• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai Larvasida Lalat Rumah (Musca domestica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai Larvasida Lalat Rumah (Musca domestica)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

HADDI WISNU YUDHA

EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH BINTARO (

Cerbera odollam

)

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI

SKRIPSI

DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai Larvasida Lalat Rumah (Musca domestica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Haddi Wisnu Yudha

(4)

ABSTRAK

HADDI WISNU YUDHA. Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai Larvasida Lalat rumah (Musca domestica). Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.

Cerbera odollam atau yang dikenal dengan bintaro di Indonesia adalah tanaman bersifat racun yang terletak di pesisir pantai, di hutan pasang, yang berfungsi untuk menahan pasangnya air laut, mencegah terjadinya longsor dan sebagai tanaman hias. Bintaro diketahui memiliki potensi sebagai larvasida alami namun penelitian tentang penggunaan bintaro untuk pengendalian larva M. domestica belum dilakukan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengukur efektivitas buah bintaro sebagai larvasida terhadap M. domestica. Bagian dari buah bintaro yang digunakan yaitu biji dan kulit. Biji dan kulit buah bintaro diekstraksi dengan pelarut methanol 96% kemudian diencerkan dengan

aquabidest. Konsentrasi dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu kontrol negatif yang hanya diberi aquadest, ekstrak biji 10, 30, 60, 80 g/100 ml sedangkan ekstrak kulit 80 g/100 ml.Ekstrak biji dan kulit buah bintaro diuji pada kelompok larva. Berdasarkan hasil penelitian, Ekstrak biji dan kulit buah bintaro mampu digunakan sebagai larvasida. Ekstrak biji bintaro memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak kulit bintaro. Berdasarkan uji fitokimia, senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam biji dan kulit buah bintaro adalah golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan steroid.

Kata kunci: biji, Cerbera odollam, kulit, larvasida, Musca domestica

ABSTRACT

HADDI WISNU YUDHA. Effectiveness of Bintaro Extract (Cerbera odollam) as Larvicide of House Fly (Musca domestica). Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI and SUPRIYONO.

Cerbera odollam is known as bintaro in Indonesia. It is a poisonuous plant which is found at seaside, mangrove forest, and widely used to hold a high wave, prevent landslide, and as decorated plant. Bintaro has potential as a natural larvicide but there is no research about using bintaro to control Musca domestica’s larvae in Indonesia. The objective of this research is to measure effectiveness of bintaro as a larvicide of M. domestica. The parts of bintaro which is used for research were seeds and barks. Seeds and barks were extracted by methanol 96% and diluted by aquabidest. The concentration of extract divided to some groups, there was negative control which is only given aquadest, seeds extract 10, 30 , 60, 80 g/100 ml and barks extract 80 g/100 ml. Seeds and barks extract were tested to larvae groups. The result showed that seeds and barks extract of Bintaro can be used for larvicide. Seeds extract was more effective than barks extract. Phytochemical screening showed that alkaloids, flavonoids, saponins, tannins, and steroids were the secondary metabolite compounds contained in seeds and barks.

(5)
(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH BINTARO (

Cerbera odollam

)

SEBAGAI LARVASIDA LALAT RUMAH (

Musca domestica

)

(7)
(8)
(9)

Judul Skripsi : Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai Larvasida Lalat Rumah (Musca domestica)

Nama : Haddi Wisnu Yudha NIM : B04090131

Disetujui oleh

drh Upik Kesumawati Hadi, MS, Ph.D Pembimbing I

drh Supriyono Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, Ph.D. APVet

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini adalah Efektivitas Ekstrak Buah Bintaro (Cerbera odollam) sebagai Larvasida Lalat Rumah (Musca domestica).

Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. drh. Upik Kesumawati, MS, Ph.D dan drh. Supriyono selaku pembimbing atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. drh. Gunanti, MS dan drh. Aulia Andi Mustika, M.Si selaku dosen penguji dan penilai atas segala bimbingan, kritik, dan saran yang telah diberikan. 3. Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D. APVet selaku dosen

pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjdai mahasiswa FKH IPB.

4. Bapak Uje Koswara, SH, ibu Nur Aida, kakak Ahmad Firmansyah, nenek Atih Riwayatih, adik Gigih Rahmadani Maris serta seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang, dan motivasinya.

5. Kak Meriza, Kak Kiki, Kak Lala serta staf laboratorium Entomologi Kesehatan yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data. 6. Rekan-rekan “Carica”, “Gugel”, “All is Well”, angkatan 46 “Geochelone”

yang selalu memberikan dukungan yang luar biasa. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Buah Bintaro (Cerbera odollam) 2

Lalat Rumah (Musca domestica) 3

METODE 5

Waktu dan Tempat 5

Metode Penelitian 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 14

(12)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji kualitatif fitokimia biji dan kulit buah bintaro 7 2 Rata-rata persentase kematian larva lalat M. domestica setelah perlakuan dengan

ekstrak biji dan kulit buah bintaro 9

DAFTAR GAMBAR

3 Buah bintaro (Cerbera odollam) 3

4 Lalat rumah (Musca domestica) 4

5 Siklus hidup Musca domestica 4

6 Grafik persentase kematian larva M. domestica dengan berbagai tingkat

konsentrasi ekstrak 10

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil analisis Probit LC50 dan LC90 14

2. Hasil analisis deskriptif One Way perlakuan ekstrak biji dan kulit buah

bintaro terhadap waktu dan kematian larva 15

3. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan perlakuan ekstrak biji dan

kulit buah bintaro terhadap waktu dan kematian larva 16

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Jumlah peternakan unggas sebagai penyuplai kebutuhan protein hewani masyarakat di Indonesia semakin bertambah dan berkembang pesat. Peningkatan jumlah peternakan ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu polusi udara serta peningkatan populasi lalat rumah. Polusi udara timbul akibat permasalahan dalam pengelolaan manur. Bau yang ditimbulkan akibat manur menimbulkan keresahan bagi masyarakat sekitar peternakan (Larrain dan Salas 2008).

Manur hewan adalah limbah organik yang digunakan untuk mengolah lahan pertanian yang terdiri dari campuran feses, urin dan sisa-sisa pakan hewan (Purser 2009). Manur merupakan habitat yang ideal untuk perkembangbiakan lalat. Tumpukan manur yang mengeluarkan bau ammonia menjadi faktor pemicu lalat betina untuk bertelur. Telur ini kemudian akan berkembang menjadi larva, pupa, dan lalat dewasa yang sangat mengganggu masyarakat. Lalat dewasa akan berpindah ke rumah penduduk sekitar karena menyukai tempat yang memiliki kelembaban tinggi dan menghindari cahaya (Hadi dan Koesharto 2006).

Lalat rumah berperan sebagai vektor mekanik berbagai macam penyakit. Patogen yang dibawa mengakibatkan penyakit pada saluran pencernaan misalnya demam tifoid, paratifoid, enteritis, lepra, disentri, amoeba, keracunan makanan, dan tuberkulosis. Penyakit parasit seperti cacing Enterobius vermicularis, Ancylostoma, Necator, Ascaris, Taenia serta Trichuris juga sering ditemukan pada tubuh atau kaki Musca domestica. M. domestica dapat menularkan berbagai penyakit penting lainnya, antara lain poliomielitis, hepatitis, trakhoma (Hadi dan Koesharto 2006), virus avian influenza (Mabbett 2007), golongan protozoa seperti

Entamoeba histolytica dan Entamoeba coli serta vektor mekanik dari bakteri antraks (Fassanella et al. 2010; Kassiri et al. 2012).

Berbagai upaya dilakukan untuk mengendalikan populasi lalat, baik dengan pengendalian secara fisik, kimia, dan biologis. Peningkatan populasi M. domestica

memberikan dampak yang buruk kepada masyarakat dari segi kesehatan, lingkungan, industri peternakan, bahkan industri pariwisata (Hadi dan Koesharto 2006). Proses pengendalian lalat saat ini banyak dilakukan dengan menggunakan pestisida sintetik (insektisida). Penggunaan insektisida dalam pengendalian lalat meliputi pengendalian larva lalat (larvasida), repellent lalat dewasa (penolakan), penyemprotan residual pada permukaan ruangan, dan pemasangan umpan. Penggunaan insektisida dalam pengendalian larva lalat menimbulkan dampak negatif berupa masalah kesehatan bagi masyarakat dan lingkungan serta memicu terjadinya resistensi terhadap lalat (Avecedo et al. 2009). Resistensi ini dapat terjadi akibat penggunaan pestisida yang sama terhadap larva lalat dalam waktu yang lama secara terus menerus.

(14)

2

terhadap serangga, bahan yang digunakan bernilai murah dan mudah dijumpai di alam. Pemanfaatan buah bintaro (Cerbera odollam) merupakan salah satu usaha yang baik dan efisien untuk pemutusan siklus hidup lalat M. domestica. Penggunaan ekstrak buah bintaro untuk pengendalian larva lalat rumah belum pernah dilakukan di Indonesia. Berdasarkan pengalaman masyarakat, jenis tanaman yang memiliki potensi sebagai insektisida alami adalah tanaman buah bintaro (C. odollam) sehingga perlu dilakukan pembuktian terhadap khasiat buah bintaro (C. odollam) sebagai larvasida lalat rumah (M. domestica).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas buah bintaro (C. odollam) sebagai larvasida lalat rumah (M. domestica).

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan larvasida alami dari tanaman bintaro (C. odollam) terhadap lalat rumah (M. domestica) sehingga dapat mengurangi penggunaan pestisida sintetik.

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Bintaro (Cerbera odollam)

Tanaman bintaro tergolong dalam ordo Gentianales dan famili Apocynaceae. Pohonnya bercabang rendah, sering berbonggol-bonggol, tinggi pohonnya dapat mencapai 17 meter namun kebanyakan lebih rendah (Steenis 1975). Batang tanaman bintaro tegak, berkayu, berbentuk bulat, dan berbintik-bintik hitam. Daun bintaro merupakan daun tunggal berbentuk lonjong dengan bunga putih, bentuk daunnya bertangkai, menyebar, Buah bintaro merupakan buah drupa yang memiliki biji, memiliki tiga lapisan yaitu epicarp atau eksocarp, mesocarp, dan

(15)

3

Gambar 1 Buah Bintaro (Cerbera odollam) Sumber: Pranowo (2010)

Inti biji buah bintaro yang masak dan segar mengandung alkaloid cerberin, suatu zat yang berasa pahit dan beracun. Kulit batang bintaro juga mengandung senyawa alkaloid yang berfungsi sebagai antijamur (Oesman et al 2010; Singh et al. 2012). Cerberin merupakan glikosida bebas nitrogen, yang bekerja sebagai racun jantung yang sangat kuat. Cerberin dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung sehingga dapat mengakibatkan kematian. Kandungan cerberin ini diduga juga berperan terhadap mortalitas serangga (Utami 2010; Rohimatun dan Suriati 2011). Buah bintaro juga memiliki kandungan steroid (Kuddus et al. 2011). Steroid pada tumbuhan memiliki fungsi protektif, misalnya fitoekdison yang memiliki struktur mirip dengan hormon molting serangga. Kandungan steroid dapat menghambat proses molting larva (Yunita et al. 2009).

Penggunaan buah bintaro sebagai pestisida alami merupakan usaha untuk memanfaatkan buah bintaro yang masih dianggap sebagai limbah menjadi memiliki nilai tambah baik secara khasiat maupun ekonomi. Tanaman bintaro diketahui mengandung banyak senyawa metabolit beracun yang dapat digunakan sebagai alternatif pestisida alami (flavonoid, steroid, saponin, alkaloid dan tanin) yang mudah diperoleh, mudah diaplikasikan, aman bagi masyarakat, dan ramah lingkungan (Rohimatun dan Suriati 2011; Soesanti dan Indriati 2011; Singh et al.

2012). Kulit dan daun buah bintaro menyebabkan efek mortalitas yang tinggi terhadap rayap tanah Coptotermes sp., Tarmadi (2007), Spodoptera litura,

Pteroma plagiophleps Hampson, dan Eurema spp. (Utami et al. 2010) sedangkan biji buah bintaro mempunyai efek antibakterial, sitotoksik, dan diuretik (Ahmed et al. 2008).

Lalat Rumah (Musca domestica)

(16)

4

suhu 30 °C, melewati 3 kali fase instar. Tubuhnya ramping, agak membulat, bersegmen di bagian caudal, mulutnya memiliki kait yang berjumlah satu buah, serta berwarna pucat. Di setiap segmen terdapat mikrospina yang berbentuk seperti kait (hook-shaped setulae). Mikrospina tersusun pada daerah segmen dan tersebar di sekitar segmen. Biasanya setulae tersebut hanya berada pada segmen di daerah abdominal dari segmen satu sampai dengan tujuh, namun tidak terdapat pada daerah metatoraks (Service 2000; Haq et al. 2012). Larva memiliki sepasang spirakel posterior yang jelas. Spirakel merupakan sistem percabangan tabung hawa di dalam tubuh larva yang berawal dari bukaan pada permukaan lateral tubuh serta berfungsi sebagai sistem pernafasan pada larva (Hadi dan Soviana 2010). Spirakel biasanya berbentuk bulat, berwarna kekuningan, serta jarak antara spirakel yang satu dengan yang lainnya biasanya kurang dari setengah diameter spirakel bagian lateral (Service 2000; Haq et al. 2012).

Larva menyukai tempat dengan suhu dan kelembaban yang tinggi tetapi menghindari tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi. Larva berhenti makan dan berpindah ke tempat yang lebih kering dan dingin sebelum menjadi pupa. Kulit larva berkembang menjadi keras kemudian mengalami metamorfosis menjadi pupa. Lalat betina sudah mampu untuk melakukan perkawinan setelah muncul dari cangkang pupa. Kebanyakan lalat betina hanya mampu kawin sekali namun lalat betina mampu meletakkan telurnya sepanjang hidupnya. Lalat rumah hanya dapat hidup sekitar satu minggu serta meletakkan telurnya sekitar 2 atau 3 kelompok telur. Lalat betina biasanya terbang ke arah tempat perindukan karena tertarik oleh bau CO2 dan ammonia (Hadi dan Koesharto 2006; Larrain dan Saras 2008).

Lalat rumah (M. domestica) merupakan lalat yang bersifat kosmopolit sehingga mudah ditemukan di lingkungan. Lalat rumah juga berperan sebagai vektor mekanik terhadap berbagai penyakit yang dapat menyerang pada hewan dan manusia. Beberapa penyakit yang berperantara M. domestica antara lain

Gambar 2 Lalat Rumah (M. domestica) Sumber: Sanchez-Arroyo dan Capinera (2008)

Gambar 3 Siklus Hidup M. domestica

(17)

5 sigelosis, salmonelosis, tuberkulosis, disentri, poliomielitis, pasteurelosis, dan bruselosis (Sukontason et al. 2007; Hadi dan Soviana 2010).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012 di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH IPB, Laboratorium Biomaterial Fisik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong dan Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi FKH IPB.

Metode Penelitian

Buah bintaro diperoleh dari IPB Dramaga dengan spesifikasi buah yang masih muda dengan warna hijau. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan yang meliputi preparasi, pembuatan ekstrak biji dan kulit buah bintaro, pemeliharaan larva lalat rumah, aplikasi ekstrak dan perhitungan konsentrasi letal, serta pengujian fitokimia buah bintaro.

a. Pembuatan ekstrak biji dan kulit buah bintaro

Pembuatan ekstrak buah bintaro dengan bahan biji dan kulit dilakukan dengan metode maserasi. Bahan yang digunakan adalah biji dan kulit buah bintaro. Pembuatan ekstrak biji dan kulit buah bintaro dilakukan secara terpisah. Buah bintaro dipotong-potong dan dipisahkan antara kulit dan biji buahnya kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50 °C dengan kelembaban 60–70%. Kulit dan biji buah bintaro yang telah dikeringkan kemudian digiling hingga halus, lalu direndam dalam pelarut metanol 96% dengan perbandingan 1:3 (b/v) selama 3 hari. Masing-masing hasil rendaman dikeringbekukan dengan evaporator dan

freeze dryer sehingga dihasilkan ekstrak biji dan kulit bintaro dalam bentuk serbuk.

b. Pemeliharaan larva M. domestica

(18)

6

c. Pengujian fitokimia

Uji Fitokimia digunakan untuk mengetahui kandungan bahan kimia yang terdapat dalam suatu tanaman. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid/steroid, dan tanin dengan mengikuti prosedur Harborne (1987).

Uji Alkaloid

Sebanyak 2 gram contoh ditambah 10 ml kloroform dan beberapa tetes amoniak. Fraksi kloroform didapatkan dengan cara menghisap kloroform perlahan-lahan dengan pipet tetes. Fraksi kloroform diasamkan dengan H2SO4 2 M. Fraksi H2SO4 diambil kemudian ditambahkan pereaksi Meyer, Dragendorf dan Wagner. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya endapan putih dengan pereaksi Meyer, endapan merah jingga dengan pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner.

Uji Saponin

Sebanyak 1 gram contoh ditambah air secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit kemudian didinginkan dan dikocok kuat-kuat. Adanya saponin ditandai dengan timbulnya busa yang stabil selama 10 menit.

Uji Flavonoid dan Senyawa Fenolik

Sebanyak 1 gram contoh ditambah metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtrat diuji pada spot plate. Reaksi positif ditandai dengan timbulnya warna merah setelah ditambahkan NaOH 10% (b/v).

Uji Triterpenoid atau Steroid

Sebanyak 2 gram contoh ditambahkan 25 ml etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtrat diuapkan lalu ditambahkan eter. Lapisan eter dipipet dan diuji pada spot plate. Reaksi positif terhadap triterpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah/ungu setelah ditambahkan pereaksi Liberman Buchard (3 tetes), sedangkan reaksi positif terhadap steroid ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau.

Uji Tanin

Sebanyak 10 gram contoh ditambah air lalu dididihkan selama beberapa menit kemudian disaring. Filtrat ditambahkan FeCl3 1% (b/v). Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna biru atau hitam kehijauan.

d. Aplikasi ekstrak biji dan kulit buah bintaro terhadap larva

Aplikasi dilakukan pada kelompok kontrol dan lima kelompok perlakuan. Larva yang digunakan adalah larva M. domestica instar tiga. Setiap kelompok terdiri dari 20 ekor larva kemudian diletakkan ke dalam gelas plastik.

(19)

7 dengan penutup plastik yang telah diberi lubang. Pengamatan kematian larva dilakukan pada jam ke- 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, dan 24 setelah perlakuan. Perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

e. Analisis data

Data presentasi kematian dihitung dalam persen kematian dengan rumus sebagai berikut:

Persentase Kematian (%) = Σ Larva yang mati

Σ Total larva

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam ANOVA, dilanjutkan dengan uji Duncan untuk menguji perbedaan di antara perlakuan yang ada. Data hasil penelitian juga dianalisis menggunakan analisis probit dengan menggunakan program SPSS 16.0 untuk memperoleh nilai Lethal Time 50 (LT50) dan Lethal

Hasil menunjukkan bahwa nilai rendemen ekstrak biji dan kulit buah bintaro yang didapat yaitu sebesar 0.03% ekstrak biji dan 0.01% ekstrak kulit. Banyaknya ekstrak biji dan kulit buah bintaro tergantung dari lamanya pengeringan, penggilingan dan perendaman buah bintaro di dalam pelarut. Hasil uji kualitatif fitokimia menunjukkan bahwa pada biji dan kulit buah bintaro mengandung senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil uji kualitatif fitokimia biji dan kulit buah bintaro

Senyawa kimia yang terkandung di dalam biji buah bintaro merupakan faktor utama terhadap mortalitas larva. Alkaloid, flavonoid, dan saponin merupakan senyawa yang diduga mempunyai daya kerja sebagai larvasida. Senyawa lain seperti tanin dan steroid menjadi senyawa yang bersifat sinergis dalam aktivitas larvasida. Senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid yang terdapat pada ekstrak biji dan kulit buah bintaro adalah cerberin. Cerberin merupakan zat yang bersifat toksik, repellent, dan menyebabkan anoreksia pada larva (Dono et al.2008; Rohimatun dan Suriati 2011;Soesanti dan Indriati 2011).

Flavonoid mempunyai aktivitas biologik sebagai pengendur otot (Hernani dan Nurdjanah 2009). Flavonoid berperan sebagai antimikrobial, antifungal dan memiliki efek sitotoksik pada larva (Andersen dan Markham 2006; Samantha et al.

Ekstrak Jenis Uji

Alkaloid Flavonoid Saponin Tanin Steroid

Biji + + + + +

Kulit buah + + + + +

(20)

8

2011). Flavonoid bekerja pada sitosol dan akan mempengaruhi sistem pencernaan larva memiliki daya tarik terhadap larva M. domestica sehingga larva yang terpapar oleh flavonoid akan mengalami anoreksia, larva mengalami malnutrisi sehingga akan mengganggu pertumbuhan larva (Samantha et al. 2011).

Saponin sebagai bahan yang mirip detergen mempunyai kemampuan untuk merusak membran sel (Turk 2006). Saponin tidak hanya mengganggu lapisan lipoid dari epikutikula tetapi juga mengganggu lapisan protein endokutikula sehingga senyawa toksik dapat masuk dengan mudah ke dalam tubuh serangga atau larva (Yunita et al. 2009). Saponin dapat menginduksi perubahan permeabilitas membran sel sehingga dapat meningkatkan penetrasi senyawa toksik karena dapat melarutkan bahan-bahan lipofilik dengan air. Zat toksik masuk ke dalam mulut larva melalui sistem pernapasan yang berupa spirakel di permukaan tubuh dan menimbulkan kerusakan pada spirakel. Kerusakan pada spirakel menyebabkan larva tidak bisa bernapas sehingga larva mati. Saponin dapat menghambat kerja enzim asetilkolinesterase sehingga terjadi penumpukan asetilkolin yang menyebabkan kerusakan pada sistem penghantaran impuls ke otot yang dapat menyebabkan otot menjadi kejang, paralisis dan berakhir dengan kematian. Saponin juga memiliki fungsi sebagai antijamur, antibakteri, antivirus dan antiprotozoa (Francis et al. 2002; Turk 2006).

Tanin mampu menekan konsumsi pakan, tingkat pertumbuhan, dan kemampuan bertahan serangga. Komponen tanin menghalangi serangga dalam mencerna makanan karena tanin mengikat protein dalam sistem pencernaan yang diperlukan serangga untuk pertumbuhan, sehingga proses penyerapan protein dalam sistem pencernaan menjadi terganggu (Hagerman 2002; Yunita et al. 2009). Gejala klinis dari individu yang mengalami keracunan tanin yaitu anoreksia, depresi, adanya ulkus di saluran pencernaan, tergantung seberapa besar tanin yang masuk ke dalam tubuh individu (Frutos et al. 2004).

Steroid dikenal sebagai senyawa yang memiliki efek toksik terhadap serangga. Steroid pada tumbuhan memiliki fungsi protektif, misalnya fitoekdison yang memiliki struktur mirip dengan hormon molting serangga. Kandungan steroid dapat menghambat proses molting larva jika termakan. Yunita et al. (2009) melaporkan bahwa steroid yang terkandung di dalam daun teklan (Eupatorium riparium) dapat menghambat perkembangan nyamuk Aedesaegypti.

Efektivitas Bintaro terhadap Larva M. domestica

(21)

9 Tabel 2 Rata-rata persentase kematian larva lalat M. domestica setelah perlakuan

dengan ekstrak biji dan kulit buah bintaro

Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05).

Gambar 4 Persentase kematian larva M. domestica dengan berbagai tingkat konsentrasi ekstrak.

Tingkat kematian larva pada jam ke-1 dan ke-2 setelah perlakuan menunjukkan nilai yang rendah pada tiap konsentrasi. Jumlah kematian larva pada ekstrak biji konsentrasi 30, 60 dan 80 g/100 ml semakin meningkat sampai dengan jam ke-24 setelah perlakuan. Kematian tertinggi ditunjukkan pada ekstrak biji konsentrasi 80 g/100 ml pada jam ke-24 setelah perlakuan, sedangkan kematian terendah ditunjukkan pada ekstrak kulit konsentrasi 80 g/100 ml (Tabel 2).

Berdasarkan hasil penelitian, Ekstrak biji dan kulit buah bintaro memiliki tingkat aktivitas larvasida yang berbeda. Ekstrak biji bintaro lebih potensial dalam membunuh larva dibandingkan dengan ekstrak kulit buah bintaro. Perbedaan kemampuan dalam aktivitas larvasida ini kemungkinan disebabkan konsentrasi senyawa metabolit yang berbeda, serta adanya senyawa lain yang dimiliki oleh biji bintaro sehingga menimbulkan kematian pada larva.

Durasi senyawa metabolit sekunder yang lambat saat masuk ke dalam tubuh larva diduga menjadi penyebab rendahnya kematian larva pada awal pengamatan. Ketersediaan nutrisi, kelembaban lingkungan, kondisi tubuh larva, kepekaan larva terhadap larvasida dapat mempengaruhi kematian larva. Kondisi dan suhu lingkungan larva yang sangat mendukung dapat menyebabkan larva bertahan selama beberapa hari apabila tidak ada makanan di lingkungannya (Service 2000).

0,00

Perlakuan (g/100 ml) Persentase kematian larva pada jam ke- (setelah perlakuan)

(22)

10

Peningkatan jumlah kematian larva yang tinggi pada akhir pengamatan disebabkan oleh masuknya senyawa metabolit sekunder ke dalam tubuh larva dan merusak sistem organ larva serta menghambat aktivitas larva.

Gejala yang timbul pada larva akibat paparan larvasida diawali dengan kelumpuhan dan penurunan mobilitas larva (Ekawati dan Tukiran 2012). Gejala keracunan tersebut biasa disebut efek knock down (Asmaliyah et al. 2010; Utami

et al. 2010). Tubuh larva yang mati akan menjadi pucat, kemudian menjadi kehitaman dan lunak.

Pemberian ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda akan memiliki pengaruh yang berbeda pula terhadap mortalitas larva. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi jumlah kematian pada larva (Pangnakorn et al. 2012) kecuali pada ekstrak kulit bintaro. Efektivitas ekstrak biji dan kulit bintaro terhadap tingkat mortalitas larva disajikan pada Gambar 4.

Peningkatan konsentrasi ekstrak buah bintaro menyebabkan peningkatan kematian larva dari jam ke-1 sampai dengan jam ke-24. Persentase kematian larva terlihat semakin tinggi pada selang antara jam ke-6 sampai jam ke-24 setelah perlakuan pada setiap konsentrasi. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada biji dan kulit buah bintaro dapat menyebabkan peningkatan jumlah kematian larva pada tiap jam pengamatan.

Keefektifan ekstrak biji dan buah bintaro sebagai larvasida dapat ditentukan dengan menghitung LT50, LT90, LC50 dan LC90 menggunakan analisis probit. LT50 dan LT90 paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak biji konsentrasi 80 g/100 ml sedangkan LT50 dan LT90 paling tinggi ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak kulit konsentrasi 80 g/100 ml (Tabel 3). Ekstrak biji konsentrasi 80 g/100 ml mampu membunuh 50% dan 90% populasi larva M. domestica dalam waktu 4.63 dan 10.50 jam. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak bintaro dapat mempercepat proses masuknya senyawa metabolit sekunder ke dalam tubuh larva.

(23)

11

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Ekstrak biji dan kulit buah bintaro memiliki potensi sebagai larvasida terhadap M. domestica. Ekstrak biji bintaro memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak kulit bintaro. Konsentrasi efektif yang digunakan sebagai larvasida terhadap M. domestica yaitu ekstrak biji 30 g/100 ml dengan persentase kematian larva sebesar 86.67% pada jam ke-24 setelah perlakuan. Nilai LT50 dan LC50 dari ekstrak biji bintaro konsentrasi 30 g/100 ml yaitu sebesar 8.71 jam dan 12.49 g/100 ml.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengujian ekstrak bintaro menggunakan pelarut yang bersifat polar dan melakukan fraksinasi terhadap senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam biji dan kulit bintaro.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed F, Amin R, Shahid IZ, Sobhani MME. 2008. Antibacterial, cytotoxic and neuropharmacological activities of Cerbera odollam seeds. Oriental Pharmacy and Experimental Medicine. 8(4):323-328. DOI 10.3742/OPEM.2008.8.4.323.

Andersen OM, Markham KR. 2006. Flavonoids: Chemistry, Biochemistry and Applications. New Zealand (NZ): CRC Pr.

Asmaliyah, Sumardi, Musyafa. 2010. Uji toksisitas ekstrak daun Nicolaia atropurpurea Val. Terhadap serangga hama Spodoptera litura Fabricus (Lepidoptera: Noctuidae). JPHT. 7(5):253-263.

Avecedo GR, Zapater M, Toloza AC. 2009. Insecticide resistance of house fly,

Musca domestica (L.) from Argentina. Parasitol Res. 105:489-493. DOI 10.1007s00436-1425-x.

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Kalimantan Tengah. 2011.

Pestisida Nabati: Pembuatan dan Manfaat. Kalimantan Tengah (ID): Info Teknologi Pertanian.

Dono D, Hidayat S, Nasahi C, Anggraini E. 2008. Pengaruh ekstrak biji

Barringtonia asiatica L. (Kurz) (Lecythidaceae) terhadap mortalitas larva dan fekunditas Cricodolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae). J Agri. 19(1):5-14.

(24)

12

Fassanella A, Scasciamacchia S, Garofolo G, Giangaspero A, Tarsitano E, Adone R. 2010. Evaluation of the house fly Musca domestica as a mechanical vector for an anthrax. PLoS ONE. 5(8): e12219. doi:10.1371/journal.pone.0012219.

Francis G, Kerem Z, Makkar HPS, Becker K. 2002. The biological action of saponins in animal systems: a review. British J Nutrition. 88:587-805. Frutos P, Hervás G, Giráldez FJ, Mantecón AR. 2004. Review: tannins and

ruminant nutrition. Spanish J Agri Res. 2(2):191-202.

Hadi UK, Koesharto FX. 2006. Hama dan Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Upik KH, Singgih HS, editor. Bogor (ID): IPB Pr.

Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi, dan Pengendaliannya. Bogor (ID): IPB Pr.

Hagerman AE. 2002. The Tannin Handbook. Miami (US): Miami University. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Padmawinata K, penerjemah. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Ed ke-2.

Haq R, Khan MFU, Haq EU. 2012. Effects of lead acetate on morphology of

Musca domesticaL. (Muscidae: Diptera). J Basic of App Scie. 8:291-296. Hernani, Nurdjanah R. 2009. Aspek pengeringan dalam mempertahankan

kandungan metabolit sekunder pada tanaman obat. Perkembangan Teknologi TRO. 21(2):33-39.

[IDPH] Illnois Department of Public Health. 2013. The house fly and other filth flies [Internet]. Springfield (US): Department of Public Health. [diunduh 2013 Juni 10]. Tersedia pada http://www.idph.state.il.us/images/housefly.gif. Kassiri H, Akbarzadeh K, Ghaderi A. 2012. Isolation of pathogenic bacteria on

the house fly, Musca domestica L. (Diptera: Muscidae), body surface in Ahwaz Hospitals, Southwestern Iran. Asian Pac J Trop Med. S1116-S1119. Kuddus MR, Rumi F, Masud MM. 2011. Phytochemical screening and

antioxidant activity Studies of Cerbera odollam Gaetrn. Int J Pharm Bio Sci. 2(1):p413-p418.

Larrain P, Salas C. 2008. House fly (Musca domestica L.) (Diptera: Muscidae) development in different types of manure. Chilean J Agric Res I. 68(2):1-3. doi: 10.4067/S0718-58392008000200009.

Mabbett T. 2007. Houseflies can spread bird flu virus: Study [Internet]. North America (US): The Poultry Site [diunduh 2013 Februari 5]. Tersedia pada http://www.thepoultrysite.com/poultrynews/12296/houseflies-can-spread-bird-flu-virus-study.

Mansour SA, Bakr RFA, Mohammed RI, Hasaneen NM. 2011. Larvicidal activity of some botanical extract, commercial insecticides and their binary mixture against the housefly, Musca domestica L. The Open Toxinol J. 4:1-13. Marisa H, Setiawan D. 2012. Flora of Western Beach Bangka Island. IPCBEE.

Singapore (SG): IACSIT Pr. 40:91-95.

Oesman F, Murniana, Khairunnas M, Saidi N. 2010. Antifungal activity of alkaloid from bark of Cerbera odollam. J Natural. 10(2):18-21.

(25)

13 Pattanaik C, Reddy CS, Dhal NK, Das R. 2008. Utilisation of mangrove forests in Bhitarkanika wildlife sanctuary, Orissa. Indian J Traditional Knowledge. 7(4):598-603.

[PROSEA] Plant Resourches of South East Asia. 2002. Plant Resourches of South East Asia 12: Medicinal and Poisonus Plants 2. Bogor (ID): PROSEA. Pranowo D. 2010. Bintaro (Cerbera Manghas LINN) Tanaman Penghasil Minyak

Nabati. Tree. 1:91.

Purser J. 2009. Animal Manure as Fertilizer. Alaska (US): University of Alaska Fairbanks.

Rohimatun, Suriati S. 2011. Bintaro (Cerbera manghas) sebagai pestisida nabati.

Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 17(1):1-4.

Samantha A, Das G, Das SK. 2011. Roles of flavonoids in plants. Int J Pharm Sci Tech. 6(1):12-35.

Sanchez-Arroyo H, Capinera JL. 2008. Featured creatures of Musca domestica

[Internet]. Florida (US): University of Florida. [diunduh 2013 Feb 12].

Tersedia pada

http://entnemdept.ufl.edu/Creatures/urban/flies/house_fly06.htm.

Service MW. 2000. Medical Entomology for Students. Liverpool (UK): Cambridge University Pr. 2nd Ed.

Singh H, Alsamarai G, Syarhabil M. 2012. Performance of botanical pesticides to control post-harvest fungi in citrus. Int J Sci Eng Res. 3(4):1-4.

Soesanty F, Indriati G. 2011. Hama ulat pemakan daun tanaman bintaro (Cerbera manghas). Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.

17(1):6-9.

Steenis CGGJ. 1975. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Moeso S, Soenarto H, Soerjo SA, Wibisono, Margono P, Soemantri WB, penerjemah; Moeso S, editor. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Voorlooper eener Schoolflora voor Java. Ed ke-1.

Sukontason KL, Bunchoo M, Khantawa B, Piangjai S, Rongsriyam Y, Sukontason K. 2007. Comparison Musca domestica and Chrysomya megacephala as carriers of bacteria in Nothern Thailand. Southeast Asian J Trop Med Pub Health. 38(1): 38–44.

Tarmadi D, Prianto AH, Guswenrivo I, Kartika T, Yusuf S. 2007. Pengaruh ekstrak bintaro (Cerbera odollam Gaetrn) dan kecubung (Brugmansia candida Pers) terhadap rayap tanah Coptotermes sp.J Trop Wood Scie Tech. 5(1):38-42.

Towaha J, Indriati G. 2011. Potensi tanaman bintaro (Cerbera manghas) sebagai alternatif sumber bahan bakar nabati. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 17(1):4-6.

Turk FM. 2006. Saponins versus plant fungal pathogens. J Cell Mol Biol. 5:13-17. Utami S. 2010. Aktivitas insektisida bintaro (Cerbera odollam Gaertn) terhadap

hama Eurema spp. pada skala laboratorium. JPHT. 7(4):211-220.

Utami S, Syaufina L, Haneda NF. 2010. Daya racun ekstrak kasar daun bintaro (Cerbera odollam Gaetrn.) terhadap larva Spodoptera litura fabricius. JIPI. 15(2):96-100.

Yunita EA, Suprapti NH, Hidayat JW. 2009. Pengaruh ekstrak daun teklan

(26)
(27)

15

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Analisis Probit LC50 dan LC90

EPA PROBIT ANALYSIS PROGRAM Chi - Square for Heterogeneity

(tabular value at 0.05 level) = 5.991 Mu = 1.096488

Sigma = 0.367396

Parameter Estimate Std. Err 95% Confidence Limits Intercept 2.015513 0.811088 (0.425781, 3.605245) Slope 2.721859 0.596946 (1.551845, 3.891872)

Theoretical Spontaneous Response Rate = 0.000

Estimated LC Values and Confidence Limits

(28)

16

Lampiran 2 Hasil Analisis Deskriptif One Way Perlakuan Ekstrak Biji dan Kulit Buah Bintaro terhadap Waktu dan Kematian Larva

ONEWAY Kematian Waktu BY Perlakuan

/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS

/POSTHOC=DUNCAN ALPHA(0.05).

Oneway

Descriptives

Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

Kematian K 24 .0000 .00000 .00000 .0000 .0000 .00 .00

b 10 24 6.4583 19.86253 4.05442 -1.9289 14.8455 .00 95.00

b 30 24 43.3333 35.03621 7.15174 28.5388 58.1278 .00 95.00

b 60 24 35.8333 35.46789 7.23985 20.8566 50.8101 .00 100.00

b 80 24 55.2083 35.97944 7.34427 40.0155 70.4011 .00 100.00

k 80 24 5.2083 5.41318 1.10496 2.9225 7.4941 .00 20.00

Total 144 24.3403 33.66457 2.80538 18.7949 29.8857 .00 100.00

Waktu 24 4.50 2.341 .478 3.51 5.49 1 8

b 10 24 4.50 2.341 .478 3.51 5.49 1 8

b 30 24 4.50 2.341 .478 3.51 5.49 1 8

b 60 24 4.50 2.341 .478 3.51 5.49 1 8

b 80 24 4.50 2.341 .478 3.51 5.49 1 8

k 80 24 4.50 2.341 .478 3.51 5.49 1 8

Total 144 4.50 2.299 .192 4.12 4.88 1 8

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Kematian 20.309 5 138 .000

(29)

17

Lampiran 3 Hasil Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Perlakuan Ekstrak Biji dan Kulit Buah Bintaro terhadap Waktu dan Kematian Larva

ANOVA

Sum of Squares df Mean square F Sig.

Kematian Between Groups 65373.785 5 13074.757 18.661 .000

Within Groups 96688.542 138 700.642

Total 162062.326 143

Waktu Between Groups .000 5 .000 .000 1.000

Within Groups 756.000 138 5.478

Total 756.000 143

Post Hoc Tests

Homogeneous Subsets

Kematian

Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

K 24 .0000

k 80 24 5.2083

b 10 24 6.4583

b 60 24 35.8333

b 30 24 43.3333 43.3333

b 80 24 55.2083

Sig. .430 .328 .122

(30)

18

Waktu

Duncan

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1

K 24 4.50

b 10 24 4.50

b 30 24 4.50

b 60 24 4.50

b 80 24 4.50

k 80 24 4.50

Sig. 1.000

(31)

19

RIWAYAT HIDUP

Haddi Wisnu Yudha. Lahir di Bandung, 22 November 1992 dari ayah Uje Koswara, SH dan ibu Nur Aida, sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2003 di SD Negeri Patrakomala II, Bandung. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2006 di SMP Negeri 14, Bandung. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2009 dari SMA Negeri 18, Bandung, dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis memilih Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten mata kuliah Parasitologi Veteriner: Ektoparasit pada tahun 2011/2012, menjadi staf PSDM di Ikatan Keluarga Muslim TPB pada tahun 2009/2010, Staf PPSDM BEM FKH pada tahun 2010/2011, ketua departemen Informasi dan Relasi Publik DKM An-Nahl pada tahun 2010/2011, wakil ketua Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) cabang IPB pada tahun 2010/2011, wakil ketua Organisasi Mahasiswa Daerah

“Paguyuban Mahasiswa Bandung” pada tahun 2010/2011, dan ketua Himpunan

Gambar

Gambar 4 Persentase kematian larva  M. domestica dengan berbagai tingkat
Tabel 3 Nilai Lethal Time 50 (LT50) dan Lethal Time 90 (LT90)

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian Al-Habibi (2013), dengan menggunakan ekstrak daun Legundi (Vitex trifolia, Linn.) yang mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji alpukat mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, saponin, dan tanin; ekstrak biji alpukat memberikan

• Penetapan kadar abu total Skrining fitokimia meliputi golongan senyawa: • Alkaloid • Glikosida • Antrakuinon • Flavonoid • Steroid • Saponin • Tanin Fraksi

Hasil penelitian menunjukkan: terdapat senyawa metabolit alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan polifenol pada ekstrak etanol daun ciplukan; ekstrak etanol daun

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit duku ( Lansium domesticum Corr.) berfungsi sebagai insektisida alami disebabkan adanya senyawa metabolit

Penurunan volume pembengkakan kaki tikus diduga karena didalam ekstrak terkandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan glikosida yang

Pada kulit pisang kepok mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, saponin dan kuinon (Saraswati, 2015), dimana senyawa tersebut memiliki aktivitas antibakteri

Ekstrak bunga sepatu (H. rosa sinensis L.) terbukti memiliki kandungan metabolit sekunder berupa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, dan triterpenoid yang memiliki