• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Penggunaan Media Televisi Untuk Kegiatan Periklanan Produk Deterjen Dengan Menggunakan Analisis Biplot

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deskripsi Penggunaan Media Televisi Untuk Kegiatan Periklanan Produk Deterjen Dengan Menggunakan Analisis Biplot"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Deterjen dengan Menggunakan Analisis Biplot. Dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. A.A. Mattjik, MSc. dan Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya, MSi.

Saat ini persaingan dalam pemasaran deterjen cukup tinggi, oleh karena itu untuk menembus pasar yang semakin ketat maka banyak produsen yang menjadikan iklan sebagai ujung tombak perusahaan. Salah satu informasi yang tersedia mengenai aktivitas periklanan produk deterjen adalah berupa data belanja iklan atau Adex (Advertising Expenditure) yang dikeluarkan oleh Nielsen Media Research. Penelitian ini mencoba mengungkap informasi pada data Adex untuk mengetahui kecenderungan pemilihan stasiun televisi yang digunakan merek-merek pada kategori produk deterjen dengan menggunakan teknik visualisasi statistika dimensi ganda yang mendasarkan pada penguraian nilai singular (PNS) yaitu analisis biplot.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh penulis dari tempat praktek lapang yaitu PT. Hotlinetama Sarana (Hotline Advertising) berupa data sekunder Adex untuk iklan produk deterjen pada media televisi selama periode 1 Januari 2006 – 31 Desember 2006. Dari data belanja iklan (Adex) diperoleh informasi bahwa terdapat 19 merek deterjen yang beriklan pada 11 stasiun televisi nasional di Indonesia. Dalam penelitian ini, 19 merek deterjen ini dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan merek utamanya, sehingga terbentuklah 8 merek utama kategori produk deterjen yang dijadikan acuan untuk analisis. Dalam analisis biplot, 8 merek utama deterjen ini di perlakukan sebagai obyek pengamatan. Sedangkan peubah yang digunakan yaitu 7 stasiun televisi swasta dari 11 stasiun televisi nasional yang digunakan merek-merek deterjen untuk beriklan. Maksud dari hanya memilih 7 stasiun televisi swasta karena data dalam Adex menunjukkan bahwa 7 stasiun televisi swasta inilah yang digunakan oleh 8 merek utama produk deterjen untuk beriklan. Jadi pada masing-masing media televisi terdapat biaya belanja iklannya untuk setiap merek kategori produk deterjen.

(2)

ANALISIS BIPLOT

VINA ALFIANI

G14103019

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Deterjen dengan Menggunakan Analisis Biplot. Dibawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. A.A. Mattjik, MSc. dan Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya, MSi.

Saat ini persaingan dalam pemasaran deterjen cukup tinggi, oleh karena itu untuk menembus pasar yang semakin ketat maka banyak produsen yang menjadikan iklan sebagai ujung tombak perusahaan. Salah satu informasi yang tersedia mengenai aktivitas periklanan produk deterjen adalah berupa data belanja iklan atau Adex (Advertising Expenditure) yang dikeluarkan oleh Nielsen Media Research. Penelitian ini mencoba mengungkap informasi pada data Adex untuk mengetahui kecenderungan pemilihan stasiun televisi yang digunakan merek-merek pada kategori produk deterjen dengan menggunakan teknik visualisasi statistika dimensi ganda yang mendasarkan pada penguraian nilai singular (PNS) yaitu analisis biplot.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh penulis dari tempat praktek lapang yaitu PT. Hotlinetama Sarana (Hotline Advertising) berupa data sekunder Adex untuk iklan produk deterjen pada media televisi selama periode 1 Januari 2006 – 31 Desember 2006. Dari data belanja iklan (Adex) diperoleh informasi bahwa terdapat 19 merek deterjen yang beriklan pada 11 stasiun televisi nasional di Indonesia. Dalam penelitian ini, 19 merek deterjen ini dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan merek utamanya, sehingga terbentuklah 8 merek utama kategori produk deterjen yang dijadikan acuan untuk analisis. Dalam analisis biplot, 8 merek utama deterjen ini di perlakukan sebagai obyek pengamatan. Sedangkan peubah yang digunakan yaitu 7 stasiun televisi swasta dari 11 stasiun televisi nasional yang digunakan merek-merek deterjen untuk beriklan. Maksud dari hanya memilih 7 stasiun televisi swasta karena data dalam Adex menunjukkan bahwa 7 stasiun televisi swasta inilah yang digunakan oleh 8 merek utama produk deterjen untuk beriklan. Jadi pada masing-masing media televisi terdapat biaya belanja iklannya untuk setiap merek kategori produk deterjen.

(4)

Oleh :

Vina Alfiani

G14103019

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Departemen Statistika

Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

BIPLOT

Nama :

Vina Alfiani

NRP :

G14103019

Menyetujui :

Pembimbing I,

Prof. Dr. Ir. A.A. Mattjik MSc.

NIP. 130 350 047

Pembimbing II,

Dr. Ir. I Made Sumertajaya MSi.

NIP. 132 085 196

Mengetahui :

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA.

NIP. 131578806

(6)

bersaudara, putri pasangan Bapak Achmad Murtadho (Alm) dan Ibu Ngatmiyati.

Pada tahun 1997 Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Mekarjaya III Depok. Kemudian dilanjutkan di SLTPN 4 Depok hingga tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 3 Depok dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Departeman Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB ( USMI ) dengan mengambil mata kuliah ekonomi sebagai penunjang.

(7)

atas segala karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Deskripsi Penggunaan Media Televisi untuk Kegiatan Periklanan Produk Deterjen dengan Menggunakan Analisis Biplot.

Pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada :

• Bapak Prof. Dr. Ir. A.A. Mattjik MSc. dan Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya MSi. terima kasih atas segala bimbingan, saran dan kritik sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. • Papa (Alm), Mama, Mas Reza dan keluarga, Mba Susan dan ade-ade (Tuti dan Dinda) yang

aku sayangi atas do’a, semangat dan kasih sayang yang tak pernah berhenti mengalir buat penulis.

• Segenap staf pengajar Departemen Statistika FMIPA IPB terima kasih atas pengajaran yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan karya ilmiah ini.

• Seluruh staf pegawai Departemen Statistika FMIPA IPB : Bu Sulis, Bu Marqonah, Bu Dedeh, Pa’ Ian, Mang Sudin, Mang Dur, Mang Herman dan Bu Aat yang selalu setia mendampingi dan membantu segala keperluan yang menyangkut penyelesaian karya ilmiah ini.

• Bapak Cecep dan bu Atik di rektorat, terimakasih atas seluruh informasi serta dukungan dan semangatnya.

• Pak Syawal, Pak Zainul dan Pak Abrar terima kasih atas bantuan dan masukkannya selama penulis praktik lapang di Hotline Advertising.

• Rizna Khair Aly, Nunu, Hera, Giri, Tokip, Riza, Ito, Bang Cepo dan teman-teman Euro terima kasih atas bantuan dan semangatnya.

• Sahabat-sahabatku tersayang ($$), Rahayu, Rani, Adist, Yuni, Meylinda atas persahabatan dan dukungannya. Hope our friendship will last forever.

• Adit (rekan senasib dan sepenanggungan,terimakasih atas kerjasamanya) dan rekan-rekan sahabat Statistika 40 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

• Adik-adik Statistika angkatan 41 dan 42.

• Semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberi inspirasi-inspirasi baru dalam penelitian selanjutnya untuk kemajuan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kemanusiaan.

Bogor, Agustus 2007

(8)

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ...1

Tujuan ...1

TINJAUAN PUSTAKA Deterjen...1

Periklanan ...1

Media Televisi ...2

Adex (Advertising Expenditure) ...2

Statistika Deskriptif...3

Biplot ...3

BAHAN DAN METODE Bahan ...5

Metode ...5

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Belanja Iklan Produk Deterjen...5

Hasil Analisis Biplot Adex Media Televisi ...7

KESIMPULAN Kesimpulan ...8

DAFTAR PUSTAKA ...8

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jangkauan biaya belanja iklan untuk masing-masing stasiun televisi... 6

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Persentase belanja iklan produk deterjen pada media televisi, surat kabar dan majalah ... 6

2. Total belanja iklan produk deterjen tahun 2006 ... 6

3. Total belanja iklan produk deterjen pada sebelas stasiun televisi nasional ... 6

4. Hasil analisis biplot merek deterjen terhadap media televisi yang digunakan untuk Beriklan... 7

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data belanja iklan 19 merek deterjen pada 11 stasiun televisi nasional tahun 2006 ... 10

2. Data belanja iklan 8 merek utama kategori produk deterjen yang beriklan pada 7 stasiun televisi swasta ... 11

3. Data belanja iklan produk deterjen pada media televisi, surat kabar dan majalah tahun 2006 ...11

4. Statistika deskriptif data belanja iklan (Adex) dari 8 merek utama produk deterjen... 11

5. Korelasi antar peubah media televisi untuk kategori produk deterjen tahun 2006... .. 11

(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persaingan pasar deterjen di Indonesia saat ini cukup tinggi, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya bermunculan merek-merek deterjen baru. Kini lebih dari 100 merek deterjen beredar di seluruh Indonesia, oleh karena itu untuk menembus pasar yang semakin ketat maka banyak produsen yang menjadikan iklan sebagai ujung tombak perusahaan.

Iklan merupakan salah satu komponen bauran promosi yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk memperkenalkan produknya serta untuk membujuk khalayak sasaran agar membelinya. Media iklan yang digunakan di Indonesia masih didominasi oleh stasiun – stasiun televisi. Bagi sebagian perusahaan, iklan melalui media televisi menjadi alternatif pilihan yang menarik, disamping jangkauannya luas, juga adanya unsur hiburan melalui keunggulan audiovisualnya sangat mendukung pembentukan persepsi konsumen terhadap suatu produk, yang pada gilirannya dapat mengarah pada tindakan pertukaran guna memuaskan berbagai pihak yang terlibat dalam aktivitas pemasaran.

Untuk melakukan kegiatan promosi iklan dengan media televisi, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan, antara lain besarnya anggaran yang dikeluarkan, pilihan stasiun televisi dan program acara yang akan digunakan serta alokasi jam penayangan iklan yang tepat. Pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan agar pesan periklanan dapat diarahkan kepada sasaran iklan pada waktu dan tempat yang tepat dengan biaya sehemat mungkin sehingga tercapai kegiatan periklanan yang efektif dan efisien.

Oleh sebab itu dalam proses perencanaannya dibutuhkan informasi mengenai aktivitas periklanan pada media tersebut, khususnya pada kategori produk yang akan diiklankan. Salah satu informasi yang tersedia mengenai aktivitas periklanan produk deterjen pada media televisi adalah berupa data belanja iklan yang dikeluarkan oleh Nielsen Media Research yang disebut Adex (Advertising Expenditure). Adex akan lebih mudah diinterpretasikan jika disajikan secara visual, yaitu dalam plot dua dimensi. Ada beberapa pilihan metode yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut, diantaranya adalah analisis biplot, korespondensi, dan

multidimensional scalling, namun dalam penelitian ini, analisis yang akan digunakan adalah analisis biplot. Dengan analisis biplot diharapkan dapat mendeskripsikan dan memetakan penggunaan media televisi untuk kegiatan periklanan yaitu kecenderungan pemilihan stasiun televisi yang digunakan antar merek pada kategori produk deterjen berdasarkan data belanja iklannya.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran umum belanja iklan untuk kategori produk deterjen pada media televisi pada tahun 2006.

2. Untuk mengetahui pola hubungan antar peubah yang diamati dalam bentuk hubungan antar media televisi.

3. Untuk mengetahui kemiripan relatif antar merek produk deterjen dalam menggunakan belanja iklannya.

4. Untuk mengetahui posisi relatif antara media televisi dengan merek-merek yang beriklan pada kategori produk deterjen.

TINJAUAN PUSTAKA

Deterjen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), deterjen adalah bahan pembersih pakaian (seperti sabun) yang tidak dibuat dari lemak atau soda dan berupa tepung atau cairan.

Periklanan

Iklan dapat diartikan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pengiklan serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Menurut Kotler (2003), periklanan adalah segala bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara non-personal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.

(11)

(price), tempat (place) dan promosi (promotion). Sedangkan bauran promosi merupakan alat untuk mengimplementasikan konsep komunikasi pemasaran yang terdiri atas lima variabel, yaitu : periklanan (advertising), penjualan personal (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), publisitas (publicity) dan pemasaran langsung (direct marketing) (Kotler, 2003). Dari kelima variabel tersebut advertising merupakan alat promosi yang paling umum dan paling banyak digunakan khususnya untuk produk konsumsi. Meskipun tidak secara langsung berakibat terhadap pembelian, advertising merupakan sarana untuk membantu pemasaran yang efektif untuk menjalin komunikasi antara perusahaan dengan konsumen dalam usahanya untuk menghadapi pesaing.

Komunikasi pemasaran merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual yang sangat membantu dalam pengambilan keputusan di bidang pemasaran, serta mengarahkan pertukaran agar lebih memuaskan dengan cara menyadarkan semua pihak untuk berbuat lebih baik.

Beberapa istilah dalam periklanan, antara lain :

1. Spot.

Ruang iklan di televisi yang diisi dengan tayangan iklan atau pesan layanan masyarakat.

2. TVR (TV Rating).

Persentase jumlah penonton pada stasiun televisi tertentu dibandingkan jumlah total penonton televisi dalam periode waktu tertentu.

Satu (1) rating artinya 1% dari khalayak pemirsa mempunyai kesempatan sekali untuk melihat satu kali penayangan.

Media Televisi

Dalam periklanan secara umum dikenal dua jenis media yaitu :

1) Media lini atas (above the line media) terdiri dari iklan-iklan yang dimuat dalam media cetak, media elektronik, serta media luar ruang,

2) Media lini bawah (below the line media) terdiri dari seluruh media selain media diatas, seperti penjualan langsung melalui surat (direct mail), pameran, display untuk mendukung penjualan (point of sale display material) dan kalender.

Menurut Kasali (1992), televisi sebagai salah satu jenis media lini atas memiliki kekuatan dan kelemahan sebagai media beriklan. Kekuatannya antara lain :

1. Efisiensi biaya. Televisi menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas yang tidak dapat dicapai oleh media lainnya. Jangkauan masal ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap kepala.

2. Dampak yang kuat. Kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen, dengan tekanan pada sekaligus dua indera yaitu penglihatan dan pendengaran.

3. Pengaruh yang kuat. Mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran.

Sedangkan kelemahannya,antara lain : 1. Biaya yang besar. Sekalipun biaya untuk

menjangkau setiap kepala adalah rendah, biaya absolut untuk memproduksi dan menyiarkan yang sangat besar dapat membatasi niat pengiklan.

2. Khalayak yang tidak selektif. Segmentasinya tidak setajam surat kabar atau majalah. Iklan-iklan yang disiarkan di televisi memiliki kemungkinan menjangkau pasar tidak tepat.

3. Kesulitan teknis. Iklan-iklan yang sudah dibuat tidak dapat diubah begitu saja jadwalnya, apalagi menjelang jam-jam penyiaran.

Adex (Advertising Expenditure)

Data Adex (Advertising Expenditure) merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Nielsen Media Research. Data Adex ini diperoleh melalui pemantauan aktivitas periklanan atau kategori produk pada media televisi, surat kabar dan majalah untuk kemudian dihitung nilai belanja iklannya. Tidak semua media cetak dihitung nilai iklannya karena Nielsen Media Research memiliki standar dimana media yang dimonitor harus berusia minimal satu tahun dan harus ada iklannya.

(12)

perusahaan rating. Pada alat ini juga terdapat handset (seperti remote control) yang sudah diprogram untuk mencatat setiap anggota rumah tangga yang ada mulai dari ayah, ibu, anak bahkan pembantu. Kemudian setiap yang menonton televisi akan menekan tombol yang sudah ditentukan untuk responden tersebut atau menekan kembali jika selesai menonton. Teknologi peoplemeter hanya mengukur jumlah penonton yang sedang menonton paling tidak 1 menit (minimum 17 detik). Dalam penentuan responden, digunakan penarikan contoh acak bertingkat pada 9 kota besar (Jabotabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar, Medan dan Palembang) dan dikontrol berdasarkan kelas sosial ekonomi (SES) yang ada, juga berdasarkan rumah tangga yang memiliki televisi. Adapun kriteria responden adalah pria dan wanita usia 5 tahun keatas di rumah tangga yang memiliki televisi dalam keadaan baik.

Adex diperlukan baik oleh media, biro iklan dan pengiklan antara lain sebagai patokan dalam menentukan anggaran belanja iklan suatu produk, untuk mengevaluasi kinerja produk yang diiklankan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi pemilihan media beriklan, untuk mengetahui pangsa belanja iklan serta pola beriklan suatu produk maupun kategori produk pada media (Nielsen Media Research, 2007).

Statistika Deskriptif

Statistika deskriptif adalah bidang statistika yang membicarakan cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan, dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi. Dalam statistika deskriptif belum sampai pada upaya menarik suatu kesimpulan, tetapi baru sampai pada tingkat memberikan suatu bentuk ringkasan data sehingga khalayak atau masyarakat awam statistika pun dapat memahami informasi yang terkandung dalam data (Mattjik & Sumertajaya, 2002).

Biplot

Biplot dapat menyajikan secara simultan n obyek pengamatan dan p peubah pada suatu ruang bidang datar secara visual, sehingga ciri-ciri peubah dan obyek pengamatan serta posisi relatif antar obyek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis (Jollife, 2002).

Biplot merupakan teknik statistika deskriptif dimensi ganda yang dikembangkan

oleh Gabriel (1971) dengan mendasarkan pada penguraian nilai singular (PNS) atau Singular Value Decomposition (SVD).

Misalkan suatu matriks data X berukuran nxp yang berisi n obyek pengamatan dan p peubah yang dikoreksi terhadap nilai rata-ratanya dan berpangkat r, dapat dituliskan menjadi :

X = U L A’ ... (1)

dimana matriks U dan A masing-masing berukuran (nxr) dan (pxr) sehingga U’U=A’A = Ir (matriks identitas berdimensi r).

Sedangkan L adalah matriks diagonal berukuran (rxr) dengan unsur-unsur diagonalnya adalah akar kuadrat dari akar ciri X’X dengan λ1 ≥ λ2 ≥ ... ≥ λr .

Unsur-unsur diagonal matriks L ini disebut nilai singular dari matriks X.

Kolom matriks A adalah vektor ciri yang berpadanan dengan akar ciri λ dari matriks X’X. Kolom-kolom matriks A ini disebut vektor singular baris yang merupakan landasan orthonormal baris-baris matriks X dalam ruang dimensi p. Sedangkan Kolom-kolom matriks U disebut vektor singular kolom yang merupakan landasan orthonormal baris-baris matriks X dalam ruang dimensi n. Dengan penjabaran persamaan (1) menjadi:

X = U Lα L1-α A’ ... (2)

Misalkan G = U Lα serta H’ = L1-α A’. Hal ini berarti unsur ke-(i,j) matriks X dapat dituliskan sebagai berikut :

X ij= gi’hj ... (3)

dimana: i = 1,2,3,...,n j = 1,2,3,...,p dengan gi’ dan hj’ masing-masing merupakan baris-baris matriks G dan H (Sumertajaya, Bambang S dan Heriyanto, 1997).

Nilai α yang digunakan dapat merupakan nilai sembarang (0 α 1), tetapi pengambilan nilai-nilai ekstrim α=1 dan α=0 akan berguna dalam interpretasi biplot (Jollife, 2002).

≤ ≤

Jika α = 0, maka G = U dan H = AL, sehingga diperoleh :

X’X = (GH’)’(GH’) = HG’ GH’ = HU’ UH’

= HH’ ...(4)

(13)

korelasi antara peubah ke-j dan ke-k ditunjukkan oleh nilai kosinus sudut antara vektor hjdan hk.

Jarak Euclid antara objek pengamatan ke-h dan ke-i dalam biplot akan sebanding dengan jarak Mahalanobis antara pengamatan ke-h dan ke-i (Sumertajaya, Bambang S dan Heriyanto, 1997).

Jika α = 1, maka G = UL dan H = A, sehingga diperoleh hubungan:

XX’ = (GH’)(GH’)’ = GH’ HG’ = GA’ AG’

= GG’ ...(5)

Pada keadaan ini jarak Euclid antara gh dan giakan sama dengan jarak Euclid antara xh dan xi . Selain itu vektor pengaruh baris ke-i sama dengan skor komponen utama untuk individu ke-i dari hasil analisis komponen utama. Hal ini dapat dijelaskan secara aljabar, karena G=UL sehingga unsur ke-k dari gi adalah uik√λk = Zik yang merupakan skor

komponen utama ke-k dari pengamatan ke- i dan dari H=A diperoleh bahwa vektor pengaruh lajur hj sama dengan aj, yaitu vektor

pembobot peubah ke-j pada komponen utama ke-k (Sumertajaya, Bambang S dan Heriyanto, 1997).

Biplot merupakan upaya membuat gambar di ruang berdimensi banyak menjadi gambar di ruang berdimensi dua. Pereduksian dimensi ini mempunyai konsekuensi berkurangnya informasi yang terkandung dalam biplot. Biplot yang mampu memberikan informasi sebesar 70% dari seluruh informasi dianggap cukup mewakili dari karakteristik populasi yang ada (Sartono, 2003).

Besarnya keragaman yang diterangkan oleh biplot didefinisikan sebagai :

ρ2 = (λ

1+λ2)/Σpi=1 λi ... (6)

keterangan:

λ1 = Akar ciri terbesar pertama

λ2 = Akar ciri terbesar kedua

λi = Akar ciri terbesar ke-i dari X’X

i = 1, 2, …, p.

Menurut Gabriel (1971), aproksimasi matriks X dengan biplot yang diperoleh dari matriks pendekatan berpangkat dua dapat memberikan penyajian yang baik mengenai informasi-informasi yang terdapat pada data asal apabila ukuran aproksimasi ρ2

semakin mendekati nilai 1.

Informasi yang diperoleh dari Biplot (Sartono, 2003) :

1. Kedekatan antar obyek.

Dua obyek dengan karakteristik sama akan digambarkan sebagai dua faktor yang posisi-nya berdekatan.

2. Keragaman peubah.

Peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan peubah yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. 3. Hubungan antar peubah :

Biplot akan menggambarkan peubah sebagai garis berarah. Dua peubah yang memiliki korelasi positif tinggi akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit (< 900), sedangkan dua peubah yang memiliki korelasi negatif tinggi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut tumpul (> 900). Hal ini berkaitan dengan nilai kosinus dari sudut yang dibentuk oleh kedua peubah (Sumertajaya, Bambang S dan Heriyanto, 1997).

4. Nilai peubah pada suatu obyek.

Karakteristik suatu obyek bisa disimpulkan dari posisi relatifnya yang paling dekat dengan suatu peubah.

Penerapan analisis biplot sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, diantaranya :

1. Nur Raharjo (2001) dalam tulisannya menjelaskan mengenai penggunaan analisis biplot untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap bermacam – macam merek produk sabun mandi batangan yang menjadi Top of Mind (TOM).

2. Nila Meita Sari (2002) menjelaskan mengenai penggunaan analisis biplot untuk mendeskripsikan dan memetakan stasiun televisi berdasarkan kecenderungan karakteristik demografi pemirsanya.

3. Heny Susilowati (2003) menjelaskan mengenai penggunaan analisis biplot untuk mendeskripsikan karakteristik penggemar yang merokok pada setiap jenis acara TV berdasarkan beberapa peubah demografi yaitu jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan terakhir, pekerjaan dan pengeluaran keluarga per bulannya.

(14)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data Adex (Advertising Expenditure) untuk iklan produk deterjen pada media televisi selama periode 1 Januari 2006 – 31 Desember 2006 yang diperoleh penulis dari tempat praktek lapang yaitu PT. Hotlinetama Sarana (Hotline Advertising).

Dari data belanja iklan (Adex) yang diperoleh, terdapat 19 merek deterjen yang beriklan pada 11 stasiun televisi nasional di Indonesia (Lampiran 1). Dalam penelitian ini kesembilan belas merek deterjen ini dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan merek utamanya, sehingga hanya terbentuk 8 merek utama kategori produk deterjen yang dijadikan acuan untuk analisis biplot, antara lain deterjen A, B, C, D, E, F,G dan H.

Delapan merek utama diatas diperlakukan sebagai obyek pengamatan, sedangkan peubah yang digunakan dalam analisis biplot yaitu 7 stasiun televisi swasta dari 11 stasiun televisi nasional yang digunakan oleh merek-merek produk deterjen untuk beriklan. Maksud dari hanya memilih 7 stasiun televisi swasta karena data dalam Adex menunjukkan bahwa 7 stasiun televisi swasta inilah yang digunakan oleh 8 merek utama produk deterjen untuk beriklan. Jadi pada masing-masing media televisi terdapat biaya belanja iklannya untuk setiap merek kategori produk deterjen. Adapun ketujuh peubah media televisi tersebut, antara lain V1, V2, V3, V4, V5, V6 dan V7.

Metode

Langkah – langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Melakukan analisis statistika deskriptif terhadap data belanja iklan produk deterjen pada media televisi menggunakan diagram lingkaran (pie chart) dan diagram batang (bar chart) . 2. Melakukan analisis biplot terhadap data

belanja iklan tersebut untuk mendeskripsikan penggunaan media televisi untuk kegiatan periklanan pada kategori produk deterjen.

Adapun tahapan dalam analisis biplot, antara lain :

1. Menyiapkan gugus data yang akan digunakan (data berukuran nxp)dimana 8 merek utama produk deterjen sebagai

objek pengamatan (n) dan 7 stasiun televisi swasta sebagai peubah (p).

2. Membangun matriks data X (gugus data yang dikoreksi terhadap rataan masing-masing peubah).

3. Mencari akar ciri (λi) dan vektor ciri (ai)

dari matriks X’X.

4. Membuat matriks L , A ,dan matriks U. 5. Membuat matriks G = ULα serta

H’= L1-αA’ dengan menggunakan α=0., karena biplot lebih menekankan pada posisi relatif objek atau pengamatan terhadap peubah.

6. Mengambil 2 kolom pertama dari matriks G dan 2 baris pertama dari matriks H’. 7. Membuat grafik koordinat dari masing –

masing matriks dari langkah 6, dimana setiap baris dari 2 kolom pertama matriks G merupakan koordinat (x,y) untuk masing-masing objek, sedangkan setiap kolom dari 2 baris pertama matriks H’ merupakan koordinat (x,y) untuk setiap peubah.

8. Menghitung keragaman yang dapat diterangkan oleh biplot.

Semua tahapan metode yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan software Microsoft Excel 2003 dan SAS version 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Belanja Iklan Produk Deterjen

(15)

Gambar 1. Persentase belanja iklan produk deterjen pada media televisi, surat kabar dan majalah

Diantara 19 merek deterjen yang beriklan pada 11 stasiun televisi nasional tahun 2006 (Lampiran 1), terdapat enam merek produk deterjen yang paling banyak mengeluarkan biaya belanja iklan dibandingkan dengan merek-merek lainnya Keenam merek deterjen tersebut adalah E1, G, F1, D, C1 dan E2, namun urutan pertama ditempati oleh E1 kemudian disusul oleh G. Sejak meluncurkan deterjen E1, perusahaan publik ini tidak pernah berhenti promosi. Setiap tahun perusahaan ini selalu menghabiskan 10% dari total penjualannya demi nama yang sudah melekat di benak konsumen. Tingginya total belanja iklan deterjen E1 dibandingkan dengan merek-merek deterjen lainnya khususnya pada media televisi menandakan bahwa E1 merupakan pemimpin nomor satu di pasar deterjen Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G H

(d al am j u taa n r u p ia h )

Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa pengiklan cenderung menggunakan media televisi V7 sebagai pilihan utama untuk mengiklankan produk deterjen. Hal ini dapat dilihat dari tingginya total belanja iklan pada peubah media televisi tersebut yaitu sebesar 92.51 miliar. Besarnya total belanja iklan yang dikeluarkan berkorelasi positif dengan frekuensi beriklan suatu produk, jadi semakin sering frekuensi beriklan produk deterjen pada suatu media televisi maka total belanja

iklan yang dikeluarkannya pun semakin meningkat.

t el evisi 9 9 .16 %

sur at kab ar 0 .14 % majalah

0 . 7%

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000

V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11

(d a lam j u taan r u p iah )

Gambar 3. Total belanja iklan produk deterjen pada sebelas stasiun televisi nasional

Salah satu hal yang mengakibatkan tingginya total belanja iklan pada peubah media V7 adalah karena jangkauan biaya untuk satu kali penayangan iklan pada media ini cukup rendah. Namun ternyata pilihan pengiklan belum dapat dikatakan efektif dan efisien dalam pemasangan iklan karena jumlah perolehan rata-rata TV rating untuk media televisi ini cukup rendah dibandingkan TV rating media televisi lainnya.

Berbeda dengan peubah media V7, walaupun pada peubah media V11 biaya untuk satu kali penayangan iklannya cukup rendah namun pengiklan jarang yang menggunakan media televisi ini untuk mengiklankan produk deterjen karena selain kualitas program kurang sesuai dengan image produk, penonton pada media televisi V11 juga kurang sesuai dengan target market dari produk deterjen. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Jangkauan biaya belanja iklan untuk masing-masing stasiun televisi. Stasiun

televisi

Range cost per spot

Rata-rata TV Rating V1 3 juta - 45 juta 3.1 V2 1.8 juta - 45 juta 1.3 V3 0.9 juta - 40 juta 0.98 V4 3 juta - 40 juta 2.43 V5 1.6 juta - 34 juta 1.48 V6 1.8 juta - 30 juta 0.99 V7 2.4 juta - 18 juta 0.75 V8 1.8 juta - 50 juta 3.14 V9 2.1 juta - 21 juta 0.37 V10 3.6 juta - 45 juta 1.29

V11 3 juta 0.3

(16)

Di mensi on 2 ( 16. 5%)

- 100 0 100 200

A B

C D

E F

G H

V1

V2 V3 V4

V5

V6 V7

Di mensi on 1 ( 76. 5%)

- 100 0 100 200

Gambar 4. Hasil analisis biplot merek deterjen terhadap media televisi yang digunakan untuk Beriklan

Hasil Analisis Biplot

Data Belanja Iklan(Adex) Media Televisi

Hasil analisis biplot yang merupakan penumpang tindihan antara plot dari nilai-nilai vektor gi (titik-titik yang mewakili obyek-obyek pengamatan) dengan plot nilai-nilai vektor hj (titik-titik yang mewakili peubah-peubah yang diamati) pada bidang kartesius berdimensi dua, diperlihatkan pada Gambar 4. Plot tersebut menerangkan 92.97% dari total keragaman data yang sebenarnya. Keragaman dimensi 1 sebesar 76.45% dan keragaman dimensi 2 sebesar 16.52%. Hal ini menunjukkan bahwa interpretasi biplot yang dihasilkan mampu menerangkan dengan baik hubungan antar peubah media televisi dengan merek-merek deterjen yang beriklan.

Keeratan hubungan antar peubah dapat dilihat dari besarnya kosinus sudut antar vektor peubah (korelasi) dan panjang (keragaman) relatif terhadap vektor peubah lainnya. Peubah media televisi V7 berkorelasi positif besar dengan V2 dan V3 (Lampiran 5). Hal ini juga diperlihatkan pada Gambar 4 dengan letaknya yang relatif berdekatan dan searah. Korelasi positif yang relatif besar antar media televisi mengindikasikan bahwa merek produk deterjen yang meningkatkan belanja iklannya di media televisi V7 akan

cenderung meningkatkan pula belanja iklannya pada media televisi V2 dan V3, begitu pula sebaliknya. Sedangkan media televisi V4 memiliki korelasi negatif terbesar dengan media televisi V6 (Lampiran 5), yang diperlihatkan pula pada Lampiran 8 dengan letaknya yang relatif jauh dan arah vektor yang berlawanan. Korelasi negatif antar media menunjukkan bahwa merek produk deterjen yang meningkatkan belanja iklannya di media televisi V4 akan cenderung mengurangi belanja iklannya pada media televisi V6, begitu pula sebaliknya.

Analisis statistika deskriptif (Lampiran 4) terhadap data belanja iklan menunjukkan bahwa peubah media televisi V6 memiliki keragaman (simpangan baku) terbesar diikuti oleh V7. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 4, vektor peubah V6 dan V7 relatif lebih panjang dibandingkan vektor peubah media televisi lainnya. Besarnya nilai keragaman ini mengindikasikan bahwa belanja iklan untuk kategori produk deterjen pada kedua media tersebut sangat bervariasi. Nilai jangkauan belanja iklan antar merek pada kedua media tersebut cukup besar. Sedangkan keragaman terkecil adalah pada peubah media televisi V5, selisih belanja iklan antar merek tidak begitu besar pada peubah media ini.

(17)

keidentikkan atau keserupaan, diantaranya deterjen D dengan C, dan deterjen B dengan H. Posisi antar merek yang relatif berdekatan tersebut menunjukkan bahwa merek-merek tersebut memiliki pola penggunaan belanja iklan yang relatif sama, artinya belanja iklan untuk merek-merek tersebut besarnya relatif sama pada media televisi tertentu.

Jika perhatian ditujukan terhadap posisi relatif antara merek deterjen dengan peubah media televisi terlihat bahwa posisi merek deterjen tersebar di empat kuadran bidang kartesius. Deterjen E posisinya sangat dekat dan searah dengan peubah media televisi V7 dan V3, sedangkan deterjen G relatif berdekatan dengan peubah media televisi V6 dan deterjen F relatif berdekatan dengan peubah media televisi V4 dan V1. Ketiga merek deterjen tersebut menggunakan belanja iklannya dengan belanja paling besar pada media bersangkutan, jauh diatas rataan belanja iklan pada media tersebut.

Merek deterjen yang posisinya sangat jauh dan berlawanan arah dengan peubah media televisi V6 adalah D dan C, merek-merek deterjen tersebut dicirikan oleh nilai belanja iklan yang kecil untuk peubah media televisi V6. Sedangkan B dan H adalah merek deterjen yang dicirikan oleh peubah media televisi V3 dan V7 dengan nilai belanja iklan yang sangat kecil. Deterjen A posisinya juga berlawanan arah dengan peubah media televisi V2 dan V5, berarti merek A memiliki karakteristik dengan nilai belanja iklan yang kecil untuk media televisi V2 dan V5.

KESIMPULAN

Secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa pengiklan cenderung menggunakan media televisi dalam mempromosikan produk atau jasa dibandingkan media lainnya seperti surat kabar dan majalah. Dalam melakukan kegiatan periklanan khususnya pada kategori produk deterjen pada media televisi, pengiklan cenderung menggunakan media televisi V7 sebagai pilihan utama dengan total belanja iklan terbesar.

Tingginya total belanja iklan E1 dibandingkan dengan merek-merek deterjen lainnya khususnya pada media televisi menandakan bahwa E1 merupakan pemimpin nomor satu di pasar deterjen Indonesia.

Analisis biplot data belanja iklan (Adex) media televisi mampu menerangkan dengan baik hubungan antar peubah media televisi

dengan merek-merek deterjen yang beriklan. Hal ini dapat dilihat dari nilai ρ2

hasil analisis biplot yaitu dapat menerangkan 92.97% dari total keragaman data yang sebenarnya.

Hasil analisis biplot menunjukkan bahwa ada beberapa merek deterjen yang memiliki karakteristik yang sama dan mempunyai nilai besar maupun kecil pada peubah media televisi tertentu. Media televisi V7 dan V3 mendapatkan belanja iklan paling besar dari anggaran belanja iklan deterjen E dan belanja iklan yang sangat kecil dari iklan deterjen B dan H. Sedangkan media televisi V6 mendapatkan belanja iklan terbesar dari anggaran iklan deterjen G dan belanja iklan yang kecil dari deterjen D dan C. Media televisi V4 dan V1 mendapatkan belanja iklan terbesar dari anggaran iklan deterjen F. Untuk media televisi V2 dan V5 mendapatkan belanja iklan yang kecil dari deterjen A. Semakin besar anggaran iklan suatu produk berarti semakin tinggi frekuensi produk tersebut untuk beriklan.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2007. TV Audience Measurement (TAM) in Indonesia. Jakarta : Nielsen Media Research

[Anonim]. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Pustaka.

Gabriel, K. R. 1971. The Biplot Graphic Display of Matrices with Application to Principle Component Analysis. Biometrika 58 : 453-467.

Jollife, I. T. 2002. Principle Component Analysis. Second edition. Springer Verlag, New York.

Juwita, C. 2004. Deskripsi Program Siaran Lima Stasiun Televisi Swasta Nasional di Indonesia. Skripsi. Departemen Statistika, IPB Bogor.

Kasali, R. 1992. Manajemen Periklanan : Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.

(18)

Mattjik. A. A & I Made, S. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. IPB.

Raharjo, N. 2001. Citra Merek Beberapa Produk Sabun Mandi Berdasarkan Iklan yang Dikenal Konsumen. Skripsi. Departemen Statistika, IPB Bogor.

Sari, N. M. 2002. Segmentasi Stasiun Televisi Swasta Berdasarkan Karakteristik Demografi Pemirsanya. Skripsi. Departemen Statistika, IPB Bogor.

Sartono, Bagus, dkk. 2003. Modul Teori Analisis Peubah Ganda. Bogor : Departemen Statistika, Institut Pertanian Bogor.

Sumertajaya, I. M, Sumantri, B & Heriyanto. 1997. Aplikasi Analisis Biplot & Procrustes untuk Mengidentifikasi Karakteristik Daya Hasil beberapa Galur Padi [Forum Statistika dan Komputasi Vol. 2 No. 2 Oktober 1997]. Bogor : Jurusan Statistika, Institut Pertanian Bogor.

(19)
(20)

Lampiran 1. Data belanja iklan 19 merek deterjen pada 11 stasiun televisi nasional

tahun 2006 (dalam jutaan rupiah)

Merek

deterjen V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11 TOTAL

A1 585 1601 199 9473 2588 7534 21980

A2 2296 408 760 1797 1021 4096 2032 5199 163 17772

A3 1597 2120 1888 670 7231 4097 6201 23804

B1 484 437 453 226 153 1753 B2 737 1239 370 1811 5417 475 165 1357 11571

B3 275 998 2438 1998 728 1751 8188

C1 5857 3707 1942 8893 6301 3069 5382 35151

C2 681 1336 1903 2428 1389 7737

D 5878 6227 2750 9992 11114 1291 5204 286 15 42757 E1 6689 23825 28621 5625 15926 16152 29208 17901 5158 175 149280 E2 2153 3822 6558 683 2047 8166 6053 1834 2936 34252 F1 8093 5405 12853 10290 6511 736 43888

F2 3995 1268 1690 2514 3224 923 13614

F3 1306 1184 365 2855

F4 1950 1432 2354 2504 1917 18 1885 12060

F5 4511 2496 1108 753 1650 2235 12753

F6 852 1384 1296 3532

G 5514 18006 15854 1472 14419 31157 26471 10174 57 123124

H 1153 565 988 3498 6440 900 1299 3569 18412

(21)

Lampiran 2. Data belanja iklan 8 merek utama kategori produk deterjen yang

beriklan pada 7 stasiun televisi (dalam jutaan rupiah)

Merek utama V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 TOTAL

A 4478 408 4481 3884 1691 20800 8717 44459 B 1012 1723 1368 4686 7868 1203 391 18251 C 6538 5043 1942 10796 8729 3069 6771 42888 D 5878 6227 2750 9992 11114 1291 5204 42456 E 8842 27647 35179 6308 17973 24318 35261 155528 F 20707 6837 2354 20505 17485 1136 8396 77420 G 5514 18006 15854 1472 14419 31157 26471 112893 H 1153 565 988 3498 6440 900 1299 14843

TOTAL 54122 66456 64916 61141 85719 83874 92510 508738

Lampiran 3. Data belanja iklan produk deterjen pada media televisi, surat kabar

dan majalah tahun 2006 (dalam jutaan rupiah)

Jenis Media

Belanja Iklan

Persentase

Televisi 584483

99.16%

Surat kabar

4074

0.7%

Majalah 846

0.14%

Total 589403

100%

Lampiran 4. Statistika deskriptif data belanja iklan(

Adex

) dari 8 merek utama

produk deterjen

Lampiran 5. Korelasi antar peubah media televisi untuk kategori produk deterjen

tahun 2006

V1 V2 V3 V4

V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7

Rata-rata 6765,25 8307 8114,5 7642,625 10714,88 10484,25 11563,75

Maksimum 20707 27647 35179 20505 17973 31157 35261

Minimum 1012 408 988 1472 1691 900 391

Simpangan Baku 6221,145 9643,125 11963,95 6103,964 5658,724 12705,68 12510,21

V5 V6

V2 0.261

V3 0.114 0.949

V4 0.867 -0.093 -0.248

V5 0.673 0.773 0.588 0.452

V6 -0.062 0.675 0.730 -0.521 0.197

(22)

ANALISIS BIPLOT

VINA ALFIANI

G14103019

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persaingan pasar deterjen di Indonesia saat ini cukup tinggi, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya bermunculan merek-merek deterjen baru. Kini lebih dari 100 merek deterjen beredar di seluruh Indonesia, oleh karena itu untuk menembus pasar yang semakin ketat maka banyak produsen yang menjadikan iklan sebagai ujung tombak perusahaan.

Iklan merupakan salah satu komponen bauran promosi yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk memperkenalkan produknya serta untuk membujuk khalayak sasaran agar membelinya. Media iklan yang digunakan di Indonesia masih didominasi oleh stasiun – stasiun televisi. Bagi sebagian perusahaan, iklan melalui media televisi menjadi alternatif pilihan yang menarik, disamping jangkauannya luas, juga adanya unsur hiburan melalui keunggulan audiovisualnya sangat mendukung pembentukan persepsi konsumen terhadap suatu produk, yang pada gilirannya dapat mengarah pada tindakan pertukaran guna memuaskan berbagai pihak yang terlibat dalam aktivitas pemasaran.

Untuk melakukan kegiatan promosi iklan dengan media televisi, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan, antara lain besarnya anggaran yang dikeluarkan, pilihan stasiun televisi dan program acara yang akan digunakan serta alokasi jam penayangan iklan yang tepat. Pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan agar pesan periklanan dapat diarahkan kepada sasaran iklan pada waktu dan tempat yang tepat dengan biaya sehemat mungkin sehingga tercapai kegiatan periklanan yang efektif dan efisien.

Oleh sebab itu dalam proses perencanaannya dibutuhkan informasi mengenai aktivitas periklanan pada media tersebut, khususnya pada kategori produk yang akan diiklankan. Salah satu informasi yang tersedia mengenai aktivitas periklanan produk deterjen pada media televisi adalah berupa data belanja iklan yang dikeluarkan oleh Nielsen Media Research yang disebut Adex (Advertising Expenditure). Adex akan lebih mudah diinterpretasikan jika disajikan secara visual, yaitu dalam plot dua dimensi. Ada beberapa pilihan metode yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut, diantaranya adalah analisis biplot, korespondensi, dan

multidimensional scalling, namun dalam penelitian ini, analisis yang akan digunakan adalah analisis biplot. Dengan analisis biplot diharapkan dapat mendeskripsikan dan memetakan penggunaan media televisi untuk kegiatan periklanan yaitu kecenderungan pemilihan stasiun televisi yang digunakan antar merek pada kategori produk deterjen berdasarkan data belanja iklannya.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran umum belanja iklan untuk kategori produk deterjen pada media televisi pada tahun 2006.

2. Untuk mengetahui pola hubungan antar peubah yang diamati dalam bentuk hubungan antar media televisi.

3. Untuk mengetahui kemiripan relatif antar merek produk deterjen dalam menggunakan belanja iklannya.

4. Untuk mengetahui posisi relatif antara media televisi dengan merek-merek yang beriklan pada kategori produk deterjen.

TINJAUAN PUSTAKA

Deterjen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), deterjen adalah bahan pembersih pakaian (seperti sabun) yang tidak dibuat dari lemak atau soda dan berupa tepung atau cairan.

Periklanan

Iklan dapat diartikan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pengiklan serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Menurut Kotler (2003), periklanan adalah segala bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara non-personal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Persaingan pasar deterjen di Indonesia saat ini cukup tinggi, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya bermunculan merek-merek deterjen baru. Kini lebih dari 100 merek deterjen beredar di seluruh Indonesia, oleh karena itu untuk menembus pasar yang semakin ketat maka banyak produsen yang menjadikan iklan sebagai ujung tombak perusahaan.

Iklan merupakan salah satu komponen bauran promosi yang banyak digunakan oleh perusahaan untuk memperkenalkan produknya serta untuk membujuk khalayak sasaran agar membelinya. Media iklan yang digunakan di Indonesia masih didominasi oleh stasiun – stasiun televisi. Bagi sebagian perusahaan, iklan melalui media televisi menjadi alternatif pilihan yang menarik, disamping jangkauannya luas, juga adanya unsur hiburan melalui keunggulan audiovisualnya sangat mendukung pembentukan persepsi konsumen terhadap suatu produk, yang pada gilirannya dapat mengarah pada tindakan pertukaran guna memuaskan berbagai pihak yang terlibat dalam aktivitas pemasaran.

Untuk melakukan kegiatan promosi iklan dengan media televisi, terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan, antara lain besarnya anggaran yang dikeluarkan, pilihan stasiun televisi dan program acara yang akan digunakan serta alokasi jam penayangan iklan yang tepat. Pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan agar pesan periklanan dapat diarahkan kepada sasaran iklan pada waktu dan tempat yang tepat dengan biaya sehemat mungkin sehingga tercapai kegiatan periklanan yang efektif dan efisien.

Oleh sebab itu dalam proses perencanaannya dibutuhkan informasi mengenai aktivitas periklanan pada media tersebut, khususnya pada kategori produk yang akan diiklankan. Salah satu informasi yang tersedia mengenai aktivitas periklanan produk deterjen pada media televisi adalah berupa data belanja iklan yang dikeluarkan oleh Nielsen Media Research yang disebut Adex (Advertising Expenditure). Adex akan lebih mudah diinterpretasikan jika disajikan secara visual, yaitu dalam plot dua dimensi. Ada beberapa pilihan metode yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut, diantaranya adalah analisis biplot, korespondensi, dan

multidimensional scalling, namun dalam penelitian ini, analisis yang akan digunakan adalah analisis biplot. Dengan analisis biplot diharapkan dapat mendeskripsikan dan memetakan penggunaan media televisi untuk kegiatan periklanan yaitu kecenderungan pemilihan stasiun televisi yang digunakan antar merek pada kategori produk deterjen berdasarkan data belanja iklannya.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran umum belanja iklan untuk kategori produk deterjen pada media televisi pada tahun 2006.

2. Untuk mengetahui pola hubungan antar peubah yang diamati dalam bentuk hubungan antar media televisi.

3. Untuk mengetahui kemiripan relatif antar merek produk deterjen dalam menggunakan belanja iklannya.

4. Untuk mengetahui posisi relatif antara media televisi dengan merek-merek yang beriklan pada kategori produk deterjen.

TINJAUAN PUSTAKA

Deterjen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), deterjen adalah bahan pembersih pakaian (seperti sabun) yang tidak dibuat dari lemak atau soda dan berupa tepung atau cairan.

Periklanan

Iklan dapat diartikan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pengiklan serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Menurut Kotler (2003), periklanan adalah segala bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara non-personal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran.

(25)

(price), tempat (place) dan promosi (promotion). Sedangkan bauran promosi merupakan alat untuk mengimplementasikan konsep komunikasi pemasaran yang terdiri atas lima variabel, yaitu : periklanan (advertising), penjualan personal (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), publisitas (publicity) dan pemasaran langsung (direct marketing) (Kotler, 2003). Dari kelima variabel tersebut advertising merupakan alat promosi yang paling umum dan paling banyak digunakan khususnya untuk produk konsumsi. Meskipun tidak secara langsung berakibat terhadap pembelian, advertising merupakan sarana untuk membantu pemasaran yang efektif untuk menjalin komunikasi antara perusahaan dengan konsumen dalam usahanya untuk menghadapi pesaing.

Komunikasi pemasaran merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual yang sangat membantu dalam pengambilan keputusan di bidang pemasaran, serta mengarahkan pertukaran agar lebih memuaskan dengan cara menyadarkan semua pihak untuk berbuat lebih baik.

Beberapa istilah dalam periklanan, antara lain :

1. Spot.

Ruang iklan di televisi yang diisi dengan tayangan iklan atau pesan layanan masyarakat.

2. TVR (TV Rating).

Persentase jumlah penonton pada stasiun televisi tertentu dibandingkan jumlah total penonton televisi dalam periode waktu tertentu.

Satu (1) rating artinya 1% dari khalayak pemirsa mempunyai kesempatan sekali untuk melihat satu kali penayangan.

Media Televisi

Dalam periklanan secara umum dikenal dua jenis media yaitu :

1) Media lini atas (above the line media) terdiri dari iklan-iklan yang dimuat dalam media cetak, media elektronik, serta media luar ruang,

2) Media lini bawah (below the line media) terdiri dari seluruh media selain media diatas, seperti penjualan langsung melalui surat (direct mail), pameran, display untuk mendukung penjualan (point of sale display material) dan kalender.

Menurut Kasali (1992), televisi sebagai salah satu jenis media lini atas memiliki kekuatan dan kelemahan sebagai media beriklan. Kekuatannya antara lain :

1. Efisiensi biaya. Televisi menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas yang tidak dapat dicapai oleh media lainnya. Jangkauan masal ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap kepala.

2. Dampak yang kuat. Kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen, dengan tekanan pada sekaligus dua indera yaitu penglihatan dan pendengaran.

3. Pengaruh yang kuat. Mempunyai kemampuan yang kuat untuk mempengaruhi persepsi khalayak sasaran.

Sedangkan kelemahannya,antara lain : 1. Biaya yang besar. Sekalipun biaya untuk

menjangkau setiap kepala adalah rendah, biaya absolut untuk memproduksi dan menyiarkan yang sangat besar dapat membatasi niat pengiklan.

2. Khalayak yang tidak selektif. Segmentasinya tidak setajam surat kabar atau majalah. Iklan-iklan yang disiarkan di televisi memiliki kemungkinan menjangkau pasar tidak tepat.

3. Kesulitan teknis. Iklan-iklan yang sudah dibuat tidak dapat diubah begitu saja jadwalnya, apalagi menjelang jam-jam penyiaran.

Adex (Advertising Expenditure)

Data Adex (Advertising Expenditure) merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Nielsen Media Research. Data Adex ini diperoleh melalui pemantauan aktivitas periklanan atau kategori produk pada media televisi, surat kabar dan majalah untuk kemudian dihitung nilai belanja iklannya. Tidak semua media cetak dihitung nilai iklannya karena Nielsen Media Research memiliki standar dimana media yang dimonitor harus berusia minimal satu tahun dan harus ada iklannya.

(26)

perusahaan rating. Pada alat ini juga terdapat handset (seperti remote control) yang sudah diprogram untuk mencatat setiap anggota rumah tangga yang ada mulai dari ayah, ibu, anak bahkan pembantu. Kemudian setiap yang menonton televisi akan menekan tombol yang sudah ditentukan untuk responden tersebut atau menekan kembali jika selesai menonton. Teknologi peoplemeter hanya mengukur jumlah penonton yang sedang menonton paling tidak 1 menit (minimum 17 detik). Dalam penentuan responden, digunakan penarikan contoh acak bertingkat pada 9 kota besar (Jabotabek, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar, Medan dan Palembang) dan dikontrol berdasarkan kelas sosial ekonomi (SES) yang ada, juga berdasarkan rumah tangga yang memiliki televisi. Adapun kriteria responden adalah pria dan wanita usia 5 tahun keatas di rumah tangga yang memiliki televisi dalam keadaan baik.

Adex diperlukan baik oleh media, biro iklan dan pengiklan antara lain sebagai patokan dalam menentukan anggaran belanja iklan suatu produk, untuk mengevaluasi kinerja produk yang diiklankan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi pemilihan media beriklan, untuk mengetahui pangsa belanja iklan serta pola beriklan suatu produk maupun kategori produk pada media (Nielsen Media Research, 2007).

Statistika Deskriptif

Statistika deskriptif adalah bidang statistika yang membicarakan cara atau metode mengumpulkan, menyederhanakan, dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi. Dalam statistika deskriptif belum sampai pada upaya menarik suatu kesimpulan, tetapi baru sampai pada tingkat memberikan suatu bentuk ringkasan data sehingga khalayak atau masyarakat awam statistika pun dapat memahami informasi yang terkandung dalam data (Mattjik & Sumertajaya, 2002).

Biplot

Biplot dapat menyajikan secara simultan n obyek pengamatan dan p peubah pada suatu ruang bidang datar secara visual, sehingga ciri-ciri peubah dan obyek pengamatan serta posisi relatif antar obyek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis (Jollife, 2002).

Biplot merupakan teknik statistika deskriptif dimensi ganda yang dikembangkan

oleh Gabriel (1971) dengan mendasarkan pada penguraian nilai singular (PNS) atau Singular Value Decomposition (SVD).

Misalkan suatu matriks data X berukuran nxp yang berisi n obyek pengamatan dan p peubah yang dikoreksi terhadap nilai rata-ratanya dan berpangkat r, dapat dituliskan menjadi :

X = U L A’ ... (1)

dimana matriks U dan A masing-masing berukuran (nxr) dan (pxr) sehingga U’U=A’A = Ir (matriks identitas berdimensi r).

Sedangkan L adalah matriks diagonal berukuran (rxr) dengan unsur-unsur diagonalnya adalah akar kuadrat dari akar ciri X’X dengan λ1 ≥ λ2 ≥ ... ≥ λr .

Unsur-unsur diagonal matriks L ini disebut nilai singular dari matriks X.

Kolom matriks A adalah vektor ciri yang berpadanan dengan akar ciri λ dari matriks X’X. Kolom-kolom matriks A ini disebut vektor singular baris yang merupakan landasan orthonormal baris-baris matriks X dalam ruang dimensi p. Sedangkan Kolom-kolom matriks U disebut vektor singular kolom yang merupakan landasan orthonormal baris-baris matriks X dalam ruang dimensi n. Dengan penjabaran persamaan (1) menjadi:

X = U Lα L1-α A’ ... (2)

Misalkan G = U Lα serta H’ = L1-α A’. Hal ini berarti unsur ke-(i,j) matriks X dapat dituliskan sebagai berikut :

X ij= gi’hj ... (3)

dimana: i = 1,2,3,...,n j = 1,2,3,...,p dengan gi’ dan hj’ masing-masing merupakan baris-baris matriks G dan H (Sumertajaya, Bambang S dan Heriyanto, 1997).

Nilai α yang digunakan dapat merupakan nilai sembarang (0 α 1), tetapi pengambilan nilai-nilai ekstrim α=1 dan α=0 akan berguna dalam interpretasi biplot (Jollife, 2002).

≤ ≤

Jika α = 0, maka G = U dan H = AL, sehingga diperoleh :

X’X = (GH’)’(GH’) = HG’ GH’ = HU’ UH’

= HH’ ...(4)

(27)

korelasi antara peubah ke-j dan ke-k ditunjukkan oleh nilai kosinus sudut antara vektor hjdan hk.

Jarak Euclid antara objek pengamatan ke-h dan ke-i dalam biplot akan sebanding dengan jarak Mahalanobis antara pengamatan ke-h dan ke-i (Sumertajaya, Bambang S dan Heriyanto, 1997).

Jika α = 1, maka G = UL dan H = A, sehingga diperoleh hubungan:

XX’ = (GH’)(GH’)’ = GH’ HG’ = GA’ AG’

= GG’ ...(5)

Pada keadaan ini jarak Euclid antara gh dan giakan sama dengan jarak Euclid antara xh dan xi . Selain itu vektor pengaruh baris ke-i sama dengan skor komponen utama untuk individu ke-i dari hasil analisis komponen utama. Hal ini dapat dijelaskan secara aljabar, karena G=UL sehingga unsur ke-k dari gi adalah uik√λk = Zik yang merupakan skor

komponen utama ke-k dari pengamatan ke- i dan dari H=A diperoleh bahwa vektor pengaruh lajur hj sama dengan aj, yaitu vektor

pembobot peubah ke-j pada komponen utama ke-k (Sumertajaya, Bambang S dan Heriyanto, 1997).

Biplot merupakan upaya membuat gambar di ruang berdimensi banyak menjadi gambar di ruang berdimensi dua. Pereduksian dimensi ini mempunyai konsekuensi berkurangnya informasi yang terkandung dalam biplot. Biplot yang mampu memberikan informasi sebesar 70% dari seluruh informasi dianggap cukup mewakili dari karakteristik populasi yang ada (Sartono, 2003).

Besarnya keragaman yang diterangkan oleh biplot didefinisikan sebagai :

ρ2 = (λ

1+λ2)/Σpi=1 λi ... (6)

keterangan:

λ1 = Akar ciri terbesar pertama

λ2 = Akar ciri terbesar kedua

λi = Akar ciri terbesar ke-i dari X’X

i = 1, 2, …, p.

Menurut Gabriel (1971), aproksimasi matriks X dengan biplot yang diperoleh dari matriks pendekatan berpangkat dua dapat memberikan penyajian yang baik mengenai informasi-informasi yang terdapat pada data asal apabila ukuran aproksimasi ρ2

semakin mendekati nilai 1.

Informasi yang diperoleh dari Biplot (Sartono, 2003) :

1. Kedekatan antar obyek.

Dua obyek dengan karakteristik sama akan digambarkan sebagai dua faktor yang posisi-nya berdekatan.

2. Keragaman peubah.

Peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek sedangkan peubah yang ragamnya besar digambarkan sebagai vektor yang panjang. 3. Hubungan antar peubah :

Biplot akan menggambarkan peubah sebagai garis berarah. Dua peubah yang memiliki korelasi positif tinggi akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit (< 900), sedangkan dua peubah yang memiliki korelasi negatif tinggi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut tumpul (> 900). Hal ini berkaitan dengan nilai kosinus dari sudut yang dibentuk oleh kedua peubah (Sumertajaya, Bambang S dan Heriyanto, 1997).

4. Nilai peubah pada suatu obyek.

Karakteristik suatu obyek bisa disimpulkan dari posisi relatifnya yang paling dekat dengan suatu peubah.

Penerapan analisis biplot sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, diantaranya :

1. Nur Raharjo (2001) dalam tulisannya menjelaskan mengenai penggunaan analisis biplot untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap bermacam – macam merek produk sabun mandi batangan yang menjadi Top of Mind (TOM).

2. Nila Meita Sari (2002) menjelaskan mengenai penggunaan analisis biplot untuk mendeskripsikan dan memetakan stasiun televisi berdasarkan kecenderungan karakteristik demografi pemirsanya.

3. Heny Susilowati (2003) menjelaskan mengenai penggunaan analisis biplot untuk mendeskripsikan karakteristik penggemar yang merokok pada setiap jenis acara TV berdasarkan beberapa peubah demografi yaitu jenis kelamin, kelompok umur, pendidikan terakhir, pekerjaan dan pengeluaran keluarga per bulannya.

(28)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data Adex (Advertising Expenditure) untuk iklan produk deterjen pada media televisi selama periode 1 Januari 2006 – 31 Desember 2006 yang diperoleh penulis dari tempat praktek lapang yaitu PT. Hotlinetama Sarana (Hotline Advertising).

Dari data belanja iklan (Adex) yang diperoleh, terdapat 19 merek deterjen yang beriklan pada 11 stasiun televisi nasional di Indonesia (Lampiran 1). Dalam penelitian ini kesembilan belas merek deterjen ini dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan merek utamanya, sehingga hanya terbentuk 8 merek utama kategori produk deterjen yang dijadikan acuan untuk analisis biplot, antara lain deterjen A, B, C, D, E, F,G dan H.

Delapan merek utama diatas diperlakukan sebagai obyek pengamatan, sedangkan peubah yang digunakan dalam analisis biplot yaitu 7 stasiun televisi swasta dari 11 stasiun televisi nasional yang digunakan oleh merek-merek produk deterjen untuk beriklan. Maksud dari hanya memilih 7 stasiun televisi swasta karena data dalam Adex menunjukkan bahwa 7 stasiun televisi swasta inilah yang digunakan oleh 8 merek utama produk deterjen untuk beriklan. Jadi pada masing-masing media televisi terdapat biaya belanja iklannya untuk setiap merek kategori produk deterjen. Adapun ketujuh peubah media televisi tersebut, antara lain V1, V2, V3, V4, V5, V6 dan V7.

Metode

Langkah – langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Melakukan analisis statistika deskriptif terhadap data belanja iklan produk deterjen pada media televisi menggunakan diagram lingkaran (pie chart) dan diagram batang (bar chart) . 2. Melakukan analisis biplot terhadap data

belanja iklan tersebut untuk mendeskripsikan penggunaan media televisi untuk kegiatan periklanan pada kategori produk deterjen.

Adapun tahapan dalam analisis biplot, antara lain :

1. Menyiapkan gugus data yang akan digunakan (data berukuran nxp)dimana 8 merek utama produk deterjen sebagai

objek pengamatan (n) dan 7 stasiun televisi swasta sebagai peubah (p).

2. Membangun matriks data X (gugus data yang dikoreksi terhadap rataan masing-masing peubah).

3. Mencari akar ciri (λi) dan vektor ciri (ai)

dari matriks X’X.

4. Membuat matriks L , A ,dan matriks U. 5. Membuat matriks G = ULα serta

H’= L1-αA’ dengan menggunakan α=0., karena biplot lebih menekankan pada posisi relatif objek atau pengamatan terhadap peubah.

6. Mengambil 2 kolom pertama dari matriks G dan 2 baris pertama dari matriks H’. 7. Membuat grafik koordinat dari masing –

masing matriks dari langkah 6, dimana setiap baris dari 2 kolom pertama matriks G merupakan koordinat (x,y) untuk masing-masing objek, sedangkan setiap kolom dari 2 baris pertama matriks H’ merupakan koordinat (x,y) untuk setiap peubah.

8. Menghitung keragaman yang dapat diterangkan oleh biplot.

Semua tahapan metode yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan software Microsoft Excel 2003 dan SAS version 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Belanja Iklan Produk Deterjen

(29)

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data Adex (Advertising Expenditure) untuk iklan produk deterjen pada media televisi selama periode 1 Januari 2006 – 31 Desember 2006 yang diperoleh penulis dari tempat praktek lapang yaitu PT. Hotlinetama Sarana (Hotline Advertising).

Dari data belanja iklan (Adex) yang diperoleh, terdapat 19 merek deterjen yang beriklan pada 11 stasiun televisi nasional di Indonesia (Lampiran 1). Dalam penelitian ini kesembilan belas merek deterjen ini dikelompokkan terlebih dahulu berdasarkan merek utamanya, sehingga hanya terbentuk 8 merek utama kategori produk deterjen yang dijadikan acuan untuk analisis biplot, antara lain deterjen A, B, C, D, E, F,G dan H.

Delapan merek utama diatas diperlakukan sebagai obyek pengamatan, sedangkan peubah yang digunakan dalam analisis biplot yaitu 7 stasiun televisi swasta dari 11 stasiun televisi nasional yang digunakan oleh merek-merek produk deterjen untuk beriklan. Maksud dari hanya memilih 7 stasiun televisi swasta karena data dalam Adex menunjukkan bahwa 7 stasiun televisi swasta inilah yang digunakan oleh 8 merek utama produk deterjen untuk beriklan. Jadi pada masing-masing media televisi terdapat biaya belanja iklannya untuk setiap merek kategori produk deterjen. Adapun ketujuh peubah media televisi tersebut, antara lain V1, V2, V3, V4, V5, V6 dan V7.

Metode

Langkah – langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Melakukan analisis statistika deskriptif terhadap data belanja iklan produk deterjen pada media televisi menggunakan diagram lingkaran (pie chart) dan diagram batang (bar chart) . 2. Melakukan analisis biplot terhadap data

belanja iklan tersebut untuk mendeskripsikan penggunaan media televisi untuk kegiatan periklanan pada kategori produk deterjen.

Adapun tahapan dalam analisis biplot, antara lain :

1. Menyiapkan gugus data yang akan digunakan (data berukuran nxp)dimana 8 merek utama produk deterjen sebagai

objek pengamatan (n) dan 7 stasiun televisi swasta sebagai peubah (p).

2. Membangun matriks data X (gugus data yang dikoreksi terhadap rataan masing-masing peubah).

3. Mencari akar ciri (λi) dan vektor ciri (ai)

dari matriks X’X.

4. Membuat matriks L , A ,dan matriks U. 5. Membuat matriks G = ULα serta

H’= L1-αA’ dengan menggunakan α=0., karena biplot lebih menekankan pada posisi relatif objek atau pengamatan terhadap peubah.

6. Mengambil 2 kolom pertama dari matriks G dan 2 baris pertama dari matriks H’. 7. Membuat grafik koordinat dari masing –

masing matriks dari langkah 6, dimana setiap baris dari 2 kolom pertama matriks G merupakan koordinat (x,y) untuk masing-masing objek, sedangkan setiap kolom dari 2 baris pertama matriks H’ merupakan koordinat (x,y) untuk setiap peubah.

8. Menghitung keragaman yang dapat diterangkan oleh biplot.

Semua tahapan metode yang digunakan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan software Microsoft Excel 2003 dan SAS version 9.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Belanja Iklan Produk Deterjen

(30)
[image:30.595.317.511.105.239.2]

Gambar 1. Persentase belanja iklan produk deterjen pada media televisi, surat kabar dan majalah

Diantara 19 merek deterjen yang beriklan pada 11 stasiun televisi nasional tahun 2006 (Lampiran 1), terdapat enam merek produk deterjen yang paling banyak mengeluarkan biaya belanja iklan dibandingkan dengan merek-merek lainnya Keenam merek deterjen tersebut adalah E1, G, F1, D, C1 dan E2, namun urutan pertama ditempati oleh E1 kemudian disusul oleh G. Sejak meluncurkan deterjen E1, perusahaan publik ini tidak pernah berhenti promosi. Setiap tahun perusahaan ini selalu menghabiskan 10% dari total penjualannya demi nama yang sudah melekat di benak konsumen. Tingginya total belanja iklan deterjen E1 dibandingkan dengan merek-merek deterjen lainnya khususnya pada media televisi menandakan bahwa E1 merupakan pemimpin nomor satu di pasar deterjen Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 160000

A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 F3 F4 F5 F6 G H

(d al am j u taa n r u p ia h )

Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa pengiklan cenderung menggunakan media televisi V7 sebagai pilihan utama untuk mengiklankan produk deterjen. Hal ini dapat dilihat dari tingginya total belanja iklan pada peubah media televisi tersebut yaitu sebesar 92.51 miliar. Besarnya total belanja iklan yang dikeluarkan berkorelasi positif dengan frekuensi beriklan suatu produk, jadi semakin sering frekuensi beriklan produk deterjen pada suatu media televisi maka total belanja

iklan yang dikeluarkannya pun semakin meningkat.

t el evisi 9 9 .16 %

sur at kab ar 0 .14 % majalah

0 . 7%

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000

V1 V2 V3 V4 V5 V6 V7 V8 V9 V10 V11

(d a lam j u taan r u p iah )

Gambar 3. Total belanja iklan produk deterjen pada sebelas stasiun televisi nasional

Salah satu hal yang mengakibatkan tingginya total belanja iklan pada peubah media V7 adalah karena jangkauan biaya untuk satu kali penayangan iklan pada media ini cukup rendah. Namun ternyata pilihan pengiklan belum dapat dikatakan efektif dan efisien dalam pemasangan iklan karena jumlah perolehan rata-rata TV rating untuk media televisi ini cukup rendah dibandingkan TV rating media televisi lainnya.

[image:30.595.317.503.556.727.2]

Berbeda dengan peubah media V7, walaupun pada peubah media V11 biaya untuk satu kali penayangan iklannya cukup rendah namun pengiklan jarang yang menggunakan media televisi ini untuk mengiklankan produk deterjen karena selain kualitas program kurang sesuai dengan image produk, penonton pada media televisi V11 juga kurang sesuai dengan target market dari produk deterjen. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Jangkauan biaya belanja iklan untuk masing-masing stasiun televisi. Stasiun

televisi

Range cost per spot

Rata-rata TV Rating V1 3 juta - 45 juta 3.1 V2 1.8 juta - 45 juta 1.3 V3 0.9 juta - 40 juta 0.98 V4 3 juta - 40 juta 2.43 V5 1.6 juta - 34 juta 1.48 V6 1.8 juta - 30 juta 0.99 V7 2.4 juta - 18 juta 0.75 V8 1.8 juta - 50 juta 3.14 V9 2.1 juta - 21 juta 0.37 V10 3.6 juta - 45 juta 1.29

V11 3 juta 0.3

(31)

Di mensi on 2 ( 16. 5%)

- 100 0 100 200

A B

C D

E F

G H

V1

V2 V3 V4

V5

V6 V7

Di mensi on 1 ( 76. 5%)

[image:31.595.94.503.69.357.2]

- 100 0 100 200

Gambar 4. Hasil analisis biplot merek deterjen terhadap media televisi yang digunakan untuk Beriklan

Hasil Analisis Biplot

Data Belanja Iklan(Adex) Media Televisi

Gambar

Gambar 1. Persentase belanja iklan produk
Gambar 4. Hasil analisis biplot merek deterjen terhadap media televisi yang digunakan untuk
Gambar 1. Persentase belanja iklan produk
Gambar 4. Hasil analisis biplot merek deterjen terhadap media televisi yang digunakan untuk

Referensi

Dokumen terkait