Lampiran 1. Data Penggunaan Antibakteri Pada Pasien Anak Diare
penggunaan Permasalahan
1 Pr 1 thn 5.8 GE+ Disentri Gizi Buruk
R/ Metronidazole
200 mg Q24H i.v 6 hari 2 Lk 13 bln 7.5 GE+ Disentri R/ Metronidazole
200 mg Q8H i.v 1 hari Lama penggunaan tidak tepat 3 Lk 21 bln 8.5 GE+ISPA
Kejang Demam
R/ Cefotaxime
300 mg Q12H i.v 2 hari Lama penggunaan tidak tepat 4 Lk 16 bln 10 GEA+ Disentri R/ Metronidazole
200 mg Q8H i.v 2 hari Lama penggunaan tidak tepat 5 Pr 2.8 thn 12.5 GE DRS R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 2 hari Indikasi tidak tepat
6 Pr 1.5 thn 8 GE+ISPA
Hernia
R/ Metronidazole
200 mg Q8H i.v 3 hari Obat tidak tepat
3x 1 cth 3 hari Frekuensi pemberian tidak tepat 8 Lk 2.3 thn 12 GEA+ Disentri R/ Cotrimoxazole
Disentri 2x 1 cth
Indikasi tidak tepat Dosis subterapi
100 mg Q8H i.v 2 hari Lama penggunaan tidak tepat
16 Lk 16 bln 9 GE DRS
BP
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 5 hari
17 Pr 2 thn 18.5 GE DRS Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1/2 cth 3 hari Dosis subterapi
18 Pr 2 thn 8 GE
Kejang Demam
R/ Cotrimoxazole
R/ Metronidazole
250 mg Q8H i.v 2 hari
Indikasi tidak tepat
lama penggunaan tidak tepat 19 Lk 3 thn 9.2 GE DRS
Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 3 hari
20 Pr 16 bln 7.8 GE+Disentri BP
R/ Cotrimoxazole
2x 1/2 cth 6 hari
21 Lk 14 bln 10 GE DRS Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 2 hari
22 Lk 11 bln 6 GE DRS
Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 3 hari dosis berlebih
23 Pr 12 thn GEA R/ Metronidazole
500 mg Q12H i.v 4 hari Indikasi tidak tepat
24 Pr 10 bln 6 GE DRS
Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1/2 cth 5 hari
R/ Metronidazole
150 mg Q8H i.v 4 hari
25 Lk 11 thn 25 Dispepsia GEA DRS
R/ Cotrimoxazole
2x 2 cth 2 hari Indikasi tidak tepat
Obat tidak tepat
Lama penggunaan tidak sesuai Hipokalemia R/ Metronidazole
3x 1/2 cth 2 hari
28 Pr 1 thn 6.5 GE DRS Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1/2 cth 1 hari lama penggunaan tidak sesuai
29 Lk 11 bln 7 GE DRS R/ Metronidazole
100 mg Q8H i.v 3 hari Indikasi tidak tepat 30 Lk 1.5 thn 9 GE DRS
Disentri
R/ Metronidazole
250 mg Q24H i.v 5 hari
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 5 hari
31 Lk 4 thn 14 GE
BP
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 2 hari Dosis Subterapi
R/ Metronidazole
500 mg Q24H i.v 2 hari Obat tidak tepat 32 Lk 5 bln 6.4 GE DRS
BP
R/ Cotrimoxazole
3x 1/2 cth 4 hari Frekuensi pemberian tidak tepat
R/ Cefixime
2x 1 ml 2 hari
33 Pr 8 bln 6.8 BP
GE+Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 5 hari
R/ Metronidazole
250 mg Q24H i.v 4 hari
34 Lk 2 thn 9.5 BP
GE+Disentri
R/ Metronidazole
250 mg Q24H i.v 3 hari
R/ Cotrimoxazole
2x 2/3 cth 3 hari Dosis Subterapi
35 Pr 3 thn 8 GE DRS
Disentri
R/ Metronidazole
250 mg Q24H i.v 2 hari lama penggunaan tidak tepat
R/ Cotrimoxazole
2x 2/3 cth 2 hari
36 Lk 2 thn 11 GE DRS Disentri
R/ Metronidazole
250 mg Q8H i.v 2 hari lama penggunaan tidak tepat
37 Lk 8 bln 7 GEA DRS
Disentri
R/ Metronidazole
250 mg Q24H i.v 4 hari
R/ Cotrimoxazole
2x 2/3 cth 5 hari
38 Pr 15 bln 7.4 GE DRS Disentri
R/ Metronidazole
43 Lk 6 thn 15 GEA Disentri
R/ Metronidazole
500 mg Q24H i.v 3 hari
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 3 hari Dosis Subterapi
44 Lk 9 bln 7 GE DRS
Disentri
R/ Metronidazole
250 mg Q24H i.v 1 kali
R/ Metronidazole
250 mg Q24H i.v 3 hari
R/ Cotrimoxazole
2x 1/2 cth 3 hari
47 Lk 22 bln 12 GE DRS Disentri
R/ Metronidazole
R/ Gentamicin
25 mg Q12H i.v 3 hari Frekuensi pemberian tidak tepat
R/ Metronidazole
150 mg Q8H i.v 3 hari
51 Pr 3 thn 10 GE DRS
Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 2 hari
R/ Metronidazole
3x 1 cth 2 hari
52 Lk 2.5 thn 11 GE DRS Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 2 hari
R/ Metronidazole
3x 1 cth 2 hari
53 Lk 3 bln 3.8 Disentri
Dermatitis Artritis
R/ Cotrimoxazole
2x 1/2 cth 3 hari
R/ Metronidazole
3x 1/2 cth 3 hari
R/ Metronidazole
150 mg Q8H i.v 3 hari Peresepan berlebih/double
54 Lk 1 thn 7 GE DRS
BP
R/ Cotrimoxazole
2x 1/2 cth 2 hari Dosis Subterapi
R/ Pirazinamid
1x 300 mg 8 hari
56 Lk 2 thn 7.5 GE DRS Disentri
R/ Metronidazole
200 mg Q8H i.v 3 hari
R/ Metronidazole
3x 1 cth Terapi lanjutan
57 Lk 2 thn 11 GEA DRS
Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 2/3 cth 1 kali Dosis Subterapi
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 3 hari
R/ Metronidazole
3x 1 cth 3 hari
59 Lk 19 bln 7.3 GE DRS Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 2 hari
Malnutrisi R/ Metronidazole
3x 1 cth 2 hari
60 Lk 1 thn 8 GEA DRS
Disentri
R/ Metronidazole
150 mg Q8H i.v 3 hari
Hematoskezia R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 3 hari
61 Pr 22 bln 10 GE DRS Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 3 hari
R/ Metronidazole
3x 1 cth 3 hari
62 Pr 4 thn 11 GE DRS R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 2 hari Indikasi tidak tepat Intoksisitas Buah
Jarak
R/ Metronidazole
3x 1 cth 2 hari Indikasi tidak tepat 63 Pr 8 bln 6.5 GE DRS
Disentri
R/ Cotrimoxazole
2x 1 cth 3 hari
R/ Metronidazole
150 mg Q8H i.v 3 hari
Keterangan:
JK = Jenis Kelamin GE = Gastroenteritis DRS = Dehidrasi Ringan Sedang BB = Berat Badan GEA = Gastroenteritis Akut Pr = Perempuan
i.v = Intra Vena BP = Broncho-Pneumonia Lk = Laki-laki ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan Atas
Lampiran 2. Pedoman Penggunaan Antibakteri
No Antibakteri Indikasi Dosis Lama
Penggunaan 1. Metronidazole Pengobatan
Disentri Amoeba
15-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
5-10 hari
2. Cotrimoxazole Pengobatan untuk infeksi dibagi dalam 2 dosis
3-5 hari
3. Cefotaxime Pengobatan untuk infeksi dibagi dalam 3 dosis
7-10 hari
4. Gentamicin Pengobatan jangka pendek dibagi dalam 3 dosis
3-4 hari (pemakaian jangka pendek)
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito W. (2007). Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia. Systemic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Universitas Indonesia.
Anonim. (2015). Profil Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa.http://www.rsud.langsakota.go.id/. Diakses pada tanggal 23 Mei 2015.
Cunha, B. A. (2006). Oral Antibiotic Therapy of Serious Systemic Infections. New York: Infectious Disease Division Winthrop University Hospital. 90: 1197-1222.
Depkes RI. (2001). Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI.(2008).Modul 1 Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan
Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Direktorat
Bina Penggunaan Obat Rasional.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi
Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Eppy. (2009). Medicinus: Diare Akut. Jakarta: PT. Dexa Medica. Volume 22 (3): 91-95.
Garna, H., Emilia, S., Hamzah, Heda M.D., dan Dewi, P. (2005). Diare Akut.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi Ketiga.
Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Padjajaran/RSUP Hasan Sadikin Bandung. Halaman 271-278.
Hassan, R., dan Alatas H. (2005). Gastroenterologi. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika. Halaman 283-284.
Lisni, I., Siti, R., dan Heni, S. (2008). Penilaian Penggunan Obat Antibiotik Berdasarkan Ketepatan Kebutuhan Klinik Pada Penderita Pediatrik Di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Prosiding
Kongres Ilmiah XVI ISFI 2008: Transformasi Ilmu Dan Teknologi Dalam Praktek Kefarmasian. Yogyakarta.
Kemenkes RI. (2011). Situasi DIARE di Indonesia. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan. 2 (2): 1-6.
Muttaqin, A., dan Sari K. (2011).Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 459. Priyanto.(2009).Farmakoterapi & Terminologi Medis. Depok: Leskonfi. Halaman
29-30, 42, 108-114.
Rachmawati, Y. (2014). Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gastroenteritis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Periode Januari-Juni 2013.Naskah Publikasi Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Riley, M. R. dan Bass D. (2008). Infectious Diarrhea Dalam Pediatric
Gastroenterology. Philadelphia: Mosby, Inc. Halaman 127.
Setiabudy, R. (2007). Antimikroba.Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Jakarta: FKUI. Halaman 585-587.
Sevilla, C. G
Research Methods. Quezon City: Rex Printing Company. Halaman 182.
Simadibrata M. K. (2006). Pendekatan Diagnostik Diare Kronik. Dalam: Sudoyo Aru w et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Strom, B.L. dan Kimmel, S.I. (2006). Textbook of Pharmacoepidemiology. London: John Wiley dan Sons Ltd. Halaman 19-20.
Suharyono. (2008). Diare Akut: Klinik dan Laboratorik. Edisi Baru. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 63-68.
Suraatmaja, S.(2007).Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. Halaman 1-5, 11-15.
Tambunan, G. W. (1994). Patologi Gastroenterologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 109.
Tan, T.H., dan Rahardja, K. (2010). Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam. Jakarta: Elex Media
Komputindo. Halaman 272-273.
Tatro, D. S., Larry R. B., Joseph T.C., Jennifer C. L., dan Julio R. L. (2003). A to
WHO.(2005).The Treatment of Diarrhoea: a Manual for Physicians and Other
Senior Health Workers.Revisi Keempat. Geneva: World Health
Organization.
Wijaya, A. A. (2010). Evaluasi Penggunaan Antibiotika Untuk Penyakit Diare Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wilianti, N. P. (2009). Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih pada Bangsal Penyakit Dalam Di RSUP Dr.Kariadi Semarang Tahun 2008. Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif yaitu penelitian dengan mengkaji informasi atau mengambil data yang telah lalu (Strom dan Kimmel, 2006).
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah rekam medik pasien anak diare rawat inap di RSUD Kota Langsa tahun 2014.
3.2.2 Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random
sampling).Subjek yang diambil harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak
memenuhi kriteria eksklusi.
Kriteria eksklusinya merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak dapat diikutsertakan. Adapun yang menjadi kriteria eksklusi adalah rekam medik pasien yang datanya tidak lengkap dan tidak mendapatkan terapi obat antibakteri.
Berdasarkan kriteria inklusi diatas, maka jumlah sampel yang didapat dari populasi yang berjumlah 349 adalah 63rekam medik pasien anak diare yang dirawat inap di Ruang Perawatan Anak (RPA) RSUD Kota Langsa.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Langsa mulai tanggal 26 Januari 2015 sampai dengan 23 Mei 2015.
3.4 Definisi Operasional
a. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (≥3 kali/hari) disertai perubahan tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan dengan/tanpa lendir.
b. Pasien anak adalah pasien yang berusia >1 bulan sampai dengan 18 tahun.
c. Antibakteri adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh suatu bakteri, atau
yang diproduksi seluruh atau sebagiannya secara sintesis atau semi sintesis kimia, yang dalam dapat menghambatpertumbuhan atau membunuh bakteri lain.
d. Rasionalitas penggunaan antibakteri adalah penggunaan antibakteri berdasarkan
kategori tepat indikasi, tepat obat tepat dosis dan tepat pasien.
e. Tepat indikasi adalah terapi antibakteri yang diberikan sesuai dengan hasil
diagnosis pasien.
f. Tepat obat adalah terapi antibakteri yang diberikan sesuai dengan indikasi medis
g. Tepat dosis adalah terapi antibakteri yang diberikan sesuai dengan takaran
kepada pasien yang dapat memberikan efek farmakologis yang diinginkan.
h. Tepat pasien adalah terapi antibakteri yang diberikan sesuai dengan kondisi
pasien.
3.5 Instrumen Penelitian 3.5.1 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa rekam medis pasien diare anak rawat inap di RSUD Kota Langsa tahun 2014.
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan rekam medis pasien diare anak rawat inap di RSUD Kota Langsa tahun 2014. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a. Mengelompokkan data rekam medis berdasarkan kriteria inklusi.
b. Mengelompokkan identitas, pengobatan antibakteri yang diberikan, data klinis dan data laboratorium pasien.
c. Mengidentifikasi rasionalitas penggunaan antibakteri pada pasien anak diare berdasarkan studi literatur.
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian.
3.7 Bagan Alur Penelitian
Gambar 3.1 Gambaran pelaksanaan penelitian
3.8 Langkah Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan
penelitian di RSUD Kota Langsa.
b. Mengajukan surat rekomendasi atau izin penelitian yang ditujukan kepada Direktur Utama RSUD Kota Langsa untuk mendapatkan izin melakukan penelitian dan pengambilan data.
c. Mengumpulkan data berupa rekam medik yang tersedia di RSUD Kota Langsa yang memenuhi kriteria inklusi.
d. Menganalisis data dan informasi yang diperoleh sehingga didapatkan kesimpulan dari penelitian.
Rekam Medik Pasien
Pengelompokan data berdasarkan kriteria inklusi Identifikasi Rasionalitas, meliputi:
a.Penentuan tepatindikasi b.Penentuan tepatobat c.Penentuan tepatdosis d. Penentuan tepat pasien
Analisis Data
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Umum Pasien Diare
Karakteristik umum pasien diare pada penelitian ini dapat diklasifikasikan
berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Tabel 4.1. Distribusi Jenis Kelamin dan Umur Pasien Diare Di RPA RSUD Kota Langsa Tahun 2014
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas, diketahui distribusi jenis kelamin penderita yaitu laki-laki sebanyak 41 penderita (65,08%), sedangkan penderita yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 22 penderita (34,92%). Dapat diketahui pula bahwa usia pasien anak yang paling banyak menderita diare adalah pada usia
Balita (1-5 tahun) yaitu sebanyak 44 penderita (69,87%). Selanjutnya pada usia
bayi/infant (1-12 bulan) sebanyak 16 penderita (25,4%) serta pada usiasekolah, yaitu 3 penderita (4,76%).
Hasil penelitian ini sudah sesuai berdasarkan dengan survei dan penelitian riset kesehatan dasar, pasien diare tersebar disemua kelompok umur dengan
Klasifikasi Jumlah Penderita Persentase (%)
Laki-Laki Perempuan
Laki-Laki Perempuan Bayi/ Infant
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-5 tahun) dan penderita dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh anak pada kelompok umur tersebut mulai aktif bermain di luar rumah dan berisiko terkena berbagai infeksi, termasuk diare. Namun di berbagai penelitian sebelumnya belum ditemukan hubungan antara jenis kelamin dan penyakit gastroenteritis (Kemenkes RI, 2011).
Tabel 4.2. Klasifikasi Diare pada Pasien Diare Di RPA RSUD Kota Langsa Tahun 2014
Klasifikasi Diare Jumlah Penderita Persentase (%)
Diare Akut 12 17,14
Diare + Dehidrasi Ringan Sedang 12 17,14
Disentri 46 65,72
Total 63 100
Pada Tabel 4.2, klasifikasi diare didasarkan pada hasil diagnosa dan gambaran klinis. Data klasifikasi diare menunjukkan 46 penderita (65,72%) mengalami disentri, 12 penderita (17,14%) mengalami diare akut dan 12 penderita (17,14%) mengalami diare beserta dehidrasi ringan sedang.
Tabel 4.3. Distribusi Penyakit Penyerta pada Pasien Diare Di RPA RSUD Kota Langsa Tahun 2014
Penyakit Penyerta Jumlah Penderita Persentase (%)
Tanpa Penyakit Penyerta 42 66,67
Dengan penyakit penyerta 21 33,33
Total 63 100
Tabel 4.4. JenisPenyakit Penyerta pada Pasien Diare Di RPA RSUD Kota Langsa Tahun 2014
Penyakit Penyerta Jumlah Penderita* Persentase (%)
ISPA 2 3,08
Kejang Demam 3 4,61
Bronchopneumonia 10 15,38
Gizi Buruk 3 4,61
Hipokalemia 1 1,54
Hernia 1 1,54
Dispepsia 1 1,54
Hematoskezia 1 1,54
Intoksisitas Makanan 1 1,54
Dermatitis Artritis 1 1,54
TB Paru 1 1,54
Total 65 100
Keterangan: * Tiap penderita dapat memiliki lebih dari 1 penyakit penyerta ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Atas
TB : Tuberkulosis 4.2Gambaran Penggunaan Antibakteri
Gambaran jenis dan jumlah antibakteri yang digunakan pada 63 pasien diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa dapat dilihat pada diagram berikut.
51 recipe 45 recipe
5 recipe 1 recipe
Gambar 4.1.Gambaran Jenis dan Jumlah Penggunaan Antibakteri
Berdasarkan Gambar 4.1, secara umum dapat dilihat bahwa jenis antibakteri yang paling sering diresepkan dan digunakan adalah metronidazole sebanyak 51 recipe dan cotrimoxazole sebanyak 45 recipe dimana kedua antibakteri tersebut termasuk dalam antibakteri berspektrum luas.
Distribusi penggunaan antibakteri berdasarkan komposisi dan rute pemberian dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.
Tabel 4.5. Distribusi Penggunaan Antibakteri Pada PasienDiare Di RPA RSUD Kota Langsa Tahun 2014
Komposisi Nama Antibakteri
Keterangan: * Tiap penderita dapat menerima lebih dari 1 komposisi antibakteri i.v : intra vena
p.o : per oral
penderita (27,94%). Penggunaan antibakteri kombinasi terbesar adalah metronidazole i.v dan cotrimoxazole p.o, yaitu sebanyak 19 penderita (27,94%).
Antibakteri metronidazole merupakan drug of choice (obat pilihan utama) yang digunakan untuk mengobati disentri amoeba (amoebiasis) atau giardiasis (WHO, 2005). Metronidazole adalah salah satu antiprotozoa berspektrum luas yang efektif untuk melawan banyak protozoa bahkan juga bakteri patogen anaerob (Priyanto, 2009).
Pada penelitian ini, pemberian antibiotik cotrimoxazole juga sudah sesuai dengan acuan sehingga dikatakan tepat indikasi. Menurut Priyanto (2009), obat pilihan utama untuk diare karena infeksi patogenE. coli adalah sulfametoxazole dan fluoroquinolon. Sulfonamid bersifat bakteriostatik. Trimetoprim dalam kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu menghambat sebagian besar bakteri patogen. Kombinasi ini menghambat S.aureus, bakteri Gram-negatif aerob (E.coli dan Klebsiella sp.), Enterobacter, Salmonella, Shigella, Yersinia dan P.carinii (Kemenkes, 2011).
Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba dapat digunakan antibakteri kombinasi. Tujuan pemberian antibakteri kombinasi adalah meningkatkan aktivitas antibakteri pada infeksi spesifik (efek sinergis) dan untuk memperlambat dan mengurangi risiko timbulnya bakteri resisten (Kemenkes, 2011). Antibakteri oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibakteri parenteral (Cunha,2010).
Penggunaan antibakteri yang rasional pada penelitian ini adalah didasarkan pada 4 kategori, yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat pasien. Berikut ini adalah data evaluasi penggunaan antibakteri pada pasien diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa.
4.3.1Evaluasi Rasionalitas Berdasarkan Kategori Tepat Indikasi
Tepat indikasi yaitu pemberian obat yang sesuai dengan indikasi penyakit (Depkes, 2008).Tepat indikasi pada penelitian ini adalah penggunaan obatantibakteri berdasarkan adanya diagnosis penyakit infeksi.
Tabel 4.6. Data Evaluasi Penggunaan Antibakteri Pada Pasien Diare Berdasarkan Kategori Tepat Indikasi di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014
Nama Antibakteri
Kategori Persentase (%) Tepat
Pada Tabel 4.6, dapat dilihat bahwa penggunaan antibakteri pada pasien anak diare yang tepat indikasi adalah sebanyak 83 recipe (R/) (81,37%) dan penggunaan antibakteri yang tidak tepat indikasi sebanyak 19 R/ (18,63%). Indikasi penggunaan antibakteri sebagian besar dibuat secara empiris bila telah terdiagnosis klinis mengalami infeksi. Pemeriksaan laboratorium juga dilakukan untuk menunjang tegaknya diagnosis. Pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan jika terdapat darah/lendir pada feses dan pada diare kronis yang penderitanya telah mengalami gejala lebih dari 1 minggu.
dibuat secara empiris begitu ada indikasi klinis. Terapi antibakteri empiris mungkin diperlukan pada pasien dengan demam, feses berdarah/berlendir, terdapat darah samar atau leukositpada feses dan pasien dengan buang air besar >8 kali/hari, dehidrasi, gejala >1 minggu, yang memerlukan perawatan, atau
immunocompromise (Eppy, 2009).
Menurut WHO (2005), penggunaan antibakteri pada pengobatan diare anak hanya bermanfaat untuk infeksi kolera dengan dehidrasi berat, disentri (ada lendir atau darah pada feses), dan infeksi giardiasis atau amoebiasis.
Kriteria tidak rasional pada penelitian ini diberikan bila indikasi penggunaan antibakteri tidak sesuai untuk pengobatan diare karena infeksi bakteri berdasarkan pedoman pengobatan yang diacu, yaitu WHO guideline. Dari hasil penelitian, terdapat penggunaan metronidazole dan cotrimoxazole dalam pengobatan diare akut dengan atau tanpa diagnosa penyakit infeksi penyerta lain.
Antibakteri merupakan terapi kausatif untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Pada kasus diare yang bukan karena infeksi (non spesifik) tidak dianjurkan pemberian antibakteri karena dapat mengubah flora usus yang menyebabkan diare bertambah buruk (Suraatmaja, 2007). Kebanyakan diare yang bukan karena infeksi spesifik maka akan sembuh dengan sendirinya (Priyanto, 2009).
4.3.2Evaluasi Rasionalitas Berdasarkan Kategori Tepat Obat
Tepat obat adalah pemilihan obat yang harus mempunyai efek terapi sesuai dengan infeksi penyebabnya dengan mempertimbangkan kemanjuran dan ada dalam daftar pengobatan yang telah direkomendasikan (Rachmawati, 2014). Pembanding yang digunakan dalam mengevaluasi ketepatan penggunaan antibakteri adalah WHOguideline.
Tabel 4.7. Data Evaluasi Penggunaan Antibakteri Pada Pasien Anak Diare Berdasarkan Kategori Tepat Obat Di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014
Nama Antibakteri
Kategori Persentase (%) Tepat
cotrimoxazole. Cotrimoxazole bisa juga digunakan pada infeksi saluran pernapasan seperti ISPA dan pneumonia (WHO, 2005).
4.3.3Evaluasi Rasionalitas Berdasarkan Kategori Tepat Dosis
Ketepatan dosis yang digunakan dalam penelitian ini dilihat dari segi dosis dan frekuensi pemberian antibakteri berdasarkan sumber textbook, jurnal serta pedoman penggunaan antibakteri dari WHO. Neonatus dan anak memerlukan pertimbangan khusus dalam perhitungan dosis obat karena perbedaan usia secara fisiologis akan merubah farmakokinetika banyak obat. Penghitungan dan pemberian dosis obat disesuaikan dengan berat badan anak.
Tabel 4.8. Data Evaluasi Penggunaan Antibakteri Pada Pasien Anak Diare Berdasarkan Kategori Tepat Dosis Di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014
Nama Antibakteri
Kategori Persentase (%) Tepat
Berdasarkan Tabel 4.8, pemberian antibakteri yang tepat dosis sebanyak 82R/ (80,39%) dari total 102R/. Ketepatan pemberian dosis terapi akan menghasilkan efek terapi yang diinginkan (Priyanto, 2009).
dari dosis standar, dapat menyebabkan tidak tercapainya efek terapi. Dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi atau menimbulkan efek berbahaya. Kesalahan dosis sering terjadi pada pasien anak-anak, lanjut usia atau pada orang obesitas. Kekurangan atau kelebihan frekuensi dan dosis, keduanya sangat berbahaya(Priyanto, 2009).
Terdapat 11 R/ yang lama penggunaannya tidak tepat. Kriteria tidak repat diberikan pada penggunaan antibakteriintra vena yang kurang dari 3 hari dikarenakan pasien anak yang rewel (tidak mau dipasang infus) dan tidak diganti dengan penggunaan antibakteri oral.
Menurut Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia yang dikeluarkan Depkes RI (2001), lama penggunaan antibakteri umumnya 3-5 hari untuk menghindari terjadinya resistensi. Pada prinsipnya lama penggunaan antibakteri bergantung pada tipe dan keparahan infeksi. Berdasarkan WHO Guideline (2005), lama penggunaan Metronidazole adalah 5 hari atau 10 hari pada kasus amebiasis berat.
4.3.4Evaluasi Rasionalitas Berdasarkan Kategori Tepat Pasien
Tepat pasien adalah terapi obat dengan mempertimbangkan kemanan dan kecocokan bagi kondisi pasien.
Tabel 4.9. Data Evaluasi Penggunaan Antibakteri Pada Pasien Anak Diare Berdasarkan Kategori Tepat Pasien Di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014
Nama Antibakteri
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
a. Jenis antibakteri yang paling sering digunakan pada pasien anak diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa adalah metronidazole dan cotrimoxazole.
b. Terdapat penggunaan antibakteri yang tidak rasional berdasarkan kategori tepat indikasi, tepat obat, dan tepat dosis.
5.2 Saran
a. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat mengevaluasi penggunaan antibakteri pada kategori waspada efek samping obat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare
2.1.1. Definisi Diare
Diare adalah buang air besar yang sering dan cair, biasanya paling tidak tiga kali dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi tinja dari pada jumlah. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang diberi ASI sering buang air besar, buang air besar yang “pucat” juga bukan diare (WHO, 2005).
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah/atau lendir (Suraatmaja, 2007). Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Anak dikatakan diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali (Hassan dan Alatas, 2005). Diare merupakan buang air besar dengan konsistensi lebih encer/cair dari biasanya, ≥3 kali per hari, dapat/tidak disertai dengan lendir/darah yang timbul secara mendadak atau berlangsung kurang dari 2 minggu (Garna, dkk 2005).
2.1.2.Klasifikasi Diare
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari, sedangkanmenurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines (2005) diare akut di definisikan sebagai bentuk tinjayang cair
dan lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari, dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi.
b. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. 2. Mekanisme patofisiologi
a. Osmolalitas intraluminal yang meninggi, disebut diare sekretorik. b. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi.
c. Malabsorbsi asam empedu.
d. Defek sistem pertukaran anion atau transport elektrolit aktif di enterosit. e. Motilitas dan waktu transport usus abnormal.
f. Gangguan permeabilitas usus.
g. Inflamasi dinding usus disebut diare inflamatorik. h. Infeksi dinding usus.
3. Ada tidaknya infeksi
a. Diare spesifik, yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit.
b. Diare non spesifik, yaitu diare yang disebabkan oleh makanan, minuman, stres dan lainnya.
2.1.3.Etiologi Diare
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare
bulan-2 tahun. Sebagian besar pasien yang dirawat inap di rumah sakit akibat infeksi rotavirus. Salmonella, Shigella dan Campylobacter merupakan bakteri pathogen yang juga paling sering menyebabkan diare. Mikroorganisme Giardia lambliadan
Cryptosporodium merupakan parasit yang paling sering menimbulkan diare
infeksi akut. Selain Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk
virus. Virus ini lebih banyak pada kasus orang dewasa dibandingkan anak- anak
(Suharyono, 2008). 2.1.4.Patogenesis
Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare adalah gangguan osmotik, gangguan sekresi, dan gangguan motilitas usus. Pada diare akut, mikroorganisme masuk ke dalam saluran cerna, kemudian mikroorganisme tersebut berkembang biak. Setelah berhasil melewati asam lambung, mikroorganisme membentuk toksin (endotoksin), lalu terjadi rangsangan pada mukosa usus yang menyebabkan terjadinya hiperperistaltik dan sekresi cairan tubuh yang mengakibatkan terjadinya diare (Suraatmaja, 2007).
Pada diare kronis, jasad renik masuk ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Jasad renik tersebut berkembang biak di dalam usus halus dan mengeluarkan toksin (toksin diaregenik) sehingga mengakibatkan hipersekresi dan selanjutnya akan menimbulkan diare (Hasan dan Alatas, 2005). 2.1.5. Faktor Risiko
sesudah buang air besar serta tidak membuang tinja dengan benar. Tidak memberi ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan bayi mempunyai risiko untuk menderita diare lebih besar, ini akibat kurangnya pengetahuan masyarakat khususnya ibu tentang diare (Adisasmito, 2007).
Diare merupakan penyebab utama malnutrisi. Setiap episode diare dapat menyebabkan kehilangan berat badan. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare yang dideritanya (Suharyono,2008). Ada 2 masalah yang berbahaya dari diare yaitu kematian dan malnutrisi. Diare dapat menyebabkan malnutrisi dan membuat lebih buruk lagi karena pada diare tubuh akan kehilangan nutrisi, anak- anak dengan diare mungkin merasa tidak lapar serta ibu tidak memberi makan pada anak ketika mengalami diare (WHO, 2005). 2.1.6. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah 2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut 3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan 4. Antibiotik Selektif
2.1.7. Pemberian Antibiotik Hanya Atas Indikasi
Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera (Kemenkes RI, 2011)
2.2 Antibakteri
2.2.1 Definisi Antibakteri
Antibakteri ialah suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh jasad renik atau hasil sintesis atau semisintetis yang mempunyai struktur yang sama dan zat ini dapat merintangi atau memusnahkan jasad renik lainnya (Wijaya, 2010). Istilah antibiotik sering digunakan dalam arti luas dan dengan demikian tidak terbatas pada hanya obat-obatan antibakteri yang dihasilkan fungi dan kuman melainkan juga untuk obat-obat sintetis seperti sulfonamid, INH, nalidiksat dan fliorkuinon. Istilah tersebut juga digunakan pada zat-zat sintetis lainnya dengan kerja antibakteri, yaitu obat-obat tuberkulosis dan metronidazole (Tan dan Rahardja, 2010).
2.2.2 Klasifikasi Antibakteri
a. Berdasarkan mekanisme kerja antibakteri
1. Menghambat metabolisme sel bakteri. Contohnya adalah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon.
2. Menghambat sintesis dinding sel bakteri. Contohnya adalah penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin dan sikloserin.
4. Menghambat sintesis protein sel bakteri. Contohnya adalah golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.
5. Menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri. Contohnya adalah rifampisin dan golongan kuinolon (Setiabudy, 2007).
b. Berdasarkan daya kerja
1. Zat-zat bakterisid, yang pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman. Contohnya adalah penisilin, sefalosporin, polipeptida, rifampisin, kuinolon, aminoglikosid, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol, dan polipeptida.
2. Zat-zat bakteriostatik, yang pada dosis biasa terutama berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan kuman. Contohnya adalah kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida dan linkomisin (Tan dan Rahardja, 2010).
c. Berdasarkan luas aktivitas
1. Antibakterinarrow-spectrum (spektrum sempit). Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya Penisilin G dan Penisilin-V, eritromisin, klindamisin yang hanya bekerja terhadap kuman gram positif sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam nalidiksat yang aktif khusus hanya pada kuman gram-negatif.
2.3 Prinsip Penggunaan Antibakteri a. Antibakteri TerapiEmpiris
Penggunaanantibakteri
untukterapiempirisadalahpenggunaanantibakteripadakasusinfeksiyangbelumdiketa huijenisbakteripenyebabnya.Tujuanpemberianantibakteri
untukterapiempirisadalaheradikasiataupenghambatanpertumbuhanbakteriyangdidu gamenjadipenyebabinfeksi,sebelumdiperolehhasilpemeriksaanmikrobiologi.
Diindikasikan jika ditemukansindromklinisyangmengarahpadaketerlibatanbakteritertentuyangpalings
eringmenjadipenyebabinfeksi.Dasarpemilihanjenisdandosisantibakteri: 1)
Dataepidemiologidanpolaresistensibakteriyangtersediadikomunitasataudir umahsakitsetempat.
2)Kondisiklinispasien. 3)Ketersediaanantibakteri.
4) Kemampuanantibakteri untukmenembuskedalamjaringan atau organyangterinfeksi.
5)
Untukinfeksiberatyangdidugadisebabkanolehpolimikrobadapatdigunakana ntibakteri kombinasi.
Rutepemberianantibakteri
Lamapemberianantibakteriempirisdiberikanuntukjangkawaktu48-72jam.Selanjutnyaharusdilakukanevaluasiberdasarkandatamikrobiologisdankondi siklinispasiensertadatapenunjanglainnya (Kemenkes RI, 2011).
b. Antibakteri untukTerapiDefinitif
Penggunaan antibakteri untukterapidefinitifadalahpenggunaan antibakteri padakasusinfeksiyangsudahdiketahuijenisbakteri penyebab dan pola resistensinya.
Tujuanpemberian antibakteri untukterapidefinitifadalaheradikasiataupenghambatanpertumbuhanbakteriyangme
njadipenyebabinfeksi,berdasarkanhasilpemeriksaanmikrobiologi. Diindikasikan sesuaidenganhasilmikrobiologiyangmenjadipenyebabinfeksi.Dasarpemilihanjenis dandosis antibakteri:
1)Efikasiklinikdankeamananberdasarkanhasilujiklinik. 2)Sensitivitas.
3)Biaya.
4)Kondisiklinispasien.
5)Diutamakan antibakteri linipertama/spektrumsempit. 6)Ketersediaan antibakteri (sesuaiformulariumrumahsakit).
7)SesuaidenganPedomanDiagnosisdanTerapi(PDT)setempatyangterkini. 8)Palingkecilmemunculkanrisikoterjadibakteriresisten.
Rute pemberian antibakteri
oralseharusnyamenjadipilihanpertamauntukterapiinfeksi.Padainfeksisedangsampai
beratdapatdipertimbangkanmenggunakan antibakteri
antibakteri
definitifberdasarkanpadaefikasiklinisuntukeradikasibakterisesuaidiagnosisawalyan gtelahdikonfirmasi.Selanjutnyaharusdilakukanevaluasiberdasarkandatamikrobiolo gisdankondisiklinispasiensertadatapenunjanglainnya (Kemenkes RI, 2011). 2.4Rasionalitas Penggunaan Antibakteri
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), setiap obat yang diresepkanpada pasien haruslah memenuhi kriteria obat yang rasional. Pemakaian obat secara rasional berarti hanya menggunakan obat-obatan yang telah terbukti keamanan dan efektifitasnya dengan uji klinik.Suatu pengobatan dikatakan rasional bila memenuhi beberapa kriteria tertentu. Kriteria pemakaian obat secara rasional meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat penderita, tepat dosis dan cara pemakaian, serta waspada efek samping. Kriteria penggunaan obat yang rasional menurut International Network Rational use of Drug, 1999 (INRUD) adalah : a. Tepat indikasi
b. Tepat obat
c. Tepat dosis, durasi dan cara pemberian d. Tepat pasien
e. Tepat informasi pada pasien f. Tepat evaluasi atau monitoring
Penggunaan antimikroba yang tepat membutuhkan pemahaman tentang karakteristik obat, faktor tuan rumah dan patogen, yang semuanya berdampak pada pemilihan agen antibakteri dan dosisnya.
Indikasi pemakaian obat secara khusus adalah indikasi medik bahwa intervensi dengan obat (antibakteri) memang diperlukan dan telah diketahui memberikan manfaat terapetik. Pada banyak keadaan, ketidakrasionalan pemakaian obat terjadi oleh karena keperluan intervensi farmakoterapi dan kemanfaatannya tidak jelas, seperti efek klinik yang paling berperan terhadap manfaat terapetik. Hal ini akan menentukan evaluasi terhadap hasil terapi (Wilianti, 2009).
2.4.2. Tepat obat
Pemilihan jenis obat harus memenuhi beberapa segi pertimbangan, yakni : a. Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti secara pasti.
b. Obat (antibakteri) memiliki efektifitas yang telah terbukti.
c. Jenis antibakteri sesuai dengan sensitivitas dari dugaan kuman penyebabberdasarkan terapi empirik (educated guess) atau sesuai dengan hasil uji sensitifitas terhadap kuman penyebab jika uji sensitifitas dilakukan.
d. Derajat penyakit pasien: pasien dengan penyakit berat butuh obat yang bisa cepat mencapai kadar obat dalam plasma dan cepat mengeradikasi kuman penyebab infeksi sehingga cepat meredakan penderitaan pasien.
e. Risiko dari pengobatan dipilih yang paling kecil untuk pasien dan imbang dengan manfaat yang akan diperoleh. Risiko pengobatan mencakup toksisitas obat, efek samping, dan interaksi dengan obat lain.
f. Biaya obat paling sesuai untuk alternatif-alternatif obat dengan manfaat dan keamanan yang sama dan paling terjangkau oleh pasien (affordable).
g. Jenis obat yang paling mudah didapat (available).
i. Sedikit mungkin kombinasi obat atau jumlah jenis obat. Banyak ketidakrasionalan terjadi oleh karena pemilihan obat-obat dengan manfaat dan keamanan yang tidak jelas atau pemilihan obat yang mahal padahal alternatif yang sama dengan harga lebih murah juga tersedia (Wilianti, 2009).
2.4.3. Tepat pasien
Ketepatan pasien serta penilaiannya mencakup pertimbangan apakah ada kontraindikasi atau adakah kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis secara individual (Wilianti, 2009).
2.4.4. Tepat dosis obat
Cara pemakaian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetika, yakni: cara pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian dan lama pemberian, sampai ke pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti oleh pasien dan paling aman serta efektif untuk pasien (Wilianti, 2009).
2.4.5. Waspada efek samping obat
Waspada terhadap efek samping obat mencakup penilaian apakah ada keadaan yang merupakan faktor konsitusi terjadinya efek samping obat pada penderita. Jika kemudian terjadi efek samping tertentu, bagaimana menentukan dan menanganinya (Wilianti, 2009).
2.5 Penggunaan Obat yang Tidak Rasional
Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya.Dampak negatif dapat berupa :
b. Dampak ekonomi seperti biaya tak terjangkau karena penggunaan obat yang tidak rasional dan waktu perawatan yang lebih lama.
c. Dampak sosial seperti ketergantungan pasien terhadap intervensi obat (Binfar dan Alkes, 2010).
Kriteria penggunaan obat yang tidak rasional. Penggunaan obatyang tidak rasional bila:
a. Peresepan berlebih (over prescribing).
Pemberian obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang bersangkutan. Contoh: pemberian antibakteri pada diare non spesifik (yang umumnya disebabkan oleh virus).
b. Peresepan kurang (under prescribing).
Pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baikdalam hal dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidakdiresepkannya obat yang diperlukan untuk penyakit yangdiderita juga termasuk dalam kategori ini.
c. Peresepan majemuk (multiple prescribing).
Pemberian beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
d. Peresepan salah (incorrect prescribing).
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 terlihat kecenderungan insiden naik. Pada tahun 2000 Incidence Rate (IR) penyakit diare terjadi pada 301 penderita dari 1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 penderita dari 1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan case fatallity rate(CFR) yang masih tinggi. Pada tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %) (Kemenkes, 2011).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di saranakesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepatdan tepat (Kemenkes, 2011).
Sebagian besar kasus diare yang dijumpai adalah diare akut non spesifik, dan diare tersebut dapat sembuh dengan sendirinya. Sedangkan diare yang disebabkan oleh bakteri (timbul panas dan simtom sistemik), maka diberikan obat antibakteri yang sesuai (Priyanto, 2009). Pemberian antibakteri hanya diberikan pada bloddy diarrhoea (shigellosis), infeksi kolera dengan dehidrasi berat, disentri (ada lendir atau darah pada feses), dan infeksi giardiasis atau amoebiasis. Pemberian antibakteri secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibakteri spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman (WHO, 2005).
Penggunaan antibakteri perlu didasarkan pada berbagai pertimbangan khusus menuju penggunaan antibakteri secara rasional. Prinsip penggunaan antibakteri secara rasional adalah tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien dan waspada efek samping obat. Pemilihan dan penggunaan terapi antibakteri yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan pengobatan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri (Lisni, dkk, 2008).Keberhasilan pengobatan antibakteri dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu jenis antibakteri dan spektrum antibakteri. Penggunaan antibakteri yang berspektrum luas seperti antibiotik golongan penisilin, sulfonamida, dan sefalosporin sering digunakan pada terapi diare yang memerlukan antibakteri.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan evaluasi penggunaan antibakteri pada pasien anak rawat inap diare di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Langsa untuk mengevaluasi kerasionalan terapi antibakteri berdasarkan pedoman tata laksana penggunaan antibakteri pada penanganan diare dari WHO yang digunakan RSUD Kota Langsa.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang kerasionalan berdasarkan ketepatan penggunaan antibakteripada pasien anak diare di ruang perawatan anak di RSUD Kota Langsa tahun 2014. Dalam penelitian ini obat-obat antibakteriyang tercatat dalam rekam medik pasien anak diare merupakan parameter dan rasionalitas berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan ketepatan pasien sebagai variabel pengamatan.Hubungan kedua variabel tersebut digambarkan dalam kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat Rasionalitas penggunaan antibakteri
a. Tepat indikasi b. Tepat obat c. Tepat dosis d. Tepat pasien
Obat-obat antibakteri yang tercatat dalam rekam medik pasien anak diare
1.3Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka rumusan masalah penelitian adalah:
a. Apakah jenis antibakteri yang paling sering diresepkan pada pasien anak diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 adalah antibakteri yang berspektrum luas?
b. Apakah penggunaan antibakteri pada pasien diare anak di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 sudah rasional berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan ketepatan pasien?
1.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
a. Jenis antibakteri yang paling sering diresepkan pada pasien anak diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 adalah antibakteri berspektrum luas.
b. Penggunaan antibakteri pada pasien diare anak di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 sudah tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat pasien.
1.5Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis diatas, maka tujuan penelitian ini untuk:
b. Mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibakteri pada pasien anak penderita diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan ketepatan pasien.
1.6Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan peneliti tentang rasionalitas penggunaan antibakteri.
b. Untuk masyarakat, memperoleh gambaran rasionalitas penggunaan antibakteri pada penyakit diare pada anak.
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBAKTERI PADA PASIEN DIARE DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUD KOTA LANGSA TAHUN 2014
ABSTRAK
Diare dan gastroenteritis merupakan penyakit urutan pertama yang menyebabkan pasien rawat inap di Rumah Sakit. Antibakteri merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan untuk mengatasi infeksi diare. Pemilihan dan penggunaan terapi antibakteri yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan pengobatan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan antibakteri dan mengevaluasi rasionalitas pada pasien diare di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2014.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, dengan memperoleh data dari kartu rekam medik pasien anak diare yang menerima antibakteri di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa selama tahun 2014. Data yang diambil meliputi identitas responden (nama, jenis kelamin, umur, berat badan), diagnosa, hasil pemeriksaan klinis, hasil pemeriksaan laboratorium feses/darah (jika ada), jenis obat yang digunakan, rute pemberian, dosis, frekuensi pemberian, lamanya pemberian obat, lama perawatan serta keadaan saat keluar rumah sakit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun 2014 diperoleh 63 rekam medis pasien di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa terdiagnosis diare yang terdiri dari 102 recipe penggunaan antibakteri pada diare. Resep yang mengandung antibakteri paling banyak digunakan pada 41 anak laki-laki (65,08%) dan 44 anak usia Balita (1-5 tahun) (69,84%). Jenis antibakteri yang paling sering digunakan pada pasien anak diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa adalah metronidazole sebanyak 51 recipe (R/) (50%) dan cotrimoxazole sebanyak 45 recipe (R/) (44,12%). Penggunaan antibakteri yang tidak rasional berdasarkan kategori tepat indikasi sebanyak 19 recipes (18,63%), tepat obat sebanyak 22 recipes (21.57%), dan tepat dosis sebanyak 20 recipes (19,61%).
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa jenis antibakteri yang digunakan pada pasien diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 adalah antibakteri metronidazole dan cotrimoxazole serta terdapat penggunaan antibakteri yang tidak rasional berdasarkan kategori tepat indikasi, tepat obat, dan tepat dosis.
EVALUATION OF ANTIBACTERIAL USING ON DIARRHEA PATIENTS AT CHILD CARE UNIT RSUD KOTA LANGSA YEAR 2014
ABSTRACT
Diarrhea and gastroenteritis caused the first order inpatients at the hospital. Antibacterials are a class of drugs most widely used to treat the diarrhea infection. Rationality of selection and appropriatness the antibacterial therapy will determine the success of treatment in order to avoid bacterial resistance. This study aims to describe and evaluate rationality of antibacterial using on diarrhea patients at Child Care Unit regional public hospital of Langsa city 2014.
This research was conducted with descriptive retrospective method. The data was from the medical records of children diarrhea patients who received antibacterial at the Child Care Unit regional public hospital of Langsa city during 2014. Data taken include the respondent's identity (name, sex, age, weight), diagnosis, the results of clinical examination, laboratory results of stool/blood (if any), the type of drug used, route of administration, dosage, frequency of administration, duration of drug administration, length of treatment as well as the current state of hospital discharge.
The results showed that during 2014 acquired 63 patients at the Child Care Unit Unit regional public hospital of Langsa city diagnosed with diarrhea and there was 102 recipes antibacterial using on diarrhea patients. Recipes are containing antibacterial most widely used in 41 boys (65.08%) and 44 toddlers (1-5 years) (69.84%). The type of antibacterial most often used on pediatric patients of diarrhea at Child Care Unit Unit regional public hospital of Langsa city are metronidazole were 51 recipes (50%) and cotrimoxazole were 45 recipes (44,12%).The use of antibacterial is the same and in accordance with the guidelines for management of antibacterial use in the treatment of diarrhea, according to WHO guideline in 2005. There are non rational antibacterial use inappropriated indication 19 recipes (18,63%), inappropriated drug 22 recipes (21,57%), and inappropriated dose 20 recipes (19,61%).
From the research we concluded that the type of antibacterial used in patients with diarrhea at Child Care Unit regional public hospital of Langsa 2014 is the metronidazole and cotrimoxazole and there was unrational use of antibacterial based on category right indication, the right drug and the right dosage.
Keywords: Antibacterials, children hospitalized patients, diarrhea, regional
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBAKTERI PADA
PASIEN DIARE DI RUANG PERAWATAN ANAK
RSUD KOTA LANGSATAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH:
PUTRI HANDAYANI
NIM 111501136
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBAKTERI PADA
PASIEN DIARE DI RUANG PERAWATAN ANAK
RSUD KOTA LANGSATAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
PUTRI HANDAYANI
NIM 111501136
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBAKTERI PADA
PASIEN DIARE DI RUANG PERAWATAN ANAK
RSUD KOTA LANGSATAHUN 2014
OLEH:
PUTRI HANDAYANI
NIM 111501136
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 06 Oktober 2015
Medan, 23Oktober 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,
Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001 Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. Dr. Wiryanto,M.S., Apt. NIP 197506102005012003 NIP 195110251980021001
Dr. Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003
Pembimbing II, Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., PhD., Apt. NIP 197802152008122001
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Evaluasi Penggunaan Antibakteri pada Pasien Diare Di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014”.
Darlian, S.E., Ibunda Aini, S.Kep.,Kakanda Fitri Meiliani, S.ST., dan Adinda Intan Annisa serta teman-teman angkatan 2011, atas do’a dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang farmasi.
Medan,Oktober 2015 Penulis,
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBAKTERI PADA PASIEN DIARE DI RUANG PERAWATAN ANAK RSUD KOTA LANGSA TAHUN 2014
ABSTRAK
Diare dan gastroenteritis merupakan penyakit urutan pertama yang menyebabkan pasien rawat inap di Rumah Sakit. Antibakteri merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan untuk mengatasi infeksi diare. Pemilihan dan penggunaan terapi antibakteri yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan pengobatan untuk menghindari terjadinya resistensi bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penggunaan antibakteri dan mengevaluasi rasionalitas pada pasien diare di Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Langsa tahun 2014.
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif, dengan memperoleh data dari kartu rekam medik pasien anak diare yang menerima antibakteri di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa selama tahun 2014. Data yang diambil meliputi identitas responden (nama, jenis kelamin, umur, berat badan), diagnosa, hasil pemeriksaan klinis, hasil pemeriksaan laboratorium feses/darah (jika ada), jenis obat yang digunakan, rute pemberian, dosis, frekuensi pemberian, lamanya pemberian obat, lama perawatan serta keadaan saat keluar rumah sakit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun 2014 diperoleh 63 rekam medis pasien di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa terdiagnosis diare yang terdiri dari 102 recipe penggunaan antibakteri pada diare. Resep yang mengandung antibakteri paling banyak digunakan pada 41 anak laki-laki (65,08%) dan 44 anak usia Balita (1-5 tahun) (69,84%). Jenis antibakteri yang paling sering digunakan pada pasien anak diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa adalah metronidazole sebanyak 51 recipe (R/) (50%) dan cotrimoxazole sebanyak 45 recipe (R/) (44,12%). Penggunaan antibakteri yang tidak rasional berdasarkan kategori tepat indikasi sebanyak 19 recipes (18,63%), tepat obat sebanyak 22 recipes (21.57%), dan tepat dosis sebanyak 20 recipes (19,61%).
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa jenis antibakteri yang digunakan pada pasien diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 adalah antibakteri metronidazole dan cotrimoxazole serta terdapat penggunaan antibakteri yang tidak rasional berdasarkan kategori tepat indikasi, tepat obat, dan tepat dosis.
EVALUATION OF ANTIBACTERIAL USING ON DIARRHEA PATIENTS AT CHILD CARE UNIT RSUD KOTA LANGSA YEAR 2014
ABSTRACT
Diarrhea and gastroenteritis caused the first order inpatients at the hospital. Antibacterials are a class of drugs most widely used to treat the diarrhea infection. Rationality of selection and appropriatness the antibacterial therapy will determine the success of treatment in order to avoid bacterial resistance. This study aims to describe and evaluate rationality of antibacterial using on diarrhea patients at Child Care Unit regional public hospital of Langsa city 2014.
This research was conducted with descriptive retrospective method. The data was from the medical records of children diarrhea patients who received antibacterial at the Child Care Unit regional public hospital of Langsa city during 2014. Data taken include the respondent's identity (name, sex, age, weight), diagnosis, the results of clinical examination, laboratory results of stool/blood (if any), the type of drug used, route of administration, dosage, frequency of administration, duration of drug administration, length of treatment as well as the current state of hospital discharge.
The results showed that during 2014 acquired 63 patients at the Child Care Unit Unit regional public hospital of Langsa city diagnosed with diarrhea and there was 102 recipes antibacterial using on diarrhea patients. Recipes are containing antibacterial most widely used in 41 boys (65.08%) and 44 toddlers (1-5 years) (69.84%). The type of antibacterial most often used on pediatric patients of diarrhea at Child Care Unit Unit regional public hospital of Langsa city are metronidazole were 51 recipes (50%) and cotrimoxazole were 45 recipes (44,12%).The use of antibacterial is the same and in accordance with the guidelines for management of antibacterial use in the treatment of diarrhea, according to WHO guideline in 2005. There are non rational antibacterial use inappropriated indication 19 recipes (18,63%), inappropriated drug 22 recipes (21,57%), and inappropriated dose 20 recipes (19,61%).
From the research we concluded that the type of antibacterial used in patients with diarrhea at Child Care Unit regional public hospital of Langsa 2014 is the metronidazole and cotrimoxazole and there was unrational use of antibacterial based on category right indication, the right drug and the right dosage.
Keywords: Antibacterials, children hospitalized patients, diarrhea, regional
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3
1.3 Perumusan Masalah ... 4
1.4 Hipotesis ... 4
1.5 Tujuan Penelitian ... 4
1.6 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Diare ... 6
2.1.1 Definisi Diare ... 6
2.1.2 Klasifikasi Diare ... 6
2.1.3 Etiologi Diare ... 7
2.1.5 Faktor Risiko ... 8
2.1.6 Penatalaksanaan ... 9
2.1.7 Pemberian Antibiotik Hanya Atas Indikasi ... 10
2.2 Antibakteri ... 10
2.2.1 Definisi Antibakteri ... 10
2.2.2 Klasifikasi Antibakteri ... 10
2.3 Prinsip Penggunaan Antibakteri ... 12
2.4 Rasionalitas Penggunaan Antibakteri ... 14
2.4.1 Tepat Indikasi ... 14
2.4.2 Tepat Obat ... 15
2.4.3 Tepat Pasien ... 16
2.4.4 Tepat Dosis Obat ... 16
2.4.5 Waspada Efek Samping Obat ... 16
2.5 Penggunaan Obat yang Tidak Rasional ... 16
BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 18
3.1 Jenis Penelitian ... 18
3.2 Populasi dan Sampel ... 18
3.2.1 Populasi ... 18
3.2.2 Sampel ... 18
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19
3.4 Definisi Operasional ... 19
3.5 Instrumen Penelitian ... 20
3.5.1 Sumber Data ... 20
3.6 Analisis Data ... 20
3.7 Bagan Alur Penelitian ... 20
3.8 Langkah Penelitian ... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
4.1 Karakteristik Umum Pasien Diare ... 22
4.2 Gambaran Penggunaan Antibakteri ... 24
4.3 Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibakteri ... 26
4.3.1 Evaluasi Rasionalitas Berdasarkan Kategori Tepat Indikasi ... 27
4.3.2 Evaluasi Rasionalitas Berdasarkan Kategori Tepat Obat ... 29
4.3.3 Evaluasi Rasionalitas Berdasarkan Kategori Tepat Dosis ... 30
4.3.4 Evaluasi Kerasionalan Berdasarkan Kategori Tepat Pasien ... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
5.1 Kesimpulan ... 33
5.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Distribusi Jenis Kelamin dan Umur Pasien Diare di RPA
RSUD Kota Langsa Tahun 2014 ... 22 4.2 Klasifikasi Diare pada Pasien Diare di RPA RSUD Kota
Langsa Tahun 2014 ... 23 4.3 Distribusi Penyakit Penyerta pada Pasien Diare di RPA
RSUD Kota Langsa Tahun 2014 ... 23 4.4 Jenis Penyakit Penyerta pada Pasien Diare di RPA RSUD
Kota Langsa Tahun 2014 ... 24 4.5 Distribusi Penggunaan Antibakteri pada Pasien Diare di
RPA RSUD Kota Langsa Tahun 2014 ... 25 4.6 Data Evaluasi Penggunaan Antibakteri pada Pasien Diare
Berdasarkan Kategori Tepat Indikasi di RPA RSUD Kota
Langsa Tahun 2014 ... 27 4.7 Data Evaluasi Penggunaan Antibakteri pada Pasien Diare
Berdasarkan Kategori Tepat Obat di Ruang Perawatan Anak
RSUD Kota Langsa Tahun 2014 ... 29 4.8 Data Evaluasi Penggunaan Antibakteri pada Pasien Diare
Berdasarkan Kategori Tepat Dosis di Ruang Perawatan
Anak RSUD Kota Langsa Tahun 2014 ... 30 4.9 Data Evaluasi Penggunaan Antibakteri pada Pasien Diare
Berdasarkan Kategori Tepat Pasien di Ruang Perawatan
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Data Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak Diare ... 37
2 Pedoman Penggunaan Antibakteri ... 46
3 Data Awal Epidemiologi Sepuluh Besar Penyakit di Ruang Perawatan Anak RSUD Kota Langsa ... 47
4 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Penelitian ... 48
5 Surat Izin Pengambilan Data Awal di RPA RSUD Kota Langsa ... 49
6 Surat Izin Penelitian ... 50
7 Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian ... 51