• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri NO. 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri NO. 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN

IZIN GANGGUAN DI DAERAH DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAMUEL TARIGAN 090200350

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN

IZIN GANGGUAN DI DAERAH DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

ANDRI YUNA GINTING 080200283

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

SAMUEL TARIGAN 090200350

Pembimbing I Pembimbing II

Surianingsih, SH., M.Hum Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., MS

NIP. 196002141987832002 NIP. 195204111980031002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan Hidup Indonesia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa

kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia dan rahmat-Nya yang

wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi

sumber dan penunjang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta mahluk hidup

lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.

Pembentukan hukum nasional merupakan bagian dari proses untuk

merealisasikan grand design atau rancangan besar untuk membangun suatu

masyarakat dan kehidupan Indonesia baru sejak 1945. Blueprint dari rancangan

besar tersebut diletakan dalam UUD 1945. Pembangunan hukum nasional

hendaknya dapat menangkap proses dan kerja besar tersebut, yaitu usaha untuk

melakukan transformasi nilai dari suatu tatanan kehidupan lama menjadi sesuatu

yang baru. Upaya itu harus didukung kemauan politik dari pemerintah pusat,

propinsi, juga pemerintah daerah sendiri dalam bentuk, kebijakan, fasilitas, dan

dukungan lain.

Suasana kondusif bagi tegaknya kewibawaan hukum nasional sebagai

wadah hukum adat dan perda dalam kapasitas dan intensitas keberagaman, harus

mendapat perhatian dan pengkonsolidasian yang menyeluruh. Tidak ada kesan

lagi, hukum di Republik ini ditegakkan atas dasar kepentingan kekuasaan clan

(4)

yang ditegakkan harus hukum masyarakat yang selalu berpihak dan responsif

terhadap kepentingan serta rasa keadilan masyarakat sebagai cermin hukum

Tuhan di dunia.

Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar

ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran clan

perusakan lingkungan hidup akan merupakan beban sosial, yang pada akhirnya

masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.

Peraturan perundang-undangan formal (tertulis) lebih dipandang dapat

memberikan kepastian hukum tentang suatu hal dibandingkan dengan peraturan

non formal. Peraturan perundang-undangan berfungsi menyederhanakan suatu

keadaan yang dianggap kompleks, karena kaidahkaidah tertulis dapat menjadi

patokan dalam rangka hidup bermasyarakat, baik hubungan antara anggota

masyarakat dalam lingkup intern maupun lingkup internasional.

Negara modern perlu melakukan upaya untuk mengatasi “gangguan” yang

ditimbulkan kegiatan usaha terhadap warga dan masyarakat tempat kegiatan usaha

tersebut berada. Hal ini penting karena beberapa alasan. Pertama, keberadaan

pemerintah daerah terutama adalah untuk memberikan perlindungan kesehatan,

keselamatan dan kesejahteraan umum bagi penduduknya. Apabila perusahaan

yang akan didirikan memberikan pengaruh yang merugikan bagi kesehatan,

keselamatan atau kesejahteraan umum, maka masyarakat berharap agar pejabat

pemerintah yang telah mereka pilih tersebut dapat menangani masalah-masalah

(5)

masyarakat akan menggunakan hak pilih demokratis mereka untuk mengganti

para pejabat tersebut dengan pejabat baru yang akan melindungi kepentingan

mereka dengan lebih baik. Pemberian kekuasaan kepada pemerintah daerah untuk

menangani gangguan dan pebinaan dalam menggunakan kekuasaan tersebut

merupakan salah satu unsur dalam menciptakan demokrasi yang stabil dan

responsif.

Kedua, suatu sistem yang jelas tentang perlindungan terhadap gangguan

akan membantu meningkatkan stabilitas dan prediktabilitas bagi perusahaan.

Sebagaian besar perusahaan menyadari bahwa kegiatan operasi mereka

menimbulkan dampak hingga keluar batas tempat kegiatan mereka biasanya hal

itu terjadi akibat meningkatnya arus lalu lintas pasokan, karyawan, dan produk,

tetapi seringkali hal itu muncul dalam bentuk kebisingan, cahaya yang

menyilaukan, getaran, potensi risiko terhadap keselamatan masyarakat atau

meningkatnya permintaan akan utilitas dan layanan yang pasokannya tidak

mencukupi.

Walaupun banyak perusahaan berharap bahwa dampak tersebut dapat

diabaikan, sebagian besar memahami bahwa pemerintah daerah berkewajiban

untuk menanganinya dan bahkan menginginkan suatu sistem yang

memungkinankan untuk memprediksi tanggapan pemerintah daerah.

Guna membuat keputusan bisnis yang efisien, perusahaan perlu

memahami secara terperinci apakah mereka harus tunduk kepada suatu peraturan

yang baru (atau dibebaskan dari peraturan tersebut), jenis kegiatan bisnis seperti

(6)

penanganan seperti apa yang diperlukan, siapa yang bertanggung jawab untuk

mengkaji dampak yang timbul, berapa besar biaya yang akan dibebankan (dan

dasar perhitungan) dan berapa lama hal ini akan berlangsung. Di negara modern di

seluruh dunia, perusahaan semakin menerima bahwa mereka bertanggung jawab

atas tindakan-tindakan mereka, mereka hanya mempermasalahkan apakah

peraturan tersebut objektif, dikenal sebelumnya dan diterapkan secara adil

terhadap mereka dan pesaing mereka.

Indonesia mempunyai sejarah panjang dalam menangani gangguan yang

ditimbulkan oleh kegiatan usaha. Pada awal tahun 1926, pemerintah kolonial

Belanda menerbitkan Undang-Undang Gangguan dalam Lembaran Negara

(Staatsblad) nomor 226 dan kemudian mengubah undang-undang tersebut melalui

Lembaran Negara tahun 1940 nomor 450. Perundang-undangan aslinya berjudul

Undang-Undang Gangguan (“Hinderordonnantie”) dan izin yang dikeluarkannya

dikenal dengan nama ”Izin H.O”. Setelah kemerdekaan, sistem ini dikenal sebagai

“Undang-Undang Gangguan”. 50 tahun kemudian, jauh setelah kemerdekaan

Indonesia, Menteri dalam Negeri menerbitkan Peraturan No. 7 tahun 1993 tentang

Izin Gedung dan Izin Gangguan bagi Perusahaan-Perusahaan di bidang Industri

yang kemudian mengubah pendekatan nasional terhadap isu-isu tersebut. Seiring

dengan berjalannya waktu, izin yang bersifat wajib tersebut disebut sebagai

“Disturbance Permits” dan “Nuisance Permits”, dan kedua istilah tersebut

(7)

Izin dalam arti luas adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan

dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis

untuk mengendalikan tingkah laku warga. Sedangkan izin dalam arti sempit

adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya

didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan

tertentu atau menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuanya ialah mengatur

tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak selurunya dianggap

tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan

sekedarnya. Mengenai perizinan, ranah Hukum administrasi Negara yang

mengaturnya, karena hukum ini mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan

kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara. Hukum Administrasi

Negara belajar tentang perizinan karena izin merupakan suatu hubungan antara

pemerintah dengan masyarakat. Izin harus dimohonkan terlebih dahulu dari orang

yang bersangkutan kepada pemerintah melalui prosedur yang telah ditentukan

melalui peraturan perundang-undangan. Arti kata “orang” disini, adalah orang

dalam arti sebenarnya ataupun orang dalam arti atrificial person yang berbentuk

badan hukum.

Peraturan perundang-undangan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang

nomor 12 tahun 2011 adalah:

a. Provinsi

b. Kabupaten/Kota

Pembentukan hubungan antara masyarakat dan pemerintah salah satunya

(8)

alat adminstrasi negara dalam melakukan pelayanan kaitan dengan pelayanan izin.

Hubungan dalam bentuk pelayanan yang diberikan ini, dapat menjadi tolak ukur

dalam menilai baik buruknya suatu bentuk pelayanan. Apabila masyarakat merasa

dilayani dengan baik, maka terdapat nilai kepuasan tersendiri yang bisa

menciptakan hubungan yang harmonis antara pemerintah dengan rakyatnya.

Tetapi sebaliknya, apabila masyarakat merasa didzolimi dalam mendapatkan

pelayanan yang baik, maka masyarakat akan merasa tidak nyaman dan hilang

kepercayaan terhadap kinerja aparat/alat adminstrasi negara, sehingga bisa

membuat hubungan antara masyarakat dan pemerintah buruk

Upaya merealisasi negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan

bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana

bentuk masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan dengan hal

tersebut perlu adanya pembentukan peraturan dimana harus disesuaikan dengan

perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan. Izin merupakan perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu

yang diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur

sebagaimana ketentuan perundang-undangan Adapun tujuan perizinan, hal ini

tergantung pada kenyataan konkret yang dihadapi. Meskipun demikian, secara

umum dapatlah disebutkan sebagai berikut :

1. Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu.

2. Mencegah bahaya bagi lingkungan.

3. Keinginan melindungi objek-objek tertentu.

(9)

5. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas, dimana

pengurus harus memenuhi syarat tertentu.

Pemerintahan daerah dalam mengurus kewenangannya mengeluarkan

kebijakan berbentuk Perda, keputusan kepala daerah, dan peraturan lainnya. Salah

satu bentuk perwujudan kewenangan tersebut adalah perizinan. Perizinan sebagai

bentuk ketetapan merupakan tindakan sepihak dari administrasi negara. Contoh

atribusi yang memberikan kewenangan kepada administrasi negara adalah Pasal

157 UU No.12/2008, yang menentukan sumber pendapatan daerah:

1. Hasil pajak daerah

2. Hasil retribusi daerah

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

4. Lain-lain dan Pendapatan Asli Daerah yang sah

5. Dana perimbangan

6. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Dengan mengacu pada pembahasan di atas, maka dapat kita pahami bahwa

izin merupakan hal konkret yang harus di utamakan dalam sebuah pendirian

badan usaha, khususnya di bidang restoran. Pada penelitian ini pembahasan hanya

dibatasi pada perihal prosedur izin gangguan restoran di Kota Medan.

Undang-undang yang mengatur mengenai izin gangguan adalah Undang-Undang

Gangguan (Hazard Ordonantie/H.O.) Stbl. 1926 Nomor 226 Jo. Stbl.1940 Nomor

14 dan Nomor 450 tentang Izin Gangguan. Namun secara lebih khusus, Pemprov

Kota Medan telah menerapkan Perda Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Retribusi

(10)

yang berbahaya/bersifat menganggu yang telah di integrasikan ke dalam perizinan

usaha standar, namun apabila di hubungkan dengan Pemerintahan Kota Medan

sendiri, Izin Gangguan diterapkan untuk memperoleh Pendapatan Asli Daerah

(PAD).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka pembahasan dalam skripsi yang

berjudul Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2009

Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah Ditinjau dari Perspektif

Hukum Administrasi Negara adalah :

1. Bagaimana Pedoman Penetapan Izin ?

2. Bagaimana Mekanisme Peraturan Undang-Undang Yang Mengatur

Tentang Izin Gangguan Didaerah ?

3. Bagaimana Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun

2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah ditinjau dari

perspektif hukum administrasi Negara ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan penjabaran dalam latar belakang dan rumusan masalah di

atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

(11)

b. Untuk mengetahui Mekanisme Peraturan Undang-Undang Yang Mengatur

Tentang Izin Gangguan Didaerah.

c. Untuk mengetahui Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27

Tahun 2009 tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah ditinjau

dari perspektif hukum administrasi Negara

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat secara teoritis yaitu merupakan suatu studi dibidang hukum

perizinan terutama dalam masalah Izin Gangguan dimana penulis berharap

penelitian ini dapat memberikan gambaran secara jelas dan mendetail

mengenai implementasi peraturan menteri dalam negeri No. 27 TAHUN

2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah Ditinjau Dari

Perspektif Hukum Administrasi Negara

b. Secara praktis diharapkan pula penelitian ini dapat berguna bagi peneliti

berikutnya, bagi civitas akademika Universitas Sumatera Utara, serta bagi

masyarakat yang khususnya berkecimpung di dunia industri. Manfaat

secara umum yaitu sebagai syarat-syarat yang telah ditentukan dalam

kurikulum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam mencapai

gelar Sarjana Hukum

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No.

27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah Ditinjau

(12)

kepustakaan dan studi kasus sepanjang yang diketahui belum dilakukan penulisan,

ada beberapa judul yang hampir sama dengan judul diatas antara lain :

Nufaris Elisa (2012) Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap

Pelayanan Publik Bidang Perizinan Di Kabupaten Deli Serdang permasalahan

dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Pelayanan Publik Bidang Perizinan

Sebagai Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Di Kabupaten Deli Serdang,

Kepuasan Pelayanan Publik Bidang Perizinan Di Kabupaten Deli Serdang dan

Kendala-Kendala Dalam Pelaksanaan Pelayanan Publik Bidang Perizinan Di

Kabupaten Deli Serdang

Sheila Pebry Novalina Sinaga (2013) Prosedur Izin Gangguan Terhadap

Restoran Di Kota Medan Berdasarkan Perda No. 22 tahun 2002 tentang Retribusi

Izin Gangguan, permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengaturan

izin gangguan, Bagaimana Mekanisme peraturan undang-undang yang mengatur

tentang izin gangguan dan perpanjangan izin gangguan restoran di Kota Medan

dan Bagaimana pengawasan dan sanksi izin gangguan. oleh karena itu penulisan

ini asli. Bila ternyata terdapat skripsi yang sama dengan skripsi ini sebelum dibuat

penulis bertanggungjawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Negara Hukum

Terdapat dua tradisi besar gagasan Negara Hukum di dunia, yaitu Negara

Hukum dalam tradisi Eropa Kontinental yang disebut Rechtsstaat dan Negara

(13)

Julius Stahl mengungkapkan setidaknya terdapat empat unsur dari rechstaat,

yaitu:1

1. Jaminan terhadap Hak Asasi Manusia

2. Adanya pembagian kekuasaan

3. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan

4. adanya peradilan administrasi Negara yang berdiri sendiri (independent)

Kemudian A.V. Dicey mengemukakan unsur-unsur rule of law adalah

sebagai berikut:2

1. Supremasi absolut atau predominasi dari aturan-aturan hukum untuk

menentang dan meniadakan kesewenang-wenangan, dan kewenangan bebas

yang begitu luas dari pemerintah;

2. Persamaan di hadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua

golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary

court ini berarti tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat

maupun warga negara biasa berkewajiban untuk mentaati hokum yang sama.

3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum

konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekwensi dari hak-hak

individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan, singkatnya

prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen sedemikian

diperluas sehingga membatasi posisi crown dan pejabatpejabatnya.

1

Adi Sulistiyono, Negara Hukum: Kekuasaan, Konsep, dan Paradigma Moral, Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press) Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, Cetakan ke I, 2007, hal 32

2

(14)

Berdasarkan ketentuan UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1 ayat

(3) menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”, sehingga tidak

diragukan lagi bahwa Indonesia adalah sebagai negara hukum karena secara tegas

ditetapkan dalam bentuk norma hukum tertinggi. namun selama ini seringkali

konsep negara hukum disamakan begitu saja dengan konsep rechtstaat dan

konsep the rule of law. Hal ini dapat dimaklumi karena bangsa Indonesia

mengenal istilah negara hukum melalui konsep rechtstaat yang pernah

diberlakukan Belanda pada masa pendudukannya di Indonesia, pada

perkembangan selanjutnya terutama sejak perjuangan menumbangkan apa yang

dalam periodisasi politik disebut perjuangan menumbangkan orde lama Negara

hukum begitu saja diganti dengan the rule of law.3

Indonesia seyogianya tidak begitu saja mengalihkan konsep the rule of law

atau konsep rechstaat sebagai Jiwa dan isi dari negara hukum Indonesia, karena

pada dasarnya Indonesia telah memiliki konsep negara hukumnya sendiri, yaitu

negara hukum Pancasila. Hal ini dapat dilihat dalam hubungannya dengan Alenia

ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa: Kemudian daripada

itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi

segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan social, maka (untuk mencapai tujuan negara tersebut) disusunlah

Kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu UUD Negara Indonesia yang

3

(15)

terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik yang berkedaulatan rakyat

dengan berdasar kepada Pancasila.

Mencermati bunyi dari Alenia ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 di atas

dapat ditarik benang merah bahwa sebenarnya konsep negara hukum Indonesia

merupakan perpaduan tiga unsur yaitu Pancasila, hukum nasional dan tujuan

negara. Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan utuh. Pancasila merupakan

dasar pembentukan hukum nasional. Hukum nasional disusun sebagai sarana

untuk mencapai tujuan negara. Tidak ada artinya hukum nasional disusun apabila

tidak mampu mengantarkan bangsa Indonesia mencapai kehidupan yang sejahtera

dan bahagia dalam naungan ridha Illahi.4

Adapun unsur-unsur negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila

menurut Sri Soemantri Martosoewignjo adalah sebagai berikut:5

a. Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga

negara;

b. Adanya pembagian kekuasaan negara;

c. Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya pemerintah harus selalu

berdasarkan atas hukum yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak

tertulis;

d. Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya

merdeka.

4

Sudjito bin Atmoredjo, Negara Hukum dalam Perspektif Pancasil, dalam Kongres Pancasila kerjasama dengan Mahkamah Konstitusi RI dan Gadjah Mada, Balai Senat UGM, Yogyakarta, 30, 31, dan 1 Juni 2009.

5

(16)

Sedangkan unsur-unsur minimal yang harus dimiliki oleh negara hukum

berdasarkan pandangan Bagir Manan adalah sebagai berikut:6

a. Semua tindakan harus berdasarkan atas hokum

b. Ada ketentuan yang menjamin hak-hak dasar dan hak-hak lainnya

c. Adanya kelembagaan yang bebas untuk menilai perbuatan penguasa terhadap

masyarakat (badan peradilan yang bebas);

d. Ada pembagian kekuasaan.

Dari unsur-unsur negara hukum yang diuraikan di atas, terdapat dua

unsure yang bertalian erat dengan usulan penelitian ini, yaitu unsur semua

tindakan harus berdasar hukum dan unsur adanya pengakuan terhadap jaminan

hak asasi manusia. Unsur semua tindakan harus berdasarkan atas hukum memiliki

arti bahwa setiap tindakan penyelenggara negara serta warga negara harus

dilakukan berdasarkan dan di dalam koridor hukum, maka konsekuensinya hukum

harus dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara, dengan kata lain setiap orang warga negara Indonesia harus patuh dan

tunduk pada norma hukum yang berlaku. Terkait dengan hal tersebut maka dalam

pengusahaan pariwisata alam khususnya pengusahaan pondok wisata yang akan

dilaksanakan pada kawasan taman wisata alam hendaknya tidak bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia sebagai salah satu unsur

Negara hukum telah dipenuhi oleh negara Indonesia. Jaminan hak asasi manusia

6

I Made Arya Utama, Hukum Lingkungan, Sistem Hukum Perizinan Berwawasan

(17)

tersebut dimuat dalam berbagai instrument yuridis, salah satu bentuk jaminan hak

asasi manusia adalah diaturnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, hal

tersebut diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945 yang menyatakan

bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan. Salah satu cara untuk mewujudkan hak tersebut adalah

dengan mengintegrasikan pertimbangan kelestarian lingkungan dalam setiap izin

dari suatu kegiatan dan/atau usaha yang akan diselenggarakan.

2. Penegakan Hukum

Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep

tentang keadilan, kebenaran dan kemanfaatan sosial dan sebagainya. Kandungan

hukum itu bersifat abstrak. Menurut Satjipto Rahardjo sebagaimana di kutip oleh

Ridwan H.R, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide

atau konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan

ide-ide tersebut menjadi kenyataan.7

Masalah penegakan hukum merupakan masalah universal. Tiap Negara

mengalaminya masing-masing, dengan falsafah dan caranya sendiri-sendiri,

berusaha mewujudkan tegaknya hukum di dalam masyarakat. Tindakan tegas

dengan kekerasan, ketatnya penjagaan, hukuman berat, tidak selalu menjamin

tegaknya hukum. Apabila masyarakat yang bersangkutan tidak memahami

7

(18)

hakekat hukum yang menjadi pedoman akan menghambat hukum dan disiplin

hukum.8

Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam

kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian

penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar

filosofis tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih

konkret.9

Kegiatan penegakan hukum pertama-tama ditujukan guna meningkatkan

ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Dalam rangka usaha ini maka

akan dimantapkan sistem koordinasi serta penyerasian tugas-tugas antara instansi

penegak hukum. Usaha menegakan hukum juga meliputi kegiatan meningkatkan

kepercayaan masyarakat kepada hukum dan penegak-penegaknya.10

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan

penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat

diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.

Dengan mengutip pendapat Roscoe Pound, maka La Favre menyatakan, bahwa

pada hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan moral (etika dalam arti

sempit). Atas dasar uraian tersebut dapatlah dikatakan, bahwa gangguan terhadap

penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara “tritunggal”

8

Soedjono, Penegakan Hukum dalam Sistem Pertahanan Sipil, Karya Nusantara,Bandung, Bandung, 1978, hal.1

9

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 2

10

(19)

nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi

ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam

kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang

mengganggu kedamaian pergaulan hidup.11

Oleh karena itu dapatlah dikatakan, bahwa penegakan hokum bukanlah

semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun di dalam

kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian

law enforcement begitu populer. Selain itu, ada kecenderungan yang kuat untuk

mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.

Perlu dicatat, bahwa pendapat-pendapat yang agak sempit tersebut mempunyai

kelemahan-kelemahan, apabila pelaksanaan perundang-undangan atau

keputusan-keputusan hakim tersebut malahan mengganggu kedamaian di dalam pergaulan

hidup.

Soerjono Soekanto, ada lima faktor yang mempengaruhi penegakkan

hukum:12

1. Faktor hukumnya sendiri

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang

menerapkan hokum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hokum

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan

11

Ibid. hal 9 12

(20)

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan karsa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Sudikno Mertokusumo, dalam menegakan hukum ada tiga unsur yang

harus selalu diperhatikan, yaitu:13

1. Kepastian hukum (Rechtssicherheit);

Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan

sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan memperoleh sesuatu

yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya

kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan

lebih tertib.

2. Kemanfaatan (Zweckmassigkeit);

Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan

hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai

justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakan timbul keresahan di dalam

masyarakat.

3. Keadilan (Gerechtigkeit)

Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau

penegakan hukum, keadilan diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan

hukum harus adil. Hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat

umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan.

Tegoeh Soejono, bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan

penegakan hukum adalah peranan dari penegak hukum untuk mencermati kasus

13

(21)

posisi dengan segala kaitannya termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam suatu

kasus. Upaya tersebut membutuhkan suatu kecermatan yang terkait pada

ketentuan perundang-undangan yang dilanggarnya. Apakah memang ada tindakan

yang dikualifikasikan melanggar peraturan perundangundangan tertentu dan kalau

benar sejauh mana. Dalam pelaksanaan tersebut tentunya harus dilakukan

penafsiran / interpretasi yang cukup mendalam dan karenanya diperlukan adanya

dedikasi, kejujuran dan kinerja yang tinggi.14

2. Penegakan Hukum Perizinan

Dalam suatu negara hukum, pengawasan terhadap tindakan pemerintahan

dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan

norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk

mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma

hukum, sebagai upaya represif. Di samping itu, yang terpenting adalah bahwa

pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi

masyarakat.

Sarana penegakan hukum itu di samping pengawasan adalah sanksi.

Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan.

Sangsi biasanya diletakkan pada bagian akhir setiap peraturan yang dalam bahasa

latin dapat disebut in cauda venenum, artinya di ujung suatu kaidah hukum

terdapat sanksi.15

14

Tegoeh Soejono, Penegakan Hukum di Indonesia, Prestasi Pustaka, Cetakan Pertama, Jakarta, 2006, hal.136-137

15

(22)

Arti sanksi adalah reaksi tentang tingkah laku, dibolehkan atau tidak

dibolehkan atau reaksi terhadap pelanggaran norma, menjaga keseimbanganya

dalam kehidupan masyarakat.16 Dalam Hukum Adminisrasi Negara dikenal

beberapa macam sanksi, yaitu :17

a. Bestururdwang;

b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan;

c. Pengenaan denda administrative

d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).

Dwangsom dapat duraikan sebagai tindakan-tindakan yang nyata dari

penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum

administrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh

para warga karena bertentangan dengan undang-undang.18

Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) yang menguntungkan.

Pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya

menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang

terdahulu. Penarikan kembali ketetapan yang menguntungkan berarti meniadakan

hak-hak yang terdapat dalam ketetapan itu oleh organ pemerintahan.19

Pengenaan denda adminsitratif dimaksudkan untuk menambah hukuman

yang pasti, terutama denda administrasi yang terdapat dalam hukum pajak.

Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang kepada organ pemerintah

16

A.W Widjaja, Etika Administrasi Negara, Bumi Aksara, Cetakan Kedua, Jakarta, 1999, hal.21

17

Philipus M. Hadjon, et.all, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,1993, hal.245

18

Ibid, hal.246 19

(23)

untuk menjatuhkan hukuman yang berupa denda terhadap seseorang yang telah

melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan.20

Pengenaan uang paksa dalam hukum admninistrasi dapat dikenakan

kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar

ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagai alternatif dari tindakan

paksaan pemerintahan.21

Kegunaan sanksi adalah sebagai berikut :22

a. Pengukuhan perbuatan secara norma

b. Alat pemaksa bertindak sesuai dengan norma

c. Untuk menghukum perbuatan/tindakan diangap tidak sesuai dengan norma

d. Merupakan ancaman hukuman terhadap pelanggaran norma.

3. Hukum terhadap Perizinan

Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

mengendalikan tingkah laku warga. Menurut Spelt dan Ten Berge, izin adalah

suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-Undang atau peraturan

pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan

perundang-undangan. Sementara itu Ridwan HR, dengan merangkum serangkaian

pendapat para sarjana menyimpulkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah

bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada

20

Ibid, hal.247-248 21

Ibid, hal. 246 22

(24)

peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dengan

mendasarkan pengertian seperti itu, maka unsur dalam perizinan meliputi

instrumen yuridis, peraturan perundang-undangan, organ pemerintah, peristiwa

konkret, prosedur dan persyaratan.

Sebagai sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka izin

dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu berupa keinginan untuk

mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu, mencega bahaya bagi

lingkungan, keinginan melindungi obyek-obyek tertentu, hendak membagi

benda-benda yang sedikit, dan juga dapat ditujukan untuk pengarahan, dengan

menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas tertentu.23

Seperti diketahui dari luas wilayah yang begitu besar, jumlah penduduk

yang banyak, maka pemekaran daerah dilakukan. Sebagai konsekuensi dari asas

desentralisasi, maka berbagai urusan pemerintahan diserahkan ke daerah menjadi

urusan daerah. Penyerahan kewenangan dalam kerangka desentralisasi tersebut

dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan efisiensi dan efektivitas penanganan

masalah, optimalisasi peran lokal, sekaligus akomodasi terhadap keanekaragaman

daerah. Dengan kenyataan yang demikian maka penanganan terhadap masalah

perizinan pun juga menjadi salah satu yang didistribusi, tidak hanya menjadi

kewenangan pemerintah pusat akan tetapi juga menjadi kewenangan pemerintah

daerah.

23

Ateng Syafrudin, 1994. Butir-butir Bahan Telaahan Tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak Untuk Indonesia, dalam Paulus Efendi Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 64

(25)

Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, pemerintah yang

sedang membangun memiliki beberapa fungsi yakni:56 memimpin warga

masyarakat (leading), mengemudikan pemerintahan (governing), memberi

petunjuk (instructing), menghimpun potensi (gathering), menggerakkan potensi

(actuating), memberikan arah (directing), mengkoordinasi kegiatan

(coordinating), memberi kesempatan dan kemudahan (facilitating), memantau dan

menilai (evaluating), mengawasi (controlling), menunjang/mendukung

(supporting), membina (developing), melayani (servicing), mendorong

(motivating) dan melindungi (protecting). Dalam rangka pencapaian tujuan

tersebut pemerintah membuat perencanaan (het plan) baik untuk jangka pendek,

jangka menengah dan jangka panjang. Perencanaan yang dibuat oleh pemerintah

tersebut seringkali digunakan sebagai pedoman bagi kegiatan masyarakat maupun

pemerintah sendiri. Instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk

mengarahkan kegiatan-kegiatan masyarakat seperti itu antara lain menggunakan

sarana perizinan.

Izin dapat pula pemerintah mengendalikan dan mengontrol kegiatan

masyarakat. Hal seperti itu misalnya nampak dalam hal anggota masyarakat

sebagai pemegang izin diwajibkan untuk mendaftar ulang ataupun mengajukan

perpanjangan izinnya untuk setiap periode tertentu. Dalam hal seperti itu setiap

kali pendaftaran ulang atau perpanjangan dilakukan, maka akan dilihat pula

dampak dari kegiatan yang diizinkan. Apabila kegiatan itu memberikan dampak

positif bagi masyarakat di sekitarnya maupun bagi pemerintah sendiri, atau

(26)

maka perpanjangan atau pendaftaran dapat dilayani. Hal tersebut penting untuk

diperhatikan, mengingat dalam Hukum Ekonomi, asas pengawasan publik dan

asas campur tangan terhadap kegiatan ekonomi merupakan bagian dari asas utama

dari Hukum Ekonomi.24

Izin dapat dipandang sebagai perdoman dan sekaligus jaminan bagi

kegiatan usaha mereka. Masalah perizinan dewasa ini sering dikeluhkan oleh

masyarakat luas. Tak jarang terdengar keluhan para investor yang mengatakan

rumit dan panjangnya proses pengurusan perizinan. Hal yang seperti itu tentu

perlu diantisipasi antara lain dengan mengadakan koordinasi dengan

instansi-instansi terkait, sehingga birokrasi-birokrasi yang tidak begitu penting dapat

ditiadakan untuk kemudian disatukan dalam bagian lainnya. Memang ada yang

memandang izin sebenarnya dapat dikatakan sebagai sebuah insentif bagi kegiatan

usaha, di mana dengan adanya berbagai kemudahan untuk pengurusan perizinan

maka akan memberikan rangsangan bagi pengusaha untuk memulai investasi.

Akan tetapi sebenarnya mengenai insentif itu sendiri tidak selamanya mendesak

bagi dunia usaha.

Perizinan yang digunakan oleh pemerintah sebagai instrument

mengintervensi kegiatan masyarakat, dilaksanakan oleh sejumlah instansi terkait.

Dalam rangka penanganan kegiatan usaha, maka yang selama ini banyak

diberikan peran adalah Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan.

Di dalam prsoes mewujudkan visi pembangunan industri dan perdagangan,

Departemen Perindustrian dan Perdagangan mengemban misi meningkatkan

24

(27)

kegiatan industri dan perdagangan barang serta jasa yang ditunjang oleh

penciptaan ilkim bisnis yang kondusif untuk mempercepat laju pertumbuhan

ekonomi nasional yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan

memperhatikan aspek otonomi daerah, persaingan sehat, perlindungan konsumen

dan pemberdayaan sistem ekonomi kerakyatan.59 Untuk melakukan kegiatan

usaha di bidang perindustrian, maka pelaku kegiatan u saha mesti mendapatkan

Izin Usaha Industri. Akan tetapi kegiatan usaha tidak selalu dalam bidang industri,

apalagi semata-mata dalam hubungannya dengan manufaktur yang memproduksi

sesuatu, melainkan juga dalam hubungannya dengan masalah perdagangan. Untuk

mendapatkan Izin Usaha Industri pun juga dapat disyaratkan adanya jenis izin-izin

yang lain. Yang diperlukan sebagai persyaratan dalam pengajuan permohonan izin

Usaha Industri, misalnya Izin Mendirikan Bangunan, Izin Lokasi, Izin

Ganggugan, dan juga AMDAL/UKL/UPL. Sementara itu untuk kegiatan usaha

sendiri, memang dibedakan ke dalam jenis usaha yang diizinkan.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif, artinya permasalahan yang ada diteliti berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang ada dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan

(28)

1. Sumber Data

Sumber Data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini dibagi adalah

data sekunder yang terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum yakni :25

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat Bahan

hukum primer yang digunakan adalah : norma-norma Pancasila,

Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah di amandemen, Peraturan Menteri Dalam

Negeri No. 27 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan

di Daerah.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

sekunder yaitu berupa literatur-literatur.26

c. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

27

2. Teknik Pengumpulan data

Bahan hukum tersier yang digunakan adalah: Kamus bahasa Indonesia,

internet.

Penulisan ini dilakukan dengan :

25

Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. V, IND-HILLCO, Jakarta, 2001, hal. 13.

26 Ibid 27

(29)

a. Studi pustaka yaitu dengan cara membaca buku dan mempelajari

literatur yang diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan

masing-masing pokok bahasannya.

b. Studi lapangan yaitu penulis melakukan penelitian secara langsung di

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dengan pengamatan langsung dan

mengadakan wawancara kepada pihak yang berwenang di instansi

tersebut.

3. Analisis Data

Analisi data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisa bahan hukum

deduktif, artinya perumusan analisa dari hal yang umum yakni mengenai

syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perizinan gangguan; menuju hal yang khusus

yakni pendaftaran dengan memenuhi syarat-syarat yang berlaku ke Badan

Pelayanan dan Perizinan Kota Medan

G. Sistematika Penulisan

Berikut ini adalah sistematika penulisan skripsi yang terdiri dari lima bab

yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan membahas tentang Latar Belakang,

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Keaslian

Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika

(30)

BAB II PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN

Pada bagian ini akan membahas tentang Pengertian Perizinan, Sifat

Izin, Fungsi Pemberian Izin, Tujuan Pemberian Izin dan Format

dan Substansi Izin

BAB III MEKANISME PERATURAN UNDANG-UNDANG YANG

MENGATUR TENTANG IZIN GANGGUAN DIDAERAH

Pada bab ini akan membahas tentang Pengertian Izin Gangguan,

Mekanisme yang Mengatur Penerbitan Izin Gangguan dan

Mekanisme Perpanjangan izin Gangguan di Kota Medan

BAB IV IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI

NO. 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN

IZIN GANGGUAN DI DAERAH DITINJAU DARI

PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Pada bab ini akan membahas tentang Implementasi Peraturan

Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2007 Pedoman Penetapan

Izin Gangguan, Pengawasan izin Gangguan dan Sanksi-sanksi

Pelanggaran Izin Gangguan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan membahas mengenai kesimpulan dan saran

terhadap hasil analisis yang dilakukan. Kesimpulan merupakan

intisari dari pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan

(31)

menambah pengetahuan bagi para pembacanya dan dapat berguna

bagi pihak-pihak yang terlibat dalam peraturan menteri dan

(32)

BAB II

PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN

A. Pengertian Perizinan

Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah

dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. Ateng Syafrudin

mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang

dilarang menjadi boleh.

Sjahran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi

satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan

dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan

perundang-undangan.28

untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara

umum dilanggar. N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge mebagi pengertian izin dalam

arti luas dan arti sempit, yaitu sebagai berikut:

Selanjutnya Bagir Manan mengatakan bahwa izin dalam arti luas

berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundangundangan

29

Izin adalah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum

administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk

mengendalikan tingkah laku warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa

berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah, untuk dalam keadaan

28

Ridwan HR, Op.Cit, hal.152 29

(33)

tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan perundang-undangan. Dengan

memberikan izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk

melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut

perkenaan dari suatu tidakan yang demi kepentingan umum mengaruskan

pengawasan khusus atasnya.30

Izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan

perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur

dan persyaratan terntentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam

perizinan, yaitu: pertama, instrument yuridis; kedua, peraturan

perundang-undangan; ketiga; organ pemerintah; keempat, peristiwa konkret; kelima, prosedur

dan persyaratan.31

Sedangkan izin dalam arti sempit adalah pengikatan-pengikatan pada suatu

peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang

untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau menghalangi keadaan-keadaan yang

buruk. Tujuanya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat

undang-undang tidak selurunya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat

melakukan pengawasan sekedarnya. Yang pokok pada izin dalam arti sempit

adalah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan

agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenaan dapat

dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus.

30

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Cetakan Pertama, Surabaya, 1993, hal.2

31

(34)

Dari pengertian perizinan di atas, dapat diuraikan unsur-unsur perizinan

yaitu:

1. Instrumen yuridis

2. Peraturan perundang-undangan

3. Organ pemerintah

4. Peristiwa konkrit

5. Prosedur dan persyaratan

Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang

bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya

tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu.

Dengan demikian izin merupakan insturmen yuridis yang bersifat konstitutif dan

yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau mengatur peristiwa

konkrit.32

Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk

mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna

mencapai tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung

tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang

masyarakat adil dan makmur dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat

diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu dapat terwujud.

Ini berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan

penegndali dalam memfungsikan izin itu sendiri.33

32

Ibid, hal.157 33

(35)

Adapun tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret yang

dihadapi. Meskipun demikian, secara umum dapatlah disebutkan sebagai

berikut:34

1. Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas-aktivitas tertentu.

2. Mencegah bahaya bagi lingkungan.

3. Keinginan melindungi objek-objek tertentu.

4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit.

5. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas, dimana

pengurus harus memenuhi syarat tertentu.

Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai

berikut:

1. Organ yang berwenang;

2. Yang dialamatkan;

3. Diktum;

4. Ketentuan-ketentuan, pembatasan-pembatasan, dan syarat-syarat;

5. Pemberian alasan;

6. Pemberitahuan-pemberitahuna tambahan.

Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan

undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu

menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan.

Izin dapat juga diartikan sebagai dispense atau pelepasan / pembebanan dari suatu

larangan.

34

(36)

Izin Gangguan atau adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada

orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya,

kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah

ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.35

Pasal 14 Permendagri 27/2009 mengatur bahwa setiap usaha wajib

mempunyai izin gangguan, kecuali:

1. Kegiatan yang berlokasi di dalam Kawasan Industri, Kawasan Berikat, dan

Kawasan Ekonomi Khusus;

2. Kegiatan yang berada di dalam bangunan atau lingkungan yang telah

memiliki izin gangguan; dan;

3. Usaha mikro dan kecil yang kegiatan usahanya di dalam bangunan atau persil

yang dampak kegiatan usahanya tidak keluar dari bangunan atau persil.

Dalam Permendagri 27/2009 di atas, tidak ada aturan tentang sanksi bagi

pemilik tempat usaha yang tidak memiliki izin gangguan. Akan tetapi, pasal 7

ayat (1) Permendagri 27/2009 menyatakan bahwa pemberian izin gangguan,

merupakan kewenangan Bupati/Walikota. Dengan demikian, Bupati/Walikota

berwenang untuk mengatur teknis dan persyaratan pemberian izin gangguan, dan

juga berwenang untuk mengatur sanksi bagi pelaku usaha yang tidak memiliki

izin gangguan.

Adapun pengertian perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi

pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan dapat berbentuk

35

(37)

pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan

sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi

perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu

kegiatan atau tindakan.

Dengan memberi izin, penguasa memperkenalkan orang yang

memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya

dilarang demi memperhatikan kepentingan umum yang mengharuskan adanya

pengawasan. Hal pokok pada izin, bahwa sesuatu tindakan dilarang kecuali

diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang bersangkutan

dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penolakan izin terjadi bila kriteria-kriteria

yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi. Misalnya tentang hal ini

adalah dilarang mendirikan suatu bangunan, kecuali ada izin tertulis dan pejabat

yang berwenang dengan ketentuan mematuhi persyaratan-persyaratan.

Kalau dibandingkan vergunning ini dengan dispensasi, maka keduanya

mempunyai pengertian yang hampir sama. Perbedaan antara keduanya diberikan

oleh W.F. Prins sebagai berikut pada izin, memuat uraian yang limitatif tentang

alasan-alasan penolakannya, sedangkan bebas syarat atau dispensasi memuat

uraian yang limitative tentang hal ini tidak selamanya jelas. Sebagai contoh

Bowvergunning atau izin bangunan itu diberikan berdasarkan undang-undang

gangguan (Hinder Ordonantie) tahun 1926 Staatblad 1926-236, yang mana pada

Pasal 1 ayat (1) ditetapkan secara terperinci objek-objek yang dapat menimbulkan

(38)

Beberapa definisi Izin (vergunning) dijelaskan sebagai

overheidstoestemming door wet of verodenning vereist gesteld voor tol van

handeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar die, in

het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd36

Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti

menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh,

(perkenan/izin dari

pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang

disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan

khusus tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama

sekali tidak dikehendaki).

37

Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi Negara bersegi

satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal kontret berdasarkan persyaratan

dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan

perundang-undangan

atau alsopheffing

van een algemene verbodsregel in het concrete geval (sebagai peniadaan

ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret).

38

E. Utrecht mengatakan bahwa bila pembuat peraturan umumnya tidak

melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja

diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, keputusan

36

S.J. Fockema Andreae. Rechtsgoeerd Handvoidenboek Tweede Druk, J.N. Wolter Ultgeversmaatshappi, N.V. Croningen, 1951, hal. 311

37

Ateng Syafrudin. Perizinan Untuk berbagai Kegiatan, Makalah tidak dipublikasikan, hal 1

38

(39)

administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin

(vergunning)39

Dasar hukum izin gangguan adalah :

1. Hinder Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226) sebagaimana telah

beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Staatsblad Tahun 1940

Nomor 450

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 27 Tahun 2009 tentang Pedoman

Penetapan Izin Gangguan di Daerah

B. Sifat Izin

Pada dasarnya izin merupakan keputusan pejabat / badan tata usaha

Negara yang berwenang, yang isinya atau substansinya mempunyai sifat sebagai

berikut :

1. Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha Negara yang

penerbitannya tidak terkait pada aturan dan hukum tertulis serta organ

yang berwenang dalam izin memiliki kadar kebebasan yang besar dalam

memutuskan pemberian izin.

2. Izin bersifat terkait, adalah izin sebagai keputusan tata usaha Negara yang

penerbitannya terkait pada aturan dan hukum tertulis dan tidak tertulis

serta organ yang berwenang dalam izin kadar kebebasannya dan

wewenangnya tergantung pada kadar sejauhmaan peraturan

perundang-undangan mengaturnya.

39

(40)

3. Izin bersifat menguntungkan, merupakan izin yang isinya mempunyai sifat

menguntungkan pada yang bersangkutan. Izin yang yang member anugrah

kepada yang bersangkutan. Dalam arti, yang bersangkutan diberikan

hak-hak atau pemenuhan tuntutan yang tidak akan ada tanpa keputusan

tersebut.

4. Izin yang bersifat memberatkan, merupakan izin yang isinya mengandung

unsur-unsur memberatkan dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang

berkaitan kepadanya.

5. Izin yang bersifat berakhir, merupakan izin yang menyangkut

tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atau izin yang masa berlakunya

relative pendek.

6. Izin yang berlangsung lama, merupakan izin yang menyangkut

tindakan-tindakan yang berakhirnya atau masa berlakunya relative lama.

7. Izin yang bersifat pribadi, merupakan izin yang isinya tergantung pada

sifatnya atau kualitas pribadi dan pemohon izin.

8. Izin yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya tergantung pada

sifatnya dan objek izin.

Pembedaan antara izin yang sifatnya pribadi dengan izin yang bersifat

kebendaan adalah penting dalam kemungkinan mengalihkannya pada pihak lain.

Izin yang bersifat pribadi tidak dapat dialihkan pada pihak lain, misalnya SIM

tidak dapat dialihkan pada pihak lain, misalnya terdapat penjualan perusahaan

(41)

syarat nama perusahaan (nama PT) tidak berubah. Izin seperti itu harus ditaati

oleh mereka yang secara nyata mengeksploitasi lembaga tersebut

C. Fungsi Pemberian Izin

Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu sebagai fungsi

penertib dan sebagai fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar

izin atau setiap izin atau tempat-tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan

masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam

setiap segi kehidupan masyarakat dapat terwujud.

Sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat

dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat penyalahgunaann

izin yang telah diberikan dengan kata lain, fungsi pengaturan ini dapat disebut

juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh pemerintah.

Secara teoretis, perizinan memiliki beberapa fungsi sebagaimana

dijelaskan berikut :

1. Instrumen rekayasa pembangunan

Pemerintah dapat membuat regulasi dan keputusan yang memberikan

inisiatif bagi pertumbuhan social ekonomi. Demikian juga sebaliknya, regulasi

dan keputusan tersebut dapat pula menjadi penghambat (sekaligus sumber

korupsi) bagi pembangunan.

Perizinan adalah instrument yang manfaatnya ditentukan oleh tujuan dan

(42)

sebagai sumber income daerah, maka hal ini tentu akan memberikan dampak

negatif (disinsentif) bagi pembangunan.

2. Budgetering

Perizinan memiliki fungsi keuangan (budgetering), yaitu menjadi sumber

pendapatan bagi Negara. Pemberian lisensi dan izin kepada masyarakat dilakukan

dengan konstraprestasi berupa retribusi perizinan. Karena Negara mendapatkan

kedaulatan dari rakyat, maka retribusi perizinan hanya bisa dilakukan melalui

peraturan perundang-undangan.

3. Reguleren

Perizinan memiliki fungsi pengaturan (reguleren), yaitu menjadi

instrument pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat. Sebagaimana juga

dalam prinsip pemungutan pajak, maka perizinan dapat mengatur pilihan-pilihan

tindakan dan perilaku masyarakat. Jika perizinan terkait dengan pengaturan untuk

pengelolaan sumber daya alam, lingkungan, tata ruang, dan aspek strategis

lainnya, maka prosedur dan syarat yang harus ditetapkan oleh peraturan

perundang-undangan harus pula terkait dengan pertimbangan-pertimbangan

strategi tersebut.

D. Tujuan Pemberian Izin

Tujuan dan dan fungsi pemberian izin adalah untuk pengendalian daripada

aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu di mana ketentuan-ketentuannya berisi

(43)

ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu, tujuan dari perizinan itu dapat

dilihat dari dua sisi yaitu :

1. Dari sisi pemerintah

Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut :

a. Untuk melaksanakan peraturan

Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai

dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekaligus untuk

mengatur ketertiban.

b. Sebagai sumber pendapatan daerah

Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung

pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang

dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin

banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya, yaitu untuk

membiayai pembangunan.

2. Dari sisi masyarakat

Dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut:

a. Untuk adanya kepastian hukum

b. Untuk adanya kepastian hak

c. Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas. Apabila bangunan yang

(44)

E. Format dan Substansi Izin

Sesuai dengan sifatnya yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu

dibuat dalam format tertulis. Sebagai ketetapan tertulis, secara umum izin memuat

substansi sebagai berikut40

1. Kewenangan lembaga

Dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dari kepala

surat dan penandatangan izin akan nyata lembaga mana yang memberikan izin.

Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk lembaga berwenang dalam sistem

perizinan, lembaga yang paling berbekal mengenai mated dan tugas bersangkutan,

dan hampir yang terkait adalah lembaga pemerintahan. Oleh karena itu, bila dalam

suatu undang-undang tidak dinyatakan dengan tegas lembaga dari lapisan

pemerintahan tertentu yang berwenang, tetapi misalnya hanya dinyatakan secara

umum bahwa huminte yang berwenang, maka dapat diduga bahwa yang dimaksud

ialah lembaga pemerintahan haminte, yakni wali haminte dengan para anggota

pengurus harian. Namun, untuk menghindari keraguan, di dalam kebanyakan

undang-undang pada permulaannya dicantumkan ketentuan definsi.

2. Pencantuman alamat

Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin lahir setelah

yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu. Oleh karena itu,

keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon

izin. Izin biasanya dialami orang atau badan hukum.

40

(45)

3. Substansi dalam dictum

Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum, harus

memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Bagian keputusan

ini, dimana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan ini, dimana

akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan, dinamakan dictum, yang

merupakan inti dari keputusan. Setidak-tidaknya dictum ini terdirib atas keputusan

pasti, yang memuat hak-hak dan kewajiban-kewijaban yang dituju oleh keputusan

ini.

4. Persyaratan

Sebagaimana kebanyakan keputusan, didalamnya mengandung ketentuan,

pembatasan dan syarat-syarat (voorschrifter, bekerkingen, en voorwaardan),

demikian pula dengan keputusan yang berisi izin ini. Ketentuan-ketentuan ialah

kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan dengan pada ketentuan-ketentuan yang

menguntungkan. Ketentuan-ketentuan pada izin banyak terdapat dalam praktik

hukum administrasi.

5. Penggunaan alasan

Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan

undang-undang, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta.

Penyebutan ketentuan undang-undang memberikan pegangan kepada semua yang

bersangkutan, organ penguasa, dan yang berkepentingan, dalam menilai

keputusan itu. Ketentuan undang-undang berperan pula dalam penilaian oleh yang

berkepentingan tentang apa yang harus dilakukan dalam hal mereka menyetujui

(46)

6. Penambahan substansi lainnya.

Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang dialamatkan

ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran ketentuan dalam izin, seperti

sanksi-sanksi yang mungkin diberikan pada ketidakpatuhan.

Pemberitahuan-pemberitahuan ini mungkin saja merupakan petunjuk-petunjuk bagaimana

sebaiknya bertindak dalam mengajukan permohonan-permohonan berikutnya atau

informasi umum dari organ pemerintahan yang berhubungan dengan

(47)

BAB III

MEKANISME PERATURAN UNDANG-UNDANG YANG MENGATUR TENTANG IZIN GANGGUAN DIDAERAH

A. Pengertian Izin Gangguan

Pemerintahan colonial Belanda mengeluarkan Undang-Undang Gangguan

“dengan tujuan untuk melindungi didirikannya bangunan-bangunan kecil sebagai

tempat kerja dan usaha kecil dari gangguan masyarakat umum.” (Penekanan

ditambahkan). Bahwa Undang-Undang Gangguan dibuat untuk melidungi

perusahaan dagang milik Belanda dari penolakan masyarakat dan dari persaingan

dengan perusahaan-perusahaan lokal. Akan tetapi, pada saat saya membaca

sendiri Undang-Undang tersebut, terkesan bahwa Undang-Undang tersebut

diberlakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak-dampak merugikan dari

beberapa praktik usaha tertentu, dan bukan untuk melindungi industri dari

masyarakat. Keinginan untuk melindungi masyarakat dari akibat buruk kegiatan

usaha (dan bukan sebaliknya) lebih sesuai dengan semangat di era 1920-an dan

gerakan reformasi pemerintahan kotamadya yang pada waktu itu sedang terjadi.

Bahwa salah satu kelemahan Undang-Undang Gangguan adalah

dikenakannya sanksi karena tidak memperoleh izin, dan bukan karena

menyalahgunakan izin tersebut atau melanggar ketentuan-ketentuannya. Akan

tetapi, kalimat berikut ini terdengar sumbang. Bunyinya, “Selanjutnya,

pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan AMDAL atau UKL/UPL

(48)

ketentuan-ketentuan ini dinyatakan sebagai persyaratan untuk memperoleh izin

usaha/kegiatan.” Jelas sekali bahwa suatu undang-undang yang dirumuskan pada

tahun 1924 dan diamandemen pada tahun 1940 tidak dapat dirujuk-silang dengan

perundang-undangan yang lebih baru.

Namun lebih penting lagi, tidak jelas apakah Izin Gangguan pernah

dimaksudkan untuk digunakan sebagai suatu mekanisme pemberlakuan peraturan

perundang-undangan yang tidak terkait, atau apakah menjadikan pelanggaran atas

AMDAL atau UKL/UPL secara otomatis sebagai pelanggaran terhadap izin H.O.

merupakan gagasan yang baik. Sama halnya, menggabungkan izin H.O. ke dalam

skema perizinan usaha cenderung mengalihkan tujuan awal dari Undang-Undang

tersebut, dan menjadikannya sebagai alat untuk memberlakukan peraturan

perundang-undangan lingkungan mungkin juga dapat berakibat serupa.

Pertama-tama adalah bahwa peraturan tahun 1993 tidak memberikan

definisi yang memadai tentang gangguan; dan kedua, adalah bahwa peraturan

tersebut tidak menyebutkan jenis-jenis usaha apa saja yang wajib memiliki izin

H.O. Kedua kelemahan ini merupakan masalah inti dari administrasi izin H.O.

yang terdesentralisasi bahwa izin tersebut telah berkembang menjadi syarat

peraturan yang berlaku bagi perusahaan-perusahaan dan kegiatan-kegiatan dalam

jangkauan yang lebih luas daripada yang dimaksudkan oleh perundang-undangan

tahun 1924 dan 1940.

Peraturan-peraturan yang tidak menyebutkan dengan jelas siapa yang

harus tunduk pada peraturan dan siapa yang tidak, merupakan peraturan yang

(49)

terpaksa berasumsi bahwa mungkin mereka juga harus tunduk pada peraturan

tersebut dan merencanakan usahanya sesuai dengan peraturan tersebut. Dalam

beberapa kasus, ketidakpastian dan kemungkinan adanya pengeluaran tambahan

semacam itu dapat membuat investor membatalkan rencananya, bahkan apabila

usaha mereka sendiri pun mungkin tidak menimbulkan gangguan yang berarti.

Peraturan yang dimaksudkan untuk menyeimbangkan tujuan pengembangan usaha

dengan perlindungan kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan masyarakat akan

selalu mengalami ketegangan dengan tujuan-tujuan yang berlawanan tersebut,

akan tetapi salah satu cara yang paling efektif dan efisien untuk menyelesaikannya

adalah dengan menyebutkan dengan jelas jenis-jenis usaha (atau kegiatan) yang

harus mematuhi undang-undang tersebut.

Izin Gangguan yang selanjutnya disebut izin adalah pemberian izin tempat

usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat

menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan, tidak termasuk tempat

usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah

Daerah.41

Dalam Pasal 2 Peraturan menteri dalam negeri nomor 27 tahun 2009

Tentang pedoman penetapan izin gangguan di daerah diatur mengenai :

(1) Izin Gangguan diatur dalam peraturan daerah.

(2) Materi yang diatur dalam peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) paling sedikit memuat:

a. kriteria gangguan;

41

(50)

b. persyaratan izin;

c. kewenangan pemberian izin;

d. penyelenggaraan perizinan;

e. retribusi izin;

f. peran masyarakat;

g. pembinaan dan pengawasan; dan

h. jenis dan dasar pengenaan sanksi.

Izin merupakan pernyataan mengabulkan (tiada melarang dan sebagainya)

dan atau persetujuan yang diperbolehkan.42

Adanya pemberlakuan Izin Gangguan dimulai di Eropa pada tahun 1836

yaitu dengan adanya Resolusi 1836 yang isinya tentang keharusan adanya izin

gangguan bagi tempat-tempat yang ditengarai dapat menimbulkan bahaya,

kebakaran, dan bahaya lainnya.

Tujuan izin adalah menghilangkan

suatu larangan menjadi diperbolehkan. Izin juga merupakan alat instrumen

pemerintah yang bertujuan untuk pengendalian terhadap perilaku masyarakat dan

merupakan salah satu instrumen yuridis yang paling banyak digunkan dalam

hukum administrasi.

Latar belakang yang mengakibatkan dibentuknya undang-undang ini

adalah terjadinya modernisasi disegala bidang dengan ditemukannya mesin uap

oleh James Watt. Pabrik-pabrik seakan menjamur dimana-mana, kaum bangsawan

berlomba-lomba untuk mendirikan pabrik-pabrik. Akan tetapi seiring dengan

semakin banyaknya pabrik-pabrik yang didirikan, maka secara otomatis

42

Referensi

Dokumen terkait

bahwa menidaklanjuti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana telah dengan Peraturan Dalam Negeri

Negeri Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan Di Daerah Sebagaimana

Berdasarkan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, mengamanatkan kepada

bahwa berdasarkan hasil klarifikasi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Sigi Nomor 17 tentang Retribusi Izin Gangguan khusus

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14/Permentan/OT.140/2/2013 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah

Tahun 2017 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pedoman Penetapan Izin Gangguan di Daerah sebagaimana telah diubah dengan

BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 02/PRT/M/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Penetapan Status