• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Kawin Kumbang Cylas formicarius (Fabr.) terhadap Feromon Seks Sintetik pada Tanaman Ubi Jalar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Kawin Kumbang Cylas formicarius (Fabr.) terhadap Feromon Seks Sintetik pada Tanaman Ubi Jalar"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KAWIN KUMBANG Cylas formicarius (Fabr.)

TERHADAP FEROMON SEKS SINTETIK

PADA TANAMAN UBI JALAR

MUHAMMAD RIZKI FAISAL

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Kawin Kumbang Cylas formicarius (Fabr.) terhadap Feromon Seks Sintetik pada Tanaman Ubi Jalar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Muhammad Rizki Faisal

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD RIZKI FAISAL. Perilaku Kawin Kumbang Cylas formicarius

(Fabr.) terhadap Feromon Seks Sintetik pada Tanaman Ubi Jalar. Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan I MADE SAMUDRA.

Kumbang Cylas formicarius (Fabr.) merupakan serangga penginfestasi ubi jalar. Feromon seks dilepaskan oleh C. formicarius betina yang berfungsi menarik jantan untuk kawin. Senyawa (Z)-3-dodecen-1-ol (E)-2-butenoat berhasil disintesis sebagai feromon seks analog feromon C. formicarius. Penelitian ini bertujuan menguji beberapa aspek perilaku C. formicarius jantan, yaitu (1) daya tarik terhadap berbagai konsentrasi feromon sintetik, (2) respon terbang terhadap berbagai ketinggian perangkap berferomon sintetik, dan (3) respon terhadap feromon sintetik selama 24 jam. Penelitian berlangsung pada bulan Januari-Mei 2013. Uji perilaku C. formicarius jantan menggunakan metode perangkap air berferomon, dan pengamatan perilaku kawin C. formicarius menggunakan

handycam. Konsentrasi feromon sintetik yang optimal menarik jantan pada kisaran 250-1000 µg/karet septa. Ketinggian terbang C. formicarius jantan merespon feromon sintetik paling optimal pada ketinggian 25-50 cm. Waktu C. formicarius jantan merespon feromon sintetik paling banyak pada periode setelah pukul 18.00-sebelum pukul 20.00, sedangkan aktivitas kawin C. formicarius

mulai terjadi pada pukul 18.29. Informasi terkait perilaku seksual C. formicarius

dapat digunakan dalam pengendalian populasi C. formicarius.

Kata kunci: Cylas formicarius, feromon sintetik, Ipomoea batatas, perilaku kawin, respon terbang.

ABSTRACT

MUHAMMAD RIZKI FAISAL. Mating Behaviour of Cylas formicarius (Fabr.) Weevil on Attracting Against Synthetic Sex Pheromone in Sweet Potato Crop. Supervised by RIKA RAFFIUDIN and I MADE SAMUDRA.

Cylas formicarius (Fabr.) is weevil that infest sweet potato. Female C. formicarius release sex pheromone to attracted the male for mating. Synthetic pheromone of female C. formicarius is determined as (Z)-3-dodecen-1-ol(E)-2-butenoat. This research were aimed to explore several aspects of male C. formicarius behaviour such as (1) attraction to several concentrations of synthetic pheromone (2) flight response to pheromone trap in several height trap position and, (3) time response within 24 hours to sex pheromone trap. This research was conducted from Januari-Mei 2013. Behavioural test of male C. formicarius were carried out using pheromone water trap method and observation mating behaviour of C. formicarius were recorded using handycam. The highest number of weevil collected was trap by 250-1000 µg/rubber septa. The optimum of flight response was at 25-50 cm from ground level. The peak of C. formicarius to response synthetic pheromone between 18.00–20.00 and mating activity of C. formicarius

observed at 18.29. This mating behaviour information can be used to control its population.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

PERILAKU KAWIN KUMBANG Cylas formicarius (Fabr.)

TERHADAP FEROMON SEKS SINTETIK

PADA TANAMAN UBI JALAR

MUHAMMAD RIZKI FAISAL

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Perilaku Kawin Kumbang Cylas formicarius (Fabr.) terhadap Feromon Seks Sintetik pada Tanaman Ubi Jalar

Nama : Muhammad Rizki Faisal NIM : G34090016

Disetujui oleh

Dr Ir Rika Raffiudin, Msi Pembimbing I

Dr Ir I Made Samudra, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana MSi Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Perilaku Kawin Kumbang Cylas formicarius (Fabr.) terhadap Feromon Seks Sintetik pada Tanaman Ubi Jalar yang dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2013. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Rika Raffiudin, MSi dan Bapak Dr Ir I Made Samudra, MSc selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Suwito, Bapak Jusuf dan Ibu Jaenab Hafsah (staf Balai Besar Bioteknologi dan Pengembangan Sumberdaya Genetik Pertanian) yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik atas doa dan kasih sayangnya, Kania Dewi Rahayu, Putera Kenanga (Echa, Andi, Mario, Kiki), Biologi 46, Keluarga Kecil dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan seluruhnya atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Hasil 5

Pembahasan 8

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

(11)

DAFTAR TABEL

1. Rerata Jantan yang terperangkap ke dalam perangkap berferomon

terhadap konsentrasi feromon berbeda 6

2. Rerata kumbang C. formicarius jantan yang terperangkap dalam

perangkap berferomon 7

DAFTAR GAMBAR

1. Perangkap berferomon 3

2. Skema rotasi posisi perangkap di lahan percobaan 3 3. Lahan percobaan respon terbang dan waktu aktif seksual kumbang C.

formicarius (a) Posisi perangkap air berferomon di lahan percobaan pada ketinggian 50 cm, (b) kebun ubi lokasi pengamatan waktu aktif

seksual kumbang C. formicarius 4

4. Tempat pemeliharaan kumbang C. formicarius berisi umbi ubihjalar yang terserang kumbang C. formicarius 5

5. Kumbang C. formicarius jantan 6

6. Rerata jumlah kumbang C. formicarius jantan yang masuk pada

interval 24 jam 7

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kumbang Cylas formicarius (Fabr.) (Coleoptera: Brentidae) menginfestasi ubi jalar baik di lapangan maupun di tempat penyimpanan. Ubi jalar yang digerek oleh kumbang C. formicarius akan berongga dan menimbulkan rasa pahit akibat senyawa terpen yang dihasilkan oleh kumbang ini (Sato et al. kedua 2-21 hari, dan instar ketiga 35-56 hari. Larva instar akhir membentuk pupa pada umbi atau batang dengan lama masa pupa berkisar antara 7-10 hari, namun pada musim dingin mencapai 28 hari. Pupa berkembang menjadi imago dengan bentuk menyerupai semut dan warna hijau metalik dengan kepala dan elitra berwarna biru, sedangkan toraks dan tungkai berwarna merah. Siklus hidup kumbang selama 3 bulan pada suhu 30oC pada kondisi tersedia makanan dan 8 hari tanpa tersedia makanan (Capinera 1998).

Tanaman inang kumbang C. formicarius adalah famili Convolvulaceae, terutama genus Ipomoea. Ubi jalar adalah inang yang paling sesuai, diikuti oleh

Ipomoea aquatica (bayam air), kangkung liar (I. pescapreae dan I. panduratea) (Capinera 1998), I. hederifolia juga merupakan inang liar yang cocok (Jansson et al. 1989).

Populasi kumbang C. formicarius dapat dikendalikan melalui pendekatan biologi menggunakan feromon sintetik (Nonci 2005). Kumbang C. formicarius

betina menghasilkan feromon yang berfungsi menarik serangga jantan untuk datang dan terjadi kopulasi (Coffelt et al. 1978). Feromon seks yang dihasilkan oleh kumbang C. formicarius betina berhasil diidentifikasi dan disintetis sebagai senyawa (Z)-3-dodecen-1-ol (E)-2-butenoat (Heath et al. 1986).

Uji konsentrasi feromon yang telah dilakukan di empat Desa Jawa Tengah dan Jawa Timur (Ngargoyoso, Turi, Kradenan, dan Bendunganjati) menghasilkan konsentrasi 100 µg menjadi konsentrasi dengan daya tarik tertinggi terhadap kumbang C. formicarius jantan (Braun dan de Fliert 1999). Penelitian di Kagoshima, Jepang pada bulan Agustus 1989 memperlihatkan kemampuan terbang kumbang C. formicarius jantan lebih banyak di ketinggian 50 cm dari lima perangkap yang dipasang pada ketinggian 50, 100, 150, 200, dan 250 cm. Kumbang C. formicarius jantan merespon feromon sintetik pada pukul 23.00 dalam interval pengamatan 4 jam selama 24 jam (Sugimoto et al. 1994).

(13)

2

didapatkan adalah pengendalian kerusakan yang ditimbulkan oleh kumbang C. formicarius dapat ditekan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menguji beberapa aspek perilaku kumbang C. formicarius jantan yaitu:

(1) daya tarik kumbang C. formicarius jantan terhadap berbagai konsentrasi feromon sintetik,

(2) respon terbang kumbang C. formicarius jantan terhadap perangkap berferomon sintetik pada variasi ketinggian 0-100 cm dari permukaan tanah, (3) respon kumbang terhadap feromon sintetik selama 24 jam.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat dalam menghimpun informasi mengenai daya tarik kumbang C. formicarius jantan, respon terbang, dan waktu aktif seksual kumbang C. formicarius jantan terhadap feromon sintetik. Dengan diketahuinya beberapa aspek perilaku tersebut maka pengendalian populasi kumbang C. formicarius dapat diprogramkan dan dilaksanakan dengan baik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan April 2013 di Kebun Percobaan BB Biogen Pacet Cianjur (06o45.117’LS 107o02.775’BT) dan Lahan Petani Ubi Desa Bojong Kecamatan Kemang Bogor (06o32.179’LS 106o44.801’BT). Analisis data dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor.

Metode

Uji Daya Tarik Kumbang C. formicarius Jantan terhadap Konsentrasi Feromon Sintetik

Berbagai konsentrasi feromon digunakan untuk menguji daya tarik C. formicarius. Metode yang digunakan adalah perangkap air berferomon. Perangkap yang digunakan berupa toples bervolume 2,5 dm3 yang dilubangi bagian sampingnya sebesar 10x1 cm. Feromon sintetik diresapkan ke dalam karet septa, kemudian dikaitkan menggunakan kawat pada bagian dalam toples (Gambar 1). Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan BB Biogen Pacet, Cianjur seluas 2000 m2.

(14)

3 dirotasi searah jarum jam karena ada kemungkinan populasi C. formicarius tidak merata (Gambar 2).

Gambar 2 Skema rotasi posisi perangkap di lahan percobaan.

Serangga jantan yang telah dikoleksi dihitung jumlahnya. Konsentrasi feromon yang memiliki daya tarik terhadap C. formicarius jantan tertinggi akan dipilih untuk uji perilaku kawin dan kemampuan terbang C. formicarius. Selain itu, dilakukan juga pengukuran faktor lingkungan yang meliputi suhu udara, kelembapan udara, dan kecepatan angin.

Uji Respon Kumbang C. formicarius Jantan Terhadap Berbagai Ketinggian Perangkap

Uji ini dilakukan untuk menguji respon C. formicarius jantan dalam merespon feromon sintetik dengan menggunakan metode perangkap air berferomon pada berbagai ketinggian dari permukaan tanah. Uji ini dilakukan di Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor menggunakan tiga blok lahan pertanian ubi jalar seluas 10.000 m2. Konsentrasi feromon yang digunakan

(15)

4

adalah 1000 µg/karet septa. Variasi ketinggian perangkap yang digunakan untuk uji ini adalah 0 , 25, 50, 75, dan 100 cm di atas permukaan tanah (Gambar 3a), dengan tiga kali ulangan setiap masing-masing ketinggian perangkap. Jumlah jantan yang masuk ke dalam perangkap dihitung. Setiap satu minggu satu kali posisi perangkap dirotasi di lahan percobaan karena ada kemungkinan sebaran populasi C. formicarius di lahan tersebut tidak merata, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. Koleksi C. formicarius dilakukan dalam interval waktu dua kali dalam satu minggu (Kamis dan Minggu) selama satu bulan (April-Mei 2013) sehingga dilakukan delapan kali koleksi. Pengukuran faktor lingkungan yang meliputi suhu dan kelembapan udara juga dilakukan seperti percobaan uji daya tarik kumbang C. formicarius terhadap feromon sintetik.

Uji Waktu Aktif Seksual Kumbang C. formicarius Jantan

Koleksi C. formicarius jantan untuk melihat waktu aktifnya dalam merespon feromon analog betina dilakukan di Lahan Petani Ubi di Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (Gambar 3b) sebanyak tiga kali pada tanggal 22 Maret, 29 Maret dan 12 April 2013. Tahapan ini menggunakan metode perangkap air berferomon. Konsentrasi feromon yang digunakan adalah 1000 µg/karet septa dengan menggunakan 15 ulangan yang tersebar di tiga blok lahan pertanian ubi yang berbeda seluas 7500 m2. Perangkap dipasang pada pukul 09.00 dan koleksi dilakukan setiap jam selama 24 jam. Serangga jantan yang dikoleksi dicatat jumlahnya. Disamping itu dilakukan juga pengukuran faktor lingkungan yang meliputi suhu udara dan kelembapan udara.

(a) (b)

Gambar 3 Lahan percobaan uji perilaku kumbang C. formicarius (a) Posisi perangkap air berferomon di lahan percobaan pada ketinggian 50 cm, (b) kebun ubi lokasi pengamatan waktu aktif seksual kumbang C. formicarius

Pemeliharaan Kumbang C. formicarius

Pemeliharaan kumbang C. formicarius (Gambar 4) dilakukan di Rumah Kaca Cikeumeuh BB Biogen dengan mengoleksi umbi ubi jalar yang terserang C. formicarius di lapang. Ubi tersebut kemudian disimpan di tempat penyimpanan berupa toples bervolume 10 dm3 yang bentuknya telah dimodifikasi. Umbi ubi jalar yang terserang C. formicarius ini memiliki rongga pada permukaan kulitnya.

(16)

5

Gambar 4 Tempat pemeliharaan kumbang C. formicarius berisi umbi ubihjalar yang terserang kumbang C. formicarius.

Pengamatan Perilaku Kawin C. formicarius

Kumbang C. formicarius hasil pemeliharaan di tempat pemeliharaan dimasukkan sebanyak 5 jantan dan 5 betina ke dalam cup plastik transparan berukuran 400 ml. Sebagai stimulus bagi populasi imago dimasukkan beberapa daun ubi jalar untuk tempat kawin dan satu potong ubi jalar sebagai makanan C. formicarius. Pengamatan perilaku kawin dilakukan melalui perekaman menggunakan handycam Sony Digital HDD DCRSR880 untuk melihat perilaku

pre mating, mating, dan post mating dari kumbang C. formicarius. Pengamatan dimulai pada waktu puncak berdasarkan uji waktu aktif seksual kumbang C. formicarius. Jarak antara handycam dengan cup adalah 50 cm.

Analisis Data

Analisis data dilakukan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) melalui program SAS 9.1.3 dengan uji lanjut menggunakan uji Beda Nyata Terkecil Duncan pada taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Uji Daya Tarik Kumbang C. formicarius Jantan terhadap Konsentrasi Feromon Sintetik

Konsentrasi feromon yang diuji terdiri dari lima konsentrasi yang berbeda yaitu 0, 100, 250, 500, dan 1000 µg. Uji ini menggunakan feromon sintetik (Z)-3-dodecen-1-ol (E)-2-butenoat yang tergolong gugus alkohol yang sifatnya non polar (tidak larut dalam air). Rata-rata suhu adalah 20,11oC, kecepatan angin rata-rata 1,38 km/jam, dan kelembapan rata-rata-rata-rata 69,03% selama koleksi berlangsung pada bulan Januari-Februari 2013.

Konsentrasi 0 µg memperlihatkan jumlah kumbang C. formicarius jantan (Gambar 5) yang masuk ke dalam perangkap paling sedikit dibanding keempat konsentrasi lainnya pada koleksi 1 hingga 8 (Tabel 1). Kumbang C. formicarius

(17)

6

dengan rerata 169,5; 200,5; 95,3; dan 50,5 individu pada koleksi 2, 3, 5, dan 6. Hal ini dapat terjadi karena populasi kumbang C. formicarius jantan pada titik tempat dipasangnya perangkap dengan konsentrasi 250 µg/karet septa lebih banyak dibanding titik-titik lainnya di lahan percobaan tersebut. Kelima konsentrasi memperlihatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan (p < 0,05) pada koleksi 1 hingga 8. Konsentrasi feromon sintetik yang optimal dalam menarik kumbang C. formicarius jantan terdapat pada kisaran 250-1000 µg/karet septa. Namun secara keseluruhan konsentrasi 1000 µg/karet septa memiliki daya tarik kumbang C.formicarius jantan tertinggi selama koleksi berlangsung.

Tabel 1 Rerata Jantan yang terperangkap ke dalam perangkap berferomon dengan konsentrasi feromon berbeda

250 1449,0a 169,5a 200,5a 30,0a 95,3a 50,5a 82,8a 11,0ab

500 1334,0a 133,0a 96,5a 57,3a 38,3a 22,0a 77,3a 21,3ab

1000

Keterangan: Nilai dari tiap koleksi untuk masing-masing konsentrasi merupakan rerata dari empat ulangan. Nilai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji Beda Nyata Terkecil Duncan pada α = 0,05.

Gambar 5 Kumbang C. formicarius jantan

Uji Respon Kumbang C. formicarius Jantan Terhadap Berbagai Ketinggian Perangkap

Kumbang C. formicarius jantan perlu berpindah tempat dalam merespon feromon seks yang dikeluarkan hingga menemukan kumbang C. formicarius

betina, diantaranya dengan terbang. Kemampuan terbang kumbang C. formicarius

jantan dapat dibedakan habitat ketinggiannya melalui pemasangan perangkap pada lima ketinggian yang berbeda yaitu 0, 25, 50, 75, dan 100 cm. Suhu rata-rata 26,13oC dan kelembapan rata-rata 74,78 % selama bulan April hingga Mei 2013.

Kumbang C. formicarius jantan paling banyak masuk ke dalam perangkap dengan ketinggian 25 cm dengan rerata 213,0; 403,3; 217,3; 211,0; 401,7; 168,0; 134,3; dan 111,0 individu (Tabel 2). Kelima perlakuan ketinggian perangkap memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata (p > 0,05) pada koleksi 1 hingga 5.

Abdomen Tungkai Kepala

Antena

(18)

7 Tiap perlakuan ketinggian perangkap terlihat berbeda nyata (p < 0,05) pada koleksi 6 hingga 8. Secara umum jumlah kumbang C. formicarius jantan yang terperangkap pada ketinggian perangkap 0, 25, 50, dan 75 cm tidak berbeda nyata. Berdasarkan hasil koleksi 1 hingga 8, ketinggian perangkap 25-50 cm menjadi ketinggian yang paling optimal dimasuki oleh kumbang C. formicarius jantan. Tabel 2 Rerata kumbang C. formicarius jantan yang terperangkap dalam

perangkap berferomon

Ketinggian (cm)

Koleksi

1 2 3 4 5 6 7 8

0 71,3a 179,3ab 153,0a 147,3ab 135,3ab 114,0ab 101,0a 85,7ab

25 213,0a 403,3a 217,3a 211,0a 401,7a 168,0a 134,3a 111,0a

50 122,7a 203,7ab 197,0a 120,7ab 205,7ab 149,3ab 119,0a 94,3a

75 158,3a 229,0ab 113,7a 86,0ab 74,3ab 65,0bc 57,0b 43,3b

Keterangan: Nilai dari tiap koleksi untuk masing-masing konsentrasi merupakan rerata dari tiga ulangan. Nilai dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

menurut uji Beda Nyata Terkecil Duncan pada α = 0,05.

Uji Waktu Aktif Seksual Kumbang Jantan

Kumbang C. formicarius jantan memiliki perilaku respon terhadap feromon pada waktu tertentu karena kumbang C. formicarius betina pun melepaskan feromon hanya pada periode tertentu saja. Suhu rata-rata pada uji waktu aktif kumbang C. formicarius jantan pada siang hari 34,2oC dan malam 27,6oC, kelembapan rata-rata siang 69,33% dan malam 81,67%. Uji ini dilakukan untuk melihat waktu aktif seksual kumbang C. formicarius jantan dalam merespon feromon sintetik. Waktu yang menunjukkan jumlah kumbang C. formicarius jantan banyak terperangkap mengindikasikan bahwa pada waktu tersebutlah kumbang ini merespon feromon seks yang dilepaskan oleh betinanya.

Gambar 6 Rerata jumlah kumbang C. formicarius jantan yang masuk pada interval 24 jam

Keterangan: Nilai yang disajikan pada diagram batang tersebut merupakan rerata dari tiga kali pengambilan data dengan menggunakan 15 ulangan.

(19)

8

Rerata jumlah jantan yang terperangkap pada tiga kali pengambilan data (Gambar 6) menunjukkan koleksi paling banyak pada pukul 19.00 dengan jumlah rerata 511 yang tidak berbeda nyata (p < 0,05) dengan jumlah jantan pada koleksi pukul 20.00 dengan rerata 481,33. Hasil ini memperlihatkan bahwa kumbang C. formicarius jantan aktif dalam merespon feromon seks betina setelah pukul 18.00 sampai sebelum pukul 20.00. Respon kumbang C. formicarius jantan juga terjadi diluar jam tersebut namun sangat rendah. Respon diluar jam sebelum pukul 18.00 dan setelah pukul 20.00 karena feromon sintetik dilepaskan sepanjang hari dari karet septa.

Pengamatan Perilaku Kawin C. formicarius

Berdasarkan perekaman video terlihat bahwa kumbang C. formicarius

mulai melakukan kawin pada pukul 18.29 WIB. Perilaku kumbang C. formicarius

yang teramati dapat dibedakan menjadi pre mating, mating, dan post mating

(Gambar 7). Aktitas pre mating teramati dengan kumbang C. formicarius jantan yang mencari kumbang C. formicarius betina yang teramati selama 15 detik. Kumbang jantan tersebut menaiki tubuh kumbang betina setelah bertemu dan terjadilah mating yang teramati selama 15 detik, setelah 3 detik kumbang jantan meninggalkan kumbang betina (post mating).

(1) (2)

(3)

Gambar 7 Perilaku kawin kumbang C. formicarius (1) pre mating selama 15 detik, (2) mating selama 7 detik, dan (3) post mating selama 3 detik.

Pembahasan

Daya Tarik Kumbang C. formicarius Jantan terhadap Feromon Seks Sintetik Secara umum konsentrasi feromon sintetik yang optimal menarik kumbang C. formicarius jantan pada kisaran 250-1000 µg/karet septa. Jumlah kumbang C. formicarius jantan paling banyak masuk ke dalam perangkap dengan konsentrasi 1000 µg per karet septa selama koleksi berlangsung. Jumlah kumbang

(20)

9 terperangkap pada koleksi pertama di lahan percobaan tersebut. Disamping itu kumbang C. fomicarius belum membentuk siklus baru yang membentuk stadium imago. Waktu hidup kumbang C. formicarius mulai dari stadium telur, larva, pupa, dan imago yaitu dua hingga tiga bulan (Kalshoven 1981). Penggantian karet berferomon yang baru setelah koleksi kelima tidak menyebabkan respon kumbang

C. formicarius yang optimal.

Jumlah kumbang C. formicarius jantan yang tertangkap selama pengujian berlangsung sebanyak 31.410 individu. Tingginya jumlah jantan yang tertangkap berdampak pada makin rendah jumlah kumbang C. formicarius betina yang kawin sehingga jumlah kumbang C. formicarius di generasi berikutnya akan menurun. Kumbang C. formicarius betina memiliki kemampan menghasilkan telur (tingkat fekunditas) mencapai 200 telur selama hidupnya (Kalshoven 1981).

Penggunaan 1 mg feromon seks sintetik dapat memerangkap 65.214 kumbang C. formicarius jantan dalam periode pengujian Desember 1989-Agustus 1990 di Okinawa Jepang (Yasuda 1995). Eradikasi C. formicarius menggunakan konsentrasi feromon sintetik 100 µg berhasil menurunkan populasinya dengan cepat di Kochi, Jepang selama November 1995 hingga Desember 1996. Kumbang

C. formicarius jantan yang terperangkap paling sedikit 10 ekor pada tiap perangkap sejak November 1996 (Komi 2000). Pengujian konsentrasi feromon sintetik telah dilakukan dengan dosis 10, 50, dan 100 µg pada tahun 1995 di empat desa di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Desa Bendunganjati, Turi, Ngargoyoso, dan Kradenan). Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa konsentrasi 100 µg merupakan konsentrasi yang paling optimal menarik kumbang

C. formicarius jantan (Braun dan de Fliert 1999). Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Daya tarik kumbang C. formicarius jantan paling tinggi ada pada konsentrasi tertinggi yaitu 1000 µg.

Pengukuran arah mata angin tidak dilakukan pada penelitian ini. Respon kumbang C. formicarius jantan yang masuk ke dalam perangkap sangat ditentukan oleh angin yang meliputi arah angin, kecepatan angin, dan kontinuitas arah angin. Hal ini karena feromon sintetik merupakan senyawa volatil yang mudah menguap. Ketika diujikan pemasangan perangkap berferomon di Kagoshima pada tahun 1994, angin bertiup ke arah tenggara dan kumbang C. formicarius jantan (telah ditandai dengan pewarna) yang masuk ke perangkap banyak dari arah tenggara (Sugimoto et al. 1994).

Keberadaan populasi kumbang C. formicarius ditentukan oleh musim. Populasi kumbang C. formicarius lebih rendah pada musim hujan dibanding pada musim kemarau. Hal ini terjadi karena kondisi tanah merekah sehingga memudahkan kumbang C. formicarius menjangkau umbi ubi jalar ketika musim kemarau. Respon kumbang C. formicarius jantan terhadap feromon sintetik paling banyak selama musim kemarau pada pengujian tahun 1994-1995 di empat Desa Jawa Tengah dan Jawa Timur (Braun dan de Fliert 1999).

Respon Terbang Kumbang C. formicarius Jantan

(21)

10

dilaporkan lebih banyak terperangkap pada ketinggian perangkap 50 cm dibanding ketinggian perangkap lain pada 100, 150, 200, dan 250 cm di Pulau Amami-Ohshima, Jepang pada tahun 1989 (Sugimoto et al. 1994).

Hasil penelitian Sugimoto et al. (1994) berbeda apabila dibandingkan dengan penelitian ini. Hal tersebut terjadi karena kondisi pertanaman ubi antara di Jepang dengan Indonesia berbeda. Selain itu juga berhubungan dengan ketinggian terbang kumbang C. formicarius jantan. Kumbang C. formicarius jantan dalam merespon feromon yang dilepaskan oleh betina tidak perlu terbang tinggi pada kondisi lahan pertanian ubi yang rapat. Jumlah kumbang C. formicarius jantan yang terperangkap pada ketinggian perangkap tertentu berhubungan dengan perilaku terbang kumbang C. formicarius jantan dalam merespon feromon yang dilepaskan. Aktivitas terbang kumbang C. formicarius jantan berhubungan dengan usia fase dewasanya, perkawinan, dan pencarian makan (Moriya dan Miyatake 2001).

Waktu Aktif Seksual dan Perilaku Kawin Kumbang Cylas formicarius

Kumbang C. formicarius jantan memiliki periode tertentu untuk merespon feromon seks yang dilepaskan. Pada pengujian ini waktu kumbang C. formicarius

jantan untuk merespon feromon seks sintetik yang dilepaskan sepanjang hari selama 24 jam paling banyak setelah pukul 18.00 sampai sebelum pukul 20.00. Kopulasi terjadi pada pukul 18.29 melalui perekaman menggunakan handycam

pada perlakuan tanpa feromon seks sintetik. Penelitian mengenai waktu kumbang

C. formicarius jantan yang masuk perangkap pada selang waktu 4 jam selama 24 jam dilakukan pada tahun 1989. Koleksi kumbang C. formicarius jantan yang paling banyak yaitu pada pukul 23.00 (Sugimoto et al. 1994) sedangkan kumbang

C. formicarius banyak terperangkap pada pukul 19.00 pada penelitian ini. Hasil ini berbeda karena interval waktu koleksi dilakukan setiap jam selama 24 jam. Hal ini menunjukkan waktu aktif seksual kumbang C. formicarius betina untuk melepaskan feromon dan kumbang C. formicarius jantan merespon feromon pada rentang waktu setelah pukul 18.00 sehingga kumbang C. formicarius tergolong kedalam serangga nokturnal. Kumbang C. formicarius jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk ujung antena. Antena imago jantan memanjang, pada ruas ke-10 sedangkan antena betina menggada pada ruas ke-10. Antena pada imago betina lebih pendek dibandingkan dengan imago jantan (Triplehorn dan Johnson 2004).

Pada anggota ordo Coleoptera lainnya, yaitu kumbang Monochamus alternatus (Coleoptera:Cerambycidae) aktivitas kawin dimulai pukul 17.00 dengan waktu kopulasi bervariasi antara 3-100 detik. Perilaku kawinnya diawali dengan kumbang jantan yang mencari kumbang betina, jantan mencengkeram bagian metatoraks betina dengan kaki depannya setelah bertemu dan terjadilah penaikkan untuk kopulasi (Fauziah et al. 1987).

Kumbang C. formicarius betina menghasilkan feromon yang berfungsi untuk menarik jantan dan melakukan kopulasi (Coffelt et al. 1987). Feromon dilepaskan oleh kumbang C. formicarius betina yang telah matang secara seksual dan dapat direspon oleh jantan yang telah matang seksual pula. Fertilitas kumbang

(22)

11 sejak menjadi imago dengan tingkat fertilitas 37,5% pada pengamatan laboratorium Universitas Kinki, Jepang (Sugimoto et al. 1996).

Kumbang C. formicarius kawin pada suhu 27oC berdasarkan perekaman di laboratorium. Aktivitas kawin kumbang C. formicarius sangat bergantung pada suhu lingkungan. Suhu udara musim dingin mempengaruhi tingkat yang rendah pada perilaku kawin kumbang C. formicarius di Okinawa (Yasuda 1995). Kumbang C. formicarius betina mampu melakukan kawin pada suhu minimal 15oC, sedangkan pada suhu lebih rendah dari 15oC tidak dapat melakukan kawin (Sugimoto et al. 1996). Kumbang C. formicarius memiliki intensitas kawin yang tinggi pada musim panas (Moriya dan Miyatake 2001).

Penggunaan feromon sintetik merupakan salah satu teknik dalam pengendalian hama terpadu (PHT) melalui pendekatan biologi. Penggunaan feromon sintetik mampu mengurangi kerusakan antara 6-45% pada monitoring selama 4 tahun dari tahun 1994-1998 di enam provinsi Kuba (Lagnaoui et al.

1998). Data yang diperoleh mencakup konsentrasi feromon yang efektif dalam menarik kumbang C. formicarius jantan, habitat ketinggian kumbang C. formicarius, dan waktu aktif kumbang C. formicarius jantan merespon feromon sintetik. Informasi ini penting dalam pemanfaatan feromon untuk pengendalian populasi kumbang C. formicarius, sehingga pengendalian populasi kumbang C. formicarius dapat lebih efektif dan efisien.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Informasi mengenai konsentrasi feromon sintetik analog feromon seks betina yang efektif, waktu aktif dan respon terbang kumbang C. formicarius

jantan dalam merespon feromon sintetik telah diketahui melalui metode perangkap air berferomon. Konsentrasi feromon sitetik analog feromon seks betina yang baik dalam menarik kumbang C. formicarius jantan berada pada kisaran 250-1000 µg/karet septa. Perilaku kumbang C. formicarius jantan dalam merespon feromon analog betina paling optimal pada ketinggian 25-50 cm. Kumbang C. formicarius jantan aktif merespon feromon sintetik pada pukul 19.00-20.00, dan aktivitas kawin kumbang C. formicarius terekam pada pukul 18.29.

Saran

(23)

12

Coffelt JA, Vick KW, Sower LL, McClellan WTM. 1978. Sex pheromone of the sweet potato weevil, Cylas formicarius elegantulus: laboratory bioassay and evidence for a multiple component system. Environ Entomol 7:756-758.

Fauziah BA, Hidaka T, Tabata K. 1987. The reproductive behavior of

Monochamus alternatus Hope (Coleoptera: Cerambycidae). Appl Ent Zool

22:272-285.

Heath RR, Coffelt JA, Sonnet PE, Proshold FI, Dueben B, Tumlinson JH. 1986. Identifications of sex pheromone produced by female sweet potato weevils,

Cylas formicarius elegantulus (Summers). J Chem Ecol 12:1489-1503. Jansson RK, Hunsberger AGB, Lecrone SH, Austin DF, Wolfe GW. 1989.

Ipomoea hederifolia, a new host record for the sweet potato weevil, Cylas formicarius elegantulus (Coleoptera:Curculionidae). Florida Entomologist

72:551-553.

Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Komi K. 2000. Eradication of Sweet Potato Weevil, Cylas formicarius Fabricius from Muroto City, Kochi, Japan. Kochi (JP): Kochi Prefectural Agriculture Research Center.

Lagnaoui, Cisneros F, Alcazar J, Morales F. 1998. A Sustainable Pest Management Strategy for Sweet Potato Weevil in Cuba : A Success Story. Lima (PE): INVIT.

Moriya S, Miyatake T. 2001. Eradication programs of two sweet potato pests,

Cylas formicarius and Euscepes postfasciatus in Japan with special reference to their dispersal ability. JARQ 35:227-234.

Nonci N. 2005. Bioekologi dan pengendalian kumbang Cylas formicarius

(Coleoptera: Curculionidae). J Litbang Pertan 24:63-69.

Sato K, Uritani I, Saito T. 1981. Characterization of the terpene-inducing factor isolated from the larvae of the sweet potato weevil, Cylas formicarius

Fabricius (Coleoptera: Brenthidae). Appl Ent Zool 16:103-112.

Sugimoto T, Sakuratani Y, Setokuchi O, Kamikado T, Kiritani K, Okada T. 1994. Estimations of attractive area of pheromone traps and dispersal distance of male adults of sweet potato weevil, Cylas formicarius (Fabricius) (Coleoptera, Curculionodae). Appl Entomol Zool 29:349-358.

Sugimoto T, Sakuratani Y, Fukui H, Kiritani K, Okada T. 1996. Estimating the reproductive properties of the sweet potato weevil, Cylas formicarius

(24)

13 Triplehorn CA, Johnson NF. 2004. Borror and De Long’s Introduction To The

Study of Insect 7th Edition. Stamford (US): Cengage Learning.

Yasuda K. 1995. Mass traping of the sweet potato weevil Cylas formicarius

(25)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 01 Agustus 1991 dari pasangan Rusdianto dan Atikah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Leuwiliang pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur penerimaan Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dengan penyandang dana PT Antam (Persero) Tbk.

Penulis memiliki pengalaman sebagai asisten praktikum pada mata kuliah Fisiologi Prokariot pada tahun 2012. Penulis juga aktif dalam Badan Pengawas Himpunan Profesi Mahasiswa Biologi sebagai staf pada tahun 2011 dan sebagai Ketua pada tahun 2012. Disamping itu penulis juga aktif di Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia wilayah Jawa I sebagai Staf Bidang Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat tahun 2011 dan sebagai Badan Pengawas pada tahun 2012.

Selama menempuh studi di Departemen Biologi, penulis melakukan penelitian dalam studi lapang mengenai Biodiversitas Kecebong di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2011 dan praktik lapang di PT Antam (Persero) Tbk mengenai Sistem Pengolahan Limbah Cair pada tahun 2012. Penulis terlibat dalam Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2012 bidang penelitian dengan judul Inovasi RecoveryTechnology Eco-Friendly Limbah Emas dengan Chitosan Terkoagulasi, dan Uji Efektivitas Ekstrak Kulit Rambutan (Nephelium lappaceum) sebagai Bahan Alternatif Pengawet Tahu, dan bidang pengabdian masyarakat dengan judul Pengembangan Pertanian Organik melalui Introduksi Dekomposer Sampah Dapur di Desa Babakan, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

Penulis pernah menjadi juara 1 Lomba Essay Tingkat Nasional tentang Kewirausahaan tahun 2012 yang diselenggarakan oleh BEM FMIPA IPB, peserta

Gambar

Gambar 2 Skema rotasi posisi perangkap di lahan percobaan.
Tabel 1  Rerata Jantan yang terperangkap ke dalam perangkap berferomon dengan
Gambar 7 Perilaku kawin kumbang C. formicarius (1) pre mating selama 15 detik,

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memaksimalkan potensi yang ada di Desa Cikarawang yaitu limbah kulit jambu dan daun ubi jalar untuk dijadikan pupuk cair serta

Provinsi Kab./Kota Bidang Unit Organisasi Tahun Pem-

Selain itu, materi struktur bumi untuk menjelaskan fenomena gempa bumi dan gunung api serta tindakan yang diperlukan untuk mengurangi resiko bencana yang tergolong materi baru

Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IV Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher : Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan

Tinggi karbon ferrochrome peleburan baja karbon sebagai bahan baku, dan didasarkan pada termodinamika metalurgi, suhu digunakan untuk meningkatkan

Sehingga media yang digunakan tersebut secara khusus belum mewadahi pengembangan kompetensi interpersonal bagi siswa. Jadi dapat disimpulkan bahwa Sekolah Mengengah

Artinya apa yang ditekankan media merupakan tafsir atas keinginan pembaca kecenderungan Harian Fajar dan Tribun Timur dalam berita headline politik yaitu: dalam hal

perubahan sudut polarisasi yang dihasilkan merupakan perubahan sudut polarisasi total antara trigliserida dan kolesterol sebagai penyusun dari minyak goreng,