• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Dan Pembagian Sisa Hasil Usaha Di Bmt Esq Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Dan Pembagian Sisa Hasil Usaha Di Bmt Esq Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2012"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN DAN PEMBAGIAN SISA HASIL USAHA DI BMT ESQ MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 17 TAHUN 2012

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Syariah

Oleh:

BURHANI ASH-SHIDDIQI

NIM. 107046101892

KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Syariah

Oleh:

BURHANI ASH-SHIDDIQI

NIM. 107046101892

Di bawah bimbingan:

Pembimbing

Drs. H. Burhanuddin Yusuf, MM, MA

NIP. 195406181981031005

KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Pengelolaan dan Pembagian Sisa Hasil Usaha di BMT ESQ

Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2012”, telah diujikan dalam Sidang

Munaqasyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tanggal 16 April 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat

(Ekonomi Islam).

Tangerang Selatan, 16 April 2014

Dekan,

Dr. Phil. JM Muslimin, MA NIP. 196808121999031014

Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag

NIP. 197107011998032002 (………)

Sekretaris : Mu’min Rauf, MA

NIP. 197004161997031004 (………)

Pembimbing : Drs. H. Burhanuddin Yusuf, MM, MA

NIP. 195406181981031005 (………)

Penguji I : Dr. Euis Amalia, M.Ag

NIP. 197107011998032002 (………)

Penguji II : Muh. Fudhail Rahman, Lc, MA

(4)

ABSTRAK

Nama lengkap penulis ialah Burhani Ash-shiddiqi dengan nomor induk mahasiswa 107046101892. Skripsi ini diberi judul “Pengelolaan dan Pembagian Sisa Hasil Usaha di BMT ESQ Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun 2012”. Sebagai

salah satu syarat untuk dapat lulus dari Konsentrasi Perbankan Syari’ah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan di tahun 2014. Skripsi ini memiliki tebal x + 83 halaman + 2 lampiran.

Telah sekitar dua tahun Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 diberlakukan. Seharusnya seluruh Koperasi termasuk KJKS sudah memahami sehingga bisa melaksanakan peraturan di dalamnya. Berjalannya kegiatan usaha di KJKS ini sesuai dengan peraturan tentunya sangat diharapkan agar aktifitas menjadi tertib. Maka dari itu, perlu untuk ditelaah lebih jauh apakah KJKS dalam hal ini BMT telah taat pada Kepmeneg tersebut. Karena hal ini dapat menimbulkan banyaknya ruang abu-abu dan multi interpretatif yang akan menggiring pada pelemahan KJKS. Penelitian yang penulis lakukan adalah bertujuan untuk mencari kemudian dapat membuktikan apakah pengelolaan dan pembagian SHU di BMT ESQ telah sesuai dengan Undang-Undang-Undang No. 17 Tahun 2012.

Menggunakan pendekatan kualitatif dan naturalistik. Penelitian ini merupakan studi kasus. Baik Data Primer maupun Data Sekunder penulis kumpulkan untuk penelitian ini. Data primer tersebut berupa berjenis data lapangan (hasil observasi dan wawancara) dan data tertulis/rekaman (dokumen tertulis dari pihak BMT ESQ). Sedangkan Data Sekunder berupa buku literatur dan artikel yang diunduh dari internet. Untuk memperoleh catatan lapangan, peneliti akan melaksanakan wawancara mendalam (in-depth) dan terbuka secara face to face terhadap informan kunci (key informant) yakni Manajer BMT ESQ. Selain itu penulis juga akan melakukan observasi. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model analisis data yang diajukan Huberman dan Miles yang disebut sebagai model interaktif.

Dan dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa, kecuali pada stempel serta kop

surat yang menggunakan nama “BMT ESQ” yang belum sesuai dengan regulasi, dan penggunaan SHU yang keseluruhannya dimasukkan ke Dana Modal Cadangan. Hal-hal mengenai pengelolaan dan penggunaan pendapatan/pembagian SHU di BMT ESQ lainnya telah sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Kata Kunci : Pengelolaan, SHU, BMT

Pembimbing : Drs. H. Burhanuddin Yusuf, MM, MA

(5)

v

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Puji syukur ke hadhirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman,

Islam dan ihsan. Sholawat salam kepada Nabi Muhammad saw yang telah membawa

umat manusia dari kegelapan menuju terang benderang.

Melalui kata pengantar ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah membantu sehingga skripsi yang berjudul “Pengelolaan dan

Pembagian Sisa Hasil Usaha di BMT ESQ Menurut Undang-Undang No. 17 Tahun

2012” ini dapat terselesaikan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah. Berikut para pihak yang telah berjasa

tersebut:

1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Dr. Phil. JM Muslimin, MA.

2. Ketua Program Studi Muamalat, Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Sekretaris Program

Studi Muamalat, Mu’min Rauf, MA.

3. Pembimbing Skripsi, Drs. H. Burhanuddin Yusuf, MM, MA.

4. Penanggungjawab Pengelola Harian BMT ESQ, Rudi Sugiarto, S.E.Sy.

5. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum serta Pimpinan

Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Mamah, Siti Hikayah Setiawati dan Ayah, Nur Ibad yang mendukung dana

(6)

vi

7. Ceuceu, Atiq Hadiqoh, A.M.Keb yang membeli laptop agar saya bisa lebih cepat

menyelesaikan skripsi ini.

8. Kopma UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Teater Syahid yang komputernya

pernah cukup sering saya gunakan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Demikianlah kata pengantar ini saya sampaikan. Semoga yang telah

membantu mendapat pahala kebaikan. Dan mudah-mudahan karya ini membawa

manfaat yang seluas-luasnya, diridhoi, dan diberkahi Allah SWT. Aamiin.

Alhamdulillaahi robbil „aalamiin.

Tangerang Selatan, 12 Maret 2014

(7)

vii

DAFTAR ISI

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... v

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

F. Review Studi Terdahulu ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II: LANDASAN TEORI ... 16

A. Tinjauan tentang Koperasi ... 17

1. Pengertian Koperasi ... 17

(8)

viii

c. Prinsip-Prinsip ... 19

3. Perangkat Organisasi Koperasi ... 19

a. Rapat Anggota ... 20

b. Pengurus ... 21

c. Pengawas ... 25

4. Manajemen Koperasi ... 26

a. Pengelola (Manajer) ... 28

b. Fungsi Utama Manajer ... 29

c. Perlunya Manajer dalam Koperasi ... 30

d. Hubungan Kerja Antara Pengelola dan Pengurus ... 31

B. Koperasi Syariah ... 31

1. Nilai-Nilai Koperasi Syariah ... 32

2. Prinsip-Prinsip Koperasi Syariah ... 33

(9)

ix

4. Koperasi Jasa Keuangan Syariah ... 34

C. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) ... 35

1. Pengertian BMT ... 35

2. TujuandanPrinsip BMT ... 36

3. Ciri-CiridanPeran BMT ... 37

4. Sejarah BMT di Indonesia ... 38

5. Jenis Aktifitas BMT ... 39

6. Perbedaan BMT dan KSP ... 40

D. Sisa Hasil Usaha ... 41

1. Pendapatan Koperasi ... 41

2. SHU Koperasi ... 42

E. Tinjauan Syariah ... 43

1. Teori Manajemen dalam Islam ... 43

a. Karakteristik Teori ... 43

(10)

x

2. Koperasi dalam Fiqh Muamalah ... 48

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 51

A. Pendekatan Penelitian ... 51

B. Jenis dan Data Penelitian ... 52

C. Teknik Pengumpulan Data dan Subjek-Objek Penelitian ... 52

D. Teknik Pengolahan Data dan Metode Analisis ... 54

E. Profil BMT ESQ ... 55

1. Visi dan Misi ... 56

2. Sasaran ... 56

3. Produk BMT ESQ ... 57

4. Pengelolaan BMT ESQ ... 59

BAB IV: PENGELOLAAN DAN PEMBAGIAN SISA HASIL USAHA DI BMT ESQ MENURUT UU NO. 17 TAHUN 2012 ... 60

(11)

xi

B. Pengelolaan dan Pembagian Sisa Hasil Usaha di BMT ESQ ... 68

C. Penerapan UU No. 17 Tahun 2012 pada Pengelolaan dan Pembagian SHU di BMT ESQ ... 71

BAB V: PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

(12)

1 A. Latar Belakang Masalah

Sesuai dengan amanat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagai

manifesto kemerdekaan bangsa Indonesia, dan juga UUD 1945 sebagai konsitusi

yang didasarkan pada kedaulatan rakyat. Maka tentu selayaknya kebangsaan dan

kerakyatanlah yang menjadi sokoguru bagi segala kegiatan penyelenggaraan

Negara Indonesia, termasuk pula halnya dengan penyelenggaraan perekonomian

nasional.

Perlu dibangunnya perekonomian rakyat bukanlah sekedar suatu

pemihakan kepada rakyat, tetapi juga merupakan strategi pembangunan yang

tepat.1 Sebagai wujud pemihakan kepada rakyat, maka rakyat wajib dilibat

aktifkan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dan ini juga sesuai amanat UUD

1945 Pasal 27 Ayat 2, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Kemudian arah kebijakan

perekonomian pun harus berorientasi pada kepentingan rakyat yang

1

(13)

2

based, people-centered dan putting people first. Dengan demikian diharapkan akan tercapai kemandirian bangsa, tanpa ketergantungan pada luar negeri.

Pembangunan ekonomi rakyat yang bersemangatkan UUD 1945 Pasal 33

Ayat 1, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan”, menghendaki terwujudnya “Triple-Co”2 atau “tiga kebersamaan”

peran rakyat dalam ekonomi, yaitu co-ownership, co-determination dan co-responsibility.

Koperasi merupakan wadah bagi perekonomian rakyat, wadah untuk lebih

terbentuknya sinergi kekuatan rakyat dalam keekonomian.3 Dan melalui gerakan

koperasi inilah, asas Triple-Co akan lebih berhasil untuk dilaksanakan.

Dalam hal koperasi ini legislatif telah mengeluarkan Undang-Undang

tentang Perkoperasian pertama kalinya UU No. 14 Tahun 1965, kemudian

berturutan UU No. 12 Tahun 1967, UU No. 25 Tahun 1992, dan yang terbaru UU

No. 17 Tahun 2012.

Kemudian, dalam upaya memberdayakan ekonomi rakyat, dipandang

perlu untuk mengembangkan skema-skema pembiayaan alternatif seperti

pembiayaan berskala mikro, kecil dan menengah. Dan ini menjadi strategis

karena terhadap perekonomian nasional, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

(UMKM) memberikan kontribusi antara lain sebagai penampung tenaga kerja

2

Ibid, h. 17. 3

(14)

dalam jumlah besar (sekitar 99,5%), sebagai penyumbang Pendapatan Domestik

Bruto (PDB) sebesar 56,7% dan dalam ekspor nonmigas kontribusinya sebesar

19,1%. UMKM merupakan pihak mayoritas pelaku usaha nasional. Hal ini sesuai

dengan data bersumber dari Bappenas bahwa pada tahun 2007 terdapat 41,3

jutaunit (99,85%) usaha kecil mikro, 61,05 juta unit (0,14%) usaha menengah,

dan 2,2 juta unit (0,005%) usaha besar.4

Tentunya UMKM yang mayoritas ini adalah potensi yang sangat besar

bagi Lembaga Keuangan Mikro untuk ambil bagian dalam memberdayakan

ekonomi rakyat sehingga mengkokohkan perekonomian rakyat. Dan pada

akhirnya akan mewujudkan perekonomian nasional yang kuat dan mandiri.

Untuk itu pulalah pemerintah harus mengembangkan iklim yang kondusif

guna mendorong perkembangan kegiatan usaha Lembaga Keuangan Mikro

termasuk di dalamnya Koperasi Jasa Keuangan Syariah, sehingga mampu

memberikan manfaat dan kepastian hukum.

Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), termasuk pula di dalamnya

Baitul Mal wat Tamwil (BMT), telah tumbuh dan berkembang di masyarakat,

serta mengambil bagian penting dalam memberdayakan ekonomi masyarakat

khususnya kalangan usaha kecil dan mikro. Adapun jumlah KJKS/UJKS koperasi

per April 2012 adalah sekitar 4.117 unit dengan jumlah anggota sekitar 762 ribu

4

Dr. Euis Amalia, M. Ag, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM

(15)

4

anggota dan total asetnya mencapai Rp 5 triliun - Rp 8 triliun. Jumlah ini akan

semakin bertambah pada masa mendatang seiring dengan perkembangan industri

keuangan yang berbasis syariah akhir-akhir ini.5

Namun, perkembangan ini tidak diikuti dengan pengelolaan BMT secara

profesional. Faktanya saat ini tidak sedikit BMT yang melakukan praktik jauh

dari nilai-nilai Syari‟ah. Pelaporan keuangan BMT juga masih banyak yang

merujuk pada standar akuntansi konvensional. Pembinaan BMT tidak dilakukan

oleh BI, sebagaimana yang terjadi pada Perbankan, dikarenakan termasuk dalam

katagori Koperasi yang dinaungi oleh Departemen Koperasi yang kurang

mendapat perhatian terutama dari aspek akuntabilitasnya. Legalitas BMT yang

beroperasi masih banyak yang belum bahkan tanpa badan hukum yang jelas.

Kini, telah sekitar dua tahun UU No. 17 Tahun 2012 diberlakukan.

Seharusnya seluruh KJKS sudah cukup memahami sehingga bisa melaksanakan

peraturan di dalamnya. Berjalannya kegiatan usaha di KJKS ini sesuai dengan

peraturan tentunya sangat diharapkan agar aktifitas menjadi tertib. Maka dari itu,

perlu untuk ditelaah lebih jauh apakah KJKS dalam hal ini BMT telah taat pada

5“ugianto, Denyut Koperasi “yariah , artikel diakses pada Januari dari

(16)

UU tersebut. Karena hal ini dapat menimbulkan banyaknya ruang abu-abu dan

multi interpretatif yang akan menggiring pada pelemahan KJKS.6

Mustamar mengatakan, masih adanya persoalan terkait penerapan UU

No.17 Tahun 2012 ini, terutama mengenai turunannya seperti PP dan KepMen

yang belum terbit.

Sementara itu Irvan Mahmud, Pengurus Koperasi Ceria Permata

mengungkapkan meskipun maksud pemerintah cukup baik, namun dirinya masih

cukup bingung dalam menerapkan undang-undang baru itu, karena memerlukan

pemahaman lebih mendalam.7

B. Identifikasi Masalah

UU No. 17 Tahun 2012 ini perlu mendapatkan penjabaran lagi secara

lebih teknis melalui Peraturan Menteri. Namun, karena Permen tersebut belum

terbit, maka operasional KJKS sementara ini masih dapat mengacu pada

Kepmeneg KUKM RI No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004.

Sejak tahun 2004 tersebut, KJKS/UJKS telah diberikan pedoman untuk

dapat melaksanakan kegiatan usahanya dengan baik melalui Kepmeneg KUKM

6

Rinda Astuti, Penilaian Kesehatan Keuangan pada Kospin Jasa Syariah Pekalongan sebagai

Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jurnal Penelitian Vol.8, No. 1, Mei 2011. Hal. 131 – 156).

(17)

6

RI No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004. Namun sejauh mana ketaatan KJKS/UJKS

tersebut terhadap petunjuk pemerintah belum dapat diketahui dengan pasti.

Berbicara penerapan peraturan kebijakan dalam tataran hukum

pemerintahan sebenarnya tidak terlepas berbicara tentang proses penegakan

hukum, dan ketika berbicara tentang proses penegakan banyak pandangan secara

akademis maupun pragmatis, sebagaimana pandangan berikut ini proses

penegakan hukum, dalam pandangan Soerjono Soekanto8 dipengaruhi oleh lima

faktor.

1. Faktor hukum atau peraturan perundangundangan.

2. Faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam

peroses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah

mentalitas.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan social di mana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan; berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum yang

merefleksi dalam perilaku masyarakat.

5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

8

(18)

Sementara itu Satjipto Rahardjo9 membedakan berbagai unsur yang

berpengaruh dalam proses penegakan hukum berdasarkan derajat kedekatannya

pada proses, yakni yang agak jauh dan yang agak dekat. Berdasarkan kriteria

kedekatan tersebut, maka Satjipto Rahardjo membedakan tiga unsur utama yang

terlibat dalam proses penegakan hukum.

1. Unsur pembuatan undang-undang cq. lembaga legislatif.

2. Unsur penegakan hukum cq. polisi, jaksa dan hakim.

3. Unsur lingkungan yang meliputi pribadi warga negara dan sosial.

Kemudian, terdapat beberapa bidang permasalahan yang ada pada ranah

pelaksanaan kegiatan usaha KJKS/UJKS yang tentu perlu untuk ditertibkan

pelaksanaannya, di antaranya:

1. Persyaratan dan Tata Cara Pendirian

2. Persyaratan Pembukaan Jaringan Kantor

3. Pengelolaan

4. Pembagian SHU

5. Permodalan

6. Produk dan Layanan

7. Pengendalian Risiko

8. Kelebihan Dana

9

(19)

8

9. Pembinaan

10.Laporan Keuangan

11.Sanksi

12.Pembubaran

Namun, cakupan bidang ini akan terlalu luas jika peneliti membahas

kesemua pembahasan di atas. Untuk itulah maka diperlukan pembatasan agar

penelitian ini akan lebih fokus dan terarah.

C. Pembatasan Masalah

Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi dan 3 unsur yang terlibat dalam

penegakan/penerapan hukum, namun penulis membatasi pembahasan hanya pada

satu faktor dan satu unsur saja yakni masyarakat dan lingkungan, yang secara

khusus diarahkan kepada praktisi BMT.

Berbagai macam bidang mengenai pelaksanaan usaha KJKS. Dari banyak

bahasan itu, maka penulis akan membatasi permasalahan yang akan diteliti dalam

skripsi ini. Penulis akan membahas pengelolaan, dan pembagian SHU. Wilayah

pembahasan pun akan dibatasi hanya dengan meneliti pada BMT ESQ dan pada

(20)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi, serta pembatasan

permasalahan di atas, maka peneliti akan mengambil judul “Pengelolaan dan

Pembagian Sisa Hasil Usaha di BMT ESQ Menurut UU No. 17 Tahun 2012”.

Sedangkan pertanyaan-pertanyaan yang akan terjawab dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pengelolaan dan Pembagian SHU Menurut UU No. 17 Tahun

2014?

2. Bagaimanakah Pengelolaan dan Pembagian SHU di BMT ESQ?

3. Apakah UU No. 17 Tahun 2012 dalam hal Pengelolaan dan Pembagian SHU

sudah diterapkan di BMT ESQ?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan adalah bertujuan untuk mencari kemudian

dapat membuktikan apakah pengelolaan dan pembagian SHU di BMT ESQ telah

(21)

10

Sedangkan manfaat dari penelitian ini dapat dibedakan ke dalam beberapa

jenis berdasarkan sifatnya yaitu teoritis-akademis (terhadap keilmuan) dan

praktis-pragmatis (terhadap koperasi syariah, masyarakat& penulis).

Manfaat penelitian ini untuk keilmuan adalah dapat menambah khazanah

keilmuan yang semoga bisa bermanfaat dalam mengembangkan ilmu ekonomi

syariah pada khususnya. Manfaat penelitian ini untuk BMT adalah sebagai bahan

pelajaran untuk dapat digunakan agar dapat menerapkan pengelolaan dan

pembagian SHU dengan sebaik-baiknya. Manfaat untuk masyarakat adalah

sebagai salah satu referensi dalam mempelajari praktik pengelolaan dan

pembagian SHU.Untuk penulis, penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat

untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi Syariah. Penelitian ini pun diharapkan dapat

menyumbang andil bagi pengembangan Ekonomi Syariah umumnya dan

Koperasi Syariah khususnya.

F. Review Studi Terdahulu

1. Skripsi karya Helmi Adam, dengan judul “Strategi Manajemen Risiko pada Pembiayaan UKM di BMT Al Munawwarah & BMT Berkah Madani”. Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

(22)

 Untuk menganalisis penerapan strategi manajemen risiko di BMT Al

Munawwarah & BMT Berkah Madani.

 Untuk mengetahui permasalahan dan risiko yang dihadapi BMT dalam

memberikan pembiayaan kepada UKM.

 Untuk mengetahui strategi manajemen risiko yang dilakukan BMT Al

Munawwarah & BMT Berkah Madani agar risiko tidak terjadi lagi.

Hasil kajian-penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:

 Penerapan strategi manajemen risiko yang dilakukan BMT Al

Munawwarah & BMT Berkah Madani sudah cukup efektif dengan

melakukan pemenuhan PPAP sesuai ketentuan.

 Permasalahan dan risiko pada pembiayaan UKM di BMT Al

Munawwarah & BMT Berkah Madani relatif sama.

 Strategi manajemen risiko BMT Al Munawwarah dan BMT Berkah

Madani agar risiko tidak terjadi lagi dilakukan dengan cara melihat

character nasabah peminjam, dll.

 Peran serta BMT Al Munawwarah dalam pembinaan SDM UKM sangat

membantu para nasabah yang dibiayai agar dapat lebih berkembang dan

(23)

12

Sedangkan BMT Berkah Madani baru sebatas memberikan pembiayaan

saja.

2. Skripsi karya Fitri Meilani, dengan judul “Strategi Penghimpunan Dana Pihak Ketiga pada BMT Al-Fath IKMI Pamulang”. Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi yang dilakukan BMT Al-Fath dalam menghimpun dana pihak ketiga,

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi strategi penghimpunan dana pihak ketiga

dan bagaimana perkembangan dana pihak ketiga pada tahun 2006-2010 di

BMT AL-Fath.

Hasil kajian-penelitian didapat bahwa strategi yang BMT Al-Fath lakukan adalah strategi pemasaran dan strategi promosi, faktor-faktor yang

mempengaruhi strategi penghimpunan dana pihak ketiga adalah strategi

produk, strategi harga dan strategi distribusi. Dan perkembangan dana pihak

ketiga pada BMT Al-Fath dari tahun 2006-2010 terus mengalami kenaikan

yang cukup signifikan.

(24)

Fokus penelitian ini adalah:

 Untuk mengetahui secara lebih baik mengenai karakteristik sumber daya

manusia atau budaya yang ada pada BMT KAS.

 Untuk mengetahui upaya apa saja yang ditempuh manusia BMT KAS

dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang

berkarakter Islam.

 Untuk mengetahui metode penelitian yang dilakukan oleh manusia BMT

KAS membentuk kualitas pegawai yang sesuai dengan budaya Islam.

Hasil kajian-penelitian skripsi ini adalah:

 Lembaga keuangan Baitul Maal Wattamwil memiliki banyak sekali

karakteristik yang membedakannya dari institusi sejenis, dimulai dari

budaya perusahaannya sampai dengan karyawannya yang sangat

berorientasi pada nilai-nilai ajaran Islam.

 Untuk mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas yang berkarakter

lembaga keuangan Islam, BMT memiliki beberapa tahapan, diantaranya

adalah: perencanaan budget untuk dana pendidikan dan pelatihan; tingkat pendidikan para calon pegawai; keterampilan para tenaga pelaksana

(25)

14

proses, metode pelatihan terbaik yang diberikan; sarana dan prasarana;

memberikan kompensasi yang sesuai.

 BMT memiliki beberapa metode khusus untuk membentuk para

karyawannya agar lebih berkualitas, di antaranya adalah: pelatihan tentang

MSDM, Management Supervisory, Trainer‟s Training, Assesment,

Service Excellent, Domestic Operation, Perbankan Syariah, Financial

Litercy, Basic Financing, dan celestial Management.

Ketiga studi terdahulu di atas memang semuanya menjadikan BMT

sebagai subjek penelitiannya, ini sama halnya dengan penelitian saya yang

menjadikan BMT sebagai subjek penelitian. Meskipun begitu BMT yang saya

teliti ialah BMT ESQ, tidak sama dengan penelitian sebelumnya di atas yakni

BMT Al Munawwarah, BMT Berkah Madani, BMT Al-Fath IKMI, dan BMT

KAS. Selain itu fokus pembahasan kami juga berbeda. Jika yang terdahulu

tersebut mengambil perihal Manajemen Risiko, Penghimpunan DPK, dan

Pengembangan SDM. Saya akan menjadikan Pengelolaan dan Pembagian

Sisa Hasil Usaha sebagai objek penelitian, kemudian dilengkapi dengan studi

(26)

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab yakni masing-masing ialah pendahuluan,

kajian kepustakaan, data penelitian, analisis terhadap data penelitian, dan

kesimpulan. Berikut uraian sistematika penulisan skripsi ini.

Bab I: Pada bab ini akan dibahas mengenai penjelasan yang berhubungan dengan masalah BMT, dan UU No. 17 Tahun 2012. Dalam bab ini terdapat latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II: Bab ini akan menyajikan kajian kepustakaan mengenai pengelolaan, pembagian SHU dan penilaian kesehatan. Dalam bab ini terdapat landasan

(kerangka) teori.

Bab III: Bab ini menyajikan metode penelitian dan profil BMT ESQ.

Bab IV: Bab ini akan menganalisis kesesuaian antara pengelolaan dan pembagian SHU UU No. 17 Tahun 2012 dan penerapannya di BMT ESQ.

Bab V: Bab ini merupakan kesimpulan dari pada penelitian oleh skripsi ini. Dan juga dari kesimpulan tersebut akan disampaikan saran-saran yang dapat berguna

(27)

16 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan tentang Koperasi 1. Pengertian Koperasi

Fay menyatakan bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan

tujuan berusaha bersama yang terdiri atras mereka yang lemah dan diusahakan

selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri dengan sedemikian

rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai

anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka

terhadap organisasi.1

Margono Djojohadikusumo dalam bukunya yang berjudul “10 Tahun

Koperasi”, mengatakan bahwa koperasi ialah perkumpulan manusia seorang

-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerja sama untuk memajukan

ekonominya.2

R.S. Soeriaatmadja dalam kuliahnya memberikan definisi koperasi

ialah suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar persamaan derajat

sebagai manusia, dengan tidak memandang haluan agama dan politik secara

1

Muhammad FirdausdanAgusEdhiSusanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori,&Praktek, (Bogor:PenerbitGhalia Indonesia, 2004), h. 38 - 39.

2

(28)

sukarela masuk untuk sekadar memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat

kebendaan atas tanggungan bersama.3

Definisi berikutnya adalah dari Marvin, A. Schaars yang mengatakan

koperasi adalah suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan

dikendalikan oleh anggota yang adalah juga pelanggannya dan dioperasikan

oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nirlaba atau atas dasar biaya.4

Paul Hubert Casselman dalam bukunya yang berjudul “The

Cooperative Movement and some of its Problems” mengatakan koperasi

adalah suatu sistem ekonomi yang mengandung unsur sosial.5

UU terbaru Tentang Perkoperasian yakni UU No. 17 Tahun 2012

mendefinisikan Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang

perseorangan atau badan hukum Koperasi dengan pemisahan kekayaan para

anggotanya sebagai modal untuk menjalankan perusahaan yang memenuhi

aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial dan budaya sesuai

dengan nilai dan prinsip koperasi.6

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat diurai bahwa koperasi

adalah perserikatan atas dasar sukarela yang bertujuan memajukan

(29)

18

Dengan demikian koperasi bisa merupakan Badan Hukum Usaha yang

dikelola sendiri oleh para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan bersama.

Keputusan dalam organisasi ini diambil berdasarkan mufakat hasil dari

musyawarah anggota melalui mekanisme Rapat Anggota sebagai pengambil

keputusan tertinggi di koperasi.

2. Identitas Koperasi

Rapat Anggota International Cooperative Alliance (ICA) pada

September 1995, dalam rangka seratus tahun ICA, mengesahkan Pernyataan

ICA mengenai identitas koperasi yang menunjukkan dan mempertegas jatidiri

koperasi. Berikut isi dari identitas koperasi tersebut:

a. Definisi

Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang

bergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi

ekonomi, sosial, dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang

dimiliki dan diawasi secara demokratis.

b. Nilai-Nilai

Koperasi melandaskan nilai-nilai menolong diri sendiri,

betanggungjawab kepada diri sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan,

dan solidaritas. Berdasarkan tradisi para pendirinya, para anggota koperasi

percaya pada nilai-nilai etis: kejujuran, keterbukaan, tanggungjawab social

(30)

c. Prinsip-Prinsip

Prinsip-prinsip koperasi adalah pedoman bagi koperasi-koperasi

dalam melaksanakan nilai-nilai koperasi dalam praktik.

1) Keanggotaan yang Sukarela dan Terbuka

2) Pengawasan Demokratis oleh Anggota

3) Partisipasi dalam Kegiatan Ekonomi

4) Otonomi dan Kemandirian

5) Pendidikan, Pelatihan, dan Penerangan

6) Kerjasama Antar Koperasi

7) Kepedulian Terhadap Masyarakat

ICA merupakan organisasi persatuan koperasi dunia. Untuk ICA ini

Indonesia diwakili oleh Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Dengan

demikian Indonesia pun juga ikut menggunakan apa-apa yang menjadi

keputusan dari ICA termasuk Identitas Koperasi yang tertuang dalam ICA

Cooperative Identity Statement (ICIS).

3. Perangkat Organisasi Koperasi

Louis A. Allen dalam “Managament and Organization” merumuskan:

organisasi adalah struktur keterkaitan , kekuatan, tujuan, peranan, aktifitas,

komunikasi dan faktor-faktor lain yang ada dalam kerjasama orang-orang.

Mac Grew-Hill merumuskan: organisasi adalah suatu mekanisme dari struktur

(31)

20

Organisasi sebagai perangkat dalam mengelola usaha koperasi terdiri

atas penjabaran fungsi-fungsi untuk mengelola usaha dalam organisasi

berupa:Perangkat organisasi; Kewenangan-kewenangan (authorities) dan sinkronisasinya; Uraian tugas (job description) dan hubungannya antara petugas-petugas; dan Pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan (implementation) yang juga meliputi ketentuan-ketentuan tata cara kerja.

a. Rapat Anggota

Anggota memiliki kekuasaan tertinggi dalam koperasi, yang

tercermin dalam forum Rapat Anggota, sering kali secara teknis disebut

RAT (Rapat Anggota Tahunan).

Fungsi Rapat Anggota adalah:

1) Menetapkan Anggaran Dasar/ART.

2) Menetapkan Kebijaksanaan Umum di bidang organisasi, manajemen

dan usaha koperasi.

3) Menyelenggarakan pemilihan, pengangkatan, pemberhentian,

pengurus dan atau pengawas.

4) Menetapkan Rencana Kerja, Rencana Anggaran Pendapatan dan

Belanja Koperasi serta pengesahan Laporan Keuangan.

5) Mengesahkan Laporan Pertanggung-jawaban Pengurus dan Pengawas

(32)

6) Menentukan pembagian Sisa Hasil Usaha.

7) Menetapkan keputusan penggabungan, peleburan, dana pembubaran

Koperasi.7

b. Pengurus

Pengurus dipilih dari dan oleh Anggota Koperasi, dan berperan

mewakili anggota dalam menjalankan kegiatan organisasi maupun usaha

koperasi. Pengurus dapat menunjuk manajaer dan karyawan sebagai

pengelola untuk menjalankan fungsi usaha sesuai dengan ketentuan

ketentuan yang ada, sebagaimana jelas tercantum dalam pasal 32 UU

Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Pengurus memperoleh wewenang dan kekuasaan dari hasil

keputusan RAT Pengurus berkewajiban melaksanakan seluruh keputusan

RAT guna memberikan manfaat kepada anggota koperasi. Pengurus

merumuskan berbagai kebijaksanaan yang harus dilakukan pengelola (Tim

Manajemen) dan menjalankan tugas-tugasnya sebagai berikut :

1) Mengelola organisasi koperasi dan usahanya.

2) Membuat dan mengajukan Rancangan Program Kerja Serta

Rancangan RAPBK (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja

Koperasi).

7

(33)

22

3) Menyelenggarakan Rapat Anggota.

4) Mengajukan Laporan Keuangan dan Pertanggung jawaban

Pelaksanaan Tugas.

5) Menyelenggarakan pembukaan keuangan dan invetaris secara tertib.

6) Memelihara daftar buku Anggota, buku Pengurus dan Pengawas.

7) Memberikan Pelayanan kepada Anggota Koperasi dan Masyarakat.

8) Mendelegasikan tugas kepada manajer.

9) Meningkatkan pengetahuan perangkat pelaksanaan dan anggota.

10)Meningkatkan penyuluhan dan pendidikan kepada anggota.

11)Mencatat mulai sampai dengan berakhirnya masa kepengurusan

pengawas dan pengurus.

12)Mencatat masuk dan keluarnya anggota.

Pengurus koperasi mempunyai fungsi di antaranya adalah :

1) Pengurus sebagai pusat pengambilan keputusan yang tertinggi

Fungsi pengurus sebagai pusat pengambilan keputusan

tertinggi diwujudkan dalam menentukan tujuan organisasi,

merumuskan kebijakan organisasi, menentukan rencana sasaran serta

program kerja organisasi koperasi, memilih dan mengawasi

tindakan-tindakan manajer-manajer dan karyawan dalam mengelola usaha

(34)

Pengurus merupakan perangkat organisasi koperasi yang

diharapkan dapat membawa perubahan dan pertumbuhan organisasi

dan sekaligus menjadi sumber inisiatif dan inspirasi bagi

pengembangan usaha koperasi. Pada menilai semua hasil kerja

kegiatan-kegiatan pengelolaan koperasi secara operasional yang

menjadi tanggung jawab manajer.

2) Fungsi sebagai penasihat

Fungsi sebagai penasihat ini berlaku baik bagi para manajer

maupun bagi para anggota. Bagi para manajer maminta nasihat kepada

pengurus adalah penting sekali artinya, terutama dalam rangka

penjabaran dan penerapan kebijaksanaan operasional dari

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah dirumuskan oleh pengurus.

3) Pengurus sebagai pengawas

Bahwa pengurus merupakan orang yang mendapat

kepercayaan dari anggota untuk melindungi semua kekayaan

organisasi

4) Pengurus sebagai penjaga kelangsungan hidup organisasi

Demi keberlangsngan usaha dan keberlanjutan organisasi

(35)

24

a) Mampu menyediakan adanya manajer yang cakap dalam

organisasi;

b) Menyeleksi dan memilih eksekutif atau manajer secara efektif;

c) Memberikan pengarahan kepada para manajer agar koperasi

berjalan secara efektif, professional, dan

d) Menetapkan orang-orang yang mampu mengarahkan kegiatan dari

organisasi;

e) Mengikuti perkembangan pasar, dengan tepat mengarahkan

berbagai jenis layanan barang-barang atau jasa-jasa yang

dihasilkan oleh koperasi sesuai dengan dinamika pasar dan tingkat

kelayakan maupun profitabilitas usaha.

5) Pengurus sebagai simbol

Langkah-langkah yang diambil pengurus terhadap anggota

maupun karyawan bersifat persuasif yang menempatkan pengurus

menjadi pemimpin yang memiliki kekuatan dan motivator bagi

pencapaian tujuan; strategis perusahaan dan kebijaksanaan umum dari

organisasi koperasi dirumuskan secara sistematis oleh pengurus;

pengurus memperoleh dan menyajikan informasi koperasi secara

cermat dalam menunjang kinerja usaha.8

8

(36)

c. Pengawas

Pengawas sebagai salah satu perangkat organisasi koperasi

diangkat dari dan oleh Anggota dalam Rapat Anggota Tahunan, sesuai

pasal 38 UU No. 25 Tahun 1992. Berdasarkan ketentuan Pasal 39 UU

No.25 Tahun 1992, fungsi tugas dan wewenang pengawas antara lain :

1) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan

Pengurus dan Pengelola Koperasi.

2) Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.

3) Meneliti catatan yang ada pada koperasi.

4) Mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.

5) Merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.

6) Memeriksa sewaktu-waktu tentang keuangan dengan membuat berita

acara pemeriksaannya.

7) Memberikan saran dan pendapat serta usul kepada pengurus atau

Rapat Anggota mengenai hal yang menyangkut kehidupan koperasi.

8) Memperolah biaya-biaya dalam rangka menjalankan tugas sesuai

dengan keputusan Rapat Anggota.

9) Mempertanggungjawabkan hasil pemeriksaannya pada RAT.

Keterkaitan antara peran pengawas dan pengurus adalah dalam hal

(37)

26

hasil audit dan rekomendasi pelaksanaan kebijakan dan Keputusan Rapat

Anggota yang telah di laksanakan oleh pengurus koperasi baik audit

berkala maupun audit akhir tahun buku. Hasil audit yang dilaporkan dari

pengawas adalah mengenai kesesuaian dan kebenaran data dan informasi

yang dilaporkan dari pengawas adalah mengenai kesesuaian dan

kebenaran data dan informasi yang dilaporkan Pengurus koperasi dengan

bukti – bukti pendukungnya. Adapun beberapa hasil audit yang dilaporkan

pengawas adalah :

1) Pelaksanaan Anggaran Dasar di Koperasi;

2) Pelaksanaan Kepeutusan RAT;

3) Audit manajemen (pelaksanaan Standar Operasional Produser,

deskripsi jabatan, dan disiplin kerja);

4) Audit keuangan (ada tidaknya penyimpangan keuangan oleh Pengurus);

5) Audit fisik (inventaris, dan kas).9

4. Manajemen Koperasi

Pada hakikatnya manajemen dapat disimpulkan sebagai suatu

rangkaian tindakan sistematik untuk mengendalikan dan memanfaatkan segala

faktor sumber daya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Fungsi-fungsi

manajemen menurut George R. Terry adalah sebagai berikut.

9

(38)

 Perencanaan

Khusus bagi badan usaha koperasi, perlu perencanaan dikatkan

dengan kedudukan para anggotanya, misalnya bagi jenis-jenis koperasi

pemasok dan koperasi penyalur. Para anggota jenis koperasi tersebut

mempunyai wewenang untuk ikut menentukan patokan harga yang akan

ditetapkan badan koperasi tersebut, sehingga perlu dipertimbangkan

alternative-alternatif harga patokan koperasi.

 Pengorganisasian

Khusus bagi koperasi perlu pemikiran status dan batas-batas

kewenangan dan hak para anggota koperasi , yaitu adanya “lembaga

-lembaga” rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Ketiga “-lembaga”

tersebut merupakan “tripartite” dalam organisasi koperasi, di mana satu

dengan yang lain pelaksanaannya terpisah, namun ketiga-tiganya perlu

dibina satu keutuhan.

 Pelaksanaan

Rapat anggota sebagai lapisan teratas akan mengeluarkan

kebijakan-kebijakan koperasi yang harus dilaksanakan pengurus dan pada

gilirannya pengurus selaku pelaksana tertinggi akan mengeluarkan

pedoman-pedoman, instruksi-instruksi kepada lapisan-lapisan ke

(39)

28

kewenangan bagi pengawas untuk mengadakan pantauan (monitoring) seberapa jauh kebijakan-kebijakan dilaksanakan pengurus.

Bagaimanapun baiknya penugasan kepada lapisan bawahan, jika

tanpa koordinasi antarkelompok.jenis tugas, maka hasilnya tidak akan

memenuhi harapan. Lengkapnya pelaksanaan tugas-tugas harus ada

koordinasi yang rapi, sehingga tidak akan terjadi kesimpangsiuran tugas

atau tumpang tindih pekerjaan-pekerjaan. Ini semua harus dijabarkan

dalam pelaksanaan organisasi. Karena itu pada tingkat pelaksanaan atau

kelompok pelaksana harus ada seseorang atau perangkat tertentu yang

mengadakan koordinasi. Hal tersebut akan terlihat dalam bagan

organisasi, di mana ditentukan lapisan-lapisan koordinasi dari pelaksana.

Secara bertingkat koordinasi diperlukan dari level/lapisan pelaksana

paling bawah sampai yag tertinggi.

 Pengawasan

Untuk meyakinkan para pemilik perusahaan, dalam hal ini para

anggota koperasi, maka rapat anggota perlu membentuk suatu badan di

luar pengurus yang bertugas memantau atau meneliti tentang pelaksanaan

kebijakan yang ditugaskan kepada pengurus.

a. Pengelola (Manajer)

Manajer dipilih dan diangkat oleh pengurus untuk melakukan

(40)

Kewajiban manajer antara lain:

1) Melaksanakan kebijakan operasional yang telah ditetapkan Pengurus.

2) Memimpin dan mengkoordinir pelaksanaan kegiatan di unit-unit

usaha.

3) Membimbing dan mengarahkan tugas-tugas karyawan yang

dibawahnya seefisien mungkin menuju karyawan yang berkualitas.

4) Mengusulkan kepada pengurus tentang pengangkatan dan atau

pemberhentian karyawan dalam lingkungan tugasnya.

5) Menyusun Program Kerja dan RAPBK tahunan untuk disampaikan

kepada pengurus sebelum dimulainya rencana dan anggaran yang

baru, dan selanjutnya evaluasi sekaligus perencanaan bagi pengurus

untuk disampaikan dalam Rapat Anggota.

6) Membuat laporan pertanggungjawaban kerja secara tertulis setiap

akhir bulan and tahun.

7) Melaksanakan dokumen-dokumen usaha atau organisasi koperasi.10

b. Fungsi Utama Manajer

1) Melaksanakan tugas sehari-hari di bidang usaha.

2) Bertanggungjawab atas administrasi kegiatan usaha dan organisasi

koperasi.

10

(41)

30

3) Mengembangkan dan mengelola usaha untuk mencapai tujuan secara

efektif dan efisien.11

c. Perlunya Manajer dalam Koperasi

Keberadaan manajer dalam koperasi diharapkan usaha koperasi

akan dapat berkembang lebih maju. Manajer diperlukan bagi koperasi :

1) Untuk mengelola usaha koperasi memerlukan keahlian sesuai dengan

bidang usaha koperasi, selain untuk menunjang fungsi pengurus yang

umumnya dipilih oleh anggota berdasarkan atas kepercayaan.

2) Pengelolaan usaha koperasi memerlukan tindakan yang

berkeseimbangan sepanjang tindakan yangberkesinambungan

sepanjang waktun sejalan dengan keberadaan koperasi itu, sementara

pengurus dipilih untuk jangka waktu tertentu (ada batasan waktu

kepengurusan).

3) Pengurus umumnya tidak dapat mencurahkan tenaga atau pikirannya

secara penuh dalam koperasi, karena biasanya pengurus memiliki

tugas pokoknya, sehingga manajer diperlukan untuk

mengoperasionalisasikan usaha koperasi lebih efektif dan mencapai

tujuannya.12

11Ibid, h. 6.

(42)

d. Hubungan Kerja Antara Pengelola dan Pengurus

Antara pengurus dengan manajer harus memiliki kesatuan

pendangan dan kesatuan gerak untuk mengenai usaha koperasi dan

tercapainya tujuan koperasi.

Untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan usaha koperasi

dilakukan tugas dan tanggung jawab sejelas-jelasnya, antara lain :

1) Pertanggung jawaban teknis operasional oleh pengurus diserahkan

kepada manajer, sekalipun pertanggungjawaban terakhir kepada

anggota dilakukan pengurus.

2) Pengurus hanya memutuskan hal-hal yang sifatnya kebijaksanaan,

sedangkan manajer dalam bidang operasionalnya.13

B. Koperasi Syariah

Koperasi Syariah secara teknis bisa dibilang sebagai koperasi yang prinsip

kegiatan, tujuan dan kegiatan usahanya berdasarkan pada syariah Islam yaitu

Al-quran dan Assunnah. Pengertian umum Koperasi syariah adalah badan usaha

koperasi yang menjalankan usahanya dengan prinsip-prinsip syariah. Apabila

koperasi memiliki unit usaha produktif simpan pinjam, maka seluruh produk dan

13

(43)

32

operasionalnya harus dilaksanakan dengan mengacu kepada fatwa Dewan Syariah

Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia.14

Koperasi Syariah seperti halnya koperasi konvensional, diperkenankan

memiliki berbagai usaha dengan catatan tidak bertentangan dengan syariah Islam

yang dalam hal keuangan terhindar dari unsur riba, maysir, ghoror, dan

derifatifnya.

1. Nilai-Nilai Koperasi Syariah15

Diadopsi dari 7 nilai bisnis syariah:

a. Shiddiq yang mencerminkan kejujuran, akurasi dan akuntabilitas.

b. Istiqamah yang mencerminkan konsistensi, komitmen dan loyalitas.

c. Tabligh yang mencerminkan transparansi, kontrol, edukatif, dan

komunikatif

d. Amanah yang mencerminkan kepercayaan, integritas, reputasi, dan

kredibelitas.

e. Fathanah yang mencerminkan etos profesional, kompeten, kreatif,

inovatif.

f. Ri‟ayah yang mencerminkan semangat solidaritas, empati, kepedulian,

(44)

g. Mas‟uliyah yang mencerminkan responsibilitas.

2. Prinsip-Prinsip Koperasi Syariah16

Prinsip koperasi syariah adalah sama dengan prinsip dari ekonomi

syariah yaitu:

a. Kekayaan adalah amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh

siapapun secara mutlak;

b. Manusia diberi kebebasan dalam mu‟amalah selama tidak melanggar

ketentuan syari‟ah;

c. Manusia merupakan wakil Allah dan pemakmur di bumi;

d. Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setiap bentuk ribawi dan

pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok

orang saja.

3. Dewan Pengawas Syariah

Sebagai bagian dari konsekuensi dari komitmen koperasi syariah

untuk melakukan segala kegiatan pada jalur yang islami, maka secara

struktural diatur bahwa Koperasi Syariah harus pula diawasi oleh Dewan

Pengawas Syariah.

16

(45)

34

4. Koperasi Jasa Keuangan Syariah

Koperasi Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut KJKS adalah

Koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi,

dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).

Saat ini KJKS memiliki landasan regulasi di antaranya PP 60/1959

yang mengatakan terdapat 7 jenis koperasi termasuk di dalamnya terdapat

Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Kemudian UU No.17 Tahun 2012 Tentang

Perkoperasian yang menyebutkan bahwa koperasi dapat menjalankan usaha

atas dasar prinsip ekonomi syariah (Bab IX Pasal 87 Ayat 3).

Selain KJKS yang termasuk ke dalam jenis KSP, koperasi jenis

lainnya seperti Koperasi Serba Usaha (baik yang syariah maupun

konvensional) pun dapat membuka unit usaha jasa keuangan syariah. Dalam

ketentuan Kepmeneg KUKM RI No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 disebut

dengan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS).

UJKS adalah unit koperasi yang bergerak di bidang usaha

pembiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil (syariah) sebagai

(46)

C. Baitul Mal wat Tamwil (BMT) 1. Pengertian BMT

BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bait al-mal dan bait at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi

pengusaha kecil bawah dan kecil dengan Antara lain mendorong kegiatan

menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, BMT

juga bisa menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkannya

sesuai dengan peraturan dan amanatnya.17

Istilah Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah penggabungan dari

baitul maal dan baitut tamwil. Baitul maal adalah lembaga keuangan yang

kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial). Adapun baitu

tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dan

menyalurkan dana masyarakat dan bersifat profit motive.18

BMT dapat didirikan dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat

(KSM) atau Koperasi.19

BMT berfungsi sebagai lembaga keuangan dan juga lembaga

ekonomi. Sebagai lembaga keuangan ia bertugas menghimpun dana dari

17

PINBUK, Pedoman Cara Pembentukan BMT Balai-Usaha Mandiri Terpadu. (Jakarta: PINBUK, t.t.), h. 1.

18

Hertanti Widodo, dkk., PAS (Panduan Praktis Akuntansi Syariat): Panduan Praktis Operasional Baitul Mal wat Tamwil (BMT), Jakarta: Penerbit Mizan, 2000, h. 81.

(47)

36

masyarakat (anggota BMT) dan menyalurkan kepada masyarakat (anggota

BMT). Sebagai lembaga ekonomi ia juga berhak melakukan kegiatan

ekonomi, seperti perdagangan, industri, dan pertanian.

Sedangkan berdasarkan pada namanya, BMT memiliki dua fungsi

utama yaitu Bait al-Maal dan Bait at-Tamwil:

a. Bait al-Maal, lembaga yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan

penyaluran dana yang non-profit, seperti halnya zakat, infak, shodaqoh.

b. Bait at-Tamwil, lembaga yang mengarah pada usaha pengumpulan dan

penyaluran dana komersial.20

2. Tujuan dan Prinsip BMT

Tujuan BMT ialah:

a. Menyalurkan dana untuk usaha bisnis kecil dan menengah dengan mudah

dan bersih, karena didasarkan pada kemudahan dan bebas bunga/riba.

b. Memperbaiki/meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah.

c. Lembaga keuangan alternatif yang mudah diakses oleh masyarakat dan

menengah.21

Prinsip-prinsip utama BMT, yaitu sebagai berikut:22

a. Keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

20

Tuty “ariwulan, Baitul Maal wat Tamwil Dipandang dari Sudut Agama serta Sejarah

Berdirinya di Indonesia , Econo Sains Vol. X, No. 1 (Maret 2012): h. 64.

21

Ibid, h. 65.

(48)

b. Keterpaduan (kaffah). c. Kekeluargaan (kooperatif).

d. Kebersamaan.

e. Kemandirian.

f. Profesionalisme.

g. Istiqamah.

3. Ciri-Ciri dan Peran BMT

BMT memiliki ciri-ciri utama sebagai berikut:

a. Berorientasi bisnis, mencara laba bersama, meningkatkan pemanfaatan

ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya.

b. Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan

penggunaan zakat, infak, dan sesekah bagi kesejahteraan orang banyak.

c. Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di

sekitarnya.

d. Milik bersama masyarakat kecil bawah dan kecil dari lingkungan BMT itu

sendiri, bukan milik orang seorang atau orang dari luar masyarakat itu.23

Keberadaan BMT setidaknya harus memiliki beberapa peran berikut:24

23

H. A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 184.

(49)

38

a. Menjauhkan masyarakat dari praktik ekonomi nonsyariah, aktif

melakukan sosialisasi di tengah masyarakat tentang arti pentingnya sistem

ekonomi Islam.

b. Melakukan Pembinaan dan pendanaan usaha kecil.

c. Melepaskan ketergantungan pada rentenir.

d. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan distribusi yang merata.

4. Sejarah BMT di Indonesia

Berdirinya BMT disebabkan karena tidak menjangkaunya Perbankan

kepada Usaha Mikro dan Kecil (UMK) seperti pedagang di pasar tradisional,

pedagang asongan, dan pedagang kaki lima. Padahal justru ekonomi rakyat

kecil inilah yang menjadi mayoritas kalangan usahawan yang ada di

Indonesia. Namun bagaimana pun sebagaimana halnya pengusaha, kalangan

UMK juga butuh suntikan modal untuk mengembangkan atau ada juga untuk

sekedar membuat usahanya tidak mati di keesokan hari.

Segmen inilah yang kemudian digarap oleh individu-individu yang

terkenal dengan sebutan rentenir. Praktik rentenir ternyata tidak menolong

melainkan membuat permasalahan ekonomi rakyat kecil menjadi lebih pelik

dan kompleks. Dari itu urgen diperlukan suatu instansi yang kompeten dan

(50)

kebutuhannya sekaligus juga yang mendesak yakni membebaskan mereka dari

jerat hutang yang berkepanjangan.

Pada akhir 1980-an BMT perintis sudah mulai beroperasi hingga

pertengahan 1990-an. Mereka memang belum diketahui secara luas oleh

masyarakat, serta masih melayani kelompok masyarakat yang relatif homogen

dengan cakupan geografis yang amat terbatas. Perkembangan pesat dimulai

sejak tahun 1995, dan memperoleh momentum tambahan akibat krisis

ekonomi 1997/1998.

5. Jenis Aktifitas BMT

a. Sosial

Pengelolaan dana sosial seperti zakat, infak, dan shodaqoh (ZIS)

b. Jasa Keuangan

Terkait dengan kegiatan penghimpunan dana (funding) dan

penyaluran dana (financing).

c. Sektor Riil

Merupakan penyaluran dana yang bersifat permanen atau jangka

(51)

40

6. Perbedaan dengan BMT dan KSP25

Aspek Perbedaan Koperasi Simpan Pinjam

Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul Maal wa Tamwil Struktur Organ Pengawas Dewan Pengawas Syariah Modal Penyetoran modal awal

disetorkan kepada Bank

Penyaluran Dana Utang piutang

a) Qardh (Pinjaman)

(52)

(Kerjasama) Perjanjian Jaminan Diperbolehkan, sebab

jaminan merupakan

Dalam kedudukannya sebagai pemilik, anggota koperasi memberikan

kontribusi modal kepada koperasi. Sedangkan dalam kedudukannya sebagai

pengguna jasa koperasi, maka anggota koperasi memanfaatkan

pelayanan-pelayanan keoperasi yang diselenggarakan untuk mereka.

Karena makna pendapatan dalam koperasi dan pendapatan dalam

nonkoperasi berbeda, maka konsekuensinya tentu akan melahirkan perbedaan

pula dalam pengertian Antara laba dan SHU.

Kewajiban anggota sebagai pemilik koperasi bukan saja harus

memodali koperasi, tetapi juga harus memberikan kontribusi dalam

(53)

42

2. SHU Koperasi

Dalam UU No. 17 Tahun 2012, SHU disebut sebagai Selisih Hasil

Usaha yang terdiri atas Surplus Hasil Usaha dan Defisit Hasil Usaha.

a. Surplus Hasil Usaha

1) Mengacu pada ketentuan Anggaran Dasar dan keputusan Rapat

Anggota, Surplus Hasil Usaha disisihkan terlebih dahulu untuk Dana

Cadangan dan sisanya digunakan seluruhnya atau sebagian untuk:

a) Anggota sebanding dengan transaksi usaha yang dilakukan oleh

masing-masing Anggota dengan Koperasi;

b) Anggota sebanding dengan Sertifikat Modal Koperasi yang

dimiliki;

c) pembayaran bonus kepada Pengawas, Pengurus, dan karyawan

Koperasi;

d) pembayaran kewajiban kepada dana pembangunan Koperasi dan

kewajiban lainnya; dan/atau

e) penggunaan lain yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

2) Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota Surplus Hasil Usaha

yang berasal dari transaksi dengan non-Anggota.

3) Surplus Hasil Usaha yang berasal dari non-Anggota sebagaimana

dimaksud pada nomor 2) dapat digunakan untuk mengembangkan

(54)

b. Defisit Hasil Usaha

1) Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha, Koperasi dapat menggunakan

Dana Cadangan.

2) Penggunaan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada nomor 1)

ditetapkan berdasarkan Rapat Anggota.

3) Dalam hal Dana Cadangan yang ada tidak cukup untuk menutup

Defisit Hasil Usaha, defisit tersebut diakumulasikan dan dibebankan

pada anggaran pendapatan dan belanja Koperasi pada tahun

berikutnya.

Dalam hal terdapat Defisit Hasil Usaha, anggota wajib menyetor

tambahan Sertifikat Modal Koperasi.

E. Tinjauan Syariah

1. Teori Manajemen dalam Islam

a. Karakteristik Teori

Tidak ada manajemen dalam Islam kecuali ada nilai atau etika

yang melingkupinya, sebagaimana tidak mungkin membangun masyarakat

Muslim tanpa didasari dengan akhlak. Manajemen syariah memiliki

(55)

44

 Konsen dan terkait dengan falsafah sosial masyarakat Muslim, dan

berhubungan dengan akhlak atau nilai-nilai etika sosial yang dipegang

teguh oleh masyarakat Muslim (variabel etika sosial).

 Konsen terhadap variabel ekonomi dan motif materi, dan bekerja

untuk memenuhi kebutuhan fisiologis individu (variabel ekonomi

materi).

 Memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual serta

memuliakan manusia untuk berpartisipasi dalam aktifitas manajemen

memuliakan segala potensi intelektual, kompetensi dan dimensi

spiritual (variabel kemanusiaan).

 Konsen terhadap sistem dan menentukan tanggung jawab dan

wewenang, menghormati kekuasaan dan organisasi resmi,

menghormati struktur organisasi, dan menuntut ketaatan terhadap

kebaikan (variabel perilaku dan sistem).26

b. Konsep Syuro, Musyarakah, dan Menghormati Kemuliaan Manusia

Ini merupakan prinsip yang harus melekat dalam teori manajemen

Islam, saling bermusyawarah dan bekerjasama dalam menyelesaikan

persoalan.27 Allah berfirman:

26

Ahmad Ibrahim Abu Sinn, Manajemen Syariah: Sebuah Kajian Historis dan Kontemporer, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 235 – 236.

27

(56)

  

    



Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

(Ali Imran /3: 159)

c. Konsen terhadap Kekuasaan Resmi, Pengorganisasian, dan Taat Kepada Kebaikan

Islam telah mengenalkan konsep pengorganisasian dan pentingnya

seorang pemimpin dalam sebuah masyarakat. Kepemimpinan yang

memiliki otoritas untuk mengatur dan memebrikan petunjuk, adalah

sebuah keniscayaan dan perkara yang lazim untuk menjalankan kehidupan

masyarakat dalam berbagai bentuknya.

Dalam konteks Islam, kepemimpinan yang terbentuk dalam

berbagai level manajemen, seharusnya tidak terjadi pertentangan. Karena

mereka didudukkan dalam satu wadah manajemen yang dibangun dengan

(57)

46

Dalam Islam, perbedaan level pekerjaan dan kepemimpinan

bersandar pada perbedaan ilmu pengetahuan, intelektual, ataupun

pengalaman teknis. Allah berfirman:

  

  

 Artinya: “Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung -karung mereka sebelum (memeriksa) -karung saudaranya sendiri, kemudian Dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang Raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha mengetahui.” (Yusuf/11: 76)

Masyarakat Muslim terbentuk berdasarkan kesamaan akidah dan

keyakinan, para pegawai adalah bagian dari anggota masyarakat untuk

menjalankan tugas bagi kemaslahatan bersama. Setidaknya, mereka

memiliki 3 buah kewajiban.

1) Berkontribusi dalam menerapkan hokum dan syariah Islam, sesuai

(58)

  

  

 Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran/3: 110)

2) Menjalankan tugas dengan penuh keikhlasan, sesuai dengan standar

dan prosedur yang ada, dengan sikap penuh amanah dan

bertanggungjawab terhadap Allah, bukan hanya kepada atasan. Jabatan

adalah amanah, perjanjian, dan tanggungjawab. Allah berfirman:

Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (Al-Isra/17: 34)

3) Taat kepada atasan dengan kebaikan. Ketaatan kepada pemimpin

merupakan persoalan penting untuk mengatur dan menjalankan

kehidupan.28 Alquran mengukuhkan hal ini dalam firman-Nya:

28

(59)

48

  

  

  Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa/4: 59)

2. Koperasi dalam Fiqh Muamalah

Koperasi termasuk BMT adalah salah satu dari bentuk perkongsian

yang dalam istilah fiqh muamalah disebut Syirkah atau Musyarakah, yang

memiliki arti terminologis kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal

permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan

pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.29

Koperasi dari segi proses pendiriannya termasuk syirkah amwal; sedangkan dari segi pengelolaan, koperasi dapat dikelompokkan sebagai

syirkah taushiyah bashithah. Dilihat dari segi kewenangan untuk mengangkat pengelola/manajemen, koperasi lebih dekat dengan konsep syirkah „abdan.30

Mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun syirkah ada empat, yaitu:

29Ra at “yafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 183.

(60)

1) Shighat, ijab kabul.

2) Pihak yang berakad (Pihak Pertama).

3) Pihak yang berakad (Pihak Kedua).

4) Objek yang diakadkan, modal pokok.

Dasar hukum musyarakah adalah Firman Allah:

   

   

 

Artinya: “Dia (Dawud) berkata, “Sungguh, dia telah berbuat

zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yag lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.”(Sad/38: 24)

Syirkah merupakan salah satu institusi bisnis yang telah ada sebelum

Islam. Al-Sayyid Sabiq mempertegas dua hal: pertama, syirkah „inan telah ada

pada saat Nubuwah, para sahabat Nabi SAW ketika itu telah berkongsi untuk

membeli sesuatu, masing-masing sahabat menyerahkan hartanya untuk

membeli barang. Setelah barang yang dimaksud dibeli, kemudian dibagikan

Referensi

Dokumen terkait