DAN BAHAN BAKAR LPG MELALUI
VACUUM REGULATOR
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
GEORGE MAGER NIM. 090401050
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Abstrak
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh penambahan LPG
sebagai bahan bakar alternatif pada mesin diesel yang dimasukkan pada saluran masuk udara. Mesin diesel yang digunakan adalah Yanmar TF 155 H-Di satu
silinder dengan operasi bahan bakar ganda solar-LPG. Pengujian dilakukan pada beban stasioner 400 watt dan 800 watt, serta variasi putaran 900-1400 rpm.
Masukan gas LPG dilakukan dengan memanfaatkan kevakuman ruang bakar
ketika mesin sedang beroperasi, secara otomatis klep pada vacuum regulator akan terbuka sesuai banyaknya kevakuman. Parameter yang diamati adalah Daya,
Torsi, Konsumsi Bahan Bakar Spesifik, perbandingan udara-bahan bakar dan efisiensi thermal.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Daya dan Torsi pada diesel
bahan bakar ganda ini mengalami presentase kenaikan mencapai 6,62%, konsumsi
bahan bakar spesifik mengalami kenaikan antara mencapai 98,8%, rasio
udara-bahan bakar mengalami penurunan mencapai 52,51%, dan efisiensi thermal
mengalami penurunan mencapai 76,9%. Pada segi nilai rupiah pemakaian bahan
bakar ganda solar-LPG mengalami penurunan mencapai 17,97%. Gas LPG dapat
menggantikan solar mencapai 60,6% pada laju aliran massa gas 0,4486 kg/jam pada putaran 1000 rpm dengan beban 400 watt tanpa mengalami detonasi dan
ketukan.
Abstract
This research has conducted to investigate the influence of Liquefied Petroleum Gas (LPG) as alternative fuel for diesel engine by means of air intake manifold. Diesel Engine has been used for this research is Yanmar TF 155 Horizontal-Direct injection single silinder with Dual Fuel Operation Diesel-LPG. Stationary load had set at 400 watts and 800 watts, and Engine rotation varied from 900 to 1400 rpm. Injection LPG into Intake Manifold arranged by utilizing vacuum combustion chamber when the engine were running. Automatically the valve will be opened according to the magnitude of vacuum.Engine parameters which had examine are power, torque, specific fuel consumption, air-fuel ratio and thermal efficiency.
Experiment Result show that Torque and Power increase to 6,62%, specific fuel consumption increase to 98,8%, while air-fuel ratio decrease to 52,51% and thermal efficiency decrease to 76,9%. When viewed in terms of economis, at Economic Efficiency decrease to 17,97%. LPG gas replaced diesel fuel 60,6% with the gas flow rate of 0,4486 kg/hour at Engine rotation operate 1000 rpm and 400 watts stationary load without engine detonation and knocking.
KATA PENGAN TAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, kesehatan, dan kasih karuniaNya yang diberikan selama pengerjaan skripsi
ini, sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
dan mendapat gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini yaitu
“Kajian Performansi Mesin Genset Diesel Satu Silinde r Dengan Campuran Bahan Bakar Solar dan Bahan Bakar LPG Melalui Vacuum Regulator”
Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan yang dihadapi oleh
penulis. Penulis telah berupaya keras dengan segala kemampuan dan penyajian,
baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh, serta bimbingan dan arahan dari Dosen
Pembimbing. Selama penulisan skripsi ini, penulis juga mendapat banyak bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Siregar, SE. dan Ibunda R.br
Marpaung, yang telah memberikan dukungan doa, kasih sayang, semangat dan dukungan kepada penulis untuk dapat mengikuti pendidikan di
Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.
2. Bapak Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST, MT. selaku dosen pembimbing yang
banyak meluangkan waktu membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Ir. M. Syahril Gultom, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak/Ibu staff pengajar dan pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Laboran Laboratorium Prestasi Mesin Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan arahan
7. Rekan-rekan satu tim penulis yang berjuang bersama-sama, Roland,
Adventus, Rian, Aogus dan Shandy.
8. Seluruh teman-teman penulis, khususnya angkatan 2009 yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah menemani dan memberikan
masukan serta semangat kepada penulis
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan dimasa mendatang.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Terima kasih.
Medan, Juli 2014 Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
ABSTRAK... ii
KATA PENGAN TAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR NOTASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Tujuan Pengujian ... 2
1.3 Manfaat Pengujian ... 3
1.4 Ruang Lingkup Pengujian ... 3
1.5 Metodologi Penelitian ... 4
1.6 Sistematika Pengujian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Diesel ... 5
2.2 Bahan Bakar LPG ... 8
2.2.1 Pendahuluan LPG ... 8
2.2.2 Jenis Dan Komponen LPG ... 8
2.2.3 Sifat-Sifat LPG ... 9
2.3 Mesin Diesel ... 14
2.3.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel ... 16
2.3.2 Teori Pembakaran ... 18
2.4 Performansi Motor Bakar ... 19
2.4.1 Daya Poros ... 19
2.4.2 Torsi ... 20
2.4.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC) ... 20
2.4.4 Efisiensi Thermal ... 21
2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar ... 22
2.6 Emisi Gas Buang ... 23
2.7 Sistem Kit Konversi ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 30
3.2 Alat dan Bahan ... 30
3.2.1 Alat ... 30
3.2.2 Bahan.... ... 43
3.3 Metode Pengumpulan data ... 43
3.4 Metode Pengolahan data... 43
3.5 Pengamatan dan Tahap Pengujian ... 44
3.6 Prosedur Pengujian N ilai Kalor Bahan Bakar ... 44
3.7 Prosedur Pengujian Performansi Mesin Diesel ... 46
BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN 4.1 Daya... 53
4.1.1 Daya yang dihasilkan menggunakan solar murni ... 53
4.1.2 Daya yang dihasilkan menggunakan solar murni +LPG via vacuum regulator...55
4.2 Torsi... 59
4.2.1 Torsi yang dihasilkan menggunakan solar murni ... 59
4.2.2 Torsi yang dihasilkan menggunakan solar murni +LPG via vacuum regulator...60
4.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ... 64
4.3.1 Perhitungan SFC dengan B.Bakar Solar... 64
4.3.2 Perhitungan SFC dengan B.Bakar Solar +LPG via vacuum regulator...66
4.4 Efisiensi Thermal Brake ... 70
4.4.1 Efisiensi Thermal Brake dengan Bahan Bakar Solar ... 71
4.5 Rasio Udara Bahan Bakar (AFR) ... 78
4.5.1 Perhitungan AFR dengan B.Bakar Solar ... 78
4.5.2 Perhitungan AFR dengan B.Bakar Solar +LPG via vacuum regulator...81
4.6 Hasil Pembakaran ... 86
4.7 Emisi Gas Buang ... 88
4.8 Tinjauan N ilai Ekonomis ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 93
5.2 Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Skenario Energi Mix Nasional 2025 ... 1
Gambar 2.1 P-v diagram Siklus Mesin Diesel ... 15
Gambar 2.2 Diagram T-S Mesin Diesel... 16
Gambar 2.3 Prinsip Kerja Mesin Diesel... 17
Gambar 2.4 Proses Pembakaran Mesin Diesel... 18
Gambar 2.5 Skema Kit konversi untuk BBG ... 26
Gambar 2.6 Skema Sistem Konversi Dual Fuel Dengan Sistim Injeksi ... 28
Gambar 2.7 Blog Diagram Sistem Injeksi ... 28
Gambar 2.8 Skema Instalasi Dual Sistem, BBG dan BBM Pada Kendaraan... 29
Gambar 3.1 Mesin Genset Diesel Yanmar TF 155 H-Di ...30
Gambar 3.2 RPM Digital ... 31
Gambar 3.3 Hioki HiTester 3286-20 Power Clamp-Meter... 32
Gambar 3.4 Buret ... 33
Gambar 3.5 Selang Bertekanan ... 33
Gambar 3.6 Stopwatch ... 34
Gambar 3.7 Bola Lampu Pijar dan Instalasinya... 34
Gambar 3.8 Botol Wadah Bahan Bakar ... 35
Gambar 3.9 Manometer... 35
Gambar 3.10 Tabung LPG ... 36
Gambar 3.11 Flow Meter ... 36
Gambar 3.12 Bom Kalorimeter ... 37
Gambar 3.13 Heshbon Automative Opacity Smoke Meter ... 38
Gambar 3.14 Vacuum Regulator... 39
Gambar 3.15 Model KN Regulator ... 39
Gambar 3.16 Komponen KN Regulator... 41
Gambar 3.17 LPG Selenoid Valve ... 42
Gambar 3.18 Fuel Selenoid Valve ... 42
Gambar 3.20 Diagram alir pengujian performansi solar mesin genset
diesel satu silinder ... 48
Gambar 3.21 Diagram alir pengujian performansi solar+LPG melalui vacuum regulator mesin genset diesel satu silinder... 49
Gambar 3.22 Diagram Pengujian Gas Buang ... 50
Gambar 3.23 Skema Pengujian Solar Murni ... 51
Gambar 3.24 Skema Pengujian Solar + LPG via vacuum regulator ... 52
Gambar 4.1 Grafik Daya vs Putaran Untuk Beban 400 Watt ... 57
Gambar 4.2 Grafik Daya vs Putaran Untuk Beban 800 Watt ... 58
Gambar 4.3 Grafik Torsi vs Putaran Untuk Beban 400 Watt ... 62
Gambar 4.4 Grafik Torsi vs Putaran Untuk Beban 800 Watt ... 63
Gambar 4.5 Grafik SFC vs Putaran Untuk Beban 400 Watt... 68
Gambar 4.6 Grafik SFC vs Putaran Untuk Beban 800 Watt... 69
Gambar 4.7 Grafik BTE (%) vs Putaran Untuk Beban 400 Watt ... 75
Gambar 4.8 Grafik BTE (%) vs Putaran Untuk Beban 800 Watt ... 76
Gambar 4.9 Grafik AFR vs Putaran (rpm) pada beban tetap 400 Watt ... 83
Gambar 4.10 Grafik AFR vs Putaran (rpm) pada beban tetap 400 Watt ... 84
Gambar 4.11 Kondisi awal nozel sebelum digunakan dalam pengujian... 85
Gambar 4.12 Nozel yang telah digunakan dalam pengujian menggunakan bahan bakar solar murni ... 86
Gambar 4.13 Nozel yang telah digunakan dalam pengujian menggunakan bahan bakar solar + LPG via Vacuum Regulator... 86
Gambar 4.14 Grafik Perbandingan nilai harga rupiah/jam solar dan putaran beban 800 watt ... 91
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Spesifikasi Minyak Solar ... 7
Tabel 2.2 Standar Emisi Gas Buang ... 24
Tabel 3.1 Spesifikasi Hioki HiTester 3286-20 Power Clamp-Meter... 32
Tabel 3.2 Spesifikasi Kn Regulator ... 40
Tabel 4.1 Hasil perhitungan daya untuk bahan bakar solar murni pada variasi putaran dan beban tetap 400 Watt ... 54
Tabel 4.2 Hasil perhitungan daya untuk bahan bakar solar murni pada variasi putaran dan beban tetap 800 Watt ... 55
Tabel 4.3 Hasil perhitungan daya untuk bahan bakar solar + LPG melalui Vacuum Regulator...56
Tabel 4.4 Hasil perhitungan daya untuk bahan bakar solar + LPG melalui Vacuum Regulator pada variasi putaran dan beban tetap 800 Watt... 56
Tabel 4.5 Hasil perhitungan torsi untuk bahan bakar solar pada variasi putaran dan beban tetap 400 Watt ... 60
Tabel 4.6 Hasil perhitungan torsi untuk bahan bakar solar pada variasi putaran dan beban tetap 800 Watt ... 60
Tabel 4.7 Hasil perhitungan torsi untuk bahan bakar solar + LPG via Vacuum Regulator pada variasi putaran dan beban tetap 400 Watt...61
Tabel 4.8 Hasil perhitungan torsi untuk bahan bakar solar + LPG via Vacuum Regulator pada variasi putaran dan beban tetap 800 Watt... 61
Tabel 4.9 Hasil perhitungan SFC untuk bahan bakar solar murni pada variasi putaran dan beban tetap 400 Watt ... 65
Tabel 4.10 Hasil perhitungan SFC untuk bahan bakar solar murni pada variasi putaran dan beban tetap 800 Watt ... 66
Tabel 4.12 Hasil perhitungan SFC untuk bahan bakar solar + LPG via
vacuum regulator pada variasi putaran dan beban tetap
800 Watt... 68
Tabel 4.13 Hasil perhitungan Efisiensi thermal untuk bahan bakar solar murni pada variasi putaran dan beban tetap 400 Watt... 71
Tabel 4.14 Hasil perhitungan Efisiensi thermal untuk bahan bakar solar murni pada variasi putaran dan beban tetap 800 Watt... 72
Tabel 4.15 Hasil perhitungan Efisiensi thermal untuk bahan bakar solar + LPG via vacuum regulator pada variasi putaran dan beban tetap 400 Watt...73
Tabel 4.16 Hasil perhitungan Efisiensi thermal untuk bahan bakar solar + LPG via vacuum regulator pada variasi putaran dan beban tetap 800 Watt ... 74
Tabel 4.17 Hasil perhitungan AFR untuk bahan bakar solar murni pada variasi putaran dan beban tetap 400 Watt...79
Tabel 4.18 Hasil perhitungan AFR untuk bahan bakar solar murni pada variasi putaran dan beban tetap 800 Watt...80
Tabel 4.19 Hasil perhitungan AFR untuk bahan bakar solar + LPG via vacuum regulator pada variasi putaran dan beban tetap 400 Watt...81
Tabel 4.20 Hasil perhitungan AFR untuk bahan bakar solar + LPG vacuum regulator pada variasi putaran dan beban tetap 800 Watt...83
Tabel 4.21 Emisi Bahan Bakar untuk beban 400 watt...87
Tabel 4.22 Emisi Bahan Bakar untuk beban 400 watt...88
Tabel 4.23 Nilai Ekonomis Pengujian Solar Murni beban 400 watt...89
Tabel 4.24 Nilai Ekonomis Pengujian Solar Murni beban 800 watt...89
Tabel 4.25 Nilai Ekonomis Pengujian Solar + LPG via vacuum regulator beban 400 watt...90
DAFTAR NOTASI
SIMBOL KETER ANGAN SATUAN
PB Daya Keluaran Watt
CV Nilai kalor kJ/kg
Laju aliran massa udara kg/s
Laju aliran bahan bakar kg/jam
n Putaran mesin rpm
Effisiensi termal %
Sfc Konsumsi bahan bakar spesifik g/kW.h
t Waktu pengujian yang ditentukan detik
T Torsi keluaran mesin N.m
Massa Jenis kg/m3
V Tegangan Volt
I Arus Ampere
v Volume bahan bakar ml
B Diameter Silinder mm
S
Panjang Langkah mmrc Rasio Kompresi
Vd Volume Silinder m3
V
c Volume sisa di silinder m3AFR Rasio campuran bahan bakar dan udara
Abstrak
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh penambahan LPG
sebagai bahan bakar alternatif pada mesin diesel yang dimasukkan pada saluran masuk udara. Mesin diesel yang digunakan adalah Yanmar TF 155 H-Di satu
silinder dengan operasi bahan bakar ganda solar-LPG. Pengujian dilakukan pada beban stasioner 400 watt dan 800 watt, serta variasi putaran 900-1400 rpm.
Masukan gas LPG dilakukan dengan memanfaatkan kevakuman ruang bakar
ketika mesin sedang beroperasi, secara otomatis klep pada vacuum regulator akan terbuka sesuai banyaknya kevakuman. Parameter yang diamati adalah Daya,
Torsi, Konsumsi Bahan Bakar Spesifik, perbandingan udara-bahan bakar dan efisiensi thermal.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Daya dan Torsi pada diesel
bahan bakar ganda ini mengalami presentase kenaikan mencapai 6,62%, konsumsi
bahan bakar spesifik mengalami kenaikan antara mencapai 98,8%, rasio
udara-bahan bakar mengalami penurunan mencapai 52,51%, dan efisiensi thermal
mengalami penurunan mencapai 76,9%. Pada segi nilai rupiah pemakaian bahan
bakar ganda solar-LPG mengalami penurunan mencapai 17,97%. Gas LPG dapat
menggantikan solar mencapai 60,6% pada laju aliran massa gas 0,4486 kg/jam pada putaran 1000 rpm dengan beban 400 watt tanpa mengalami detonasi dan
ketukan.
Abstract
This research has conducted to investigate the influence of Liquefied Petroleum Gas (LPG) as alternative fuel for diesel engine by means of air intake manifold. Diesel Engine has been used for this research is Yanmar TF 155 Horizontal-Direct injection single silinder with Dual Fuel Operation Diesel-LPG. Stationary load had set at 400 watts and 800 watts, and Engine rotation varied from 900 to 1400 rpm. Injection LPG into Intake Manifold arranged by utilizing vacuum combustion chamber when the engine were running. Automatically the valve will be opened according to the magnitude of vacuum.Engine parameters which had examine are power, torque, specific fuel consumption, air-fuel ratio and thermal efficiency.
Experiment Result show that Torque and Power increase to 6,62%, specific fuel consumption increase to 98,8%, while air-fuel ratio decrease to 52,51% and thermal efficiency decrease to 76,9%. When viewed in terms of economis, at Economic Efficiency decrease to 17,97%. LPG gas replaced diesel fuel 60,6% with the gas flow rate of 0,4486 kg/hour at Engine rotation operate 1000 rpm and 400 watts stationary load without engine detonation and knocking.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan jumlah kendaraan di Indonesia berbanding terbalik dengan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) yang terus berkurang. Badan Pusat
Statistik (BPS) menyebutkan jumlah kendaraan di Indonesia mencapai 70.714.569 unit pada survei tahun 2009. Jumlah tersebut meliputi 10.364.125 unit mobil
penumpang 2.729.572 unit bis, 5.187.740 unit truk, dan 52.433.132 unit jenis
sepeda motor. Penggunaan mesin diesel banyak terdapat dalam skala besar di
dunia perindustrian. Berbagai perusahaan yang menggolongkan transportasi
sebagai aspek yang paling penting dalam sektor industri membuat konsumsi
bahan bakar minyak dalam sektor ini yakni sangatlah besar. Transportasi dalam
muatan besar sebagian besar menggunakan kendaraan dengan mes in diesel. Maka
bahan bakar alternatif pada mesin diesel sangatlah berperan penting untuk mengurangi pemakaian bahan bakar minyak solar
Kebijakan Energi Nasional yang terbuang dalam “Skenario Energi Bauran tahun 2025” menempatkan bahan bakar gas (Natural Gas) sebagai prioritas utama setelah batu bara, sedangkan bahan bakar minyak (BBM) ditempatkan pada
urutan ketiga (Gambar 1).
Gambar 1.1 Skenario Energi Mix Nasional 2025
Pemanfaatan Natural gas (CNG) untuk sektor transportasi jangka panjang
memerlukan infrastruktur yang handal dan butuh investasi yang mahal, meliputi
jaringan pipa gas tekanan tinggi bawah tanah dan Stasiun pengisian bahan bakar
gas (SPBG). Sebagai solusi jangka pendek dan menengah, LPG menjadi pilihan
yang paling memungkinkan untuk dikembangkan. Pertama, ketersediaan dalam kemasan tabung sudah merata didaerah. Kedua, harga keekonomian LPG lebih
rendah dari solar. Ketiga, sebagai pembelajaran menuju skenario CNG.
Liquid Petroleum Gas (LPG) menjadi salah satu alternatif energi yang populer untuk menggantikan bahan bakar minyak (BBM). Dari sisi teknis, LPG memberikan environment effect yang lebih rendah daripada penggunaan BBM. Dengan memanfaatkan LPG sebagai pioneer pengalihan konsumsi bahan bakar solar menuju bahan bakar gas, maka skenario CNG bisa dikembangkan dengan
sempurna di masa depan.
Penggunaan Bahan Bakar Gas di kehidupan masyarakat dalam
tahun-tahun terakhir ini banyak menimbulkan kejadian diluar yang diharapkan, yaitu
Kecelakaan kebakaran yang disebabkan oleh kebocoran gas. Aplikasi Bahan
Bahas Gas pada kendaraan bermotor dapat menimbulkan keluarnya gas yang tidak tepat guna, maka kebocoran gas tersebut bisa jadi faktor paling berpengaruh
karena permintaan konsumsi bahan bakar mesin berubah secara signifikan sesuai
dengan putaran mesin. Penggunaan Vacuum Regulator ini dapat digunakan sebagai alat yang sangat efektif dalam pemakaian konsumsi bahan bakar sesuai
dengan kebutuhan yang berubah-ubah.
1.2 Tujuan Pengujian
1. Untuk mengetahui performansi ( daya, torsi, SFC, efisiensi termal, rasio
udara – bahan bakar ) pada mesin diesel berbahan solar dan dual fuel
solar-LPG melalui Vacuum Regulator.
2. Untuk mengetahui hasil pembakaran secara visual yang terjadi pada nozzle injector mesin diesel.
4. Untuk memperoleh nilai opacity gas buang dengan bahan bakar solar dan dual fuel solar-LPG melalui vacuum regulator.
1.3 Manfaat Pengujian
1. Sebagai pertimbangan terhadap pemerintah untuk menghemat devisa Negara terhadap anggaran subsidi bahan bakar solar.
2. Sebagai pertimbangan terhadap pemerintah untuk mengembangkan teknologi dan menerapkan bahan bakar LPG sebagai bahan bakar dual fuel
pada mesin diesel solar untuk mengurangi konsumsi solar pada mesin diesel.
3. Untuk mengetahui konsumsi bakar bakar LPG yang diperlukan sesuai
dengan permintaan isapan ruang bakar melalui Vacuum Regulator.
4. Untuk mengetahui penggunaan Vacuum Regulator dapat menjaga efektifitas konsumsi LPG pada mesin dari kebocoran gas yang terbuang.
5. Penggunaan dual fuel LPG-Solar memungkinkan tidak ada gangguan
mesin untuk dapat tetap bekerja apabila bahan bakar LPG tersebut habis.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian di lakukan di Workshop Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Sumatera Utara.
2. Bahan bakar yang digunakan dalam percobaan adalah solar dan LPG dari
PERTAMINA.
3. Alat uji emisi yang digunakan adalah Hesbon Automotive Opacity Smokemeter.
4. Alat uji yang digunakan untuk menghitung nilai kalor bahan bakar solar adalah “Bom Kalorimeter”
5. Mesin diesel yang digunakan adalah Mesin Genset Diesel 4- langkah merk YANMAR Tipe TF155-di.
6. Performansi mesin yang diteliti berupa: Daya, Torsi, SFC, Efisiensi
Termal, dan Rasio Udara – Bahan Bakar (AFR) .
8. Pembebanan dilakukan kepada beban linear berupa modul rangkaian lampu pijar dan diukur dengan Power Clamp Meter.
1.5 Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Studi literatur, yakni studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.
b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar- gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan. c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari hasil
pengujian yang dilakukan di Lab Prestasi Mesin USU.
d. Analis data, yaitu penghitungan pada tiap parameter dan pengambilan
kesimpulan.
e. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk
oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
1.6 Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah
sebagai berikut: Pendahuluan, bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat,
dan ruang lingkup pengujian. Tinjauan Pustaka, bab ini berisikan landasan teori
yang digunakan mengenai vacuum regulator, perbandingan udara dan bahan bakar, pembakaran mesin solar dan persamaan-persamaan yang digunakan.
Metodologi Penelitian, bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengujian, bahan dan peralatan yang dipakai serta tahapan dan
prosedur pengujian. Hasil dan Analisa Pengujian, bab ini membahas tentang hasil
data yang diperoleh dari setiap pengujian melalui pembahasan perhitungan dan
penganalisaan dengan memaparkan kedalam bentuk tabel dan grafik. Kesimpulan
dan Saran, bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang
diperoleh. Daftar Pustaka, Daftar Pustaka berisikan literatur yang digunakan
untuk menyusun laporan. Lampiran, pada lampiran dapat dilihat hasil data yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Bakar Diesel
Bahan bakar diesel yang sering disebut solar (light oil) merupakan suatu campuran hidrokarbon yang diperoleh dari penyulingan minyak mentah pada
temperatur 200oC–340oC. Minyak solar yang sering digunakan adalah
hidrokarbon rantai lurus hetadecene (C16H34) dan alpha-methilnapthalene (Darmanto, 2006).
Sifat-sifat bahan bakar diesel yang mempengaruhi prestasi dari motor
diesel antara lain: Penguapan (volality), residu karbon, viskositas, belerang, abu dan endapan, titik nyala, titik tuang, sifat korosi, mutu nyala dan cetane number (Mathur, Sharma, 1980).
a. Penguapan (Volality).
Penguapan dari bahan bakar diesel diukur dengan 90% suhu penyulingan. Ini
adalah suhu dengan 90 % dari contoh minyak yang telah disuling, semakin rendah suhu ini maka semakin tinggi penguapannya.
b. Residu karbon.
Residu karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan
pembakaran habis Bahan yang diuapkan dari minyak, diperbolehkan residu
karbon maksimum 0,10 %.
c. Viskositas.
Viskositas minyak dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan oleh volume
tertentu dari minyak untuk mengalir melalui lubang dengan diameter kecil
tertentu, semakin rendah jumlah detiknya berarti semakin rendah viskositasnya.
d. Belerang.
Belerang dalam bahan bakar terbakar bersama minyak dan menghasilkan gas
yang sangat korosif yang diembunkan oleh dinding-dinding silinder, terutama ketika mesin beroperasi dengan beban ringan dan suhu silinder menurun;
e. Abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber dari bahan mengeras yang
mengakibatkan keausan mesin. Kandungan abu maksimal yang diijinkan
adalah 0,01% dan endapan 0,05%.
f. Titik nyala.
Titik nyala merupakan suhu yang paling rendah yang harus dicapai dalam pemanasan minyak untuk menimbulkan uap terbakar sesaat ketika
disinggungkan dengan suatu nyala api. Titik nyala minimum untuk bahan bakar diesel adalah 60 oC.
g. Titik Tuang
Titik tuang adalah suhu minyak mulai membeku/berhenti mengalir. Titik tuang
minimum untuk bahan bakar diesel adalah -15 oC.
h. Sifat korosif.
Bahan bakar minyak tidak boleh mengandung bahan yang bersifat korosif dan
tidak boleh mengandung asam basa.
i. Mutu penyalaan.
Nama ini menyatakan kemampuan bahan bakar untuk menyala ketika
diinjeksikan ke dalam pengisian udara tekan dalam silinder mesin diesel. Suatu bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan siap menyala, dengan
sedikit keterlambatan penyalaan bahan bakar dengan mutu penyalaan yang
buruk akan menyala dengan sangat terlambat. Bahan bakar dengan mutu
penyalaan yang baik akan memberikan mutu operasi mesin yang lebih halus,
tidak bising, terutama akan menonjol pada beban ringan. j. Bilangan Cetana (Cetane Number).
Tabel 2.1 Spesifikasi Minyak Solar
No Karakteristik Unit
Batasan M etode Uji
M IN MAX ASTM IP
1 Angka Setana 45 - D-613
2 Indeks Setana 48 - D-4737
3 Berat Jenis Pada 15oC Kg/m3 815 870 D-1298
4 Viskositas pada 40oC mm2/s 2 5 D-1298
5 Kandungan Sulfur %m/m - 0,35 D-1552
6 Distilasi : T95 oC - 370 D-86
7 Titik Nyala oC 60 - D-93
8 Titik Tuang oC - 18 D-97
9 Karbon Residu M erit - Kelas I D-4530
10 Kandungan air M g/kg - 500 D-1744
11 Biological Growth -
12 Kandungan FAM E %v/v 10
13 Kandungan M etanol dan Etanol %v/v - 10 D-4815
14 Korosi Bilah Tembaga M erit - Kelas I D-130
15 Kandungan Abu %m/m - 0,01 D-482
16 Kandungan Sedimen %m/m - 0,01 D-473
17 Bilangan Asam Kuat mgKOH/gr - 0 D-664
18 Bilangan Asam Total mgKOH/gr - 0,6 D-664
19 Partikulat mg/l - - D2276
20 Penampilan Visual - Jernih dan Terang
Sumber: Surat Keputusan Dirjen Migas 3675/K/24/DJM/2006
2.2 Bahan Bakar LPG 2.2.1 Pendahuluan LPG
Kata elpiji berasal dari pelafalan singkatan bahasa Inggris yaitu LPG (Liquified Petroleum Gas, arti secara harfiah yaitu "gas minyak bumi yang dicairkan"). LPG atau kita sering menyebut gas elpiji berasal dari hasil pengolahan minyak bumi. Di alam ini, minyak bumi (petroleum) ditemukan bersama-sama dengan gas alam (natural gas). Kemudian minyak bumi dipisahkan dari gas alam. Minyak bumi yang telah dipisahkan dari gas alam disebut juga
minyak mentah (crude oil). Minyak mentah merupakan campuran yang kompleks dengan komponen utama alkana dan sebagian kecil alkena, alkuna, siklo-alkana, aromatik, dan senyawa anorganik. Meskipun kompleks, untungnya terdapat cara
mudah untuk memisahkan komponen-komponennya, yakni berdasarkan
perbedaan nilai titik didihnya. Proses ini disebut destilasi bertingkat. Untuk mendapatkan produk akhir sesuai dengan yang diinginkan, maka sebagian hasil
dari destilasi bertingkat perlu diolah lebih lanjut melalui proses konversi,
pemisahan pengotor dalam fraksi, dan pencampuran fraksi.
Dalam proses destilasi bertingkat, minyak mentah tidak dipisahkan menjadi komponen-komponen murni, melainkan ke dalam fraksi- fraksi, yakni
kelompok-kelompok yang mempunyai kisaran titik didih tertentu. Hal ini dikarenakan jenis komponen hidrokarbon begitu banyak dan isomer- isomer
hidrokarbon mempunyai titik didih yang berdekatan. Sehingga bisa dikatakan
bahwa berdasarkan titik didih inilah minyak mentah mengalami pemisahan
menjadi bahan-bahan lainnya. Berdasarkan suhunya, secara berturut-turut dimulai
bagian paling bawah, minyak mentah akan terpisah menjadi residu (>3000C), minyak berat, yang digunakan sebagai bahan kimia (150-3000C), solar
(105-1500C), kerosin (85-1050C), bensin/gasolin (50-850C), dan gas (0-500C). Bagian
terakhir yang berupa gas inilah asal usulnya LPG (tentunya setelah melalui pengolahan lanjutan) yang sehari- hari kita gunakan, salah satunya untuk bahan
bakar kompor gas.
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No.
25K/36/DDJM/1990 spesifikasi LPG dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu
LPG campuran (mixed LPG), LPG Propana (Prophene LPG), dan LPG Butana (Buthene LPG).
LPG merupakan salah satu hasil produksi dari destilasi minyak bumi atau
proses pemisahan gas alam. Kandungan utama dari LPG adalah Propana dan Butana, komposisi ini berlainan di tiap-tiap negara, di Indonesia LPG mempunyai
komposisi Propana 30% dan Butana 70%. LPG mempunyai bentuk gas dalam
suhu kamar dan tidak mempunyai warna dan bau, titik didihnya -6,30C untuk
Butana dan -42,20C untuk Propana. LPG lebih mudah ditransportasikan dan
dikemas dalam tabung karena LPG dalam bentuk cair mempunyai tekanan moderat sekitar 8 bar dibandingkan dengan LNG yang mempunyai tekanan dalam
tabung sekitar 200 bar sehingga dibutuhkan tabung yang lebih kuat dan tebal
untuk gas alam cair. [Kristyadi MS,2002]
LPG yang dipakai untuk bahan bakar kompor gas adalah jenis LPG
campuran. LPG ini merupakan salah satu produk yang dipasarkan oleh Pertamina
Direktorat Pembekalan Dan Pemasaran Dalam Negeri (Dit. PPDN), dengan merk
dagang LPG (Liquid Petroleum Gas). Komponen utama dari LPG adalah Propana (C3H8) dan Butana (C4H10). Disamping itu, LPG juga mengandung senyawa
hidrokarbon ringan yang lain dalam jumlah kecil, yaitu Etana (C2H6) dan Pentana (C5H12).
2.2.3 Sifat-Sifat LPG
Berikut ini sifat-sifat LPG yang perlu diketahui agar kita bisa
mengunakannya dengan aman.
1. Wujud
Gas elpiji yang ada di dalam tabung, wujudnya cair dan sebagian
berwujud uap. Namun apabila gas tersebut dikeluarkan dari tabung, wujudnya
berubah menjadi gas. Wujud awal dari LPG adalah gas. Namun di pasaran
“Wujud gas akan berubah menjadi wujud cair apabila temperatur diperkecil atau tekanannya diperbesar”. Dengan adanya perubahan wujud akibat temperatur dan tekanan, maka volume gas juga berubah. Volume gas yang
berwujud cair akan menjadi lebih kecil apabila dibandingkan dengan volume
gas ketika masih berwujud gas. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan
temperatur, tetapi biasanya sekitar 250:1.
Kemampuan gas bisa berubah wujud menjadi cair merupakan kelebihan
dari bahan-bahan gas yaitu volumenya bisa menjadi mengecil. Kelebihan ini diaplikasikan terutama untuk menyimpan dan mengirim gas dalam tangki,
dimana dengan cara tersebut secara ekonomi sangat menguntungkan.
Berdasarkan cara pencairannya, LPG dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. LPG Refrigerated
LPG Refrigerated adalah LPG yang dicairkan dengan cara didinginkan (titik cair Propan adalah sekitar -42°C, dan titik cair Butan sekitar -0.5°C). Cara pencairan LPG jenis ini umum digunakan untuk mengapalkan LPG dalam
jumlah besar. Misalnya, mengirim LPG dari negara Arab ke Indonesia. Dibutuhkan tanki penyimpanan khusus yang harus didinginkan agar LPG
tetap dapat berbentuk cair serta dibutuhkan proses khusus untuk mengubah LPG Refrigerated menjadi LPG Pressurized.
b. LPG Pressurized
LPG Pressurized adalah LPG yang dicairkan dengan cara ditekan dengan tekanan (pressure) sekitar 4-5 kg/cm2. LPG jenis ini disimpan dalam tabung atau tanki khusus bertekanan tinggi. LPG jenis inilah yang banyak
digunakan dalam berbagai aplikasi di rumah tangga dan industri, karena
penyimpanan dan penggunaannya tidak memerlukan penanganan khusus
Jumlah gas diukur berdasarkan volumenya (V) dengan satuan m3.
Tetapi apabila gas tersebut berwujud cair, maka jumlah gas diukur berdasarkan
massanya (m) dengan satuan kilogram (kg), sebagai contoh seperti kalau kita
membeli LPG ukuran 3 kg.
LPG dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung LPG tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya.
2. Massa Jenis (density)
Kepadatan massa atau kepadatan material atau massa jenis adalah massa per satuan volume. Simbol yang paling sering digunakan untuk kerapatan ρ (disebut rho). Massa jenis gas yaitu banyaknya massa (kg) dari gas yang
mempunyai volume sebesar 1,0 m3 pada kondisi tertentu (diukur pada suhu
00C, dan tekanan 1013 mbar / 1,013 kg/cm2). Massa jenis gas propan adalah
2,004 kg/m3, gas butan adalah 2,703 kg/m3, dan udara sebesar 1,293 kg/m3.
Dari sini kita bisa tahu bahwa dengan volume yang sama yaitu 1,0 m3, massa
propan, butan dan udara berbeda-beda. Massa butan lebih besar bila dibandingkan dengan massa propan, massa propan lebih besar daripada massa
udara, dan massa kedua gas tersebut (butan dan propan) lebih besar daripada
massa udara. Pengetahuan tentang massa jenis ini penting untuk memahami
perilaku gas bila gas tersebut terlepas di udara bebas, apakah gas tersebut naik
ke atas atau turun ke bawah (dan akan berada di atas permukaan tanah). 3. Specific Gravity
Specific gravity adalah perbandingan antara massa jenis fluida (fluid density) dengan massa jenis fluida tertentu (specified reference density). Yang digunakan sebagai fluida pembanding bisa berbeda-beda. Misalnya untuk
cairan, maka sebagai fluida pembandingnya (reference density) adalah air pada suhu 4oC. Sedangkan untuk gas, sebagai fluida pembandingnya adalah udara
(biasanya pada suhu 200C). Specific gravity merupakan sebuah perbandingan, sehingga specific gravity tidak mempunyai satuan.
Meskipun pengertiannya tidak sama persis (tetapi pada dasarnya adalah sama),
density). Selanjutnya dalam tulisan ini untuk menyebut istilah specific gravity kita gunakan istilah massa jenis relatif.
Massa jenis relatif gas adalah perbandingan antara massa jenis gas dengan
massa jenis udara (udara luar atau udara bebas). Massa jenis relatif udara
adalah 1. Angka ini didapat dari massa jenis udara dibandingkan dengan massa jenis udara itu sendiri, yaitu 1,293 kg/m3 : 1,293 kg/m3 sama dengan 1. Dengan
cara yang sama kita bisa menghitung massa jenis relatif dari propan yaitu 2,004 kg/m3 : 1,293 kg/m3 sama dengan 1,55 dan massa jenis relatif dari butan adalah
sebesar 2,09. Apabila massa jenis relatif dari suatu gas lebih kecil daripada 1, maka gas tersebut akan naik ke udara. Namun apabila massa jenis relatifnya
lebih kecil dari 1, maka gas tersebut akan turun ke tanah (mencari/mengalir ke
tempat yang lebih rendah).
Dengan mengetahui bahwa massa jenis relatif gas propan dan butan lebih besar
dari udara, maka apabila kita menyimpan LPG harus memberi ventilasi yang
diletakkan rata dengan tanah/lantai (bila memungkinkan) atau dinaikkan
sedikit. Hal ini dimaksudkan apabila ada kebocoran LPG, gas tersebut bisa
cepat keluar dan bercampur dengan udara bebas. Di samping itu, dengan alasan yang sama seperti dia atas, kita jangan menyimpan tabung LPG di ruangan
bawah tanah.
4. Temperatur Nyala (Ignition Temperature)
Temperatur nyala dari bahan bakar gas pada umumnya antara 4500C
sampai dengan 6500C. Dengan temperatur seperti itu, gas yang diletakkan di udara bebas akan menjadi panas dan akan terjadi pembakaran. Temperatur
nyala untuk propan adalah 5100C, sedangkan butan adalah 4600C. Dari data ini kita bisa tahu bahwa apabila ada LPG yang terlepas atau bocor dari tabung gas
ke udara bebas, gas tersebut tidak akan terbakar dengan sendirinya. Karena
temperatur udara bebas biasanya sekitar 270C. Untuk menimbulkan nyala pada
peralatan yang menggunakan bahan bakar gas, misalnya kompor gas, kita
menggunakan alat penyala atau api penyala. Apabila temperatur udara bebas
ini minimal sama dengan temperatur nyala, maka gas tersebut berada dalam
5. Batas Nyala (Flammable Range)
Batas nyala (Flammable Range) atau disebut juga batas meledak (Explosive Range) adalah perbandingan campuran (dalam bentuk prosentase) antara gas dengan udara, dimana pada batas tersebut dapat terjadi nyala api
atau ledakan. Untuk bisa terjadi nyala api atau ledakan, besarnya perbandingan antara uap gas dan udara tidak memiliki nilai (angka) yang tunggal, tetapi
merupakan nilai-nilai yang mempunyai batas bawah dan batas atas. Jadi apabila terjadi campuran antara gas dan udara dalam rentang nilai bawah dan
nilai atas, maka akan terjadi nyala api atau ledakan. Nilai batas nyala bawah disebut juga Lower Explosive Limit (LEL) yaitu batas minimal konsentrasi uap bahan bakar di udara dimana bila ada sumber api, gas tersebut akan terbakar.
Sedangkan nilai batas atas atau Upper Explosive Limit (UEL) yaitu batas konsentrasi maksimal uap bahan bakar di udara dimana bila ada sumber api,
gas tersebut akan terbakar. Batas nyala (Flammable Range) untuk propan adalah antara 2,4% sampai dengan 9,6% dan butan antara 1,9% sampai dengan
8,6%. Ini artinya bahwa misalnya terjadi campuran 2,4% propan dengan
97,6% udara, maka campuran tersebut akan dapat menyala, tetapi jumlah gas propan ini merupakan jumlah yang minimal. Apabila jumlah propan kurang
dari 2,4%, maka tidak akan terjadi nyala. Demikian sebaliknya, apabila jumlah
propan lebih dari 9,6% juga tidak akan terjadi nyala. Sebagai contoh terjadi
campuran 15% propan dan 85% udara, maka tidak akan terjadi nyala. Jadi
kesimpulannya bahwa meskipun ada sumber api tetapi karena perbandingan campuran antara propan dengan udara di bawah atau di atas batas nyala
(Flammable Range) , maka tidak akan terjadi pembakaran.
Dengan mengetahui batas nyala (flammable range) dari gas, kita bisa mencegah dan mengantsipasi bahaya dari LPG (elpiji) tersebut. Dengan
mengetahui bahwa gas akan terbakar apabila mempunyai campuran dengan
udara dengan perbandingan tertentu, maka apabila ada gas yang bocor, salah
satu tindakan sederhana yang bisa lakukan adalah de ngan membuka pintu atau
jendela atau berusaha mengipas- ngipas gas tersebut agar keluar ruangan. Hal
gas propan). Dengan demikian gas tersebut tidak bisa terbakar, meskipun ada
sumber api.
2.3 Mesin Diesel
Mesin diesel juga disebut “Motor Penyalaan Kompresi” oleh karena penyalaannya dilakukan dengan menyemprotkan bahan bakar ke dalam udara
yang telah bertekanan dan bertemperatur ringgi sebagai akibat dari proses kompresi di dalam ruang bakar. Mesin diesel pertama kali ditemukan oleh Rudolf
Diesel pada tahun 1892. Prinsip kerja pembakaran motor diesel yaitu udara segar dihisap masuk kedalam silinder atau ruang bakar kemudian udara tersebut
dikompressi oleh torak sehingga udara memiliki temperatur dan tekanan yang
tinggi, dan sebelum torak mencapai titik mati atas, bahan bakar disemprotkan ke
ruang bakar dan terjadilah pembakaran.
Agar bahan bakar diesel dapat terbakar dengan sendirinya, maka
perbandingan kompresi mesin diesel harus berkisar antara 15 – 22, sedangkan
tekanan kompresinya mencapai 20 – 40 bar dengan suhu 500 – 700 0C. Aplikasi
dari motor diesel banyak pada industri- industri sebagai motor stasioner ataupun untuk kendaraan-kendaraan dan kapal laut dengan ukuran yang besar. Hal ini
dikarenakan motor diesel mengkonsumsi bahan bakar ± 25% lebih rendah dari
motor bensin, lebih murah dan perawatannya lebih sederhana (Kubota, S., dkk,
2001).
Mesin diesel menghasilkan tekanan kerja yang tinggi, itu sebabnya konstruksi motor diesel lebih kokoh dan lebih besar. Disamping itu, mesin diesel
menghasilkan bunyi yang lebih keras, warna dan bau gas yang kurang menyenangkan. Namun dipandang dari segi ekonomi, bahan bakar serta polusi
udara, motor diesel masih lebih disukai (Mathur, 1980).
Menurut Willard W.P (1996) efisiensi termis motor diesel berada di bawah
50% sedangkan menurut Khovakh (1979), efisiensi termis berkisar pada 29% -
42% dan sisanya adalah kerugian-kerugian energi. Energi kalor yang
dimanfaatkan oleh mesin tidaklah terlalu besar,sisanya merupakan kerugian -
kerugian energi, diantaranya energi kalor yang hilang akibat pendinginan mesin,
pembakaran tidak sempurna, energi kalor yang hilang karena kebocoran gas, dan
kehilangan lainnya akibat radiasi dan konveksi.
Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan
[image:37.596.239.430.212.412.2]panas pada volume konstan (Y. A. Çengel and M. A. Boles, Thermodynamics: An Engineering Approach, 5th ed, McGraw-Hill, 2006.).
Gambar 2.1 P-v diagram
Keterangan Gambar:
P = Tekanan (kPa)
V = Volume Spesifik (m3/kg)
qin = Kalor yang masuk (kJ/kg)
Gambar 2.2 Diagram T-S Mesin Diesel
Keterangan Gambar :
T = Temperatur (K)
S = Entropi (kJ/kg.K)
q
in = Kalor yang masuk (kJ/kg)q
out = Kalor yang dibuang (kJ/kg)Keterangan Grafik:
1-2 Kompresi Isentropik
2-3 Pemasukan Kalor pada Tekanan Konstan
3-4 Ekspansi Isentropik
4-1 Pengeluaran Kalor pada Volume Konstan
2.3.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel
Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja
mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan
menggunakan injector. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4
langkah :
Gambar 2.3 Prinsip Kerja Mesin Diesel
( Sumber : www. Scribd.Com )
1. Langkah Isap
Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB
(Titik Mati Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katup isap terbuka yang
menyebabkan ruang didalam silinder menjadi vakum,sehingga udara murni
langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara.
2. Langkah kompresi
Poros engkol terus berputar, piston bergerak dari TMB ke TMA, kedua
katup tertutup. Udara murni yang terhisap tadi terkompresi dalam ruang bakar. Karena terkompresi suhu dan tekanan udara tersebut naik hingga mencapai 35 atm
dengan temperatur 500⁰ - 800⁰ (pada perbandingan kompresi 20 : 1).
3. Langkah Usaha
Poros engkol masih terus berputar, beberapa derajat sebelum torak mencapai TMA di akhir langkah kompresi, bahan bahar diinjeksikan ke dalam
TMB. Kedua katup masih dalam keadaan tertutup. Gaya dorong ke bawah
diteruskan oleh batang piston ke poros engkol untuk dirubah menjadi gerak rotasi.
Langkah usaha ini berhenti ketika katup buang mulai membuka beberapa derajat
sebelum torak mencapai TMB.
4. Langkah Buang
Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywhell akan menaikkan
kembali piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju
exhaust manifold dan langsung menuju knalpot
2.3.2 Teori Pe mbakaran
Pada motor bakar, proses pembakaran merupakan reaksi kimia yang
berlangsung sangat cepat antara bahan bakar dengan oksigen yang menimbulkan
panas, sehingga mengakibatkan tekanan dan temperatur gas yang tinggi.
Kebutuhan oksigen untuk pembakaran diperoleh dari udara yang memerlukan
campuran antara oksigen dan nitrogen, serta beberapa gas lain dengan persentase
yang relatif kecil dan dapat diabaikan. Reaksi kimia antara bahan bakar dan
oksigen yang diperoleh dari udara akan menghasilkan produk hasil pembakaran
yang komposisinya tergantung dari kualitas pembakaran yang terjadi. Dalam pembakaran, proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai berikut
Gambar 2.4 Proses Pembakaran Mesin Diesel
Pembakaran diatas dikatakan sempurna bila camp uran bahan bakar dan
Dalam pembakaran, ada pengertian udara primer yaitu udara yang
dicampurkan dengan bahan bakar di dalam burner (sebelum pembakaran) dan
udara sekunder yaitu udara yang dimasukkan dalam ruang pembakaran setelah
burner, melalui ruang sekitar ujung burner atau melalui tempat lain pada dinding
dapur.
Produk pembakaran campuran udara-bahan bakar dapat dibedakan
menjadi :
1. Pembakaran sempurna (Pembakaran Idea l)
Setiap pembakaran sempurna menghasilkan karbon dioksida dan air. Peristiwa ini hanya dapat berlangsung denga perbandingan udara-bahan
bakar stoikiometris dan waktu pembakaran yang cukup bagi proses ini.
2. Pembakaran tak sempurna
Peristiwa ini terjadi bila tidak tersedia cukup oksigen. Produk pembakaran
ini adalah hidrokarbon terbakar maka aldehide, ketone, asam karbosiklis
dan sebagian karbon monoksida menjadi polutan dalam gas buang.
3. Pembakaran denga udara berlebihan
Pada kondisi temperatur tinggi, nitrogen dan oksigen dari udara pembakaran akan bereaksi dan akan membentuk oksida nitrogen (NO dan
NO2)
2.4 Performansi Motor Bakar 2.4.1 Daya Poros
Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada
motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros d ibangkitkan oleh daya indikator, yang
merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya
menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk
mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan
antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari
daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin
semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan
demikian besar daya poros itu adalah :
...(2.1)
Dimana :
PB = daya ( W )
T = torsi ( N.m )
n = putaran mesin ( Rpm )
2.4.2 Torsi
Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu
gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi
pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat
dynamometer. Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara
menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan menggunakan kopling elastik.
T = ………...(2.2)
2.4.3 Kons umsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi
yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai
ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya
SFC = ………… (2.3)
Dengan :
SFC = konsumsi bahan bakar spesifik (kg/kW.jam)
PB = daya (kW)
= konsumsi bahan bakar (kg/jam)
2.4.4 Efisiensi The rmal
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang
dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimium yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga
sebagai efisiensi termal brake ( brake thermal efficiency, ηb).
Jika daya keluaran PB dalam satuan KW, laju aliran bahan bakar mf dalam
satuan kg/jam, maka:
ηb = 3600 ……… (2.4)
2.4.5 Rasio Udara - Bahan Bakar (AFR)
Energi yang masuk kedalam sebuah mesin berasal dari pembakaran
bahan bakar hidrokarbon. Udara digunakan untuk menyuplai oksigen yang
dibutuhkan untuk mendapatkan reaksi kimia didalam ruang bakar. Agar terjadinya reaksi pembakaran, jumlah oksigen dan bahan bakar harus tepat. Yang
dirumuskan sebagai berikut:
………(2.5)
Dimana: massa udara di dalam silinder per siklus
massa bahan bakar di dalam silinder per siklus
laju aliran udara didalam mesin
laju aliran bahan bakar di dalam mesin
tekanan udara masuk silinder
temperatur udara masuk silinder
konstanta udara
volume langkah (displacement) volume sisa
2.5 Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian
dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar
uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan
panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung
bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
Dulong :
HHV = 33950 + 144200 (H2- ) + 9400 S...(2.9)
Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
C = Persentase karbon dalam bahan bakar H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar
S = Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah ( Low Heating Value, LHV ), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran
sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah
sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)... (2.10)
Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)
M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga
menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2.6 Emisi Gas Buang
Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas
(ketebalan asap). Opasitas sendiri adalah tingkat ketebalan asap/gas buang dari
Pada pengujian ini digunakan alat Heshbon Automative Opacity Smokemeter, dimana alat ini digunakan untuk mengukur tingkat ketebalan (opacity) dari gas buang kendaraan. Alat ini sendiri bekerja dengan prinsip
penerangan cahaya. Dimana gas buang kendaraan lewat melalui sebuah tabung
yang didalamnya telah terpasang lampu. Kemudian, alat pendeteksi photodiode, mendeteksi ketebalan gas buang tersebut dan mengkonversi nilainya untuk
dimunculkan pada display.
[image:46.596.126.501.322.589.2]Adapun Standart nilai opasitas berdasarkan peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang.
Tabel 2.2 Standar Emisi Gas Buang
Kategori Tahun
Pembuatan
Parameter
CO
(%)
HC
(ppm)
Opacity
(%
HSU)
Berpenggerak Motor Bakar
cetus api (bensin)
< 2007 4,5 1200 -
≥ 2007 1,5 200 -
Berpenggerak Motor Bakar
Penyalaan Kompresi (Diesel)
GVW ≤ 3,5 Ton < 2010 - - 70
≥ 2010 - - 40
GvVW ≥ 3,5 Ton < 2010 - - 70
≥ 2010 - - 50
(sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang)
2.6 Sistem Kit Konversi
Tekanan tinggi (sekitar 200 bar), regulator gas, mixer, pipa, switch BBG/BBM dan pressure gauge). Lalu, dimulailah pengisian BBG ke kendaraan
Sistem kerja kit konversi adalah sebagai berikut: Bahan bakar gas
dimasukkan ke tabung BBG melalui kerangan pengisian BBG pada tekanan tinggi
melalui pipa tekanan tinggi, kemudian gas disalurkan ke mesin. Tekanan gas
diturunkan ke atmosfir (LK.1) oleh penurun tekanan. Kemudian dicampur dengan
udara oleh pencampur udara dan gas dan selanjutnya masuk ke ruang bakar untuk dibakar. Kendaraan bermotor dapat dioperasikan memakai bahan bakar gas atau
bensin. Pengaturan operasinya diatur oleh sakelar pemilih yang menutup atau membuka kerangan otomatis dan untuk gas atau bensin. Banyaknya vo lume gas
yang tersimpan di tangki dapat dilihat di manometer.
Dalam pemakaian BBG untuk kendaraan tidak ada perubahan-perubahan
pada mesin kendaraan, yang ada hanya penambahan peralatan kit konversi. Bila prosedur pemasangan dan pemeliharaan alat ini dilaksanakan dengan baik maka
penggunaannya akan aman. (Hadi Purnomo, dari Badan Pengkaji dan penerapan
teknologi.2006)
Banyaknya volume gas yang tersimpan di tangki dapat dilihat di
manometer (4). Dalam pemakaian BBG untuk kendaraan tidak ada
perubahan-perubahan pada mesin kendaraan, yang ada hanya penambahan peralatan kit
konversi. Bila prosedur pemasangan dan pemeliharaan alat ini dilaksanakan dengan baik maka penggunaannya akan aman. , (Tulus Burhanuddin, 2002).
Sedangkan pada mobil volvo digunakan dua bahan bakar yaitu gas dan gasolin. Menggunakan converter kits terdiri dari tabung gas, perpipaan, sakalr pemindah,
relay, kran pemindah, regulator tekanan rendah micro processor. dll. Fred
Hammond, Daniel JohnstonApril 3, 1996.
Terdapat 2 Teknik dalam penggunaan Gas sebagai BBG:
1. Gas dihisap dengan menggunakan efek vacuum pada pada ruang bakar
1. Gas dihisap dengan me nggunakan efek vacuum pada ruang bakar
Peralatan kit konversi terdiri dari tabung BBG tekanan tinggi (sekitar 200 bar), regulator gas, mixer, pipa, switch BBG/BBM dan pressure gauge. Berikut
[image:48.596.224.400.229.439.2]adalah skema dari Kit Konversi untuk BBG.
Gambar 2.5 Skema Kit Konversi untuk BBG
(sumber: http://blog.ub.ac.id)
Keterangan Gambar:
1. Tabung LPG
2. Regulator Pengatur Tekanan 1
3. Regulator Pengatur Tekanan II
4. Kran Mimbran
5. Kran Pembagi
6. Pencampur (mixer)
7. Mesin satu silinder 4 langkah
Bahan bakar gas LPG yang berada dalam tabung bertekanan tinggi (1)
dikeluarkan dengan menurunkan tekanannya menggunakan regulator LPG
tekanan tinggi (2) dan kembali diturunkan tekanannya sesuai dengan kebutuhan
konsumsi bahan bakar dengan menggunakan regulator asetelin (3). Gas yang
sudah diturunkan tekanannya dialirkan melalui selang gas ke kran mimbran (4). Kevakuman yang terjadi di ruang bakar yang diakibatkan oleh langkah isap piston
dari TMA ke TMB mengakibatkan pegas kran mimbran tertarik dan membuka aliran gas dan gas akan mengalir ke kran pembagi (5) untuk kemudian dialirkan
ke main jet dan pilot jet di dalam pencampur (mixer) (6). Udara yang masuk karena kevakuman dalam ruang bakar akan bercampur dengan gas LPG dan
kemudian masuk ke dalam ruang bakar mesin satu silinder empat langkah (7).
Dalam pemakaian BBG untuk kendaraan tidak ada perubahan-perubahan
pada mesin kendaraan, yang ada hanya penambahan peralatan kit konversi. Bila
prosedur pemasangan dan pemeliharaan alat ini dilaksanakan dengan baik maka penggunaannya akan aman.
Namun penggunaannya masih terbatas karena adanya kendala terhadap
performa dari motor, yaitu terlalu tingginya putaran pada kondisi idle dan
rendahnya akselerasi jika dibandingkan dengan motor yang menggunakan bahan bakar bensin. Salah satu penyebab dari tingginya putaran idle adalah terlalu
sedikitnya bahan bakar gas yang masuk ke intake manifold dan specific gravity dari bahan bakar gas (0.562 kg/m3) lebih rendah dibandingkan dengan bahan
bakar bensin, hal ini berakibat kondisi idle dimana katup gas hanya terbuka
sedikit, udara yang masuk bersama-sama dengan bahan bakar gas tidak dapat
melakukan pembakaran secara sempurna. Salah satu cara untuk memecahkan
permasalahannya adalah dengan memberikan suplai BBG melalui sistim injeksi yang dikontrol secara elektronik baik pada kondisi idle maup un pada saat
akselerasi.
Sistem ini digunakan untuk mengatasi permasalahan pada saat idle dan
akselerasi pada motor berbahan bakar gas. Secara skematik prinsip dari sistim
perangkat konversi dual fuel dengan tembahan sistim injeksi tersebut pada
gambar dibawah.
Gambar 2.6 Skema Sistem konversi dual fuel dengan sistem injeksi
[image:50.596.211.410.421.607.2]Skema Sistim Perangkat Konversi Dual Fuel dengan Sistem Injeksi
Gambar 2.7 Blog Diagram sistem injeksi
(sumber: http://blog.ub.ac.id)
Pengaturan jumlah bahan bakar yang harus diinjeksikan ke intake manifold dikendalikan oleh perangkat elektronik yang disebut Electronic Controll
diinjeksikan dengan menganalisa percepatan dan besarnya bukaan katup gas
(throttle) untuk kondisi idle dan akselerasi. Pada saat idle tersebut ECM akan
memberikan suplai tegangan ke solenoid valve untuk menginjeksikan sejumlah
BBG agar tercapai putaran idle 800 rpm (setting awal). Sedangkan pada kondisi
akselerasi dimana dibutuhkan bukaan katup gas lebih cepat, maka sensor yang terdapat pada ECM akan menerima perubahan posisi throttle gas dan
mengolahnya untuk selanjutnya memberikan sinyal keluaran ke solenoid valve dari injector.
Gambar 2.8 Skema instalasi dual sistem, BBG BBM pada kendaraan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat
Pengujian dilakukan di Workshop Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)
Sumatera Utara selama lebih kurang 3 bulan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Mesin Genset Diesel Yanmar TF 155 H-Di
Gambar 3.1 Mesin Genset Diesel Yanmar TF 155 H-Di
Spesifikasi Mesin :
Jenis : Motor Diesel 4 langkah berpendingin air
Pembakaran : Injeksi langsung (Direct Injection)
Isapan Udara : Natural
Panjang langkah (mm) : 105
Diameter Piston (mm) : 102
Volume Langkah (cc) : 857
Putaran maksimum (rpm) : 2400
Kompresi : 17,8
Spesifikasi Generator :
Jenis : Single Phase AC Synchrounous Generator
Daya : 3 kW
Tegangan : 220 Volt
Frekuensi : 50 Hz
Arus listrik : 13 Ampere
Cos ȹ : 1
2. RPM Digital dan Sensor Magnet untuk mengetahui besar putaran poros mesin per menit. Alat ini terdiri dari magnet yang ditempelkan pada roda gila
dan sensor yang ditempelkan dekat dengan magnet tersebut.
Gambar 3.2 RPM Digital dan Sensor Magnet
3. Hioki HiTester 3286-20 Power Clamp-Meter, untuk mengetahui tegangan dan
Gambar 3.3 Hioki HiTester 3286-20 Power Clamp-Meter
[image:54.596.247.378.85.222.2](sumber: www.amazon.com)
Tabel 3.1 Spesifikasi Hioki HiTester 3286-20 Power Clamp-Meter
Maximum AC (alternating
current) input
1.000 A
Maximum AC voltage input 600 V
Maximum frequency detected 1.000 Hz
Maximum single-phase power
detected
600 kW
Maximum three-phase power
detected
1.200 kW
Installation rating CAT III, 600 V
Standards met IEC safety standard 61010;
CE marking
Power supply 9 V battery
Weight 650 g/22,9 oz
Dimensions (HxWxD) 287 x 100 x 39 mm/11,3 x
3,94 x 1,54 inches
4. Buret adalah sebuah peralatan gelas laboratorium berbentuk silinder yang
memiliki garis ukur dan sumbat keran pada bagian bawahnya. Alat ini
digunakan untuk meneteskan sejumlah cairan untuk mengukur konsumsi bahan
bakar diesel yang dihabiskan ketika mesin beroperasi pada interval waktu
[image:55.596.142.496.224.435.2]tertentu. Buret ini memiliki satuan mL tiap garis ukurnya.
Gambar 3.4 Buret
5. Selang Bertekananuntuk mengalirkan gas ke dalam Intake Manifold
[image:55.596.189.449.504.706.2]6. Alat bantu perbengkelan, seperti : kunci pas, kunci ring, kunci busi, obeng,
tang, palu, lem, klem, selotip dan isolasi.
7. Stop watch digunakan untuk menentukan waktu selama 5 menit ketika mesin
beroperasi agar dapat ditentukan pemakaian bahan bakarnya.
Gambar 3.6 Stopwatch
8. Bola lampu pijar Philip 100 watt, digunakan sebagai beban arus agar
[image:56.596.241.398.195.383.2]pembacaan kuat arus dapat diperoleh.
9. Botol Wadah Bahan Bakar, digunakan untuk Wadah bahan bakar yang akan
digunakan mesin saat beroperasi.
Gambar 3.8 Botol Wadah bahan bakar
10. Manometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur perbedaan tekanan
[image:57.596.230.394.139.360.2]pada tekanan atmosfer dengan tekanan didalam selang bertekanan.
Gambar 3.9 Manometer
11. Tabung Gas LPG digunakan sebagai wadah gas Propana dan Butana yang akan
Gambar 3.10 Tabung LPG
12. Flow Meter digunakan untuk mengukur Laju aliran gas yang mengalir dari
Tabung menuju Ruang bakar. Alat ini merupakan komponen yang sangat
penting dari eksperimen ini karena flow meter ini dapat membantu mengetahui
seberapa banyak LPG yang mengalir pada interval waktu tertentu; satuannya
adalah L/min. Ketika gas mengalir maka bola besi yang terdapat pada flow
meter ini akan berubah naik atau turun dan memberikan pembacaan
[image:58.596.217.422.86.311.2]pengukuran seberapa gas yang mengalir ke dalam mesin.
13.Bom Kalorimeter digunakan sebagai alat untuk mengukur jumlah kalor (nilai
kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (O2 berlebih) pada suatu
[image:59.596.117.515.146.365.2]senyawa, bahan makanan, atau bahan bakar.
Gambar 3.12 Bom Kalorimeter
Keterangan gambar:
1. Tabung Oksigen
2. Termometer
3. Elektrometer 4. Kalorimeter
5. Tabung Bom 1
2
3
4
14.Heshbon Automative Opacity Smokemeter digunakan untuk mengukur
[image:60.596.248.408.154.327.2]kepekatan (opacity) dari gas buang kendaraan.
Gambar 3.13 Heshbon Automative Opacity Smoke Mete (sumbe: www.indonetwork.co.id)
Spesifikasi :
Model/Produk : Heshbon HD-410 / Automative Opacity Smoke Meter
Metode Pengukuran : Metode light extinction Sumber Penerangan : Green LED (565nm)
Detector : Photodiode
Jangkauan pengukuran : 0,0 ~ 100%
Redolusi : 0,1%