• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan hasil penentuan curah hujan bulanan menurut Teori Mohr dan Oldeman dengan pendekatan sistem Informasi Geografis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan hasil penentuan curah hujan bulanan menurut Teori Mohr dan Oldeman dengan pendekatan sistem Informasi Geografis"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN HASIL PENENTUAN CURAH HUJAN

BULANAN MENURUT TEORI MOHR DAN OLDEMAN

DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEO GRAFIS

Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana komputer

Disusun oleh :

Dian Indayanti

103093029668

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PERBANDINGAN HASIL PENENTUAN IKLIM BULANANAN

MENURUT TEORI MOHR DAN OLDEMAN DENGAN PENDEKATAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

(3)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “ Perbandingan Hasil Penentuan Curah Hujan Bulanan

Menurut Teori Mohr Da n Oldeman Dengan Pendekatan Sistem Informasi

Geografis” telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada

hari Selasa 18 Agustus 2009 . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi

Jurusan Teknik Informatika / Sistem Informasi.

Jakarta, 18 Agustus 2009

Ketua Program Studi Sistem In formasi

(4)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR

BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH

DIAJUKANSEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 18 Agustus 2009

Dian Indayanti NIM. 103093029668

(5)

DIAN INDAYANTI – 103093029668, Perbandingan Hasil Penentuan Curah

Hujan Bulanan Menurut Teori Mohr Dan Oldeman Dengan Pendek atan Sistem

Informasi Geografi, Dibimbing Oleh BAKRI LA KATJONG dan NIDA’UL

HASANATI.

ABSTRAK

Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik, yang didasarkan atas tujuan penggunaanya, misalnya untuk kegunaan di bidang pertanian , penerbangan dan kelautan . Klasifikasi iklim hanya memilih data tentang unsur -unsur iklim yang relevan, yang secara langsung akan mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang tersebut. Data-data unsur iklim yang sering digunakan dalam pembagian zoana iklim adalah curah hujan. Pakar -pakar yang telah dikenal yang menggunakan data unsur hujan sebagi dasar pembagian zona iklim adalah Mohr, Schmidt Ferguson dan Oldeman. Meskipun dalam penentuan pembagian zona iklim menggunakan unsure yang sama, dalam hal ini curah hujan. Namun system pembagian zona iklim tiap pakar tersebut berbeda. Tujuan yang berbeda menyebabkan pakar klimatologi mengembangkan k lasifikasi iklim yang berbeda Karena adanya perbedaan sudut pandang tersebut maka pada kesempatan kali ini Penulis tertarik untuk membandingkan hasil klasifikasi iklim bulanan menurut teori Mohr dan Oldeman dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek -objek yang terdapat di permukaan bumi.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah -Nya sehingga Skripsi yang berjudul

Perbandingan Hasil Penentuan Iklim Bulanan Menurut Teor i Mohr Dan

Oldeman Dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografi ” dapat

terselesaikan. Skripsi ini dimaksudkan sebagai syarat untuk me menuhi kurikulum

program Strata I Program Studi Sistem Informasi Fakultas Sains Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif H idayatullah Jakarta.

Dalam penyelesaian penyusunan laporan ini, penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi DR. Syopiansyah Jaya Putra,M.SIS

2. Ketua Program Studi Sistem Informasi Bapak A’ang Subiyakto, M.kom

3. Dosen pembimbing Bapak Ir. Bakri La Katjong, MT, M.Kom dan Ibu

Nida’ul Hasanati, MMSI.

4. Seluruh staf di Balai Besar Meteorologi Dan Geofisika Wilayah II Ciputat,

khususnya Ibu Siti Zubaidah

5. Bapak Nuryadi, .... selaku Kepala Sub Bidang Analisa Iklim Dan

Agroklimat Badan Meteorologi Dan Geofisika Kemayoran Jakarta Pusat.

6. Kedua Orang Tua penulis yang telah memberikan support moril dan

materil

7. Rekan-rekan seperjuangan SI 2003 , khususnya untuk Dwi dan Uut

terimakasih untuk supportnya selama ini.

(7)

8. Keluarga kecil ku di Gd1, terimakasih untuk ukhuwah dan

pembelajarannya.

9. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung terlibat dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa dengan keterbatasan dan kemampuan

yang yang penulis miliki, ban yak kekurangan -kekurangan yang terdapat dalam

skripsi ini. Mungkin ada beberapa hal yang terlewat, sehingga hasil yang

didapatkan belum maksimal, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan serta

menghargai kritik dan saran yang sifatnya konstruktif.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi bagi

penulis khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya.

Jakarta, Agustus 2009

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

1.6 Sistematika Penulis an... 5

BAB II LANDASAN TEORI 7 2.1 Cuaca dan Iklim ……….. 7

2.1.1 Pengertian Cuaca dan iklim……… 7

(9)

2.1.2 Unsur-Unsur Cuaca dan Iklim……… 7

2.2 Klasifikasi Iklim………. 9

2.2.1.1 Klasifikasi Iklim Mohr……… 9

2.2.1.2 Klasifikasi Iklim Oldeman……….. 10

2.3 Sistem Informasi Geografi 14 2.3.1 Defenisi……… 14

2.5.1 Jenis Peta Berdasarkan Isinya... 22

2.5.2 Jenis Peta Berdasarkan Skalanya... 24

2.5.3 Jenis Peta Berdasarkan Tujuannya... 25

2.6 Sistem Proyeksi Peta... 26

2.6.1 Sistem Proyeksi Universal Transverse Mecator (UTM)... 27

2.7 Deskripsi Perangkat Lunak... 27

2.7.1 ArcView 3.2... ... 27

2.7.2 MySQL... 29

2.7.2.1 Koneksi Server Basis Data Dengan ArcView... 30

(10)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

3.2 Bahan dan Alat... ... 33

3.3 Tahapan Penelitian... 33

3.4 Studi Pustaka... 35

3.5 Observasi... ... 35

3.6 Metode Pengolahan Data 36 3.6.1 Pembangunan Basis Data Eksternal... 36

3.6.2 Pembuatan Peta Curah Hujan... 38

3.6.3 Menghitung Luas Cakupan Wilayah Masing -Masing Iklim Bulanan Dengan Menggunakan ”Tabulate Area”.. 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 48 4.1 Peta Iklim Bulanan Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat Menurut Teori Mohr ... 48

4.1.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari - April ... ... 48

4.1.2 Peta Curah Hujan Bulan Mei ... ... 51

4.1.3 Peta Curah Hujan Bulan Juni ... 53

4.1.4 Peta Curah Hujan Bulan Juli ... 54

4.1.5 Peta Curah Hujan Bulan Agustus... ... 56

4.1.6 Peta Curah Hujan Bulan September... ... 59

4.1.7 Peta Curah Hujan Bulan Oktober... ... 62

4.1.8 Peta Curah Hujan Bulan November.. ... . 64

4.1.9 Peta Curah Hujan Bulan Desember... ... 65

(11)

4.2 Peta Iklim Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat Menurut

Mohr... ... 66

4.3 Peta Curah Hujan Bulanan Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat Menurut Teori Oldeman... 68

4.3.1 Peta Curah Hujan Bulan Januari... ... 69

4.3.2 Peta Curah Hujan Bulan Februari... ... 70

4.3.3 Peta Curah Hujan Bulan Maret... ... 71

4.3.4 Peta Curah Hujan Bulan April... ... 73

4.3.5 Peta Curah Hujan Bulan Mei ... ... 75

4.3.6 Peta Curah Hujan Bulan Juni ... ... 77

4.3.7 Peta Curah Hujan Bulan Juli ... ... 79

4.3.8 Peta Curah Hujan Bulan Agustus... ... 80

4.3.9 Peta Curah Hujan Bulan September... ... 82

4.3.10 Peta Curah Hujan Bulan Oktober... ... 83

4.3.11 Peta Curah Hujan Bulan November... 85

4.3.12 Peta Curah Hujan Bulan Desember.... ... 87

4.4 Peta Iklim Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut Oldeman.... 89

BAB V PENUTUP 93 5.1 Kesimpulan ... ... 93

5.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1.Subsistem SIG……… 15

Gambar 2.2 .Komponen SIG ………... ... 16

Gambar 2.3. Contoh Peta Topografi ………... 21

Gambar 2.4. Contoh Peta Khusus ……... 22

Gambar 2.5. Proyeksi peta dari permukaan bumi ke bidang datar…….…… 25

Gambar 2.6. Pembagian Zone Proyeksi UTM ……… 26

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ... 30

Gambar 3.2.a. Tahapan Penelitian ... ... 32

Gambar 3.2.b. Simbol -Simbol Yang Dipakai Pada Tahapan Penelitian ... 33

Gambar 3.3. Tampilan Proses ”Run” Phpmyadmin... 35

Gambar 3.4. Halaman Untuk Membuat Basis Data Baru Pada Mysql ... 35

Gambar 3.5. Tampilan halaman untuk mendefinisikan kolom -kolom pada tabel yang akan di buat ... 36

Gambar 3.6. Tampilan Pada Saat Mengubah Proyeksi Peta ... 37

Gambar 3.7 Tampilan proses menam pilkan peta dari MySQL ... 38

Gambar 3.8. Tampilan Proses Menampilkan Stasiun Penakar Hujan ... 39

Gambar 3.9. Menu Join... 40

Gambar 3.10 Proses Interpolasi Grid... 41

Gambar 3.11. Peta Curah Hujan Dengan Metode Interpolasi Grid ... 42

Gambar 3.12. Tampilan Model Builder……….. 43

Gambar 3.13. Contoh Peta Hasil Reklasifikasi ………... 43

(13)

Gambar 3.14. Tampilan Proses Tabulate Area………... 44

Gambar 4.1. Peta Curah Hujan Bulan Januari – April Menurut Teori

Mohr………... 49

Gambar 4.2. Peta Curah Hujan Mei Menurut Teori Mohr ……….. 51

Gambar 4.3. Peta Curah Hujan Bulan Juni Menurut Teori Mohr …………... 53

Gambar 4.4. Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Mohr ……… 54

Gambar 4.5 Peta Curah Hujan Bulan Agustus Menurut Teori Mohr ……… 56

Gambar 4.6. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Mohr …… 59

Gambar 4.7. Peta Curah Hujan Bulan Oktober Menurut Teori Mohr ……… 62

Gambar 4.8. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Mohr …… 64

Gambar 4.9. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Mohr …… 65

Gambar 4.10.Peta Iklim Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut

Mohr………... . 66

Gambar 4.11. Peta Curah Hujan Bulan Januari Menurut Teori Oldeman … 69

Gambar 4.12. Peta Curah Hujan Bulan Februari Menurut Teori Oldeman … 70

Gambar 4.1.3. Peta Curah Hujan Bulan Maret Menurut Teori Oldeman… 71

Gambar 4.14. Peta Curah Hujan Bulan April Menurut Te ori Oldeman…… 73

Gambar 4.15. Peta Curah Hujan Bulan Mei Menurut Oldeman ……… 75

Gambar 4.16. Peta Curah Hujan Bulan Juni Menurut Teori Oldeman ……... 77

Gambar 4.17. Peta Curah Hujan Bulan Juli Menurut Teori Oldeman ……… 79

Gambar 4.18. Peta Curah Hujan Bulan Agustus Men urut Teori Oldeman … 80

Gambar 4.19. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Oldeman . 82

(14)

Gambar 4.21. Peta Curah Hujan Bulan November Menurut Teori Oldeman . 85

Gambar 4.23. Peta Curah Hujan Bulan Desember Menurut Teori Oldeman . 87

Gambar 4.22. Peta Iklim Banten,DKI Jakarta dan Jawa Barat Menurut

Oldeman……… ... 89

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr ………… ………... 9

Tabel 2.2. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasarkan Bulan Basah … 10 Tabel 2.3. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasarkan bulan kering… 11 Tabel 2.4. Zona Agroklimat Menurut Oldeman ……... 11

Tabel 3.1. Tabel Stasiun Penakar Hujan ……… 34

Tabel 3.1. Tabel Rata -Rata Curah Hujan Bulanan ……….. 34

Tabel 3.3 Tabel penentuan iklim bulanan teori Mohr da n Oldeman... 42

Tabel 4.1 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Maret Per Kabupaten Menurut Mohr ……… 50

Tabel 4.2 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April Per Kabupaten Menurut Mohr ………. 50

Tabel 4.3 Tabel Luas Cak upan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per Kabupaten Menurut Mohr ……… 52

Tabel 4.4 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juni Per Kabupaten Menurut Mohr ……… 54

Tabel 4.5 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juli Per Kabupaten M enurut Mohr ……… 56

Tabel 4.6 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Agustus Per Kabupaten Menurut Mohr ………... 58

(16)

Tabel 4.8 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Oktober Per

Kabupaten Menurut Mohr ……… 63

Tabel 4.9 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan November Per

Kabupaten Menurut Mohr ……… 65

Tabel 4.10 Tabel Luas Cakupan Wilayah Zona Iklim Pe r Kabupaten

Menurut Mohr ……….. 68

Tabel 4.11 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Februari Per

Kabupaten Menurut Oldeman ……….. 71

Tabel 4.12 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Maret Per

Kabupaten Menurut Oldeman ……… ………... 73

Tabel 4.13 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April Per

Kabupaten Menurut Oldeman ……….. 74

Tabel 4.14 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per

Kabupaten Menurut Oldeman ……… 76

Tabel 4.15 Tabel Luas Cakupan Wila yah Curah Hujan Bulan Juni Per

Kabupaten Menurut Oldeman ……….. 78

Tabel 4.16 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juli Per

Kabupaten Menurut Oldeman ……….. 80

Tabel 4.17 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Agustus Per

Kabupaten Menurut Oldeman ……….. 81

Tabel 4.18 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan September

Per Kabupaten Menurut Oldeman ……… 83

Tabel 4.19 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Oktober Per

(17)

Kabupaten Menurut Oldeman ……… 84

Tabel 4.20 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan November

Per Kabupaten Menurut Oldeman ……… 86

Tabel 4.20 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Desember

Per Kabupaten Menurut Oldeman ……… 88

Tabel 4.22 Tabel Luas Cakupan Wilayah Zona Ik lim Per Kabupaten

(18)

BAB I

zaman yunani kuno orang -orang telah berusaha mengetahui kondisi iklim dari

suatu wilayah. Orang yunani kuno telah mengetahui bahwa terdapat hubunga n

antara suhu dan garis lintang dan membagi belahan bumi utara dan selatan

menjadi tiga zona iklim, yakni zona panas, zona sedang dan zona dingin.

Setelah pengetahuan tentang peta dunia semakin akurat, diketahui bahwa

pembagian zona iklim berdasarkan garis lintang adalah kurang akurat , karena

hanya menggunakan unsur suhu dan hanya menghasilkan tiga zona iklim

seperti yang telah disebutkan sebelumnya. .Maka pada perkembangannya para

pakar iklim menggunakan unsur -unsur iklim sebagai dasar utama pembagian

zona iklim atau klasifikasi iklim . Data-data unsur iklim yang sering

digunakan dalam pembagian zoana iklim adalah curah hujan. Curah hujan

adalah endapan atau deposit air dalam bentuk cair

maupun padat yang berasal atmosfer (Ika Kurnia :2007). Curah hujan

mencakup tetes hujan,salju, batu es, embun, dan embun kristal. Embun kristal

(19)

adalah kristal-kristal es yang terbentuk pada permukaan, misalnya pada

tanaman yang disebabkan oleh rendahnya suhu. Informasi tentang kondisi

curah hujan adalah salah satu unsur penting dan besar pengaruhnya te rhadap

segala macam aktifitas kehidupan seperti: keselamatan masyarakat, produksi

pertanian, perkebunan, perikanan, penerbangan, public service, dan

sebagainya.

Data-data unsur-unsur iklim yang menjadi dasar utama klasifikasi iklim

seperti data curah hu jan merupakan data yang bereferensi geografi. Data -data

yang bereferensi geografis dapat diolah dan dianalisa dengan menggunakan

pendekatan sitem informasi geografis, termasuk data unsur iklim. Pada

dasarnya istilah sistem informasi geografis, merupakan g abungan dari tiga

unsur pokok, yakni sistem, informasi dan geografis. Dengan melihat unsur -

unsur pokoknya, maka jelas SIG merupakan salah satu sistem informasi yang

lebih menekankan pada unsur ”Geografis”. Dengan memperhatikan pengertian

sistem informasi, maka SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri

dari berbagai sumber daya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek -

objek yang terdapat di permukaan bumi.

Pakar-pakar yang telah dike nal yang menggunakan data unsur hujan

sebagi dasar pembagian z ona iklim adalah Mohr, Schmidt Ferguson dan

Oldeman. Meskipun dalam penentuan pembagian zona iklim menggunakan

unsur yang sama, dalam hal ini curah hujan. Namun s istem pembagian zona

(20)

misalnya untuk kegunaan di bidang pertan ian , penerbangan dan kelautan.

Tujuan yang berbeda menyebabkan pakar klimatologi mengembangkan

klasifikasi iklim yang berbeda sesuai dengan su dut pandang dan kepentingan

masing-masing. Karena adanya perbedaan sudut pandang tersebut maka pada

kesempatan kali ini Penulis tertarik untuk membandingkan hasil klasifikasi

iklim bulanan menurut teori Mohr dan Oldeman dengan pendekatan Sistem

Informasi Geografis.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada skripsi ini adalah :

1. Bagaimana menentukan curah hujan bulanan suatu daerah dengan

menggunakan pendekatan sistem informasi geografi

2. Bagaimana perbandingan hasil penentuan curah hujan bulanan antara dua

teori yang berbeda yaitu teori Mohr dan Oldeman

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada skripsi ini adalah :

1. Teori klasifikasi iklim yang digun akan adalah teori klasifikasi iklim Mohr

dan klasifikasi iklim Oldeman .

2. Perangkat lunak yang digunakan arcview 3.2, MYSQL untuk membangun

basis data eksternal.

3. Lokasi studi penelitia n di Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat .

(21)

1.4. Tujuan dan Manfaat

1.4.1 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang

perbandingan klasifikasi iklim men urut dua teori yang berbeda dengan

meggunakan pendekatan sisitem informasi geografis . Hasil penelitian ini

ditampilkan dalam bentuk peta iklim bulanan menurut klasifikasi iklim

Mohr dan Oldeman, tabel luasan per iklim setiap propinsi, dan narasi hasil

perbandingan.

1.4.2 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah hasil dari penelitian ini dapat

dijadikan sebagai salah satu unsur dasar menentukan kelayakan spasial dari

suatu wilayah untuk ditanami tumbuhan tertentu.

1.5 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian perbandingan hasil penentuan

curah hujan bulanan menurut teori Mohr dan Oldeman dengan

menggunakan pendekatan sistem informasi geografi adalah :

1. Observasi

Mengumpulkan data dengan cara meneliti secara langsung di instansi

terkait yakni Kantor Badan Meteorologi dan G eofisika (BMG) Jl. H.

(22)

2. Studi Pustaka

Metode studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan literatur –literatur

yang ada dalam kepustakaan yang berhubungan denga n topik tugas akhir.

3. Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data ini menguraikan prosedur pengolahan data salah

satu unsur iklim yakni curah hujan menggunakan software arcview 3.2

berdasarkan teori penentuan curah hujan bulanan menurut Mohr dan

Oldeman.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini

secara garis besar menggambarkan keseluruhan dari isi skripsi yang terdiri

atas lima (5) bab. Adapun kelima (5) bab tersebut adalah :

Bab I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan gamaran secara umum mengenai

(23)

Bab III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan metode -metode yang digunakan dalam

penelitian, lokasi dan temp at penelitian, pengumpulan data, dan

pengolahan data.

Bab IV : HASIL DAN PEMBA HASAN

Bab ini memuat hasil akhir dari rangkaian tahap demi tahap yang

dilengkapi dengan pembahasan terhadap hasil akhir.

Bab V : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dari hasil penulisan yang telah

diteliti. Selain itu sumbangsih saran untuk pihak -pihak yang

terkait.

(24)

BAB II

penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 30 tahun)

dan meliputi wilayah yang luas (Lakitan : 1997).

2.1.2 Unsur-Unsur Cuaca dan Iklim

Ada beberapa unsur yang mempengaruhi cuaca dan iklim, yaitu suhu

udara, tekanan udara, kelembapan udara dan curah hujan.

1. Suhu Udara

Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara.Alat untuk

mengur suhu udara atau derajat p anas disebut thermometer. Biasanya

pengukuran dinyatakan dalam skala Celcius ( C ), Reamur (R), dan

Fahrenheit (F).

(25)

2. Tekanan Udara

Tekanan udara menunjukkan tenaga yang bekerja untuk menggerakkan

masa udara dalam setiap satuan luas tertentu. Besar atau kecilnya

tekanan udara, dapat diukur dengan meggunakan barometer.

3. Kelembapan Udara

Di udara terdapat uap air yang berasal dari penguapan samudera.

Makin tinggi suhu udara, makin banyak uap air yang dapat

dikandungnya. Ada dua macam kelembapan udara :

1. Kelembapan udara absolute, ialah banyaknya uap air yang terdapat

di udara pada suatu tempat. Dinyatakan dengan banyaknya gram

uap air dalam 1 m3 udara.

2. Kelembapan udara relative, ialah perbandingan jumlah uap air

dalam udara (kelembapan absolute) dengan jumla h uap air

maksimum yang dapat dikandung oleh udara tersebut dalam suhu

yang sama dan dinyatakan dalam persen

4. Curah Hujan

Curah hujan adalah endapan atau deposit air dalam bentuk cair

maupun padat yang berasal atmosfer (Ika Kurnia :2007). Curah hujan

mencakup tetes hujan,salju, batu es, embun, dan embun kristal. Embun

kristal adalah kristal -kristal es yang terbentuk pada permukaan,

misalnya pada tanaman yang disebabkan oleh rendahnya suhu.

Informasi tentang kondisi curah hujan adalah salah satu unsur pe nting

(26)

seperti: keselamatan masyarakat, produksi pertanian, perkebunan,

perikanan, penerbangan, public service, dan sebagainya. Curah hujan

diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.

2.2 Klasifikasi Iklim

Klasifikasi iklim adalah p engelompokan yang di dasarkan atas persamaan sifat

unsur-unsur iklim ( Lakitan : 1997) . Unsur – unsur iklim yang terdiri dari suhu udara, tekanan udara , kelembapan udara, dan curah hujan. Unsur -unsur iklim

yang menunjukkan pola keragaman yang jelas merupakan dasar utama dari

klasifikasi iklim yang dilakukan oleh pakar atau institusi yang relevan. Unsur

iklim yag sering dipakai tersebut adalah s uhu dan curah hujan

Klasifikasi iklim umu mnya sangat spesifik, yang didasarkan atas tujuan

penggunaanya, misalnya untuk kegunaan di bidang pertanian, penerbangan,

atau kelautan. Klasifikasi iklim yang spesifik sesuai dengan kegunaannya ini

tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi dengan hanya

(27)

total curah hujan lebih dari 100 mm; bulan kering m emiliki total curah hujan

kumulatif kurang dari 60 mm . Sedangkan antara bulan kering dan bulan

basah terdapat bulan lembab yang memiliki total curah hujan kumulatif

antara 60 sampai dengan 100 Tabel klasifikasi iklim menurut Mohr :

Tabel 2.1. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr (Lakitan:1997)

No Zona Jumlah Bulan Basah Jumlah Bulan Kering

1 1a 12 0

Klasifikasi iklim Oldeman juga menggunakan unsur curah h ujan sebagai

dasar klasifikasi iklim. Klasifikasi iklim Oldeman tergolong klasifikasi yang

baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengundang diskusi

mengenai batasan atau kriteria yang digunakan. Namun demikian untuk

keperluan praktis klasifikasi in i cukup berguna terutama dalam klasifikasi

lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia.

Klasifikasi iklim ini diarahkan kepada tanaman pangan seperti padi dan

palawija. Dibandingkan dengan metode lain, metode ini sudah lebih maju

(28)

Oldeman membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan

dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Ia membuat dan

menggolongkan tipe -tipe iklim di Indonesia berdasarkan pada kriteria bulan -

bulan basah dan bulan -bulan kering secara berturut -turut. Kriteria dalam

klasifikasi iklim didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan

lembab (BL) dan bulan kering (BK) dengan batasan memperhatikan pel uang

hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman.

dengan 0,82 kali hujan rata -rata bulanan dikurangi 30.

4. Hujan efektif untuk sawah adalah 100%.

5. Hujan efektif untuk palawija dengan tajuk tanaman tertutup rapat adalah

75%.

Dapat dihitung hujan bulanan yang diperlukan unt uk padi atau palawija

(X) dengan menggunakan data jangka panjang yaitu:

Padi sawah:

145 = 1,0 (0,82 X -30)

X = 213 mm/bulan

Palawija:

(29)

50 = 0,75 (0,82 X - 30)

X = 118 mm/ bulan.

213 dan 118 dibulatkan menjadi 200 dan 100 mm/bulan yang digunakan

sebagai batas penentuan bulan basah dan kering.

Bulan basah merupakan bulan dengan curah hujan kumulatif lebih dari

200 mm, bulan lembab adalah bulan denan rata -rata curah hujan kumulatif

100-200, dan bulan kering adalah bulan dengan curah hujan kumulatif lebih

dari 200 mm. Selanjutnya dalam penentuan klasifikasi iklim Oldeman

menggunakan ketentuan panjang periode bulan basah dan bulan kering

berturut-turut.

Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang didasarkan

pada jumlah pada jumlah bulan basah berturut -turut. Sedangkan sub

divisinya dibagi menjadi 4 yang didasarkan pada jumlah bulan kering

berturut-turut.

(30)

Tabel 2.3. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasar kan bulan kering2

Dari lima tipe utama dan empat sub divisi tersebut Oldeman

mengelompokkan menjadi 17 daerah agroklimat mulai dari A1 sampai E4,

dengan penjabaran sebagai berikut :

Tabel 2.4. Zona Agroklimat Menurut Oldeman (Lakitan :1997)

2

www.e-dukasi.net

(31)

2.3 Sistem Informasi Geografis

2.3.1 Defenisi

Dalam Prahasta (2002) SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer

yang digunakan untuk menyimpan da n memanipulasi informasi -informasi

geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan

menganalisis obj ek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan

karakteristik yang penting atau kristis untuk dian alisis. Masih dalam

Prahasta (2002) SIG adalah kimpulan yang terorganisir dari perangkat keras

komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil ya ng dirancang secara

efesien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi,

menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi

geografi.

Disimpulkan, Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam arti luas dapat

didefinisikan sebagai seper angkat sistem baik berbasis manual maupun

berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi

data yang mempunyai rujukan kebumian. Dengan berkembangnya teknologi

komputer, batasan Sistem Informasi mengalami penyempurnaan, maka

dalam arti sem pit SIG merupakan seperangkat sistem yang berbasis

komputer untuk menyimpan dan memanipulasi data yang mempunyai

(32)

2.3.2 Subsistem SIG

Secara garis besar , SIG biasanya dibagi menjadi empat subsistem

yang saling terkait (Prahasta : 2002 ), yaitu masukan ( input) data, pengolahan

atau manajemen data, manipulasi dan analisis, serta keluaran ( output) data.

a. Masukan (input) data

citra penginderaan jauh lainnya dalam bentuk cetak kertas.

3. Data penginderaaan jauh dalam bentuk digital, seperti yang diperoleh

otomatis dengan penyiaman ( scanning).

b. Pengelolaan atau Manajemen Data

Manajemen data meliputi semua operasi penyimpanan,pengaktifan,

penyimpanan kembali dan pencetakan semua data yang diperoleh dari

(33)

masukan data. Struktur data spasial dalam SIG terdiri dari dua macam,

yaitu struktur data vektor, yang kenampakan keruangannya akan

disajikan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan

tertentu. Struktur data yang kedua adalah struktur data raster, yang

kenampakan keruangannya akan disaji kan dalam bentuk konfigurasi sel-

sel yang membentuk gambar ( Prahasta : 2002).

c. Manipulasi dan Analisis Data

Manipulasi dan analisis data merupakan salah satu kemampuan utama

dalam SIG untuk menghasilkan informasi baru sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai.

d. Keluaran (output) Data

Keluaran adalah seperangkat prosedur yang berfungsi untuk

menampilkan atau menghasilkan informasi SIG yang tersimpan dalam

basis data baik kesluruhan atau sebagian (Prahasta,2002). Bentuk keluaran

yang dihasilkan ada tiga maca m, yaitu cetakan yang berupa peta maupun

tabel atau grafik yang dicetak dengan media kertas, film atau media

(34)

Data

Gambar 2.1: Subsistem SIG (Prahasta, 200 2)

2.3.3 Komponen SIG

Sistem SIG terdiri dari beberapa kom ponen berikut (Prahasta, 2003)

:

1. Perangkat keras : Perangkat keras yang sering digunakan untuk SIG

adalah komputer (PC), mouse, digitizer, printer, ploter, dan scanner.

2. Perankat lunak : Setiap subsistem yang dibahas diatas

diimplementasikan dengan menggunakan perangkat lu nak.Contoh

perangkat lunak SIG, arcview,arcgis,mapinfo.

3. Data dan informasi geografi : SIG dapat mengumpulkan dan

menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak

langsung dengan cara meng -importnya dari perangkat -perangkat

(35)

mendijitasi data spasialnya dari

atruibutnya dari tabel -tabel dan

keyboard

lunak SIG yang lai n maupun secara langsung dengan cara

peta dan memasukkan data

laporan dengan menggunakan

4. Manajemen : Suatu proyek SIG akan berhasil jika di manage dengan

baik dan dikerjakan oleh or ang-orang memiliki keahlian yang tepat

pada semua tingkatan.

Hardware

SIG Data

Manajemen Data dan Informasi Geografis

Software

Gambar 2.2 :Komponen SIG

2.3.4 Fungsi Analisis SIG

Salah satu kemampuan SIG adalah funsi analisis. Secara umum,

(36)

analisis atribut (basisdata atribut) . Fungsi analisis atribut terdiri dari

operasi dasar sistem pengelolaan basisdata (DBMS ) dan perluasannya:

1. Operasi dasar basisdata mencakup : membuat basisdata baru;

menghapus basisdata; membuat tabel basisdata; mengisi dan

menyisipkan data kedalam tabel; membaca dan mencari data (field

atau record) dari tabel basisdata; mengubahdan meng -edit data yang

terdapat dalam basis data; menghapus data dari tabel basisdata;

membuat indeks untuk setiap tabel basisdata.

2. Perluasan operasi basisdata : me mbaca dan menulis basisdata dalam

sistem basisdata yang lain ( export dan Import) ; dapat berkomunikas i

dengan sistem basisdata yang lain (misalkan dengan menggunakan

driver ODBC

Fungsi analisis spasial terdiri dari :

1. Klasifikasi (reclassify) : fungsi ini mengklasifikasikan atau

mengklasifikasikan kembali suatu data spasial atau atribut menjadi

data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu.

2. Network (Jaringan) : fungsi ini merujuk data spasial titik -titik point

atau gari-garis (lines) sebagai suatu jaringan yang tidak terpisahkan .

Fungsi ini sering digunakan dalam bidang transportasi

3. Overlay : fungsi ini mengahasilkan data spasial baru dari minimal

dua data spasial yang menjadi masukkannya.

(37)

4. Buffering : Fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang

berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial

yang menjadi masukkannn ya

5. 3D analysis : fungsi ini terdiri dari sub -sub fungsi yang berhubungan

dengan presentasi data spasial dalam ruang tiga dimensi.

6. Digital image processing : pengolahan citra dijital, fungsi ini dimiliki

oleh perangkat sig yang berbasiskan raster atau data hasil perekaman

citra satelit.

2.4 Data Spasial

Data Spasial (data keruangan) adalah data yang memiliki sifat -sifat

keruangan seperti posisi, arah, bentuk, luas atau volume yang menunjukan

keadaan obyek (Wicikononing : 2008 ). Penyajian data spasial bisa dilakukan

dengan dua model yaitu model data raster maupun model data vektor,

keduanya memiliki karakteristik yang berbeda, selain itu dalam

pemanfaatannya tergantung dari masukan data dan hasil akhir yang akan

dihasilkan. Model data tersebut merupakan rep resentasi dari obyek -obyek

geografi yang terekam sehingga dapat dikenali dan diproses oleh komputer.

Model data raster mempunyai struktur data yang tersusun dalam bentuk

matriks atau piksel. Tingkat keakurasian model ini sangat tergantung pada

ukuran piksel atau biasa disebut dengan resolusi. Model data ini biasanya

digunakan dalam remote sensing yang berbasiskan citra satelit maupun

(38)

besarnya ukuran file biasanya semakin tinggi resolusi gridnya semakin besar

pula ukuran filenya.

Model data vektor merupakan model data yang paling banyak digunakan,

model ini berbasiskan pada titik (points) dengan nilai koordinat (x,y) untuk

membangun obyek spasialnya. Obyek yang dibangun terbagi menjadi t iga

bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis (line), dan area (polygon).

a. Titik (point)

Titik merupakan representasi grafis yang paling sederhana pada suatu

obyek. Titik tidak mempunyai dimensi tetapi dapat ditampilkan dalam

bentuk simbol baik pada pe ta maupun dalam layar monitor. Contoh :

Lokasi Fasilitasi Kesehatan, Lokasi Fasilitas Kesehatan.

b. Garis (line)

Garis merupakan bentuk linear yang menghubungkan dua atau lebih titik

dan merepresentasikan obyek dalam satu dimensi. Contoh : Jalan, Sungai.

c. Area (Poligon)

Poligon merupakan representasi obyek dalam dua dimensi.Co ntoh :

Danau, Persil Tanah.

2.5 Peta

Peta adalah suatu representasi atau gambaran unsur -unsur atau

kenampakkan-kenampakkan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi, atau

yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda -benda angkasa dan

umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diper kecil atau di

(39)

skalakan (Hidayati, 2008). Dari defenisi peta tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa peta merupakan :

1. Abstraksi obyek -obyek permu kaan bumi dengan menggunakan simbol -

simbol

2. Digambarkan pada bidanga datar sehingga diperlukan proyeksi peta

3. Obyek-obyek permukaan bumi tersebut diperkecil.

2.5.1 Jenis Peta Berdasarkan Isinya

Berikut ini adalah penjelasan penggolongan peta berda sarkan isinya.

Berdasarkan isinya peta dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu: peta

umum dan peta khusus (tematik).

1. Peta Umum

Peta umum adalah peta yang menggambarkan permukaan bumi secara

umum. Peta umum ini memuat semua penampakan yang terdapat di suatu

daerah, baik kenampakan fisis (alam) maupun kenampakan sosial budaya.

Kenampakan fisis misalnya sungai, gunung, laut, danau dan lainnya.

Kenampakan sosial budaya misalnya jalan raya, jalan kereta api,

pemukiman kota dan lainnya. Peta umum ada 2 jeni s yaitu: peta topografi

dan peta chorografi.

a. Peta Topografi

Peta topografi yaitu peta yang menggambarkan bentuk relief (tinggi

(40)

permukaan bumi. Dalam peta topografi digunakan garis kontur (countur

line) yaitu garis yang menghubungkan tempat -tempat yang mempunyai

ketinggian sama.

Gambar 2.3. Contoh Peta Topografi

b. Peta Chorografi

Peta chorografi adalah peta yang menggambarkan seluruh atau sebagian

permukaan bumi dengan skala yang lebih kecil antara 1 : 250.000

sampai 1 : 1.000.000 atau lebih. Peta chorografi menggambarkan daerah

yang luas, misalnya propinsi, negara, benua bahkan dunia. Dalam peta

chorografi digambarkan semua kenampakan yang ada pada suatu

wilayah di antaranya pegunungan, gunung, sungai, danau, jalan raya,

jalan kereta api, batas wilayah, kota, garis p antai, rawa dan lain -lain.

(41)

2. Peta Khusus atau T ematik

Disebut peta khusus atau tematik karena peta tersebut hanya

menggambarkan satu atau dua kenampakan pada permukaan bumi yang

ingin ditampilkan. Dengan kata lain, yang ditampilkan berdasarkan tema

tertentu. Peta khusus adalah peta yang menggambarkan k enampakan-

kenampakan (fenomena geosfer) tertentu, baik kondisi fisik maupun sosial

budaya. Contoh peta khusus/tertentu: peta curah hujan, peta kepadatan

penduduk, peta penyebaran hasil pertanian, peta penyebaran hasil tambang,

chart (peta jalur penerbangan atau pelayaran).

Gambar 2.4. Contoh Peta Khusus

2.5.2 Jenis Peta Berdasarkan S kalanya

Peta tidak sama besarnya (ukurannya). Ada peta yang berukuran besar

dan ada peta yang berukuran kecil. Besar -kecilnya peta ditentukan oleh

besar-kecilnya skala yang digunakan. Skala peta adalah perbandingan jarak

antara dua titik di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi

(42)

Berdasarkan skalanya peta dapat digolongkan menjadi empat jenis,

250.000. Peta skala besar digunakan untuk menggambarkan wilayah yang

relatif sempit, misalnya peta kelurahan, peta kecamatan.

3. Peta skala sedang adalah peta yang mempunyai skala antara 1 : 250.000

sampai 1: 500.000. Peta skala sedang digunakan untuk menggambarkan

daerah yang agak luas, misalnya peta propinsi Jawa Tengah, peta propinsi

maluku.

4. Peta skala kecil adalah peta yang mempunyai skala 1 : 500.000 sampai 1 :

1.000.000 atau lebih. Peta skala kecil digunaka n untuk menggambarkan

daerah yang relatif luas, misalnya peta negara, benua bahkan dunia.

2.5.3 Jenis Peta Berdasarkan Tujuannya

Peta dibuat orang dengan berbagai tujuan. Berikut ini contoh -contoh peta

untuk berbagai tujuan:

1. Peta Pendidikan ( Educational Map).Contohnya: peta lokasi sekolah

SLTP/SMU.

2. Peta Ilmu Pengetahuan.Contohnya: peta arah angin, peta penduduk.

(43)

3. Peta Informasi Umum ( General Information Map ). Contohnya: peta

pusat perbelanjaan.

4. Peta Turis (Tourism Map).Contohnya: peta museum, peta rute bus .

5. Peta Navigasi.Contohnya: peta penerbangan, peta pelayaran.

6. PetaAplikasi (Technical Application Map ). Contohnya: peta penggunaan

tanah, peta curah hujan.

7. Peta Perencanaan ( Planning Map). Contohnya: peta jalur hijau, peta

perumahan, peta pertambangan.

2.6 Sistem Proyeksi Peta

Proyeksi peta merupakan suatu fungsi yang merelasikan koordinat titik -

titik yang terletak di atas permukaan suatu kurva (biasanya berupa ellipsoid

atau bola) ke koordinat titik -titik terletak di atas bi dang datar (Prahasta 2002) .

Sistem proyeksi peta mene ntukan bagaimana objek -objek di permukaan bumi

(44)

2.6.1 Sistem Proyeksi Universal Transvers e Mecator (UTM)

Salah satu sistem proyeksi peta yang terkenal dan sering digunakan

adalah Universal Transverse Mecator (UTM). Pada proyeksi ini dunia

dibagi dalam zone -zone, dengan setiap zone terdiri dari enam bujur.

Menurut pembagian ini , wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai meridian 144° BT dengan batas lintang 11° LS sampai 6° LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54.

Gambar 2.6. Pembagian Zone Proyeksi U TM

2.7 Deskripsi Perangkat Lunak

2.7.1 ArcView 3.2

ArcView merupakan salah satu perangkat lunak desktop SIG dan

pemetaan yang dikembangkan oleh ESRI (Environmental

SystemsResearch Institute, Inc). Dengan ArcView, anda dapat memiliki

kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, meng -explore,

(45)

menjawab query (baik basis data spasial maupun non spasial),

menganalisis data secara geografis, dan sebagainya.

ArcView mengorganisasikan sistem perangkat lunaknya ke dalam

kumpulan jendela dan dokumen yang dapat diaktifkan dan ditampilkan

selama bekerja. Sebuah Project berisi pointers yang merujuk pada lokasi

fisik (direktori di dalam disk) dimana d okumen-dokumen tersebut

disimpan, selain juga menyimpan informasi -informasi pilihan anda untuk

Project-nya (ukuran, symbol, warna dan sebagainya).

b. Theme.

Theme merupakan suatu bangunan dasar sistem ArcView. Themes

merupakan kumpulan dari beberapa layer ArcView yang membentuk suatu

“tematik” tertentu. Sumber data yang dapat direpresentasikan sebagai

theme adalah shapefile, coverage (ArcInfo), dan citra raster.

(46)

View mengorganisasikan theme. Sebuah View merupakan representasi

grafis informasi spasial dan dapat menampung beberapa “layer” atau

“theme” informasi spasial (titik, garis, polygon, dan citra raster).

d. Table.

Sebuah table merupakan representasi data ArcView dalam bentuk sebuah

table. Sebuah table akan berisi informasi deskriptif mengenai l ayer

Layout digunakan untuk menggabungkan semua dokumen (View, table,

dan chart) ke dalam suatu dokumen yang siap cetak (biasanya

dipersiapkan untuk pembuatan hardcopy).

g. Script.

Script merupakan bahasa (semi) pemrograman sederhana (makro) yang

digunakan untuk mengotomatisasi kerja ArcView.

2.7.2 MYSQL

MYSQL (My Struct ure Query Language) adalah sebuah program

pembuat database yang bersifat open source. Karena sifatnya yang open

source , dia dapat dijalankan pada semua platform, bai k di linux maupun di

(47)

windows. MYSQL juga merupakan program pengakses database yang

bersifat jaringan sehingga dapat digunkan untuk aplikasi dengan banyak

pengguna (Multiuser).

Kelebihan lain dari MY SQL adalah menggunakan bahasa query standar

yang dimiliki SQL (Structure Query Language). SQL adalah suatu bahasa

permintaan yang terstruktur yang t elah distandarkan untuk semua program

pengakses database.

2.7.2.1 Koneksi Server Basis Data Den gan Arc View

Dengan menggunakan fasilitas ” SQL Connect” yang dimilki oleh Arc

View, pengguna dapat melakukan koneksi ke server basis data misalnya

Ms. Access, Oracle, dan atau Sybase, dan kemudian m enjalankan SQL

Query yntuk mema nggil records-nya yang diakses oleh pengguna akan

menjadi sebuah tabel di dalam project aktif.

2.7.2.2 ODBC

ODBC (Open data base connectivity) merupakan salah satu cara atau

metode yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara suatu program

aplikasi (termasuk arc view yang memerlukan berbagai layanan atau

service data ( yang diimplementasikan dalam bentuk -bentu tabel-tabel

basis data dengan server basis data (client –server DBMS) .

ODBC dibangun bersanma dengan SQL (Structed Query Language)

yang telah terstandarisasi . Oleh karena itu, dengan ODBC dan SQL,

berbagai aplikasi dapat berkomunikasi (data) secara langsung dengan

(48)

menuliskan kode -kode (dengan menggunakan compiler bahasa

pemrograman misalnya MS. VB, VC++, Borland Delphi, C++ Builder dan

sebagainya) untuk mengakses data secara independent ( tidak bergantung

pada merk atau jenis produk server DBMS -nya).

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Besar Meteorologi dan Geofisika wilayah

II yang berlokasi di Jl. H. Abdulgani no.5, Bulak Raya, Cempaka Putih,

Ciputat, Tangerang. Penelitian dilakukan pa da Februari 2009 , Dengan lokasi

(50)

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

(51)

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Perangkat keras (hardware) : Seperangk at komputer dengan spesifikasi

Intel Pentium dual -core,hard disk 80 GB, 512 Ram.

b. Perangkat lunak (software) : Arc view 3.2 de ngan ekstensi spasial analyst,

Mysql 3.23

Bahan yang digunakan dalam pene litian ini Meliputi peta administrasi

Propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat dengan skala 1.500.000

(BMG), data stasiun penakar hujan BMG pada wilayah Banten, DKI Jakarta,

dan Jawa Barat, dan data rata-rata bulanan per stasiun selama 30 tahun (1971-

2000).

3.3 Tahapan Penelitian

Tahapan Penelitian yang terlihat pada gambar di b awah ini. Adapun

(52)

Gambar 3.2.a. Tahapan Penelitian

Adapun pengertian simbol -simbol yang digunakan pada diagram diatas

dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Simbol Titik terminal, digunakan untuk

menunjukkan awal dan akhir dari suatu

(53)

proses

Simbol input atau output, digun akan

untuk mewakili data input atau output

Simbol proses, digun akan untuk mewakili

sebuah proses

Gambar 3.2.b. Simbol-Simbol Yang Dipakai Pada Tahapan Penelitian

3.4 Studi Pustaka

Pada tahap ini kegiatan yang dilaku kan adalah mempelajari dan

meneliti berbagai sumber bacaan dan mengunjungi situs -situs yang

mempunyai hubungan dengan permasalahan yang dihadapi dan yang dapat

digunakan sebagai dasar dalam penelitian. Adapun daftar buku dan situs

internet yang digunakan s ebagi referensi dapat dilihat di daftar pustaka

3.5 Observasi

Observasi dilakukan untuk pengumpulan data hujan . Pencarian

dilakukan di instansi terkait dengan data iklim, yaitu Badan Meteorologi dan

Geofisika. Data unsur iklim yang digunakan adalah data c urah hujan harian

(54)

3.6 Metode Pengolahan Data

3.6.1 Pembangunan Basis Data Eksternal

Pembangunan basis data eksternal dilakukan menggunakan software

MySQL. Basis data ik lim ini terdiri dari data curah hujan, sebagai unsur

iklim yang digunakan sebagai dasar penetuan iklim basah lembab dan

kering, baik menurut teori Mohr maupun Oldeman

Basis data eksternal yang dibangun pada penelitian ini terdiri dari dua tabel

yaitu :

1. Tabel stasiun penakar hujan

Tabel 3.1. Tabel Stasiun Penakar Hujan

Nama Type Panjang Keterangan

No int Auto Increment

noSta int 6 Id stasiun Penakar Hujan

NamaSta char 30 Nama Stasiun

Propinsi char 30 Nama propinsi

Lintang float 4,2 Koordinat lintang dari stasiun

klimatologi

Bujur float 4.2 Koordinat bujur dari stasiun

klimatologi

2. Tabel rata-rata curah hujan bulanan

Tabel 3.1. Tabel Rata -Rata Curah Hujan Bu lanan

Nama Type Panjang Keterangan

NamaSta char 30 Nama Stasiun

Januari integer 5 Rata-rata curah hujan Januari

Februari integer 5 Rata-rata curah hujan Februari

Maret integer 5 Rata-rata curah hujan Maret

April integer 5 Rata-rata curah hujan April

Mei integer 5 Rata-rata curah hujan Mei

Juni integer 5 Rata-rata curah hujan Juni

Juli integer 5 Rata-rata curah hujan Juli

(55)

Agustus integer 5 Rata-rata curah hujan Agustus

September integer 5 Rata-rata curah hujan September

Oktober integer 5 Rata-rata curah hujan Oktober

November integer 5 Rata-rata curah hujan November

Desember integer 5 Rata-rata curah hujan Desember

Untuk memudahkan memasukkan data curah hujan kedalam MySQL,

penulis menggunakan phpMyAdmin-2.2.1 sebagai interface. Runnin g

http://localhost/phpMyAdmin -2.2.1.

Gambar 3.3. Tampilan Proses ”Run” Phpmyadmin

Kemudian akan tampil halaman berikut untuk membuat data base baru.

(56)

Setelah itu akan muncul halaman yang menghendaki kita untuk

menentukan kolom -kolom yang akan di buat seperti pada gambar

Gambar 3.5. Tampilan halaman untuk mendefinisikan kolom -kolom pada tabel

yang akan di buat

3.6.2 Pembuatan Peta Curah Hujan

Pembuatan peta curah hujan dilakukan dengan menggunakan software

arcview 3.2. Data-data yang diperlukan untuk pembuatan peta curah hujan

adalah:

1. Peta administrasi propinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Bar at

2. Tabel stasiun penakar hujan

3. Tabel rata-rata curah hujan bulanan

Adapun langkah -langkah yang dilakukan dalam pembuatan peta curah

hujan :

(57)

1. Mengubah Proyeksi Peta Ke UTM

Peta administrasi yang digunakan pada penelitia n ini sudah dalam

bentuk digital na mun belum memilki proyeksi . Mengubah Proyeksi peta

menjadi UTM diperlukan untuk pemrosesan peta digital lebih lanjut,

yakni untuk mengetahui luasan wilayah sebenarnya suatu peta. Pada

arcview proyeksi peta dapat dilakukan dengan tools Projection Utility

Wizard.

B

A

C

Gambar 3.6. Tampilan Pada Saat Mengubah Proyeksi Peta

(58)

2. Menampilkan Stasiun Penakar Hujan Pada Peta Administrasi

Sebelum menampilkan stasiun penakar hujan pada peta

administrasi, terlebih dahulu tabel stasiun penakar hujan yang sudah dibuat

di MySQL di buka di arcview. Untuk membuka basis data eksternal yang

dibuat dengan menggu nakan software MySQL dapat digunakan ”SQL

Connect”. Pastikan basis data yang kita buat sudah terdaftar di ODBC (

Open Data Source Connectivity). Setelah itu gunakan ”add event theme”

dan pengisian kolom yang berisi koordinat x dan y untuk menampilkan

stasiun penakar hujan.

A.

B.

Gambar 3.7 Tampilan proses menampilkan peta dari MySQL

(A.Menu SQL Connect, B. Pemilihan tabel)

(59)

A. B.

Gambar 3.8. Tampilan Proses Menampilkan Stasiun Penakar Hujan (A. Menu Add Event Theme, B. Pemilihan Kolom Koordinat)

3. Menggabungkan ( Join) Tabel Rata -Rata Curah Hujan dan Tabel

Menggabungkan tabel rata -rata curah hujan dengan tabel stasiun

penakar hujan diperlukan agar informasi rata -rata curah hujan bulanan

dapat terintegrasi dengan informas i keruangannya (spasial). Untuk

menggabungkan dua tabel , sebelumnya pastikan kedua tabel tersebut

mempunyai salah satu kolom ya ng sama. Buka kedua tabel yang akan di

gabungkan. Tandai kolom yang sama pada masing -masing tabel. Pada

penelitian ini kolom yang sama pada tabel stasiun penakar hujan dan

tabel rata-rata curah hujan bulanan adalah kolom nama stasiun. Setelah

(60)

Gambar 3.9. Menu Join

4. Interpolasi Grid

Interpolasi grid merupakan prosedur untuk membuat theme grid

kontinyu dari data titik shapefile dengan menduga nilai-nilai yang tidak

diketahui pada lokasi yang berdekatan. Titik -titik yang berdekatan tersebut

dapat berjarak teratur atau tidak. Ada dua metode untuk menyisipkan nilai -

nilai sel lanjutan dari titik -titik: Inverse Distance Weighted (IDW) dan

Spiline. Metode Spiline menghasilkan suatu permukaan yang lebih lembut

dibanding Inverse Distance Weighted (IDW), karena spiline pada

dasarnya suatu proses pelengkungan suatu garis tidak lurus, atau

penambahan titik verteks yang bersifat menghaluskan dan melengkungkan

garis ( Barus:2005 dalam Primayudha:2006). Spiline lebih baik untuk

menunjukkan perubahan permukaan secara berangsur -angsur, sedangkan

Inverse Distance Weighted (IDW) bersifat lebih ekstrim dalam

menyajikan data tersebut. Keunggulan metode Inverse Distance We ighted

(61)

(IDW) adalah dalam hal membuat batasan interval, sehingga klasisfikasi

data dapat dilakukan seperlunya. Interpolasi dapat dilakukan dengan tools

Interpolate Grid yang ada di arcview 3.2 .

Gambar 3.10 Pros es Interpolasi Grid

Contoh tampilan peta curah hujan yang dibuat dengan menggunakan metode inter

(62)

Gambar 3.11. Peta Curah Hujan Dengan Metode Interpolasi Grid

5. Reklasifikasi

Reklasifikasi merupakan proses menandai kembali data -data

menjadi kelompok -kelompok tertentu ( Muji Haryadi : 2005).

Reklasifikasi dilakukan untuk menetukan iklim bulanan dengan

mengelompokkan kembali data curah hujan sesuai dengan teori Mohr dan

Oldeman.

Tabel 3.3 Tabel penentuan iklim bulanan teori Mohr dan Oldeman

Iklim Bulanan Mohr Oldeman

Kering 0-60 0-100

Lembab 60-100 100-200

Basah >100 > 200

(63)

Proses reklasifikasi menggunakan arcview 3.2 dengan extensions model builder ,

dengan proses : pada tampilan model builder , pilih menu add process –

reclassification, dan dilanjutkan denagn pengisisan reklasifikasi berdasarkan

kriteria bulan basah, lembab, dan kering menurut teori Mohr dan oldeman.

Gambar 3.12. Tampilan Model Builder

CONTOH PETA HASIL REKLASIFIKASI

(64)

3.6.3 Menghitung Luas Cakupan Wilayah Masing -Masing Iklim di Setiap

Kabupaten dengan menggunakan “Tabulate Area”

Proses penghitungan luas cakupan wilayah masing -masing iklim

dapat menggunakan “Tabulate Area”. Tabulasi area adalah fasilitas yang

disediakan oleh ArcView untuk membuat tabel silang ( cross tab) luasan

antar 2 field theme yang berbeda. Fasilitas ini bisa digunakan apabila

minimal ada 2 theme pada view. Theme yang dapa t ditabulasi adalah

theme shapefile atau theme grid integer.

Gambar 3.14. Tampilan Proses Tabulate Area

(65)

Pada penelitian ini penggunaan tabulasi area untuk mengetahui luas cakupan

wilayah tiap-tiap jenis iklim b ulanan di masing-masing kabupaten. Dengan

diketahuinya luas cakupan wilayah tiap jenis -jenis iklim di masing -masing

kabupaten, maka dapat ditentukan perbedaan dan persamaan dengan pendekatan

system informasi geografi terhadap hasil penentuan iklim bulana n dengan teori

(66)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Peta Curah Hujan Bulanan Banten, DKI Jakarta Jawa Barat Menurut

Teori Mohr

Bulan basah dalam klasifikasi iklim Mohr adalah bulan dengan total

curah hujan kumulatif lebih dari 100 mm. Bulan lembab adalah bulan dengan

total curah hujan kumulatif 60 mm – 100 mm. Sedangkan bulan kering adalah

bulan dengan total curah hujan kumulatif kurang dari 60 mm .

(67)
(68)

Gambar 4.1. Peta Curah Hujan Bulan Januari – April Menurut Teori Mohr

Gambar diatas menunjukkan keseluruhan wilayah Banten, DKI,

dan Jawa Barat dari bulan januari sampai dengan bulan Maret , menurut teori

klasifikasi iklim Moh r, mengalami bulan basah atau memilki curah hujan

kumulatif lebih dari 100 m m per bulannya. Bulan April, seperti terlihat pada

gambar diatas. Propinsi Banten, DKI, dan Jawa Barat sebagian besar

wilayahnya me ngalami bulan basah. Hanya sebagian kecil wilayah di ketiga

propinsi ini yang mengalami bulan lembab .Daerah-daerah tersebut a dalah:

Kodya Tangerang , Kabupaten Tangerang , Kabupaten Majalengka,

kabupaten Karawang, Kabupaten Indra mayu, di Kabupaten Bekasi,

Kabupaten Cirebon . Detil luasan curah hujan bulan April dapat dilihat pada

tabel berikut :

(69)

Tabel 4.1 Tabel Luas Cakupan W ilayah Curah Hujan Bulan Maret

Per Kabupaten Menurut Mohr

Tabel 4.2 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan April

(70)

4.1.2 Peta Curah Hujan Bulan Mei

Gambar 4.2. Peta Curah Hujan Bulan Mei Menurut Teor i Mohr

Pada bulan Mei Kabupaten Pandeglang dan Lebak keseluruhan

wilayahnya mengalami bulan basah. Sebagian wilayah Kodya Tangerang

juga mengalami bulan basah, sedangkan sisanya mengalami bulan lembab .

Kabupaten Serang sebagian besar mengalami bulan basa h,. Kabupaten

Tangerang wilayahnya mengalami bulan basah dan bulan lembab, yakni

Jakarta Barat, Jakarta Utara,dan Jakarta Timur wilayahnya terbagi menjadi

dua tipe iklim, yaitu iklim basah dan iklim lembab. Jakarta Pusat dan

Jakarta Selatan 100% wilayahnya mengalami bulan basah. Kabupaten

Tasikmalaya, Sumedang, Sukabumi,Purwakarta, Kodya Sukabumi, Kodya

Bandung, Kodya Bogor, Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor dan Bandung

keseluruhan wilayahnya mengalami bul an basah. Kabupaten Subang ,

Majalengka, dan Kun ingan wilayahnya terbagi menjad i dua curah hujan

bulanan, yaitu bulan lembab dan basah dengan prosentase yang tidak sama

(71)

di setiap Kabupaten. Kabupaten Karawang, Indramayu, Bekasi dan Cirebon

wilayahnya terbagi menjadi 3 jenis curah hujan bulanan , yaitu bulan kering,

lembab, dan basah. Detil luasan curah hujan bulan Mei pada setiap

kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Mei Per

(72)

4.1.3 Peta Curah Hujan Bulan Juni

Gambar 4.3. Peta Curah Hujan Bulan Juni

Bulan Juni Propinsi Banten , DKI dan Jawa Barat berdasarkan teori

iklim Mohr dalam menentukan kondisi curah hujan bulanan, wilayahnya

terbagi menjadi tiga iklim, yaitu iklim ker ing, iklim basah, dan iklim

lembab. Terlihat pada gambar diatas iklim basah dialami di sebagian besar

wilayah Propinsi Jawa Barat dan Banten. Sedangkan untuk DKI sebagian

besar wilayahnya mengalami bulan lembab. Iklim lembab juga terjadi di

sebagian wilaya h di beberapa Kabupaten di Jawa Barat, antara lain

Kabupaten Bandung Sumedang, Majalengka , wilayah Kuningan, wilayah

Karawang, Indramayu, Subang, Cianjur, Bekasi. Sedangkan iklim kering

terjadi di utara Propi nsi Jawa Barat yakni di Kabupaten Indramayu

Karawang, Bekasi. Detil luasan curah hujan bulan Juni pada setiap

kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut :

(73)

Tabel 4.4 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juni

Per Kabupaten Menurut Mohr

4.1.4 Peta Curah Hujan Bulan Juli

(74)

Pada bulan Juli Propinsi Banten, DKI dan Jawa Barat , seperti

terlihat pada gambar diatas, mengalami bulan kering, bulan lembab dan

bulan basah. Wilayah yang mengalami bulan kering meluas dibandingkan

bulan Juni. Wilayah – wilayah tersebut adalah keseluruhan Kabupaten

Indramayu, Sebagian wilayah Kuningan, Bekasi, Karawang, wilayah

Sumedang, Bandung, Tasikmalaya, Cianjur, Garut. Sukabumi, Purwakarta,

Cirebon, Ciamis Tangerang, Kodya Tangerang, Serang, Jakarta Barat,

wilayah Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat.

Sedangkan kabupaten -kabupaten di ketiga propinsi ini yang

mengalami bulan lembab pada bulan Juli adalah sebagian wilayah dari :

Pandeglang, Lebak, Kodya Tangerang,Serang,Tangerang , Jakarta Barat ,

Jakarta Utara, Jakarta Timur , Jakarta Pusat , Tasikmalaya ,Sumedang

,Sukabumi ,Subang , Purwakarta ; Majalengka ,Kuningan, Karawang,

Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor,Bekasi,Bandung,Cirebon.

Bulan basah pada bulan Juli dialami sebag ian besar Propinsi Ba nten,

sebagian Propinsi Jawa Barat , dan sebagian kecil Propinsi DKI Jakarta .

Detil luasan curah hujan bulan Juli pada setiap kabupaten dapat dilihat pada

tabel berikut :

(75)

Tabel 4.5 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan Juli Per

Kabupaten Menurut Mohr

4.1.5 Peta Curah Hujan bulan Agustus

Gambar 4.5 Peta Iklim Bulan Agustus Menurut Teori Mohr

(76)

hampir sama dengan bulan Juli. Yaitu, ketiga propinsi ini mengalami bulan

kering, bulan basah dan bulan lembab. Bulan kering terpusat di bagian utara

dan timur Jawa Barat. Daerah tersebu t adalah : Sebagian wilayah Karawang,

,Bekasi, Cirebon,Kuningan Subang, keseluruhan Indramayu, Sumedang

Majalengka,. Selain itu kabupaten-kabupaten lain di Ja wa barat mengalami

iklim kering di sebagian kecil wilayahnya. Begitu juga dengan kabupaten-

kabupaten yang ada di Propinsi Banten dan DKI Jakarta. Kabupaten -

kabupaten tersebut adalah : Serang, Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Utara

, Tasikmalaya, Purwakarta, Garut, Cianjur, Ciamis.

Bulan lembab memiliki pola yang menyebar pada bulan Agustus .

Pada Propinsi Banten dan DKI Jakarta, Bulan lembab dominan terjadi di

bagian utara. Daerah -daerah yang mengalami Bulan lembab pada Propinsi

Banten dan DKI Jakarta tersebut adalah : Kodya Tangerang

,Serang,Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta

Selatan, Jakarta Pusat. Propinsi Jawa Barat da erah-daerah yang mengalami

bulan lembab adalah : Tasikmalaya , Sukabumi, Subang , Purwakarta,

Kuningan, Kodya Sukabumi, Kodya Bandung, Karawang, Garut, Cianjur ,

Ciamis, Bogor, Bekasi,Bandung, dan Cirebon

Bulan basah pada bulan Agustus dominan terjadi di bagian selatan

Propinsi Banten .Daerah -daerah tersebut adalah : Kabupaten Pandeglang dan

Lebak sebesar 100 % dari wilayahnya. Daerah bagian utara Propinsi Banten

juga mengalami bulan basah, namun dengan cakupan wilayah yang kecil ,

(77)

seperti di Kodya Tangeran g , Serang, Tangerang . Propinsi DKI Jakarta

bulan basah terjadi sebagian di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.

Propinsi Jawa Barat bulan basah terjadi di : sebagian wilayah Tasikmalaya,

Sukabumi, Subang,Garut, Cianjur, Ciamis, Bogor,Bekasi, Purwakarta, dan

keseluruhan wilayah Kodya Bogor ,

Detil luasan curah hujan bulan Agustus pada setiap kabupaten dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Tabel Luas Cakupan Wilayah Curah Hujan Bulan

(78)

4.1.6 Peta Curah Hujan Bulan September

Gambar 4.6. Peta Curah Hujan Bulan September Menurut Teori Mohr

Peta Curah Hujan Bulan September diatas menunjukkan wilayah -

wilayah pada Propinsi Jawa Barat yang mengalami bulan basah meluas

dibandingkan bulan A gustus. Sementara wilayah yang memil iki bulan

lembab berkurang d an wilayah-wilayah yang mengalami bulan kering

cenderung tetap. Wilayah – wilayah yang mengalami bulan basah pada

Propinsi Jawa Barat adalah : sebagian wilayah Tasikmalaya, Sukabumi,

Subang, Purwakarta, Kodya Sukabumi, Kodya Bogor, Karawang, Garut,

Cianjur, Ciamis, Bogor, Bekasi, dan Bandung.

Bulan lembab di Propinsi Jawa Barat terjadi di ; sebagian wilayah

Tasikmalaya, Sumedang , Subang, Purwakarta, Majalengka; Kuningan ,

Karawang, Garut, Cianjur Ciamis, Bogor, Bekasi, Bandung, Cirebon , dan

keseluruhan Kodya Bandung.

Gambar

Tabel 2.3. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman Berdasar kan bulan kering2
tabel  atau  grafik  yang  dicetak  dengan  media  kertas,  film  atau  media
Gambar 2.1: Subsistem SIG (Prahasta, 200 2)
tabel -tabel
+7

Referensi

Dokumen terkait