• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Pengembangan Kawasan Hutan Sebagai Sumber Bahan Obat Alami

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Pengembangan Kawasan Hutan Sebagai Sumber Bahan Obat Alami"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN SEBAGAI SUMBER BAHAN OBAT ALAMI

Jenis Kegiatan: PKM Gagasan Tertulis

Diusulkan oleh:

Muhamad Nizar Zulkarnaen Hasibuan E14080115 (2008) Reza Budi Berlianto E14080120 (2008)

Ruri Diah Ariani E14090073 (2009)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan : Konsep Pengembangan Kawasan Hutan Sebagai Sumber Bahan Obat Alami

2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI (√ ) PKM-GT 3. Bidang Ilmu : ( ) Kesehatan ( ) Pertanian

( ) MIPA ( ) Teknologi danRekayasa (√ ) Sosial Ekonomi ( ) Humaniora ( ) Pendidikan

4. Ketua Peaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap : Muhamad Nizar Zulkarnaen Hasibuan

b. NIM : E14080115

c. Jurusan : Manajemen Hutan

d. Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor (IPB) e. Alamat Rumah : Jl. Otista no 76, Bogor Timur f. No. Telp/HP : 08567054963

g. Email : nizarious@ymail.com 5. Anggota Penulis : 2 orang

6. Dosen Pembimbing

a. Nama Lengkap dan Gelar : Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si.

b. NIP : 19790101 2005 011 003

c. Alamat Rumah : KPP IPB Alam Sinar Sari Jl. Kecipir No.33 d. No. Telp/HP : 081310570318

Bogor, 4 Maret 2011 Menyetujui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan Ketua Pelaksana

(Dr. Ir. Didik Suharjito, MS) ( M. Nizar Zulkarnaen) NIP. 196304011994031001 NIM. E14080115 Wakil Rektor Bidang Akademik & Dosen Pendamping Kemahasiswaan

(Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS) (Handian Purwawangsa, S. Hut, M. Si) NIP. 195812281985031003 NIP. 197901012005011003

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul “Konsep Pengembangan Kawasan Hutan Sebagai Sumber Bahan Obat Alami” tepat pada waktunya. Karya tulis ini dibuat dalam rangka mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT).

Selama ini, tumbuhan obat yang berada dalam kawasan hutan belum dikelola dengan baik. Beberapa jenis tumbuhan obat telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagaimana mestinya, tetapi pemanfaatannya belum diimbangi dengan tindakan pelestarian sehingga menyebabkan kelangkaan pada beberapa spesies. Sebenarnya, masih banyak tumbuhan obat di kawasan hutan yang dapat dimanfaatkan. Sayangnya, masyarakat dan pemerintah kurang memiliki minat dan pengetahuan dalam pemanfaatannya. Harapan kami dari penulisan ini adalah dapat memberikan gagasan pemikiran mengenai peningkatan fungsi hutan terutama dalam penyediaan bahan obat alami.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini yaitu:

1. Allah SWT yang memberikan kesehatan serta kesempatan untuk membuat karya tulis ini.

2. Orangtua yang sangat membantu pemberian motivasi serta nasehat yang bermanfaat dalam proses penulisan yang cukup banyak menyita waktu.

3. Dr. Ir. Didik Suharjito, M.Si dan Handian Purwawangsa, S.Hut, M. Si dari Departemen Manajemen Hutan yang selalu membimbing kami.

4. Teman-teman lain yang telah memberi motivasi bagi penulisan karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan dan kemajuan bersama.

Bogor, 4 Maret 2011

Tim Penulis

(4)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ………... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... v

Ringkasan ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

Manfaat ... 1

GAGASAN ... 1

Peran Hutan Sebagai Sumber Obat Bahan Alami ……… 1

Pasar Tanaman Obat ……….. 4

Potensi dan Permasalahan Pengembangan Tanaman Obat di Indonesia …… 6

Arah Pengembangan Penelitian Obat Bahan Alami ………. 7

Konsep Pengembangan Kawasan Hutan Sebagai Sumber bahan Obat Alami 7 KESIMPULAN ... 8

Inti Gagasan ... 8

Teknik Implementasi Gagasan ... 9

Prediksi Keberhasilan Gagasan ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 10

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……… vii

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis-jenis Tanaman obat berdasarkan Tipe Ekosistem ………... 2 Tabel 2 Kebutuhan Industri Obat Bahan Alami Tradisional Indonesia terhadap

tumbuhan berkhasiat Obat ……….. 3 Tabel 3 Perkembangan Nilai Ekspor Tanaman Obat Tahun 1998- 2002 ………. 5 Tabel 4 Ekspor Tanaman Obat Indonesia Tahun 2006 ………... 5

(6)

RINGKASAN

Indonesia memiliki kawasan hutan yang luas. Namun, keberadaan kawasan hutan yang luas tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat maupun pemerintah. Salah satu peran hutan yang kurang optimal dalam pemanfaatannya adalah tumbuhan obat. Menurut Ditjen POM (2006) dalam Pribadi (2009), sampai saat ini baru terdapat 283 spesies tumbuhan obat yang sudah terdaftar digunakan oleh industri Obat Tradisional di Indonesia. Dari 283 spesies tumbuhan obat tersebut, 180 spesies diantaranya berasal dari hutan tropika. Adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan obat alami yang diyakini tidak memiliki efek samping dan harga lebih terjangkau daripada obat sintetik.

Karya tulis ini bertujuan merumuskan konsep untuk mengembangkan peranan hutan dalam penyediaan bahan obat alami di Indonesia. Konsep tersebut ditunjang oleh beberapa teori yaitu penerapan perbaikan kelembagaan yang terlibat, penerapan konsep social forestry dalam pengelolaan hutan.

Gagasan ini dapat diimplementasikan dengan baik apabila didukung oleh beberapa aspek, antara lain adanya inventarisasi terhadap kawasan-kawasan yang sesuai secara biofisik maupun sosial ekonomi untuk dijadikan hutan bahan obat alami, penguatan kelembagaan di tingkat pemerintah maupun masyarakat yang terlibat dalam program pengembangan bahan obat alami di kawasan hutan, masyarakat hendaknya bukan hanya sebagai pelaksana program akan tetapi dilibatkan sejak perencanaan, adanya dukungan sarana dan prasarana, terutama pada kawasan hutan yang aksesibilitasnya terbatas, serta masyarakat/petani yang terlibat mendapatkan kepastian, bahwa tanaman bahan obat alami yang mereka tanam akan memberikan manfaat ekonomi kepada mereka.

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

1. Ketua

Nama Lengkap : Muhamad Nizar Zulkarnaen Hasibuan

NIM : E14080115

Jurusan/Fakultas : Manajemen Hutan/Kehutanan Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Bogor, 5 Januari 1991

Telepon/Hp : 08567054963

Email : nizarious@ymail.com

Karya ilmiah yang pernah dibuat : - Prestasi yang diraih :

No. Judul Kategori Tahun Penyelenggara Tingkat

1

Delegasi Indonesia dalam 5th South East

Asia Youth Environment Network (SEAYEN)

Meeting 2011 Singapore

Indonesia

Representative 2011

Singapore National Youth

Achievement Award (NYAA)

dan Tunza UNEP

Internati onal

 

2. Anggota

Nama Lengkap : Reza Budi Berlianto

NIM : E14080120

Program Studi/Fakultas : Manajemen Hutan/Kehutanan Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Jember, 23 April 1989

Telepon/Hp : 085749960068

Email : rezabudiberlianto@ymail.com

Karya ilmiah yang pernah dibuat :  

No. Judul Kategori Tahun

1

Forman Bitbon : Konsep Baru

Supplier Bibit Jabon Berbasis Silvikultur dan Manajemen

Profesional

Program Kreativitas

Mahasiswa 2010

Prestasi :

No. Judul Kategori Tahun Penyelenggara Tingkat 1 Kreasi Banner Juara 1 2006 Jember Trade

Center

Kabupat en

(8)

No. Judul Kategori Tahun Penyelenggara Tingkat

2.

EssayCompetition

dalam 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Respect) Festival

Juara 1 2010

International Forestry Students’

Association LC

IPB (IFSA LC IPB)

Jawa Barat

 

3. Anggota

Nama Lengkap : Ruri Diah Ariani

NIM : E14090073

Program Studi/Fakultas : Manajemen Hutan/Kehutanan Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, tanggal lahir : Aileu, 11 Januari 1992

Telepon/Hp : 085746132235

Email : ruri_ariani@yahoo.com

Karya ilmiah yang pernah dibuat : -

Prestasi : -

4. Dosen Pembimbing

Nama Lengkap : Handian Purwawangsa,S.Hut,M.Sc Tempat, tanggal Lahir : Cipanas, 1 Januari 1979

Karya Ilmiah yang Pernah Dibuat :

‐ Penyusunan Sosial Impact Assesment PT.Agro Group tahun 2010 ‐ Penyusunan Sosial Impact Asesment PT.IIS Kebun Ukui tahun 2010 ‐ Penyusunan Sosial Impact Assesment PT. Inti Indo Sawit tahun 2009 ‐ Kebun Buatan Provinsi Riau tahun 2009

‐ Penyusunan Dokumen HCV PT. Sarang Sapta Putera tahun Kalteng 2009

‐ Penyusunan Sosial Impact Assesment PT. Agro Indomas Kalteng tahun 2009

‐ Penyusunan Dokumen HCV PT.Agro Indomas Kaltim tahun 2009 ‐ Penyusunan Dokumen HCV. PT. Mina Mas Group Kalsel tahun 2009 ‐ Evaluasi Renstra Departemen Kehutanan tahun 2004-2009

‐ Strategi Pengembangan Investasi Sektor Kehutanan di Provinsi Banten tahun 2008

‐ Ex-post evaluation on Upland Plantation and LandDevelopment Project at Citarik Sub-Watershed, kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dan The Value Frontier Co., Ltd tahun 2008

‐ Evaluasi Dampak Kebijakan Prioritas Departemen Kehutanan, Kerjasama Fahutan IPB dan Pusren Baplan tahun 2008

‐ Studi Kelayakan Pembangunan HTI di Riam Kiwa, Kalimantan Selatan, NFCF-Korea Selatan tahun 2007

(9)

‐ Strategi Pengembangan Rotan dan Produk Olahannya, PT. Bumi Harmoni dan Departemen Kehutanan, Jakarta tahun 2007

‐ Kajian Pertumbuhan dan Strategi Pembangunan Kehutanan, Kerjasama PT. Rasicipta Consultama dengan Departemen Kehutanan, Jakarta tahun 2007

‐ Analisis Prospek Jasa Lingkungan Hutan untuk Energi Pedesaan di Jawa Barat, Kerjasama dengan Pusat Statistik dan Perencanaan Departemen Kehutanan tahun 2007

‐ Penyusunan Detail Desain Rehabilitasi Mangrove di Propinsi NAD, Kerjasama antara Fakultas Kehutanan IPB dengan BRR tahun 2006 ‐ Peningkatan Kelembagaan Masyarakat Desa di Sumbar tahun 2006 ‐ Perencanaan Peningkatan Usaha Masyarakat Sekitar Hutan Produksi

Propinsi Sumatera Barat, Kerjasama antara Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat dan PT. Rasicipta Consultama tahun 2005

Master Plan Pembangunan Hutan Tanaman Unggulan Propinsi

Sumatera Barat Kerjasama antara Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat dan PT. Rasicipta Consultama tahun 2005

‐ Kajian Areal Model Rehabilitasi Hutan Mangrove di Makasar dan Gorontalo tahun 2005

Dosen Pembimbing

      Handian Purwawangsa, S. Hut, M. Si

      NIP. 19790101 2005 011 003

 

(10)

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki kawasan hutan yang sangat luas, dimana hampir dua pertiga luas daratan Indonesia merupakan kawasan hutan. Namun, keberadaan kawasan hutan yang luas tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat maupun pemerintah, akibat pengelolaan hutan selama ini masih

bersifat timber oriented. Salah satu peran hutan yang kurang optimal dalam

pemanfaatannya adalah tumbuhan obat, disisi lain, kawasan hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, termasuk pohon atau tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia. Jumlah tumbuhan obat tersebut meliputi sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat yang terdapat di kawasan Asia (Puslitbangtri, 1992). Oleh karena itu, melalui tulisan ini, harapannya pengelolaan bahan obat alami di hutan dapat lebih diperhatikan serta dapat dimanfaatkan secara optimal oleh semua pihak antara lain pemerintah, industri, dan masyarakat.

Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gagasan tentang konsep pengembangan kawasan hutan sebagai sumber bahan obat alami dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan kawasan hutan secara lestari.

Manfaat

Manfaat dari penulisan ini antara lain :

1. Bagi pemerintah tulisan ini dapat menjadi masukan dan bahan

pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan pengelolaan yang terkait pengembangan hutan sebagai penyedia obat alam yang lestari

2. Bagi industri tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam melakukan investasi di bidang pengembangan bahan obat alami.

3. Bagi masyarakat tulisan ini dapat menjadi informasi yang edukatif

mengenai pemanfaatan bahan obat alami

GAGASAN

Peran Hutan Sebagai Sumber Bahan obat Alami

Kawasan hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, termasuk pohon atau tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia

(11)

 

dan 940 jenis di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia. Jumlah tumbuhan obat tersebut meliputi sekitar 90% dari jumlah tumbuhan obat yang terdapat di kawasan Asia (Puslitbangtri, 1992).

Beberapa jenis tanaman obat yang terdapat pada berbagai tipe ekosistem bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis-jenis Tanaman obat berdasarkan Tipe Ekosistem Tipe ekosistem

hutan

Jenis tanaman obat Keterangan

1. Hutan hujan dataran rendah

Pasak bumi (Eurycoma longifolia), Akar kuning (Arcangelisia flava), Kamfer (Dryobalanops aromatica), Kepayang (Scaphium macropodum), Tabat barito (Ficus delteidea), Kemiri

(Aleurites moluccana) Kedawung (Parkia roxburghii) dan Gaharu (Aqularia malaccensis)

< 1000 m dpl;

keanekaragaman paling tinggi; beriklim basah; terutama di Sumatera, Kalimantan, Irian Jaya

2. Hutan pantai Bintangur (Calophyllum

inophylum), Keben (Barringtonia asiatica), Waru (Hibiscus

tilliaceus) dan Ketapang (Terminalia catappa)

Di pantai, tanah kering berbatu dan regosol; di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi

3. Hutan payau (mangrove)

Api-api (Avicennia marina), Bogem (Sonneratia ovata) Nyirih agung (Xylocarpus granatum), Bako rayap (Rhizophora

apiculata) dan Tumus (Bruguiera conjugata)

Di pantai dan tepian sungai; dipengaruhi pasang surut air laut; terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, Jawa Sumber: Departemen Kehutanan (2007)

Tumbuhan obat ialah semua tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan, dapat digunakan sebagai obat, berkisar dari yang terlihat dengan mata hingga yang hanya nampak di bawah mikroskop (Hamid et al. 1991). Tanaman obat adalah tanaman yang bagian tanamannya (daun, batang, atau akar) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat modern atau tradisional (Suhirman 1990). Menurut Soedibyo (1992), tanaman obat adalah salah satu bahan utama produk-produk jamu/obat tradisional, yaitu obat yang berdasarkan pengalaman turun temurun dibuat dari bahan atau paduan bahan-bahan tanaman, hewan atau mineral yang belum berupa zat murni; sedangkan menurut Zuhud dan Haryanto (1994), tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi :

1. Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.

(12)

 

2. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis

3. Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah/medis atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri.

Menurut Ditjen POM (2006) dalam Pribadi (2009), sampai saat ini baru terdapat 283 spesies tumbuhan obat yang sudah terdaftar digunakan oleh industri Obat Tradisional di Indonesia. Dari 283 spesies tumbuhan obat tersebut, 180 spesies diantaranya berasal dari hutan tropika. Tumbuhan obat sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mencegah atau mengobati berbagai penyakit. Tidak kurang dari 400 etnis masyarakat Indonesia yang erat kehidupannya dengan alam dan memiliki pengetahuan tradisional yang tinggi dalam memanfaatkan tumbuhan obat, untuk menjaga kesehatan. Sebagai contoh, etnis Sunda diketahui telah memanfatkan 305 jenis tumbuhan, etnis Jawa memanfaatkan 114 jenis tumbuhan, etnis Melayu mengenal 131 jenis tumbuhan, dan etnis Bali mengenal 105 jenis tumbuhan (Darusman, et al., 2004)

Selain dipergunakan secara tradisional dan bersifat sub sistem, beberapa jenis tumbuhan obat juga sudah diusahakan dalam skala industri. Ditjen POM telah menetapkan 13 komodit tumbuhan obat unggulan yaitu temulawak, jati belanda, sambiloto, mengkudu, pepagan, daun ungu, sanrego, pasak bumi, daun jinten, kencur, pala, jambu mete, dan tempuyung dengan pertimbangan bahwa komoditi tersebut bernilai ekonomi yang tinggi, mempunyai peluang pasar dan potensi produksi yang tinggi, serta berpeluang dalam pengembangan teknologi (Sumarno dalam PSB-IPB (Pusat Studi Biofarmaka, 2002)). Daftar tanaman obat yang dibutuhkan oleh industri obat tradisional Indonesia disajikan pada pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Industri Bahan obat Alami Tradisional Indonesia terhadap tumbuhan berkhasiat Obat

No Nama Bahan Baku Kebutuhan/tahun Industri/Perusahaan

Penerima

1 Jahe (Zingiber officinale Roxb.) 5.000 ton Semua pabrik:

2 Kapulogo (Ammomum

cardamomum Auct.)

3.000 ton Semua pabrik:

3 Temulawak (Curcuma aeruginosa

Roxb.)

3.000 ton Semua pabrik

4 Adas (Foeniculum vulgare Mill.) 2.000 ton Semua pabrik

5 Kencur (Kaempferia galangal 2.000 ton kering Semua pabrik:

Sidomuncul 7-8 ton/bln Temu Kencono 5-8 ton/thn

Indotraco 200 – 300 ton/thn

Herba Agronusa 40 ton/thn

6 Kunyit (Curcuma domestica Val.) 3000 ton

kering;

Semua pabrik: Sidomuncul 6 ton

(13)

 

1500 ton Basah

kering/bln; dan 5 ton basah/hr

7 Bengle (Zingiber purpureum

Roxb.)

300 ton Sidomuncul = 5 – 7

ton/bln

8 Daun Jati Belanda (Guazuma 300 ton Indo Farma = 8 – 12

ton/bln

9 Lempuyang (Zingiberis ulmifolia

L.)

200 ton Sidomuncul = 15 ton/bln

10 Daun Sembung 100 ton Sidomuncul = 2 – 3

ton/bln

11 Daun Sendok 100 ton Sidomuncul = 2 – 3

ton/bln

12 Pegagan (Centella asiatica) 100 ton Sidomuncul 2 – 3 ton/bln

13 Daun Tempuyung (Sonchus arvensis)

70 ton Sidomuncul = 2 – 3

ton/bln

14 Daun Cengkih 50 ton Sidomuncul = 3 – 4 ton

/bln

15 Greges Otot 50 ton Sidomuncul = 2 – 3

ton/bln

16 Daun Katuk 50 ton Indo Farma = 1 ton/bln

17 Kunci pepet (Boesenbergia pandurata R.)

30 ton Semua pabrik

18 Daun ungu (Graptophyllum

pictum (L) Griff.)

30 ton Sidomuncul = 1-2 ton/bln

19 Bunga sidowayah 30 ton Bunga sidowayah 30 ton

Sidomuncul = 2 – 3 ton/bln

20 Tapak liman 25 ton Sidomuncul = 2 – 3

ton/bln

21 Kumis kucing (Orthosipphon

aristatus)

20 ton Jamu Jenggot = 200

kg/bln

22 Kayu angin 15 ton Semua pabrik

23 Waron 10 ton Semua pabrik

24 Daun Kemuning (Murraya paniculata Jack.)

10 ton Semua pabrik

25 Kayu secang 3 – 4 ton Semua pabrik

Sumber : Biofarmaka (2002)

Pasar Tanaman Obat

Adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan obat alami yang diyakini tidak memiliki efek samping dan harga lebih terjangkau daripada obat sintetik. Kondisi ini memacu peningkatan kebutuhan akan obat tradisional maupun fitofarmaka. Perkembangan terakhir menunjukkan, peningkatan permintaan akan produk tanaman obat tidak hanya sebatas peningkatan kuantitas tanaman yang telah biasa digunakan, akan tetapi juga berkembang ke arah horizontal, yaitu

(14)

 

bertambah jenis tanaman yang digunakan, dan secara vertikal, berupa bertambahnya ragam produk yang dihasilkan.

Hal ini dapat terlihat pada kondisi pasar dan perkembangan jumlah industri obat tradisional di dalam negeri. Pada tahun 1984 volume penjualan obat tradisional sebesar 970,6 ton, dan pada tahun 1998 terjadi peningkatan sekitar 10 kali lipat menjadi 9.273,4 ton. Pada tahun 2002 omset obat alami secara nasional sekitar satu triliun rupiah dan pada tahun 2003 diperkirakan meningkat menjadi Rp 1,4 triliun (Said, 2002).

Pada tahun 2002 terdapat 118 IOT dan 917 IKOT. Pada tahun 2007 jumlah IOT bertambah menjadi 129 sedangkan IKOT berkurang menjadi 621. Selain IOT dan IKOT, pada tahun 2005 terdapat 872 perusahaan yang terdaftar di Badan POM sebagai industri yang menggunakan tanaman obat sebagai salah satu bahan bakunya dan 472 perusahaan modal asing yang memproduksi obat tradisional (Pribadi, 2007).

Perdagangan dunia untuk produk tumbuhan obat (herbal) pada tahun 2000 sekitar US$ 20 milyar dengan pasar terbesar adalah di Asia (39%), diikuti dengan Eropa (34%), Amerika Utara (22%), dan belahan dunia lainnya (5%) (Pramono, 2002). Di tahun 2001 terjadi peningkatan penjualan menjadi US$ 45 milyar (PSB-IPB,2002). Hasil-hasil industri bahan obat alami asli Indonesia berupa bahan baku dalam bentuk simplisia dan minyak atsiri telah banyak dimanfaatkan oleh banyak negara maju sebagai bahan baku untuk berbagai tujuan penggunaan seperti herbal medicine, food supplement, kosmetik, dan farfum (Dorly, 2005).

Nilai ekspor bahan baku dan simplisia tumbuhan obat Indonesia mengalami pasang surut (Tabel 3). Hal ini menurut Pramono (2002) disebabkan oleh mutu dan suplai bahan baku dan simplisia yang tidak konsisten.

Tabel 3. Perkembangan Nilai Ekspor Tanaman Obat Tahun 1998- 2002

Tahun Nilai Eksport (juta US$) Pertumbuhan (%)

1998 4,8 -

1999 5,5 15,39 2000 7,4 33,64 2001 5,3 -23,24 2002 3,6 -23,17

Sumber : Sumber: Dept. Perindustrian dan Perdagangan dalam (PSB-IPB,

2002.

Berdasarkan data dari BPS tahun 2006, ekspor beberapa jenis tanaman obat, seperti kapolaga, adas, temulawak, jahe, kunyit dan salam mencapai 15.500 ton dengan nilai US$ 28.798.000. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Ekspor Tanaman Obat Indonesia Tahun 2006

Nama Dagang Nama Latin Volume

(ton)

Nilai FOB (US$)

Kapolaga Amomum cardamomum Auct 7579 21.014.000

Adas Foeniculum vulgare 3469 4.560.000

Temulawak Curcuma Xanthorrhiza Roxb 2647 1.255.000

Jahe Zingiber officinale Roxb 1712 1.898.000

Kunyit Curcuma domestica Val 83 62.000

Salam Syzygium polyanthum (Wigh) W 10 9.000

Total 15.500 28.798.000

Sumber: BPS 2006

(15)

 

Potensi dan Permasalahan Pengembangan Tanaman Obat di Indonesia Seiring dengan meningkatnya jumlah industri obat tradisional di Indonesia dan tingginya penggunaan obat tradisional/jamu dan produk fitofarmaka di dalam maupun diluar negeri mengakibatkan tingginya permintaan terhadap penyediaan bahan baku obat dari tumbuhan yang berkualitas secara kontinyu. Beberapa jenis bahan obat masih mengandalkan panenan dari hutan, seperti pasak bumi

(Eurycoma longifolia), cendana (Santalum album), serta pinang (Areca catechu). Pemanenan yang melampaui batas kemampuan regenerasinya akan meyebabkan kelangkaan bahkan kepunahan spesies tersebut (Balittro, 2001).

Menurut Sudiarto et al (2002), terdapat 55 jenis tanaman obat yang mulai langka di Indonesia dengan status kelangkaan yang bervariasi, yaitu : terkikis (indeterminate), seperti jinten (Cuminum cyminum), temu giring (Curcuma heyneana Val), jati belanda (Guazuma ulmifolia), bidara laut (Strychnos ligustriana), jaha (Terminalia bellirica), dan bangle (Zingiber cassumunar); jarang (rare), seperti pulai (Alstonia scholaris), pulasari (Alyxia reindwardtii), kayu rapat (Parameria laevigata), dan kedawung (Parkia rogburhii ); rawan (vulnerable) dan genting (endangered), seperti pasak bumi (Eurycoma longifolia).

Sumber tanaman obat hasil hutan untuk industri di Pulau Jawa sebagaian besar ditambang dari Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan-Madiun (Kemala et al, 2003). Potensi tanaman obat yang terdapat di TNMB mencukup 239 jenis tanaman obat yang terbagi dalam 78 famili. Masyarakat di empat desa penyangga menambang 85 jenis tanaman (Anon, 2002). Akibatnya, beberapa tanaman obat yang tumbuh di TNMB telah mulai langka, seperti pulepandak (Rauwolfia serpentina Benth), joho (Terminalia balerica Roxb.), bidara upas (Merremia mimmosa), jati belanda (Guazuma ulmifolia), gadung (Dioscorea hispida Denn.), pulasari (Alyxia reinwardtii Bl.), kemukus (Piper cubeba L.F.), dan patmosari (Rafflesia zollingeriana Kds.) (Anon,2002).

Keanekaragaman tumbuhan obat di Indonesia merupakan aset potensial yang perlu dikembangkan. Oleh karena itu, kelangkaan suatu spesies tumbuhan obat harus dimbangi dengan upaya konservasi. Melihat kenyataan bahwa ketersediaan lahan untuk budidaya tumbuhan obat di Indonesia masih cukup luas sehingga memungkinkan budidaya tumbuhan obat dalam skala besar guna menjamin pasokan bahan baku tanaman obat secara kontinyu ke industri-industri bahan obat alami yang ada di dalam maupun di luar negeri.

Untuk perluasan budidaya tersebut perlu didirikan sentra produksi tanaman obat yang dilengkapi dengan teknologi budidaya termasuk penyediaan bibit yang bermutu, proses panen dan penanganan pasca panen. Disamping program perluasan penanaman (ekstensifikasi), program intensifikasi juga perlu diterapkan di daerah sentra produksi yang sudah ada sehingga produksi hasil meningkat. Selain itu perlu dikembangkan hubungan kemitraan antara petani selaku produsen tanaman obat dengan pengusaha/pihak industry bahan obat alami. Ekspor bahan simplisia tumbuhan obat Indonesia yang pasang surut akibat mutu dan suplai bahan baku yang tidak konsisten, perlu diatasi. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menggugah peneliti serta menyediakan dana untuk

(16)

 

keperluan penelitian dan pengembangan produk obat alami yang bermutu, aman dan bermanfaat.

Arah Pengembangan Penelitian Bahan obat Alami

Menurut Pribadi (2009), berdasarkan data neraca pasokan dan permintaan, serta teknologi yang tersedia, arah kebijakan pengembangan dan penelitian bahan obat alami dibagi menjadi 4 kelompok.

1. Untuk kelompok bahan obat alami yang telah dibudidayakan dalam skala luas,

seperti jahe, maka prioritasnya adalah penelitian untuk pengendalian penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Raltsonia solanacearum. Untuk bahan obat alami yang masih memungkinkan dikembangkan areal budidayanya, seperti temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan lempuyang wangi (Zingiiber aromaticum), prioritasnya adalah penelitian untuk menghasilkan varietas unggul dan teknologi budidaya untuk meningkatkan produksi dan bahan aktif. Sedangkan untuk bahan obat alami lainnya, prioritas penelitian ditujukan pada diversifikasi vertikal dan horizontal.

2. Untuk menunjang kemandirian pasokan bahan obat alami hasil budidaya yang

diusahakan dalam skala sempit, seperti ketumbar, adas, dan cabe jawa, prioritas penelitian adalah penelitian untuk mendapatkan varietas unggul dan teknik budidaya

3. Untuk bahan obat alami yang masih ditambang dari habitat alami dan

permintaannya cukup besar, seperti beluntas, majakan, kunci pepet, seprantu, dan brotowali, maka prioritas penelitian diarahkan pada domestikasi, benih unggul, cara bercocok tanam, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit.

4. Untuk bahan obat alami yang sudah langka, seperti kedawung, pulasari, pulai,

bidara putih, bidara laut, bangle, temu giring, dan joho keling, prioritas penelitiannya adalah penangkaran, penentuan kesesuaian lingkungan tumbuh dan teknologi budidaya.

Konsep Pengembangan Kawasan Hutan Sebagai Sumber bahan Obat Alami

a. Kepastian dan Kesesuaian Lahan

Agar potensi kawasan hutan dalam mendukung peningkatan bahan obat alami nasional dapat dimanfaatkan secara optimal, perlu dilakukan inventarisasi terhadap kawasan-kawasan yang sesuai secara biofisik maupun sosial ekonomi untuk dijadikan hutan bahan obat alami. Hal ini perlu dilakukan mengingat masih banyaknya kawasan hutan yang statusnya tumpang tindih, atau secara rill di lapangan telah dikuasai oleh masyarakat atau pihak tertentu. Dengan demikian kawasan hutan dengan luas jutaan hektar yang telah dicadangkan untuk program pengembangan bahan obat alami perlu di lakukan verifikasi di lapangan untuk memastikan kondisinya saat ini. Selain itu perlu dipertimbangkan jenis tanaman bahan obat alami yang sesuai dengan kondisi biofisik yang ada, sehingga pertumbuhan tanaman dapat optimal.

b. Penguatan Kelembagaan

Diperlukan penguatan kelembagaan di tingkat pemerintah maupun masyarakat yang terlibat dalam program pengembangan bahan obat alami di

(17)

 

kawasan hutan. Penguatan kelembagaan ini meliputi organisasi pelaksana baik pemerintah maupun masyarakat, pembagian kewenangan dan pembagian tugas, serta aturan main. Hal ini perlu dilakukan karena sebaik apapun program tanpa didukung oleh kelembagaan yang kuat tidak akan berjalan dengan baik.

c. Melibatkan Masyarakat Secara Aktif

Keterlibatan masyarakat, terutama masyarakat yang selama ini mempunyai interaksi yang cukup tinggi dengan kawasan hutan mutlak diperlukan. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat hendaknya bukan hanya sebagai pelaksana program akan tetapi dilibatkan sejak perencanaan. Dengan demikian terjadi proses tukar menukar ilmu dan informasi, karena pada dasarnya masyarakat sekitar hutan telah banyak memiliki kearifan lokal dalam membudidayakan tanaman bahan obat alami di dalam kawasan hutan

d. Dukungan Sarana dan Prasarana

Dukungan sarana dan prasarana khususnya jalan dan jembatan sangat diperlukan, terutama pada kawasan hutan yang aksesibilitasnya terbatas. Tanpa dukungan sarana dan prasarana yang memadai, tanaman bahan obat alami yang telah dihasilkan akan sulit didistribusikan atau dipasarkan, sehingga sangat mungkin terbuang percuma, atau memiliki nilai keuntungan yang sangat kecil, akibat tingginya biaya transportasi.

e. Kepastian Manfaat

Masyarakat/petani yang terlibat, harus mendapatkan kepastian, bahwa tanaman bahan obat alami yang mereka tanam akan memberikan manfaat ekonomi kepada mereka. Program pengembangan (budidaya) tanaman bahan obat alami di kawasan hutan diharapkan tidak hanya sebatas menanam, tapi harus mencakup mekanisme distribusi dan pemasarannya. Tanpa adanya kepastian manfaat dan pemasaran yang lancar, maka program budidaya tanaman bahan obat alami di kawasan hutan tidak akan berkelanjutan.

f. Dukungan Kebijakan

Pemerintah , dalam hal ini Kementerian Kehutanan, harus di dorong untuk dapat mengeluarkan aturan hukum yang dapat mendukung pihak-pihak yang akan mengembangkan bahan obat alami di kawasan hutan, sehingga terdapat kepastian hukum bagi pihak swasta atau masyarakat yang akan melaksanakan kegiatan tersebut.

KESIMPULAN

Inti Gagasan

Gagasan pengembangan bahan obat alami di kawasan hutan ini pada dasarnya meliputi pemberian sarana edukatif mengenai potensi hutan sebagai

sumber penyedia bahan obat alami, melibatkan masyarakat secara aktif dalam

pengelolaannya, pembenahan kelembagaan pemerintah yang dapat menunjang keberlangsungan program, dan pengadaan sarana dan prasana yang mendukung dalam mengembangkan bahan obat alami.

(18)

 

Teknik Implementasi Gagasan

Gagasan ini dapat diimplementasikan dengan baik apabila didukung oleh hal-hal sebagai berikut :

1. Dilakukan inventarisasi terhadap kawasan-kawasan yang sesuai secara

biofisik maupun sosial ekonomi untuk dijadikan hutan bahan obat alami.

2. Penguatan kelembagaan di tingkat pemerintah maupun masyarakat yang

terlibat dalam program pengembangan bahan obat alami di kawasan hutan.

3. Keterlibatan masyarakat hendaknya bukan hanya sebagai pelaksana

program akan tetapi dilibatkan sejak perencanaan.

4. Dukungan sarana dan prasarana khususnya jalan dan jembatan sangat

diperlukan, terutama pada kawasan hutan yang aksesibilitasnya terbatas.

5. Masyarakat/petani yang terlibat, harus mendapatkan kepastian, bahwa

tanaman bahan obat alami yang mereka tanam akan memberikan manfaat ekonomi kepada mereka.

Prediksi Keberhasilan Gagasan

Gagasan pengembangan potensi obat alami ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, dimana mereka dapat memperoleh keuntungan ekonomi dari kepastian manfaat bahan obat alami. Adanya penguatan kelembagaan dan kebijakan /kepastian hukum dari pemerintah dalam program pengembangan bahan obat alami di kawasan hutan menyebabkan pengelolaannya menjadi lebih jelas dan terarah. Gagasan ini juga dapat membuka peluang lapangan kerja baru serta memungkinkan bagi industry untuk lebih mengembangkan potensi produk bahan obat alami sehingga dapat bersaing dengan produk bahan obat sintesis. Jika gagasan ini diterapkan secara massive dan konsisten di seluruh kawasan hutan, maka Indonesia bukan tidak mungkin akan menjadi menguasai produksi bahan obat alami di dunia. Tingkat keberhasilan program ini cukup besar, mengingat pasar bahan baku obat alami baik pasar dalam negeri maupun luar negeri masih sangat terbuka.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Laporan Identifikasi dan inventarisasi tanaman obat di Taman Nasional Meru Betiri. Balai Taman Nasional Meru Betiri. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan. Jember. 80 hal.

Balittro 2001. Pengembangan agribisnis berbasis tanaman obat. Di dalam: Supriadi et al., editor. Prosiding Seminar Nasional XIX Tumbuhan Obat Indonesia; Bogor, 4-5 Apr 2001. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor bekerjasama dengan Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. hlm 35-50.

BPS. 2006. Statistik Tanaman Obat-obatan dan Hias. BPS. Jakarta.

(19)

10 

 

Ditjen POM. 1991. Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional Tahun 1990/91. Jakarta: Depkes. RI

Ditjen POM. 2002. Laporan Tahunan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional Tahun 2001/2002. Jakarta: Depkes. RI.

Darusman LK et al. 2004. Konsep Strategi Pengembangan Biofarmaka Indonesia. Di dalam: Sumbang Saran Pemikiran Pengembangan Agribisnis Berbasis Biofarmaka. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka -LP IPB. hlm 47-71.

Departemen Kehutanan. 2007. Peranan Tanaman Obat dalam Pengembangan Hutan. http://www.tanaman-obat.com/tanaman-obat

Dorly. 2005. Potensi Tumbuhan Obat Indonesia dalam Pengembangan Industri Agromedisin. Makalah Pengantar Falsafah Sains Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Hamid A, Hadad EA, Rostiana O. 1991. Upaya pelestarian Tumbuhan Obat di BALITTRO. Di dalam : Zuhud EAM, editor. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia. Prosiding. Bogor : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor-Yayasan pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia.

Kemala, S; Sudiarto, E. R.Pribadi, JT. Yuhono, M.Yusron, L. Mauludi, M. Raharjo, B. Waskito, dan H. Nurhayati 2003. Studi Serapan, Pasokan dan Pemanfaatan Tanaman Obat di Indonesia. Laporanteknis penelitian Bagian Proyek Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. APBN 2003.

Pramono E. 2002. Perkembangan dan prospek industri obat tradisional Indonesia. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia;Surabaya, 27-28 Mar 2002. Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Surabaya. hlm 18-27.

Pribadi,E,R. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia serta Arah Penelitian dan Pengembangannya. Perspektif Vol 8 No.1/juni 2009. Hal 52-64. ISBN Nomor 1412-8004.

Pribadi, E.R. 2007. Potensi ekonomi tanaman obat sebagai bahan baku jamu. Warta Littri 14 (3) : 14-17.

Purwandari, S.S. 2000. Studi serapan obat sebagai bahan baku pada berbagai industry obat tradisional Indonesia. Tesis Magister Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pusat Studi Biofarmaka, IPB-Bogor 2002. Pasar Domestik dan Ekspor Produk Tanaman Obat. http://seafast.ipb.ac.id/seafast.info/informasi gratis/PASA DOMESTIK DAn EKSPOR PRODUk TANAMAn OBAT.pdf

Puslitbangtri. 1992. Sepuluh Tahun Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 1982-1991. Sumbangan Penelitian dalam Pembangunan Perkebunan Rakyat. Jakarta: Deptan. R.I.

Said EG. September 2002. Strategi pengembangan bisnis biofarmaka. Majalah Pengusaha. Edisi September/Th II/2002.

Soedibyo BM. 1992. Pendayagunaan Tanaman Obat. Di Dalam : Puslitbang Tanaman Industri, editor. Hasil Penelitian Plasma Nutfah dan Budidaya Tanaman Obat. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah. Bogor : Puslitbang Tanaman Industri.

Sudiarto, E.R Pribadi, M. Rahardjo, H. Nurhayati, Rosita SMD, and M. Yusron.

2002. Strengthening farmer-industry linkage forsustainable utilization of

medicinal plant resources. Paper presented in International Conference

(20)

11 

 

on The Modernization of Traditional Chinese Medicine, Chengdu, China, 3-5 November 2002.

Suhirman M. 1990. Program Perkembangan Tanaman Obat. Di dalam : Zuhud EAM, editor. Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat dari Hutan

Tropis Indonesia. Prosiding. Bogor : Jurusan Konservasi Sumberdaya

Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor-Yayasan pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia

Zuhud EAM, Haryanto. 1991. Pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia. Di dalam: Zuhud E.A.M. , editor. Pelestarian Pemanfaatan

Tumbuhan Obat Dari Hutan Tropis Indonesia. Prosiding Seminar

Nasional Tumbuhan Obat; Bogor, 30-31 Mei 1990. Bogor: Jurusan Konservasi sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor bekerjasama dengan Yayasan Pembinaan Suaka Alam dan Margasatwa Indonesia. hlm 13-26.

Zuhud EAM, Ekarelawan, Riswan S. 1994. Hutan Tropika Indonesia sebagai Sumber Keanekaragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat. Di dalam : Zuhud EAM, Haryanto, editor. Pelestarian Pemanfaatan

Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Prosiding.

Bogor : Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor-Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN).

Gambar

Tabel 1. Jenis-jenis Tanaman obat berdasarkan Tipe Ekosistem
Tabel 2. Tabel 2.  Kebutuhan Industri Bahan obat Alami Tradisional Indonesia terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya penelitian identifikasi tumbuhan paku di Kawasan Hutan Wisata Aik Nyet yang dapat digunakan sebagai sumber belajar

Berdasarkan kondisi tersebut maka dilakukan penelitian tentang laju dekomposisi serasah di kawasan hutan Larangan Adat Rumbio Kecamatan Kampar Kabupaten

Tingkat kepraktisan yang diperoleh dari angket respon guru dan siswa terhadap booklet inventarisasi tumbuhan lumut dengan rata-rata persentase sebesar 88,39% dengan kriteria sangan

Adapun rumus persentase indeks untuk menghitung keefektifan media booklet berbasis inventarisasi tumbuhan lumut dalam penelitian ini dengan rumus sebagai berikut : Persentase indeks