• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kapasitas Dan Perilaku Lentur Balok Komposit Beton - Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kapasitas Dan Perilaku Lentur Balok Komposit Beton - Kayu"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

KAPASITAS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT

BETON - KAYU

LONA MAHDRIANI PUSPITA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kapasitas Dan Perilaku Lentur Balok Komposit Beton – Kayu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LONA MAHDRIANI PUSPITA. Kapasitas Dan Perilaku Lentur Balok Komposit Beton - Kayu. Dibimbing oleh FENGKY SATRIA YORESTA

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas dan perilaku lentur balok komposit beton kayu. Pengujian ini menggunakan benda uji balok dengan ukuran 5x10x115 cm di atas tumpuan sederhana. Balok dibebani satu beban terpusat dengan bentang 83 cm. Kayu yang dijadikan sebagai lapisan yaitu kayu kamper dan bangkirai. Posisi lapisan terbagi menjadi tiga tipe yaitu tipe A lapisan kayu berada di atas denga tebal 1 cm dan di bawah dengan tebal 0.5 cm, tipe B lapisan kayu berada di atas denga tebal 0.5 cm dan di bawah dengan tebal 1 cm, dan tipe C lapisan berada di samping kanan kiri balok dengan tebal lapisan 0.5 cm. Semua tipe balok lapisan kayunya direkatkan menggunkan paku. Data yang diamati berupa Modulus of elasticity dan Modulus of rupture, pola retak, dan lebar retak. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penambahan lapisan kayu pada balok dapat menahan terjadinya panjang retak dan lebar retak pada balok. Penambahan lapisan kayu juga dapat meningkatkan kuat lentur balok, dengan model keruntuhan yang terjadi yaitu retak lentur yang disertai dengan rusaknya lapisan kayu.

Kata kunci: balok komposit, kuat lentur, pola retak, model keruntuhan

ABSTRACT

LONA MAHDRIANI PUSPITA. Capacity and Flexural Behavior Composite Concrete Beams - Wood. Supervised by FENGKY SATRIA YORESTA.

The research was purposed to determine value of the capacity and flexural behavior of concrete-wood composite beam. In this test was used a beam with sizes is 5x10x115 cm on the simple supported by means of a one-point loading. The wood that has been used as a composite is camphor and yellow balau. The position of the layer is divided into three types: layers of wood in A-type is 1cm at the upper and 0.5cm at the bottom, B-type is 0.5cm at the upper and 1cm at the bottom, and C-type is 0.5cm at left and right sides. Wood layer on the composite beams is associated with a nail and embedded in the concrete. The point of this research is to observed the value of Modulus of Elasticity (MOE) and Modulus of Rupture (MOR), and crack pattern. The results of this study indicate that the addition of a layer of composite beam can hold the crack and destruction of beam. Composite of concrete-wood also increase flexural strength, with cracking model flexure and bending the wood layer.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Teknologi Hasil Hutan

KAPASITAS DAN PERILAKU LENTUR BALOK KOMPOSIT

BETON - KAYU

LONA MAHDRIANI PUSPITA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kapasitas Dan Perilaku Lentur Balok Komposit Beton - Kayu Nama : Lona Mahdriani Puspita

NIM : E24100057

Disetujui oleh

Fengky Satria Yoresta, ST MT Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah kapasitas dan perilaku lentur balok komposit beton - kayu.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Fengky Satria Yoresta ST. MT selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Mas Irvan dari Laboratorium Rancanga dan Desain Bangunan Kayu, Fakultas Kehutanan yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik-adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh staff dan pengajar Departemen Hasil Hutan, tema-teman THH47, serta kepada saudara G44100104 yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Sifat Fisis dan Mekanis kayu 6

Analisis Beban dan Defleksi 8

Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR) dan Kekakuan 11

Pola retak dan lebar retak 13

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Tipe dan kode balok uji 4

2 Sifat fisis dan mekanis kayu bangkirai dan kamper 7 3 Rerata MOE, MOR dan kekakuan balok komposit 11 4 Persen peningkatan MOE dan MOR balok komposit terhadap kontrol12

5 Posisi retak dan lebar retak maksimum 15

DAFTAR GAMBAR

1 Posisi dan dimensi lapisan kayu pada balok komposit beton-kayu 3 2 (a) Posisi paku pada balok komposit beton tipe A dan tipe B (b)

Posisi paku pada balok komposit beton tipe C 4

3 Model benda uji balok 5

4 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe A pada kondisi retak awal (b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe A hinga mengalami

keruntuhan total 8

5 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe B pada kondisi retak awal (b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe B hinga mengalami

keruntuhan total 9

6 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe C pada kondisi retak awal (b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe C hingga mengalami

keruntuhan total 10

7 (a) Pola retak lentur tipe AB (b) pola retak lentur tipe AK (c) belah pada kayu tipe A (d) Pembengkokan paku akibat penambahan beban 13 8 (a) Pola retak lentur tipe BB (b) pola retak lentur tipe BK (c) belah pada

kayu tipe B (d) Pembengkokan paku akibat penambahan beban (e) retak diatas tumpuan yang terjadi akibat penambahan beban 14 9 (a) Retak pada beton tipe C (b) Retak da melengkungnya kayu akibat

pembebanan pada tipe C (c) Pecah dan rusak pada kayu tipe C (d)

Retak lentur pada tipe C 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai defleksi dan beban pada saat Kondisi Retak awal hinggamengalami

keruntuhan 18

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Struktur komposit merupakan gabungan antara dua atau lebih bahan bangunan yang berbeda sehingga merupakan satu kesatuan dalam menahan gaya atau beban luar. Struktur komposit memanfaatkan sifat fisik dan mekanik masing-masing bahan sehingga akan diperoleh komponen yang lebih baik dan mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu bila dibandingkan dengan bahan yang membentuknya (Silitonga 2011).

Dalam struktur sebuah bangunan beton memiliki peranan yang sangat penting sebagai bahan konstruksi yang biasa digunakan dalam berbagai bentuk untuk hampir semua struktur, seperti bangunan, jembatan, pengerasan jalan, bendungan, terowongan dan sebagainya. Salah satu kelebihan dari beton adalah mempunyai kapasitas tekan yang tinggi. Akan tetapi beton juga memiliki kekurangan yang dapat menyebabkan kerusakan pada struktur beton yang akan mengakibatkan kekuatan dan daya dukung beton berkurang (Sitepu 2015). Dimana kuat tarik beton hanya berkisar 9% - 15% dari kuat tekannya (Dipohusodo, 1996). Oleh karena itu, perlu tulangan untuk menahan gaya tarik dan untuk memikul beban-beban yang bekerja pada beton. Adanya tulangan ini seringkali digunakan untuk memperkuat daerah tarik pada penampang balok. Tulangan baja tersebut perlu untuk beban berat dalam hal ini untuk mengurangi lendutan jangka panjang (Nawy 1998). Namun saat ini harga bangunan termasuk bahan tulangan beton cukup tinggi, oleh karena itu perlu dicari bahan bangunan alternatif pengganti tulangan baja yang memiliki kuat tarik yang cukup tinggi, lebih ekonomis dan mudah didapat.

Penggunaan kayu untuk bahan konstruksi lebih menguntungkan dibandingkan dengan bahan lain. Kayu adalah material yang berasal dari pohon yang dibuat oleh alam dan tidak akan habis selama ditanam dan dipelihara. Material kayu ramah lingkungan dan mudah terurai kembali juga tidak mencemari lingkungan. Kayu mudah untuk dikerjakan walaupun dengan alat sederhana, mudah untuk disambung, relatif kuat walaupun lebih ringan, cukup awet, lebih murah, dan memiliki nilai estetika yang tinggi (Irawanti 2011).

Kayu kamper (Dryobalanops sp) digolongkan dalam kayu dengan kelas kuat II dan III serta kelas awet II dan III dengan berat jenis 0.62 – 0.91 tergantung spesiesnya (PKKI NI-51961) dan kayu bangkirai (Shorea laevifolia Endort) tergolong kelas kuat I – II dan kelas awet I – II dengan berat jenis 0,6-1,13 (BKI, 1996). Berat jenis kayu merupakan besaran yang sangat penting sebagai parameter karakteristik suatu jenis kayu (RSNI, 2002). Dalam hal ini terdapat hubungan yang linier antara berat jenis dengan kekuatan kayu, dalam arti makin tinggi berat jenis kayu maka makin tinggi kelas kekuatannya.

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas dengan melihat nilai hasil pengujian Modulus of elasticity, Modulus of rupture juga kekakuan balok, dan perilaku lentur dengan melihat kerusakan, pola retak dan lebar retak pada balok komposit beton-kayu yang menggunakan kayu kamper dan bangkirai.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu mekanika bahan, terutama aplikasinya pada struktur beton, dan apabila hasilnya cukup signifikan maka dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian lainnya, karena dengan menggunakan lapisan kayu ini selain bermanfaat untuk struktural, juga kayu yang digunakan merupakan kayu komersial yang bisa didapatkan di toko bangunan manapun.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama empat bulan yaitu dilaksanakan dari bulan Maret hingga Juni 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah Kayu bangkirai dan Kayu kamper yang berasal dari pedagang di daerah Bogor, pasir yang berasal dari Cimangkok, kerikil, semen, dan paku.

Alat

(13)

3 Prosedur Analisis Data

Persiapan Benda Uji

Sortimen kayu berukuran 6 x 12 cm dengan panjang 400 cm dibagi menjadi dua bagian, yaitu untuk persiapan pembuatan balok komposit dan untuk pengujian sifat fisis dan mekanis kayu. Sampel kayu untuk pengujian sifat fisis dan mekanis kayu dibagi menjadi dua ukuran yaitu untuk sifat fisis berukura 2 x 2 x 2 cm, dan untuk sifat mekanis berukuran 2 x 2 x 30 cm. Setelah dibuat sampel uji ini maka dibuatlah lapisan kayu untuk balok komposit beton-kayu.

Balok komposit beton – kayu yang akan diuji memiliki dimensi penampang 5 x 10 cm dengan panjang 115 cm. Balok dibuat menjadi 3 tipe ditambah balok kontrol. Dua jenis kayu yaitu bangkirai dan kamper digunakan untuk masing– masing tipe. Balok tipe A memiliki 1 cm ketebalan lapisan kayu bagian atas dan 0.5 cm ketebalan lapisan kayu bawah. Tipe B memiliki 0.5 cm ketebalan lapisan kayu bagian atas dan 1 cm ketebalan lapisan kayu bagian bawah. Balok tipe C memiliki 0.5 cm ketebalan kayu bagian samping kanan dan kiri. Balok kontrol merupakan balok yang tidak dilapisi dengan kayu. Setiap tipe balok terdiri atas tiga buah benda uji untuk masing–masing jenis kayu. Ketiga tipe balok dan balok kontrol diperlihatkan pada Gambar 1, sedangkan penomoran balok diperlihatkan pada Tabel 1.

Lapisan kayu dan beton dihubungkan dengan menggunakan sejumlah paku. Balok tipe A dan B menggunakan paku dengan diameter 3 mm sedangkan tipe C diameter 2.2 mm paku ditempatkan dengan jarak antar paku 10 cm. Detail penempatan paku diperlihatkan pada Gambar 2.

(14)

4

Tabel 1 Tipe dan kode balok uji

Jenis kayu Tipe Kode balok uji Tebal lapisan

Bangkirai

A AB1,AB2 Dan AB3 1 cm di atas, 0.5 cm di bawah B BB1,BB2 Dan BB3 0.5 cm di atas, 1 cm di bawah C CB1,CB2 Dan CB3 0.5 di kanan dan kiri Kamper

A AK1,AK2 Dan AK3 1 cm di atas, 0.5 cm di bawah B BK1,BK2 Dan BK3 0.5 cm di atas, 1 cm di bawah C CK1,CK2 Dan CK3 0.5 di kanan dan kiri

Kontrol C1 Dan C2 Tidak diberi lapisan

Pembuatan lapisan kayu

Balok kayu kamper dan bangkirai yang berukuran 6 x 12 x 400 cm dipotong menjadi lapisan kayu berukuran 0.5 x 5 x 115 cm, 0.5 x 10 x 115 cm dan 1 x 5 x 115 cm. Masing-masing lapisan kayu terlebih dahulu dibor untuk menghindari retak ketika pemasangan paku.

Pengecoran beton

Beton yang digunakan pada penelitian ini menggunakan perbandingan semen, pasir dan kerikil yaitu 1 : 2 : 3 yang diharapkan dapat mewakili beton untuk konstruksi rumah sederhana aman gempa dengan kuat tekan beton ±150 kg/cm² (Boen 2000a). Air ditambahkan ke dalam campuran beton hinga memudahkan pengerjaan campuran. Pengecoran dilakukan sebanyak 4 kali. Hasil pengecoran tersebut dimasukkan kedalam cetakan berukuran 5 x 10 x 115 cm dan 10 x 5 x 115 cm yang di dalamnya sudah diletakkan lapisan kayu.

Pengkondisian beton

Balok didiamkan (dikondisikan) selama 28 hari sehingga proses pengerasan pada beton berlangsung sempurna dan siap untuk diuji. Beton komposit kayu dilepas dari cetakannya setelah 4 hari. Selama pengkondisian, beton dijaga kelembabannya dengan membasahinya dengan air di setiap permukaan beton agar terhindar dari retak selama proses pengerasan berlangsung.

(15)

5 Pengujian

Pengujian lentur balok dilakukan dengan menggunakan mesin UTM instron berkapasitas 5 ton. Pengujian dilakukan dengan metode one point loading Gambar 3. Selain pengujian lentur balok juga dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis kayu yang digunakan dengan mengacu pada standar (B.S 373 : 1957).

P

L

Pengujian Sifat Fisis

Kerapatan (ρ) dan Berat Jenis

Contoh uji ditimbang berat (BA) dan diukur volumenya (VA), lalu dimasukkan kedalam oven (103±2)°C hingga konstan untuk mendapatkan berat dan volume kering tanurnya (BKT dan VKT). Kerapatan dan BJ

Kadar air merupakan hasil pembagian kandungan berat air terhadap berat kering tanur dari contoh uji. Berat air adalah selisih dari berat contoh uji sebelum di oven dikurangi berat kering tanur. Contoh uji berukuran 2 x 2 x 2 cm. Contoh uji dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya (BKU) dan dikeringkan dalam oven pada suhu (103±2)oC selama 24 jam atau sampai mencapai berat konstan dan ditimbang sehingga diperoleh berat kering tanur (BKT). Nilai kadar air dihitung dengan rumus:

Contoh uji untuk pengujian MOE dan MOR berukuran 2 x 2 x 30 cm untuk dimensi tebal, lebar, dan panjang. Pengujian MOE kayu dilakukan dengan cara one point loading bending test. Nilai MOE dihitung dengan rumus:

(16)

6

∆P : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) L : Jarak sangga (cm)

∆Y : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm) b : Lebar contoh uji (cm)

H : Tebal contoh uji (cm)

Modulus of Rupture (MOR)

Pengujian MOR kayu dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOE dengan memakai contoh uji yang sama. Nilai MOR dihitung dengan rumus:

Hasil penelitian dianalisis menggunakan metode analisis struktural.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisis dan Mekanis kayu

(17)

7 Tabel 2 Sifat fisis dan mekanis kayu bangkirai dan kamper

Jenis lengkung kayu utuh dan produk-produk yang dibuat dari kayu yang dihitung pada beban maksimum (Haygreen dan Bowyer 1989). Modulus patah merupakan sifat kekuatan kayu dalam menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau gelagar. Hasil pengujian menunjukkan kayu bangkirai (1202.24 kg/cm²) memiliki nilai MOR rata-rata lebih tinggi dari kayu kamper (608.18 kg/cm²).

Tiga sifat fisika kayu yang dianggap mendasar yaitu kadar air, perubahan dimensi dan berat jenis kayu (Kasmudjo 2010). Nilai kadar air pada kedua jenis kayu dari hasil pengujian berkisar antara 17.09 - 19.49%. Menurut Kasmudjo (2010) kadar air kering udara di Indonesia rata-rata 10 - 18%. Selain itu, kadar air pada kedua jenis kayu tersebut berada di bawah kadar air titik jenuh serat (30%) sehingga dengan berkurangnya kadar air di bawah titik jenuh serat akan membuat kekuatan kayu menjadi bertambah dan mempengaruhi sifat fisik dan mekanik kayu tersebut (Haygreen dan Bowyer 1996).

Kerapatan kayu adalah masa atau berat kayu per unit volume kayu. Kerapatan merupakan faktor penting untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik kayu (Panshin & Zeeuw 1970). Hasil pengujian menunjukkan kayu bangkirai (0.86 gr/cm³) memiliki nilai kerapatan rata-rata lebih tinggi dari kayu kamper (0.76 gr/cm³). Nilai kerapatan kayu dapat menggambarkan kekuatan kayu dimana nilai tersebut berbanding lurus, dengan semakin besarnya nilai kerapatan suatu kayu maka kayu tersebut akan semakin kuat.

(18)

8

Analisis Beban dan Defleksi

Hasil pengujian balok tipe A disajikan pada Gambar 4.a dan 4.b. Gambar 4.a merupakan bagian dari Gambar 4.b pada kondisi dimana terjadi retak pertama pada balok. Balok AB2 mampu menahan beban lebih besar (54.54 kg) dibandingkan dengan balok lainnya, diperlihatkan dengan grafik yang didapat paling tinggi dibandingkan dengan grafik lainnya. Balok AB1 memiliki kapasitas beban terendah yaitu sebesar 11.68 kg. Hal ini terjadi karena beton mengalami retak lebih awal dibandingkan dengan beton pada balok lainnya. Nilai defleksi terbesar pada saat P maksimum retak pertama, terdapat pada balok C2 yaitu sebesar 0.125 cm. Sedangkan nilai defleksi terendah terdapat pada balok AB1 yaitu sebesar 0.01 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa balok AB1 dapat menahan terjadinya perubahan bentuk dibandingkan dengan balok C2 (kontrol) dikarenakan adanya lapisan kayu pada bagian atas dan bawah balok yang menahan terjadinya regangan pada balok.

Hubungan beban dan defleksi balok tipe A hingga mengalami keruntuhan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.b. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa balok AB2 dapat menahan beban paling besar dibandingkan balok lainnya, yaitu 342.94 kg. Sedangkan balok AK3 memiliki beban maksimum terendah yaitu sebesar 180.01 kg. Hal ini diduga karena perbedaan jenis kayu yang digunakan pada balok dan adanya pengaruh berat jenis, kerapatan pada masing – masing kayu. Nilai defleksi terendah juga diperlihatkan oleh grafik AB1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada balok tipe A dengan lapisan kayu bangkirai lebih baik digunakan dibandingkan dengan balok dengan lapisan kayu kamper maupun kontrol. Hal ini terjadi karena pada kedua grafik memperlihatkan bahwa balok dengan kayu bangkirai dapat mencapai beban tertinggi dan memiliki grafik yang tinggi juga nilai defleksi yang rendah. Tingginya grafik menunjukkan adanya sifat kekakuan yang tinggi pada struktur. Sifat kekakuan merupakan sifat dimana suatu benda apabila menerima beban atau gaya luar, benda tersebut cenderung untuk mempertahankan diri atau menahan terjadinya perubahan bentuk (Mardikanto et al. 2011).

(19)

9 Hasil pengujian balok tipe B disajikan pada Gambar 5.a dan 5.b. Gambar 5.a merupakan bagian dari Gambar 5.b pada kondisi dimana terjadi retak pertama pada balok. Balok BB3 mampu menahan beban lebih besar (144 kg), diperlihatkan dengan grafik yang didapat paling tinggi dibandingkan dengan grafik lainnya. Balok BK2 memiliki kapasitas beban terendah yaitu sebesar 6.05 kg. Nilai kapasitas beban ini dipengaruhi oleh jenis, kadar air juga kerapatan pada lapisan kayu. Nilai defleksi terbesar pada saat P maksimum retak awal, terdapat pada balok BB3 yaitu sebesar 0.5 cm, sedangkan nilai defleksi terendah terdapat pada balok BK1 yaitu sebesar 0.04 cm. Hal ini mengindikasikan bahwa balok BK1 dapat menahan terjadinya perubahan bentuk dibandingkan dengan balok BB3, karena balok dengan lapisan kayu bangkirai memiliki daya retak yang tinggi apabila lapisan pada bagian bawah lebih tipis akibat susut muai pada kayu bangkirai tinggi sehingga defleksi yang terjadi besar.

Gambar 5.b memperlihatkan hubungan beban dan defleksi balok tipe B hingga mengalami keruntuhan. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa balok BB1 dapat menahan beban paling besar dibandingkan balok lainnya, yaitu 498.02 kg. Sedangkan balok BB3 memiliki beban maksimum terendah yaitu sebesar 268.36 kg. Hal ini diduga karena perbedaan jenis kayu yang digunakan pada balok dan adanya pengaruh berat jenis, kerapatan pada masing – masing kayu. Namun bila dilihat dari nilai defleksi, balok yang memiliki nilai defleksi terbesar pada saat P maksimum adalah balok BK1 yaitu 6.51 cm, sedangkan nilai defleksi yang terendah terdapat pada balok BB3 yaitu 2.40 cm. Hal ini berbanding terbalik dengan nilai defleksi yang didapat pada Gambar 5.a sehingga secara keseluruhan balok beton yang dapat menahan terjadinya kerusakan yaitu balok dengan lapisan kayu bangkirai. Pada balok tipe B lapisan dengan kayu bangkirai yang dapat menahan beban maksimum tertinggi dan defleksi terendah dibandingkan balok dengan lapisan kayu kamper maupun kontrol.

(20)

10

Hasil pengujian balok tipe C disajikan pada Gambar 6.a dan 6.b. Gambar 6.a merupakan bagian dari Gambar 6.b pada kondisi dimana terjadi retak pertama pada balok. Balok CK3 mampu menahan beban lebih besar (508.76 kg), diperlihatkan dengan grafik yang didapat paling tinggi dibandingkan dengan grafik lainnya sehingga pada tipe C struktur komposit pada saat retak awal dapat mencapai beban maksimum terbesar dibandingkan dengan balok tipe A dan B. Balok CB2 memiliki kapasitas beban terendah yaitu sebesar 13.89 kg. Selain itu, nilai defleksi terbesar pada saat P maksimum retak pertama juga didapat pada balok CK3 yaitu sebesar 1.74 cm, hal ini terjadi karena beton mengalami retak pada bagian bawah balok akibat tidak adanya lapisan pada bagian bawah balok. Sedangkan nilai defleksi terendah terdapat pada balok CB2 yaitu sebesar 0.04 cm, hal ini terjadi karena pada samping kanan dan kiri balok dilapisi oleh kayu yang memiliki berat jenis dan kerapatan yang tinggi sehingga akibat adanya penambahan beban maka balok dan lapisan kayu tidak mengalami deformasi yang besar dibandingkan dengan balok yang menggunakan lapisan kayu kamper.

Gambar 6.b memperlihatkan hubungan beban dan defleksi balok tipe C hingga mengalami keruntuhan. Dari Gambar tersebut terlihat bahwa balok CB1 dapat menahan beban paling besar, yaitu 864.21 kg diperlihatkan dengan grafik yang didapat paling tinggi dibandingkan dengan grafik lainnya. Sementara itu, balok CK2 memiliki beban maksimum terendah yaitu sebesar 429.53 kg. Namun bila dilihat dari nilai defleksi, balok yang memiliki nilai defleksi terbesar pada saat P maksimum adalah balok CB2 yaitu 2.05 cm. Sedangkan nilai defleksi yang terendah terdapat pada balok CB3 yaitu 0.93 cm. Secara keseluruhan balok dengan lapisan kayu bangkirai mampu menahan beban lebih besar dibandingkan dengan balok dengan lapisan kayu kamper, karena dilihat dari grafik yang tinggi. Selain itu, nilai defleksi antara balok lapisan kayu bangkirai dan lapisan kayu kamper tidak berbeda jauh, karena adanya pengaruh dari lapisan kayu yang berada pada kanan dan kiri balok yang menghalangi terjadinya keruntuhan pada beton.

(21)

11 Modulus of Elasticity (MOE), Modulus of Rupture (MOR) dan Kekakuan

Hasil pengujian MOE dan MOR balok komposit disajikan pada Tabel 3. Nilai MOE yang paling tinggi ditunjukkan oleh balok AB dengan rerata 959808.49 kg/cm², sedangkan yang paling rendah ditunjukkan oleh balok CK dengan rerata 33716.32 kg/cm². Sedangkan nilai MOR yang paling tinggi diperoleh balok CB sebesar 229.45 kg/cm², dan yang terendah diperoleh balok AK sebesar 84 kg/cm². Nilai kekakuan tertinggi diperoleh balok tipe AB sebesar 706.09 kg/cm sedangkan yang terendah diperoleh oleh balok tipe CK (295.83 kg/cm), dalam hal ini nilai kekakuan dan MOE berbanding lurus. Menurut Mardikanto et al. (2011) nilai modulus elastisitas yang besar menggambarkan sifat kekakuan yang besar pula, di mana kayu tidak mudah berubah bentuk akibat pembebanan. Secara umum balok yang menggunakan kayu bangkirai sebagai lapisan memiliki nilai MOE, MOR dan Kekakuan tertinggi dibandingkan dengan balok yang menggunakan kayu kamper. Namun pada balok tipe B nilai MOE lebih tinggi dimiliki oleh balok dengan kayu kamper, hal ini dikarenakan lapisan kayu pada balok bagian atas dimensinya lebih tipis dibandingkan dengan bagian bawah. Menurut Boesono (2008) kayu bangkirai mempunyai berat jenis tinggi dan tergolong dalam kayu yang sangat berat, daya retaknya tinggi dan mempunyai serat penyusun kayu lebih besar, rongga selnya lebih lebar sehingga mudah untuk menyerap air yang menyebabkan kayu mengembang atau sifat susut muainya sangat besar. Selain itu juga nilai kadar air pada balok lapisan kayu bangkirai memiliki nilai yang lebih kecil, yang menandakan bahwa kayu tersebut lebih kering sehingga mudah terjadi retak maupun belah pada lapisan kayu. Menurut Mardikanto et al. (2011) retak (checks) banyak terjadi pada saat kayu mongering, dimana perubahan kadar air yang terjadi sudah di bawah titik jenuh serat. Adanya cacat ini akan menyebabkan sedikit berkurangnya kekuatan pada kayu

.

Tabel 3 Rerata MOE, MOR dan kekakuan balok komposit

(22)

12

Ditinjau berdasarkan nilai MOE dan MOR yang diperlihatkan pada Tabel 3, persentase peningkatan nilai MOE dan MOR balok komposit terhadap kontrol pada Tabel 4 tertinggi ditunjukkan dengan balok AB sebesar 130.66% untuk nilai MOE dan 1475.76% untuk nilai MOR pada balok CB, hal ini menunjukkan bahwa balok AB kuat dalam menerima beban elastis dibandingkan dengan kontrol karena adanya lapisan kayu pada bagian atas dan bawah beton dan juga tebal kayu pada bagian atas beton yang lebih tebal dibandingkan bagian bawah sehingga dapat menahan beban tekan yang diberikan pada balok komposit tersebut. Balok CB tidak mudah patah karena struktur kayu yang getas dan perletakan lapisan kayu yang berada di samping kanan dan samping kiri beton yang dapat menahan beton akibat struktur beton yang runtuh.

Tabel 4 Persen peningkatan MOE dan MOR balok komposit terhadap kontrol Balok % Peningkatan balok komposit terhadap kontrol

Uji MOE MOR

(23)

13 Pola retak dan lebar retak

Retak lentur adalah retak vertikal yang memanjang dari sisi tarik balok dan mengarah ke atas sampai daerah sumbu netralnya. Pola retak yang ditunjukkan oleh semua tipe benda uji mempunyai pola retak yang hampir sama yaitu pola retak lentur Gambar 7.a dan 7.b, Gambar 8.a dan 8.b, dan Gambar 9.d.

Retak awal yang terjadi yaitu terlihat pada daerah di bawah pembebanan di tengah-tengah bentang. Beban yang terus bertambah mengakibatkan retak-retak awal yang terjadi semakin melebar, namun panjang retak berkurang dengan bertambahnya beban yang diberikan. Hal ini terjadi karena panjang retak awal hingga akhir hanya mengalami retak lentur sehingga panjang retak terbatas oleh lapisan kayu pada bagian atas dan bawah beton. Selain itu juga, penambahan retak untuk setiap peningkatan beban tidak selalu merupakan kelanjutan dari retak sebelumnya dan mula-mula muncul selalu ditengah jarak antar paku, hal ini terlihat pada Gambar 8.e pada balok uji BK1 yang menunjukkan adanya retak lentur yang timbul di atas tumpuan.

Hasil pengujian yang didapat sesuai dengan pernyataan Pathurahman (2003) yang mengatakan bahwa semakin bertambahnya beban maka retak awal yang terjadi semakin lebar, panjang retak berkurang, dan penambahan retak tidak selalu merupakan kelanjutan dari retak sebelumnya. Pada tipe A dan B yang lapisan kayunya berada di atas dan bawah beton, lapisan kayu pada bagian bawah belah searah dengan jalur paku Gambar 7.c dan Gambar 8.c. Belah pada lapisan kayu mula-mula terjadi pada ujung balok hanya dari salah satu sisi yang menyisakan jarak 5 cm jarak dari paku ke tepi balok. Panjang belah lapisan kayu tersebut yaitu 1/3 panjang balok. Setelah kayu mengalami belah maka yang terjadi paku tidak lagi menempel pada kayu, melainkan pada beton karena paku bergeser pada daerah tarik sehingga paku menjadi miring hal ini menunjukkan bahwa paku tidak kuat dalam menahan gaya geser. Kerusakan yang terjadi pada contoh uji seperti pecah dan retak merupakan reaksi yang ditimbulkan akibat adanya gaya luar yang bekerja (beban).Hal ini hanya terjadi pada lapisan bagian bawah saja Gambar 7.d dan Gambar 8.d.

(24)

14

Adapun pada tipe C baik lapisan kayu maupun pada beton terlihat bahwa telah terjadi kerusakan seperti ditunjukkan pada Gambar 9.d. Retak yang terjadi ada pada bagian bawah beton yang searah dengan sumbu dimana balok ditekan, namun retak yang terjadi tidak terlalu lebar Gambar 9.a dan 9.b. Selain itu, retak yang timbul juga terlihat ketika lapisan kayu yang disamping melengkung ke dalam sehingga terlihat retak-retak pada beton. Retak yang terjadi pada sisi beton hanya terlihat sampai garis paku dan merupakan retak lentur Gambar 9.b dan 9.d. Adapun kerusakan belah yang terjadi pada beton bagian bawah dikarenakan adanya gaya luar yang bekerja (beban) Gambar 9.a dan 9.b.

Gambar 8 (a) Pola retak lentur tipe BB (b) pola retak lentur tipe BK (c) belah pada kayu tipe B (d) Pembengkokan paku akibat penambahan beban (e) retak diatas tumpuan yang terjadi akibat penambahan beban

(25)

15 Lapisan kayu pada tipe C juga mengalami kerusakan yaitu sekitar jalur paku yang bermula pada atas tumpuan hingga ke tengah bahkan pada tipe CK1 kayu belah. Hal ini terjadi karena pada setiap penambahan beban pada balok maka yang terjadi pada paku dan lapisan kayu setelah beton bagian bawah retak yaitu menahan agar keruntuhan yang terjadi pada beton tidak terlalu besar. Lapisan kayu pada bagian bawah paku menahan agar beton bagian atas dari paku tidak runtuh Gambar 9.c. Pada lapisan kayu yang berada di bagian atas paku pun menggelembung ke dalam karena menahan kerusakan dan lebar retak yang terjadi pada beton. Kondisi paku pada tipe C yaitu semua paku masih dalam keadaan melekat pada lapisan kayu maupun pada beton. Melihat perilaku keruntuhannya, balok uji ini mempunyai keruntuhan yang getas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kusnidar (2005) bahwa Nonlinieritas kayu kamper adalah akibat dari sifat kayu yang anisotropis dan strukturnya yang terdiri dari formasi serat-serat yang bersifat daktail sehingga memiliki keruntuhan elastis linier dan getas.

Fungsi lapisan kayu pada ketiga tipe balok uji yaitu untuk menahan beban tarik yang terjadi pada balok komposit ini. Hal ini terlihat bahwa apabila ketiga balok uji ini dibandingkan dengan kontrol (balok beton tanpa lapisan kayu) maka nilai beban maksimum sampai batas proporsional yang dapat dipikul lebih tinggi terlihat pada ketiga balok uji. Namun apabila dibandingkan dengan beton bertulang maka balok komposit kayu beton ini masih belum efektif karena beton dan kayu tidak dapat bersatu tanpa adanya ikatan yang terjadi pada keduanya.

Tabel 5 Posisi retak dan lebar retak maksimum

(26)

16

Hasil pengujian posisi dan lebar retak ditunjukkan pada table 5. Posisi retak terjauh dari titik pembebanan yaitu sebesar 45 cm pada balok BB2 sedangkan lebar retak terbesar ditunjukkan oleh balok BB3 yaitu sebesar 24 cm. Adapun posisi retak terkecil dari titik pembebanan ditunjukkan oleh balok AK1 yaitu 0 cm. Namun nilai lebar retak terkecil diperoleh balok AB1 yaitu sebesar 1.5 cm. Hal ini menunjukkan bahwa balok tipe A dapat mengurangi terjadinya retak maupun lebar yang semakin besar karena lapisan kayu yang menahan pada bagian tekan balok dimensi tebalnya lebih besar dibandingkan dengan lapisan kayu pada bagian atas tipe B. Dalam hal ini tebal lapisan berpengaruh besar dalam menentukan lebar retak dan posisi retak.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kayu bangkirai memiliki nilai MOE, MOR, kekakuan, kerapatan, dan berat jenis lebih tinggi dibandingkan kayu kamper. Kapasitas balok komposit yang ditunjukkan dengan nilai MOE, MOR dan kekakuan tertinggi berturut-turut yaitu pada balok AB sebesar 959808.49 kg/cm², balok CB sebesar 229.45 kg/cm², dan balok AB sebesar 706.09 kg/cm untuk nilai kekakuan sehingga balok dengan lapisan kayu bangkirai lebih baik digunakan pada tipe A dan tipe C. Kerusakan yang terjadi pada balok tipe A dan B hampir sama yaitu belah pada lapisan kayu, retak pada beton, dan paku bergeser juga miring akibat gaya geser. Sedangkan pada tipe C perilaku kerusakan yang timbul yaitu kerusakan pada lapisan kayu, kerusakan pada beton yang ditunjukkan dengan belah dan retak. Pola retak yang terlihat pada keseluruhan balok yakni pola retak lentur. Lebar retak yang paling kecil yaitu pada balok tipe C dan tipe A yang menggunakan kayu bangkirai. Jenis kayu, posisi lapisan, dan dimensi tebal lapisan memiliki pengaruh terhadap kapasitas dan perilaku lentur balok komposit. Dilihat dari kapasitas dan perilaku (kerusakan, pola retak, dan lebar retak) maka balok dengan lapisan kayu bangkirai pada tipe C yang lebih baik digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variasi posisi, jenis dan lapisan kayu yang digunakan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berbagai proporsi campuran dan jenis bahan yang digunakan agar dapat meningkatkan kualitas balok komposit beton kayu.

DAFTAR PUSTAKA

(27)

17 [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2002. SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan G. Indonesia. Badan Standar Nasional.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 03-1027-2006. Lembaran Serat Krisotil Semen Rata. Indonesia. Badan Standar Nasional.

[BKI] Biro Klasifikasi Indonesia. 1996. Buku Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Laut. Indonesia. Biro Klasifikasi Indonesia.

Boen, T. 1983, Manual Bangunan Tahan Gempa (Rumah Tinggal), Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.

---. 2000a, Bangunan Rumah Tinggal Sederhana : Belajar dari Kerusakan Akibat Gempa, Prosiding Lokakarya Nasional Bangunan Sederhana Tahan Gempa, UII, Yogyakarta.

Boesono H. 2008. Pengaruh Lama Perendaman Terhadap Organisme Penempel dan Modulus Elastisitas pada Kayu. Jurnal Ilmu Kelautan Vol. 13 (3) : 177 –180. Universitas Diponegoro.

Darwo. 1990. Klasifikasi Kekuatan Kayu dan Studi Penyusunan Tegangan Ijin Metode Contoh Kecil Bebas Cacat (ASTM D 245) Kayu Borneo [Skripsi]. Fakultas Kehutanan, IPB. Tidak diterbitkan

Dipohusodo, I. 1996. Struktur Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 527 pp.

---. 1999, Struktur Beton Bertulang., PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Haygreen J G and J L Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Kusnindar Abd. Chauf. 2005. Karakteristik Mekanik Kayu Kamper sebagai Bahan Konstruksi. Mektek tahun VII.

Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID): IPB Press.

Martawijaya A. dan I. Kartasujana. 1977. Ciri Umum Sifat dan Kegunaan Jenis-jenis Kayu Indonesia. Badan Pengembangan dan Penelitian Pertanian. Lembaga Penelitian Hasil Hutan No,41, Bogor.

Nawy, EG. 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, PT Eresco, 1990, Bandung, 763 pp.

Irawanti S. 2011. Kekuatan sambungan kayu geser ganda dengan baut tunggal berpelat baja pada empat jenis kayu tropis [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Panshin A J dan C de Zeeuw. 1970. Texbook of Wood Technology. 4th cd. McGraw-Hill. New York.

Pathurahman. 2003. Aplikasi Bambu Pilinan sebagai Tulangan Beton. Civil Engineering Dimension, Vol. 5, No. 1, 39–44, March 2003 ISSN 1410-9530. Sakuna T. dan C.C. Moredo. 1993. Bonding of selected Tropical WoodsEffects

of Extractivees and Related Properties. Symposium-USDA Forest Service, and Taiwan Forestry Research Institute. May 25-28, 1993. Taipei.

(28)

18

LAMPIRAN

Lampiran 1 Nilai defleksi dan beban pada saat Kondisi Retak awal hingga mengalami keruntuhan

Kode Retak awal Kondisi runtuh

Kekakuan

sampel Defleksi Beban Defleksi Beban

(cm) (kg) (cm) (kg) (kg/cm)

(29)

19 Lampiran 2 Bentuk kerusakan pada balok uji

Balok tipe B

Balok tipe C

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 7 Desember 1992 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Ujang Mahmud dan Heni Hendriani. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama di terima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalus Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah menerima Beasiswa dari Bidik misi, Dikti. Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di hutan mangrove dan Gunung Sawal pada tahun , Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) dengan lokasi Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Halimun Salak, dan PGT Sindangwangi pada tahun dan praktek kerja lapang (PKL) pada tahun di PT Kutai Timber Indonesia (KTI), Probolinggo, Jawa Timur.

Selain aktif perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi dan pernah menjadi sekertaris Divisi Kewirausahaan Bidik Misi IPB (2010), anggota Divisi Kelompok Kimia Hasil Hutan pada tahun 2011, anggota Divisi Kelompok Minat Rekayasa Desain Bangunan Kayu Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2012.

Gambar

Gambar 2 (a) Posisi paku pada balok komposit beton tipe A dan tipe B
Tabel 2 Sifat fisis dan mekanis kayu bangkirai dan kamper
Gambar 4 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe A pada kondisi retak awal (b) Hubungan beban dan defleksi balok tipe A  hinga mengalami keruntuhan total
Gambar 5 (a) Hubungan beban dan defleksi balok tipe B pada kondisi retak awal
+6

Referensi

Dokumen terkait

1). Bahan balok yang digunakan adalah kayu Meranti dan plat beton bertulang dengan tulangan minimum. Tulangan minimum pada plat ini tidak diperhitungkan menahan tarik lentur

Tujuan dari penelitian ini adalah: untuk membandingkan kuat lentur balok beton bertulangan baja dengan balok beton bertulangan kayu yang memiliki kekuatan yang setara,

Tujuan penelitian adalah mendapatkan dan membandingkan kemampuan beban maksimum, defleksi dan kapasitas lentur yang terjadi pada balok beton normal (BN-1),

Penempatan Carbon Wrapping adalah pada bagian bawah balok di sepanjang bentang, yang pertama dipasang sebesar setengah lebar balok (kode BCW-0,5b), kedua dipasang sebesar lebar

Hasil pengujian kapasitas lentur balok beton disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.. e-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL Vol. 4/Desember 2013/585 Hasil pengujian benda uji balok

Pengujian sebelumnya pada balok sengon utuh dan balok laminasi komposit sebagai perkuatan balok sengon pada bentang lapangan dalam menahan momen positif mampu meningkatkan

Komposit struktur lantai komposit dapat di asumsikan sebagai deretan balok T, dengan gaya tarik ditahan oleh kayu, gaya tekan ditahan oleh pelat beton dan gaya

Tujuan penelitian adalah mendapatkan dan membandingkan kemampuan beban maksimum, defleksi dan kapasitas lentur yang terjadi pada balok beton normal (BN-1),