• Tidak ada hasil yang ditemukan

LKP : Sebagai Sound Engineering dalam Pembuatan Video Dokumenter Sampah Visual.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LKP : Sebagai Sound Engineering dalam Pembuatan Video Dokumenter Sampah Visual."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

SEBAGAI SOUND ENGINEERING DALAM PEMBUATAN VIDEO DOKUMENTER

SAMPAH VISUAL LAPORAN KERJA PRAKTIK

Oleh :

Nama : SYAFFRUDIN FAISAL NIM : 11510160004

Program : DIV (Diploma Empat) Jurusan : Komputer Multimedia

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA

2014

(2)

ABSTRAK

SEBAGAI SOUND ENGINEERING

DALAM PEMBUATAN VIDEO DOKUMENTER “SAMPAH VISUAL”

SYAFFRUDIN FAISAL

Program Studi DIV Komputer Multimedia, STIKOM

Kata Kunci: Sampah Visual, Video Dokumenter. Sound Engineering

Video dokumenter “Sampah Visual” berdurasi sekitar kurang lebih 7 menit. “Sampah Visual” merupakan iklan ruang ruang yang berbentuk poster, baliho, banner dan lain sebagainya, yang penempatannya berada di ruang publik yang seharusnya milik publik, bukan diprivasi menjadi milik merek dagang atau milik partai politik. Potret realita sosial sering kali diabadikan dalam sebuah bingkai (frame), baik fotografi maupun dalam sebuah videografi. Pada dasarnya, gambar videografi lebih memiliki daya tarik guna menyampaikan pesan, baik verbal maupun non verbal pada masyarakat dan para penikmat videografi, tentang sebuah realita yang sebenarnya yang akan di kemas dalam bentuk video dokumenter “Sampah Visual” dengan memberi pesan-pesan moral di dalamnya. Mengangkat realita sosial dalam kehidupan masyarakat dalam bentuk video dokumenter “Sampah Visual” dibutuhkan kecakapan seorang sound engineering dalam pembuatan sound efek dan backsound lagu agar video mampu memberikan suasana yang lebih dramatis. Adapun bentuk laporan menggunakan metode penelitian secara kualitatif di mana penelitian kualitatif merujuk pada penalaran baik secara tekstual maupun secara visual, instrument yang digunakan berupa instrument dokumentasi langsung ke lokasi agar mempermudah pengamatan. Atas dasar dari konsep dan ide awal tersebut, maka dikembangkan menjadi sebuah cerita yang menjadi video dokumenter, dengan alur yang diharapkan dapat menyampaikan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.

(3)

DAFTAR ISI

1.7.1 BAB 4 Metode Kerja Praktek Dan Iplementasi Karya ... 6

1.7.1 BAB 5 Penutup ... 6

(4)

BAB III LANDASAN TEORI

3.5.1 Sudut Pengambilan Gambar ... 17

3.5.2 Shot Size ... 17

BAB IV METODE KERJA PRAKTEK DAN IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Prodedur Pelaksanaan Kerja Praktek ... 25

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

SKENARIO ... 47

KARTU BIMBINGAN KERJA PRAKTIK ... 50

FORM KERJA PRAKTIK 1 ... 52

FORM KERJA PRAKTIK 5 ... 54

FORM KERJA PRAKTIK 6 ... 56

FORM KERJA PRAKTIK 7 ... 58

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Logo Reresik Sampah Visual ... 30

Gambar 4.2 Screenshot judul video sampah visual ... 30

Gambar 4.3 Screenshot Sumbo T. dalam sampah visual dokumenter ... 31

Gambar 4.4 Screenshot opening film ... 32

Gambar 4.5 Screenshot opening film ... 32

Gambar 4.6 Screenshot opening film ... 33

Gambar 4.7 Screenshot judul film Sampah Visual ... 33

Gambar 4.8 Screenshot peraturan daerah kota Surabaya ... 34

Gambar 4.9 Screenshot BAB III tentang penyelenggaraan reklame ... 34

Gambar 4.10 Screenshot pasal 23 isi BAB III ... 35

Gambar 4.11 Screenshot pasal 24 isi BAB III ... 35

Gambar 4.12 Screenshot pasal 25 isi BAB III ... 36

Gambar 4.13 Screenshot pewarnaan opening film ... 36

Gambar 4.14 Screenshot pewarnaan opening film ... 37

Gambar 4.15 Screenshot pewarnaan opening film ... 38

Gambar 4.16 Screenshot reklame yang tidak sesuai pada tempatnya ... 38

Gambar 4.17 Screenshot bendera partai dalam film ... 39

Gambar 4.18 Screenshot reklame jenis melekat pada film ... 39

Gambar 4.19 Screenshot reklame yang melekat pada tower ... 40

(7)

Gambar 4.21 Screenshot reklame yang tidak sesuai ... 41

Gambar 4.22 Screenshot para calon legislatif ... 41

Gambar 4.23 Screenshot para calon legislatif ... 42

Gambar 4.24 Screenshot proses editing audio ... 42

Gambar 4.25 Screenshot credit tittle opening KAYANGAN STUDIO ... 43

Gambar 4.26 Screenshot credit tittle Jody R ... 44

Gambar 4.27 Screenshot credit tittle Wahyu DP ... 44

Gambar 4.29 Screenshot masyarakat yang sedang berkampanye ... 45

Gambar 4.29 Screenshot masyarakat yang sedang berkampanye ... 45

Gambar 4.28 Screenshot credit tittle Dony DL ... 46

(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inovasi dinamika teknologi dan industri multimedia kini telah berkembang

pesat. Industri multimedia seperti desain brand, pembuatan video, dan pembuatan

game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta

menunjukan bahwa Indonesia memiliki orang-orang kreatif yang berusaha turut

membangun negeri secara moriil dan materiil baik positif maupun negatif.

Kebebasan berekspresi di Indonesia mendukung para produser untuk

meningkatkan produksi yang kini meningkat dan berkembang secara pesat.

Teknologi juga menjadi salahsatu hal yang mendukung industri inspirasi di

Indonesia guna memproduksi film-film sebagai sumber kehidupan dunia.

Perfilman di Indonesia kini mampu meraih perhatian dunia perfilman di dunia.

Rumah produksi tersebar bukan hanya di kota besar, tapi juga di kota-kota kecil di

seluruh pelosok negeri, salahsatunya di Surabaya.

Film merupakan salahsatu media komunikasi modern yang efektif untuk

menghibur sekaligus menyampaikan pesan yang dapat mempengaruhi sikap, pola

pikir dan membuka wawasan bagi penontonnya. Pada perkembangan media,

audio visual bisa dikatakan sangat efektif guna menyampaikan suatu pesan terhadap khalayak banyak daripada media-media lain. Sarana komunikasi yang

efektif sangat diperlukan dalam penyampaian pesan, salahsatu media audio visual

berupa film. Film merupakan salahsatu media atau saluran penyampaian

(9)

yang dibawakan dalam film sebenarnya berasal dari rangkaian tanda-tanda yang

disusun sehingga membentuk sebuah makna. Film tidak terlepas dari kerangka

pengalaman dan bingkai berfikir dari para pembuat film untuk mengajukan

bingkai pemikiran yang tersurat maupun tersirat.

Film adalah gambar hidup atau sering disebut movie. Gambar hidup merupakan bentuk seni audio visual, yang popular dari hiburan maupun bisnis. Film dapat dihasilkan dari alam dengan kamera artmedia interaktif seperti

animasi. Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar.

Film merupakan perkembangan dari berbagai teknologi fotografi dan rekaman

suara, sebagai media komunikasi, bukan hanya untuk hiburan tetapi dapat juga

untuk sarana informasi. Film memiliki kebebasan dalam menyampaikan sebuah

pesan atau informasi, sebagai objek seni, film yang dalam prosesnya berkembang

menjadi salahsatu bagian dari kehidupan sosial, yang dapat memberi pengaruh

secara signifikan pada masyarakat efek moral, dari baik-buruknya sebuah film

bersifat relatif bagi para sineas, dan film maker diharapkan memahami kebutuhan konsumen yang dibutuhkan masyarakat. Masyarakat memiliki hak untuk

menentukan film tersebut baik atau buruk, yang diuraikan oleh Lembaga

Perfilman Indonesia (LPI) dan Badan Sensor Film (BSF). Isi media yang disajikan

merupakan hasil para pekerja media dalam mengadopsi berbagai realitas yang

dipilihnya. Sejauh ini, pendekatan analisis dalam studi film masih dianggap

sebagai pendekatan yang cukup memadai. Upaya tersebut dapat memberi

pengertian tentang realitas sosial dan fiksi sebagai bahan dalam apresiasi film,

agar penikmat film dapat menyerap dan melihat lebih mendalam muatan atau isi

(10)

Perkembangan film independen di Indonesia, menurut Gatot Prakosa dalam bukunya Film Pinggiran (Gotot Prakosa, 1997) “film pendek merupakan film yang berdurasi singkat”, tetapi dengan singkatnya waktu pembuatan film tersebut

para pembuat film semestinya dapat lebih selektif mengungkapkan muatan makna

dalam materi-materi yang akan ditampilkan, pada setiap shot akan memiliki makna yang cukup besar untuk ditafsirkan oleh penontonnya. Pembuat film sering

terjebak dalam mengungkapkan cerita , film pendek seperti ini akan menjadi film

panjang yang dipendekkan, karena terikat oleh waktu. Secara umum para sineas

menganbil latarbelakang kehidupan sosial dan para sineas muda Indonesia juga

mampu membuat film independen. Pembuatan film dengan tema-tema sosial maupun budaya dapat pula menjadi tema dari film independen.

Pekerjaan dalam pembuatan film, tersusun dalam berbagai bidang

salahsatunya audioman (sound engineering). Sound Engineering adalah bidang

skill yang berhubungan dengan penggunaan mesin dan equipment untuk rekaman,

audio editing, mixing, mastering dan reproduksi suara. Bidang tersebut mengacu

pada audio, termasuk elektronik, akustik, psychoacoustics, dan musik. Seorang

Audio engineer mahir dengan berbagai jenis media perekaman, seperti tape

analog, multitrack recorder, digital audio workstation, dan pengetahuan komputer.

Sebutan “audio engineer” dan “sound engineer” adalah ambigu. Istilah tersebut

dapat merujuk pada orang yang bekerja dalam produksi suara dan musik, serta

seorang engineer dengan gelar yang merancang peralatan profesional untuk

tugas-tugas audio engineering, dimana yang dimaksud dengan sound engineer berarti

(11)

untuk pemrosesan sinyal digital, berkecimpung di bidang komputer musik,

melakukan penelitian pada suara, dan bidang teknik canggih audio lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Atas dasar latarbelakang masalah di atas, maka dapat disimpulkan dalam

rumusan masalah, yaitu: Bagaimana proses membuat audio dan backsound untuk

video dokumenter “Sampah Visual”?.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pembuatan video dokumenter “Sampah Visual”,

antara lain:

1. Proses membuat audio dan backsound untuk video dokumenter “Sampah

Visual”.

2. Menggunakan software Adobe Audition.

1.4 Tujuan

Pembuatan audio dan backsound untuk video dokumenter “Sampah Visual”

bertujuan memberi kesan dramatis agar pesan dari video dapat tersampaikan

dengan maksimal.

1.5 Kontribusi

Proses pembuatan audio dan backsound memiliki kontribusi sebagai media

informasi berbasis audio, maka audio sangat penting dalam pembuatan setiap

(12)

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penyutingan pembuatan film”Sampah Visual”

yaitu proses analisis untuk mendapatkan beberapa adegan (shot) yang akan digunakan untuk membuat sebuah film, berikut adapun langkah-langkah yang

dilakukan penulis dalam proses pembuatan film tersebut, diantaranya:

1. Perencanaan (planning), untuk menghasilkan sebuah gambar yang berkualitas perlu dilakukan perencanaan yang matang dengan melakukan pengambilan

gambar yang sesuai dengan skenario atau narasi sehingga dapat mempermudah

untuk menjadi sebuah film yang dibantu dengan storyboard.

2. Proses edit, tujuan dari editing adalah untuk menentukan gambar mana yang

sesuai dengan narasi, skenario, dan storyboard hingga menjadi sebuah film.

1.7 Sistematika Penulisan

Laporan kerja praktek ini terdiri dari beberapa bab, dimana setiap bab terdiri

dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab I menjelaskan tentang latarbelakang kegiatan, perumusan masalah,

batasan masalah, tujuan, kontribusi, metodologi penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB 2 PROFIL PERUSAHAAN

Pada bab II menjelaskan tentang sejarah singkat perusahaan, domisili

perusahaan, visi dan misi, tujuan, dan struktur organisasi perusahaan.

BAB 3 LANDASAN TEORI

Pada bab III membahas berbagai tinjuan pustaka yang sesuai dengan video

“Sampah Visual”.

BAB 4 METODE KERJA PRAKTEK DAN IMPLEMENTASI KARYA

Pada bab IV menjabarkan metode-metode kerja selama pembuatan film

yang kelak berguna bagi para mayarakat dan perusahaan.

BAB 5 PENUTUP

Pada bab V penulis mengemukakan kesimpulan dan saran dari proses

(14)

BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Singkat

PT. INDEX Production House beralamat di Jl. Jemur Andayani VII No.11

Surabaya. Awal berdirinya P.T. INDEX Production House hanya memproduksi

iklan lokal, namun dalam perkembangannya rumah produksi tersebut, kemudian

melahirkan karya–karya yang dijiwai semangat idealisme menegakkan identitas

nasionalisme ke-Indonesia-an, khususnya di bidang Audio Visual.

Pada sejarahnya P.T. INDEX Production House pernah bekerjasama dengan

(SCTV) Surabaya, yang selanjutnya P.T. INDEX Production House bekerjasama

dengan (TPI) sejak tahun 1991 sampai tahun 1995. Pada saat di TPI, P.T INDEX

Production House menemukan sebuah atmosfir yang sama untuk merealisasikan

imajinasi yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Pada tahun 1995 sampai

sekarang P.T. INDEX Production House memproduksi Audio Visual berbagai

profil lembaga Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota/ Kabupaten di Jawa

Timur, serta memproduksi Audio Visual Profile berbagai perusahaan.

2.2 Profil Perusahaan

PT. INDEX Production House

Video

Audio Visual

Jl. Jemur Andayani VII No.11 Surabaya.

(15)

Email

P.T. INDEX Production House visinya menciptakan karya–karya videografi

yang dijiwai semangat idealisme.

2.4 Misi

Adapun misi P.T. INDEX Production House diharapkan dapat menjadi

sebuah perusahaan no. 1 yang memproduksi berbagai profil lembaga

Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota/ Kabupaten di Jawa Timur, serta

memproduksi Audio Visual Profile berbagai perusahaan.

2.5 Job Description

1. Pra-Produksi merupakan divisi atau bagian yang memiliki tanggung jawab

untuk meninjau lokasi, mengumpulkan data dan membuat naskah suatu

proyek yang akan dan sedang dikerjakan.

2. Produksi merupakan divisi atau bagian yang bertugas untuk melakukan

pengambilan gambar di lokasi setelah divisi Pra-Produksi melakukan

peninjauan lokasi.

3. Paska Produksi merupakan divisi yang memiliki tugas mengolah data atau

file seperti opening tune, animasi 3D, videografi, ilustrasi musik, pembacaan

(16)

2.6 Logo Perusahaan

Gambar 2.1 Logo Perusahaan (Sumber: File P.T. INDEX)

P.T. INDEX Production House berdiri seiring dengan terbentuknya stasiun

televisi swasta di Indonesia, tepatnya tanggal 09 – September – 1990,

sebagaimana yang tercermin dalam logo P.T. INDEX Production House

merupakan angka pertemuan huruf awal dan akhir apabila digabung maka akan

(17)

BAB III

LANDASAN TEORI

Guna mendukung pembuatan karya video yang berjudul “Sampah Visual”

maka karya video akan menggunakan beberapa tinjauan pustaka, antara lain:

sejarah film, film pendek, mekanisme produksi karya film, dan proses pembuatan

film.

3.1 Sejarah Film

Film yang beredar saat ini merupakan perkembangan dari fotografi yang

diciptakan oleh Joseph Nicephore Niepce dari Perancis (1826), bila dikaitkan

dengan gambar bergerak, maka terciptanya film bermula dari suatu pertanyaan

unik, “Apakah keempat kaki kuda pada suatu saat berada pada posisi melayang

secara bersamaan ketika berlari?” Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward

Muybridge (1878) dari Standford University, Inggris, membuat sederetan foto

(frame) kuda yang sedang berlari, kemudian beberapa foto kuda berlari tersebut dilihat secara berurutan dalam kecepatan tertentu terjadilah gerakan kuda berlari.

Atas dasar penemuan tersebut diatas, Edward Muybridge disebut sebagai pencipta

(18)

Gambar: 3.1 Gambar Kaki Kuda

(Sumber: buku The Art Direction Handbook for Film (2005) Michael Rizzo)

3.2 Pengertian Film

Film dapat disebut gambar hidup atau movie atau sering disebut dengan sinema, yang merupakan bentuk dari sebuah seni, hiburan dan bisnis. Film

merupakan hasil gambar rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan

figur palsu) dengan kamera, atau dengan menggunakan teknik animasi (Peacock,

2001: 5).

Peacock dalam bukunya The Art of Moviemaking: Script to Screen (2001: 1-3), menyebutkan bahwa: “film atau movie merupakan tampilan pada layar oleh

kilatan atau flicker cahaya yang muncul sebanyak 24 kali (24 gambar) tiap detiknya dari lampu proyektor”. Kejadian tersebut dapat dilihat oleh mata manusia

hanya saja karena kemampuan mata manusia yang terbatas, maka

potongan-potongan gambar tidak terlihat sedangkan yang muncul adalah pergerakan gambar

yang halus. Fenomena itu disebut persistence of vision. Gerakan gambar-gambar tersebut merupakan exaggeration dari ide-ide romantis, potret, realitas sosial dan lain sebagainya.

Atas dasar penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa film adalah suatu

(19)

gaya dalam menyampaikan cerita, pesan, ataupun gagasan. Cerita sebuah film

merupakan hasil suatu proses ide-ide imajinatif yang diambil berdasarkan

lingkungan kehidupan masyarakat sekitar.

Film memiliki beberapa genre yang akan memberikan karakteristik dalam

sebuah film. Segmentasi audien dalam sebuah film akan memperhatikan jenis

genrenya. Penggunaan genre dalam sebuah film akan membuat daya tarik tersediri

bagi setiap audien yang melihat. Setiap film pendek memiliki teknik yang menjadi

point atau pesan di setiap film.

Gambar: 3.2 Alur Genre Film

(20)

3.3 Film Pendek (Short Movie)

Penulis memilih film pendek untuk mengaplikasikan ide dan konsepnya,

pengertian film pendek merupakan film yang durasinya singkat yaitu dibawah 50

menit dan didukung oleh cerita yang pendek, sehingga para pembuat film harus

lebih selektif mengungkapkan materi yang akan ditampilkan melalui setiap shot,

yang memiliki makna yang cukup baik untuk ditafsirkan oleh penontonnnya.

Perkembangan di dunia industri perfilman sekarang ini tidak hanya dapat di

produksi dan dikerjakan di dalam rumah produsi (production house), melainkan banyak pula karya-karya yang dihasilkan oleh para sineas muda yang dapat

menghasilkan sebuah karya moving picture secara independen.

3.4 Mekanisme Produksi Karya Film

Mekanisme produksi film merupakan sebuah proses yang lazim diterapkan

dalam proses pengerjaan film pada umumnya. Mekanisme tersebut meliputi pra

produksi, produksi dan pasca produksi. Persentase pembagian pengerjaan karya

film adalah 70% di bagian pra produksi, 20% dalam tahap produksi sedangkan

10% tahap pasca produksi.

Pengerjaan sebuah film tidak lepas dari kerjasama 3 pihak yaitu penulis

skenario, sutradara dan produser. Penulis skenario merupakan orang yang

menuangkan ide atau gagasan ke dalam bentuk tulisan yang sesuai dengan kaidah

penulisan naskah. Sutradara merupakan orang yang mewujudkan gagasan yang

tertuang dalam sebuah skenario menjadi rekaman audio visual. Produser

merupakan orang yang membantu sutradara dalam mengelola proses pembuatan

(21)

manajer produksi, asisten sutradara, sinematografer, perekam suara, pengarah

artistik, dan penyunting gambar atau kemeramen.

Pada proses syuting berlangsung untuk mengambil gambar sesuai dengan

skenario dengan menggunakan teknik liveshot dan tidak menggunakan kamera video pada umumnya, tetapi menggunakan kamera DSLR dalam pengambilan

gambar.

Penulis dalam pengambilan video shooting dengan menggunakan kamera

DSLR. Adapun kelebihan dan keistimewaan alat tersebut, adalah:

1. Fokus kamera DSLR dapat dirubah sesuai keinginan penulis.

2. Lensa kamera DSLR lebih variatif dan mudah di dapat.

3. ISO yang tinggi antara 100 - 6400, menjadikan kamera DSLR lebih sensitif

terhadap penangkapan cahaya.

4. Lebih ringan, lebih murah, dan efektif.

3.5 Proses Pembuatan Film

Ide merupakan proses awal mula dari pembuatan sebuah film, pengertian

ide adalah gagasan sebuah cerita yang nantinya akan dituangkan menjadi sebuah

cerita dalam skenario. Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 46 - 50), menjelaskan bahwa “ide didapatkan dari kisah pribadi penulis, novel, cerpen, film lain yang diambil inti cerita dan diadaptasikan, dan

juga produser itu sendiri”. Setelah ide mulai terbentuk, pastikan plot yang

digunakan bercabang atau lurus dan juga setting yang digunakan seperti apa.

Hampir sama seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth Lutters, menurut Askurifal

(22)

dapat diperoleh dari pengalaman pribadi, percakapan sehari-hari, biografi

seseorang, komik, novel, musik, olahraga, dan sastra”.

Langkah selanjutnya setelah ide kemudian membuat naskah yang

merupakan pengembangan dari ide menjadi sebuah sinopsis (synopsis). Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 61), menyebutkan: “sinopsis bukan hanya ringkasan cerita tetapi sebuah ikhtisar yang memuat semua

data dan informasi dalam skenario”. Penyusunan bagan cerita dan kerangka tokoh,

tokoh diberi karakteristik yang detail dari sifat, postur badan, agama, latar

belakang dan lain-lain. Karakter tokoh dibuat dengan detail. Naskah tersebut

berupa skenario, storyboard, dan lain sebagainya

Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 90), menyebutkan bahwa “skenario adalah naskah cerita yang sudah lengkap

dengan deskripsi dan dialog, telah matang, dan siap digarap dengan bentuk

visual”. Skenario berisi informasi-informasi seperti scene, nama pemeran,

deskripsi visual, tokoh yang berdialog, beat, dialog dan transisi.

Adapun menurut Handry TM dalam buku Yok Bikin Film Gitu Loh! (2006: 59 - 60), skenario yang baik memiliki ciri-ciri, sebagai berikut:

1. Simple, sederhana dan mudah dimengerti (simbol).

2. Tidak terlalu banyak deskripsi, misalnya selalu diisi keinginan penulis

tentang adegan tertentu, dan terkesan menggurui.

3. Tersusun dengan standart umum yang disepakati.

4. Style atau gaya kepenulisan personal harus dihindari.

5. Terbuka untuk dikembangkan, terutama pengadeganan dan penajaman

(23)

6. Tidak dikunci dengan adegan-adegan mati, misalnya: harus ditempat-tempat

tertentu yang sulit dijangkau.

7. Menghindari dari istilah-istilah sulit, diluar kelaziman produksi film.

Heru Effendy dalam bukunya mari membuat film (2002: 150), menyebutkan “storyboard adalah sejumlah sketsa yang menggambarkan aksi di dalam film, atau bagian khusus film yang disusun teratur pada papan buletin dan dilengkapi

dengan dialog yang sesuai waktunya atau deskripsi adegan”. Storyboard

merupakan satu rangkaian ilustrasi-ilustrasi atau gambaran-gambaran yang

dipertunjukkan di dalam urutan untuk tujuan previsualizing satu grafik gerakan atau urutan media yang interaktif. Dalam pembuatan storyboard, sutradara dapat dibantu oleh seorang ilustrasi dan harus mengerti teknik-teknik pengambilan

gambar. Adapun menurut Rikrik El Saptaria dalam bukunya Acting Handbook

(2006: 120), “shot adalah satu bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang

yang direkam dengan satu take saja”.

Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 86), menyebutkan “treatment adalah pengembangan cerita dari sebuah synopsis yang didalamnya berisi plot secara detail, dan cukup padat”, adapun menurut Heru

Effendy di buku Mari Membuat Film (2002: 154), “treatment adalah presentasi detail dari sebuah cerita sebuah film, namun belum berbentuk naskah”. Treatment

adalah satu potongan dari prosa, kartu-kartu peristiwa, pemandangan dan draft

pertama dari satu cerita untuk film.

(24)

“pekerjaan akhir sebuah naskah film, membuat detail gambar satu persatu dan

memberi nomor urutan”.

Secara umum, para pembuat film wajib memperhatikan dalam pembuatan

shooting script, juga diperhatikan angle kamera atau penempatan kamera pada saat produksi. Angle kamera atau penempatan kamera terdapat bahasa-bahasa kamera itu sendiri, diantaranya:

1. Sudut Pengambilan Gambar (Camera Angle)

Dalam pembuatan film terdapat beberapa sudut pandang kamera yang

digunakan dalam shoting, beberapa sudut pandang kamera, kontinuitas, komposisi dan editing. Sudut pandang kamera (Angle Camera) menurut Andi Fachrudin dalam bukunya Dasar-Dasar Produksi Televisi (2011: 151) “meletakan lensa kamera pada sudut pandang penggambilan gambar yang

tepat mempunyai motivasi tertentu dan membangun kesan psikologis

tersendiri” seperti:

a. High Angle

High Angel merupakan pengambilan gambar dengan meletakan tinggi

kamera di atas objek atau garis mata orang. memberi kesan psikologis

yang ingin disampaikan objek tampak seperti tertekan.

b. Eye Level

Eye Level merupakan pengambilan gambar dengan meletakan tinggi

kamera sejajar dengan garis mata objek yang dituju, agar memberi kesan

(25)

c. Low Angle

Low Angle merupakan pengambilan gambar dengan meletakan tinggi

kamera di bawah objek mata orang, memberi kesan psikologis yang ingin

disajikan agar objek tampak berwibawa.

2. Shot Size

Shot Size pada dunia pertelevisian dan perfilman terdapat beberapa ukuran

shotyang dikenal sebagai komposisi dasar dari sebuah pembingkaian gambar. Beberapa shot sizes tersebut, adalah:

a. Extreme Long Shot (ELS)

Extreme Long Shot (ELS) merupakan pengambilan gambar dengan sangat

jauh, panjang, luas dan berdimensi lebar guna dapat memperlihatkan

seluruh lokasi adegan dan isi cerita yang menampilkan keindahan suatu

tempat.

b. Very Long Shot (VLS)

Very Long Shot (VLS) merupakan pengambilan gambar dengan panjang,

jauh dan luas tetapi lebih kecil daripada ELS. Pada sisi lain VLS juga

(26)

c. Long Shot (LS)

Long Shot (LS) merupakan pengambilan gambar dengan total, dari ujung

kepala hingga ujung kaki, gambaran manusia seutuhnya. Memperkenalkan

tokoh utama atau seorang pembawa acara lengkap dengan setting latarnya yang menggambarkan di mana objek tersebut berada.

d. Medium Long Shot (MLS)

Medium Long Shot (MLS) merupakan pengambilan gambar dengan

dengan menarik garis imajiner dari posisi LS lalu zoom-in hingga gambar menjadi lebih padat, maka kita akan memasuki wilayah Medium Long Shot (MLS).

e. Medium Shot (MS)

Medium shot (MS) merupakan pengambilan gambar dengan

memperlihatkan subjek orang dari tangan hingga ke atas kepala sehingga

penonton dapat melihat jelas ekspresi dan emosi yang meliputinya.

f. Medium Close Up (MCU)

Medium Close Up (MCU) dapat dikategorikan sebagai komposisi “potret

setengah badan” dengan background yang masih dapat dinikmati, MCU

justru memperdalam gambar dengan dengan lebih menunjukkan profil dari

objek yang direkam. Latarbelakang objek sebagai pendukung suasana bagi

objek/ pemeran utama yang menunjukkan profil, bahasa tubuh, dan emosi

(27)

g. Close Up (CU)

Close Up (CU) merupakan pengambilan gambar dengan memperlihatkan

objek (seseorang) yang direkam gambarnya secara penuh dari leher hingga

ke ujung batas kepala, yang lebih fokus kepada wajah sehingga raut dan

mimik wajah tampak lebih jelas.

h. Extreme Close Up(ECU/ XCU)

Extreme Close UP (ECU/ XCU) merupakan pengambilan gambar dengan

memperlihatkan pengambilan gambar agar terlihat lebih detail seperti

hidung pemain, bibir, atau ujung tumit dari sepatu.

i. Big Close Up (BCU)

Big Close UP (BCU) merupakan pengambilan gambar dengan

memperlihatkan di sekitar kepala hingga dagu, yang menampilkan

kedalaman pandangan mata seperti ekspresi kebencian pada wajah, emosi,

dan keharuan, khususnya dalam penyutradaraan non drama.

Gambar: 3.3 Shot size

(28)

3. Audio

Secara umum. audio merupakan salah satu elemen penting yang ikut

berperan dalam membangun sebuah sistem komunikasi dan pembuatan sebuah

film dalam bentuk suara, yaitu suatu sinyal elektrik yang akan membawa unsur

bunyi didalamnya. Audio sendiri terbentuk melalui beberapa tahap, antara lain

tahap pengambilan atau penangkapan suara, sambungan transmisi pembawa

bunyi, penguat sinyal suara (amplifier) dan lain sebagainya.

Menurut Andi Fachrudin dalam buku Dasar-Dasar Produksi Televisi (2011: 37) “audio adalah file suara yang berasal dari gelombang yang ditangkap atau direkam melalui alat perekam suara dan soundcard yang kemudian di-convert

menjadi file audio”. Adapun macam-macam audio yang dikelompok berdasarkan media atau perangkat yang digunakan, antara lain:

a. Audio Visual

Audio Visual merupakan istilah yang digunakan untuk seperangkat

soundsystem yang dilengkapi dengan tampilan gambar, biasanya digunakan untuk presentasi.

b. Audio Streaming

Audio Streaming merupakan istilah yang digunakan untuk mendengarkan

(29)

c. Audio Modem Riser (AMR)

Audio Modem Riser merupakan istilah yang digunakan untuk sebuah

kartu plug-in untuk motherboard intel yang memuat sirkuit audio atau sirkuit modem.

d. Audio Response

Audio Response merupakan suara yang dihasilkan oleh komputer.

Merupakan output pembicaraan yang dihasilkan komputer untuk

menanggapi input jenis khusus, misalnya permintaan nomor telepon, dan

lain sebagainya.

Secara umum, audio terbagi dalam beberapa macam format atau ekstensi,

audio yang biasa kita temui sehari-hari dan cukup dikenal oleh masyarakat umum

antara lain:

a. MPEG, Audio Layer 3 (MP3)

MPEG, Audio Layer 3 merupakan format audio yang dikembangkan oleh

Fraunhoper Institude dengan bitrate 128 kbps. Pada waktu singkat

program tersebut menjadi format paling populer dalam musik digital

karena ukuran filenya yang kecil dan kualitasnya yang tidak kalah dengan

(30)

b. Waveform Audio Format (WAV)

Waveform Audio Format (WAV) adalah format audio yang merupakan

standar suara de-facto di Windows. Pada awalnya format ini dijadikan

jembatan penghubung untuk file yang akan dikonversi ke dalam format

yang lain. Seiring perkembangan zaman, banyak pengguna yang melewati

tahap ini dengan mengkonversi file secara langsung ke format yang

diinginkan. Format ini jarang digunakan karena ukuran filenya yang

lumayan besar.

c. Advanced Audio Coding (AAC)

Advance Audio Coding (AAC) merupakan format audio yang menjadi

standar Motion Picture Experts Group (MPEG). Sejak standar MPEG-2

diberlakukan tahun 1997, sample rate yang ditawarkan sampai 96 KHz

atau dua kali sample rate MP3. Kualitas audio dengan format ini cukup

baik bahkan pada bitrate paling rendah sekalipun. Salah satu pengguna

format audio ini adalah iTunes, toko musik online besutan Apple dan

piranti atau perangkat pendukung terkemuka untuk format audio ini juga

berasal dari produknya Apple yakni Ipod.

d. Windows Media Audio (WMA)

Windows Media Audio (WMA) merupakan format audio yang ditawarkan

oleh perusahaan teknologi yakni Microsoft Corporation. Format audio ini

sangat disukai oleh vendor musik online karena dukungannya terhadap

(31)

mencegah pembajakan musik, adapun menurut pendapat beberapa orang,

format audio ini mempunyai kualitas yang lebih baik dari pada AAC dan

MP3.

e. Ogg Vorbis

Ogg Vorbis (OV) merupakan satu-satunya format audio yang terbuka dan

gratis untuk umum, kelebihannya terletak pada kualitas audio yang tinggi

walau pada bitrate rendah. Program Winamp versi terbaru sudah

mendukung format audio sebagai pendukung Ogg Vorbis

f. Real Audio

Real Audio merupakan salahsatu format audio yang sering kita temui pada

bitrate rendah. Format tersebut dikembangkan oleh Real Networks untuk

layanan streaming audio pada bitrate 128 kbps ke atas dengan

menggunakan standar AAC MPEG-4.

g. MIDI

MIDI merupakan format audio yang biasa digunakan untuk ringtone pada

handphone karena ukuran filenya yang kecil tapi sayang format audio ini

hanya cocok untuk suara yang dihasilkan oleh alat produksi elektronik

(32)

BAB IV

METODE KERJA PRAKTEK DAN IMPLEMENTASI KARYA

4.1Prosedur Pelaksanaan Kerja Praktek

Prosedur dalam pelaksanaan kerja praktek sesuai dengan yang ditetapkan

oleh STIKOM Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan penting yang

harus dilalui, berupa:

1. Survey lapangan atau observasi, kegiatan ini ditujukan untuk mengamati

proses pembuatan produksi multimedia, dalam hal ini videografi.

2. Study Pustaka dilakukan untuk mendapatkan landasan teori yang sesuai

dengan permasalahan dan dapat menjadi refrensi untuk pelaksanaan rencana

penggambaran sistem dan pola aplikasi kerja.

3. Analisa Permasalahan ditujukan untuk menetapkan kebutuhan klien atau

kebutuhan instansi dan menentukan bagaimana solusi terbaik yang akan

diterapkan dalam instansi.

Pembuatan Produk Multimedia, pada pembuatan videografi terdapat

beberapa tahapan, antara lain:

1. Pendahuluan, identifikasi permasalahan yang ada, evaluasi, alternatif, solusi

dan prioritas pengembangan.

2. Tahap analisa ruang lingkup permasalahan, ruang lingkup dan sasaran yang

akan dikembangkan, identifikasi area permasalahan yang lebih terperinci,

evaluasi, perumusan dan penyusunan untuk menunjang perancangan desain.

3. Tahap analisa kebutuhan pengguna, mendefinisikan kebutuhan fungsional dan

(33)

4. Tahap spesifikasi media, dilakukan untuk melakukan spesifikasi fungsional,

konfigurasi hardware dan software yang support dengan komputer klien. 5. Revisi produk, melakukan perbaikan dan pemantauan untuk menghasilkan

produk yang sesuai target.

6. Pembuatan laporan, semua dokumentasi dalam pembuatan produk multimedia

tersebut, sebagai hasil dari proyek disusun dalam sebuah laporan.

4.2Acuan Kerja Praktek

Prosedur dalam acuhan kerja praktek sesuai dengan yang ditetapkan oleh

STIKOM Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan penting yang harus

dilalui, berupa:

4.2.1 Pra-Kerja Praktek:

Prosedur dalam pelaksanaan pra-kerja praktek sesuai dengan yang

ditetapkan oleh STIKOM Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan

penting yang harus dilalui, berupa:

1. Sebelum melaksanakan kerja praktek, wajib mengisi form acuan kerja yang

terdiri dari dua halaman yang merupakan “kontrak kerja” antara mahasiswa

dengan perusahaan dimana anda melaksanakan kerja praktek dan dosen

pembimbing kerja praktek.

2. Pengisian form acuan kerja harus lengkap beserta tanda tangan pihak terkait.

3. Form acuan kerja yang terisi lengkap, diperbanyak oleh mahasiswa sebanyak

dua kali dengan ukuran A4.

(34)

5. Copy 2: diserahkan kepada Pusat Pelayanan Kerja Praktek (PPKP)

6. Asli: dilampirkan saat pembuatan Buku Laporan Kerja Praktek.

4.2.2 Kerja Praktek

Prosedur dalam kerja praktek sesuai dengan yang ditetapkan oleh STIKOM

Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan penting yang harus dilalui,

berupa:

1. Melaksanakan kerja praktek sesuai jangka waktu yang ditetapkan.

2. Melakukan bimbingan ke dosen pembimbing.

4.2.3 Pasca Kerja Praktek

Prosedur dalam pelaksanaan paska kerja praktek sesuai dengan yang

ditetapkan oleh STIKOM Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan

penting yang harus dilalui, berupa:

1. Mengambil form nilai kerja praktek untuk perusahaan.

2. Mahasiswa melakukan demo ke pihak perusahaan terlebih dahulu, kemudian

ke dosen pembimbing.

3. Setelah demo ke perusahaan, mahasiswa meyerahkan form nilai dari

perusahaan secara lengkap ke bagian PPKP untuk ditukar dengan form nilai

kerja praktek untuk dosen pembimbing.

4. Melakukan demo ke dosen pembimbing dan setelah melakukan demo ke

dosen pembimbing mahasiswa menyerahkan form nilai dari dosen

(35)

5. Mahasiswa membuat buku laporan kerja praktek dengan bimbingan dosen

pembimbing kerja praktek.

6. Merevisi laporan jika ada yang perlu dibenahi.

7. Buku laporan kerja praktek dan CD diserahkan ke bagain PPKP dan bagian

perpustakaan STIKOM Surabaya.

8. Kerja Praktek berakhir, mahasiswa tinggal menunggu hasil nilainya.

4.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengidentifikasi dan membuat

alur perancangan yang akan dilaksanakan, agar dalam proses pencarian data tidak

terjadi penyimpangan dalam mengemukakan tujuan yang ingin dicapai. Pada

tahap ini, rancangan perencanaan yang dilakukan dalam pembuatan proyek

multimedia dapat dilihat dalam diagram metodologi perancangan. Teknik

pengumpulan data dalam pembuatan game tersebut dilakukan dengan dua cara,

pertama teknik wawancara dan studi pustaka, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Wawancara

Metode tersebut digunakan oleh penulis untuk mengetahui lingkungan kerja

dan mengetahui informasi-informasi apa saja yang dibutuhkan oleh project

leader dari pembuatan Film Dokumenter “Sampah Visual” tersebut, berikut

adalah beberapa hasil wawancara:

a. Membuat sebuah Film Dokumenter dengan tema ‘Sampah.’

(36)

c. Proses editing video menggunakan Adobe Premiere dan Adobe After

Effects agar pengemasan footage video lebih maksimal serta untuk editing

narasi menggunakan Adobe Audition.

d. Membuat Film Dokumenter sesuai deadline dan target untuk menghasilkan

kualitas yang baik.

2. Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu pengumpulan data dari perpustakaan yang dilakukan

dengan membaca dan mempelajari buku literatur, majalah, artikel internet,

dan informasi lainnya sebagai bahan tinjauan literatur yang berkaitan dengan

penelitian Film Dokumenter seperti yang telah dijelaskan pada landasan teori

di atas.

4.4Observasi

Pada saat kerja praktek di PT. INDEX Production House, penulis telah

melakukan proyek diantaranya Observasi di dalam menyelesaikan Film

Dokumenter “Sampah Visual” dari P.T. INDEX Production House, penulis awali

dengan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai perusahaan maupun

informasi mengenai tema, gambar dan keterangan/ tulisan serta foto. Oleh karena

itu observasi dilakukan dengan metode kualitatif atau teknik wawancara dengan

project leader PT. INDEX Production House, antara lain:

1. Studi eksisting

Dalam pembuatan suatu Film Dokumenter dibutuhkan studi eksisting yang

berfungsi untuk mengamati sebuah Film Dokumenter yang sebelumnya sudah

(37)

kelebihan dan kekurangan dari contoh sebelumnya. Kajian ini dilakukan terhadap

beberapa Film Dokumenter yang serupa, diantaranya seperti salah satu aktivis

yang bernama Reresik Sampah Visual dari kota Yogyakarta pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. logo Reresik Sampah Visual.

(Sumber: Film Eagle Award)

Reresik Sampah Visual adalah sebuah kelompok yang dibentuk oleh Sumbo

Tinarbuko untuk memberantas reklame yang tidak sesuai pada tempatnya, dan

Sumbo Tinarbuka membuat sebuah dokumenter dari upaya yang dikerjakan yang

berjudul “Sampah Visual” yang tampak pada gambar 4.2.

(38)

Dokumenter “Sampah Visual” merupakan Film Dokumenter yang dibuat oleh

aktivis Reresik Sampah Visual dimana bapak Sumbo Tinarbuko yang menjadi

ketuanya. Film Dokumenter ini menceritakan tentang ketidakpeduliannya

pemerintah terhadap ruang publik yang berkaitan dengan iklan luar ruang dan

berbasis masyarakat, Reresik Sampah Visual bergerak untuk membersihkan iklan

yang tidak pada tempatnya pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. screenshot Sumbo .T dalam Sampah Visual Dokumenter. (Sumber: Film Eagle Award 2012)

4.5Perancangan Karya

Perancangan karya merupakan tahapan yang penting dalam pembuatan

sebuah Film dengan proses dibawah ini:

1. Opening Film

Dalam langkah melakukan observasi dan melakukan pencarian data,

kemudian mengambil gambar dan membuat opening dalam Film Dokumenter

Sampah Visual. Opening dibuat sebagai informasi pengantar yang bertujuan

memberitahu masyarakat bahwa produksi sampah di kota Surabaya mencapai

(39)

Gambar 4.4. screenshot opening Film. (Sumber: Dok pribadi)

Scene selanjutnya, memberikan informasi bahwa setiap bulan kota Surabaya

memproduksi 330.000 ton sampah yang tampak pada gambar 4.5.

Gambar 4.5. screenshot opening Film. (Sumber: Dok pribadi)

Pada scene yang sama, menjelaskan produksi sampah setiap tahun di kota

(40)

Gambar 4.6. screenshot opening Film. (Sumber: Dok pribadi)

Scene judul mengambil tempat yang terkesan dramatis, scene di atas diambil

di jalan Bung Tomo, Surabaya yang tampak pada gambar 4.7.

Gambar 4.7. screeshot judul Film Dokumenter Sampah Visual. (Sumber: Dok pribadi)

Pada pembuatan opening pada Film Dokumenter “Sampah Visual” maka

dilanjutkan dengan pembuatan isi dari Film. Isi dalam Film Dokumenter

tersebut memberikan informasi bahwa yang dilakukan oleh sekelompak

masyarakat dan calon legislatif dianggap salah, maka visual yang akan

ditampilkan dalam Film Dokumenter Sampah Visual akan memperlihatkan

beberapa peraturan daerah kota Surabaya nomor 8 tahun 2006 tentang

(41)

Gambar 4.8. screenshot peraturan daerah kota Surabaya. (Sumber: Dok pribadi)

Atas dasar peraturan daerah kota Surabaya nomor 8 tahun 2006 tentang

penyelenggaraan reklame dan pajak reklame, yang ada pada BAB III pasal 12

tentang penyelenggaraan reklame harus sesuai dengan ketertiban, keamanan

yang tampak pada gambar 4.9.

Gambar 4.9. screenshot BAB III tentang penyelenggaraan reklame (Sumber: Dok pribadi)

Pada pasal 23 menjelaskan bahwa penempatan reklame harus sesuai dengan

(42)

Gambar 4.10. screenshot pasal 23 isi dari BAB III. (Sumber: Dok pribadi)

Pada pasal 24 memperjelas peraturan BAB III tentang penyelenggaraan

reklame yang tampak pada gambar 4.11.

Gambar 4.11. screenshot pasal 24 isi dari BAB III. (Sumber: Dok pribadi)

Pada pasal 25 menjelaskan pemasangan reklame jenis baliho harus memenuhi

(43)

Gambar 4.12. screenshot pasal 25 isi dari BAB III. (Sumber: Dok pribadi)

2. Warna

Warna sangat penting guna menampilkan suasana dan emosi dalam produksi

Film, ketika Film dalam proses editing dan komposisi dari masing-masing

video telah diatur, maka proses selanjutnya adalah mewarnai video seperti

yang tampak pada gambar 4.13.

Gambar 4.13 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Dok pribadi)

Pewarnaan dilakukan di Adobe After Effects dan menggunakan effect looks

(44)

Gambar 4.14 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Dok pribadi)

Scene judul, memakai warna yang terkesan dramatis dan menggunakan

effects light leaks seperti yang tampak pada gambar 4.15.

Gambar 4.15 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Dok pribadi)

3. Konsep

Pada konsep Film Dokumenter bertema sampah dan mengangkat realita yang

dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan calon legislatif yang berada di

Indonesia, salahsatunya di kota Surabaya. Mereka yang memasang seharusnya

mengetahui peraturan yang sudah ada, tetapi mereka melanggarnya dan hal itu

(45)

Implementasi karya dari Film Dokumenter “Sampah Visual” mempunyai

tahap-tahap pembuatan ilustrasi artwork, sebagai berikut:

a. Tampilan pertama dari Film Dokumenter ini diawali dengan opening kota

Surabaya, kemudian dilanjutkan dengan ilustrasi seorang pemuda yang

membuang sampah di sungai, berlanjut dengan tampilan judul,

menggunakan background bangunan yang sedang dibangun agar terkesan

dramatis.

b. Tahap kedua masuk pada isi Film yang menceritakan keadaan kota

Surabaya, dimana banyak reklame penempatannya tidak sesuai dengan

peraturan pemerintah. Para kelompok atau tim pelaksana advertising

memasang reklame mereka demi memasarkan salahsatu dari produk

mereka, bahkan ada yang memasang untuk mengunggulkan nama

perusahaan mereka seperti pada gambar 4.16. Reklame–reklame tersebut

semakin banyak bermunculan dan semakin tidak teratur ketika musim

pemilu tiba.

(46)

c. Tindakan yang dilakukan oleh mereka yang memasang iklan sangat

merugikan, karena fasilitas milik publik diambil oleh sekelompok

masyarakat dan para calon legislatif. Reklame yang ditempatkan pada

tempat yang tidak sesuai dengan letaknya akan menggangu padangan

mata, karena seringnya dilihat dan dapat mengganggu keselamatan seperti

yang tampak pada gambar 4.17.

Gambar 4.17 screenshot bendera partai dalam Film. (Sumber: Dok pribadi)

Memperlihatkan ketidak-indahan tatanan kota Surabaya. Reklame calon

legislatif yang ditempelkan di tiang penerangan jalan seperti yang tampak

pada gambar 4.18.

(47)

Selanjutnya memperlihatkan reklame calon legislatif yang ditempelkan di

Base Transceiver Station (BTS) seperti yang tampak pada gambar 4.19.

Gambar 4.19 screenshot reklame yang melekat di tower. (Sumber: Dok pribadi)

Reklame yang ditancapkan di trotoar jalan Raya Rungkut kota Surabaya

seperti yang tampak pada gambar 4.20.

Gambar 4.20 screenshot reklame yang ditencapkan di trotoar. (Sumber: Dok pribadi)

Tampak reklame yang ditancapkan di pembatas jalan Ngagel Raya kota

(48)

Gambar 4.21 screenshot penempatan reklame yang tidak sesuai. (Sumber: Dok pribadi)

Pada tiang reklame memperlihatkan para calon legislatif yang ingin dikenal

ramah oleh masyarakat yang tampak pada gambar 4.22.

Gambar 4.22 screenshot para calon legislatif. (Sumber: Dok pribadi)

Scene terakhir memperlihatkan berbagai jenis reklame menjadi satu yang

(49)

Gambar 4.23 screenshot reklame para calon legislatif. (Sumber: Dok pribadi)

4. Sound Editing

Pada proses sound editing pada film dokumenter “Sampah Visual” memberi

penambahan backsound dilakukan guna mendukung tatanan visual. Proses

sound editing effect pada film dokumenter “sampah visual” menggunakan

original soundtrack game RF Online yang di aransemen ulang, dikarenakan musik tersebut mendukung kesan dramatis sesuai dengan tema dan

pesan-pesan moral yang ditujukan, dalam film dokumenter “Sampah Visual”.

(50)

4.6 Credit Tittle

Credit Tittle sebagai bagian penutup film dibuat berdasarkan nama

mahasiswa yang melakukan kerja di PT. INDEX Production House, kemudian

kami dijadikan sebagai satu tim oleh owner PT. INDEX Production House untuk

mengerjakan Film Dokumenter yang bertema sampah, kemudian tim ditugaskan

untuk membuat credit tittle opening sendiri dan tim memilih nama Kayangan

STUDIO yang tampak pada gambar 4.24.

Gambar 4.25 screenshot credit title opening Kayangan STUDIO. (Sumber: Dok pribadi)

Berikut credit tittle penutup dengan nama mahasiswa yang melakukan kerja

praktek di PT. INDEX Production House:

1. Jody Rahwoyo bertugas dalam pra-produksi untuk menulis sekenario, naskah, narasi dari Film Dokumenter Sampah Visual dan meninjau lokasi. Riset

dikerjakan bersama oleh team, riset diawali melalui wawancara kepada

masyarakat umum tentang bagaimana pendapat masyarakat terhadap reklame

yang tidak sesuai pada tempatnya, dan dilanjutkan dengan membaca peraturan

daerah kota Surabaya nomor 8 tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame dan

(51)

hal pembuatan narasi, sekenario, naskah dan cerita. Credit tittle yang tampak pada

gambar 4.25.

Gambar 4.26 screenshot credit title Jody Rahwoyo. (Sumber: Dok pribadi)

2. Wahyu Dwi Putera bertugas dalam produksi, yang bertanggungjawab dalam pengambilan gambar di Film Dokumenter Sampah Visual. Credit tittle yang

tampak pada gambar 4.26.

Gambar 4.27 screenshot credit title Wahyu Dwi Putera. (Sumber: Dok pribadi)

Pengambilan gambar dilakukan di beberapa lokasi yang telah ditinjau.

pengambilan gambar dibantu oleh tim, sehingga hasil yang direkam lebih

(52)

dan juga akan mempermudah proses editing agar lebih maksimal. Pengambilan

gambar lebih mengutamakan kejadian masyarakat yang sedang berkampanye

yang tampak pada gambar 4.27.

Gambar 4.28 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Dok pribadi)

Gambar 4.29 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Dok pribadi)

Pada gambar 4.28. tampak kegiatan masyarakat seperti di atas tidak bisa

diatur oleh tim dan kesan yang dihasilkan dari pengambilan gambar di atas lebih

natural. Footage di atas menjelaskan ketika musim pemilu tiba, dimana para calon

legislatif memulai penempatan reklame sesuai dengan kemauan mereka yang

(53)

PT. INDEX Production House memberi referensi tambahan dalam hal

pengambilan gambar yang tenang agar tidak terlihat seperti Film amatir.

3. Syaffrudin Faisal bertugas dalam pasca produksi, untuk mengemas sound agar lebih harmonis dan tidak saling mengganggu agar terdengar jelas. Sound dalam

Film Dokumenter Sampah Visual ini dibuat agar audiens lebih nyaman dan

terbawa dalam Film, dan terlebih agar audiens tidak bosan dalam menonton Film

Dokumenter “Sampah Visual” ini. Credit tittle yang tampak pada gambar 4.29.

Gambar 4.30 screenshot credit title Syaffrudin Faisal. (Sumber: Dok pribadi)

PT. INDEX Production House memberi referensi tambahan dalam hal

sound effect.

(54)

Gambar 4.31 screenshot credit title Dony Dwi Leksana. (Sumber: Dok pribadi)

Proses penggabungan footage dilakukan sesuai narasi yang telah ditulis oleh

team pra-produksi, pewarnaan dalam Film Dokumenter “Sampah Visual” dibuat sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan ekspresi. Tata cara penempatan warna

saat opening pembuatan dibuat dengan kesan cinematic agar lebih dramatis ke

dalam suasana Film Dokumenter “Sampah Visual”, dan guna pewarnaan pada isi

Film Dokumenter “Sampah Visual” dibuat natural agar suasana kota yang

sebenarnya tidak hilang. PT. INDEX Production House memberi referensi

(55)

BAB V PENUTUP

5.1Kesimpulan

Atas dasar seluruh penelitian hasil produksi yang telah dilaksanakan, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Pembuatan film dokumenter dengan mengangkat realita kehidupan

masyarakat sangat butuh ketelitian dalam segi pembuatan naskah, narasi,

dan narasumber, sehingga film tersebut terlihat realistis dalam kehidupan

masyarakat pada saat ini.

2. Film dokumenter yang bertema kehidupan sosial memiliki pengaruh yang

sangat besar kepada para penikmat film untuk sebuah pesan yang

sebenarnya terkandung di dalam film tersebut.

3. Sebuah film dokumenter diharapkan tidak hanya menjadi sebuah wahana

hiburan semata, melainkan menjadi sebuah kajian yang menarik yang

dapat dikembangkkan dalam ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu yang

lain, yang tentunya memiliki tujuan positif guna memberi dan

mengembangkan berbagai aspek kehidupan sosial.

5.2 Saran

Setelah memandang seluruh hasil produksi yang telah dilaksanakan,

terdapat beberapa saran untuk penelitian ini, yaitu:

1. Film dokumenter diharapkan dapat menjadi wawasan, inspirasi dan

(56)

selanjutnya agar dapat menampilkan film dengan genre yang sama dan dengan mengangkat kehidupan sosial dengan sudut pandang yang

berbeda.

2. Pada pembuatan film dokumenter “Sampah Visual” dikerjakan dengan

jumlah tim atau crew yang terbatas dan peralatan produksi yang terbatas, oleh karena itu penulis mengakui masih banyak kekurangan dalam

mengaplikasikan hasil penelitian ini ke dalam film dokumenter, karena

dalam pembuatan film dokumenter “Sampah Visual” sangat diperlukan

perencanaan dan perancangan yang lebih matang dan didukung oleh

beberapa pemilihan tim atau crew dengan spesifikasi (Job descriptions)

tersendiri, dan peralatan yang dipakai pada waktu produksi haruslah

mempunyai standarisasi untuk memproduksi film, seperti jimijib,

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Alfathri, Adlin. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori Dan Realitas, Yogyakarta: Jalasutra.

Bare, Richard. 1970. “The Film Director”, New York, Coolier Book.

Baksin, A. 2009. Pengantar Vidiografi. Bandung: Widya Padjadjaran.

Biran, Yusa, Misbach, 2006. Teknik Menulis Skenario Film Cerita, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya dan PT. Demi Gisela Citra Pro.

Effendy, Heru. 2009. Mari Membuat Film, Jakarta: Erlangga.

Facrudin, Andi. 2011. Dasar-Dasar Produksi Televisi. Jakarta: Kencana

Lutters, E. 2004. Kunci Sukses Menulis Skenario, Jakarta: Erlangga.

Mabruri, Anton, 2010. Manajemen Produksi Program Acara Televisi, Depok: Mind 8 Publising House.

Oliver, Sandra. 2007. Public Relations Strategy, Jakarta: Erlangga.

Prakosa, G. 2008. Film Pinggiran: Antologi Film Pendek, Film Eksperimental, dan Film Dokumenter, Jakarta Pusat: Koperasi Sinematografi IKJ.

Saptaria, Rikrik, E. 2006. Acting Handbook, Jakarta: Erlangga.

Gambar

Gambar 4.21 Screenshot reklame yang tidak sesuai .......................................
gambar yang sesuai dengan skenario atau narasi sehingga dapat  mempermudah
Gambar 2.1 Logo Perusahaan (Sumber: File  P.T. INDEX)
Gambar: 3.2 Alur Genre Film (Sumber: Buku Membuat Film Indie Itu Gampang)
+7

Referensi

Dokumen terkait

72 Tahun 2016, dan merupakan upaya pengesampingan fungsi DPR sebagai fungsi pengawasan; kedua, Kewenangan Pemerintah Pusat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

Penggunaan air laut dari Tanjung Luar dengan pengukusan selama 45 menit menghasilkan tongkol dengan penerimaan organoleptik terbaik dengan karakteristik warna disukai

Karakteristik ini senada dengan pendapat dari Kaplan (dalam Ratnadewi), yang mengungkapkan karakteristik anak autis, yaitu gangguan-gangguan berupa ketidakmampuan untuk

Dari penentuan isu tersebut, dapat ditetapkan tujuan yang ingin dicapai dari permasalahan yang ada di Pulau Menjangan Kecil Karimunjawa, seperti mengurangi dampak

Kalau dilihat dari penawaran pesaing terhadap konsumen untuk produk makanan bubur ini masih cukup tinggi karena dari hasil kunjungan yang dilakukan penulis dibeberapa

4002173010, judul “ Evaluasi Program Kurikulum Tahfizh Alquran di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Sumatera Utara, ” perlu diatur ketentuan tentang pelaksanaan

Terima kasih Tuhan telah menjadikan perempuan sebagai penolong kami yang sepadan.. Kami menyaksikan mereka menjadi pengajar, rekan dan

Sumber dana dari Bank dan lembaga keuangan non Bank biasanya dapat diperoleh dengan pemenuhan persyaratan yang telah ditentukan dan berprinsip pada 5C, yaitu Character