaat

Karakterisasi Morfologi Koloni Bakteri Bermanfaat

Karakterisasi morfologi koloni dilakukan pada isolat bakteri endofit akar dan rizosfer yang memiliki daya hambat serta yang pertumbuhannya paling cepat. Bakteri ditumbuhkan pada media yang berbeda menggunakan metode gores kuadran. Karakterisasi morfologi koloni bakteri menggunakan 4 media yaitu media SPA untuk bakteri endofit akar, bakteri rizosfer tahan panas ditumbuhkan pada media TSA, bakteri fluorescence pada media King’s B, dan bakteri kitinolitik pada media yang mengandung kitin. Isolat bakteri rizosfer kelompok fluorescence yaitu RFA 2.1 ditumbuhkan pada media Kings’B, sedangkan bakteri rizosfer kelompok kitinolitik (RKT 1) ditumbuhkan pada media yang mengandung kitin. Media diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu ruang, kemudian diamati ciri morfologi koloni masing-masing bakteri menurut Hadioetomo (1993).

Uji Reaksi Gram dengan KOH 3%

Uji Gram merupakan pengujian yang digunakan untuk mengklasifikasi bakteri ke dalam dua kelompok besar yaitu bakteri Gram positif dan negatif. Prosedur pengujian dilakukan dengan cara mengambil satu ose isolat bakteri secara steril dan diletakkan di atas kaca objek yang telah diberi 1-2 tetes larutan kalium hidroksida (KOH) 3%. Massa bakteri dicampur dan diamati perubahan yang terjadi yaitu apabila terbentuk lendir menunjukkan bakteri tersebut bersifat Gram negatif, sebaliknya massa bakteri yang tidak membentuk lendir menunjukkan bakteri bersifat Gram positif.

Uji Fluorescence

Uji fluorescence dilakukan untuk mengelompokkan bakteri kedalam kelompok bakteri fluorescence dan non fluorescence. Isolat bakteri digores secara

steril pada permukaan media King’s B dan diinkubasi selama 24-48 jam pada

suhu ruang. Media yang telah diinkubasi kemudian diamati dengan cara diletakkan di bawah lampu (sinar) UV untuk melihat pendaran yang muncul dari bakteri. Isolat bakteri yang berpendar di bawah sinar UV menunjukkan bakteri tersebut merupakan bakteri kelompok fluorescence, sedangkan bakteri yang tidak berpendar menunjukkan bakteri merupakan kelompok non fluorescence.

Identifikasi Bakteri Bermanfaat secara Molekuler

Identifikasi bakteri secara molekular dilakukan pada isolat yang memiliki kemampuan dalam menekan penyakit darah secara in planta. Ekstraksi dan pemurnian DNA bakteri endofit dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit

(Geneaid). DNA hasil isolasi selanjutnya diamplifikasi menggunakan primer 63f

(33)

17

GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et al. 1998). PCR akan dilakukan pada total volume 25 µl dengan komposisi LA Taq polymerase 0.25 µl, larutan penyangga (GC buffer) 12,5 µl, dNTP 8 µl, primer masing-masing 1 µl dan DNA cetakan sebanyak 5 µl serta ditambahkan ddH2O hingga volume akhir 25 µl. Amplifikasi PCR dilakukan untuk 30 siklus yang meliputi tahap pradenaturasi pada suhu 94 oC selama 2 menit, denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik, annealing pada suhu 55 oC selama 30 detik, elongasi pada suhu 72 oC selama 1 menit, dan post PCR pada suhu 72 oC selama 7 menit. Hasil amplifikasi dapat diketahui dengan elektroforesis pada gel agarosa 1% selama 45 menit pada 70 volt/cm dengan TAE buffer 1 kali. Produk PCR selanjutnya dipurifikasi dengan menggunakan Wizard® SV Gel & PCR Clean-up System (Promega, USA). Data sekuen gen 16S-rRNA yang diperoleh kemudian dimasukan dalam program Blast N (http:www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk dilihat kemiripannya dengan sekuen gen bakteri lain yang ada pada GenBank.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi Penelitian

Sampel tanah perakaran dan akar tanaman pisang tongkat langit diambil dari dua Kecamatan di pulau Ambon yaitu Kecamatan Nusaniwe (Desa Seilale, Dusun Siwang, dan Dusun Tuni), dan Kecamatan Leihitu Barat (Desa Alang). Pemilihan lokasi pengambilan sampel berdasarkan perbedaan letak ketinggian dan di lokasi tersebut juga ditemukan adanya pisang tongkat langit.

Desa Seilale terletak di wilayah Kecamatan Nusaniwe dengan ketinggian 94 m di atas permukaan laut (dpl). Sampel diambil pada tempat yang lebih rendah yaitu dekat dengan daerah pantai. Pada lokasi ini, tanaman pisang ditanam secara berjauhan dan ada campuran dengan tanaman lain seperti kelapa, durian, sukun dan tanaman lainnya.

Dusun Siwang terletak disebelah utara pulau Ambon di wilayah Kecamatan Nusaniwa. Dusun ini terletak pada ketinggian 115 m dpl dan merupakan lokasi yang letaknya paling tinggi dibandingkan lokasi atau desa lainnya. Sampel diperoleh dari tanaman pisang tongkat langit yang ditanam di sekitar pekarangan rumah warga. Pisang ini ditanam secara berderet dengan jarak sekitar 1 m antara satu tanaman dengan tanaman lainnya. Pada lokasi ini juga ditemukan tanaman lain, namun ditanam pada deretan yang berbeda dengan pisang tongkat langit. Dusun Tuni juga terletak pada dataran tinggi dengan ketinggian 115 m dpl. Tanaman pisang tongkat langit diambil di daerah hutan dan dimana juga ditemukan tanaman jenis lainnya yang semuanya tumbuh bercampur.

(34)

18

Jenis tanah pada Desa Alang baik Alang 1 maupun Alang 2 yaitu jenis sorbitol yang berwarna merah.

Isolat Bakteri dari Pisang Tongkat Langit

Kelimpahan Bakteri Endofit Akar

Hasil isolasi bakteri endofit dari akar tanaman pisang tongkat langit diperoleh jumlah koloni yang berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Bakteri endofit yang diisolasi dari akar tanaman pisang tongkat tangit seluruhnya berjumlah 102 isolat berdasarkan perbedaan ciri morfologi koloni seperti bentuk, warna, dan tepian. Kelimpahan bakteri endofit akar juga berbeda-beda di setiap lokasi yaitu berkisar antara 4.05 x 104 cfu/g akar sampai 1.18 x 105 cfu/g akar. Kelimpahan dan keragaman bakteri endofit akar di sajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kelimpahan dan keragaman bakteri endofit akar asal tanaman pisang

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah isolat bakteri endofit paling banyak ditemukan pada Dusun Siwang yaitu 27 isolat, kemudian berturut-turut Desa Seilale 21 isolat, Dusun Tuni 22 isolat, Desa Alang 2 yaitu 20 isolat, dan Desa Alang 1 sebanyak 12 isolat. Banyaknya isolat bakteri endofit akar yang diperoleh menunjukkan bahwa keberadaan bakteri endofit di alam juga berlimpah.

Hasil isolasi bakteri endofit akar juga memperlihatkan bahwa kelimpahan bakteri endofit akar yang paling tinggi ditemukan pada Dusun Siwang yaitu 1.18 x 105 cfu/g akar dan yang paling rendah ditemukan di Desa Alang 1 yaitu

4.05 x 104 cfu/g akar. Dari data ini terlihat bahwa kelimpahan bakteri endofit akar pada semua lokasi berada pada kisaran 104 - 105 cfu/g akar. Menurut Bacon dan Hinton (2007), populasi endofit pada suatu tanaman bergantung pada suhu pertumbuhan tanaman, genetika inang, kehadiran pesaing seperti epifit, perubahan kimia pada inang, kekeringan, panas, dan salinitas tanah.

Kepadatan populasi bakteri endofit pada bagian akar adalah 105 cfu/g dan

lebih tinggi dibandingkan dengan organ lainnya misalnya pada batang yaitu 104 cfu/g, dan daun sekitar 103 cfu/g (Hallmann dan Berg 2006; Rosenblueth et al.

(35)

19

Bakteri endofit dapat ditemukan hampir pada semua tanaman dan dideteksi berada dalam jaringan tanaman yang sehat baik itu pada bagian akar, batang, bunga, dan kotiledon. Keberadaan bakteri endofit di dalam jaringan tanaman juga dipengaruhi oleh kemampuan bakteri tersebut untuk masuk dan menginfeksi jaringan tanaman. Bakteri endofit masuk ke dalam jaringan akar secara pasif yaitu melalui lubang alami yang ada pada akar lateral atau melalui luka bahkan sampai ke jaringan sistemik pada akar. Jaringan akar juga merupakan situs utama infeksi bakteri endofit, sehingga kelimpahannya paling tinggi di dalam jaringan akar dibandingkan dengan jaringan lainnya (Schulz dan Boyle 2006).

Bakteri endofit mendapat nutrisi selama berada dalam jaringan tanaman. Kim et al. (2011), menyatakan bahwa bakteri endofit dapat memanipulasi tanaman dalam mengalihkan aliran nutrisi (misalnya hasil fotosintesis seperti sukrosa, fruktosa, dan glukosa) menuju tempat kolonisasi bakteri. Secara umum, tingkat keanekaragaman bakteri endofit pada suatu tanaman terutama juga dapat ditentukan oleh berbagai macam faktor seperti faktor biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berperan adalah umur tanaman, tipe jaringan tanaman, kemampuan enzimatis yang dimiliki oleh setiap jenis bakteri, maupun struktur morfologi dan komposisi kimiawi tanaman. Faktor abiotik yang mempengaruhi kolonisasi bakteri endofit adalah tingginya penggunaan pupuk kimia dalam tanah yang dapat mengakibatkan kelimpahan populasi dan keanekaragaman bakteri endofit diazotrof (penambat nitrogen) yang mengolonisasi jaringan menurun (Roesch et al. 2006).

Kelimpahan Bakteri Rizosfer

Dari sampel tanah rizosfer tanaman pisang tongkat langit yang diambil dari empat lokasi yaitu Dusun Siwang, Dusun Tuni, Desa Alang, dan Desa Seilale diperoleh jumlah koloni yang bervariasi antar lokasi. Bakteri rizosfer yang diperoleh adalah sebanyak 150 isolat bakteri yang terbagi atas kelompok bakteri tahan panas sebanyak 74 isolat, kelompok bakteri fluorescence sebanyak 54 isolat, dan bakteri kitinolitik sebanyak 22 isolat. Jumlah jenis isolat dari masing-masing kelompok bakteri rizosfer ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Jumlah jenis isolat bakteri rizosfer pada lokasi pengambilan sampel 0

Siwang Seilale Alang 1 Alang 2 Tuni

Gambar

Gambar 1  Pisang Tongkat Langit (M. troglodytarum L.) dengan buah berbentuk   silinder; a: buah belum masak (buah muda), b: buah masak
Gambar 2  Gejala penyakit darah pada pisang; a dan b: daun, c: buah
Gambar  3  Uji antibiosis secara in vitro
Tabel 1  Kelimpahan dan keragaman bakteri endofit akar asal tanaman pisang      Tongkat Langit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan isolat-isolat bakteri endofit yang potensial dalam mengendalikan penyakit layu bakteri pada tanaman jahe yang disebabkan oleh bakteri

Perbedaan pengaruh metode inokulasi BDB terhadap kemampuan antagonis bakteri endofit terjadi karena metode inokulasi BDB pada tanaman pisang mempengaruhi fase patogenesis

Satu isolat bakteri yang menghasilkan zone hambatan paling besar dan satu isolat bakteri yang paling tinggi kemampuannya menekan populasi BDB dalam media cair

jamur uji terdiri dari dua isolat bakteri endofit asal akar dan rebung dan satu isolat bakteri rizosfer Bambu Paring ( Bambusa arundinacea ), dua isolat bakteri

Gejala penyakit darah diamati pada semua tandan pisang yang diinokulasi melalui bunga, baik pada perlakuan bakteri endofit maupun tanaman kontrol (Gambar 2). Hal ini

Perbedaan pengaruh metode inokulasi BDB terhadap kemampuan antagonis bakteri endofit terjadi karena metode inokulasi BDB pada tanaman pisang mempengaruhi fase patogenesis

Kemampuan isolat bakteri endofit untuk mengendalikan penyakit pustul bakteri diduga berkaitan dengan aktivitas induce systemic resistance (ISR) atau menginduksi ketahanan

Judul : Potensi Bakteri Endofit Asal Akar Tanaman Nilam untuk Mengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Tembakau.. Nama :