• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Produktivitas Tiga Bangsa Babi Eksotik Di Bptu Hpt Siborongborong, Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Produktivitas Tiga Bangsa Babi Eksotik Di Bptu Hpt Siborongborong, Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS TIGA BANGSA BABI

EKSOTIK DI BPTU-HPT SIBORONGBORONG,

PROVINSI SUMATERA UTARA

CIPTA KASIH NOVILITA ZEBUA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbandingan Produktivitas Tiga Bangsa Babi Eksotik di BPTU-HPT Siborongborong, Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017

(4)

RINGKASAN

CIPTA KASIH NOVILITA ZEBUA. Perbandingan Produktivitas Tiga Bangsa Babi Eksotik di BPTU-HPT Siborongborong, Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh MULADNO dan POLLUNG H SIAGIAN.

Landrace, Yorkshire, dan Duroc merupakan bangsa babi impor yang memiliki potensi genetik yang unggul apabila dikembangkan sesuai dengan kondisi dimana ternak tersebut diharapkan dapat berproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kemampuan genetik ternak babi dari bangsa Landrace, Yorkshire, dan Duroc dengan melakukan evaluasi terhadap produktivitas yang memiliki nilai ekonomi yang sangat penting. Penelitian dilakukan di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Siborongborong, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Februari 2016 sampai dengan Juni 2016.

Ternak babi yang digunakan sebanyak 49 ekor terdiri dari 15 ekor jantan dan 34 ekor betina dengan bobot badan awal yaitu 18.5-21.5 kg, yang dipelihara pada kondisi lingkungan yang sama di BPTU-HPT Siborongborong, Provinsi Sumatera Utara. Parameter yang diukur adalah konsumsi ransum harian, pertambahan bobot badan harian, efisiensi penggunaan makanan, tebal lemak punggung, indeks seleksi, dan umur pada saat mencapai bobot 90 kg.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tiga bangsa babi yaitu Landrace, Yorkshire, dan Duroc. Data dianalisa dengan Analysis of Covariance (Ancova) prosedur General Linear Model (GLM) menggunakan program SAS 9 yang dilanjutkan dengan uji Least Squares Means. Data ternak babi jantan dan betina dianalisa secara terpisah.

Hasil penelitian terhadap ternak babi calon pejantan menunjukkan bahwa bangsa berpengaruh signifikan terhadap pertambahan bobot badan harian, efisiensi penggunaan makanan, tebal lemak punggung, indeks seleksi, dan umur pada saat mencapai bobot 90 kg. Hasil penelitian terhadap ternak babi calon induk menunjukkan bahwa bangsa berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ransum harian, pertambahan bobot badan harian, efisiensi penggunaan makanan, tebal lemak punggung, indeks seleksi, dan umur pada saat mencapai bobot 90 kg. Yorkshire merupakan bangsa babi yang memiliki nilai produksi yang mendominasi dari beberapa parameter yang diukur. Berdasarkan kondisi lingkungan pemeliharaan, Yorkshire dan Landrace menampilkan performa yang lebih baik dibanding Duroc. Namun, Duroc memiliki lemak punggung yang lebih tipis yang berpengaruh pada kualitas daging dibanding kedua bangsa lainnya.

(5)

SUMMARY

CIPTA KASIH NOVILITA ZEBUA. Comparative Performance of Three Breeds of Swine in BPTU-HPT Siborongborong, North Sumatera Province. Supervised by MULADNO and POLLUNG H SIAGIAN.

Landrace, Yorkshire, and Duroc breeds of swine play an important role, particularly in Indonesia. These breeds have the most desirable level of production traits, and therefore assure highest economic gains. The objectives of this study was to analyze the comparative ability of animal genetic using evaluation of production that has important economic traits from three breeds (Landrace, Yorkshire, and Duroc) of swine. Research about comparative performance of Landrace, Yorkshire, and Duroc breeds of swine in BPTU-HPT Siborongborong has been conducted from February 2016 to June 2016 in Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Siborongborong, Siborongborong District, Tapanuli Utara Regency, North Sumatera Province.

A total of 49 swines consist 15 boars and 34 gilts, with average body weight 18.5-21.5 kg were used in this research. All of samples were risen in same paddock and feeding management. The observed variables included average daily feed intake, average daily gain, feed conversion, backfat thickness, selection index, and age at 90 kg body weight.

This study used an experimental method with Completely Randomized Design (CRD) using three treatments, Landrace, Yorkshire, and Duroc breeds. The data were analyzed by using Analysis of Covariance (Ancova) Procedur General Linier Model (GLM) and Least Square Means test. Boars and gilts were analyzed in separated data.

The result showed that Landrace, Yorkshire, and Duroc was significantly associated with all variables but not for boars feed intake. The overall, Yorkshire and Landrace performed better than Duroc in terms of average daily gain, feed conversion, selection index, and age at 90 kg body weight. However, Duroc boars and gilts had the thinnest backfat followed by Landrace and Yorkshire.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS TIGA BANGSA BABI

EKSOTIK DI BPTU-HPT SIBORONGBORONG,

PROVINSI SUMATERA UTARA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Perbandingan Produktivitas Tiga Bangsa Babi Eksotik di BPTU-HPT Siborongborong, Provinsi Sumatera Utara”.

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Prof Dr Ir Muladno, MSA dan Prof Dr Ir Pollung H Siagian, MS sebagai komisi pembimbing dengan segala curahan waktu dan ketulusan hati memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Salundik, MSi sebagai dosen penguji luar komisi atas saran dan masukannya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh Vierman sebagai Kepala BPTU-HPT Siborongborong, beserta staff dan jajarannya, Wasbitnak dan Wastukan, Dokter Hewan dan Paramedik, serta Penanggungjawab Instalasi baik di Instalasi Siaro dan Instalasi Bahal Batu, atas segala perhatiannya yang telah banyak membantu penulis baik waktu, pikiran, dan tenaga selama penelitian di lapang. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Perguruan Tinggi Akademi Komunitas Nias Utara atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan untuk melanjutkan studi magister di IPB dan juga kepada Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh yang telah menjadi sponsor bagi penulis selama masa studi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik-adik PKL dari AK Nias Utara dan SMKS-PP Putra Jaya Stabat atas bantuan tenaga dan kebersamaannya selama penelitian di lapang. Kepada Ruth Tampubolon, penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuannya menemani selama penelitian. Kepada teman-teman Magister ITP 2014, terima kasih atas kebersamaan selama ini. Kepada semua sahabat terdekat penulis, juga keluarga besar Omda Ikatan Mahasiswa Kepulauan Nias IPB terima kasih atas dukungan semangat dan rasa persaudaraannya. Kepada yang terkasih, Septinus Mendrofa, SPi MSi terima kasih atas dukungan doa dan semangat yang diberikan baik dalam susah maupun senang. Dengan segala hormat dan kasih, karya ini dipersembahkan kepada orang-orang terdekat yang sangat penulis cintai, yaitu Ayahanda B. Zebua dan Almh. Ibunda Y. Zebua beserta abang, kakak, dan adik serta seluruh keluarga yang tiada henti memberikan doa yang tulus dan semangat saat menghadapi kesulitan selama menjalani proses studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017 Penyusun

(11)

DAFTAR ISI

Prosedur Performance Testing (Uji Penampilan) 4

Rancangan Percobaan 6

Analisis Data 6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 6

Kandang Uji Performa 8

Hasil Analisa Ransum Penelitian 9

Informasi Ternak Penelitian 10

Penampilan Produksi Babi Bangsa Landrace, Yorkshire,

dan Duroc Jantan 12

Konsumsi Ransum Harian 13

Pertambahan Bobot Badan Harian 13

Efisiensi Penggunaan Makanan 13

Tebal Lemak Punggung 14

Indeks Seleksi 14

Umur Mencapai Bobot 90 Kg 15

Penampilan Produksi Babi Bangsa Landrace, Yorkshire,

dan Duroc Betina 15

Konsumsi Ransum Harian 16

Pertambahan Bobot Badan Harian 16

Efisiensi Penggunaan Makanan 17

Tebal Lemak Punggung 17

Indeks Seleksi 17

(12)

4 SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

RIWAYAT HIDUP 22

DAFTAR TABEL

1 Nilai nutrisi sampel ransum penelitian 9 2 Kebutuhan zat-zat makanan babi fase bertumbuh hingga pengakhiran 10 3 Hasil penampilan produksi calon pejantan bangsa babi Landrace,

Yorkshire, dan Duroc 12

4 Hasil penampilan produksi calon induk bangsa babi Landrace, Yorkshire,

dan Duroc 16

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi pengukuran Tebal Lemak Punggung (TLP) 4

2 Nilai rataan suhu udara di daerah penelitian 7

3 Nilai rataan kelembaban di daerah penelitian 7

4 Kandang individu ternak babi jantan 8

5 Kandang kelompok ternak babi betina 8

6 Kondisi lantai semen kandang babi 9

7 Babi Landrace betina 11

8 Babi Landrace jantan 11

9 Babi Duroc betina 11

10 Babi Duroc jantan 11

11 Babi Yorkshire betina 12

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak babi merupakan salah satu penyumbang kebutuhan daging di Indonesia yang berpotensi besar untuk dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Berdasarkan data statistik Ditjennak (2015), populasi babi di Indonesia pada tahun 2013 adalah 7.59 juta ekor dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 7.69 juta ekor (peningkatan sebesar 1.26 %). Ternak babi terkonsentrasi di beberapa provinsi di Indonesia antara lain Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Bali, Papua, dan Sulawesi Selatan dengan jumlah populasi pada tahun 2014 adalah 1.76 juta ekor, 1.12 juta ekor, 817 489 ekor, 680 099 ekor, dan 654 443 ekor berturut-turut.

Siagian (1999) menyatakan bahwa ternak babi memiliki keunggulan antara lain pertumbuhan yang cepat, konversi pakan yang sangat baik dan mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan yang beranekaragam serta persentase karkasnya dapat mencapai 65-80%. Ternak babi tergolong dalam ternak monogastrik yang memiliki kemampuan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsinya. Ternak babi lebih cepat tumbuh dan cepat menjadi dewasa serta bersifat prolifik yang ditunjukkan dengan kemampuan mempunyai banyak anak setiap kelahirannya yaitu berkisar antara 8-14 ekor dan dalam setahun bisa dua kali beranak (Sihombing 2006). Selain memiliki litter size yang tinggi, ternak babi juga dapat memanfaatkan segala jenis limbah pertanian. Namun, potensi ternak babi ini masih belum dimanfaatkan dengan baik karena adanya keterbatasan konsumen di Indonesia dan sistem pemeliharaan yang kurang memadai.

Upaya memajukan peternakan babi di Indonesia tidak terlepas dari pemanfaatan berbagai bangsa babi eksotik dari Eropa dan Amerika. Mishra et al. (1989) menyatakan bahwa bangsa babi eksotik memiliki konversi pakan yang lebih efisien dan laju pertumbuhan yang lebih cepat dibanding bangsa babi lokal. Landrace, Yorkshire, dan Duroc merupakan bangsa babi eksotik yang memiliki potensi genetik untuk berproduksi tinggi. Ketiga bangsa babi tersebut menunjukkan performa yang berbeda antar bangsa.

Sifat-sifat produksi seperti laju pertumbuhan, efisiensi penggunaan makanan, dan tebal lemak punggung adalah sifat ekonomi penting yang selalu dipertimbangkan pada ternak babi. Merks (2000) menyatakan bahwa seleksi babi lebih difokuskan terhadap peningkatan indeks yang meliputi laju pertumbuhan dan parameter kualitas karkas seperti persentase daging dan tebal lemak punggung. Uji performa menampilkan nilai produksi untuk mengukur prestasi seekor ternak yang digunakan untuk memperoleh indeks seleksi. Indeks seleksi merupakan suatu metode seleksi yang dilakukan berdasarkan penilaian seluruh perilaku ternak yang mempertimbangkan nilai pewarisan dan sifat-sifat dari ternak yang mempunyai nilai ekonomi (Montong 2013).

(14)

2

yang memiliki nilai ekonomi tinggi masih belum banyak dilakukan di Indonesia.

Menurut Różycki (2003), hasil uji performa adalah salah satu kriteria utama dalam

seleksi ternak babi untuk perbibitan ternak dan produksi ternak. Oleh karena pentingnya sifat-sifat produksi yang memiliki nilai ekonomi tersebut, maka evaluasi penampilan bangsa murni perlu dilakukan terlebih dahulu pada kondisi dimana ternak tersebut diharapkan dapat berproduksi.

Perumusan Masalah

Laju pertumbuhan, efisiensi penggunaan makanan, dan tebal lemak punggung adalah sifat ekonomi penting yang selalu dipertimbangkan pada ternak babi. Upaya untuk mengevaluasi penampilan dari bangsa babi murni merupakan tantangan bagi breeder untuk menyelidiki dan menganalisis terlebih dahulu agar dapat diperoleh informasi kondisi ternak tersebut diharapkan dapat berproduksi. Selain itu, penggunaan dan penghargaan indeks seleksi dalam pemilihan bibit babi masih belum diaplikasikan di Indonesia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan genetik ternak dari tiga bangsa babi yaitu Landrace, Yorkshire, dan Duroc dengan melakukan evaluasi terhadap nilai-nilai produksi yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai data informasi sifat produksi bangsa babi eksotik yang dapat menjadi acuan untuk memilih babi bibit calon induk dan pejantan khususnya bangsa babi Landrace, Yorkshire, dan Duroc melalui program pencatatan performa yang baik dan sifat-sifat produksi yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

3

2

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Siborongborong, yang berlokasi di Instalasi Bahal Batu, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan dari Februari 2016 sampai dengan Juni 2016.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah 15 kandang individu untuk babi jantan berukuran 3x3 m2 dan 9 kandang kelompok untuk babi betina berukuran 4x3 m2 yang dilengkapi dengan tempat pakan dan water nipple. Peralatan yang digunakan adalah timbangan kapasitas 10 kg dan 300 kg, masing-masing untuk menimbang ransum dan ternak babi, kerangkeng, alat pengukur tebal lemak punggung atau Anyscan backfat, dan kamera digital. Suhu dan kelembaban diukur dengan menggunakan thermohygrometer.

Persiapan kandang dilakukan dengan menyemprot kandang menggunakan desinfektan. Ternak babi diberi ear tag untuk memudahkan pencatatan dan pengontrolan. Manajemen rutin yang dilakukan selama penelitian adalah kandang, lantai, dan tempat makan dibersihkan, kemudian ternak babi dimandikan setiap hari yaitu pagi hari pukul 07.00 WIB, dan dilanjutkan dengan pemberian pakan sebanyak dua kali yaitu pagi hari (pukul 09.00 WIB) dan sore hari (pukul 14.30 WIB).

Bahan Ransum

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan komersial yang biasa diberikan pada ternak babi di BPTU-HPT Siborongborong. Komposisi nutrien dari sampel ransum dianalisa di Laboratorium Kimia Pusat Antar Universitas IPB pada bulan Juli 2016.

Hasil analisa proksimat dari ransum penelitian merupakan hasil pengambilan sampel dari ransum penelitian. Pengambilan sampel ransum penelitian diperoleh dari ransum komersial yang biasa digunakan di BPTU-HPT Siborongborong. Banyaknya sampel yang diambil dari tiap ransum adalah sekitar 100 g dari tiap 100 kg ransum. Setiap akhir periode pemeliharaan selesai (starter, grower dan finisher), masing-masing sampel tersebut diaduk kembali, kemudian diambil sampel sekitar 200 g untuk dilakukan analisa proksimat di laboratorium.

Ternak

(16)

4

1. Bangsa Landrace jantan sebanyak 5 ekor dan betina sebanyak 12 ekor 2. Bangsa Yorkshire jantan sebanyak 5 ekor dan betina sebanyak 12 ekor 3. Bangsa Duroc jantan sebanyak 5 ekor dan betina sebanyak 10 ekor

Prosedur Performance Testing (Uji Penampilan)

1. Anak babi atau babi sapihan dipilih dari hasil turunan tetua yang baik (litter size lahir dan sapih, dan bobot lahir dan sapih)

2. Anak babi jantan diseleksi dengan mengamati testis yang menggantung baik dan simetris

3. Anak babi betina diseleksi dengan mengamati puting susu yang berjumlah minimal 6 pasang, terletak simetris dan jarak antara puting baik

4. Babi yang memiliki bobot badan 20±1.50 kg (18.5-21.5 kg), dimasukkan pada kandang pengujian setelah ditimbang bobot awalnya. Babi jantan dikandangkan secara individu, sedangkan babi betina dikandangkan secara kelompok sebanyak 3-4 ekor per kandang

5. Ransum diberi dengan jumlah yang selalu tersedia (ad libitum)

6. Babi ditimbang setelah mencapai bobot badan 90±2.50 kg (87.50 – 92.50 kg) dan Performance Testing dihentikan

7. Pengukuran Tebal Lemak Punggung (TLP, cm) pada babi hidup dapat dilakukan dengan menggunakan alat Anyscan Backfat. Tempat pengukuran TLP (backfat thickness) yaitu 5 cm sisi kiri atau sisi kanan dari garis tengah punggung pada tiga titik tertentu: (A) Tepat di atas lipatan persendian paha babi pada posisi tegak; (B) Tepat di atas tulang rusuk terakhir; dan (C) Tepat di atas tulang rusuk pertama seperti diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Lokasi pengukuran Tebal Lemak Punggung (TLP)

8. Dari cara pelaksanaan performance testing diatas maka diperoleh data pengukuran sebagai berikut:

a. Konsumsi Ransum Harian (kg/ekor/hari)

(17)

5 Rataan konsumsi ransum harian =

e

b. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian/PBBH (kg/ekor/hari)

Pertambahan bobot badan harian diperoleh dari hasil penimbangan ternak saat mencapai kisaran bobot 87.5-92.5 kg dikurangi dengan penimbangan bobot badan awal 18.5-21.5 kg dibagi dengan jumlah hari pengamatan. Pertambahan Bobot Badan Harian = B −B w

e

c. Efisiensi Penggunaan Makanan (EPM)

Efisiensi penggunaan makanan diperoleh dari hasil bagi rataan konsumsi ransum harian dengan pertambahan bobot badan harian dalam satuan waktu yang sama atau yang dikenal dengan Feed/Gain.

Efisiensi Penggunaan Makanan = Konsumsi Pakan kg/ekor/hari

PBBH kg/ekor/hari

d. Umur pada saat mencapai bobot badan 90 kg (hari)

Diperoleh dari pencatatan jumlah hari yang diperlukan seekor babi untuk mencapai bobot badan pada kisaran 87.5-92.5 kg

9. Indeks seleksi dapat dihitung dengan menggunakan data RPBBH, EPM, dan TLP dengan menggunakan formula yang dimodifikasikan dari de Baca (1962) seperti tercantum dibawah ini:

IS = 240 + 110 RPBBH (kg) – 50 EPM – 19.7 TLP (cm) Keterangan:

IS : Indeks Seleksi 240 : Bilangan konstanta

RPBBH : Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian (kg) EPM : Efisiensi Penggunaan Makanan

TLP : Tebal Lemak Punggung (cm)

10.Data yang diperoleh dengan menggunakan rumus Indeks Seleksi dilakukan untuk menentukan calon bibit terbaik/lolos menjadi bibit babi. Babi dengan nilai indeks seleksi tertinggi adalah yang terbaik, sedangkan dibawah standar yang sudah ditentukan tidak terpilih sebagai calon bibit.

Pada awal dan akhir percobaan dilakukan pencatatan umur dari setiap ternak babi dan juga pencatatan rataan konsumsi ransum harian. Rataan pertambahan bobot badan harian dan efisiensi penggunaan makanan dihitung pada setiap akhir percobaan. Pengukuran tebal lemak punggung menggunakan alat Anyscan Backfat yang diukur pada tiga titik tertentu (Gambar 1).

(18)

6

Data suhu dan kelembaban diukur menggunakan thermohygrometer dan data curah hujan selama penelitian diperoleh dari Instalasi Bahal Batu, BPTU-HPT Siborong-borong.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model matematika menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) sebagai berikut:

Yij= μ+ αi+β (xij - ̅..) +εij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan

μ = nilai rataan umum

� = pengaruh aditif perlakuan ke-i

β = koefisien regresi yang menunjukkan ketergantungan Yij pada Xij Xij = pengukuran peubah konkomitan yang dihasilkan dari perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j yang bersesuaian dengan Yij

�̅ .. = nilai rata-rata peubah konkomitan

� = pengaruh galat

Analisis Data

Data dianalisa dengan Analisys of Covariance (Ancova) menggunakan prosedur General Linear Model (SAS Institute Inc. 2008). Kovariabel yang digunakan adalah bobot awal dan jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Least Square Means.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaaan Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara yang berada pada ketinggian antara 300-1500 meter diatas permukaan laut. Penelitian yang dilaksanakan di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Siborongborong terletak di Instalasi Bahal Batu, Desa Bahal Batu, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

(19)

7

cukup jauh dari rumah-rumah pemukiman dan terhindar dari polusi kebisingan. Keadaan lingkungan sekitar lokasi kandang penelitian cukup aman dari lalu lintas ternak atau hewan liar, maupun manusia.

Suhu udara dan kelembaban diukur dengan menggunakan termohygrometer dengan pencatatan tiga kali dalam sehari yaitu pada pagi hari (pukul 07.00-08.00 WIB), siang hari (pukul 12.00-13.00 WIB), dan sore hari (pukul 16.00-17.00 WIB). Rataan suhu pada pagi, siang, dan sore hari masing-masing adalah 21.1 0C, 26.1 0C, dan 23.9 0C seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Nilai rataan suhu udara di daerah penelitian

Rataan kelembaban pada pagi, siang, dan sore hari masing-masing adalah 80.8 %, 74.2 %, dan 70.8 % seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Nilai rataan kelembaban di daerah penelitian

Rataan suhu selama penelitian adalah 23.7±2.51 0C dengan kelembaban 75.3±5.09 %. Berdasarkan data dari Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Siborongborong tahun 2016, letak geografis daerah penelitian berada pada dataran tinggi dengan rataan curah hujan selama penelitian 1335±1024.13 mm.

(20)

8

kelembaban memiliki pengaruh yang kecil terhadap tingkah laku tersebut. Perubahan tingkah laku dari ternak babi yang disebabkan karena panas sebaiknya menjadi pertimbangan dalam mendesain kandang dan keadaan iklim dalam kandang.

Rinaldo dan Mourot (2001) menemukan bahwa Yorkshire dengan bobot badan 35-94 kg yang dipelihara pada iklim tropis relatif mengalami penurunan terhadap konsumsi pakan dan bobot badan harian, karkas yang tidak berlemak, pH tinggi, lower moisture loss, kandungan lemak pada tebal lemak punggung berkurang, sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim tropis memiliki efek yang menguntungkan terhadap kualitas daging babi.

Sihombing (2006) menyatakan bahwa temperatur lingkungan yang cocok untuk performa babi adalah 20-27 °C. Suhu optimum bagi pertumbuhan ternak babi periode grower (bobot badan 20-50 kg) adalah 18-24 0C, sedangkan untuk periode finisher (bobot badan 50-90 kg) adalah 12-22 0C. Suhu lingkungan yang rendah dapat menyebabkan konsumsi pakan babi semakin tinggi dan sebagian besar energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan diubah untuk produksi daging. Sedangkan bila suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan semakin menurun, konsumsi air minum meningkat, dan terjadi perubahan tingkah laku yang dapat mengakibatkan stres atau kematian.

Kandang Uji Performa

Manajemen kandang yang baik dan benar diperlukan untuk menunjang keberhasilan peternakan khususnya ternak babi. Kandang untuk uji performa babi jantan adalah kandang individu dan untuk babi betina adalah kandang kelompok. Kandang yang digunakan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ternak babi yang diteliti. Ukuran kandang individu ternak babi jantan adalah 3x3 m2 (Gambar 4) dan ukuran kandang kelompok ternak babi betina adalah 4x3 m2 (Gambar 5).

Lokasi kandang babi penelitian di Instalasi Bahal Batu cukup jauh dari kebisingan dan berada pada kondisi lingkungan yang kondusif. Lantai kandang sangat erat hubungannya dengan kehidupan biologis babi yang meliputi pertumbuhan, kesehatan, reproduksi, produksi, dan tingkah laku babi. Kandang babi yang digunakan beralas lantai semen seperti diperlihatikan pada Gambar 6. Gambar 4 Kandang individu ternak

babi jantan

(21)

9

Gambar 6 Kondisi lantai semen kandang babi

Hasil Analisa Ransum Penelitian

Pakan ternak dalam penelitian ini diberikan dalam kondisi yang sama karena perbedaan pakan dapat mempengaruhi perkembangan yang dapat mengakibatkan variasi lingkungan. Komposisi nutrisi sampel ransum penelitian diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai nutrisi sampel ransum penelitian Komposisi Nutrisi Ransum Periode Pertumbuhan

Starter Grower Finisher

Kadar air (%)1 10.21 9.78 10.73

Kadar abu (%)1 7.52 7.92 5.11

Kadar lemak kasar (%)1 5.31 9.28 6.92

Protein kasar (%)1 18.92 15.33 14.21

Karbohidrat (%)1 60.11 58.43 63.36

Serat kasar (%)1 3.13 4.95 5.84

Calcium minimum (%)2 0.90 0.75 0.75

Phosphor minimum (%)2 0.75 0.85 0.75

BMD (ppm) 2 - 20-25 20-25

Zinc Bacitracin (ppm) 2 5-25 - -

Keterangan: 1 Hasil analisa proksimat di Laboratorium Kimia Pusat Antar Universitas IPB (2016) 2 Cargill Indonesia (2016)

Memelihara calon bibit untuk dikembangbiakkan sangat tergantung pada cara pemberian makanan dengan memperhatikan kebutuhan zat-zat makanan yang sesuai dengan kebutuhan pertumbuhannya. Pada akhir masa penyapihan, ternak babi memasuki fase growing hingga finishing.

(22)

10

Kebutuhan zat-zat makanan yang direkomendasikan NRC (1998) diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kebutuhan zat-zat makanan babi fase bertumbuh hingga pengakhiran Zat-zat makanan Satuan Bobot badan (kg)

20-35 35-60 60-100

Energi dapat dicerna Kkal/kg 3.380 3.390 3.395

Protein kasar % 16.00 14.00 13.00

Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Siborongborong adalah sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memiliki tujuan menghasilkan bibit ternak babi dan kerbau unggul serta benih/bibit hijauan pakan ternak secara berkelanjutan. Terdapat 4 jenis bangsa babi yang ada di BPTU-HPT Siborongborong yaitu Landrace, Yorkshire, Duroc, dan Berkshire. Total produksi ternak babi Desember tahun 2015 sebanyak 454 ekor terdiri dari 4 rumpun ternak babi yaitu Landrace, Yorkshire, Duroc, Berkshire (betina 258 ekor dan jantan 196 ekor) dengan jumlah induk produktif sebanyak 75 ekor dan pejantan produktif sebanyak 12 ekor (Sumber: Laporan Wasbitnak 2016).

Ternak babi yang digunakan untuk evaluasi produktivitas ternak babi dalam penelitian ini meliputi 3 bangsa yaitu Landrace, Yorkshire, dan Duroc. Varietas dari ternak babi yang digunakan dalam penelitian ini tidak diketahui secara pasti disebabkan karena hanya sedikit informasi pencatatan (recording) data ternak yang valid dari awal. Ternak yang ada di BPTU-HPT Siborongborong diimpor pada tahun 2002 dari Australia dan diperkirakan ternak ini merupakan generasi ketiga dari tetuanya.

Berdasarkan sejarah, babi bangsa Landrace awalnya dikembangkan di Denmark pada tahun 1895 dan pada tahun 1934 Amerika Serikat mengimpornya. Ciri-ciri babi Landrace adalah berwarna putih dengan bulu yang halus, badan panjang, daun telinga rebah dan terkulai ke depan, bagian paha berbentuk segi empat, kaki relatif pendek, dan bersifat prolifik. Secara umum terdapat tiga tipe babi

(23)

11

Babi Duroc merupakan bangsa babi yang berasal dari Amerika Serikat. Babi Duroc berwarna merah coklat dengan variasi warna dari terang sampai berwarna gelap. Daun telinga babi Duroc berukuran sedang dan agak rebah ke depan. Siagian (1999) menyatakan bahwa bangsa Duroc menghasilkan keturunan yang mempunyai laju pertumbuhan dan konversi ransum yang baik, serta dapat menyesuaikan diri lebih baik dibandingkan dengan bangsa babi warna putih (Yorkshire dan Landrace) pada kondisi kurang baik. Ukuran tubuh babi Duroc adalah panjang, punggung berbentuk busur, kuat dan lebar, susunan badan padat, lemak sedikit, dan memiliki ukuran kaki panjang hingga sedang seperti diperlihatkan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Babi Yorkshire yang juga dikenal dengan sebutan Large White, awalnya dikembangkan di Inggris. Babi Yorkshire diimpor ke Amerika Serikat pada tahun 1830 dari Inggris ke Ohio. Ciri-ciri dari babi Yorkshire adalah berwarna putih, bagian muka sedikit melebar, daun telinga tegak mengarah ke depan, dan bersifat prolifik.

Induk Yorkshire sering disebut “Mother Breed” karena merupakan salah satu induk dari bangsa babi yang baik dalam kemampuan memelihara dan menyusui anaknya. Bangsa babi ini dapat menyesuaikan diri secara baik dalam kondisi dikandangkan. Bangsa babi Yorkshire berproduksi baik apabila disilangkan dengan bangsa babi lain (Siagian 1999). Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan penampilan dari ternak babi bangsa Yorkshire betina dan jantan.

Gambar 7 Babi Landrace betina Gambar 8 Babi Landrace jantan

(24)

12

Rataan bobot lahir dari ternak calon pejantan Landrace, Yorkshire, dan Duroc yang digunakan adalah 1.40 kg, 1.48 kg, dan 1.60 kg dengan rataan litter size adalah 10 ekor, 9.2 ekor, dan 6 ekor secara berturut-turut. Rataan bobot lahir dari ternak calon induk Landrace, Yorkshire, dan Duroc adalah 1.51 kg, 1.43 kg, dan 1.51 kg dengan rataan litter size adalah 8.4 ekor, 10.2 ekor, dan 7.5 ekor secara berturut-turut. Rataan awal umur ternak babi calon pejantan yang digunakan pada saat dilakukan uji performa masing-masing adalah Landrace 68.0 hari, Yorkshire 67.6 hari, dan Duroc 64.8 hari. Sementara rataan awal umur ternak calon induk adalah Landrace 71.2 hari, Yorkshire 67.1 hari, dan Duroc 76.7 hari.

Penampilan Produksi Calon Pejantan Bangsa Babi Landrace, Yorkshire,dan Duroc

Pejantan memiliki pengaruh yang relatif mewakili separuh proporsi dari total populasi babi dalam program pembibitan. Whitney dan Baidoo (2010) menyatakan bahwa pejantan tidak hanya memberikan pengaruh genetis terhadap keturunannya, tetapi juga memberi pengaruh terhadap farrowing rate dan litter size. Hasil penampilan produksi untuk calon pejantan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil penampilan produksi calon pejantan bangsa babi Landrace, Yorkshire, dan Duroc

No. Parameter Landrace Yorkshire Bangsa Duroc 1. KRH (kg/ekor/hari) 2.15±0.01 2.15±0.01 2.16±0.01 2. PBBH (kg/ekor/hari) 0.66±0.02B 0.72±0.02A 0.55±0.02C 3. EPM 3.26±0.11B 3.01±0.10B 3.94±0.10A 4. TLP (cm) 2.12±0.07B 2.19±0.07B 1.81±0.07A 5. Indeks Seleksi 107.61±7.55A 125.70±7.21A 68.36±7.11B 6. Umur mencapai

bobot 90 kg (hari) 177.46±4.40ab 165.60±4.20a 188.94±4.14b Keterangan: KRH=Konsumsi Ransum Harian; PBBH=Pertambahan Bobot Badan Harian;

EPM=Efisiensi Penggunaan Makanan; TLP=Tebal Lemak Punggung.

(25)

13

Konsumsi Ransum Harian

Konsumsi ransum merupakan faktor esensial sebagai dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Tingkat konsumsi adalah jumlah ransum yang terkonsumsi oleh ternak apabila bahan ransum tersebut diberikan ad libitum (Parakkasi 1990). Faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah palatabilitas ransum, temperatur, kelembaban, kesehatan ternak, genetik, pengolahan pakan dan ketersediaan air (NRC 1998).

Berdasarkan hasil analisa ragam (Tabel 3), rataan konsumsi ransum harian babi calon pejantan tidak berbeda nyata (P>0.05) antar bangsa. Calon pejantan masing-masing bangsa babi ini dikandangkan secara individu, sehingga tidak terjadi kompetisi untuk memperoleh makanan. Hasil penelitian Mijatovic et al. (2005) menyatakan bahwa bangsa tidak berpengaruh signifikan (P>0.05) terhadap konsumsi ransum harian ternak babi jantan. Lebih lanjut dijelaskan Dewi dan Setiohadi (2010) bahwa pakan yang mempunyai kandungan nutrien yang relatif sama maka konsumsi pakannya juga relatif sama.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Pertumbuhan ternak memiliki tahap yang cepat dan tahap yang lambat. Pengukuran pertumbuhan ternak didasarkan pada kenaikan berat tubuh per satuan waktu tertentu yang dinyatakan sebagai rataan laju pertumbuhan (Tilman et al 1991). Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 3), pengaruh bangsa babi calon pejantan terhadap rataan pertambahan bobot badan harian (PBBH) adalah berbeda sangat nyata (P<0.01). Rataan PBBH tertinggi adalah Yorkshire (0.72 kg/ekor/hari) yang diikuti oleh Landrace (0.66 kg/ekor/hari) dan Duroc (0.55 kg/ekor/hari).

Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Ramesh et al. (2009) yang menyatakan bahwa rataan PBBH Landrace berbeda sangat nyata (P<0.01) dibanding Yorkshire dimana Landrace memiliki PBBH yang lebih tinggi dibanding Yorkshire. Sementara hasil penelitian Hoque dan Suzuki (2008) di Jepang menyatakan bahwa Duroc memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dan efisiensi pakan yang lebih baik dibanding Landrace. Hal ini diduga karena adanya perbedaan lingkungan pemeliharaan dan manajemen perkandangan.

Efisiensi Penggunaan Makanan

Menurut Cai et al. (2008), efisiensi penggunaan makanan mempunyai korelasi genetik yang positif terhadap pertumbuhan dan sekitar 65% perbedaan fenotipik dalam konsumsi pakan berkorelasi terhadap pertumbuhan dan performa/penampilan. Efisiensi penggunaan makanan calon pejantan Duroc berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap Landrace dan Yorkshire (Tabel 3).

(26)

14

Hasil penelitian Mijatovic et al. (2005) menyatakan bahwa bangsa berpengaruh sangat signifikan (P<0.01) terhadap efisiensi pakan. Penelitian Hermesch et al. (2000) yang menggunakan babi jantan Yorkshire dan Landrace menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua bangsa babi tersebut terhadap laju pertumbuhan dan efisiensi penggunaan makanan. Lin et al. (1982) dan Gibson et al. (1998) juga menemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan diantara bangsa Yorkshire dan Landrace terhadap efisiensi penggunaan makanan.

Tebal Lemak Punggung

Menurut Sihombing (2006), nilai heritabilitas tebal lemak punggung ternak babi adalah 50%. Tebal lemak punggung babi yang tipis memberi persentase hasil daging yang tinggi dan sebaliknya lemak punggung yang tebal memberi persentase hasil daging yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan tebal lemak punggung calon pejantan Duroc berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap Landrace dan Yorkshire (Tabel 3). Duroc memiliki lemak punggung yang lebih tipis yaitu 1.81 cm dibanding Yorkshire (2.19 cm) dan Landrace (2.12 cm).

Ternak babi merupakan ternak yang paling cepat menimbun lemak dan paling cepat diantara ternak lainnya (Miller et al. 1991). Lemak akan ditimbun selama pertumbuhan dan perkembangan tubuh ternak. Pertambahan umur dan bobot badan ternak babi akan menyebabkan persentase lemak meningkat. Tanavots et al. (2011) melaporkan bahwa turunan Duroc jantan memiliki lemak yang lebih tipis. Lebih lanjut dijelaskan oleh Berg et al. (2003) bahwa Duroc berbeda signifikan (P<0.05) terhadap Landrace dimana Duroc memiliki lemak yang lebih tipis (20.3 mm) dibanding Landrace (23.7 mm). Hasil penelitian ini juga didukung oleh Hoque dan Suzuki (2008) yang menemukan bahwa tebal lemak punggung Duroc (1.62 cm) lebih tipis dibanding Landrace (1.91 cm).

Indeks Seleksi

Indeks seleksi merupakan pendugaan tunggal secara menyeluruh dari nilai pemuliaan kandidat yang sebenarnya dan diperoleh berdasarkan petunjuk-petunjuk yang berbeda. Ini merupakan jumlah dari semua petunjuk, dengan setiap petunjuk diboboti dengan suatu cara tertentu sehingga memaksimalkan akurasi indeks sebagai pendugaan nilai pemuliaan sebenarnya dari kandidat tersebut (Nicholas, 2004).

Hasil statitistik pada Tabel 3 menunjukkan bahwa indeks seleksi calon pejantan Duroc berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap calon pejantan Landrace dan calon pejantan Yorkshire. Penentuan indeks seleksi dalam penelitian ini berdasarkan pada pertambahan bobot badan harian, efisiensi penggunaan makanan, dan tebal lemak punggung. Yorkshire menampilkan indeks seleksi yang lebih tinggi yaitu 125.70 dibanding Landrace (107.61) dan Duroc (68.36).

(27)

15 pejantan Yorkshire dan Landrace. Menurut Suzuki et al. (2003), Duroc umumnya diapresiasi karena laju pertumbuhannya yang cepat, kandungan lemak intramuskular, dan nilai kualitas daging lainnya.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Siagian (1984) yang menyatakan bahwa babi jantan Yorkshire memiliki indeks seleksi yang lebih tinggi (156) dibanding Duroc (151) dan Landrace (149), dan pertambahan bobot badan harian yang lebih tinggi yaitu Yorkshire (784 g/ekor/hari), Duroc (763 g/ekor/hari), dan Landrace (727 g/ekor/hari) serta efisiensi penggunaan makanan yang lebih baik yaitu Yorkshire (2.41), Landrace (2.48), dan Duroc (2.49).

Indeks seleksi merupakan parameter penting dalam uji performa ternak babi, karena menentukan kapasitas dari ternak tersebut. Michalska et al. (2014) yang melakukan penelitian tentang uji performa terhadap 6 calon pejantan crossbred, menggunakan rumus indeks seleksi dari Eckert dan Szyndles-Nędza (2011) sebagai berikut: IO = 0.1364 X1 + 4.7820X2 – 275.5944 dimana X1 adalah standarisasi pertambahan bobot badan harian selama umur 180 hari, X2 adalah persentase karkas berdasarkan standarisasi tebal lemak punggung dan loin muscle pada bobot 110 kg. Hasil penelitian Michalska et al. (2014) menyatakan bahwa ternak babi yang memiliki nilai indeks seleksi tertinggi adalah dari hasil silangan Duroc x Hampshire.

Umur Mencapai Bobot 90 Kg

Umur calon pejantan Yorkshire mencapai bobot 90 kg nyata lebih cepat (P<0.05) terhadap calon pejantan Duroc, namun tidak berbeda nyata terhadap calon pejantan Landrace (Tabel 3). Pertambahan bobot badan harian (PBBH) babi erat kaitannya dalam jumlah hari mencapai bobot 90 kg. Duroc memiliki PBBH yang rendah dibanding Yorkshire dan Landrace, sehingga dalam mencapai bobot 90 kg juga lebih lama yaitu 188.94 hari dibanding Landrace (177.46 hari) dan Yorkshire (165.60 hari).

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Choi et al. (2012) di Korea yang melaporkan bahwa Duroc membutuhkan waktu yang lebih singkat dalam mencapai bobot 90 kg dibanding Yorkshire. Demikian juga Landrace membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai bobot 90 kg dibanding Yorkshire dan Duroc.

Penampilan Produksi Calon Induk Bangsa Babi Landrace, Yorkshire,dan Duroc

(28)

16

Tabel 4 Hasil penampilan produksi calon induk bangsa babi Landrace, Yorkshire, dan Duroc

No. Parameter Landrace Yorkshire Bangsa Duroc 1. KRH (kg/ekor/hari) 2.10±0.03b 2.17±0.01b 2.23±0.02a

bobot 90 kg (hari) 193.64±9.40AB 171.50±4.25A 200.86±7.44B Keterangan: KRH=Konsumsi Ransum Harian; PBBH=Pertambahan Bobot Badan Harian;

EPM=Efisiensi Penggunaan Makanan; TLP=Tebal Lemak Punggung.

Superskrip berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata pada taraf uji 1% dan 5%.

Konsumsi Ransum Harian

Sihombing (2006) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau suhu kandang, pemberian pakan, jumlah ternak dan kesehatan ternak. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rataan konsumsi ransum harian babi calon induk Landrace dan calon induk Yorkshire berbeda nyata (P<0.05) terhadap calon induk Duroc (Tabel 4). Konsumsi ransum calon induk Duroc lebih tinggi yaitu 2.23 kg/ekor/hari, disusul oleh konsumsi ransum calon induk Yorkshire (2.17 kg/ekor/hari), dan calon induk Landrace (2.10 kg/ekor/hari). Temperatur lingkungan berpengaruh terhadap konsumsi ransum ternak babi. Semakin rendah temperatur lingkungan, ternak babi dapat mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebaliknya. Hasil penelitian Young et al. (1976) menyatakan bahwa konsumsi ransum harian Yorkshire signifikan lebih rendah dibanding Duroc. Sementara hasil penelitian Smith et al. (1986) menyatakan bahwa calon induk Landrace mengkonsumsi ransum lebih banyak dibanding Duroc dan Yorkshire.

Pertambahan Bobot Badan Harian

Laju pertumbuhan calon induk ternak babi tergantung pada konsumsi ransum dan metabolisme yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang bervariasi seperti kondisi klimatis, tingkat kepadatan, dan sistem perkandangan (Schinckel 1999; Black et al. 1999). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot badan harian (PBBH) calon induk Duroc lebih rendah sangat nyata (P<0.01) terhadap calon induk Yorkshire (Tabel 4). Rataan PBBH tertinggi adalah Yorkshire (0.66 kg/ekor/hari), yang diikuti oleh Landrace (0.59 kg/ekor/hari) dan Duroc (0.54 kg/ekor/hari).

(29)

17

Efisiensi Penggunaan Makanan

Mulan et al. (2011) menyatakan bahwa biaya pakan mewakili 65-75% dari total biaya produksi suatu peternakan babi, dimana biaya pakan grower-finisher berkontribusi sangat besar. Berdasarkan hasil analisa ragam (Tabel 4), efisiensi penggunaan makanan (EPM) calon induk Duroc berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap calon induk Yorkshire. Yorkshire menampilkan efisiensi pakan yang lebih baik (3.29) dibanding Landrace (3.60) dan Duroc (4.13). Hal ini disebabkan konsumsi ransum Yorkshire yang relatif rendah dengan PBBH yang paling tinggi sehingga menghasilkan EPM yang semakin baik.

Hasil penelitian Smith et al. (1986) menyatakan bahwa calon induk Landrace memiliki efisiensi pakan lebih baik dibanding calon induk Duroc dan Yorkshire. Campbell dan Lasley (1985) melaporkan bahwa tingginya efisiensi ransum diakibatkan karena daya cerna yang tinggi menyebabkan banyak zat-zat makanan yang dapat diserap oleh tubuh sehingga peluang pakan menjadi daging semakin besar.

Tebal Lemak Punggung

Tebal lemak punggung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah faktor nutrisi, lama penggemukan, dan jenis kelamin. Tebal lemak punggung calon induk Duroc berbeda nyata (P<0.05) terhadap calon induk Yorkshire (Tabel 4). Calon induk Duroc memiliki rataan tebal lemak punggung (TLP) yang lebih tipis yaitu 1.51 cm dibanding calon induk Yorkshire (1.99 cm) dan calon induk Landrace (1.55 cm). Laju pertumbuhan yang lambat, cenderung menyebabkan lemak semakin tipis dan sebaliknya laju pertumbuhan yang cepat, cenderung menyebabkan lemak yang semakin tinggi. Trezona (2004) menemukan bahwa umur dan tebal lemak punggung kelihatannya memiliki hubungan yang sangat dekat, namun sejauh ini hasil penelitian mengindikasikan bahwa tidak ada pengaruh yang berbeda nyata dari umur terhadap terhadap tebal lemak punggung.

Indeks Seleksi

Indeks seleksi calon induk Duroc berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap calon induk Yorkshire (Tabel 4). Berdasarkan Tabel 4 diatas, calon induk Yorkshire menampilkan indeks seleksi yang lebih tinggi yaitu 109.14 dibanding calon induk Landrace (93.96) dan calon induk Duroc (63.79). Hal ini dipengaruhi oleh PBBH calon induk Yorkshire yang lebih tinggi, serta EPM yang lebih baik dibanding kedua bangsa lainnya. Sementara TLP yang tinggi pada Yorkshire dipengaruhi PBBH yang tinggi sehingga mengakibatkan terjadinya penimbunan lemak yang semakin banyak.

Calon induk Duroc memiliki TLP yang lebih tipis dibanding kedua bangsa lainnya, dan rataan PBBH yang paling rendah serta EPM yang semakin tinggi. Hal ini menyebabkan indeks seleksi calon induk Duroc semakin rendah. Perbedaan indeks seleksi dari tiga bangsa babi yang diteliti dapat disebabkan oleh perbedaan ketiga faktor yaitu peningkatan laju pertumbuhan, pengurangan tebal lemak punggung, dan efisiensi pakan yang semakin baik.

(30)

18

punggung merupakan sifat-sifat yang tinggi nilai heritabilitasnya. Usaha seleksi yang dilakukan akan lebih bermanfaat dengan mencurahkan usaha perbaikan terhadap sifat-sifat yang tinggi atau sedang heritabilitasnya. Heritabilitas adalah derajat sesuatu sifat yang dipengaruhi oleh komposisi faktor genetis (Sihombing, 2006). Estimasi heritabilitas untuk sifat-sifat kepentingan ekonomis produksi ternak babi antara lain: pertambahan bobot badan harian (h2=30%), konversi ransum (h2=35%), tebal lemak punggung (h2=50%).

Umur Mencapai Bobot 90 Kg

Semakin lama ternak dipelihara, dapat mempengaruhi biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak. Waktu pemeliharaan yang singkat lebih diinginkan oleh peternak mengingat biaya pemeliharaan yang cukup tinggi misalnya biaya pakan, tenaga kerja, penyakit, resiko kematian, dan sebagainya.

Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 4), umur calon induk Duroc pada saat mencapai bobot 90 kg berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap calon induk Yorkshire. Calon induk Yorkshire memiliki PBBH yang lebih tinggi dibanding kedua bangsa lainnya, sehingga dapat mencapai bobot 90 kg dalam waktu yang lebih singkat yaitu 171.50 hari, disusul oleh Landrace (193.64 hari), dan Duroc (200.86 hari). Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Siagian (1984) yang menyatakan bahwa Yorkshire betina merupakan bangsa yang mencapai umur lebih singkat pada bobot 90 kg.

Laju pertumbuhan dan tebal lemak punggung pada calon induk babi signifikan berhubungan dengan umur pada saat pubertas (Eliasson, 1991; Eliasson et al., 1991; Rydhmer et al., 1994). Lebih lanjut dijelaskan oleh Elliasson et al. (1991) bahwa umur pada saat pubertas dari calon induk babi memiliki korelasi negative terhadap tebal lemak punggung pada bobot 90 kg.

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Yorkshire merupakan bangsa babi yang memiliki nilai produksi yang mendominasi dari beberapa parameter yang diukur. Berdasarkan kondisi lingkungan pemeliharaan, Yorkshire dan Landrace menampilkan performa yang lebih baik dibanding Duroc. Namun, Duroc memiliki tebal lemak punggung yang lebih tipis yang berpengaruh pada kualitas daging dibanding kedua bangsa lainnya.

Saran

(31)

19 memperhatikan beberapa hal antara lain:

1. Penataan kembali perbibitan ternak babi melalui pencatatan silsilah secara turun-temurun untuk memudahkan identifikasi.

2. Perlu dilakukan recording atau pencatatan informasi mengenai sifat-sifat produksi yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk mengenal individu ternak babi secara genetik, yang dilakukan secara sederhana, praktis, dan mudah dimengerti.

3. Seleksi yang biasa dilakukan oleh para peternak adalah dengan jalan pemilihan bentuk luar, berat badan dan kadang-kadang atas dasar jumlah anak sekelahiran. Oleh sebab itu, BPTU-HPT Siborongborong perlu menerapkan penggunaan indeks seleksi yang dapat mempermudah seleksi calon bibit babi unggul yang tepat ke arah perbaikan genetik ternak yang benar dengan mengutamakan sifat-sifat ekonomis seperti laju pertumbuhan, efisiensi penggunaan makanan, dan tebal lemak punggung.

DAFTAR PUSTAKA

Baumung R, Lercher G, Willam A, Sölkner J. 2006. Feed intake behaviour of different pig breeds during performance testing on station. Arch Tierz Dummerstorf 49 (1):77-88.

Berg EP, McFadin EL, Maddock RR, Goodwin N, Baas TJ and Keisler DH. 2003. Serum concentrations of leptin in six genetic lines of swine and relationship with growth and carcass characteristics. J Anim Sci. 81:167–171.

Black JL, Bray HJ, Giles LR. 1999. The thermal and infectious environment. In: Kyriazakis, I. (Ed.) A Quantitative Biology of the Pig. CABI Publishing, UK. Ed I:71–97.

Cai W, DS Casey, JCM Dekkers. 2008. Selection response and genetic parameters for residual feed intake in Yorkshire Swine. J Anim Sci. 86:287-298. Campbell JR, JF Lasley. 1985. The Science of Animal that Serve Mankind. Second

Edition, Tata McGraw Hill Pub. Co. ltd. New Delhi, Page 187-197.

Choi JG, Chung Il Cho, Im Soo Choi, Seung Soo Lee, Tae Jeong Choi, Kwang Hyun Cho, Byoung Ho Park, Yun Ho Choy. 2012. Genetic parameter estimation in seedstock swine population for growth performances. J of Anim Sci (AJAS).

De Baca RC. 1962. How Iowa Testing Stations Operate? Iowa swine testing station and the pork procedur. Pamphlet. 291: 13.

Dewi SHC, J. Setiohadi. 2010. Pemanfaatan tepung pupa ulat sutera (Bombyx mori) untuk pakan puyuh (Coturnix-coturnix japonica) jantan. Jurnal Agri Sains. Vol.1:1 – 6.

[Ditjennak] Direktorat Jendral Peternakan. 2015. Statistik Peternakan. Ditjennak Departemen Pertanian.

Eckert R, M Szyndler-Nędza.2011. Results of performance tested boars. In: Report on pig breeding in Poland in 2010. IZ Kraków, XXIX: 19-33 (Pl).

(32)

20

Eliasson L, Rydhmer L, Einarsson S, Andersson K. 1991. Relationships between puberty and production traits in the gilt: 1. Age at puberty. Anim Reprod Sci. 25:143.

Gibson JP, Aker C, Ball R. 1998. Levels of genetic variation for growth, carcass and meat quality traits of purebred pigs. Proceedings of the 6th World Congress on Genetics Applied to Livestock Production, Armidale, NSW, Australia. 23:499-502.

Hermesch S, Luxford BG, Graser HU. 2000. Genetic parameters for lean meat yield, meat quality, reproduction and feed efficiency traits for Australian pigs 2. Genetic relationships between production, carcass and meat quality traits. Livest Prod Sci. 65:249–259.

Hoque MdA, Suzuki K. 2008. Genetic parameters for production traits and measures of residual feed intake in Duroc and Landrace pigs. Anim Sci J. 79:543-549.

Huynh TTT, Aarnink AJA, Verstegen, Gerrits WJJ, Heetkamp MJH, Canch TT, Spoolder HAM, Kemp B, Vestegen MWA. 2005. Thermal behaviour of growing pigs in response to high temperature and humidity. Elsevier J. 91(1-2):1-16.

Lin YE, Humes PE, Pontif JE, Koonce KL. 1982. Performance of boars at a central testing stations. J of Anim Sci. 55 (1): 155.

Matjik AA, IM Sumertajaya. 2002. Perencanaan dan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Bogor (ID): IPB Press.

Merks JWM. 2000. One century of genetic changes in pigs and the future needs. In: Hill WG; Bishop SC; McGuirk B; McKay JC; Simm G; Webb AJ (eds), The challenge of genetic change in animal production. Brit Soc Anim. Sci. 27: 8–19.

Michalska GJ, Nowachowicz JT, Bucek, PD Wasilewski, M Kmiecik. 2014. Performance test of young crossbred boars from the Bydgoszcz breeding region in Poland. Bulgarian J of Agri Sci. 20 (No 5): 1255-1260.

Mijatovic M, Petrovic, M Jokic, Z Radojkovic. 2005. Effect of breed on production traits of performance tested boars. Biotech in Anim Husbandry. 21(3-4): 99-103.

Miller ER, DE Ullery, JF L€wis. 1991. Swine nutririon. Butterworth Heineman. Stoneham, USA.

Mishra RR, Shiva Prasad, Krishan Lal. 1989. Studies on carcass traits of Large White Yorkshire pigs. Indian J Anim Prod Mgmt. 5: 130-133.

Montong R. 2013. Pemuliaan dan Sistem Perkawinan. [terhubung berkala]. http:ww.slideshare.net/RMontong/bab-v-pemuliaan-dan-perkawinan. [15 Agustus 2016].

Mullan B, Moore K, Payne H, Trezona-Murray, M Pluske, J Kim, J. 2011. Feed efficiency in growing pigs—what’s possible? Rec. Adv. AN 18, 17–22. National Research Council. 1998. Nutrient Requirements of Swine. National

Academy Press, Washington, D.C.

Nicholas FW. 2004. Pengantar ke Genetika Veteriner. Muladno, penerjemah; Arianti, L., editor. Bogor (ID). Pustaka Wirausaha Muda. Terjemahan dari: Introduction to Veterinary Genetics.

(33)

21 Ramesh S, Sivakumar T, Gnanaraj T, Murallidharan Ra, Murugan M. 2009.

Comparative performance of Landrace and Large White Yorkhire pigs under tropical maritime monsoon climate. J Vet Anim Sci. 40: 42-46. Rinaldo D, Mourot J. 2001. Effects of tropical climate and season on growth,

chemical composition of muscle and adipose tissue and meat quality in pigs. Animal Research. 50: 507–521.

Różycki M. 2003. Selected traits of polish pedigree pig-progress in the carcass meat deposition and meat quality. Animal Science Papers and Reports. 21 (Supplement 1): 163-171.

Rydhmer L, Eliasson-Selling L, Johansson K, Stern S, Andersson K. 1994. A genetic study of estrus symptoms at puberty and their relationship to growth and leanness in gilts. J Anim Sci. 72:1964–1970.

SAS Institute Inc. 2008.SAS/STAT® 9.2 User’s GuideThe GLM Procedure (Book Excerpt). Carolina (US): SAS Institute Inc. SAS Campus Drive.

Schinckel AP. 1999. Describing the pig. In: Kyriazakis, I. (Ed.) A Quantitative Biology of the Pig. CABI Publishing, UK, pp. 9–38.

Siagian HP. 1984. Comparative Performance of Landrace, Duroc, and Yorkshire Breeds of Swine [disertasi]. Philippines: University of the Philippines at Los Baños.

Siagian HP. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sihombing DTH. 2006. Ilmu Ternak Babi. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Smith WC, G Pearson. 1986. Comparative voluntary feed intakes, growth performance, carcass composition, and meat quality of Large White, Landrace, and Duroc Pigs. New Zealand.

Tänavots A, Poldvere A, Soidla R, Lepasalu L, Žurbenko S. 2011. Factors affecting carcass and meat quality characteristics of pigs. I Effect of breed of sire and sex on carcass composition in pigs. Agraarteadus. 22(1), 45–52 (in Estonian).

Tillman DA, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Lebdosoekojo S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Trezona M, BP Mullan, MD Ántuono, RH Wilson, IH Williams. 2004. The causes of seasonal variation in backfat thickness of pigs in Western Australia. Australian J of Agri Research. 55:273-277.

Whitney MH, SK Baidoo. 2010. Breeding boar nutrient recommendations and feeding management, in National Swine Nutrition Guide. U.S. Pork Center of Excellence, Ames, IA.

(34)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Gunung Sitoli, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 06 Mei 1991 dari Ayah Bowosokhi Zebua dan Almh. Ibu Yariati Zebua, A.Ma.Pd. Penulis adalah anak keenam dari tujuh bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2003 di SD Negeri 070983 Sihareo, pendidikan lanjutan tingkat pertama pada tahun 2006 di SMP Negeri 1 Gunungsitoli, lanjutan tingkat atas di SMA Negeri Unggulan Sukma Nias pada tahun 2009, dan pada tahun yang sama Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Produksi dan

Gambar

Gambar 2  Nilai rataan suhu udara di daerah penelitian
Tabel 1.
Tabel 2  Kebutuhan zat-zat makanan babi fase bertumbuh hingga pengakhiran
Gambar 7  Babi Landrace betina
+2

Referensi

Dokumen terkait