SEBAGAI SOUND ENGINEERING DALAM PEMBUATAN VIDEO DOKUMENTER
SAMPAH VISUAL LAPORAN KERJA PRAKTIK
Oleh :
Nama : SYAFFRUDIN FAISAL NIM : 11510160004
Program : DIV (Diploma Empat) Jurusan : Komputer Multimedia
SEKOLAH TINGGI
MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER SURABAYA
2014
ABSTRAK
SEBAGAI SOUND ENGINEERING
DALAM PEMBUATAN VIDEO DOKUMENTER “SAMPAH VISUAL”
SYAFFRUDIN FAISAL
Program Studi DIV Komputer Multimedia, STIKOM
Kata Kunci: Sampah Visual, Video Dokumenter. Sound Engineering
Video dokumenter “Sampah Visual” berdurasi sekitar kurang lebih 7 menit. “Sampah Visual” merupakan iklan ruang ruang yang berbentuk poster, baliho, banner dan lain sebagainya, yang penempatannya berada di ruang publik yang seharusnya milik publik, bukan diprivasi menjadi milik merek dagang atau milik partai politik. Potret realita sosial sering kali diabadikan dalam sebuah bingkai (frame), baik fotografi maupun dalam sebuah videografi. Pada dasarnya, gambar videografi lebih memiliki daya tarik guna menyampaikan pesan, baik verbal maupun non verbal pada masyarakat dan para penikmat videografi, tentang sebuah realita yang sebenarnya yang akan di kemas dalam bentuk video dokumenter “Sampah Visual” dengan memberi pesan-pesan moral di dalamnya. Mengangkat realita sosial dalam kehidupan masyarakat dalam bentuk video dokumenter “Sampah Visual” dibutuhkan kecakapan seorang sound engineering dalam pembuatan sound efek dan backsound lagu agar video mampu memberikan suasana yang lebih dramatis. Adapun bentuk laporan menggunakan metode penelitian secara kualitatif di mana penelitian kualitatif merujuk pada penalaran baik secara tekstual maupun secara visual, instrument yang digunakan berupa instrument dokumentasi langsung ke lokasi agar mempermudah pengamatan. Atas dasar dari konsep dan ide awal tersebut, maka dikembangkan menjadi sebuah cerita yang menjadi video dokumenter, dengan alur yang diharapkan dapat menyampaikan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
DAFTAR ISI
1.7.1 BAB 4 Metode Kerja Praktek Dan Iplementasi Karya ... 6
1.7.1 BAB 5 Penutup ... 6
BAB III LANDASAN TEORI
3.5.1 Sudut Pengambilan Gambar ... 17
3.5.2 Shot Size ... 17
BAB IV METODE KERJA PRAKTEK DAN IMPLEMENTASI KARYA 4.1 Prodedur Pelaksanaan Kerja Praktek ... 25
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
SKENARIO ... 47
KARTU BIMBINGAN KERJA PRAKTIK ... 50
FORM KERJA PRAKTIK 1 ... 52
FORM KERJA PRAKTIK 5 ... 54
FORM KERJA PRAKTIK 6 ... 56
FORM KERJA PRAKTIK 7 ... 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Logo Reresik Sampah Visual ... 30
Gambar 4.2 Screenshot judul video sampah visual ... 30
Gambar 4.3 Screenshot Sumbo T. dalam sampah visual dokumenter ... 31
Gambar 4.4 Screenshot opening film ... 32
Gambar 4.5 Screenshot opening film ... 32
Gambar 4.6 Screenshot opening film ... 33
Gambar 4.7 Screenshot judul film Sampah Visual ... 33
Gambar 4.8 Screenshot peraturan daerah kota Surabaya ... 34
Gambar 4.9 Screenshot BAB III tentang penyelenggaraan reklame ... 34
Gambar 4.10 Screenshot pasal 23 isi BAB III ... 35
Gambar 4.11 Screenshot pasal 24 isi BAB III ... 35
Gambar 4.12 Screenshot pasal 25 isi BAB III ... 36
Gambar 4.13 Screenshot pewarnaan opening film ... 36
Gambar 4.14 Screenshot pewarnaan opening film ... 37
Gambar 4.15 Screenshot pewarnaan opening film ... 38
Gambar 4.16 Screenshot reklame yang tidak sesuai pada tempatnya ... 38
Gambar 4.17 Screenshot bendera partai dalam film ... 39
Gambar 4.18 Screenshot reklame jenis melekat pada film ... 39
Gambar 4.19 Screenshot reklame yang melekat pada tower ... 40
Gambar 4.21 Screenshot reklame yang tidak sesuai ... 41
Gambar 4.22 Screenshot para calon legislatif ... 41
Gambar 4.23 Screenshot para calon legislatif ... 42
Gambar 4.24 Screenshot proses editing audio ... 42
Gambar 4.25 Screenshot credit tittle opening KAYANGAN STUDIO ... 43
Gambar 4.26 Screenshot credit tittle Jody R ... 44
Gambar 4.27 Screenshot credit tittle Wahyu DP ... 44
Gambar 4.29 Screenshot masyarakat yang sedang berkampanye ... 45
Gambar 4.29 Screenshot masyarakat yang sedang berkampanye ... 45
Gambar 4.28 Screenshot credit tittle Dony DL ... 46
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inovasi dinamika teknologi dan industri multimedia kini telah berkembang
pesat. Industri multimedia seperti desain brand, pembuatan video, dan pembuatan
game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta
menunjukan bahwa Indonesia memiliki orang-orang kreatif yang berusaha turut
membangun negeri secara moriil dan materiil baik positif maupun negatif.
Kebebasan berekspresi di Indonesia mendukung para produser untuk
meningkatkan produksi yang kini meningkat dan berkembang secara pesat.
Teknologi juga menjadi salahsatu hal yang mendukung industri inspirasi di
Indonesia guna memproduksi film-film sebagai sumber kehidupan dunia.
Perfilman di Indonesia kini mampu meraih perhatian dunia perfilman di dunia.
Rumah produksi tersebar bukan hanya di kota besar, tapi juga di kota-kota kecil di
seluruh pelosok negeri, salahsatunya di Surabaya.
Film merupakan salahsatu media komunikasi modern yang efektif untuk
menghibur sekaligus menyampaikan pesan yang dapat mempengaruhi sikap, pola
pikir dan membuka wawasan bagi penontonnya. Pada perkembangan media,
audio visual bisa dikatakan sangat efektif guna menyampaikan suatu pesan terhadap khalayak banyak daripada media-media lain. Sarana komunikasi yang
efektif sangat diperlukan dalam penyampaian pesan, salahsatu media audio visual
berupa film. Film merupakan salahsatu media atau saluran penyampaian
yang dibawakan dalam film sebenarnya berasal dari rangkaian tanda-tanda yang
disusun sehingga membentuk sebuah makna. Film tidak terlepas dari kerangka
pengalaman dan bingkai berfikir dari para pembuat film untuk mengajukan
bingkai pemikiran yang tersurat maupun tersirat.
Film adalah gambar hidup atau sering disebut movie. Gambar hidup merupakan bentuk seni audio visual, yang popular dari hiburan maupun bisnis. Film dapat dihasilkan dari alam dengan kamera artmedia interaktif seperti
animasi. Film dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar.
Film merupakan perkembangan dari berbagai teknologi fotografi dan rekaman
suara, sebagai media komunikasi, bukan hanya untuk hiburan tetapi dapat juga
untuk sarana informasi. Film memiliki kebebasan dalam menyampaikan sebuah
pesan atau informasi, sebagai objek seni, film yang dalam prosesnya berkembang
menjadi salahsatu bagian dari kehidupan sosial, yang dapat memberi pengaruh
secara signifikan pada masyarakat efek moral, dari baik-buruknya sebuah film
bersifat relatif bagi para sineas, dan film maker diharapkan memahami kebutuhan konsumen yang dibutuhkan masyarakat. Masyarakat memiliki hak untuk
menentukan film tersebut baik atau buruk, yang diuraikan oleh Lembaga
Perfilman Indonesia (LPI) dan Badan Sensor Film (BSF). Isi media yang disajikan
merupakan hasil para pekerja media dalam mengadopsi berbagai realitas yang
dipilihnya. Sejauh ini, pendekatan analisis dalam studi film masih dianggap
sebagai pendekatan yang cukup memadai. Upaya tersebut dapat memberi
pengertian tentang realitas sosial dan fiksi sebagai bahan dalam apresiasi film,
agar penikmat film dapat menyerap dan melihat lebih mendalam muatan atau isi
Perkembangan film independen di Indonesia, menurut Gatot Prakosa dalam bukunya Film Pinggiran (Gotot Prakosa, 1997) “film pendek merupakan film yang berdurasi singkat”, tetapi dengan singkatnya waktu pembuatan film tersebut
para pembuat film semestinya dapat lebih selektif mengungkapkan muatan makna
dalam materi-materi yang akan ditampilkan, pada setiap shot akan memiliki makna yang cukup besar untuk ditafsirkan oleh penontonnya. Pembuat film sering
terjebak dalam mengungkapkan cerita , film pendek seperti ini akan menjadi film
panjang yang dipendekkan, karena terikat oleh waktu. Secara umum para sineas
menganbil latarbelakang kehidupan sosial dan para sineas muda Indonesia juga
mampu membuat film independen. Pembuatan film dengan tema-tema sosial maupun budaya dapat pula menjadi tema dari film independen.
Pekerjaan dalam pembuatan film, tersusun dalam berbagai bidang
salahsatunya audioman (sound engineering). Sound Engineering adalah bidang
skill yang berhubungan dengan penggunaan mesin dan equipment untuk rekaman,
audio editing, mixing, mastering dan reproduksi suara. Bidang tersebut mengacu
pada audio, termasuk elektronik, akustik, psychoacoustics, dan musik. Seorang
Audio engineer mahir dengan berbagai jenis media perekaman, seperti tape
analog, multitrack recorder, digital audio workstation, dan pengetahuan komputer.
Sebutan “audio engineer” dan “sound engineer” adalah ambigu. Istilah tersebut
dapat merujuk pada orang yang bekerja dalam produksi suara dan musik, serta
seorang engineer dengan gelar yang merancang peralatan profesional untuk
tugas-tugas audio engineering, dimana yang dimaksud dengan sound engineer berarti
untuk pemrosesan sinyal digital, berkecimpung di bidang komputer musik,
melakukan penelitian pada suara, dan bidang teknik canggih audio lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Atas dasar latarbelakang masalah di atas, maka dapat disimpulkan dalam
rumusan masalah, yaitu: Bagaimana proses membuat audio dan backsound untuk
video dokumenter “Sampah Visual”?.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pembuatan video dokumenter “Sampah Visual”,
antara lain:
1. Proses membuat audio dan backsound untuk video dokumenter “Sampah
Visual”.
2. Menggunakan software Adobe Audition.
1.4 Tujuan
Pembuatan audio dan backsound untuk video dokumenter “Sampah Visual”
bertujuan memberi kesan dramatis agar pesan dari video dapat tersampaikan
dengan maksimal.
1.5 Kontribusi
Proses pembuatan audio dan backsound memiliki kontribusi sebagai media
informasi berbasis audio, maka audio sangat penting dalam pembuatan setiap
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian dalam penyutingan pembuatan film”Sampah Visual”
yaitu proses analisis untuk mendapatkan beberapa adegan (shot) yang akan digunakan untuk membuat sebuah film, berikut adapun langkah-langkah yang
dilakukan penulis dalam proses pembuatan film tersebut, diantaranya:
1. Perencanaan (planning), untuk menghasilkan sebuah gambar yang berkualitas perlu dilakukan perencanaan yang matang dengan melakukan pengambilan
gambar yang sesuai dengan skenario atau narasi sehingga dapat mempermudah
untuk menjadi sebuah film yang dibantu dengan storyboard.
2. Proses edit, tujuan dari editing adalah untuk menentukan gambar mana yang
sesuai dengan narasi, skenario, dan storyboard hingga menjadi sebuah film.
1.7 Sistematika Penulisan
Laporan kerja praktek ini terdiri dari beberapa bab, dimana setiap bab terdiri
dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab I menjelaskan tentang latarbelakang kegiatan, perumusan masalah,
batasan masalah, tujuan, kontribusi, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB 2 PROFIL PERUSAHAAN
Pada bab II menjelaskan tentang sejarah singkat perusahaan, domisili
perusahaan, visi dan misi, tujuan, dan struktur organisasi perusahaan.
BAB 3 LANDASAN TEORI
Pada bab III membahas berbagai tinjuan pustaka yang sesuai dengan video
“Sampah Visual”.
BAB 4 METODE KERJA PRAKTEK DAN IMPLEMENTASI KARYA
Pada bab IV menjabarkan metode-metode kerja selama pembuatan film
yang kelak berguna bagi para mayarakat dan perusahaan.
BAB 5 PENUTUP
Pada bab V penulis mengemukakan kesimpulan dan saran dari proses
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Singkat
PT. INDEX Production House beralamat di Jl. Jemur Andayani VII No.11
Surabaya. Awal berdirinya P.T. INDEX Production House hanya memproduksi
iklan lokal, namun dalam perkembangannya rumah produksi tersebut, kemudian
melahirkan karya–karya yang dijiwai semangat idealisme menegakkan identitas
nasionalisme ke-Indonesia-an, khususnya di bidang Audio Visual.
Pada sejarahnya P.T. INDEX Production House pernah bekerjasama dengan
(SCTV) Surabaya, yang selanjutnya P.T. INDEX Production House bekerjasama
dengan (TPI) sejak tahun 1991 sampai tahun 1995. Pada saat di TPI, P.T INDEX
Production House menemukan sebuah atmosfir yang sama untuk merealisasikan
imajinasi yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Pada tahun 1995 sampai
sekarang P.T. INDEX Production House memproduksi Audio Visual berbagai
profil lembaga Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota/ Kabupaten di Jawa
Timur, serta memproduksi Audio Visual Profile berbagai perusahaan.
2.2 Profil Perusahaan
PT. INDEX Production House
Video
Audio Visual
Jl. Jemur Andayani VII No.11 Surabaya.
P.T. INDEX Production House visinya menciptakan karya–karya videografi
yang dijiwai semangat idealisme.
2.4 Misi
Adapun misi P.T. INDEX Production House diharapkan dapat menjadi
sebuah perusahaan no. 1 yang memproduksi berbagai profil lembaga
Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota/ Kabupaten di Jawa Timur, serta
memproduksi Audio Visual Profile berbagai perusahaan.
2.5 Job Description
1. Pra-Produksi merupakan divisi atau bagian yang memiliki tanggung jawab
untuk meninjau lokasi, mengumpulkan data dan membuat naskah suatu
proyek yang akan dan sedang dikerjakan.
2. Produksi merupakan divisi atau bagian yang bertugas untuk melakukan
pengambilan gambar di lokasi setelah divisi Pra-Produksi melakukan
peninjauan lokasi.
3. Paska Produksi merupakan divisi yang memiliki tugas mengolah data atau
file seperti opening tune, animasi 3D, videografi, ilustrasi musik, pembacaan
2.6 Logo Perusahaan
Gambar 2.1 Logo Perusahaan (Sumber: File P.T. INDEX)
P.T. INDEX Production House berdiri seiring dengan terbentuknya stasiun
televisi swasta di Indonesia, tepatnya tanggal 09 – September – 1990,
sebagaimana yang tercermin dalam logo P.T. INDEX Production House
merupakan angka pertemuan huruf awal dan akhir apabila digabung maka akan
BAB III
LANDASAN TEORI
Guna mendukung pembuatan karya video yang berjudul “Sampah Visual”
maka karya video akan menggunakan beberapa tinjauan pustaka, antara lain:
sejarah film, film pendek, mekanisme produksi karya film, dan proses pembuatan
film.
3.1 Sejarah Film
Film yang beredar saat ini merupakan perkembangan dari fotografi yang
diciptakan oleh Joseph Nicephore Niepce dari Perancis (1826), bila dikaitkan
dengan gambar bergerak, maka terciptanya film bermula dari suatu pertanyaan
unik, “Apakah keempat kaki kuda pada suatu saat berada pada posisi melayang
secara bersamaan ketika berlari?” Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward
Muybridge (1878) dari Standford University, Inggris, membuat sederetan foto
(frame) kuda yang sedang berlari, kemudian beberapa foto kuda berlari tersebut dilihat secara berurutan dalam kecepatan tertentu terjadilah gerakan kuda berlari.
Atas dasar penemuan tersebut diatas, Edward Muybridge disebut sebagai pencipta
Gambar: 3.1 Gambar Kaki Kuda
(Sumber: buku The Art Direction Handbook for Film (2005) Michael Rizzo)
3.2 Pengertian Film
Film dapat disebut gambar hidup atau movie atau sering disebut dengan sinema, yang merupakan bentuk dari sebuah seni, hiburan dan bisnis. Film
merupakan hasil gambar rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan
figur palsu) dengan kamera, atau dengan menggunakan teknik animasi (Peacock,
2001: 5).
Peacock dalam bukunya The Art of Moviemaking: Script to Screen (2001: 1-3), menyebutkan bahwa: “film atau movie merupakan tampilan pada layar oleh
kilatan atau flicker cahaya yang muncul sebanyak 24 kali (24 gambar) tiap detiknya dari lampu proyektor”. Kejadian tersebut dapat dilihat oleh mata manusia
hanya saja karena kemampuan mata manusia yang terbatas, maka
potongan-potongan gambar tidak terlihat sedangkan yang muncul adalah pergerakan gambar
yang halus. Fenomena itu disebut persistence of vision. Gerakan gambar-gambar tersebut merupakan exaggeration dari ide-ide romantis, potret, realitas sosial dan lain sebagainya.
Atas dasar penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa film adalah suatu
gaya dalam menyampaikan cerita, pesan, ataupun gagasan. Cerita sebuah film
merupakan hasil suatu proses ide-ide imajinatif yang diambil berdasarkan
lingkungan kehidupan masyarakat sekitar.
Film memiliki beberapa genre yang akan memberikan karakteristik dalam
sebuah film. Segmentasi audien dalam sebuah film akan memperhatikan jenis
genrenya. Penggunaan genre dalam sebuah film akan membuat daya tarik tersediri
bagi setiap audien yang melihat. Setiap film pendek memiliki teknik yang menjadi
point atau pesan di setiap film.
Gambar: 3.2 Alur Genre Film
3.3 Film Pendek (Short Movie)
Penulis memilih film pendek untuk mengaplikasikan ide dan konsepnya,
pengertian film pendek merupakan film yang durasinya singkat yaitu dibawah 50
menit dan didukung oleh cerita yang pendek, sehingga para pembuat film harus
lebih selektif mengungkapkan materi yang akan ditampilkan melalui setiap shot,
yang memiliki makna yang cukup baik untuk ditafsirkan oleh penontonnnya.
Perkembangan di dunia industri perfilman sekarang ini tidak hanya dapat di
produksi dan dikerjakan di dalam rumah produsi (production house), melainkan banyak pula karya-karya yang dihasilkan oleh para sineas muda yang dapat
menghasilkan sebuah karya moving picture secara independen.
3.4 Mekanisme Produksi Karya Film
Mekanisme produksi film merupakan sebuah proses yang lazim diterapkan
dalam proses pengerjaan film pada umumnya. Mekanisme tersebut meliputi pra
produksi, produksi dan pasca produksi. Persentase pembagian pengerjaan karya
film adalah 70% di bagian pra produksi, 20% dalam tahap produksi sedangkan
10% tahap pasca produksi.
Pengerjaan sebuah film tidak lepas dari kerjasama 3 pihak yaitu penulis
skenario, sutradara dan produser. Penulis skenario merupakan orang yang
menuangkan ide atau gagasan ke dalam bentuk tulisan yang sesuai dengan kaidah
penulisan naskah. Sutradara merupakan orang yang mewujudkan gagasan yang
tertuang dalam sebuah skenario menjadi rekaman audio visual. Produser
merupakan orang yang membantu sutradara dalam mengelola proses pembuatan
manajer produksi, asisten sutradara, sinematografer, perekam suara, pengarah
artistik, dan penyunting gambar atau kemeramen.
Pada proses syuting berlangsung untuk mengambil gambar sesuai dengan
skenario dengan menggunakan teknik liveshot dan tidak menggunakan kamera video pada umumnya, tetapi menggunakan kamera DSLR dalam pengambilan
gambar.
Penulis dalam pengambilan video shooting dengan menggunakan kamera
DSLR. Adapun kelebihan dan keistimewaan alat tersebut, adalah:
1. Fokus kamera DSLR dapat dirubah sesuai keinginan penulis.
2. Lensa kamera DSLR lebih variatif dan mudah di dapat.
3. ISO yang tinggi antara 100 - 6400, menjadikan kamera DSLR lebih sensitif
terhadap penangkapan cahaya.
4. Lebih ringan, lebih murah, dan efektif.
3.5 Proses Pembuatan Film
Ide merupakan proses awal mula dari pembuatan sebuah film, pengertian
ide adalah gagasan sebuah cerita yang nantinya akan dituangkan menjadi sebuah
cerita dalam skenario. Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 46 - 50), menjelaskan bahwa “ide didapatkan dari kisah pribadi penulis, novel, cerpen, film lain yang diambil inti cerita dan diadaptasikan, dan
juga produser itu sendiri”. Setelah ide mulai terbentuk, pastikan plot yang
digunakan bercabang atau lurus dan juga setting yang digunakan seperti apa.
Hampir sama seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth Lutters, menurut Askurifal
dapat diperoleh dari pengalaman pribadi, percakapan sehari-hari, biografi
seseorang, komik, novel, musik, olahraga, dan sastra”.
Langkah selanjutnya setelah ide kemudian membuat naskah yang
merupakan pengembangan dari ide menjadi sebuah sinopsis (synopsis). Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 61), menyebutkan: “sinopsis bukan hanya ringkasan cerita tetapi sebuah ikhtisar yang memuat semua
data dan informasi dalam skenario”. Penyusunan bagan cerita dan kerangka tokoh,
tokoh diberi karakteristik yang detail dari sifat, postur badan, agama, latar
belakang dan lain-lain. Karakter tokoh dibuat dengan detail. Naskah tersebut
berupa skenario, storyboard, dan lain sebagainya
Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 90), menyebutkan bahwa “skenario adalah naskah cerita yang sudah lengkap
dengan deskripsi dan dialog, telah matang, dan siap digarap dengan bentuk
visual”. Skenario berisi informasi-informasi seperti scene, nama pemeran,
deskripsi visual, tokoh yang berdialog, beat, dialog dan transisi.
Adapun menurut Handry TM dalam buku Yok Bikin Film Gitu Loh! (2006: 59 - 60), skenario yang baik memiliki ciri-ciri, sebagai berikut:
1. Simple, sederhana dan mudah dimengerti (simbol).
2. Tidak terlalu banyak deskripsi, misalnya selalu diisi keinginan penulis
tentang adegan tertentu, dan terkesan menggurui.
3. Tersusun dengan standart umum yang disepakati.
4. Style atau gaya kepenulisan personal harus dihindari.
5. Terbuka untuk dikembangkan, terutama pengadeganan dan penajaman
6. Tidak dikunci dengan adegan-adegan mati, misalnya: harus ditempat-tempat
tertentu yang sulit dijangkau.
7. Menghindari dari istilah-istilah sulit, diluar kelaziman produksi film.
Heru Effendy dalam bukunya mari membuat film (2002: 150), menyebutkan “storyboard adalah sejumlah sketsa yang menggambarkan aksi di dalam film, atau bagian khusus film yang disusun teratur pada papan buletin dan dilengkapi
dengan dialog yang sesuai waktunya atau deskripsi adegan”. Storyboard
merupakan satu rangkaian ilustrasi-ilustrasi atau gambaran-gambaran yang
dipertunjukkan di dalam urutan untuk tujuan previsualizing satu grafik gerakan atau urutan media yang interaktif. Dalam pembuatan storyboard, sutradara dapat dibantu oleh seorang ilustrasi dan harus mengerti teknik-teknik pengambilan
gambar. Adapun menurut Rikrik El Saptaria dalam bukunya Acting Handbook
(2006: 120), “shot adalah satu bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang
yang direkam dengan satu take saja”.
Elizabeth Lutters dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario (2004: 86), menyebutkan “treatment adalah pengembangan cerita dari sebuah synopsis yang didalamnya berisi plot secara detail, dan cukup padat”, adapun menurut Heru
Effendy di buku Mari Membuat Film (2002: 154), “treatment adalah presentasi detail dari sebuah cerita sebuah film, namun belum berbentuk naskah”. Treatment
adalah satu potongan dari prosa, kartu-kartu peristiwa, pemandangan dan draft
pertama dari satu cerita untuk film.
“pekerjaan akhir sebuah naskah film, membuat detail gambar satu persatu dan
memberi nomor urutan”.
Secara umum, para pembuat film wajib memperhatikan dalam pembuatan
shooting script, juga diperhatikan angle kamera atau penempatan kamera pada saat produksi. Angle kamera atau penempatan kamera terdapat bahasa-bahasa kamera itu sendiri, diantaranya:
1. Sudut Pengambilan Gambar (Camera Angle)
Dalam pembuatan film terdapat beberapa sudut pandang kamera yang
digunakan dalam shoting, beberapa sudut pandang kamera, kontinuitas, komposisi dan editing. Sudut pandang kamera (Angle Camera) menurut Andi Fachrudin dalam bukunya Dasar-Dasar Produksi Televisi (2011: 151) “meletakan lensa kamera pada sudut pandang penggambilan gambar yang
tepat mempunyai motivasi tertentu dan membangun kesan psikologis
tersendiri” seperti:
a. High Angle
High Angel merupakan pengambilan gambar dengan meletakan tinggi
kamera di atas objek atau garis mata orang. memberi kesan psikologis
yang ingin disampaikan objek tampak seperti tertekan.
b. Eye Level
Eye Level merupakan pengambilan gambar dengan meletakan tinggi
kamera sejajar dengan garis mata objek yang dituju, agar memberi kesan
c. Low Angle
Low Angle merupakan pengambilan gambar dengan meletakan tinggi
kamera di bawah objek mata orang, memberi kesan psikologis yang ingin
disajikan agar objek tampak berwibawa.
2. Shot Size
Shot Size pada dunia pertelevisian dan perfilman terdapat beberapa ukuran
shotyang dikenal sebagai komposisi dasar dari sebuah pembingkaian gambar. Beberapa shot sizes tersebut, adalah:
a. Extreme Long Shot (ELS)
Extreme Long Shot (ELS) merupakan pengambilan gambar dengan sangat
jauh, panjang, luas dan berdimensi lebar guna dapat memperlihatkan
seluruh lokasi adegan dan isi cerita yang menampilkan keindahan suatu
tempat.
b. Very Long Shot (VLS)
Very Long Shot (VLS) merupakan pengambilan gambar dengan panjang,
jauh dan luas tetapi lebih kecil daripada ELS. Pada sisi lain VLS juga
c. Long Shot (LS)
Long Shot (LS) merupakan pengambilan gambar dengan total, dari ujung
kepala hingga ujung kaki, gambaran manusia seutuhnya. Memperkenalkan
tokoh utama atau seorang pembawa acara lengkap dengan setting latarnya yang menggambarkan di mana objek tersebut berada.
d. Medium Long Shot (MLS)
Medium Long Shot (MLS) merupakan pengambilan gambar dengan
dengan menarik garis imajiner dari posisi LS lalu zoom-in hingga gambar menjadi lebih padat, maka kita akan memasuki wilayah Medium Long Shot (MLS).
e. Medium Shot (MS)
Medium shot (MS) merupakan pengambilan gambar dengan
memperlihatkan subjek orang dari tangan hingga ke atas kepala sehingga
penonton dapat melihat jelas ekspresi dan emosi yang meliputinya.
f. Medium Close Up (MCU)
Medium Close Up (MCU) dapat dikategorikan sebagai komposisi “potret
setengah badan” dengan background yang masih dapat dinikmati, MCU
justru memperdalam gambar dengan dengan lebih menunjukkan profil dari
objek yang direkam. Latarbelakang objek sebagai pendukung suasana bagi
objek/ pemeran utama yang menunjukkan profil, bahasa tubuh, dan emosi
g. Close Up (CU)
Close Up (CU) merupakan pengambilan gambar dengan memperlihatkan
objek (seseorang) yang direkam gambarnya secara penuh dari leher hingga
ke ujung batas kepala, yang lebih fokus kepada wajah sehingga raut dan
mimik wajah tampak lebih jelas.
h. Extreme Close Up(ECU/ XCU)
Extreme Close UP (ECU/ XCU) merupakan pengambilan gambar dengan
memperlihatkan pengambilan gambar agar terlihat lebih detail seperti
hidung pemain, bibir, atau ujung tumit dari sepatu.
i. Big Close Up (BCU)
Big Close UP (BCU) merupakan pengambilan gambar dengan
memperlihatkan di sekitar kepala hingga dagu, yang menampilkan
kedalaman pandangan mata seperti ekspresi kebencian pada wajah, emosi,
dan keharuan, khususnya dalam penyutradaraan non drama.
Gambar: 3.3 Shot size
3. Audio
Secara umum. audio merupakan salah satu elemen penting yang ikut
berperan dalam membangun sebuah sistem komunikasi dan pembuatan sebuah
film dalam bentuk suara, yaitu suatu sinyal elektrik yang akan membawa unsur
bunyi didalamnya. Audio sendiri terbentuk melalui beberapa tahap, antara lain
tahap pengambilan atau penangkapan suara, sambungan transmisi pembawa
bunyi, penguat sinyal suara (amplifier) dan lain sebagainya.
Menurut Andi Fachrudin dalam buku Dasar-Dasar Produksi Televisi (2011: 37) “audio adalah file suara yang berasal dari gelombang yang ditangkap atau direkam melalui alat perekam suara dan soundcard yang kemudian di-convert
menjadi file audio”. Adapun macam-macam audio yang dikelompok berdasarkan media atau perangkat yang digunakan, antara lain:
a. Audio Visual
Audio Visual merupakan istilah yang digunakan untuk seperangkat
soundsystem yang dilengkapi dengan tampilan gambar, biasanya digunakan untuk presentasi.
b. Audio Streaming
Audio Streaming merupakan istilah yang digunakan untuk mendengarkan
c. Audio Modem Riser (AMR)
Audio Modem Riser merupakan istilah yang digunakan untuk sebuah
kartu plug-in untuk motherboard intel yang memuat sirkuit audio atau sirkuit modem.
d. Audio Response
Audio Response merupakan suara yang dihasilkan oleh komputer.
Merupakan output pembicaraan yang dihasilkan komputer untuk
menanggapi input jenis khusus, misalnya permintaan nomor telepon, dan
lain sebagainya.
Secara umum, audio terbagi dalam beberapa macam format atau ekstensi,
audio yang biasa kita temui sehari-hari dan cukup dikenal oleh masyarakat umum
antara lain:
a. MPEG, Audio Layer 3 (MP3)
MPEG, Audio Layer 3 merupakan format audio yang dikembangkan oleh
Fraunhoper Institude dengan bitrate 128 kbps. Pada waktu singkat
program tersebut menjadi format paling populer dalam musik digital
karena ukuran filenya yang kecil dan kualitasnya yang tidak kalah dengan
b. Waveform Audio Format (WAV)
Waveform Audio Format (WAV) adalah format audio yang merupakan
standar suara de-facto di Windows. Pada awalnya format ini dijadikan
jembatan penghubung untuk file yang akan dikonversi ke dalam format
yang lain. Seiring perkembangan zaman, banyak pengguna yang melewati
tahap ini dengan mengkonversi file secara langsung ke format yang
diinginkan. Format ini jarang digunakan karena ukuran filenya yang
lumayan besar.
c. Advanced Audio Coding (AAC)
Advance Audio Coding (AAC) merupakan format audio yang menjadi
standar Motion Picture Experts Group (MPEG). Sejak standar MPEG-2
diberlakukan tahun 1997, sample rate yang ditawarkan sampai 96 KHz
atau dua kali sample rate MP3. Kualitas audio dengan format ini cukup
baik bahkan pada bitrate paling rendah sekalipun. Salah satu pengguna
format audio ini adalah iTunes, toko musik online besutan Apple dan
piranti atau perangkat pendukung terkemuka untuk format audio ini juga
berasal dari produknya Apple yakni Ipod.
d. Windows Media Audio (WMA)
Windows Media Audio (WMA) merupakan format audio yang ditawarkan
oleh perusahaan teknologi yakni Microsoft Corporation. Format audio ini
sangat disukai oleh vendor musik online karena dukungannya terhadap
mencegah pembajakan musik, adapun menurut pendapat beberapa orang,
format audio ini mempunyai kualitas yang lebih baik dari pada AAC dan
MP3.
e. Ogg Vorbis
Ogg Vorbis (OV) merupakan satu-satunya format audio yang terbuka dan
gratis untuk umum, kelebihannya terletak pada kualitas audio yang tinggi
walau pada bitrate rendah. Program Winamp versi terbaru sudah
mendukung format audio sebagai pendukung Ogg Vorbis
f. Real Audio
Real Audio merupakan salahsatu format audio yang sering kita temui pada
bitrate rendah. Format tersebut dikembangkan oleh Real Networks untuk
layanan streaming audio pada bitrate 128 kbps ke atas dengan
menggunakan standar AAC MPEG-4.
g. MIDI
MIDI merupakan format audio yang biasa digunakan untuk ringtone pada
handphone karena ukuran filenya yang kecil tapi sayang format audio ini
hanya cocok untuk suara yang dihasilkan oleh alat produksi elektronik
BAB IV
METODE KERJA PRAKTEK DAN IMPLEMENTASI KARYA
4.1Prosedur Pelaksanaan Kerja Praktek
Prosedur dalam pelaksanaan kerja praktek sesuai dengan yang ditetapkan
oleh STIKOM Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan penting yang
harus dilalui, berupa:
1. Survey lapangan atau observasi, kegiatan ini ditujukan untuk mengamati
proses pembuatan produksi multimedia, dalam hal ini videografi.
2. Study Pustaka dilakukan untuk mendapatkan landasan teori yang sesuai
dengan permasalahan dan dapat menjadi refrensi untuk pelaksanaan rencana
penggambaran sistem dan pola aplikasi kerja.
3. Analisa Permasalahan ditujukan untuk menetapkan kebutuhan klien atau
kebutuhan instansi dan menentukan bagaimana solusi terbaik yang akan
diterapkan dalam instansi.
Pembuatan Produk Multimedia, pada pembuatan videografi terdapat
beberapa tahapan, antara lain:
1. Pendahuluan, identifikasi permasalahan yang ada, evaluasi, alternatif, solusi
dan prioritas pengembangan.
2. Tahap analisa ruang lingkup permasalahan, ruang lingkup dan sasaran yang
akan dikembangkan, identifikasi area permasalahan yang lebih terperinci,
evaluasi, perumusan dan penyusunan untuk menunjang perancangan desain.
3. Tahap analisa kebutuhan pengguna, mendefinisikan kebutuhan fungsional dan
4. Tahap spesifikasi media, dilakukan untuk melakukan spesifikasi fungsional,
konfigurasi hardware dan software yang support dengan komputer klien. 5. Revisi produk, melakukan perbaikan dan pemantauan untuk menghasilkan
produk yang sesuai target.
6. Pembuatan laporan, semua dokumentasi dalam pembuatan produk multimedia
tersebut, sebagai hasil dari proyek disusun dalam sebuah laporan.
4.2Acuan Kerja Praktek
Prosedur dalam acuhan kerja praktek sesuai dengan yang ditetapkan oleh
STIKOM Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan penting yang harus
dilalui, berupa:
4.2.1 Pra-Kerja Praktek:
Prosedur dalam pelaksanaan pra-kerja praktek sesuai dengan yang
ditetapkan oleh STIKOM Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui, berupa:
1. Sebelum melaksanakan kerja praktek, wajib mengisi form acuan kerja yang
terdiri dari dua halaman yang merupakan “kontrak kerja” antara mahasiswa
dengan perusahaan dimana anda melaksanakan kerja praktek dan dosen
pembimbing kerja praktek.
2. Pengisian form acuan kerja harus lengkap beserta tanda tangan pihak terkait.
3. Form acuan kerja yang terisi lengkap, diperbanyak oleh mahasiswa sebanyak
dua kali dengan ukuran A4.
5. Copy 2: diserahkan kepada Pusat Pelayanan Kerja Praktek (PPKP)
6. Asli: dilampirkan saat pembuatan Buku Laporan Kerja Praktek.
4.2.2 Kerja Praktek
Prosedur dalam kerja praktek sesuai dengan yang ditetapkan oleh STIKOM
Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan penting yang harus dilalui,
berupa:
1. Melaksanakan kerja praktek sesuai jangka waktu yang ditetapkan.
2. Melakukan bimbingan ke dosen pembimbing.
4.2.3 Pasca Kerja Praktek
Prosedur dalam pelaksanaan paska kerja praktek sesuai dengan yang
ditetapkan oleh STIKOM Surabaya, yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan
penting yang harus dilalui, berupa:
1. Mengambil form nilai kerja praktek untuk perusahaan.
2. Mahasiswa melakukan demo ke pihak perusahaan terlebih dahulu, kemudian
ke dosen pembimbing.
3. Setelah demo ke perusahaan, mahasiswa meyerahkan form nilai dari
perusahaan secara lengkap ke bagian PPKP untuk ditukar dengan form nilai
kerja praktek untuk dosen pembimbing.
4. Melakukan demo ke dosen pembimbing dan setelah melakukan demo ke
dosen pembimbing mahasiswa menyerahkan form nilai dari dosen
5. Mahasiswa membuat buku laporan kerja praktek dengan bimbingan dosen
pembimbing kerja praktek.
6. Merevisi laporan jika ada yang perlu dibenahi.
7. Buku laporan kerja praktek dan CD diserahkan ke bagain PPKP dan bagian
perpustakaan STIKOM Surabaya.
8. Kerja Praktek berakhir, mahasiswa tinggal menunggu hasil nilainya.
4.3 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengidentifikasi dan membuat
alur perancangan yang akan dilaksanakan, agar dalam proses pencarian data tidak
terjadi penyimpangan dalam mengemukakan tujuan yang ingin dicapai. Pada
tahap ini, rancangan perencanaan yang dilakukan dalam pembuatan proyek
multimedia dapat dilihat dalam diagram metodologi perancangan. Teknik
pengumpulan data dalam pembuatan game tersebut dilakukan dengan dua cara,
pertama teknik wawancara dan studi pustaka, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Wawancara
Metode tersebut digunakan oleh penulis untuk mengetahui lingkungan kerja
dan mengetahui informasi-informasi apa saja yang dibutuhkan oleh project
leader dari pembuatan Film Dokumenter “Sampah Visual” tersebut, berikut
adalah beberapa hasil wawancara:
a. Membuat sebuah Film Dokumenter dengan tema ‘Sampah.’
c. Proses editing video menggunakan Adobe Premiere dan Adobe After
Effects agar pengemasan footage video lebih maksimal serta untuk editing
narasi menggunakan Adobe Audition.
d. Membuat Film Dokumenter sesuai deadline dan target untuk menghasilkan
kualitas yang baik.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka yaitu pengumpulan data dari perpustakaan yang dilakukan
dengan membaca dan mempelajari buku literatur, majalah, artikel internet,
dan informasi lainnya sebagai bahan tinjauan literatur yang berkaitan dengan
penelitian Film Dokumenter seperti yang telah dijelaskan pada landasan teori
di atas.
4.4Observasi
Pada saat kerja praktek di PT. INDEX Production House, penulis telah
melakukan proyek diantaranya Observasi di dalam menyelesaikan Film
Dokumenter “Sampah Visual” dari P.T. INDEX Production House, penulis awali
dengan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai perusahaan maupun
informasi mengenai tema, gambar dan keterangan/ tulisan serta foto. Oleh karena
itu observasi dilakukan dengan metode kualitatif atau teknik wawancara dengan
project leader PT. INDEX Production House, antara lain:
1. Studi eksisting
Dalam pembuatan suatu Film Dokumenter dibutuhkan studi eksisting yang
berfungsi untuk mengamati sebuah Film Dokumenter yang sebelumnya sudah
kelebihan dan kekurangan dari contoh sebelumnya. Kajian ini dilakukan terhadap
beberapa Film Dokumenter yang serupa, diantaranya seperti salah satu aktivis
yang bernama Reresik Sampah Visual dari kota Yogyakarta pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. logo Reresik Sampah Visual.
(Sumber: Film Eagle Award)
Reresik Sampah Visual adalah sebuah kelompok yang dibentuk oleh Sumbo
Tinarbuko untuk memberantas reklame yang tidak sesuai pada tempatnya, dan
Sumbo Tinarbuka membuat sebuah dokumenter dari upaya yang dikerjakan yang
berjudul “Sampah Visual” yang tampak pada gambar 4.2.
Dokumenter “Sampah Visual” merupakan Film Dokumenter yang dibuat oleh
aktivis Reresik Sampah Visual dimana bapak Sumbo Tinarbuko yang menjadi
ketuanya. Film Dokumenter ini menceritakan tentang ketidakpeduliannya
pemerintah terhadap ruang publik yang berkaitan dengan iklan luar ruang dan
berbasis masyarakat, Reresik Sampah Visual bergerak untuk membersihkan iklan
yang tidak pada tempatnya pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. screenshot Sumbo .T dalam Sampah Visual Dokumenter. (Sumber: Film Eagle Award 2012)
4.5Perancangan Karya
Perancangan karya merupakan tahapan yang penting dalam pembuatan
sebuah Film dengan proses dibawah ini:
1. Opening Film
Dalam langkah melakukan observasi dan melakukan pencarian data,
kemudian mengambil gambar dan membuat opening dalam Film Dokumenter
Sampah Visual. Opening dibuat sebagai informasi pengantar yang bertujuan
memberitahu masyarakat bahwa produksi sampah di kota Surabaya mencapai
Gambar 4.4. screenshot opening Film. (Sumber: Dok pribadi)
Scene selanjutnya, memberikan informasi bahwa setiap bulan kota Surabaya
memproduksi 330.000 ton sampah yang tampak pada gambar 4.5.
Gambar 4.5. screenshot opening Film. (Sumber: Dok pribadi)
Pada scene yang sama, menjelaskan produksi sampah setiap tahun di kota
Gambar 4.6. screenshot opening Film. (Sumber: Dok pribadi)
Scene judul mengambil tempat yang terkesan dramatis, scene di atas diambil
di jalan Bung Tomo, Surabaya yang tampak pada gambar 4.7.
Gambar 4.7. screeshot judul Film Dokumenter Sampah Visual. (Sumber: Dok pribadi)
Pada pembuatan opening pada Film Dokumenter “Sampah Visual” maka
dilanjutkan dengan pembuatan isi dari Film. Isi dalam Film Dokumenter
tersebut memberikan informasi bahwa yang dilakukan oleh sekelompak
masyarakat dan calon legislatif dianggap salah, maka visual yang akan
ditampilkan dalam Film Dokumenter Sampah Visual akan memperlihatkan
beberapa peraturan daerah kota Surabaya nomor 8 tahun 2006 tentang
Gambar 4.8. screenshot peraturan daerah kota Surabaya. (Sumber: Dok pribadi)
Atas dasar peraturan daerah kota Surabaya nomor 8 tahun 2006 tentang
penyelenggaraan reklame dan pajak reklame, yang ada pada BAB III pasal 12
tentang penyelenggaraan reklame harus sesuai dengan ketertiban, keamanan
yang tampak pada gambar 4.9.
Gambar 4.9. screenshot BAB III tentang penyelenggaraan reklame (Sumber: Dok pribadi)
Pada pasal 23 menjelaskan bahwa penempatan reklame harus sesuai dengan
Gambar 4.10. screenshot pasal 23 isi dari BAB III. (Sumber: Dok pribadi)
Pada pasal 24 memperjelas peraturan BAB III tentang penyelenggaraan
reklame yang tampak pada gambar 4.11.
Gambar 4.11. screenshot pasal 24 isi dari BAB III. (Sumber: Dok pribadi)
Pada pasal 25 menjelaskan pemasangan reklame jenis baliho harus memenuhi
Gambar 4.12. screenshot pasal 25 isi dari BAB III. (Sumber: Dok pribadi)
2. Warna
Warna sangat penting guna menampilkan suasana dan emosi dalam produksi
Film, ketika Film dalam proses editing dan komposisi dari masing-masing
video telah diatur, maka proses selanjutnya adalah mewarnai video seperti
yang tampak pada gambar 4.13.
Gambar 4.13 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Dok pribadi)
Pewarnaan dilakukan di Adobe After Effects dan menggunakan effect looks
Gambar 4.14 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Dok pribadi)
Scene judul, memakai warna yang terkesan dramatis dan menggunakan
effects light leaks seperti yang tampak pada gambar 4.15.
Gambar 4.15 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Dok pribadi)
3. Konsep
Pada konsep Film Dokumenter bertema sampah dan mengangkat realita yang
dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan calon legislatif yang berada di
Indonesia, salahsatunya di kota Surabaya. Mereka yang memasang seharusnya
mengetahui peraturan yang sudah ada, tetapi mereka melanggarnya dan hal itu
Implementasi karya dari Film Dokumenter “Sampah Visual” mempunyai
tahap-tahap pembuatan ilustrasi artwork, sebagai berikut:
a. Tampilan pertama dari Film Dokumenter ini diawali dengan opening kota
Surabaya, kemudian dilanjutkan dengan ilustrasi seorang pemuda yang
membuang sampah di sungai, berlanjut dengan tampilan judul,
menggunakan background bangunan yang sedang dibangun agar terkesan
dramatis.
b. Tahap kedua masuk pada isi Film yang menceritakan keadaan kota
Surabaya, dimana banyak reklame penempatannya tidak sesuai dengan
peraturan pemerintah. Para kelompok atau tim pelaksana advertising
memasang reklame mereka demi memasarkan salahsatu dari produk
mereka, bahkan ada yang memasang untuk mengunggulkan nama
perusahaan mereka seperti pada gambar 4.16. Reklame–reklame tersebut
semakin banyak bermunculan dan semakin tidak teratur ketika musim
pemilu tiba.
c. Tindakan yang dilakukan oleh mereka yang memasang iklan sangat
merugikan, karena fasilitas milik publik diambil oleh sekelompok
masyarakat dan para calon legislatif. Reklame yang ditempatkan pada
tempat yang tidak sesuai dengan letaknya akan menggangu padangan
mata, karena seringnya dilihat dan dapat mengganggu keselamatan seperti
yang tampak pada gambar 4.17.
Gambar 4.17 screenshot bendera partai dalam Film. (Sumber: Dok pribadi)
Memperlihatkan ketidak-indahan tatanan kota Surabaya. Reklame calon
legislatif yang ditempelkan di tiang penerangan jalan seperti yang tampak
pada gambar 4.18.
Selanjutnya memperlihatkan reklame calon legislatif yang ditempelkan di
Base Transceiver Station (BTS) seperti yang tampak pada gambar 4.19.
Gambar 4.19 screenshot reklame yang melekat di tower. (Sumber: Dok pribadi)
Reklame yang ditancapkan di trotoar jalan Raya Rungkut kota Surabaya
seperti yang tampak pada gambar 4.20.
Gambar 4.20 screenshot reklame yang ditencapkan di trotoar. (Sumber: Dok pribadi)
Tampak reklame yang ditancapkan di pembatas jalan Ngagel Raya kota
Gambar 4.21 screenshot penempatan reklame yang tidak sesuai. (Sumber: Dok pribadi)
Pada tiang reklame memperlihatkan para calon legislatif yang ingin dikenal
ramah oleh masyarakat yang tampak pada gambar 4.22.
Gambar 4.22 screenshot para calon legislatif. (Sumber: Dok pribadi)
Scene terakhir memperlihatkan berbagai jenis reklame menjadi satu yang
Gambar 4.23 screenshot reklame para calon legislatif. (Sumber: Dok pribadi)
4. Sound Editing
Pada proses sound editing pada film dokumenter “Sampah Visual” memberi
penambahan backsound dilakukan guna mendukung tatanan visual. Proses
sound editing effect pada film dokumenter “sampah visual” menggunakan
original soundtrack game RF Online yang di aransemen ulang, dikarenakan musik tersebut mendukung kesan dramatis sesuai dengan tema dan
pesan-pesan moral yang ditujukan, dalam film dokumenter “Sampah Visual”.
4.6 Credit Tittle
Credit Tittle sebagai bagian penutup film dibuat berdasarkan nama
mahasiswa yang melakukan kerja di PT. INDEX Production House, kemudian
kami dijadikan sebagai satu tim oleh owner PT. INDEX Production House untuk
mengerjakan Film Dokumenter yang bertema sampah, kemudian tim ditugaskan
untuk membuat credit tittle opening sendiri dan tim memilih nama Kayangan
STUDIO yang tampak pada gambar 4.24.
Gambar 4.25 screenshot credit title opening Kayangan STUDIO. (Sumber: Dok pribadi)
Berikut credit tittle penutup dengan nama mahasiswa yang melakukan kerja
praktek di PT. INDEX Production House:
1. Jody Rahwoyo bertugas dalam pra-produksi untuk menulis sekenario, naskah, narasi dari Film Dokumenter Sampah Visual dan meninjau lokasi. Riset
dikerjakan bersama oleh team, riset diawali melalui wawancara kepada
masyarakat umum tentang bagaimana pendapat masyarakat terhadap reklame
yang tidak sesuai pada tempatnya, dan dilanjutkan dengan membaca peraturan
daerah kota Surabaya nomor 8 tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame dan
hal pembuatan narasi, sekenario, naskah dan cerita. Credit tittle yang tampak pada
gambar 4.25.
Gambar 4.26 screenshot credit title Jody Rahwoyo. (Sumber: Dok pribadi)
2. Wahyu Dwi Putera bertugas dalam produksi, yang bertanggungjawab dalam pengambilan gambar di Film Dokumenter Sampah Visual. Credit tittle yang
tampak pada gambar 4.26.
Gambar 4.27 screenshot credit title Wahyu Dwi Putera. (Sumber: Dok pribadi)
Pengambilan gambar dilakukan di beberapa lokasi yang telah ditinjau.
pengambilan gambar dibantu oleh tim, sehingga hasil yang direkam lebih
dan juga akan mempermudah proses editing agar lebih maksimal. Pengambilan
gambar lebih mengutamakan kejadian masyarakat yang sedang berkampanye
yang tampak pada gambar 4.27.
Gambar 4.28 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Dok pribadi)
Gambar 4.29 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Dok pribadi)
Pada gambar 4.28. tampak kegiatan masyarakat seperti di atas tidak bisa
diatur oleh tim dan kesan yang dihasilkan dari pengambilan gambar di atas lebih
natural. Footage di atas menjelaskan ketika musim pemilu tiba, dimana para calon
legislatif memulai penempatan reklame sesuai dengan kemauan mereka yang
PT. INDEX Production House memberi referensi tambahan dalam hal
pengambilan gambar yang tenang agar tidak terlihat seperti Film amatir.
3. Syaffrudin Faisal bertugas dalam pasca produksi, untuk mengemas sound agar lebih harmonis dan tidak saling mengganggu agar terdengar jelas. Sound dalam
Film Dokumenter Sampah Visual ini dibuat agar audiens lebih nyaman dan
terbawa dalam Film, dan terlebih agar audiens tidak bosan dalam menonton Film
Dokumenter “Sampah Visual” ini. Credit tittle yang tampak pada gambar 4.29.
Gambar 4.30 screenshot credit title Syaffrudin Faisal. (Sumber: Dok pribadi)
PT. INDEX Production House memberi referensi tambahan dalam hal
sound effect.
Gambar 4.31 screenshot credit title Dony Dwi Leksana. (Sumber: Dok pribadi)
Proses penggabungan footage dilakukan sesuai narasi yang telah ditulis oleh
team pra-produksi, pewarnaan dalam Film Dokumenter “Sampah Visual” dibuat sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan ekspresi. Tata cara penempatan warna
saat opening pembuatan dibuat dengan kesan cinematic agar lebih dramatis ke
dalam suasana Film Dokumenter “Sampah Visual”, dan guna pewarnaan pada isi
Film Dokumenter “Sampah Visual” dibuat natural agar suasana kota yang
sebenarnya tidak hilang. PT. INDEX Production House memberi referensi
BAB V PENUTUP
5.1Kesimpulan
Atas dasar seluruh penelitian hasil produksi yang telah dilaksanakan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Pembuatan film dokumenter dengan mengangkat realita kehidupan
masyarakat sangat butuh ketelitian dalam segi pembuatan naskah, narasi,
dan narasumber, sehingga film tersebut terlihat realistis dalam kehidupan
masyarakat pada saat ini.
2. Film dokumenter yang bertema kehidupan sosial memiliki pengaruh yang
sangat besar kepada para penikmat film untuk sebuah pesan yang
sebenarnya terkandung di dalam film tersebut.
3. Sebuah film dokumenter diharapkan tidak hanya menjadi sebuah wahana
hiburan semata, melainkan menjadi sebuah kajian yang menarik yang
dapat dikembangkkan dalam ilmu pengetahuan dan disiplin ilmu yang
lain, yang tentunya memiliki tujuan positif guna memberi dan
mengembangkan berbagai aspek kehidupan sosial.
5.2 Saran
Setelah memandang seluruh hasil produksi yang telah dilaksanakan,
terdapat beberapa saran untuk penelitian ini, yaitu:
1. Film dokumenter diharapkan dapat menjadi wawasan, inspirasi dan
selanjutnya agar dapat menampilkan film dengan genre yang sama dan dengan mengangkat kehidupan sosial dengan sudut pandang yang
berbeda.
2. Pada pembuatan film dokumenter “Sampah Visual” dikerjakan dengan
jumlah tim atau crew yang terbatas dan peralatan produksi yang terbatas, oleh karena itu penulis mengakui masih banyak kekurangan dalam
mengaplikasikan hasil penelitian ini ke dalam film dokumenter, karena
dalam pembuatan film dokumenter “Sampah Visual” sangat diperlukan
perencanaan dan perancangan yang lebih matang dan didukung oleh
beberapa pemilihan tim atau crew dengan spesifikasi (Job descriptions)
tersendiri, dan peralatan yang dipakai pada waktu produksi haruslah
mempunyai standarisasi untuk memproduksi film, seperti jimijib,
DAFTAR PUSTAKA
Alfathri, Adlin. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori Dan Realitas, Yogyakarta: Jalasutra.
Bare, Richard. 1970. “The Film Director”, New York, Coolier Book.
Baksin, A. 2009. Pengantar Vidiografi. Bandung: Widya Padjadjaran.
Biran, Yusa, Misbach, 2006. Teknik Menulis Skenario Film Cerita, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya dan PT. Demi Gisela Citra Pro.
Effendy, Heru. 2009. Mari Membuat Film, Jakarta: Erlangga.
Facrudin, Andi. 2011. Dasar-Dasar Produksi Televisi. Jakarta: Kencana
Lutters, E. 2004. Kunci Sukses Menulis Skenario, Jakarta: Erlangga.
Mabruri, Anton, 2010. Manajemen Produksi Program Acara Televisi, Depok: Mind 8 Publising House.
Oliver, Sandra. 2007. Public Relations Strategy, Jakarta: Erlangga.
Prakosa, G. 2008. Film Pinggiran: Antologi Film Pendek, Film Eksperimental, dan Film Dokumenter, Jakarta Pusat: Koperasi Sinematografi IKJ.
Saptaria, Rikrik, E. 2006. Acting Handbook, Jakarta: Erlangga.