• Tidak ada hasil yang ditemukan

TA : Rancang Bangun Aplikasi Diagnosa Penyakit Hepatitis Menggunakan Certainty Factor.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TA : Rancang Bangun Aplikasi Diagnosa Penyakit Hepatitis Menggunakan Certainty Factor."

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGUNAKAN CERTAINTY FACTOR

TUGAS AKHIR

Nama : Erista Pramana NIM : 07.41010.0359 Program : S1 (Strata Satu) Jurusan : Sistem Informasi

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA

2012

STIKOM

(2)

MENGGUNAKAN CERTAINTY FACTOR

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Komputer

Oleh :

Nama : Erista Pramana NIM : 07.41010.0359 Program : S1 (Strata Satu) Jurusan : Sistem Informasi

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA

2012

STIKOM

(3)

viii

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Penyakit Hepatitis ... 6

2.1.1 Hepatitis A ... 7

2.1.2 Hepatitis B ... 9

2.1.3 Hepatitis C ... 12

2.2 Meal Plan Penderita Hepatitis ... 15

2.3 Forward Chaining ... 18

2.4 Certainty Factor...18

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM ... 24

3.1 Analisis Permasalahan ... 24

3.2 Perancangan Sistem ... 27

STIKOM

(4)

ix

3.2.3 Flow Chart Aplikasi Diagnosis Penyakit Hepatitis Menggunakan

Certainty Factor ... 33

3.2.4 Entity Relationship Diagram ... 41

3.2.5 Struktur Tabel ... 44

3.2.6 Perancangan Input/Output ... 55

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI ... 73

4.1 Implementasi Sistem ... 73

4.1.1 Kebutuhan Hardware (Perangkat Keras) ... 73

4.1.2 Kebutuhan Perangkat Lunak ... 74

4.2 Implementasi Aplikasi ... 74

4.2.1 Form Login ... 75

4.2.2 Form Manajemen User ... 76

4.2.3 Form Data Penyakit ... 77

4.2.4 Form Data Gejala... 79

4.2.5 Form Data Parameter Gejala ... 80

4.2.6 Form Data Terapi... 83

4.2.7 Form Data Tindakan ... 85

4.2.8 Form Data Rekam Medik ... 86

4.2.9 Form Data Makanan ... 89

4.2.10 Form Data Jenis Menu ... 91

4.3 Evaluasi Sistem ... 95

4.3.1 Evaluasi Uji Coba Dasar Aplikasi Validasi ... 95

4.3.2 Evaluasi Uji Coba Transaksi... 100

STIKOM

(5)

x

5.1 Kesimpulan ... 139 5.2 Saran ... 139 DAFTAR PUSTAKA...141

STIKOM

(6)

xi

Gambar 3.1 Perancangan Arsitektur Aplikasi Diagnosis Penyakit Hepatitis ... 30

Gambar 3.2 Dependency Diagram ... 31

Gambar 3.3 Flowchart Proses Diagnosis ... 34

Gambar 3.4 Flowchart Perhitungan Certainty Factor ... 35

Gambar 3.5 Conceptual Data Model (Cdm) ... 42

Gambar 3.6 Physical Data Model (Pdm) ... 43

Gambar 3.7 Halaman Home Publik ... 55

Gambar 3.8 Halaman Form Registrasi User ... 56

Gambar 3.9 Perancangan Halaman Home User ... 57

Gambar 3.10 Perancangan Halaman Diagnosis...57

Gambar 3.11 Perancangan Halaman Hasil Diagnosis...58

Gambar 3.12 Perancangan Halaman Home Admin...59

Gambar 3.13perancangan Halaman Maintenance Data Penyakit...60

Gambar 3.14 Perancangan Halaman Detail Penyakit...61

Gambar 3.15 Perancangan Halaman Maintenance Tingkat Penyakit...61

Gambar 3.16 Perancangan Halaman Tingkat Penyakit... 64

Gambar 3.17 Perancangan Halaman Maintenance Gejala...64

Gambar 3.18 Perancangan Halaman Detail Gejala ... 66

Gambar 3.19 Perancangan Halaman Maintenance Data Makanan...66

Gambar 3.20 Perancangan Halaman Form Rekam Medik ... 68

Gambar 3.21 Perancangan Halaman Set Rule... 69

Gambar 3.22 Perancangan Halaman General Rule...69

STIKOM

(7)

xii

Gambar 4.1 Halaman Log In ... 75

Gambar 4.2 Halaman Manajemen User ... 76

Gambar 4.3 Halaman Data Penyakit ... 78

Gambar 4.4 Halaman Data Gejala ... 79

Gambar 4.5 Halaman Tambah Data Gejala ... 80

Gambar 4.6 Halaman Data Peremeter Gejala ... 81

Gambar 4.7 Halaman Tambah Data Parameter Gejala ... 82

Gambar 4.8 Halaman Data Terapi ... 83

Gambar 4.9 Halaman Tambah Data Terapi ... 84

Gambar 4.10 Halaman Data Tindakan ... 85

Gambar 4.11 Halaman Tambah Data Tindakan ... 86

Gambar 4.12 Halaman Data Rekam Medik ... 87

Gambar 4.13 Halaman Tambah Data Rekam Medik ... 88

Gambar 4.14 Halaman Data Makanan ... 90

Gambar 4.15 Halaman Tambah Data Makanan ... 90

Gambar 4.16 Halaman Data Jenis Menu... 92

Gambar 4.17 Halaman Tambah Data Jenis Menu ... 92

Gambar 4.18 Halaman Data Menu Makanan ... 94

Gambar 4.19 Halaman Tambah Data Menu Makanan ... 94

Gambar 4.20 Login Sukses Menuju Halaman Admin ... 97

Gambar 4.21 Login Gagal ... 97

Gambar 4.22 Penambahan Data Makanan Berhasil ... 99

STIKOM

(8)

xiii

Gambar 4.25 Data pada Tabel Rekam Medik Bertambah...101

Gambar 4.26 Muncul Pesan “ Data Tidak Boleh Kosong”...102

Gambar 4.27 Muncul Pesan “ Data Tidak Harus Angka”...103

Gambar 4.28 Informasi Data Penyakit...104

Gambar 4.29 Informasi Data Gejala...105

Gambar 4.30 Data Awal pada Data Menu Makanan ... 106

Gambar 4.31 Data pada Tabel Menu Makanan Bertambah ... 106

Gambar 4.32 Muncul Pesan “ Data Tidak Boleh Kosong”...106

Gambar 4.33 Muncul Pesan “ Data Tidak Harus Angka”...107

Gambar 4.34 Informasi Data Penyakit pada Menu...108

Gambar 4.35 Informasi Total Kalori Makanan pada Menu ... 108

Gambar 4.36 Data Awal pada Data Terpi...109

Gambar 4.37 Data pada Tabel Terapi Bertambah...109

Gambar 4.38 Muncul Pesan “ Data Tidak Boleh Kosong”...110

Gambar 4.39 Informasi Data Tindakan Terapi...111

Gambar 4.40 Data Awal pada Data Tingkat Penyakit ... 112

Gambar 4.41 Data pada Tabel Tingkat Penyakit Bertambah ... 112

Gambar 4.42 Muncul Pesan “ Data Tidak Boleh Kosong”...113

Gambar 4.43 Muncul Pesan “ Data Tidak Harus Angka”...114

Gambar 4.44 Informasi Parameter Nilai Tingkat Kepastian Penyakit...115

Gambar 4.45 Informasi Data Tindakan Terapi...116

Gambar 4.46 Data Awal pada Data Rule Penyakit ... 116

STIKOM

(9)

xiv

Gambar 4.49 Penambahan Data Pada Parameter Gejala ... 117

Gambar 4.50 Hasil Proses General Rule pada Gejala Dan Parameter Gejala ... 118

Gambar 4.51 Muncul Pesan “ Data Tidak Boleh Kosong”...118

Gambar 4.52 Tampilam Pertanyaan Identifikasi Gejala ... 119

Gambar 4.53 Hasil Diagnosis Kasus 1 ... 121

Gambar 4.54 Hasil Diagnosis Kasus 2...123

Gambar 4.51 Hasil Diagnosis Kasus 3...125

Gambar 4.56 Hasil Diagnosis Kasus 4 ... 127

Gambar 4.57 Hasil Diagnosis Kasus 5 ... 129

Gambar 4.58 Perbandingan Jumlah Penyakit ... 130

Gambar 4.59 Gejala Hasil Diagnosis Aplikasi ... 131

Gambar 4.60 Perhitungan Kombinasi Gejala Penyakit Hepatitis A ... 135

Gambar 4.62 Laporan Hasil Diagnosis ... 137

STIKOM

(10)

xv

Tabel 2.1 Pebedaan Virus Hepatitis A – E ... 6

Tabel 2.2 CF Value Interpretation ... 21

Tabel 3.1 Perencanaan Makanan (Meal Plan) 2100 kkal Hepatitis A ... 27

Tabel 3.2 Decision Table Rule Set 2 ... 32

Tabel 3.3 Tabel User ... 44

Tabel 3.4 Tabel Penyakit... 45

Tabel 3.5 Tabel Gejala ... 45

Tabel 3.6 Tabel Terapi ... 46

Tabel 3.7 Tabel Tindakan ... 46

Tabel 3.8 Tabel Makanan ... 47

Tabel 3.9 Tabel Menu Makanan ... 47

Tabel 3.10 Tabel Jenis Menu Makanan ... 48

Tabel 3.11 Tabel Rule ... 48

Tabel 4.1 Data Login ... 76

Tabel 4.2 Data User ... 77

Tabel 4.3 Data Penyakit ... 78

Tabel 4.4 Data Gejala ... 80

Tabel 4.5 Data Parameter Gejala ... 82

Tabel 4.6 Data Terapi ... 84

Tabel 4.7 Data Tindakan ... 86

Tabel 4.8 Data Rekam Medik ... 88

Tabel 4.9 Data Makanan ... 91

STIKOM

(11)

xvi

Tabel 4.12 Test Case Data Login ... 96

Tabel 4.13 Test Case Data Master ... 98

Tabel 4.14 Test Case Transaksi Data Rekam Medik ... 101

Tabel 4.15 Test Case Transaksi Data Menu Makanan ... 105

Tabel 4.16 Test Case Transaksi Data Terapi ... 109

Tabel 4.17 Test Case Transaksi Data Tingkat Kepastian Penyakit ... 111

Tabel 4.18 Test Case Transaksi Data General Rule ... 115

Tabel 4.19 Riwayat Pasien pada Data Rekam Medik Kasus 1 ... 120

Tabel 4.20 Input pada Aplikasi Dignosis Kasus 1 ... 120

Tabel 4.21 Riwayat Pasien pada Data Rekam Medik Kasus 2 ... 122

Tabel 4.22 Input pada Aplikasi Dignosis Kasus 2 ... 122

Tabel 4.23 Riwayat Pasien pada Data Rekam Medik Kasus 3 ... 123

Tabel 4.24 Input pada Aplikasi Dignosis Kasus 3 ... 124

Tabel 4.25 Riwayat Pasien pada Data Rekam Medik Kasus 4 ... 125

Tabel 4.26 Input Pada Aplikasi Dignosis Kasus 4 ... 126

Tabel 4.27 Riwayat Pasien pada Data Rekam Medik Kasus 5 ... 127

Tabel 4.28 Input pada Aplikasi Dignosis Kasus 5 ... 128

STIKOM

(12)

xvii

Lampiran 1 Biodata Penulis...142

Lampiran 2 Daftar Gelaja dan Indikasi Penyakit Hepatitis...143

Lampiran 3 Decission Table...150

Lampiran 4 Hasil Uji Coba Aplikasi...157

Lampiran 5 Laporan Hasil Konsultasi...172

Lampiran 6 Meal Plan Hasil Konsultasi...173

Lampiran 7 Nota Dinas Penelitian...174

Lampiran 8 Surat Keterangan Penelitian...175

STIKOM

(13)

Penderita hepatitis di Indonesia diperkirakan cukup tinggi. Setengah dari jumlah itu diduga memiliki penyakit liver kronis, dengan 10 persen di antaranya menjadi kanker liver. Gejala yang nampak pada penyakit ini mirip dengan penyakit biasa menyebabkan sering diabaikan oleh sebagian besar orang. Sehingga, sering dijumpai penyakit ini sudah pada kondisi akut dan kronis yang sulit untuk disembuhkan hingga menyebabkan kematian.

Kekurangan media informasi yang mudah diakses dari seorang pakar kesehatan atau dokter spesialis penyakit merupakan salah satu penyebabnya. Aplikasi yang dibangun akan bisa membantu penderita hepatitis dalam mendiagnosis dan memberikan informasi tentang penyakit hepatitis yang dialami. Informasi yang dihasilkan aplikasi berupa tingkat keyakinan terjangkitnya penyakit hepatitis berdasarkan gejala fisik yang dialami yang dihitung menggunakan Certainty Factor. Certainty Factor merupakan perhitungan tingkat kepastian terhadap kesimpulan yang diperoleh dan dihitung berdasarkan nilai probabilitas penyakit karena adanya evident / gejala.

Berdasarkan evaluasi hasil uji coba, aplikasi sistem pakar untuk diagnosis penyakit hepatitis menggunakan Certainty Factor yang telah dibuat mampu mendiagnosis penyakit hepatitis yang dialami penderita dan memberikan nilai kepastian terhadap penyakit yang diderita serta menghasilkan data hasil diagnosis yang berisi tentang terapi penyakit dan meal plan menu makanan yang dapat membantu user memberikan solusi terhadap penyakit hepatitis yang diderita.

Kata kunci : hepatitis, Certainty Factor, evident, Diagnosis, meal plan

STIKOM

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia. Hati merupakan organ tubuh manusia yang sangat penting yang memiliki fungsi sebagai saringan atas setiap masuknya partikel berbahaya yang masuk ke tubuh seseorang.

Seseorang apabila mengidap penyakit tersebut maka tidak ada lagi bagian tubuhnya yang dapat menangkal partikel berbahaya atau racun kedalam tubuh sehingga dapat menimbulkan resiko kematian. Virus hepatitis ini memiliki tingkat keganasan yang lebih besar daripada virus berbahaya lainnya termasuk HIV Aids (Green, 2005).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari dua miliar penduduk dunia terinfeksi hepatitis B dengan angka kematian 250 ribu orang per tahun dan 170 juta penduduk dunia mengidap hepatitis C dengan tingkat kematian 350 ribu orang per tahun. Jumlah penderita hepatitis di Indonesia diperkirakan sebanyak 30 juta orang yang mengidap penyakit hepatitis B dan C. Setengah dari jumlah itu diduga memiliki penyakit liver kronis, dengan 10 persen di antaranya menjadi kanker liver (Fauzy, 2011).

Saat ini, penderita Hepatitis sering mengalami keterlambatan penanganan medis. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan waktu untuk melakukan konsultasi ke dokter dan gejala yang nampak pada penyakit ini mirip dengan penyakit biasa sering diabaikan oleh sebagian besar orang. Sehingga, sering dijumpai penyakit

STIKOM

(15)

ini sudah pada kondisi kronis yang menyebabkan kematian karena sudah mencapai tahap akut dan sulit untuk disembuhkan.

Kebutuhan informasi yang cepat dan tepat dari seorang pakar kesehatan atau dokter spesialis penyakit dalam sangatlah dibutuhkan, hal inilah yang mendorong pembangunan aplikasi diagnosa Hepatitis untuk diwujudkan. Penanganan solusi kesehatan Hepatitis akan sangat membantu terutama dalam hal mendiagnosis, menentukan jenis hepatitis yang diderita dan terapi yang dibutuhkan.

Dalam penerapan teknologi Artificial Intelligence, terutama dalam sistem pakar, ada beberapa aturan yang sering digunakan, salah satunya adalah

Certainty Factor. Certainty Factor merupakan perhitungan tingkat kepastian

terhadap kesimpulan yang diperoleh yang dihitung berdasarkan nilai probabilitas penyakit karena adanya evident / gejala (Pearl, 2000).

Menurut Kusrini (2008) perhitungan dengan menggunakan metode ini, dalam sekali hitung hanya dapat mengolah dua jenis data saja sehingga keakuratannya dapat terjaga. Hasil uji coba sistem dengan menggunakan metode

Certainty Factor juga menunjukkan bahwa sistem mampu melakukan diagnosis

penyakit kelamin pria (Hartati, 2005) dan penyakit TBC (Kusrini dan Hartati, 2006) berdasarkan gejala-gelaja yang diderita pasien. Meskipun gejala-gejala tersebut mengandung ketidakpastian nilai yang menunjukkan tingkat kebenaran hasil diagnosis. Dari uraian beberapa sumber inilah dijadikannya alasan, mengapa Metode Ceratinty Factor digunakan pada implementasi aplikasi ini.

Sistem aplikasi yang akan dibuat diharapkan dapat membantu seseorang dalam mendiagnosis dan menenentukan penyakit hepatitis yang diderita

STIKOM

(16)

berdsarkan gejala fisik yang dialami serta dapat memberikan solusi atau terapi apa yang harus dilakukan untuk mengatasi penyakit yang dideritanya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana merancang dan membangun aplikasi sistem pakar yang dapat mendiagnosis penyakit hepatitis dengan menggunakan Certainty Factor.

1.3 Pembatasan Masalah

Batasan masalah dari sistem yang dibahas adalah sebagai berikut : 1. Mendiagnosis penyakit Hepatitis berdasarkan gejala fisik.

2. Penyakit yang akan didiagnosis adalah penyakit Hepatitis A, Hepatitis B dan Hepatitis C.

3. Input berupa gejala-gejala penyakit Hepatitis seseorang.

4. Perhitungan menggunakan tingkat kepastian Certainty Factor yang menunjukkan ukuran kepastian terhadap suatu fakta (penyakit) berdasarkan data rekam medik RSU Haji Surabaya.

5. Representasi pengetahuan yang digunakan adalah berbasis rule menggunakan metode Forward Chaining.

6. Aplikasi yang dibuat menggunakan bahasa pemrograman berbasis web.

1.4 Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan tujuan tugas akhir ini yaitu merancang dan membangun aplikasi sistem pakar yang dapat mendiagnosis penyakit Hepatitis dengan menggunakan Certainty Factor.

STIKOM

(17)

1.5 Sistematika Penulisan

Laporan tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, dimana masing–masing Bab terdiri dari sub–sub Bab yang menjelaskan isi dari bab-bab tersebut. Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab Pendahuluan menguraikan tentang latar belakang permasalahan, sedangkan inti dari permasalahan digambarkan dalam perumusan masalah, pembatasan masalah menjelaskan batasan-batasan dari sistem yang dibuat sehingga tidak keluar dari ketentuan yang telah ditetapkan, tujuan penelitian berupa harapan dari hasil yang akan dicapai dari sistem informasi tersebut.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada Bab Landasan Teori berisi teori penunjang yang diharapkan dapat menjelaskan secara singkat mengenai landasan teori terkait tentang permasalahan yang dihadapi. Pada Bab Landasan Teori meliputi: Penyakit Hepatitis dan Certainty Factor.

BAB III ANALISIS DAN PERENCANAAN SISTEM

Bab Analisa dan Perancangan berisi tentang proses analisa masalah, perancangan sistem, pembuatan program serta evaluasi yang dijelaskan dengan Diagram Alir Sistem (System Flow Diagram), Diagram Alir Data (Data Flow Diagram / DFD) dan Entity Relationship Diagram (ERD).

STIKOM

(18)

BAB IV :IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Bab Implementasi dan Evaluasi berisi tentang pembuatan aplikasi mulai dari tampilan halaman utama sampai dengan tampilan akhir dari aplikasi yang telah dibuat.

BAB V :PENUTUP

Bab Penutup berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang bermanfaat untuk peningkatan efisiensi sistem dan pengembangan sistem sebelumnya yang sekiranya dapat bermanfaat bagi pembaca.

STIKOM

(19)

6 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penyakit Hepatitis

Hepatitis adalah kelainan hati berupa peradangan (sel) hati. Peradangan ini ditandai dengan meningakatan kadar enzim hati. Peningkatan ini disebabkan adanya gangguan atau kerusakan membran hati. Ada dua faktor penyebabnya yaitu faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor penyebab infeksi antara lain virus hepatitis dan bakteri. Selain karena virus Hepatitis A, B, C, D, E dan G masih banyak virus lain yang berpotensi menyebabkan hepatitis misalnya

adenoviruses , CMV , Herpes simplex , HIV , rubella ,varicella dan lain-lain.

Sedangkan bakteri yang menyebabkan hepatitis antara lain misalnya bakteri

Salmonella typhi, Salmonella paratyphi , tuberkulosis , leptosvera. Faktor

non-infeksi misalnya karena obat. Obet tertentu dapat mengganggu fungsi hati dan menyebabkan hepatitis (Dalimartha,2008). Perbedaan jenis virus hepatitis seperti terdapat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pebedaan Virus Hepatitis A – E

Keterangan

Virus Hepatitis

A B C D E

Genom RNA DNA RNA RNA RNA

Keluarga Picorna Hepadna Flavi/Pest i

Viroid Calcili

Masa Ink. 15-45 hari 30-180 hari

15-150 hari

30-180 hari 30-180 hari Penularan Fekal/Oral Darah/sek

ret

Darah Darah Darah

Tipe Peny. Akut Akut/kron is

Akut/kron is

Akut/kronis Akut

Gejala Ringan- Ringan- Ringan Ringan-

Ringan-STIKOM

(20)

Keterangan

Virus Hepatitis

A B C D E

berat berat berat berat

Karier Tidak Ya Ya Ya Tidak

Sirosis Tidak Ya Ya Ya Tidak

Hepatoma Tidak Ya Ya Ya Tidak

Mak SGPT 800-1000 1000-1500

300-800 1000-1500 800-1000

Fluk SGPT Tidak Tidak Ya tidak tidak

Pengobatan simptomati k Simptoma tik Anti-viral Simptoma tik Anti-viral Simptomati k Anti-viral simptoma tik

Virus yang menyebabkan virus hepatitis berada didalam cairan tubuh manusia yang sewaktu-waktu bisa ditularkan ke orang lain. Memang sebagian orang yang terinfeksi virus ini bisa sembuh dengan sendirinya namun demikian virus akan menetap dalam tubuh seumur hidup.

2.1.1 Hepatitis A

Penyebab penyakit adalah virus hepatitis A (HAV), picornavius berukuran 27-nm (yaitu virus dengan positive stain RNA). Virus tersebut dikelompokkan kedalam Hepatovirus, anggota famili Picornaviridae. Gejala hepatitis A pada orang dewasa diwilayah nonendemis biasanya ditandai dengan demam, malaise, anoreksia, nausea, gangguan abdomial diikuti dengan gagngguan ikterus dalam beberapa hari. Disebagian negara berkembang virus Hepatitis A terjadi pada amasa anak-anak umumnya asimtomastis atau gejala sakit ringan. Infeksi yang terjadi pada usia selanjutnya hanya dapat diperiksa melalui pemeriksaan laboratorium terhadap fungsi hati. Disebagian besar wilayah dunia muncul secara sporadis sebagai wabah dengan kecenderungan muncul

STIKOM

(21)

secara siklis. Dinegara sedang berkembang umumnya orang dewasa sudah kebal dengan virus tersebut sehingga jarang terjadi. Namun dengan adanya perbaikan sanitasi lingkungan disebagian besar negara di dunia ternyata membuat penduduk golongan dewasa muda menjadi lebih rentan sehinnga frekuensi terjadi KLB cenderung meningkat.

Dinegara-negara maju penularan penyakit terjadi karena kontak dalan lingkungan keluarga dan kontak seksual dengan penderita akut, dan juga muncul secara sporadis di tempat-tempat penitipan anak usia sebaya, menyerang wisatawan yang bepergian ke negara dimana penyakit tersebut endemis, menyersi ang pengguna suntikan pecandu obat terlarang dan pria homoseksual. Didaerah dengan sanitasi lingkungan yang rendah, infeksi umumnya terjadi pada usia yang sangat muda.

Tes darah pada hepatitis ini mencari 2 jenis antibodi terhadap antivirus, yang dari disebut IgM dan IgG (Ig adalah singkatan dari Imunoglobullin). Pertama dicari antibodi IgM, yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh yang dibuat lima sampai sepuluh hari sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalang waktu enam bulan. Kedua adalah mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV.

Tidak ada obat khusus yang dapat langsusng menyembuhkan Hepatitis A. Pengobatan yang diberikan biasanya hanya bersifat supportif. Pada umumnya terapi pengobatan yang disarankan dokter adalah sebagai berikut :

a. Tirah baring (bedrest) yaitu istirahat total ditempat tidur diawal fase penyakit.

STIKOM

(22)

b. Pengaturan pola makan. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan mengurangi keluhan yang ada. Sebaiknya makan makanan yang tinggi protein dan karbohidrat tetapi rendah serat. Misalnya dengan membagi dan disantap 5-6 kali sehai. Usahakan mengkonsumsi makanan yang lebih lembut seperti sup, bubur, nasi tim, yoghurt, dan jus buah-buahan.

c. Simptomatik yaitu memberi pengobatan berdasarkan keluhan yang ada. Memberikan paracetamol diberikan pada penderita demam dan sakit kepala, antasida diberikan bila mual dan muntah, dan obat tradisional lainnya yang mempercepat penyembuhan dan turunnya transaminase (SGPT,SGOT). d. Perawatan di rumah sakit bila penderita muntah terus menerus sehingga

memerlukan cairan infus atau penyakitnya bertambah berat (fulminan).

2.1.2 Hepatitis B

Penyebab penyakit ini adalah virus hepatitis B (HBV), termasuk

hepadnavirus, berukuran 42-nm double straned DNA virus dengan terdiri dari neucleocapsid core (HBc Ag) berukuran 27 mm, dikelilingi oleh lapisan lippoprotein dibagian luarnya yang berisi antigen permukaan (HBsAg). Hanya

sedikit saja dari mereka yang terinfeksi hepatitis B (HVB) akut yang menunjukkan gejala klinis.

Kurang dari 10% pada anak-anak dan 30%-50% pada orang dewasa dengan efisiensi Hepatitis B (HBV) akut akan berkembang menjadi icteric. Pada penderita yang menunjukan gejala klinis, timbulnya gejala biasanya insidious, dan anorexia, gangguan abdominal yang samar-samar,mual dan muntah, kadang-kadang disertai arthralgia dan trash dan sering berembang menjadi jaundice. Demam ringan atau mungkin tidak sama sekali.

STIKOM

(23)

Tersebar diseluruh dunia, endemis atau variasi musiman. WHO memperkirakan lebih dari 2 milyar orang terinveksi HBV (termasuk 350 juta kronis). Setiap tahun sekitar 1 juta orang meninggal akibat terinfeksi HBV dan lebih dari 4 juta kasus klinis terjadi. Dinegara dimana HBV endemis tinggi (prlevansi HbsAg berkisar atas 8 %), infeksi biasanya terjadi pada semua golongan umur. Meskipun angka infeksi kronis tinggi terutama disebabkan karena terjadi penularan selama kehamilan dan pada masa bayi dan anak-anak.

Dinegara-negara dengan masa endemisitas yang rendah (prelevansi HbsAg kurang dari 2%) sebagian infeksi terjadi pada dewasa muda khususnya diantara orang yang diketahui sebagai kelompok resiko. Namun walaupun dinegara dengan endemisitas HBV rendah, proporsi infeksi kronis sangat tergantung dengan umur. Sebagian besar infeksi tidak akan dapat dicegah dengan program imunisasi hepatitis B perinatal oleh karena infeksi terjadi pada anak-anak yang ibunya mempunyai HbsAg negatif.

Hepatitis B didiagnosis dengan tes darah yang mencari antigen (pecahan antivirus Hepatitis B) tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh anti sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap antibodi). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi HBV mencari suatu antigen-HbsAg (antigen permukaan atau surface HBV) dan dua antibodi yaitu anti-HBs (antibodi terhadap antigen permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti atau core HBV). Ada dua type antibodi anti-HBc yang dibuat yaitu antibodi IgM (HBcIgM) dan antibodi IgG (HBcIgG).

Tes darah yang dipakai untuk diagnosis HBV dapat membingungkan, karena ada beberapa kombinasi antigen dan antibodi yang berbeda, dan

masing-STIKOM

(24)

masing kombinasi mempunyai artinya sendiri . bila tidak pernah terinfeksi atau pernah difaksinasi terhadap HBV, kita tidak membutuhkan tes tambahan. Bila kita baru-baru ini terinfeksi HBV atau Hepatitis B akut, sebaiknya kita tes ulang setelah 6 bulan untuk meyakinkan sudah didapatkan kekebalan yang dibutuhkan.

Bila terkena hepatitis B kronis,maka dibutuhkan tes tambahan. Tes ini diminta oleh dokter untuk mengetahui apakah infeksinya aktif dan seberapa luar kerusakannya pada hati.

Pada umumnya terapi dan pengobatan Hepatitis B adalah untuk menghilangkan keluhan dan gejala klinis yang ada, mempersingkat lamanya sakit, dan mencegah komplikasi seperti hepatitis fluminan yang dapat menyebabkan kematian. Penatalaksanaan terpai dan pengobatan pada penderita antara lain :

a. Tirah baring (bedrest) yaitu intirahat total ditempat tidur diawal fase penyakit.

b. Diet. Penderita harus mendapat cukup kalori dengan ukuran 30-35 kalori per kilogram berat badan atau sekitar 150-175% dari kebutuhan kalori basal. Makanan yang kaya hidrat arangkompleks yaitu 300-400 gram per hari agar dapat melindungi protein tubuh.protein atau asam amino diberikan sebanyak 0,75 gram per kilogram berat badan.

c. Obat-obatan. Kortikosteroid, mengurangi proses peradangan hati, sehingga edema sel berkurang dan statis (sumbatan) aliran empedu menghilang sehingga terjadi penurunan bilirubin. Imunomodulator, golongan obat ini dapat memodulasi sistem kekebalan tubuh. Simptomatik yaitu memberi pengobatan berdasarkan keluhan yang ada. Memberikan paracetamol

STIKOM

(25)

diberikan pada penderita demam dan sakit kepala, antasida diberikan bila mual dan muntah, dan obat tradisional lainnya yang mempercepat penyembuhan.

d. Pada tahap kronis malakukan pengobatan dengan IFN (interferon), yang merupakan salah satu unsur penting dalam sistem kekebalan alamiah disamping ikut mengatur sistem kekebalan yang didapat.

e. Adenosine arabinoside (ARA-A) f. Ribavirin (new atirival agent) g. Penekan virus (viral supressors) h. Obat Imunomodulator

2.1.3 Hepatitis C

Penyebab penyakit adalah virus hepatitis C (HCV) yang merupakan virus RNA dengan amplop, diklasifikasikan ke dalam genus berbeda (Hepacavirus) dari famili Flaviviridae. Paling sedikit ada 6 genotipe yang berbeda dan lebih dari 90 subtipe HCV yang diketahui saat ini. Gejala penyakit ini umumnya insidious,bisa disertai anoreksida, gangguan abdominal tidak jelas, mual dan muntah-muntah, berlanjut menjadi icterus (jaundience) lebih jarang jika dibandingkan dengan Hepatitis B.

Meskipun infeksi pertama mungkin asimtomatis (lebih dari 90% kasus) atau ringan, namun sebagian besar (diantara 50%-80% kasus) akan menjadi kronis. Pada orang yang mengalamin infeksi kronis, sekitar separuh dapat berkembang menjadi cirrhosis atau kanker hati.

Hepatitis jenis ini tersebar diseluruh dunia. Prevelnsi HCV berhubungan langsung dengan prevelansi orang yang menggunakan jarum suntik bersama

STIKOM

(26)

dikalangan pecandu obat terlarang dan prevelensi kebiasaan menggunakan alat suntik yang tidak steril ditempat pelayanan kesehatan.

Menurut WHO pada akhir tahun 1990an diperkirakan 1% penduduk dunia terinveksi HCV. Di Eropa dan Amerika Utara prevelensi hepatitis C sekitar 0,5% sampai 2,4%. Sedangkan dibeberapa tempat seperti di Afrika prevalensinya mencapai 4%. Hampir 1,5 juta orang terinfeksi oleh HCV di Eropa dan sekitar 4 juta orang di Afrika.

Tes antibodi HCV mendiagnosis inveksi HCV mulai dari tes antibodi. Antibodi terhadap HCV biasanya terdeteksi setelah 6-7 minggu setelah virus tersebut masuk kedalam tubuh, walaupun kadang kala untuk beberapa orang dibutuhkan tiga bulan aatu lebih. Bila tes antibodi HCV positif, tes ulang biasanya untuk konfirmasi. Tes konfirmasi ini dapat tes antibodi lain atau tes PCR.

Bila tes positif untuk antibodi HCV, ini berarti pernah terkena virus tersebut pada suatu waktu. Karena kurang lebih 20% orang yang terinfeksi HCV sembuh tanpa memakai obat biasanya setelah 6 bulan setelah terinfeksi. Untuk mencari HCV dokter akan menerima tes PCR kualitatif untuk menentukan adanya virus hepatitis C di dalam tubuh seseorang.

Pengobatan Hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh anda telah melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 15% yang berhasil, pengobatan tetap diperlukan untuk mencegah Hepatitis C kronis dan membantu mengurangi kemungkinan hati menjadi rusak.

STIKOM

(27)

Kadangkala, pengobatan Hepatitis C memerlukan waktu yang lama, dan tidak dapat membantu. Tetapi karena penyakit ini dapat menjadi parah sepanjang waktu, sangatlah penting untuk mencari pengobatan yang tepat dari dokter anda.

Diagnosis dan pengobatan awal sangatlah mendesak dan penting. Persentase yang signifikan dari orang yang melakukannya dapat sembuh dari Hepatitis C dan menunjukan perbaikan hatinya.

Tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati.

Kebanyakan bentuk interferon alfa hanya dapat bertahan satu hari tetapi dapat dimodifikasi melalui proses pegilasi untuk membuatnya bertahan lebih lama. Meskipun interferon alfa dapat digunakan sebagai obat Hepatitis C tunggal termasuk pegylated interferon, penelitian menunjukkan lebih efektif bila dikombinasi dengan anti virus ribavirin.

a. Interferon alfa

Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya. Obat yang direkomendasikan untuk penyakit Hepatitis C kronis adalah dari inteferon alfa bisa dalam bentuk alami ataupun sintetisnya. b. Pegylated interferon alfa

Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang disebut

"polyethylene glycol (PEG)" dengan molekul interferon alfa. Modifikasi interferon alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan

STIKOM

(28)

lebih efektif dalam membuat respon bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C kronis dibandingkan interferon alfa biasa.

c. Ribavirin

Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk pengobatan Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif melawan virus Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi interferon alfa, lebih efektif daripada inteferon alfa sendiri.

Pengobatan ini telah diterima berdasarkan kemampuannya dalam menghasilkan respon melawan virus pada penderita penyakit Hepatitis C kronis.

Penderita dikatakan memiliki respon melawan virus jika jumlah virus Hepatitis C begitu rendah sehingga tidak terdeteksi pada tes standar RNA virus Hepatitis C dan jika level tersebut tetap tidak terdeteksi selama lebih dari 6 bulan setelah pengobatan selesai.

Pengobatan HCV biasanya berjalan selama 3-12 bulan. Tujuan pengobatan HCV adalah untuk memberantas virus, dan tetap bebas virus selama enam bulan setelah pengobatan selesai. Hal ini disebut tanggapan virologi tetap (sustained virological response / SVR), atau “penyembuhan”. Setelah pengobatan, kurang lebih 45% pasien dengan HCV genotipe 1 dan 80% pasien dengan genotipe 2 atau 3 mencapai SVR.

2.2 Meal Plan Penderita Hepatitis

Perencanaan makan (meal planing) merupakan istilah yang pemakaiannya akhir-akhir ini mulai dikembangkan secara internasional pada penderita hepatitis. Tujuan perencanaan makanan dalam jangka pendek adalah mempertahankan status gizi optimal tanpa memberatkan fungsi hati sehingga

STIKOM

(29)

dapat menghilangkan keluhan penyakit hepatitis. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah meningkatkan regenerasi jaringan hati, mencegah kerusakan lebih lanjut, meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa dan mencegah koma hepatik (Hartono, 2010).

Menghindari makan terlalu berlemak tinggi seperti makanan gorengan, kentang goreng dan sebagian besar makanan cepat saji. Penting untuk mempertahankan pemasukan protein dan berat badan yang cukup. Protein hewani mencakup daging, ikan, telur, unggas dan produk susu. Daging tidak berlemak adalah yang terbaik.

Penderita hepatitis A harus mendapat asupan kalori dengan ukuran 35-45 kalori per kilogram berat atau sekitar 2100 kalori perhari. Makanan yang kaya hidrat arang kompleks yaitu 350-400 gram per hari agar dapat melindungi protein tubuh. Protein atau asam amino diberikan sebanyak 0,75 gram dan lemak sedang tidak lebih dari 55 gram per hari. Bentuk makanan tergantung kesanggupan penderita. Apakah dapat menerima jenis makanan biasa atau lunak.

Pada penderita hepatitis B, membutuhkan asupan kalori dengan ukuran 30-35 kalori per kilogram berat badan atau sekitar 150-175% dari kebutuhan kalori basal atau sekitar 1800-1900 kalori perhari. Dengan rincian makanan yang kaya hidrat arang kompleks yaitu 300 gram per hari agar dapat melindungi protein tubuh. Protein atau asam amino diberikan sebanyak 60 gram dan lemak rendah tak lebih dari 40 gram perhari. Bentuk makanan lunak bila ada keluhan mual dan muntah, atau makanan biasa sesuai dengan kemampuan saluran cerna.

Sedangkan penderita hepatitis C, penderita harus mendapat asupan kalori dengan ukuran 25-30 kalori per kilogram berat badan atau sekitar 1500-1600

STIKOM

(30)

kalori perhari. Dengan rincian makanan yang kaya hidrat arang kompleks yaitu 286 gram per hari. Protein atau asam amino diberikan sebanyak 53 gram dan lemak rendah tak lebih dari 38 gram perhari. Makanan diberikan sebaiknya dalam bentuk cincang atau lunak.

Dalam penentuan perencanaan makanan yang harus diperhatikan adalah jumlah kalori yang diberikan harus habis, jadwal pengaturan makanan harus diikuti sesuai dengan intervalnya yaitu tiga jam dan jenis makanan yang dihindari adalah makanan yang mengandung tinggi lemak.

2.3 Forward Chaining

Forward chaining adalah suatu metode dari mesin inferensi untuk

memulai penalaran atau pelacakan suatu data dari fakta-fakta yang ada menuju suatu kesimpulan. Dalam forward chaining, kaidah intrepeter mencocokan fakta dalam basis data dengan situasi yang dinyatakan dalam bagian sebelah kiri atau kaidah if. Bila fakta yang ada dalam basis data sudah sesuai dengan kaidah if, maka kaidah akan distimulasi.

[image:30.595.43.525.197.717.2]

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat alur dari metode forward chaining seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram Blok Metode Forward Chaining

STIKOM

(31)

Dependency diagram di dalam sistem pakar berfungsi untuk menunjukan

hubungan atau ketergantungan antara inputan pertanyaan, rules, nilai dan rekomendasi yang dibuat oleh prototype sistem berbasis pengetahuan (Dologite, 1993). Contoh dari dependency diagram dapat di lihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Dependency diagram

2.5 Certainty Factor

Certainty Theory ini diusulkan oleh Shortliffe dan Buchanan pada tahun

1975 untuk mengakomadasi ketidakpastian pemikiran (inexact reasoning) seorang pakar. Teori ini berkembang bersamaan dengan pembuatan sistem pakar MYCIN. Team pengembang MYCIN mencatat bahwa dokter sering kali menganalisa informasi yang ada dengan ungkapan seperti misalnya: mungkin, kemungkinan besar, hampir pasti. Untuk mengakomodasi hal ini tim MYCIN menggunakan

Certainty Factor (CF) guna menggambarkan tingkat keyakinan pakar terhadap

masalah.

Misalnya jika seseorang mengalami sakit kepala, demam dan bersin-bersin ada kemungkinan orang tersebut terserang penyakit flu, tetapi bukan berarti apabila seseorang mengalai gejala tersebut pasti terserang penyakit flu. Certainty

S e t 2 R u le 6 -8 S et 3 R u le 9 -1 1 S e t 1 R u le 1 -5 Member Status Problem Recommended Support ? member (yes,no) ? ID_Valid (yes,no) ? reason

(new_case, follow_up_case, information_other) ? temperature

(normal, Abnormal, not_known) ? Other_symptoms (yes, no) Level_1 Level_2 Level_3 Information_other Non_member (ok, not_ok)

(serious, not_serious)

STIKOM

(32)

Factor (CF) menujukkan ukuran kepastian terhadap suatu fakta atau aturan

(Kusumadewi, 2003).

Dalam mendiagnosis suatu penyakit, hubungan antar gejala dengan hipotesis sering tidak pasti. Sangat dimungkinkan beberapa aturan menghasilkan suatu hipotesis dan suatu hipotesis menjadi evidence bagi aturan lain. Konsdisi tersebut dapat digambarkan seperti Gambar 2.1.

A

C D F

B E

Gambar 2.1 Jaringan penalaran certainty factor

Dari gambar 4 menunjukkan bahwa certainty factor dapat digunakan untuk menghitung perubahan derajat kepercayaan dari hipotesis F ketika A dan B bernilai benar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengkombinasikan semua certainty factor pada A dan B menuju F menjadi sebuah alur hipotesis certainty factor berikut ini :

JIKA (A DAN B) MAKA F

Kondisi tersebut dapat digambarkan seperti berikut :

[image:32.595.55.556.170.680.2]

AB F

Gambar 2.2 Kombinasi Certainty factor

0,8

0,5

0,7 0,9

-0,3

STIKOM

(33)

Tingkat kepastian terhadap kesimpulan yang diperoleh, dihitung berdasarkan nilai probabilitas penyakit karena adanya evident / gejala tertentu (Pearl,2000). Jika ada gejala penyakit sebagai hipothesis maka tingkat kepastian diformulasikan sebagai CF (Pk,G) :

CF (Pk,G) = MB (Pk,G) – MD (Pk,G) ... (2.1) dengan :

dengan :

CF (Pk,G) tingkat kepastian penyakit Pk, berdasarkan gejala G.

MB (Pk,G) pengukuran tingkat kepastian penyakit Pk, karena adanya gejala G.

MD (Pk,G) pemgukuran tingkat ketidakpercayaan penyakit Pk, berdasarkan gejala G.

P(Pk\G) probabilitas penyakit Pk dengan diketahui gejala G telah terjadi. P(Pk) probabilitas penyakit Pk.

...(2.2)

...(2.3)

...(2.4)

...(2.5)

STIKOM

(34)

Apabila terdapat gejala-gejala yang berbeda menyebabkan penyakit yang sama, maka mis gejala G (G1, G2 ... Gn) menyebabkan penyakit Pk, maka terdapat nilai E(E1, E2 ... En) juga menyebabkan penyakit Pk, maka terdapat nilai CF1(Pk,G) dan CF2(Pk,E). Tingkat kepastian yang dihasilkan oleh sistem dalam menentukan diagnosa adalah CF kombinasi seperti yang dirumuskan pada persamaan :

Analogi persamaan CF kombinasi, apabila dalam membentuk knowledge base setiap setiap kaidah diagnosa sudah diberi tingkat kepastian dari pakar, dan setiap gejala yang diderita pasien diberi tingkat kepercayaan dari pasien, maka tingkat kepastian dari sistem ketika menentukan hasil diagnosis (Ignizio,1991).

Dengan menggali dari hasil wawancara dengan pakar . Nilai CF (Rule) didapat dari interpretasi „term‟ dari pakar menjadi nilai CF tertentu seperti pada

Tabel 2.2.

Tabel 2.2 CF Value Interpretation

Certain Term MD/MB

Tidak ada Mungkin Kemungkinan Besar

0 - 0.2 0.4 0.6

...(2.6)

...(2.7)

...(2.8)

STIKOM

(35)

Certain Term MD/MB Hampir Pasti

Pasti

0.8 1.0

Kedua model tersebut membutuhkan peran serta aktif dari pakar yang digunakan sebagai domain knowledge. Hal ini membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup besar untuk mendapatkan hasil, dan hasilnya bersifat subyektif.

Sebagai contoh penerapan perumusan tingkat kepastian diatas, penyakit “X” ditunjukan dengan adannya gejala “a” , gejala “b” dan gejala “c”. Seandainya

diketahui dari data pakar atau dokter bahwa probabilitas penyakit X adalah 0,02, dan dari data lapangan menunjukan bahwa dari 10 penderita penyakit X yang memiliki gejala a adalah 4 orang, yang memiliki gejala b adalah 5 orang dan sisanya adalah orang yang memiliki gejala c.

Maka : P (X) = 0,02 P (X|a) = 0,4 P (X|b) = 0,5 P (X|c) = 0,1

Nilai tingkat kepastian bahwa penyakit X disebabkan oleh adanya gejala

a dihitung menggunakan persamaan 2.3, 2.5 dan 2.1 :

MB (X|a) = ( 0,4 - 0,02 ) / ( 1 - 0,02 ) = 0,38 / 0,98 = 0,39 MD (X|a) = ( 0,02 - 0,02 ) / ( 1 - 0,02 ) = 0 / 0,98 = 0 CF (X|a) = 0,39 – 0 = 0,39

Dengan cara yang sama sistem akan menghitung tingkat kepastian penyakit X berdasarkan gejala b :

STIKOM

(36)

MB (X|b) = ( 0,5 - 0,02 ) / ( 1 - 0,02 ) = 0,48 / 0,98 = 0,49 MD (X|b) = ( 0,02 - 0,02 ) / ( 1 - 0,02 ) = 0 / 0,98 = 0 CF (X|b) = 0,49 – 0 = 0,49

Dengan cara yang sama sistem juga akan menghitung tingkat kepastian penyakit X berdasarkan gejala c :

MB (X|c) = ( 0,1 - 0,02 ) / ( 1 - 0,02 ) = 0,08 / 0,98 = 0,081 MD (X|c) = ( 0,02 - 0,02 ) / ( 1 - 0,02 ) = 0 / 0,98 = 0 CF (X|c) = 081 – 0 = 0,081

Dari ketiga perhitungan diatas, ketika sistem menyimpulkan bahwa penyakit yang diderita pasien adalah penyakit X maka tingkat kepastiannya adalah sebagai berikut berdasarka persamaan 2.6 :

CF kombinasi (CF1,CF2) = 0,39 + 0,49 ( 1 – 0,38) = 0,39 + 0,49 * 0,62

= 0,39 + 0,30 = 0,69

CF kombinasi2 (CF kombinasi,CF3) = 0,69 + 0,081 (1 – 0,081)

= 0,69 + 0,081 * 0,919 = 0,69 * 0,074 = 0,05

Maka dapat disimpulkan tingkat kepastian penyakit X berdasarkan gejala yang dialami yaitu gelala a, gejala b dan dan gejala c adalah 0,05.

STIKOM

(37)

24 BAB III

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1 Analisis Permasalahan

Gejala yang nampak pada penyakit hepatitis mirip dengan gejala penyakit ringan. Hal ini menyebabkan status keadaan umum penderita yang ada adalah tampak sakit biasa. Penderita cenderung memberikan suatu kesalahan penafsiran terhadap penyakit hepatitis yang dialami sehingga diabaikan oleh sebagian besar orang. Sering dijumpai penderita penyakit hepatitis sudah pada kondisi akut sulit untuk disembuhkan dan sudah mencapai tahap kronis hingga menyebabkan kematian.

Kekurangan media informasi yang mudah diakses dari seorang pakar kesehatan atau dokter spesialis penyakit merupakan salah satu penyebabnya. Aplikasi yang dibangun akan bisa membantu penderita hepatitis dalam mendiagnosis dan memberikan informasi tentang penyakit hepatitis yang dialami. Informasi yang dihasilkan aplikasi berupa tingkat keyakinan terjangkitnya penyakit hepatitis berdasarkan gejala fisik yang dialami.

Seorang dokter dalam mendiagnosis suatu penyakit adalah dengan melihat gejala-gejala klinis yang dialami pasien. Gejala-gejala tersebut didapatkan dari hasil jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh dokter kepada pasien, dokter kemudian membuat kesimpulan penyakit yang diderita pasien serta cara penyembuhannya. Pengobatan dan rujukan yang diberikan dokter sesuai dengan penyakit yang dialami pasien.

STIKOM

(38)

Cara diagnosis dokter tersebut memiliki persamaan dengan model aplikasi diagnosis penyakit hepatitis dengan menggunakan Certainty Factor. Representasi penafsiran analisis dokter dinyatakan dalam bentuk rule sebagai tempat menyimpan pengetahuan dan analisa dari dokter dalam aplikasi. Dimana keduanya dalam menyimpulkan suatu keputusan mengacu pada suatu fakta-fakta gejala yang didapatkan. Gejala-gejala yang diberikan oleh pasien, pada Certainty

Factor akan diberikan nilai tingkat keyakinan yang akan digunakan untuk

mengukur tingkat kepastian suatu penyakit yang dialami pasien seperti yang dilakukan dokter.

Untuk membuat aplikasi diagnosis penyakit hepatitis secara akurat, diperlukan data mengenai jenis penyakit hepatitis, data gejala-gejala penyakit, data jenis terapi, data tindakan terapi dan data rekam medik. Data rekam medik merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen yang berisikan tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan. Sumber data atau informasi bisa kita dapatkan dari seorang ahli, dan berbagai literatur mengenai penyakit, sedangkan data rekam medik bisa kita peroleh dari rumah sakit. Berikut Gambaran umum mengenai proses diagnosis pasien penderita penyakit hepatitis.

Data penyakit, gejala, terapi, dan tindakan yang didapatkan dari para ahli medis dan rekam medik akan dimasukkan kedalam sistem untuk proses dan diolah yang kemudian akan dijadikan informasi jenis penyakit hepatitis yang dialami. Proses tersebut dimulai dengan membuat Tabel penyakit,Tabel gejala, dan Tabel terapi beserta detailnya, serta pembuatan Tabel rekam medik.

STIKOM

(39)

Pada Tabel gejala dan penyakit akan dilakukan proses penghitungan tingkat probabilitas gejala terhadap penyakit yang dialami sesuai dengan data rekam medik yang telah dimasukkan kedalam Tabel. Nilai probabilitas inilah yang menjadi acuan dalam perhitungan Certainty Factor . Sedangkan untuk data terapi dokter akan melakukan penentuan bagaimana terapi itu akan diterapkan terhadap penyakitnya.

Terapi hepatitis akan disesuaikan dengan jenis penyakit hepatitis itu sendiri. Terapi yang dijalankan penderita dimaksudkan untuk dapat mempertahankan status gizi optimal tanpa memberatkan fungsi hati sehingga dapat meningkatkan regenerasi jaringan hati dan mencegah kerusakan lebih lanjut, meningkatkan fungsi jaringan hati yang tersisa serta mencegah koma hepatik.

Dalam penentuan perencanaan makanan yang harus diperhatikan adalah jumlah kalori yang diberikan harus habis, jadwal pengaturan makanan harus diikuti sesuai dengan intervalnya yaitu tiga jam dan jenis makanan yang dihindari adalah makanan yang mengandung tinggi lemak.

Seperti pada penderita hepatitis A harus mendapat asupan kalori dengan ukuran 35-45 kalori per kilogram berat badan atau sekitar 2100 kalori perhari. Makanan yang kaya hidrat arang kompleks yaitu 350-400 gram per hari agar dapat melindungi protein tubuh. Protein atau asam amino diberikan sebanyak 175 gram dan lemak sedang tidak lebih dari 40 gram per hari. Bentuk makanan tergantung kesanggupan penderita. Perencanaan makanan (Meal Plan) Hepatitis A 2100 kkal seperti pada Tabel 3.1

STIKOM

(40)
[image:40.595.58.548.102.749.2]

Tabel 3.1 Perencanaan Makanan (Meal Plan) 2100 kkal Hepatitis A

No. Jenis Menu Makanan Takaran Karbohidrat Protein Lemak Kalori

(gram) (gram) (gram) (gram) (kkal)

1 Makan Pagi Nasi Putih 125 50 5 0 220

Pukul 06.30

Daging

Sapi 25 0 5 3,5 52

Tempe 25 3,5 5 0 34

Sayuran A 125 3,75 12,5 0 65

Sayuran B 25 1 1 0 8

Minyak

Jagung 5 0 0 5 45

2 Selingan Pagi

Kacang

Hijau 50 17,5 30 0 190

Pukul 09.30 Pepaya 100 24 0 0 96

3 Makan Siang Nasi 125 50 5 0 220

Pukul 12.30

Daging

Sapi 50 0 10 7,1 104,2

Tahu 75 4,7 8,1 51,8

Sayuran A 150 4,5 36 0 162

Sayuran B 75 3 3 0 24

Minyak

Jagung 7,5 0 0 7,5 67,5

4 Selingan Sore

Kacang

Hijau 50 17,5 30 0 190

Pukul 15.30 Pisang 100 24 0 0 96

5 Makan Malam Nasi 125 50 5 0 220

Pukul 18.30

Daging

Sapi 25 0 5 3,5 52,1

Sayuran A 125 3,75 30 0 135

Sayuran B 50 2 2 0 16

Minyak

Jagung 7,5 0 0 7,5 67,5

6

Selingan

Malam Pepaya 100 11 43,6

Pukul 21.30

TOTAL KALORI 353,70 163,22 34,28 2160,02

STIKOM

(41)

Untuk membuat sistem aplikasi diharuskan mengidentifikasi para penggunanya, karena pengguna aplikasi inilah yang akan menentukan aplikasi ini berjalan baik dan tidaknya. Pengguna dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu dokter dan user.

Dokter melakukan segala maintenance data yang berkaitan dengan penyakit, gejala dan terapi. Admin melakukan maintenance data yang berkaitan dengan rekam medik dan user. Selain melakukan maintenance terhadap data-data aplikasi dokter dan admin juga dapat melakukan konsultasi sama seperti user. Hal tersebut dilakukan agar dapat melihat dan mengevaluasi apakah informasi pada sistem sudah sesuai yang diharapkan. Sedangkan untuk user atau pengguna hanya bisa melakukan konsultasi yang kemudian menerima informasi penyakit yang diderita, tingkat kepastian penyakit dan terapi untuk sebagai penunjang kesembuhannya.

3.2 Perancangan Sistem

Sebelum proses pembuatan aplikasi, dilakukan proses perancangan sistem. Hal ini dilakukan dengan tujuan supaya aplikasi yang dibuat dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan, yaitu mampu membantu dalam proses penentuan penyakit hepatitis dan terapi penderita hepatitis. Adapun tahapan dalam perancangan sistem yang dilakukan adalah pembuatan Perancangan Arsitektur, System Flow, Data Flow Diagram (DFD),

Entity Relasionship Diagram (ERD), Physical Data Model (PDM).

STIKOM

(42)

3.2.1 Perancangan Arsitektur

Model pengembangan dalam sistem informasi ini berupa Perancangan arsitektur yang terdiri dari tiga pengguna, yaitu dokter dan user umum untuk konsultasi. Perancangan arsitektur untuk Dokter terdiri dari proses Maintenance data penyakit, data gejala, data terapi dan data tindakan, serta proses penentuan terapi yang menjadi parameter dalam mementukan terapi bagi para penderita..

Dokter memberikan masukan berupa data rekam medik yang merupakan status keadaan pasian pada saat melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Perancangan arsitektur dari sisi dokter tidak dapat dipisahkan karena proses perhitungan probabilitas gejala dan penyakit dengan data rekam medik saling berhubungan.

Sedangkan dari user terdiri dari fasilitas input jawaban pertanyaan sesuai dengan gejala yang dialami. Jawaban yang diberikan kepada apalikasi sebagai dasar perhitungan diagnosis menggukan metode Certainty Factor . Dari Gambar dapat dilihat bahwa gejala-gejala yang didapat dari user akan melalui proses diagnosis. Sistem akan melakukan proses perhitungan tingkat keyakinan penyakit Hepatitis menggunakan metode Certainty Factor . Dari perhitungan gejala fisik

user tersebut akan diketuhui kemungkinan orang tersebut menderita penyakit

Hepatitis tipe A, Hepatitis tipe B dan Hepatitis tipe C.

Masukan dari dokter dan admin akan diproses untuk menghasilkan suatu informasi untuk user berupa diagnosis penyakit dan terapi sebagai penunjang kesembuhan penyakit tersebut. Perancangan arsitektur diagnosis penyakit hepatitis menggunakan Certainty Factor dilihat pada Gambar 3.1.

STIKOM

(43)

Data Gejala, Data Penyakit

Menghitung Nilai Probabilitas Gejala Dan

Penyakit Data Rekam Medik

Nilai Probabilitas Gejala dan Penyakit

DIAGNOSIS

(Metode Certainty Factor) Gejala Fisik

OUTPUT : - Hasil Diagnosa - Terapi - Detail Konsultasi Dokter

User Pasien Data Terapi, Data

Tindakan

Penentuan Terapi

Terapi dan tindakan

Gambar 3.1 Perancangan Arsitektur Aplikasi Sistem Pakar untuk Diagnosis Penyakit Hepatitis menggunakan Certainty Factor

3.2.2 Dependency Diagram

Faktor-faktor yang mempengaruhi atau keterkaitan antar gejala dengan jenis-jenis penyakit hepatitis diGambarkan dalam dependency diagram.

Dependency diagram juga berisi Gambaran aturan-aturan yang digunakan dalam

mendiagnosis kemungkinan penyakit hepatitis yang dialami. Dependency diagram diagnosis penyakit hepatitis dilihat pada Gambar 3.2.

STIKOM

(44)

2 Flu Pilek ? (Ya/Tidak)

Radang tenggorokan ? (Ya/ Tidak)

POSITIVE NEGATIVE Batuk berdahak ? (Ya/

Tidak)

3 Demam

Demam tex. >37 C ? (Ya/ Tidak)

Demam Septik ? (Ya/Tidak)

Demam Siklik ? (Ya/Tidak) POSITIVENEGATIVE

5 Malaise

Lemah dan Lesu ? (Ya/ Tidak)

Hipersomia ? (Ya/Tidak)

Stamina menurun ? (Ya/ Tidak)

POSITIVE NEGATIVE

6 ABDOMINAl PAIN

Nyeri pada ulu hati ? (Ya/ Tidak)

Nyeri perut sebelah kanan ? (Ya/Tidak)

Nyeri perut sebelah kiri ?

(Ya/Tidak) POSITIVE

NEGATIVE

7 GOR

Diare ? (Ya/Tidak) Sebah ? (Ya/Tidak)

Kontipasi ? (Ya/Tidak) POSITIVE

NEGATIVE

8 Anoreksia

Nafsu makan menurun ? (Ya/Tidak)

Mual / muntah ? (Ya/Tidak) Berat badan turun ? (Ya/ Tidak)

POSITIVE NEGATIVE

9 Myalgia

Fibromyalgia? (Ya/Tidak) Post exercise muscle

soreness ? (Ya/Tidak) POSITIVE

NEGATIVE

10 Althralgia

Tendinitis? (Ya/Tidak) Septic Arthritis ? (Ya/Tidak)

Bursitis ? (Ya/Tidak) POSITIVE

NEGATIVE

Bintik merah ? (Ya/Tidak) Mata Kuning ? (Ya/Tidak)

11 Jaundience

Menguning wajah ? (Ya/ Tidak)

Menguning telapak tangan dan kaki ? (Ya/Tidak) Menguning pada dada,perut dan bagian tubuh ? (Ya/Tidak)

POSITIVE NEGATIVE

12 BAK +

Merah dan bercampur darah ? (Ya/Tidak) Gelap seperti teh ? (Ya/ Tidak)

POSITIVE NEGATIVE

13 BAB +

Pucat ? (Ya/Tidak) Hitam ? (Ya/Tidak)

POSITIVE NEGATIVE

Muntah darah ? (Ya/Tidak)

1 PENYAKIT Hepatitis A Hepatitis B Hepatitis C Penyakit Lain Perut Membesar ? (Ya/

[image:44.595.44.556.86.719.2]

Tidak)

Gambar 3.2 Dependency Diagram

STIKOM

(45)

Gambar 3.2 menunjukkan hubungan antara nilai-nilai hasil fase rekomendasi pada dependency diagram dibuatlah Tabel keputusan (decision

table). Pada Tabel 3.1 menunjukan salah satu contoh decision table untuk rule set

3 yaitu gejala influenza. Decision table berikut merupakan contoh berdasarkan

dependency diagram , untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada langkah 1 dan 2.

Langkah 1 : Plan

Kondisi : Pilek ? (Ya/Tidak) = 2 Batuk berdahak ? (Ya/Tidak) = 2 Radang tenggorokan? (Ya/Tidak) = 2 Sakit kepala ? (Ya/Tidak) = 2 Jumlah Baris = 2 x 2 x 2 = 8

Langkah 2 : Decision Table

Tabel 3.2 Decision Table Rule Set 2

Rule Pilek Batuk Berdahak

Radang

Tenggorokan INFLUENZA

1 Tidak Tidak Tidak NEGATIF

2 Tidak Tidak Ya POSITIF

3 Tidak Ya Tidak POSITIF

4 Tidak Ya Ya POSITIF

5 Ya Tidak Tidak POSITIF

6 Ya Tidak Ya POSITIF

7 Ya Ya Tidak POSITIF

8 Ya Ya Ya POSITIF

STIKOM

[image:45.595.46.554.161.730.2]
(46)

Dalam Tabel 3.2 rencana decision table adalah untuk rangkaian aturan yang terkait dengan dua kondisi yang masing-masing dapat memiliki sejumlah nilai yang berbeda. Indikasi gejala pilek memiliki dua nilai : apakah Ya atau Tidak. Indikasi gejala pilek memiliki dua nilai : apakah Ya atau Tidak. Indikasi gejala batuk berdahak memiliki dua nilai : apakah Ya atau Tidak. Indikasi gejala tenggorokan radang memiliki dua nilai : apakah Ya atau Tidak. Begitu pula dengan indikasi gejala sakit kepala memiliki dua nilai : apakah Ya atau Tidak.

3.2.3 Flow Chart Aplikasi Sistem Pakar untuk Diagnosis Penyakit Hepatitis Menggunakan Certainty Factor

Flow Chart Aplikasi Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Hepatitis

Menggunakan Certainty Factor memiliki beberapa alur proses bagian-bagian yang berhubungan dengan proses aplikasi. Flow Chart Aplikasi Sistem Pakar untuk Diagnosis dibagi menjadi beberapa proses yakni Flow Chart proses

Diagnosis dan Flow Chart proses Perhitungan Certainty Factor.

A. Flow Chart Proses Diagnosis

Proses diagnosis dimulai ketika mamasukkan gejal-gejala penyakit. Gejala-gejala yang dimasukkan akan diproses melalui rule base untuk mengetahui kemungkinan penyakit berdasarkan penafsiran atau analisa dokter. Rule base atau bisa juga disebut dengan knowledge base merupakan representasi penafsiran analisa dokter dinyatakan dalam bentuk rule atau aturan sebagai tempat menyimpan pengetahuan dan analisa dari dokter dalam aplikasi. Hasil analisis dan perancangan aliran sistem proses diagnosis dapat dilihat pada Gambar 3.3.

STIKOM

(47)

Rule Base

Certainty Factor

Gejala

Penyakit START

END

Gambar 3.3 Flowchart Proses Diagnosis

Proses selanjutnya adalah proses perhitungan tingkat penyakit. Sebelumnya melakukan perhitungan tingkat penyakit terlebih dahulu dilakukan idetifikasi jumlah gejala dan penyakit dari proses idetifikasi rule base. Apakah gejala lebih dari satu, jika lebih dari satu maka aplikasi akan melakukan perhitungan kombinasi dari gejala yang ada. Perhitungan nilai CF akan disimpan kedalam Tabel perhitungan CF penyakit. Hasil dari perhitungan CF akan ditampilkan sebagai hasil dari diagnosis beserta tingkat kemungkinan penyakit.

B. Flow Chart Perhitungan Certainty Factor

Hasil analisis dan rancangan aliran sistem perhitungan Certainty Factor dapat dilihat pada Gambar 3.4.

STIKOM

(48)

Hitung Nilai CF gejala 1 CF (Pk,G) = MB(Pk,G) -MD(Pk,G)

Input Gejala Fisik START

Verifikasi Nilai CF dan CF 2 Nilai Probabilitas

Penyakit P(Pk)

Nilai MB dan MD

(Pemberian nilai keyakinan masing-masing gejala yang dialami pengguna)

MB = max[P(Pk|G) , P(Pk)] - P(Pk)/max[1,0]-P(Pk) MD = min[P(Pk|G) , P(Pk)] - P(Pk)/min[1,0]-P(Pk)

Hitung Nilai CF geljala 2 CF2 (Pk,G) = MB2(Pk,G) -MD2(Pk,G)

Nilai Salah satu < 0 ?

Nilai keduanya > 0 ?

CFcomb = CF + CF2 / 1-min(|CF|,|CF2|)

CFcomb = CF + CF2 (1-CF1)

CFcomb = CF + CF2 (1 + CF)

Tidak Ya Ya Tidak Nilai Cfcomb 1

Hitung Nilai CF geljala 3 CF3 (Pk,G) = MB3(Pk,G) -MD3(Pk,G)

Verifikasi Nilai CFcomb 1 dan CF3

Nilai Salah satu < 0 ?

Nilai keduanya > 0 ?

CFcomb 2= Cfcomb 1 + CF32 /

1-min(|Cfcomb 1|,|CF3|)

Cfcomb 2 = Cfcomb 1 + CF3

(1-Cfcomb 1)

CFcomb 2 = CFcomb 1 + CF3 (1 +

CF) Tidak Tidak Ya Ya Nilai CF Penyakit END

Gambar 3.4 Flowchart Perhitungan Certainty Factor

Certainty Factor (CF) merupakan perhitungan tingkat kepastian terhadap

kesimpulan yang diperoleh yang dihitung berdasarkan nilai probabilitas penyakit karena adanya evident / gejala.

Proses yang dilakukan pada Metode Certainty Factor dibagi beberapa tahap yang direlasikan dengan data training yaitu data rekam medik yang

STIKOM

(49)

diinputkan oleh admin. Pada data tersebut yang dibutuhkan adalah data penyakit dan data-data gejala dari penyakit tersebut.

Pertama adalah pertitungan probabilitas penyakit (dinotasikan dengan P(Pk)) dan gejala (dinotasikan dengan G) dihitung berdasarkan data rekam medik. Misal dari data rekam medik seluruh penderita hepatitis berjumlah 450 orang , dengan rincian dari data tersebut yang tekena Hepatitis A sebanyak 125 orang, Hepatitis B sebanyak 175 orang dan Hepatits C sebanyak 150 orang.

Maka probabilitas penyakitnya adalah : P (Hepatitis A ) = 125 / 450 = 0,277 P (Hepatitis B ) = 175 / 450 = 0,388 P (Hepatitis C ) = 150 / 450 = 0,333

Nilai probabilitas penyakit (P(Pk)) digunakan pada proses selanjutnya yaitu digunakan untuk menghitung nilai Measure of Believe (MB) dan Measure of

Disbelieve (MD) masing-masing gejala terhadap penyakit sesuai dengan

banyaknya gejala yang ada. MB (Measure of Believe) adalah pengukuran tingkat kepastian atau keyakinan penyakit karena adanya gejala yang ada. MD (Measure

of Disbelieve) adalah nilai pengukuran tingkat ketidakpastian atau

ketidakpercayaan penyakit berdasarkan gejala yang ada.

Perhitungan nilai MD dan MB dinotasikan dengan persamaan 2.3 dan 2.5.

Proses perhitungan nilai MB didapat dari nilai maksimal antara probabilitas penyakit Pk terhadap gejala Gn (dinotasikan dengan P(Pk|Gn)) dan probabilitas penyakit (P(Pk)), dikurangi dengan probabilitas penyakit (P(Pk)) kemudian hasilnya dibagi dengan perhitungan Maksimal nilai kepastian dikurangi dengan probabilitas penyakit. Sedangkan nilai MD adalah sebaliknya, nilai

STIKOM

(50)

minimal antara probabilitas penyakit Pk terhadap gejala Gn (dinotasikan dengan P(Pk|Gn)) dan probabilitas penyakit (P(Pk)), dikurangi dengan probabilitas penyakit (P(Pk)) kemudian hasilnya dibagi dengan perhitungan antara minimal nilai kepastian dikurangi dengan probabilitas penyakit

Misal dari data penyakit Hepatitis A, orang yang memiliki gejala demam 20 orang, mata menguning 50 orang, anoreksia 25 orang dan althraga 30 orang, dengan menganggap :

Pk = Hepatitis A G1 = demam

G2 = mata menguning G3 = anoreksia

G2 = althraga

Maka nilai probabilitas penyakit terhadap gejalanya adalah : P (Hepatitis A | demam) = 20 / 125 = 0,16

P (Hepatitis A | mata kuning) = 50 / 125 = 0,4 P (Hepatitis A | anoreksia) = 25 / 125 = 0,2 P (Hepatitis A | althraga) = 30 / 125 = 0,24

Dengan cara yang sama sistem menghitung nilai probabilitas penyakit terhadap gejalanya sebanyak jumlah penyakit dan gejala yang ada pada sistem.

Nilai tingkat keyakinan bahwa Hepatitis A diindikasikan dengan adanya gejala demam dihitung dengan persamaan 2.1 :

MB (Hepatitis A|demam) = (0,277– 0,277) / (1 – 0,277) = 0 / 0,723

= 0

STIKOM

(51)

Sedangkan nilai tingkat ketidakyakinan bahwa Hepatitis A diindikasikan dengan adanya gejala demam dihitung dengan persamaan 3.2 :

MD (Hepatitis A|demam) = (0,16 – 0,277) / (0 – 0,277) = - 0,117 / - 0,125

= 0,936

Dengan cara yang sama sistem menghitung tingkat keyakinan penyakit Hepatitis A berdasarkan gejala mata menguning :

MB (Hepatitis A|mata kuning) = (0,4 – 0,277) / (1 – 0,277) = 0,123 / 0,723

= 0,170

Sedangkan nilai tingkat ketidakyakinan bahwa Hepatitis A diindikasikan dengan adanya gejala demam dihitung dengan persamaan 3.2 :

MD (Hepatitis A| mata kuning) = (0,4 – 0,4) / (0 – 0,277) = 0 / - 0,125

= 0

Dengan cara yang sama sistem menghitung nilai keyakinan (MB) dan ketidakyakinan (MD) terhadap gejalanya sebanyak jumlah penyakit dan gejala yang ada pada sistem.

Nilai MB dan MB akan digunakan untuk menentukan nilai tingkat kepastian (CF) tehadap gejala yang dialami dengan menggunakan persamaan 2.1. Maka nilai ingkat kepastian dari masing-masing gejala terhadap penyakitnya adalah :

CF (Hepatitis A, demam) = MB (Hepatitis A|demam) - MD (Hepatitis A|demam) = 0 – 0,936

STIKOM

(52)

= - 0,936

CF (Hep. A, mata kuning) = MB (Hep.A|mata kuning) - MD (Hep.A|mata kuning) = 0,170 – 0

= 0,170

Dengan cara yang sama sistem menghitung nilai kepastian (CF) penyakit terhadap gejala-gejalanya sebanyak jumlah penyakit dan gejala yang ada pada sistem.

Setelah diketahui nilai tingkat kepastian (CF) penyakit terhadap gejalanya proses selanjutnya menghitung nilai CF kombinasi gejala, karena dimungkinkan gejala yang dialami oleh user tidak hanya satu gejala. Untuk menghitung nilai CF kombinasi ketentuan dan persamaannya adalah :

a. Jika nilai CF dari kedua gejala bernilai positif maka menggunakan persamaan 2.6.

b. Jika salah satu nilai CF dari kedua gejala bernilai negatif maka maka menggunakan persamaan 2.7.

c. Jika nilai CF dari kedua gejala bernilai negatif maka maka menggunakan persamaan 2.8.

Penerapan persamaannya adalah misal dalam konsultasi diagnosis pasien mengalami gejala deman, mata kuning dan althga dengan nilai CF masing gejala adalah demam 0,04, mata kuning 3,39 dan althraga 0,28.

Sistem akan melakukan perhitungan terhadap dua gejala terlebih dahulu yaitu gejala demam dan mata kuning. Sebelumnya sistem akan mengidentifikasi nilai CF dari kedua gejala tersebut apakah keduanya bernilai postif, salah satunya bernilai negatif atau keduanya bernilai negatif. Karena kedua gejala bernilai

STIKOM

(53)

positif maka persamaan yang dipakai untuk menentukan nilai CF kombinasi 1 adalah dengan menggunakan persamaan 2.6 , dengan demikian :

CFkombinasi1 = CF demam + CF mata kuning (1- CF demam)

= 0,04 + 0,39 (1 - 0,04) = 0,43 * 0,96

= 0,412

Selanjutnya sistem akan melakukan perhitungan terhadap kombinasi dua gejala tersebut dengan gejala ketiga yaitu althraga. Sama seperti sebelumnya sistem akan mengidentifikasi nilai CF dari kombinasi kedua gejala tersebut dengan gejala ketiga apakah keduanya bernilai postif, salah satunya bernilai negatif atau keduanya bernilai negatif. Karena CF keduanya bernilai positif maka persamaan yang dipakai untuk menentukan nilai CF kombinasi 1 adalah tetap dengan menggunakan persamaan 3.4, dengan demikian :

CFkombinasi2 = CFkombinasi1 + CF althraga (1 - CFkombinasi1) = 0,412 + 0,28 (1 – 0,412)

= 0,692 * 0,588 = 0,4

Hasil akhirnya adalah nilai perhitungan tingkat kepastian bahwa user menderita hepatitis A dengan gejala demam, mata kuning dan althraga adalah 0,4 atau bisa diterjemahkan ada kemungkinan dia menderita penyakit tersebut.

Dengan cara yang sama sistem menghitung nilai kepastian (CF) kombinasi gejala jumlah penyakit dan gejala yang ada pada sistem kemudian mengambil nilai CF tertinggi dari hasil tersebut. Misal dari hasil gejala tersebut Nilai CF Hepatitis A 0,4 , Hepatitis B 0,6 dan Hepatitis 0,2. Nilai CF tertinggi

STIKOM

(54)

adalah Hepatitis B 0,6 berarti tingkat kepastian bahwa user menderita penyakit hepatitis dengan gejala demam, mata kuning dan althraga adalah penyakit Hepatitis B atau bisa simpulkan kemungkinan besar orang tersebut menderita penyakit Hepatitis B.

3.2.5 Entity Relationship Diagram

Entity

Gambar

Gambar 2.2  Diagram Blok Metode Forward Chaining
Gambar 2.2 Kombinasi Certainty factor
Tabel 3.1 Perencanaan Makanan (Meal Plan) 2100 kkal Hepatitis A
Gambar 3.2 Dependency Diagram
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada aplikasi ini telah dilakukan uji coba oleh pakar ahli yang berfungsi untuk menunjukkan bahwa gejala yang terdapat pada aplikasi sesuai dengan hasil deteksi serta

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dianggap perlu untuk d ilakukan adapun penelitian yang akan dilakukan berjudul “Rancang Bangun Aplikasi Diagnosis

Berdasarkan hasil pengujian kepuasan pengguna yang telah dilakukan, aplikasi sistem pakar diagnosis hama-penyakit pada tanaman sedap malam menggunakan metode naïve

Cara pengujian validitas sistem ini dilakukan dengan membandingkan data penyakit pasien hasil diagnosis dokter dengan hasil analisis diagnosis awal yang dilakukan

Tabel penyakit inilah yang nantinya akan digunakan sebagai hasil diagnosis dari anamnesa yang dilakukan oleh pengguna sistem pakar identifikasi penyakit mulut ini..

Cara pengujian validitas sistem ini dilakukan dengan membandingkan data penyakit pasien hasil diagnosis dokter dengan hasil analisis diagnosis awal yang dilakukan

Dari hasil uji coba yang telah dilakukan sistem telah dapat mendiagnosa penyakit hepatitis A,B,C,D,E berdasarkan gejala-gejala yang dimasukkan pasien.. Kata Kunci:

Layanan Konsultasi Diagnosa Penggunaan layanan konsultasi diawali dengan memilih nomor serta nama pasien yang akan dilakukan penidiagnosaan, setelah itu mencentang gejala-gejala yang